Anda di halaman 1dari 7

TELAAH JURNAL

“Peran Perawat Dalam Manajement Bencana Mitigasi Penyakit Covid-19”

DISUSUN OLEH :

NAMA : EGA SRINITA

NIM : 17061023

PROGRAM ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERWATAN
UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALE MANADO
2020
A. Latar Belakang
Di awal tahun 2020 ini, dunia dikagetkan dengan kejadian infeksi berat dengan penyebab
yang belum diketahui, yang berawal dari laporan dari Cina kepada World Health Organization
(WHO) terdapatnya 44 pasien pneumonia yang berat di suatu wilayah yaitu Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, China, tepatnya di hari terakhir tahun 2019 Cina. Dugaan awal hal ini terkait
dengan pasar basah yang menjual ikan, hewan laut dan berbagai hewan lain. Pada 10 Januari
2020 penyebabnya mulai teridentifikasi dan didapatkan kode genetiknya yaitu virus corona baru.

Penelitian selanjutnya menunjukkan hubungan yang dekat dengan virus corona penyebab
Severe Acute Respitatory Syndrome (SARS) yang mewabah di Hongkong pada tahun 2003,1
hingga WHO menamakannya sebagai novel corona virus (nCoV-19).2 Tidak lama kemudian
mulai muncul laporan dari provinsi lain di Cina bahkan di luar Cina, pada orangorang dengan
riwayat perjalanan dari Kota Wuhan dan Cina yaitu Korea Selatan, Jepang, Thailand, Amerika
Serikat, Makau, Hongkong, Singapura, Malaysia hingga total 25 negara termasuk Prancis,
Jerman, Uni Emirat Arab, Vietnam dan Kamboja. Ancaman pandemik semakin besar ketika
berbagai kasus menunjukkan penularan antar manusia (human to human transmission) pada
dokter dan petugas medis yang merawat pasien tanpa ada riwayat berpergian ke pasar yang
sudah ditutup.
Laporan lain menunjukkan penularan pada pendamping wisatawan Cina yang berkunjung ke
Jepang disertai bukti lain terdapat penularan pada kontak serumah pasien di luar Cina dari pasien
terkonfirmasi dan pergi ke Kota Wuhan kepada pasangannya di Amerika Serikat. Penularan
langsung antar manusia (human to human transmission) ini menimbulkan peningkatan jumlah
kasus yang luar biasa hingga pada akhir Januari 2020 didapatkan peningkatan 2000 kasus
terkonfirmasi dalam 24 jam. Pada akhir Januari 2020 WHO menetapkan status Global
Emergency pada kasus virus Corona ini dan pada 11 Februari 2020 WHO menamakannya
sebagai COVID-19.
Informasi tentang virus ini tentunya masih sangat terbatas karena banyak hal masih dalam
penelitian dan data epidemiologi akan sangat berkembang juga, untuk itu tinjauan ini merupakan
tinjauan berdasarkan informasi terbatas yang dirangkum dengan tujuan untuk memberi informasi
dan sangat mungkin akan terdapat perubahan kebijakan dan hal terkait lainnya sesuai
perkembangan hasil penelitian, data epidemiologi dan kemajuan diagnosis dan terapi.
B. Literatur Review
Pada awal 2020, dunia dikejutkan dengan mewabahnya pneumonia baru yang bermula dari
Wuhan, Provinsi Hubei yang kemudian menyebar dengan cepat ke lebih dari 190 negara dan
teritori. Wabah ini diberi nama coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan
oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Penyebaran penyakit
ini telah memberikan dampak luas secara sosial dan ekonomi. Masih banyak kontroversi seputar
penyakit ini, termasuk dalam aspek penegakkan diagnosis, tata laksana, hingga pencegahan.
Oleh karena itu, kami melakukan telaah terhadap studi-studi terkait COVID-19 yang telah
banyak dipublikasikan sejak awal 2020 lalu sampai dengan akhir Maret 2020.

