Anda di halaman 1dari 93

ANALYSIS OF NURSING CARE THROUGH WARM

COMPRESS INTERVENTION IN HYPERTERMI CLIENTS


WITH MEDICAL DIAGNOSIS OF DENGUE HAEMORAGIC
FEVER ( DHF ) IN CHILDREN’S ROOM BUDHI ASIH
HOSPITAS,EAST JAKARTA

THESIS
Submitted in partial fulfillment of the requirement to obtain a Nurse Practitioner
Degree at the Professional Nurse Program Faculty of Health Science
Universitas Nasional
Jakarta

by:
DESI DASRIL
194291517024

UNIVERSITAS NASIONAL
FACULTY OF HEALTH SCIENCE
PROFESSIONAL NURSE PROGRAM
JAKARTA
2020
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN MELALUI
INTERVENSI KOMPRES HANGAT PADA KLIEN
HYPERTERMI DENGAN DIAGNOSA MEDIS DENGUE
HAEMORAGIC FEVER ( DHF ) DI RUANG ANAK RSUD
BUDHI ASI JAKARTA JAKARTA TIMUR

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Oleh :
DESI DASRIL
194291517024

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JAKARTA
2020
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN MELALUI
INTERVENSI KOMPRES HANGAT PADA KLIEN
HYPERTERMI DENGAN DIAGNOSA MEDIS DENGUE
HAEMORAGIC FEVER ( DHF ) DI RUANG ANAK RSUD
BUDHI ASI JAKARTA JAKARTA TIMUR

KARYA ILMIYAH AKHIR NERS


Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Ners

Oleh :
DESI DASRIL
194291517024

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JAKARTA
2020
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN MELALUI


INTERVENSI KOMPRES HANGAT PADA KLIEN
HYPERTERMI DENGAN DIAGNOSA MEDIS DENGUE
HAEMORAGIC FEVER ( DHF ) DI RUANG ANAK RSUD
BUDHI ASI JAKARTA JAKARTA TIMUR

Oleh:
DESI DASRIL
194291517024

Telah dipertahankan di hadapan penguji KIAN Program Studi Pendidikan


Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional Spasi 1
Pada Tanggal 2 September 2020

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ns.Susanti Widiastuti,M.Kep (………………..)

Penguji 1 : Ns. Nita Sukamti,M.Kep (………………..)

Penguji 2 : Ns. Iswati,S.Kep (………………..)

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Dr. Retno Widowati, M.Si


Persetujuan KIAN Sebelum sidang KIAN

Judul KIAN : Analisis Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi

Kompres Hangat Pada Klien Hypertermi

Diagnosa Medis Dengue Hemoragic Fever

( DHF ) Di Ruang Anak RSUD Budhi Asih

Jakarta Timur

Nama Mahasiswa : Desi Dasril

NPM : 194291517024

Mengetahui,
Dekan FIKes, Pembimbing,

Dr.Retno Widowati,M.Si Ns.Susanti Widiastuti,M.Kep


Persetujuan Setelah Sidang KIAN

Judul KIAN : Analisis Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi

Kompres Hangat Pada Klien Hypertermi

Diagnosa Medis Dengue Hemoragic Fever

( DHF ) Di Ruang Anak RSUD Budhi Asih

Jakarta Timur

Nama : Desi Dasril


NPM : 194291517024

Menyetujui,

Penguji 1 : Ns.Nita Sikamti,M.Kep (……………)

Penguji 2 : Ns.Iswati,S.Kep (……………)

Penguji 3 : Ns.Susanti Widiastuti,M.Kep (……………)


PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertandatangan dibawah ini

Nama : DESI DASRIL

NIM : 194291517024

Judul KIAN : Analisis Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi

Kompres Hangat Pada Klien Hypertermi

Diagnosa Medis Dengue Hemoragic Fever

( DHF ) Di Ruang Anak RSUD Budhi Asih

Jakarta Timur

Menyatakan bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini adalah benar hasil karya
saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya
nyatakan dengan benar.

Jakarta, September 2020

DESI DASRIL
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT,Tuhan

seluruh umat,Tuhan seluruh alam dan Tuhan segala hal yang telah

memberikan rahmat dan karunianya sehingga saya dapat menyelesaikan

Karya Tulis Akhir Ners (KIAN ) dengan judul . Analisis Asuhan

Keperawatan Melalui Intervensi Kompres Hangat Pada Klien Hypertermi

Diagnosa Medis Dengue Hemoragic Fever ( DHF ) Di Ruang Anak RSUD

Budhi Asih Jakarta Timur. Penyusunan Karya Tulis Akhir Ners (KIAN) ini

salah satu prasyarat mata kuliah wajib untuk memperoleh gelar pada

Pendidikan Profesi Ners seperti yang tercantum dalam kurikulum Program

Studi Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Nasional. Berdasarkan kurikulum, mahasiswa berkewajiban untuk menulis

Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN), dimasa akhir studinya sebagai syarat dan

pertanggunganjawaban ilmiah dalam menyelesaikan Pendidikan Profesi

Ners.

Saya menyadari bahwa penulisan KIAN ini tidak akanterselesaikantampa


adanya Ridho Illahi, dukungan ,bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk
itu pada kesempatan ini dengan rendah hati dan rasa hormat yang besar saya
mengucapkan Alhamdulillahirobilalamin beserta Peneliti mengucapkan banyak
terimakasih kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional

Dr. Retno Widowati, M.Si.

2. Ketua Program Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Nasional Ns. Andi Mayasari Usman, M.Kep


3. Ns.Susanti Widiastuti M.Kep selaku pembimbing yang telah

memberi dorongan, saran dan ilmu dalam proses pembuatan skripsi.

4. Ns. Nita Sukamti,M.Kep dan Ns Iswati, S.Kep selaku penguji yang

telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan KIAN

ini.

5. Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Ilmu Kesehatan


Universitas Nasional yang telah mendidik dan memfasilitasi proses
pembelajaran Ners.
6. Perawat Ruang Anak RSUD budhi Asih Jakarta Timur yang telah
memberikan support dalam evaluasi dalam pendokumentasian
keperawatan.
7. Kedua orang tua saya, suami ,( alm Yushardi ) tercinta serta anak
anak tersayang ( Inggrid, Khyran, Quinzha ) serta adik-adikku ( Git,
Sri ) atas support dan pengertiannya selama ini.

Akhirnya saya sebagai mahluk yang tidak sempurna memohon maaf


apabila ada kesalahan baik secara teknik, format ataupunisi dari KIAN
saya, Harapan saya semoga KIAN ini dapat memberi manfaat bagi
masyarakat.

Jakarta, September 2020

Desi Dasril
ANALISIS ASUHAN KEPERAWATAN MELALUI
INTERVENSI KOMPRES HANGAT PADA KLIEN
HYPERTERMI DENGAN DIAGNOSA MEDIS DENGUE
HAEMORAGIC FEVER ( DHF ) DI RUANG ANAK RSUD
BUDHI ASIH JAKARTA TIMUR

Desi Dasril , Susanti Widiastuti

Abstrak
Manifestasi klinis yang khas pada pasien DHF adalah demam tinggi mendadak dan
terus menerus selama 2-7 hari. Salah satu metode menurunkan suhu tubuh yang
mengalami demam adalah dengan cara kompres air hangat. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui Analisis asuhan keperawatan melalui intervensi kompres hangat
pada klien hypertermi dengan Diagnosa Medis Dengue Haemoragic Fever (DHF) di
Ruang Anak RSUD Budhi Asih Jakarta Timur. Jenis penelitian ini bersifat metode
deskriktif dan metode study kepustakaan, dimana permasalahan ditangani dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan. Masalah keperawatan yang muncul
dengan diagnosis medis DHF adalah hipertermia berhubungan dengan proses
penyakit, defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme,
dan resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan perdarahan. Fokus
utama penanganan masalah keperawatan adalah kompres air hangat dalam penurunan
suhu tubuh. Setelah dilakukan perawatan selama 5 hari, dapat disimpulkan bahwa
kompres air hangat terbukti dalam penurunan suhu tubuh pada klien hypertermi dengan
Diagnosa Medis Dengue Hemoragic Fever (DHF) di Ruang Anak RSUD Budhi Asih
Jakarta Timur. Saran: peran orang tua sangat membantu dalam melakukan tindakan
kompres air hangat dan menenangkan pasien.

Kata kunci: kompres air hangat, askep DHF


ANALYSIS OF NURSING CARE THROUGH WARM COMPRESS
INTERVENTION IN HYPERTERMI CLIENTS WITH MEDICAL DIAGNOSIS
OF DENGUE HAEMORAGIC FEVER ( DHF ) IN CHILDREN’S ROOM BUDHI
ASIH HOSPITAS,EAST JAKARTA

ABSTRACT

Typical clinical manifestations in DHF patients are sudden and continuous high
fever for 2-7 days. One method of lowering the body temperature that has a fever is by
compressing warm water. The purpose of this study was to determine the effectiveness of
warm water compresses in decreasing body temperature in An. Z with a Medical
Diagnosis of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) in the Children's Room of Budhi Asih
Hospital, East Jakarta. This type of research is descriptive method and literature study
method, where the problem is handled using the nursing process approach. After 5 days
of treatment, it can be concluded that warm compresses have proven to be effective in
reducing body temperature in An. Z with a Medical Diagnosis of Dengue Hemorrhagic
Fever (DHF) in the Children's Room of Budhi Asih Hospital, East Jakarta. Suggestion:
the role of parents is very helpful in doing warm compresses and soothing the patient.
Key words: warm water compress, DHF insurance
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………..
HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………..
KATA PENGANTAR…………………………………………………..
ABSTRAK………………………………………………………………
DAFTAR ISI………………………………………………………….…
DAFTAR TABEL………………………………………………………
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………...
1.2 Perumusan Masalah…………………………………………..
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………...
1.4 Ruang Lingkup………………………………………………..
1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………….
1.6 Metode Penulisan……………………………………………..

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Penyakit DBD/DHF…………………………...
2.2 Kompres Air Hangat…………………………………………..
2.3 Tahap Perkembangan Anak…………………………………..
2.4 Penatalaksanaa Keperawatan…………………………………

BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA


3.1 Pengkajian………………………………………………….…
3.2 Analisa Data dan Masalah Keperawatan…………………….
3.3 Rencana Keperawatan………………………………………..
3.4 Implementasi…………………………………………………
3.5 Evaluasi………………………………………………………

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Analisa Masalah Keperawatan………………………………
4.2 Analisa Intervensi dalam Mengatasi Masalah Keperawatan..
4.3 Alternatif Pemecahan Masalah……………………………...

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan………………………………………………….
5.2 Saran…………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Data Kasus DHF di RSUD Budhi Asih 2019 ……………………. 4
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Penyakit DHF………………………………… 16
Tabel 2.2 Gambaran Hasil Uji Torniquet……………………………………... 22
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Path Way DHF………………………………………… 11


DAFTAR SINGKATAN

Halaman

DHF : Dengue Hemoragic Fever……………………………… 1


DBD : Demam Berdarah Dengue……………………………… 1
WHO : World Healh Organization…………………………….. 1
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Biodata Penulis


Lampiran 2 Implementasi dan Evaluasi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan

oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus

Flavivirus, dan family Flaviviridae. DHF ditularkan melalui gigitan

nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti (infodatin, 2016).

Penyakit DHF dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang

seluruh kelompok umur. Munculnya penyakit ini berkaitan dengan kondisi

lingkungan dan perilaku masyarakat (Kemenkes RI, 2016).

Menurut data WHO (2014) Penyakit DHF pertama kali dilaporkan di

Asia Tenggara pada tahun 1954 yaitu di Filipina, selanjutnya menyebar

keberbagai negara. Sebelum tahun 1970, hanya 9 negara yang mengalami

wabah DHF, namun sekarang DHF menjadi penyakit endemik pada lebih

dari 100 negara, diantaranya adalah Afrika, Amerika, Mediterania Timur,

Asia Tenggara dan Pasifik Barat memiliki angka tertinggi terjadinya kasus

DHF. Jumlah kasus di Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat telah

melewati 1,2 juta kasus ditahun 2008 dan lebih dari 2,3 juta kasus di 2010.

Pada tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika,

dimana 37.687 kasus merupakan DHF berat. Perkembangan kasus DHF di

tingkat global semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) yakni dari 980 kasus di hampir 100 negara tahun
1954-1959 menjadi 1.016.612 kasus di hampir 60 negara tahun 2000-2009

(WHO, 2014).

Di tengah meluasnya wabah coronavirus COVID-19 di berbagai

negara termasuk Indonesia, masyarakat juga perlu mewaspadai penyakit

Demam Berdarah Dengue (DBD), per 9 Juli 2020 jumlah kasus DBD

mencapai 71.633 di Indonesia, di DKI Jakarta sebanyak 4.227 kasus. Hal

itu berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan yang disampaikan

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor Kemenkes

Nadia Siti Tarmidzi di Jakarta, seperti dilansir (Rokom, 2020)

Menurut Soedarto (2012) Indonesia adalah daerah endemis DHF dan

mengalami epidemik sekali dalam 4-5 tahun. Faktor lingkungan dengan

banyaknya genangan air bersih yang menjadi sarang nyamuk, mobilitas

penduduk yang tinggi dan cepatnya trasportasi antar daerah, menyebabkan

sering terjadinya demam berdarah dengue. Indonesia termasuk dalam

salah satu Negara yang endemik demam berdarah dengue karena jumlah

penderitanya yang terus menerus bertambah dan penyebarannya semakin

luas (Sungkar dkk, 2010). DHF banyak ditemukan di daerah tropis dan

sub-tropis termasuk di Indonesia, penyakit DHF dilaporkan pertama kali di

Surabaya pada tahun 1968 dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24

orang diantaranya meninggal dunia (Depkes RI, 2015).

Kemenkes RI (2016) mencatat di tahun 2015 pada bulan Oktober ada

3.219 kasus DHF dengan kematian mencapai 32 jiwa, sementara

November ada 2.921 kasus dengan 37 angka kematian, dan Desember

1.104 kasus dengan 31 kematian. Dibandingkan dengan tahun 2014 pada


Oktober tercatat 8.149 kasus dengan 81 kematian, November 7.877 kasus

dengan 66 kematian, dan Desember 7.856 kasus dengan 50 kematian.

Angka kematian akibat DHF tertinggi berada di NTT yaitu 48 jiwa, Jawa

Barat 30 jiwa, Jawa Timur 24 jiwa, Jawa Tengah 16 jiwa, dan Lampung

16 jiwa. Hingga 4 April 2020, Kemenkes mencatat, kasus DHF terbanyak

terjadi di Jawa Barat dengan total 5.894 kasus diikuti oleh NTT 4.493

kasus, Lampung 3.682 kasus, Jawa Timur 3.045 kasus, dan Bali 2.173

kasus. Total kasus DHF di seluruh Indonesia sejak Januari hingga 4 April

2020 yakni sebanyak 39.876 kasus. Jawa Barat dan NTT termasuk dalam

wilayah zona merah DHF, sementara Lampung, Jawa Timur, dan Bali

masuk dalam zona kuning. Sebelumnya, Direktur Jenderal Pencegahan

dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto

mengatakan periode waktu sekarang ini yang memasuki musim pancaroba

atau masa pergantian musim dari musim penghujan ke kemarau kerap

terjadi peningkatan kasus DHF.

Penyebaran DHF yang tinggi karena pengaruh faktor cuaca dan iklim

serta musim pancaroba cenderung menambah jumlah habitat vector DHF,

sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk

betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan

tempat penampungan air lainnya) (Suhendro dkk, 2010) kondisi ini

diperburuk dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pengendalian

DHF dikarenakan masih kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan

kelompok dan masyarakat dalam penanggulangannya DBD (Kemenkes

RI, 2015). Menurut Sandra, et al. (2019) bahwa penyebaran faktor yang
berpengaruh terhadap penyebaran DBD adalah pendidikan ibu, kebiasaan

memakai obat anti nyamuk, kebiasaan tidak memakai pakaian panjang,

dan praktik Pemberatasan Sarang Nyamuk (PSN).

Manifestasi klinis yang khas pada pasien DHF adalah demam tinggi

mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari (tanpa sebab jelas)

(Ngastiyah, 2012). Demam merupakan salah satu penyebab orangtua

segera membawa anaknya berobat. Demam adalah proses alami tubuh

untuk melawan infeksi yang masuk, demam terjadi pada suhu > 37,5 ℃

(Soedarto, 2012). Salah satu metode menurunkan suhu tubuh yang

mengalami demam adalah dengan cara kompres air hangat. Manifestasi

klinis yang khas pada pasien DHF adalah demam tinggi mendadak dan

terus menerus selama 2-7 hari (tanpa sebab jelas) (Ngastiyah, 2012).

Demam merupakan salah satu penyebab orangtua segera membawa

anaknya berobat. Demam adalah proses alami tubuh untuk melawan

infeksi yang masuk, demam terjadi pada suhu > 37,5 ℃ (Soedarto, 2012).

Salah satu metode menurunkan suhu tubuh yang mengalami demam

adalah dengan cara kompres air hangat. Penelitian Sorena, E., et al. (2018)

tentang “Efektifitas Pemberian Kompres Hangat terhadap Suhu Tubuh

Pada Anak dengan Peningkatan Suhu Tubuh di Ruang Edelweiz RSUD

DR. M. Yunus Bengkulu” menunjukan bahwa terjadi penurunan suhu

tubuh pada anak demam yang dilakukan kompres air hangat dengan rata-

rata penurunaan suhu + 0,7 ℃.

Menurut data Rekan Medik RSUD Budhi Asih (2019), kasus DHF di RSUD

Budhi Asih pada tahun 2019 masih termasuk tinggi seperti pada tabel 1.1
dibawah ini. Masih tingginya angka kejadian DHF di wilayah RSUD Budhi

Asih, hal ini membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

Analisis Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi Kompres Hangat Pada

Klien Hypertermi Diagnosa Medis Dengue Hemoragic Fever ( DHF ) Di

Ruang Anak RSUD Budhi Asih Jakarta Timur.

Bulan JenisKelamin Jumlah


Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan
Anak Dewasa Anak Dewasa
Januari 32 41 57 53 183
Februari 159 104 135 66 464
Maret 224 128 165 96 529
April 155 129 115 139 538
Mei 187 156 136 125 604
Juni 77 82 89 64 254
Juli 24 50 33 37 110
Agustus 11 13 13 6 43
September 0 13 12 13 38
Oktober 9 19 11 14 53
Nopember 15 16 15 26 72
Desember 8 23 14 13 58
Tabel 1.1 Data kasus DHF tahun 2019 di RSUD budhi Asih Jakarta Timur

1.2 Perumusan Masalah

Perkembangan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang

semakin meningkat, seperti dilaporkan Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) yakni dari 980 kasus di hampir 100 negara tahun 1954-1959

menjadi 1.016.612 kasus di hampir 60 negara tahun 2000-2009 (WHO,

2014).

Menurut Soedarto (2012), faktor lingkungan yang berpotensi menyebabkan

DHF antara lain: banyaknya genangan air bersih yang menjadi sarang

nyamuk, mobilitas penduduk yang tinggi dan cepatnya trasportasi antar

daerah. Teori ini, sejalan dengan kejadian DHF di wilayah RSUD Budhi

Asih yang masih tinggi dan dapat berpotensi menambah prevalensi

kematian pasien DHF. Penanganan pasien DHF yang terlambat dapat


memperburuk prognosis pasien. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tantang Analisis Asuhan Keperawatan Melalui

Intervensi Kompres Hangat Pada Klien Hypertermi Diagnosa Medis

Dengue Hemoragic Fever ( DHF ) Di Ruang Anak RSUD Budhi Asih

Jakarta Timur.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Analisis Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi Kompres Hangat Pada Klien

Hypertermi Diagnosa Medis Dengue Hemoragic Fever ( DHF ) Di Ruang

Anak RSUD Budhi Asih Jakarta Timur.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada anak dengan

demam berdarah dengue.

1.3.2.2 Menegakkan diagnosa keperawatan pada anak dengan

demam berdarah dengue.

1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan pada anak dengan

demam berdarah dengue.

1.3.2.4 Melaksanakan implementasi dari intervensi keperawatan

pada anak dengan demam berdarah dengue.

1.3.2.5 Melakukan evaluasi keperawatan berdasarkan

implementasi yang telah dibuat pada anak dengan demam

berdarah dengue.
1.3.2.6 Analisis Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi Kompres

hangat Pada Klien Hypertermi Diagnosa Medis Dengue

Hemoragic Fever ( DHF ) Di Ruang Anak RSUD Budhi

Asih Jakarta Timur.