Penyakit Virus Corona (Covid-19) tahun 2020 merebak virus baru coronavirus jenis baru
(SARS-CoV-2) yang penyakitnya disebut Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Virus ini
ditemukan di Wuhan, China pertama kali dan sudah menginfeksi 90.308 orang per tanggal 2
Maret 2020. Jumlah kematian mencapai 3.087 orang atau 6%, jumlah pasien yang sembuh
45.726 orang. Virus jenis RNA strain tunggal positif ini menginfeksi saluran pernapasan manusia
dan bersifat sensitif terhadap panas dan secara efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan
mengandung klorin. Sumber host diduga berasal dari hewan terutama kelelawar, dan vektor lain
seperti tikus bambu, unta dan musang. Gejala umum berupa demam, batuk dan sulit bernapas.
Sindrom klinik terbagi menjadi tanpa komplikasi, pneumonia ringan dan pneumonia berat.
Pemeriksaan spesimen diambil dari swab tenggorok (nasofaring dan orofaring) dan saluran napas
bawah (sputum, bilasan bronkus, aspirat endotrakeal). Isolasi dilakukan pada pasien terbukti
terinfeksi Covid-19 untuk mencegah penyebaran lebih luas.

Pentingnya Peran Tenaga Kesehatan Masyarakat dalam Penanganan Covid-19


Pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak Maret 2020 silam menyebabkan
perubahan di berbagai aspek kehidupan, terutama sangat berpengaruh signifikan di aspek
kesehatan masyarakat. Sehingga, pelaksanaan program-program bidang kesehatan kini terfokus
pada penanganan Covid-19.

Covid 19 menuntut untuk melakukan perubahan, baik dalam hal cara berpikir, cara
berperilaku, dan cara bekerja. Tantangan selanjutnya adalah cara berpikir dan cara berperilaku
yang dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan tangguh terhadap ancaman penyakit
termasuk dari penyakit hari esok.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan
Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto menyampaikan, situasi pandemi Covid-19
membutuhkan kemitraan berbagai pihak dan kesiapan sumber daya manusia pendukungnya.

Peran  tenaga kesehatan masyarakat sangat penting dalam penanganan Covid-19 pada
setiap level intervensi. Utamanya pada level masyarakat untuk melakukan komunikasi risiko dan
edukasi masyarakat terkait protokol kesehatan untuk melawan Covid-19. Kemudian untuk
melakukan contact tracing & tracking (penyelidikan kasus dan investigasi wabah), serta fasilitasi
dan pemberdayaan masyarakat.

Tenaga kesehatan masyarakat memiliki kemampuan dalam memahami pola-pola


promotif dan preventif Covid-19 di masyarakat. Itu diperlukan dalam merancang program dan
kebijakan untuk mempercepat penanganan Covid-19.

Berbagai strategi dan program penanganan Covid-19 diusulkan dalam rapat koordinasi
ini oleh para akademisi dan para pengurus IAKMI yang hadir. Strategi yang diusulkan seperti
menempatkan tenaga kesehatan masyarakat di tempat-tempat umum yang berisiko tinggi
penularan virus. Itu dilakukan sebagai upaya mempromosikan adaptasi kebiasaan baru dan
protokol kesehatan oleh di tenaga kesehatan masyarakat.

Rapat koordinasi menetapkan rekomendasi kebijakan untuk optimalisasi peran tenaga


kesehatan masyarakat dalam penanganan Covid-19. Optimalisasi yang perlu dilakukan yaitu:
Perlengkapan instrumen sumber daya manusia untuk Unit Kesehatan Masyarakat (UKM) seperti
di Puskesmas, Penguatan instrumen kebijakan pembiayaan untuk UKM, serta pengembagaan
kelembagaan rujukan sekunder dan tersier untuk UKM.

Selanjutnya, penguatan peran kantor kecamatan dan kantor kelurahan desa untuk
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, dan integrasi tenaga kesehatan masyarakat di
tingkat puskesmas perlu juga dilakukan. Selain itu, kepastian hukum juga diperlukan untuk
mengoptimalkan peran tenaga kesehatan masyarakat.