1.4 Ruang Lingkup

1.5 Analisis Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi Kompres Hangat Pada

Klien Hypertermi Diagnosa Medis Dengue Hemoragic Fever ( DHF ) Di

Ruang Anak RSUD Budhi Asih Jakarta Timur.dari tanggal 4 Agustus - 8

Agustus 2020.

1.6 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Institusi Pendidikan

Dapat dijadikan dasar dalam mengajarkan mahasiswa tentang

pentingnya tindakan kompres air hangat pada pasien hipertermia

dengan diagnosis medis DHF.

1.5.2 Bagi Profesi Keperawatan

Dapat dijadikan dasar yang memperkuat landasan tindakan

keperawatan terkait kompres air hangat pada pasien hipertermia

dengan diagnosis medis DHF.

1.5.3 Bagi Pasien dan Masyarakat

Masyarakat mengetahui pentingnya tidakan kompres air hangat

pada pasien demam dan dukungan keluarga dalam proses

perawatan pasien dengan diagnosis medis DHF.

1.7 Metode Penulisan


Metode Karya Ilmiah Akhir Ners ini menggunakan metode deskriktif dan

metode study kepustakaan. Dalam metode deskriktif pendekatan yang

digunakan adalah studi kasus dimana permasalahan ditangani dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

2.1.1 Pengertian Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)

Penyakit Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan

salah satu penyakit infeksi yang perjalanan penyakitnya cepat dan

dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat (Kemenkes RI,

2016). Menurut Ambarwarti dan Nasution (2012), Dengue

Haemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue adalah

penyakit menular yang disebabakan oleh virus dengue dan


ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypti. Penyakit ini

dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian,

terutama pada anak. Penyakit ini juga sering menimbulkan

kejadian luar biasa atau wabah.

Behrman (2012) menjelaskan Dengue Haemorrhagic Fever

(DHF) adalah penyakit demam berat yang sering mematikan,

disebabkan oleh virus, ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan

hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein.

Sekarang diduga mempunyai dasar imunopatologis. Dengue

Haemorrhagic Fever (DHF) adalah contoh penyakit yang

disebarkan oleh vektor. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang

disebarkan melalui populasi manusia yaitu oleh nyamuk Aedes

Aegypti. Nyamuk ini hidup di daerah tropis dan berkembang biak

pada sumber air yang mandek (Sezanne C. Smeltzer dan Brenda G.

Bare, 2013). Menurut Kemenkes (2015), Dengue Haemorrhagic

Fever (DHF) adalah penyakit berpotensi KLB/wabah yang

disebabkan oleh virus Dengue dan ditularkan oleh vektor nyamuk

Aedes Aegypty. Penykait ini menyerang sebagian besar anak usia

< 15 tahun,namun dapat juga menyerang orang dewasa

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Dengue

Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit infeksi oleh virus

yang disebakan oleh virus dengue yang tergolong Arthtopod-Bone

Virus, genus Flavivirus, dan famili Flaviviridae. Virus ini


ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty atau nyamuk aedes

albopictus melalui gigitannya.

2.1.2 Etiologi DHF

Penyakit Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah

disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B

Arthropod Borne Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal

sebagai Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis

serotipe, yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi salah

satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang

bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe

lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan

yang memadai terhadap serotipe lain. Serotipe DEN-3 merupakan

serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukan

manifestasi klinik yang berat (Wijaya dan Putri, 2013).

Penyebab Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau sering

disebut Demam Berdarah Dengue (DBD) sekurang-kurangnya ada

4 tipe virus dengue yang berbeda tipe yang telah diisolasi dari

penderita demam berdarah (Nelson, 2012). Penyebab penyakit

demam berdarah dengue adalah virus dengue. Di Indonesia, virus

tersebut sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe virus

dengue yang termasuk dalam grup B dari arthopedi bore viruses

(Arboviruses), yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN4. Ternyata

DEN-2 dan DEN-3 merupakan serotipe yang menjadi penyebab


terbanyak di Thailand, dilaporkan bahwa serotipe DEN-2 adalah

dominan. Sementara di Indonesia, yang terutama dominan adalah

DEN-3, tetapi akhir-akhir ini ada kecenderungan dominan DEN-2

(Ambarwati dan Nasution, 2012).

Infeksi oleh salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur

hidup terhadap serotipe bersangkutan, tetapi tidak ada

perlindungan terhadap serotipe lain. Virus dengue ini terutama

ditularkan melalui vektor nyamuk dengue aedes aegypty. Nyamuk

aedes albopictus, aedes polynesianis dan beberapa spesies lain

kurang berperan. Jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh

Indonesia kecuali di ketinggian lebih dari 1000 m di atas

permukaan laut (Ambarwati dan Nasution, 2012).

2.1.3 Patofisiologi DHF/DBD

Menurut Ambarwati dan Nasution (2012), virus dengue yang

pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan

nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali memberi gejala

demam berdarah. Pasien akan mengalami gejala viremia seperti

demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan,

hiperemia di tenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang

mungkin terjadi pada DBD seperti pembesaran kelenjar getah

bening, hati dan limfa. Reaksi yang berbeda nampak bila seseorang

mendapatkan infeksi berulang dengan tipe virus yang berlainan.

Berdasarkan hal itu timbulah the secondary heterologous infection


atau the sequental infection of hypothesis. Re-infeksi akan

menyebabkan suatu reaksi anamnetik atibodi, sehingga

menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibodi (kompleks

virus antibodi) yang tinggi. Terdapatnya kompleks virus antibodi

dalam sirkulasi darah akan mengakibatkan :

1. Kompleks virus antibodi akan mengaktivasi sistem

komplemen, yang berakibat dilepasnya anafilatoksin C3a dan

C5a. C5a menyebabkan meningginya permeabilitas dinding

pembuluh darah dan menghilangnya plasma melalui endotel

dinding tersebut, suatu keadaan yang sangat berperan

terjadinya renjatan.

2. Timbulnya agregasi trombosit yang melepas ADP akan

mengalami metamorfosis. Trombosit yang mengalami

kerusakan metamorfosis akan dimusnahkan oleh sistem

retikuloendetelial dengan akibat trombositopenia hebat dan

perdarahan. Pada keadaan agregasi, trombosit akan

melepaskan vasoaktif (histimin dan serotinin) yang bersifat

meningkatkan permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit

faktor III yang merangsang koagulasi intravaskular.

3. Terjadinya aktivasi faktor hageman (faktor XII adalah faktor

koagulasi yang beredar dalam sirkulasi darah) dengan akibat

akhir terjadinya pembekuan intravaskular yang meluas. Dalam

proses aktivasi ini, plasminogen akan menjadi plasmin yang

berperan dalam pembentukan anafilatoksin dan penghancuran


fibrin menjadi fibrinogen degradation product. Di samping itu

aktivasi akan merangsang sistem kinin yang berperan dalam

proses meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah.

Tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah

menyebabkan kebocoran plasma yang berlangsung selama

perjalanan penyakit, yang dimulai sejak permulaan masa

demam dan mencapai puncaknya pada masa renjatan. Pada

pasien dengan renjatan berat volume plasma dapat menurun

sampai 30% atau lebih. Jika keadaan tersebut tidak teratasi

maka akan menyebabkan anoksia jaringan, asidosis metabolik

dan berakhir dengan kematian. Perdarahan yang terjadi pada

pasien DBD terjadi karena trombositopenia, menurunnya

fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi

(protrombin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen). Perdarahan

hebat dapat terjadi terutama pada traktus gastrointestinal.


Pathway Penyakit DHF

Gigitan Nyamuk Aedes Aegepty


Virus Dengue

Viremia

Demam Nyeri otot, tulang, dan sendi Stimulasi RES Permeabilitas Vaskuler meningkat

Keringat Hepatomegali Kebocoran Plasma


Hipertermia
Gangguan
rasa nyaman
Dehidrasi nyeri Mendesak rongga abdomen
HT meningkat
Hipoproteinemia
Mual, muntah Efussi Serosa
Defisit Hiponatremi
Volume
Cairan dan Nafsu makan menurun Hipovolemi
Elektrolit

Syok Hipovolemi
Defisit Nutrisi
Penumpukan cairan Trombositopeni
ekstra vaskuler dan Hematokrit meningkat
rongga serosa Viskositas darah
meningkat
Pleura Fungsi trombosit
menurun
Efusi Aliran darah Faktor koagulasi
menurun
lambat
Hematokrit menurun
Dispnea
Suplai O2
kejaringan Resiko tinggi
Polanafas menurun perdarahan
tidak efektif

Gangguan
perfusi jaringan

Gambar 2.1
Path Way Penyakit DHF
Sumber: Ambarwati dan Nasution (2012)
2.1.4 Manifestasi Klinis DHF/DBD

DHF/DBD ditandai oleh manifestasi klinis, yaitu demam tinggi dan

mendadak yang dapat mencapai 40°C atau lebih dan kadang disertai dengan

kejang demam, sakit kepala, anoreksia, muntahmuntah, nyeri perut kanan atas,

atau seluruh bagian perut, dan perdarahan, terutama perdarahan kulit walaupun

hanya berupa uji tourniquet positif. Selain itu, perdarahan kulit dapat berwujud

memar atau dapat juga berupa perdarahan spontan mulai dari ptekie (muncul

pada hari pertama demam dan berlangsung selama 3-6 hari) pada ekstremitas,

tubuh dan muka sampai epistaksis dan perdarahan gusi. Sementara perdarahan

gastrointestinal masif lebih jarang dan biasanya hanya terjadi pada kasus dengan

syok yang berkepanjangan atau setelah syok yang tidak dapat teratasi. Perdarahan

lain seperti perdarahan subkonjungtiva terkadang juga ditemukan. Pada masa

konvalesen sering kali ditemukan eritema pada telapak tangan dan kaki dan

hepatomegali. Hepatomegali pada umumnya dapat diraba pada permulaan

penyakit dan pembesaran hati ini tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Nyeri

tekan sering kali ditemukan tanpa ikterus maupun kegagalan peredaran darah

(Ambarwati dan Nasution, 2012).