Menurut WHO lebih dari 65 negara terinfeksi virus Corona. Data tangal 2 Maret 2020
tercatat 90.308 orang terkena COVID-19 dengan angka kematian 3.087 orang atau 2,3%.
Menurut CNN (2020) kasus orang dengan terinfeksi COVID-19 di Indonesia pada tanggal 13
April 2020 sebanyak 4557 kasus dengan angka kematian 399 orang. Meluasnya penyebaran
COVID-19 di Indonesia berdampak terhadap semua bidang terutama sekali bidang usaha yang
menawarkan jasa atau bekerja di lapangan yang tidak mungkin menerapkan kerja dari rumah
seperti pengemudi ojek online. Tujuan dari kegiatan ini adalah resolusi (perubahan)
permasalahan dengan segera, meningkatkan pengetahuan driver ojek online terhadap covid 19 ,
meningkatkan kemampuan untuk pencegahan terjangkitnya covid 19, meningkatkan kemampuan
agar tidak menularkan kepada keluarga atau konsumen atau pengguna dari ojek online, dan
dengan kondisi pandemi ini driver ojek online dapat mengatasi masalah psikososial yang dialami
karena covid 19 karena dengan terjadinya masalah pada kondisi psikologis dapat menimbulkan
keluhan fisik dan dapat menurunkan imunitas sehingga akan mudah terserang covid 19.

C. Pembahasan

Pandemi terjadi ketika beberapa faktor ini terpenuhi: Peningkatan jumlah atau virulensi agen
baru. Informasi dan sifat lainnya dari agen baru ini belum terdeteksi atau berbeda dari yang
pernah ada sebelumnya. Modus transmisi atau infeksi yang meningkat sehingga orang yang lebih
rentan terpapar. Perubahan kerentanan respons tuan rumah terhadap agen, dan / atau faktor-
faktor yang meningkatkan paparan host atau melibatkan pengenalan jalur infeksi baru (Kelsey,
Thompson, and Evans, 1986; Centers for Disease Control and Prevention, 2003).

Spektrum penyakit dapat mencakup kasus-kasus asimptomatik dan ringan, kasus-kasus


penyakit yang didiagnosis oleh dokter di masyarakat sering hanya mewakili ujung gunung es.
Banyak kasus tambahan mungkin terlalu dini untuk didiagnosis atau mungkin tidak pernah
berkembang ke tahap klinis. Sayangnya, orang dengan infeksi yang tidak jelas atau tidak
terdiagnosis tetap dapat menularkan infeksi kepada orang lain. Orang seperti itu yang menular
tetapi memiliki penyakit subklinis disebut pembawa. Seringkali, pembawa adalah orang-orang
dengan penyakit inkubasi (Centers for Disease Control and Prevention, 2003). Namun pembawa
juga mungkin orang yang tampaknya telah pulih dari penyakit klinis mereka tetapi tetap menular,
seperti gelombang kasus infeksi kedua COVID-19 yang terjadi di berbagai negara seperti Korea
dan Tiongkok.

Tantangan bagi petugas kesehatan masyarakat adalah bahwa pembawa ini, tidak menyadari
bahwa mereka terinfeksi dan menular kepada orang lain, kadang-kadang lebih mungkin untuk
tanpa sengaja menyebarkan infeksi daripada orang-orang dengan penyakit yang jelas. Selain itu,
menyadari pemeriksaan baik rapid atau PCR memerlukan waktu yang tepat dan dapat menelusuri
kasus melalui tes ulang pada waktu yang tepat sesuai perjalanan penyakit.

Herd Immunity tidak bisa dikatakan sebagai penanganan yang relevan untuk COVID-19.
Herd Immunity sesungguhnya merupakan sesuatu yang harusnya didapatkan melalui langkah
imunisasi. Butuh ambang minimal imunitas yang besar untuk mencapai Herd Immunity, dan ini
sangat tidak etis untuk dilakukan karena kita harus membiarkan individu dalam jumlah besar
(rata-rata 80% individu harus terinfeksi) untuk terinfeksi (Murti, 2019).