Masa tunas 3-15 hari tetapi rata-rata 5-8 hari. Gejala klinis timbul secara

mendadak berupa suhu tinggi, nyeri pada otot seluruh tubuh, nyeri di belakang

kepala hebat, suara serak, batuk epistaksis serta disuria. Penyakit biasanya akan

sembuh sendiri dalam 5 hari dengan penurunan suhu secara lisis. Maka penyakit

ini juga disebut demam 5 hari (vyfdangse korts). Demam berdarah dengue

ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala lain seperti

lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan, punggung,

sendi, kepala dan perut. Gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa. Pada

hari ke-2 atau ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam
dimulai dari yang paling ringan berupa perdarahan dibawah kulit, perdarahan

gusi, epistaksis, sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat

perdarahan lambung, melena dan juga hematuria masif. Selain perdarahan juga

terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari

ke-3 dan ke-7 dengan tanda-tanda anak menjadi semakin lemah, ujung-ujung jari,

telinga dan hidung teraba dingin dan lembab. Denyut nadi terasa cepat, kecil dan

tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang

(Ngastiyah, 2012).

Gejala klinis untuk diagnosis DBD (menurut patokan WHO, 1975 dalam

Ngastiyah, 2012) adalah :

1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari (tanpa sebab

jelas).

2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji tourniquet positif dan adanya

salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya ptekie, ekimosis, epistaksis,

perdarahan gusi, melena atau hematemesis.

3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakt).

4. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun

(menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik

menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang terasa dingin dan

lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah,

timbul sianosis di sekitar mulut.

Diagnosa penyakit DBD dapat dilihat berdasarkan kriteria diagnosa klinis

dan laboratoris dengan tanda dan gejala sebagai berikut (Wijaya dan Putri, 2013):

a.) Diagnosa klinis

1.) Demam tinggi mendadak 2 sampai 7 hari (38-40°C)


2.) Manifestasi perdarahan dengan bentuk : uji tourniquet positif, ptekie

(bintik merah pada kulit), purpura (pendarahan kecil di dalam kulit),

ekimosis, perdarahan konjungtiva (perdarahan mata), perdarahan gusi,

hematemesis (muntah darah), melena (BAB darah) dan hematuria

(adanya darah dalam urin).

3.) Perdarahan pada hidung.

4.) Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada

kulit akibat pecahnya pembuluh darah.

5.) Pembesaran hati (hepatomegali).

6.) Rejan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang,

tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.

7.) Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya

nafsu makan, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala.

b.) Diagnosa Laboratoris DHF/DBD

1.) Trombositopeni pada hari ke-3 sampai hari ke-7 ditemukan penurunan

trombosit hingga < 100 10/Ul

2.) Hemokonsentrasi, meningkatnya hematokrit sebanyak 20% atau lebih.

Manifestasi klinis DBD menurut WHO 1986 dalam Wijaya dan Putri, 2013)

adalah:

1. Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis.

Demam disertai gejala spesifik, seperti anoreksia, malaise, nyeri pada

punggung, tulang, persendian, dan kepala.

2. Manifestasi perdarahan, seperti uji tourniquet positif, ptekie, purpura,

ekimosis, espistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan melena.

3. Pembesaran hati dan nyeri tekan tanpa ikterus.


4. Demam dengan atau tanpa renjatan. Renjatan pada saat demam biasanya

mempunyai prognosis buruk.

5. Kenaikan nilai Ht/hemokonsentrasi, yaitu sedikitnya 20%.

2.1.5 Klasifikasi DHF/DBD

Klasifikasi DBD menurut WHO (1997) berdasarkan beratnya penyakit

(Wijaya dan Putri, 2013):

1. Derajat 1 (ringan) Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya uji

perdarahan yaitu uji tourniquet positif.

2. Derajat 2 (Sedang) Seperti derajat 1 disertai perdarahan spontan pada kulit

dan atau perdarahan lainnya.

3. Derajat 3 Ditemukannya kegagalan sirkulasi seperti nadi cepat dan lemah,

tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang)

4. Derajat 4 Terdapat DSS (Dengue Syok Syndrome) dengan nadi tidak teraba

dan tekanan darah tidak dapat diukur.

Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue menurut Nurarif dan

Kusuma (2015) seperti pada tabel 2.1 dibawah ini :

DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium


DD Demam disertai 2 atau lebih tanda: Leukopenia, trombositopenia,
mialgia, sakit kepala, nyeri retro orbital tidak ditemukan bukti ada
(nyeri dibelakang mata), arthralgia kebocoran plasma. Serologi
dengue positif
DBD I Gejala diatas ditambah uji bendung positif Trombositopenia (<
100.000/ul) bukti ada
kebocpran plasma
DBD II Gejala diatas ditambah dengan perdarahan
spontan
DBD III Gejala di atas ditambah kegagalan
sirkulasi (kulit dingin dan lembab serta
gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah
dan nadi tidak terukur.
Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Penyakit DBD
2.1.6 Komplikasi DHF/DBD

Komplikasi yang sering dijumpai pada penderita DBD adalah gangguan

keseimbangan elektrolit dan overhidrasi (Rampengan, 2008).

1. Gangguan keseimbangan elektrolit Gangguan keseimbangan elektrolit

biasanya dijumpai pada fase leakage/kritis dan yang palung sering adalah

hiponatremia dan hipokalsemia, sedangkan hipokalemia sering pada fase

konvalesen

a.) Hiponatremia, karena intake yang tida cukup dan mendapat cairan yang

hipotonik misalnya N/2 atau N/3. Jika penderita tidak mengalami kejang

tidak perlu diberikan NaCl 3% tetapi cukup diberi NaCl 0,9%atau RL-

D5% atau RA-D5%.

b.) Hipokalsemia, karena leakage Ca mengikuti albumin ke ruangan

peritoneum dan pleura. Diobati dengan Ca glukonas 10% sebanyak 1

mL/kgBB/kali (maksimal 10 mL) diencerkan da diberi IV perlahan dapat

diulangi tiap 6 jam hanya pada penderita risiko tinggi atau yang mungkin

mengalami komplikasi, misalnya pada derajat IV dan pada penderita

dengan overhidrasi.

2. Overhidrasi

Komplikasi overhidrasi dapat dijumpai, baik pada fase kritis maupun fase

konvalesen. Komplikasi ini lebih serius karena dapat menyebabkan edema

paru akut dan/atau gagal jantung kongestif, yang berakhir dengan gagal napas

dan kematian. Untuk mencegah komplikasi ini adalah pengawasan ketat dan

disesuaikan kecepatan cairan IV ke jumlah minimal untuk mempertahankan

volume sirkulasi.

Penyebab tersering terjadinya overhidrasi adalah :

a.) Terapi IV yang terlalu dini sejak fase demam


b.) Penggunaan cairan hipotoni (N/2, N/3)

c.) Tidak mengurangi kecepatan pemberian cairan IV dan tidak

menghentikan IV pada fase konvalesen (fase pemulihan)

d.) Tidak menggunakan cairan koloid pada saat indikasi penggunaannya

e.) Tidak menggunakan cairan koloid secara efektif (hiperonkotik atau koloid

plasma ekspander)

f.) Tidak memberikan transfusi darah pada saat diperlukan dan hanya

memberikan cairan kristaloid dan koloid

g.) Tidak menghidutng jumlah cairan IV sesuai berat badan ideal pada

penderita gemuk (overweight).

Gejala dan tanda overhidrasi adalah :

a.) Distres pernapasan, dispnea dan takipnea

b.) Abdomen yang sangat distended (penumpukan zat berupa gas atau cairan

yang menumpuk di dalam perut sehingga perut membesar melebihi

ukuran normal) dengan asites yang masif

c.) Nadi yang cepat (biasanya pengisiannya kuat)

d.) Penyempitan tekanan nadi pada beberapa penderita disebabkan

meningkatnya tekanan intraabdominal dan intraorakal. Kebanyakan

penderita dengan overhidrasi mempunyai tekanan darah yang tinggi dan

nadi yang lebar

e.) Krepitasi dan/atau ronchi pada kedua lapang paru

f.) Perfusi jaringan yang jelek/capillary refill yang lambat > 3 detik

ditemukan pada beberapa penderita dengan ancaman gagal napas yang

disebabkan oleh efusi pleura dan/atau asites yang masif.

Pentalaksanaan penderita overhidrasi adalah mengeluarkan kelebihan

jumlah cairan dalam rongga pleura dan abdomen yang menyebabkan distres
pernapasan, tetapi cara ini hampir tidak mungkin dikerjakan. Secara praktis

diberi diuretika IV, dianjurkan furosemida namun bila penderita masih berada

dalam fase aktif plasma leakage, dapat terjadi syok setelah pemberian

furosemida. Jadi, hal yang sangat penting dalam penanganan overhidrasi

adalah mengetahui secara tepat waktu setelah syok/leakage plasma. Jika

penderita berada dalam waktu 24 jam setelah syok atau dalam waktu 48 jam

setelah leakage plasma, harus hati-hati karen dapat menyebabkan syok setelah

pemberian furosemida. Larutan koloid Dekstran 40% diberikan sebanyak 10

mL/kgBB/jam untuk 10-15 menit, sebaiknya diberikan pada penderita syok.

Jika penderita telah melewati fase leakage plasma, penderita tersebut jarang

terjun dalam syok dan akan terjadi diuresis. Pemberian diuretik yang terlalu

sering dapat menimbulkan gangguan keseimbangan elektrolit, tidak jarang

terjadi hiponatremia dan hipokalemia.

Kemungkinan terjadi perdarahan internal pada penderita overhidrasi harus

selalu diingat. Bila pada periode ini PCV jelas menurun, diberi transfusi PRC

5 mL/kgBB/kali.

Penderita dengan overhidrasi harus diobservasi ketat dan intensif.

Langkah penatalaksanaannya adalah sebagai berikut :

a.) Ganti cairan IV dengan dextran 40 dengan kecepatan yang disesuaikan

b.) Pasang kateter urine dengan sangat hati-hati

c.) Berikan furosemida 1 mg/kg/dosis IV. Tanda-tanda vital harus dimonitor

tiap 15 menit paling lambat dalam 1 jam setelah pemberian furosemida

dan juga observasi tanda-tanda syok seperti gelisah, nyeri perut

mendadak, muntah, gangguan perfusi jaringan.


d.) Jika penderita menunjukkan gejala syok, dekstran 40 diberikan 10

mL/kgBB/jam dalam waktu 10-15 menit atau sampai penderita stabil,

biasanya tidak lebih dari 30 menit.

e.) Catat jumlah urine dalam mL/jam dan disesuaikan kecepatan dextran 40

sesuai dengan jumlah urine (0,5 mL/kgBB/jam adalah cukup untuk

periode leakage).

f.) Furosemida dapat diulangi sebanyak diperlukan jika penderita masih

menunjukkan problem respirasi.

g.) Pasang CVP bila penderita tidak stabil dan tidak beraksi terhadap

furosemid.

h.) Pasang intubasi bila distres pernapasan berat sebelum atau sesudah

pemberian furosemida.

i.) Pada penderita yang bahkan dengan bantuan ventilasi tidak dapat

mempertahankan oksigenasi yang adekuat diindikasikan untuk melakukan

tap pleura atau peritoneum. Prosedur invasif ini hanya dianjurkan bila

tidak ada pilihan lain, karena dapat menyebabkan perdarahan masih dan

kematian.

2.1.7 Pemeriksaan penunjang

1. HB dan PCV meningkat (>20%)

2. Trombositopenia (<100.000/ml)

3. Leukopenia ( mungkin normal atau leukositosis )

4. Ig anti Dengue positif

5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukan hipoproteinemia, hipokloremia

dan hiponatremia.

6. Urine dan pH darah mungkin meningkat


7. Asidosis metabolic: pCO2 < 35-40 mmHg dan HCO3 rendah

8. SGOT/SGPT mungkin meningkat

(Ambarwati dan Nasution, 2012)

Kelaianan hematologis yang paling sering selama syok klinis adalah

kenaikan hematokrit 20% atau lebih besar melebihi nilai hematokrit

penyembuhan, trombositopenia, leukositosis ringan (jarang melebihi

10.000/mm3 ), waktu perdarahan memanjang, dan kadar protrombin menurun

sedang (jarang kurang dari 40% kontrol). Kadar fibrinogen kadang subnormal

dan produk-produk pecahan fibrin naik.

Kelainan lain adalah kenaikan sedang kadar transaminase serum,

konsumsi komplemen, asidosis metabolik ringan dengan hiponatremia, dan

kadang-kadang hipokloremia, sedikit kenaikan urea nitrogen serum, dan

hipoalbuminemia. Roentgenogram dada menunjukkan efusi pleura pada

hampir seluruh penderita (Behrman, 2012).

Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi

yang dapat dilihat dari meningginya nilai hematokrit sebayak 20% atau lebih

dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen. Pada pasien

dengan 2 atau 3 patokan klinis disertai adanya trombositopenia dan

hemokonsentrasi tersebut jika dilakukan pemeriksaan serologis ternyata

diagnosa tepat (Ngastiyah, 2012).

Menurut Doengoes (2000) dalam Wijaya dan Putri (2012), pemeriksaan

diagnostik pada pasien dengan DBD adalah :

a. Darah lengkap

1.) Leukopenia pada hari ke 2-3

2.) Trombositopenia dan hemokonsentrasi


3.) Masa pembekuan normal

4.) Masa perdarahan memanjang

5.) Penurunan faktor II, V, VII, IX dan XII

b. Kimia darah

1.) Hipoproteinemia, hiponatrium

2.) SGOT/SGPT meningkat

3.) pH darah meningkat

4.) Urinalisis Mungkin ditemukan albuminuria ringan.

5.) Uji sum-sum tulang Pada awal sakit biasanya hiposeluler kemudian

menjadi hiperseluler.

Selain dengan cara pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan DBD dapat

juga dilakukan dengan:

a. Uji tourniquet (Rumplee Leed Test)

1. Pengertian : uji tourniquet adalah tindakan untuk mengetahui adanya

perdarahan di bawah kulit. Hasilnya dikatakan positif apabila tampak

adanya ptechie atau bintik-bintik merah di bawah kulit.

2. Cara : Terlebih dahulu menentukan tekanan darah. Setelah didapatkan

tekanan darahnya, dijumlahkan systole dan diastole dibagi 2.

Selanjutnya mempertahankan manset tensimeter pada tekanan hasil

pembagian tersebut selama 5-15 mnt. Kemudian dilihat apakah timbul

petechie atau tidak di daerah lengan bawah dibagian media.

3. Kriteria ptechie DBD

a.) (+) bila jumlah ptechie ≥ 20

b.) (±) bila jumlah ptechie 10-20

c.) (-) bila jumlah ptechie 10


Tabel gambaran hasil uji tourniquet positif dengan skala 1+ sampai 4+

seperti pada tabel 2.2 dibawah ini (Grant, 1988:86).

1+ 2+ 3+ 4+
Sedikit bintik-bintik Banyak bintikbintik Bnyak bintikbintik pada Penuh dengan bintik-
merah pada daerah pada daerah lengan daerah lengan dan bintik pada seluruh
lengan anterior anterior tangan lengan dan tangan
Tabel 2.2 Gambaran Hasil Uji Tourniquet

b. Uji serologi

Uji serologi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok

besar, yaitu :

1.) Uji serologi memakai serum ganda yaitu serum yang diambil pada

masa akut dan ams konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah

kenaikan atibodi antidengue sebanyak minimal 4 X. Termasuk dalam

uji ini peningkatan komplemen, uji neutralisasi dan uji dengue blot.

2.) Uji serologi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada

tidaknya atau titer tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam

golongan ini adalah uji dengue blot yang emngukur antibodi

antidengue tanpa memandang kelas antibodinya; uji IgM antudengue

yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.

3.) Deteksi virus Terdapat dua cara untuk mendeteksi virus atau antigen

virus, yaitu isolasi virus dengan menggunakan kultur dan teknik

hibridasisi RNA virus yang disebut sebagai polymerase chain

reaction. Isolasi virus dengue dengan kultur merupakan sarana

diagnosis pasti, tetapi pelaksanaannya memerlukan waku yang cukup

lama untuk inkubasi memerlukan waktu 5-7 hari.

2.1.8 Pencegahan DHF/DBD


Menurut Wijaya dan Putri (2013) pencegahan DBD dapat dilakukan dengan

pemberantasan vector. Pemberantasan vektor dapat dilakukan dengan 2 cara,

yaitu :

1. Menggunakan insektisida

a. Malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dengan pengasapan (thermal

fogging) atau pengabutan (cold fogging).

b. Temephis (abate) untuk membunuh jentik (larvasida) dengan menaburkan

pasir abate ke bejana tempat penampungan air bersih. Dosis yang

digunakan adalah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1% per 10 liter air.

2. Tanpa insektisida

Caranya adalah :

a. Menguras tempat penampungan air minimal 1 kali seminggu

(perkembangan telur nyamuk lamanya 7-10 hari).

b. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

c. Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol, dan benda lain

tempat nyamuk bersarang.

d. Perlindungan perseorangan untuk mencegah gigitan nyamuk dengan

memasang kawat kasa di lubang angin, tidur dengan menggunakan

kelambu.

Pencegahan dan pemberantasan penyakit DBD menurut Dinas Kesehatan

Kota Kupang(Danofan, 2017) adalah :

a. Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD Salah satu kegiatan untuk

menurunkan angka kesakitan dan kematian karena penyakit adalah dengan

melakukan PSN DBD secara berkesinambungan pada wilayah kerja

puskesmas masingmasing. PSN dilakukan dengan cara melakukan

pengasapan dengan insektisida dalam 2 siklus, yaitu :


1.) Siklus pertama semua nyamuk yang mengandung virus dengue dan

nyamuk lainnya akan mati. Namun, akan muncul nyamuk baru yang

berasal dari jentik yang memang tidak dapat dibasmi pada siklus pertama.

Oleh karena itu perlu dilakukan penyemproten siklus kedua.

2.) Siklus kedua penyemprotan yang kedua dilakukan 1 minggu sesudah

penyemprotan yang pertama agar nyamuk yang baru tersebut akan

terbasmi sebelum sempat menularkan kepada orang lain.

Selain dengan melakukan pengsapan dengan insektisida, PSN juga

dilakukan dengan cara ‘3M-Plus’, dimana :

1. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak

mandi/wc, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).

2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan,

dan lain-lain (M2).

3. Mendaur ulang barang-barang yang dapat menampung air hujan (M3).

Selain itu, ditambah (plus) dengan cara lainnya, seperti :

1. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat lainnya yang

sejenis seminggu sekali.

2. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

3. Menutup lubang pada potongan bambu/pohon dan lainnya.

4. Menaburkan bubur larvasida, misalnya tempat yang sulit dikuras atau di

daerah yang sulit air.

5. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam atau bak-bak penampungan air.

6. Memasang kawat kasa

7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar

8. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

9. Menggunakan kelambu
10. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk (Pusdatin Kemenkes RI,

2016)

b. Penyelidikan epidemiologi (PE)

Kegiatan ini merupakan kegiatan kunjungan untuk melakukan

pemeriksaan dan penyelidikan epidemiologi pada rumah dan lingkungan

tempat kasus DBD terjadi dalam rangka upaya memutuskan rantai penularan

penyakit DBD. Melalui kegiatan ini petugas kesehatan akan secara cepat

mengetahui siapa yang tertular, dimana tempat/lokasi terbanyak penderita,

kapan kejadiannya serta akhirnya merumuskan tindakan apa yang dapat

dilakukan untuk menghindari terjadinya penularan lebih luas di masyarakat.

c. Larvasida Larvasidasi bertujuan untuk membunuh jentik nyamuk aedes,

dengan cara menaburkan larvasida (abate) pada tempat-tempat penampungan

air. Kegiatan ini dilaksanakan 3 bulan sekali secara selektif pada rumah yang

ditemukan jentik dan dilanjutkan dengan pemberantasan sarang nyamuk.

Kegiatan larvasida juga diintegrasikan dengan kegiatan lain seperti

Pemantauan Jentik Berkala (PJB), Penyelidikan Epidemiologi (PE), dan

kegiatan lain yang melibatkan lintas program.

d. Fogging fokus Untuk mengantisipasi terjadinya penyebaran penyakit yang

lebih meluas maka dilakukan kegiatan fogging focus di lokasi tempat tinggal

penderita yang positif DBD dan sekitar tempat tinggal penderita dengan

radius 200 meter, yang bertujuan untuk memutuskan mata rantai penularan

dengan membunuh nyamuk dewasa yang terinfeksi. Kegiatan ini akan

dilakukan sesuai dengan rekomendasi hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE)

bahwa dilokasi tersebut memenuhi criteria utnuk dilakuakn Fogging Fokus.

e. Penyuluhan Kegiatan ini selalu dilakukan dalam rangka meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam melakukan upaya


pencegahan dan penanggulangan. Kegiatan ini dilaksanakan oelh program

sendiri dan juga dilakukan dengan melibatkan lintas program melalui

program promosi dan kesehatan yang melakukan penyuluhan keliling dan

penyuluhan langsung ke masyarakat.