Sebagai tenaga kesehatan kita harus memikirkan langkah apa yang sebaiknya diambil dalam
upaya mencegah penularan COVID-19 tanpa mengabaikan kualitas pelayanan. Telemedicine
menjadi salah satu pilihan terbaik. Telemedicine merupakan penggunaan informasi medis yang
dipertukarkan dari satu situs ke situs lain melalui komunikasi elektronik untuk meningkatkan
status kesehatan klinis pasien atau dengan kata lain melayani pasien tanpa bertatap muka
melainkan melalui jaringan komunikasi Atmojo, Sudaryanto, Widiyanto, Ernawati, Arradini
(2020).

Telemedicine memberikan kepuasan pada pasien dengan berbagai parameter diantaranya:


dapat meningkatkan hasil layanan kesehatan, kemudahan penggunaan, biaya rendah atau
penghematan biaya, dapat meningkatkan komunikasi, memangkas waktu perjalanan menuju
rumah sakit, meningkatkan akses,, meningkatkan kesadaran diri, tidak perlu menunggu lama
untuk mendapat pelayanan, menghemat biaya transportasi, menurunkan frekuensi kunjungan
langsung, meningkatkan self-efficacy, meningkatkan kepatuhan (Kruse, Krowski , Rodriguez ,
Tran , Vela , and Brooks., 2017) dan pada masa pandemi ini dapat menurunkan kemungkinan
infeksi pada tenaga medis dan pasien lain.

D. Kesimpulan

Pandemi COVID-19 terjadi karena ada penemuan dan mutasi baru dari virus SARS-CoV
menjadi sangat infeksius dan virulensi tinggi, ini menjadi tantangan masyarakat karena pasien
yang dalam masa inkubasi dan terdeteksi negatif palsu dapat menyebarkan virus. Langkah
pencegahan menjadi poin utama yang harus dipahami semua orang.
Waktu yang sesuai sangat penting dalam pendeteksian penyebaran COVID-19. Untuk
menghindari bias dan hasil negatif palsu, seluruh tenaga kesehatan dan mayoritas masyarakat
harus memahami sistem imunitas tubuh dan mekanisme alamiah virus di dalam tubuh.

E. Daftar Pustaka

1. World Health Organization. Novel Coronavirus (COVID-19) Situation Report - 25.


[Internet]. 2020 [cited 14 February 2020] Available from:
https://www.who.int/docs/defaultsource/ coronaviruse/situationreports/ 20200214-sitrep-
25-covid-19.pdf?sfvrsn=61dda7d_2
2. Wang D, Hu B, Hu C, Zhu F, Liu X, Zhang J, etal. Clinical characteristics of 138
hospitalized patients with 2019 novel coronavirus–infected pneumonia in Wuhan, China.
Jama.2020;323:1061-9.
3. World Health Organization. Infection prevention and control during health care when
novel coronavirus (Ncov) infection is suspected.[Internet] 2020. [cited 19 March 2020].
Available
4. Atmojo, J., Arradini, D., Ernawati, E., Widiyanto, A., & Darmayanti, A. (2020).
Cardiopulmonary Resuscitation in the Covid-19 Pandemic Era. Jurnal Keperawatan,
12(3), 355-362. https://doi.org/https://doi.org/10.32583/keperawatan.v12i3.781.
5. Lai, A. L., Millet, J. K., Daniel, S., Freed, J. H., & Whittaker, G. R. (2020). Since January
2020 Elsevier has created a COVID-19 resource centre with free information in English
and Mandarin on the novel coronavirus COVID- company ‟ s public news and
information website . Elsevier hereby grants permission to make all its COVID-19-r. The
Lancet, 395(April), 1315.

Anda mungkin juga menyukai