2.1.9 Penatalaksanaan DHF/DBD

Penatalaksaan Medis DHF/DBD berdasarkan pada berat ringannya penyakit

yang ditemukan antara lain (Centers for Disease Control and Prevention, 2012):

Kasus DBD yang diperkenankan berobat jalan

1. Penderita diijinkan berobat jalan jika hanya mengeluh panas, tetapi keinginan

makan dan minum masih baik. Untuk mengatasi panas tinggi yang mendadak

diperkenankan melakukan tindakan kompres air hangat dan apabila panas

tidak turun dapat memberi obat panas paracetamol 10-15 mg/kg BB setiap 3-

4 jam diulang jika symptom panas masih nyata diatas 38,50C. Obat panas

salisilat tidak dianjurkan karena mempunyai risiko terjadinnya perdarahan

dan asidosis.Sebagian besar kasus DBD yang berobat jalan ini adalah kasus

DBD yang menunjukkan manifestasi panas hari pertama dan hari kedua tanpa

menunjukkan penyulit lainnya. Apabila penderita DBD ini menunjukkan

manifestasi penyulit hipertermi dan konvulsi sebaiknya dianjurkan untup

dirawat inap.

2. Kasus DBD derajat I dan II

Pada hari ke-3, 4, dan 5 panas dianjurkan rawat inap karena penderita ini

mempunyai risiko terjadinya apabila syok. Untuk mengantisipasi kejadian

syok tersebut, penderita disarankan diinfus cairan kritaloid dengan tetesan


brdasarkan 7, 5, 3.Pada saat fase panas, penderita dianjurkan banyak minum

air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare, hematocrit yang

meningkat lebih dari 20% dari harga normal merupakan indicator adanya

kebocoran plasma dan sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di

pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24 jam.

3. Penatalaksanaan DBD (derajat III dan IV)

“Dengue Shock Syndrome” (sindrom renjatan dengue) termasuk kasus

kegawatan yang membutuhkan penanganan secara cepat dan perlu

memperoleh cairan pengganti secara cepat. Biasanya dijumpai kelainan asam

basa dan elektrolit (hiponatremi). Dalam hal ini perlu dipikirkan

kemungkinan dapat terjadinya DIC. Terkumpulnya asam dalam darah

mendorong terjadinya DIC yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan

hebat dan renjatan yang sukar diatasi.

Penggantian secara cepat plasma yang hilang digunakan larutan garam

isotonic (ringer laktat, 5% dektrose dalam larutan ringer laktat atau 5%

dektrose dalam larutan ringer asetat dan larutan normal garam faali)dengan

jumlah 10-20 ml/kg/1 jam.

Pada kasus yang sangat berat (derajat IV) dapat diberikan bolus 10 ml / kg (1

atau 2x). jika syok berlangsung terus dengan hematocrit yang tinggi, larutan

koloidal (dekstran dengan berat molekul 40.000 di dalam larutan normal

garam faal atau plasma) dapat diberikan dengan jumlah 10-20 ml/kg/jam.

4. Obat penenang

Pada beberapa kasus obat penenang dibutuhkan terutama pada kasus yang

sangat gelisah. Obat yang hipatoksik sebaiknya dihindari, chloral hidrat oral

atau rektal dianjurkan dengan dosis 12,5-50 mm/kg (tetapi jangan lebih 1

jam) digunakan sebagai satu macam obat hipnotik.


5. Terapi oksigen

6. Transfusi darah

7. Monitoring

Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara

teratur untuk menilai hasil pengobatan.

8. Kriteria memulangkan pasien

Pasien dapat dipulangkan apabila :

a. Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik.

b. Nafsu makan membaik.

c. Tampak perbaikan secara klinis.

d. Hematokrit stabil.

e. Tiga hari setelah syok teratasi.

f. Jumlah trombosit 200.000-300.000 /mm3

g. Tidak disertai distress pernapasan.

h. Ruang khusus darurat penderita Dengue Haemorragic Fever (DHF).

Penelitian Fadli dan Hasan dalam Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah Vol 7

No 2 Bulan Desember (2018) tentang “Pengaruh Kompres Hangat terhadap

Perubahan Suhu Tubuh Pada Pasien Febris” menunjukan bahwa kompres air

hangat berpengaruh terhadap perubahan suhu tubuh pasien. Hasil penelitiannya

menunjukan bahwa suhu rata-rata pasien sebelum dilakukan kompres adalah 38,1

℃, sedangkan setelah dilakukan kompres suhu rata-rata pasien menjadi 37,5 ℃.

Begitu juga dengan penelitian Hartini dan Pertiwi (2015) tentang “Efektifitas

Kompres Air hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam di SMC RS

Telogorejo Semarang” menunjukan bahwa sebelum dilakukan kompres air hangat

rata-rata suhu tubuh anak mencapai 38,65 ℃, nilai maksimum 39,5 ℃, dan nilai

minimum 37,9 ℃, Setelah dilakukan kompres hangat, didapatkan hasil yang baik
yaitu adanya penurunan suhu tubuh rata-rata menjadi 37,27 ℃ dengan nilai

maksimum 38,2 ℃, nilai minimum 36,1 ℃.

Mendukung hasil penelitian sebelumnya, penelitian Mohamad (2012) tentang

“Perbedaan Efektifitas Kompres Hangat dalam Menurunkan Suhu Tubuh di

RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo” didapatkan hasil kompres air

hangat efektif dalam menurunkan demmam pada anak dengan penurunan sampai

1 ℃. Begitu juga penelitian Anisa dalam Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan (2019)

tentang Efektititas Kompres Hangat Untuk Menurunkan Suhu Tubuh Pada An. D

dengan Hipertermia” menujukan bahwa kompres air hangat mampu menurunkan

suhu tubuh pada anak yang mengalami hipertermia.

2.2 Kompres Air Hangat

2.2.1 Pengertian Kompres Air Hangat

Menurut Sodikin (2012) menyatakan bahwa apabila anak mengalami

demam sebaiknya dilakukan tindakan seperti memberikan kompres hangat,

memberikan lingkungan senyaman mungkin, dampingi anak selama demam agar

anak merasa aman dan nyaman, berikan mainan yang menjadi kesukaannya,

berikan minuman lebih banyak dari biasanya, dan aktivitas fisik yang berat

dibatasi.

Kompres air hangat adalah tindakan yang dilakukan dengan memberikan

cairan hangat untuk menurunkan suhu tubuh yang mengalami demam,

memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau membebaskan nyeri,

mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot, dan memberikan rasa hangat.

Adapun tujuan kompres air hangat untuk memperlancar sirkulasi darah, dan

mengurangi rasa sakit atau nyeri (Hidayat & Uliyah, 2012).


Kompres hangat merupakan metode pemeliharaan suhu tubuh dengan

menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan rasa hangat pada bagian

tubuh yang dilakukan tindakan kompres dan tindakan kompres air hangat ini

dapat memperlancar sirkulasi darah, mengurangi rasa sakit atau nyeri. Kompres

air hangat ini merupakan salah satu tindakan independen perawat dalam

mengatasi respon pasien terkait peningkatan suhu tubuh (Andormoyo, 2013).

Potter & Perry (2010) menjelaskan bahwa kompres adalah salah satu

metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam.

Pemberian kompres pada daerah pembuluh darah besar merupakan upaya

memberikan rangsangan pada area preoptik hipotalamus agar menurunkan suhu

tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini akan dibawa menuju area

hipotalamus merangsang preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal oleh

afektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang

lebih banyak melalui dlatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat.

Sebagian besar demam pada anak akibat perubahan pada pusat panas

(termoregulasi) dihipotalamus. Penyakit yang ditandai dengan demam dapat

menyerang system tubuh, demam juga berperan dalam meningkatkan imunitas

spesifik dan nonspesifik dalam membantu pemulihan atau pertahanan terhadap

infeksi (Sodikin, 2012).

Kompres air hangat dapat menurunkan suhu tubuh anak demam karena

tubuh dapat melepas panas melalui 4 cara, yaitu radiasi, konduksi, konveksi, dan

evaporasi. Secara umum, tubuh akan melepas panas melalui proses konduksi

yaitu perpindahan panas akibat paparan langsung kulit terhadap benda-benda

yang ada disekitar tubuh. Biasanya proses kehilangan panas dengan mekanisme

konduksi sangat kecil, sedangkan evaporasi (penguapan air dan kulit) dapat

memfasilitasi perpindahan panas tubuh (Barbara & Kozier, 2011).


Pada Publikasi Ilmiah Susilo (2016) tentang “Upaya Penurunan Suhu

Tubuh dengan Kompres Hangat Pada Anak DBD di RSPA Boyolali” hasil

penelitiannya menunjukan bahwa kompres air hangat merupakan salah satu

implementasi keperawatan yang dilakukan pada pasien DBD dengan masalah

keperawatan peningkatan suhu tubuh. Dari hasil pengamatannya setelah

melakukan kompres air hangat dengan waslap denselama 20 menit di leher,

kedua ketiak, kedua lipat paha, dann kedua lutut bagian suhu tubuh pasien turun

0,3 ℃ dimana suhu tubuh pasien sebelum dilakukan kompres air hangat 37,7 ℃

menjadi 37,4 ℃.

Publikasi Ilmiah Susilo (2016) tentang “Upaya Penurunan Suhu Tubuh

dengan Kompres Hangat Pada Anak DBD di RSPA Boyolali” intervensi

keperawatan yang dilakukan untuk masalah keperawatan peningkatan suhu

tubuh selama 3x24 jam adalah observasi tanda-tanda vital sebelum melakukan

kompres hangat dan 2-3 jam setelah melakukan kompres hangat, beri kompres

hangat (30OC-35OC) pada leher, kedua ketiak, kedua lipatan paha, kedua lutut

bagian dalam, anjurkan kepada pasien untuk memakai pakaian yang tipis,

kolaborasi dengan tim medis (Dokter dan Gizi). Hasil penelitiannya menunjukan

bahwa kompres air hangat merupakan salah satu implementasi keperawatan

yang dilakukan pada pasien DBD dengan masalah keperawatan peningkatan

suhu tubuh. Dari hasil pengamatannya setelah melakukan kompres air hangat

dengan waslap denselama 20 menit di leher, kedua ketiak, kedua lipat paha,

dann kedua lutut bagian suhu tubuh pasien turun 0,3 ℃ dimana suhu tubuh

pasien sebelum dilakukan kompres air hangat 37,1 ℃ menjadi 36,8 ℃.

Wardaniyah, dkk (2016) dalam penelitiannya tentang “Perbandingan

Efektifitas Pemberian Kompres Hangat dan Tepid Sponge terhadap Penurunan

Suhu Tubuh Anak yang Mengalami Demam di Ruang Amanda RSUD dr. H.
Abdul Moeloek Provinsi Lampung” juga menunjukan bahwa rata-rata suhu

tubuh sebelum diberi tindakan kompres hangat adalah 38,5°C, nilai minimum

serta maksimumnya adalah 37,7°C dan 39,5°C. Sedangkan suhu tubuh sesudah

diberi tindakan kompres hangat adalah 38,0°C, nilai minimum serta maksimum

adalah 37,2°C dan 38,9°C.

Suhu tubuh pada anak yang mengalami demam dipengaruhi proses penyakit

yang terjadi pada anak. Pola demam bergantung pada pirogen penyebab.

Peningkatan atau penurunan aktivitas pirogen mengakibatkan peningkatan dan

penurunan demam pada waktu yang berbeda. Durasi dan tingkat demam

bergantung pada kekuatan pirogen dan kemampuan respons individu (Potter &

Perry, 2010).

2.2.2 Manfaat Kompres Air Hangat

Menurut Sodikin (2012), manfaat kompres air hangat antara lain:

melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki perdarahan dijaringan tersebut,

pada otot dapat memiliki efek menurunkan ketegangan, dan pada peningkatan

sel darah putih secara total dan fenomenal proses peradangan akibat dilatasi

pembuluh darah kompres air hangat ini dapat memaksimalkan sirkulasi darah

dan peningkatan kapiler.

2.2.3 Cara Pemberian Kompres Air Hangat

Cara pemberian kompres air hangat menurut Barbara & Kozier (2011) adalah

sebagai berikut:

2.2.3.1 Persiapan Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang perlu disiapkan adalah hot water bag (buli-buli)

atau kain yang dapat menyerap air, air hangat suhu 38-40 ℃,

thermometer air, Waskom, dan handuk kering

2.2.3.2 Tahap Kerja

Tahapan melakukan kompres air hangat adalah cuci tangan, jelaskan

pada klien tentang prosedur yang akan dilakukan, masukan air hangat ke

dalam hot water bag (buli-buli) atau kain ke dalam air hangat lalu peras,

tempatkan hot water bag (buli-buli) atau kain di daerah

kening/leher/ketiak/perut, angkat setelah kain tidak terasa hangat lagi,

dan kaji perubahan suhu selama kompres + 15 menit.

2.3 Tahapan Perkembangan Anak

2.3.1 Pertumbuhan fisik

Pertumbuhan anak prasekolah berjalan pelan dan pasti, berat dan

tinggipertumbahannya minimal. Rata rata pertambahan berat hanya 2,25

kgpertahun dan tinggi badan rata rata naik 5-7,5 cm. Selama masa

iniperkembangan lebih cepat di daerah kaki dibandingkan tangan, tidak ada

tumpukan jaringan adiposa dan penurunan nafsu makan. Pada masatoddler, perut

terlihat buncit dan menghilang pada masa presekolahsehingga tampak langsing

dan tangkas pada usai sekolah. Tulang panjang berkembang cepat dari pada

tulang belakang. Kekuatan tulang dipengaruhioleh nutrisi, genetik, dan

kesempatan olah raga. Nyeri lutut biasa terjadi diumur 3 tahun dan berhubungan

dengan sering jatuh dengan tumpuan lutut. Permasalahan pada sendi lutut dan

persendian lain akan mengalamikoreksi pada usia 4 – 5 tahun. Pertumbuhan paru

kapasitas vital meningkatdan frekuensi nafas pelan. Perbaikan Respirasi pada usia

5- 6 tahun. Nadimenurun dan tekanan darah meningkat sebagai akibat ukuran


jantungmeningkat. Kematangan kardiovaskuler menjadi meningkat karena

peningkatan kerja. Ke 20 gigi susu sudah muncul pada usia 3 tahun. Gigi susu

tanggal mungkin tanggal diakhir masa prasekolah. Gigi pertama yangmuncul itu

gigi molar akan tumbuh pada awal usia sekolah (James & Ashwill, 2013).

Pada anak usia sekolah mengalami pertambahan pertumbuhan 5 cm setiap

tahunnya, setelah usia 12 tahun bisa mencapai ketinggian 147,5 cm. Pertambahan

berat setiap tahunnya sekitar 2 sampai 3 kilogram. Pada usia 6 tahun berat badan

bisa mencapai 21 kg dan pada usia 12 tahun bisa mencapai 40 kg. Pertambahan

ukuran tulang cepat seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangan anak

(Santrock, 2012). Perkembangan motor anak dimulai dengan koordinasi pada

kekuatan tulang yang meningkat dengan cepat di usia 3-5 tahun. Ukuran otak dan

syaraf- syaraf yang membungkus meilin berkembang dan berpengaruh terhadap

kemampuan motorik dasar yang sempurna. Kemampuan motoric tiap anak

berbeda-beda dan sangat bervariasi, yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan

situasi sekitarnya seperti bahasa, kesempatan untuk berlatih (Hockenbery &

Wilson, 2012).

Kemampuan motorik halus anak di kedua tangan mulai pada terkoordinasi

di usia 3 tahun dan sempurna usia 4 tahun. Peran perawat mengedukasi orang tua

untuk menyediakan alat alat yg tepat untuk dapat menggunakan koordinasi

tangan kiri. Anak kidal jangan di paksa untuk menggunakan sisi lain walaupun

tetap harus dilatih. Peningkatan koordinasi menyababkan anak menjadi lebih

menjaga diri sendiri dan lebih mandiri (Santrock, 2010). Pada usia 4 – 5 tahun,

anak sudah mandiri dalam berpakaian, makan dan kekamar mandi tanpa dibantu.

Tidak seperti toddler yang selalu dijaga dari cedera dan anak usia prasekolah

sudah dapat diberi kepercayaan (Hockenbery & Wilson, 2012).


2.3.2 Perkembangan Kepribadian dan Mental Anak

Menurut Freud perkembangan psikoseksual merupakan insting seksual yang

signifikan terhadap perkembangan kepribadian. Tahap usia prasekolah disebut

sebagai masa falik, dimana genetalia menjadi area yang sangat menarik dan

sensitif. Anak sudah mengetahui perbedaan jenis kelamin dan ingin mengetahui

perbedaan tersebut. Pada anak sekolah, masuk pada periode laten dimana

menunjukkan sesuai stase perkembangan seksual menjelang pubertas. Selama

periode ini, perkembangan kepercayaan diri anak meningkat sampai masa

industri dengan konsep nilai yang dimiliki (James & Ashwill, 2013).

Perkembangan psikososial menurut Erikson menekankan kepribadian yang sehat,

menggunakan konsep- konsep biologis, menjelaskan tentang keberhasilan

pencapaian atau penguasaan terhadap keberhasilan setiap konflik inti yang

terbentuk berdasarkan keberhasilan pencapaian atau penguasaan inti sebelumnya.

Pada anak usia prasekolah termasuk dalam tahap inisiatif versus rasa bersalah

(Santrock, 2010).

Inisiatif diidentifikasikan dengan perilaku yang instruktif dan penuh

semangat, berani berupaya dan imajinasi yang kuat. Anak-anak mengekplorasi

dunia fisik dengan semua indra dan kekuatan mereka akan membentuk suara hati,

tidak lagi bimbingan dari luar sehingga terbentuk suara dari dalam yang

memperingatkan dan mengancam. Anak terkadang mempunyai keinginan yang

berbeda dengan keinginan orang tua dan membuat aktivitas atau imajinasi

merupakan hal yang buruk sehingga menimbulkan rasa bersalah. Anak harus

belajar mempertahankan rasa inisiatif tanpa mengenai hak dan hak istimewa

orang lain sehingga memerlukan arahan dan tujuan dalam kegiatannya. Pada

masa anak sekolah, menurut Erikson merupakan masa kritis, dimana selama
periode ini merupakan masa transisi menjelang masa dewasa. Muncul rasa trust –

mistrust, autonomi, initiative dan industri (Muscari, 2010).

Perkembangan kognitif berkaitan dengan usia anak prasekolah yang terjadi

dalam aktivitas mental. Menurut Piaget perkembangan kognitif pada anak usia

prasekolah masuk dalam tahap praopersional fase intuitif (berfikir transduktif)

contohnya anak melihat layang layang warna merah terbang tinggi, maka ketika

anak tersebut membeli layang layang memilih warna merah karena ia berfikir

layang layang yang berwarna merah yang bisa terbang tinggi. Anak mulai

berfikir praoperasional bersifat kongret dan nyata, berfikir tidak melebihi apa

yang dilihat, didengar atau alami dan kurang mampu membuat deduksi atau

generalisasi. Anak menggunakan bahasa dan simbul untuk mewakili objek yang

ada dilingkungan, melalui bermain imajinatif, bertanya dan interaksi lainnya.

Anak mulai membuatkonsep dan hubungan sederhana antar ide. Cara berfikir

bersifat transduktif dimana kedua kejadian terjadi bersamaan mereka saling

menyebabkan satu sama yang lain atau pengetahuan tentang satu ciri dipindahkan

ke ciri lainnya (Hockenbery & Wilson, 2012).

2.4 Penatalaksaan Keperawatan

2.4.1 Pengkajian

Pengkajian dengan Penyakit infeksi Demam Berdarah Dengue menurut

(Nurarif & Kusuma, 2015) adalah :

a. Identitas pasien

Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan

orang tua, dan pekerjaan orang tua.


b. Keluhan utama

Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien Demam Berdarah Dengue

untuk datang ke Rumah Sakit adalah panas tinggi dan anak lemah

c. Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil, dan

saat demam kesadaran komposmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke

3 dan ke 7 dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan

keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare atau

konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri uluh hati, dan

pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manisfestasi perdarahan

pada kulit, gusi (grade 3 dan 4), melena, atau hematemesis.

d. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada Demam Berdarah Dengue,

anak bisa mengalami serangan ulangan Demam Berdarah Dengue dengan

tipe virus yang lain.

e. Riwayat imunisasi

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan

timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.

f. Riwayat gizi

Status gizi anak yang menderita Demam Berdarah Dengue dapat bervariasi.

Semua anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila

terdapat faktor predisposisinya. Anak yang menderita DHF sering

mengalami keluhan mual, muntah, dan napsu makan menurun. Apabila

kondisi ini berlanjut, dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang

mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat badan sehingga

status gizinya menjadi kurang.


g. Kondisi lingkungan

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang

kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantungan baju di kamar).

h. Pola kebiasaan

1.) Nutrisi dan metabolisme: frekuensi, jenis, pantangan, napsu makan

berkurang, napsu makan menurun.

2.) Eliminasi atau buang air besar.Kadang-kadang anak mengalami diare

atau konstipasi. Sementara Demam Berdarah Dengue pada grade III-IV

bisa terjadi melena.

i. Eliminasi urine atau buang air kecil perlu dikaji apakah sering kencing

sedikit atau banyak sakit atau tidak. Pada Demam Berdarah Dengue grade

IV sering terjadi hematuria.

j. Tidur dan istirihat. Anak sering mengalami kurang tidur karena mengalami

sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan kualitas tidur

maupun istirahatnya kurang.

k. Kebersihan. Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan

cenderung kurang terutama untuk membersikan tempat sarang nyamuk

Aedes Aegypti.

l. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk

menjaga kesehatan.

m. Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dari

ujung rambut sampai ujung kaki.

1.) Kuku sianosis/tidak

2.) Kepala dan leher Kepala terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena

demam (flusy), mata anemis, hidung kadang mengalami perdarahan


(epistaksis) pada grade II, III, IV. Pada mulut didapatkan bahwa

mukosa mulut kering, terjadi perdarahan gusi dan nyeri telan.

3.) Sementara tenggorokan mengalami hiperemia pharing ( pada Grade II,

III, IV).

4.) Dada Bentuk simetris dan kadang-kadang terasa sesak. Pada foto

thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru sebelah kanan

( efusi pleura), rales (+), Ronchi (+), yang biasanya terdapat pada

grade III dan IV.

5.) Abdomen Mengalami nyeri tekan, Pembesaran hati (hepetomegali),

asites.

6.) Ekstremitas

7.) Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi, serta tulang.

n. Sistem integument

Adanya petekia pada kulit, turgor kulit menurun, dan muncul keringat

dingin, dan lembab.

Berdasarkan tingkatan atau (grade) Demam Berdarah Dengue, keadaan fisik

anak adalah sebagai berikut:

1.) Grade I : kesadaran komposmentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda vital

dan nadi lemah.

2.) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, dan perdarahan

spontan petekie, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil dan

tidak teratur.

3.) Grade III : kesadaran apatis, somnolent, keadaan umum lemah, nadi lemah,

kecil dan tidak teratur, serta tensi menurun.


4.) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak

terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit

tampak biru.

2.4.2 Diagnosis Keperawatan

Menurut PPNI (2016), Diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien

DHF adalah:

a. Hipertermia (D.0130 )

b. Defisit nutrisi ( D.0019)

c. Resiko Ketidakseimbangan Cairan (D.0036 )

2.4.3 Perencanaan/ intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan untuk diagnosis keperawatan pasien DHF menurut

PPNI (2018) adalah:

Diagnosis 1 : Hipertermia (D.0130) berhubungan dengan dehidrasi, peningkatan

laju metabolisme, proses penyakit. Ditandai dengan : suhu

tubuh diatas nilai normal, kulit terasa hangat, kulit merah,

takikardi, takipnea.

Intervensi : (I.15506)

a.) Observasi: identifikasi penyebab hipertermi, monitor suhu

tubuh, monitor kadar elektrolit, monitor haluaran urine,

monitor komplikasi akibat hipertermia

b.) Terapiutik: sediakan lingkungan yang dingin, longgarkan

atau lepaskan pakaian, basahi dan kipasi permukaan tubuh,

berikan cairan oral, ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hyperhidrosis, hindari pemberian

antipiretik atau aspirin, berikan oksigen jika perlu.

c.) Edukasi: anjurkan tirah baring

d.) Kolaborasi: pemberian cairan elektrolit intravena

Tujuan Kriteria Hasil: Termoregulasi dalam batas normal

dengan kriteria hasil kontrol resiko, perfusi perifer bagus, dan

status kenyamanan baik.

Diagnosis 2 : Defisit Nutrisi (D.0019) berhubungan dengan peningkatan

kebutuhan metabolisme. Ditandai dengan berat badan menurun

minimal 10 % dibawah rentang ideal, cepat kenyang setelah

makan, kram/nyeri abdomen, nafsu makan menurun, bising

usus hiperaktif, otot pengunyah lemah, membrane mukosa

pucat, sariawan, seru albumin turun, rabut rontok berlebih, dan

diare.

Intervensi : (I.03119)

a.) Observasi: identifikasi status nutrisi, identifikasi alergi dan

intoleransi makanan, identifikasi makanan yang disukai,

identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi, identifikasi

perlunya penggunaan selang nasogastric, monitor asupan

makan, monitor berat badan, monitor hasil pemeriksaan

laboratorium.

b.) Terapiutik: lakukan oral higyene sebelum makan, fasilitasi

menentukan pedoman diet, sajikan makanan yang menarik

dan suhu sesuai, berikan makanan tinggi serat untuk

mencegah konstipasi, berikan makanan tinggi kalori tinggi

protein, berikan suplemen akanan.


c.) Edukasi: anjurkan posisi duduk jika mampu, ajarkan diet

yang diprogramkan

d.) Kolaborasi: pemberian medikasi sebelum makan

e.) Jika perlu kolaborasi dengan ahli gizi

Tujuan Kriteria Hasil: status nutrisi baik dengan kriteria terjadi

peningkatan berat, eliminasi fekal, fungsi gastrointestinal,

nafsu makan baik, status menelan baik.

Diagnosis 3 : Resiko Kestidakseimbangan Cairan (D.0036) berhubungan dengan

perdarahan. Ditandai oleh penurunan asupan cairan, penurunan

haluaran urin, mukosa membrane kering, tekanan darah

menurun/meningkat, nadi menurun/meningkat, mata cekung,

turgor kulit kering.

Intervensi: Manajemen cairan (I.03098)

a.) Observasi: monitor status hidrasi (nadi, akral, kapiler,

kelembaban mukosa, turgor kulit, tekanan darah), monitor

berat badan harian, monitor berat badan sebelum dianalisis,

monitor hasil laboratorium, monitor hasil hemodinamik

(MAP, CVP, PAP), monitor jumlah, warna dan berat jenis

urine, identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan cairan.

b.) Terapeutik: catat intake output dan hitung balance cairan

24 jam, berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan

c.) Kolaborasi: berikan cairan intravena, jika perlu, kolaborasi

pemberian diuret, jika perlu

Tujuan Kriteria Hasil: tidak terdapat indikasi perdarahan

dengan kriteria hasil tidak terdapat indikasi perdarahan, TTV


dalam batas normal, hasil pemeriksaan lab HT, Eritrosit,

Trombosit, dan Widal Ig G Dengue dalam batas normal.


BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian

3.1.1 Pengalaman Kenyamanan pada Konteks Fisik

An. Z merupakan klien seorang anak yang berusia 8 tahun dengan jenis

kelamin laki-laki dengan Diagnosis Medis DHF Grade II. Anak Z datang

ditemani kedua orang tuanya pada tanggal 4 Agustus 2020 pukul 06.00 melalui

IGD RSUD Budhi Asih. Pasien datang dengan keluhan: demam sudah 5 hari

naik turun, lemas, nyeri kepala hilang-timbul, nyeri berkurang dengan

sendirinya bahkan hilan, skala nyeri 6. Pasien juga mengeluh mual, dan

nafsu makan berkurang.

Pasien dilakukan pengkajian pada tanggal 4 Agustus 2020 pukul 10.00

WIB. Keluhan saat ini yang dirasakan oleh pasien yaitu badan terasa

hangat, lemas, mual, dan nafsu makan kurang (makan ½ porsi). Nyeri kepala

saat pengkajian tidak dirasakan lagi. Sebelumnya klien tidak pernah masuk

rumah sakit, jika sakit hanya dibawa ke puskesmas dan tidak pernah mengalami

penyakit seperti ini. Hasil pengukuran tanda-tanda vital yaitu Tekanan Darah

60/40 mmHg, Suhu 38,2 ℃, RR 20 x/menit, Saturasi 99%, Nadi 104 x/menit,

Berat badan klien 25 kg dan tinggi badan klien 133 cm. Hasil pemeriksaan fisik

pada klien didapatkan hasil sebagai berikut rambut hitam, lurus, bersih, sebaran

merata, telinga klien tampak bersih, konjungtiva tidak tampak anemis, dan sklera

klien tampak putih, pada hidung tidak ada sekret, membran mukosa klien

tampak kering, klien tidak menggunakan otot bantu napas, tidak ada nyeri tekan

pada bagian dada, perkusi area dada terdengan sonor pada semua lapang paru,
suara nafas klien vesikuler pada semua lapang paru, inspeksi abdomen tidak ada

masa, tidak ada jejas, umbilicus ada ditengah, perut cembung, kulit tampak elastis

tidak kaku, lembab, warna kecoklatan. Auskultasi abdomen, peristaltic usus

positif pada 4 kuadran, bising usus 22 x/menit. Palpasi abdomen, tidak teraba

nyeri pada 4 kuadran, dan tidak teraba pembesaran hepar, tidak teraba

pembesaran, limfa, tidak teraba pembesaran ginjal. Perkusi Abdomen: timpani 4

kuadran dan terdengan dullness pada area hepar. Ektremitas kanan atas terpasang

IV-Line NaCL 0,9 % dengan instruksi loading 250 cc 10 tpm disambung RL 250

cc 20 tpm. Klien mendapatkan terapi Ranitidin 2x25 mg (IV) dan PCT 250 mg

tab (bila panas). Hasil Pemeriksaan Labooratorium tanggal 4 Agustus 2020: Hb

16,1 (11,7-15,5 gr/dl), HT 47 (33-45 %), Eritrosit 6,1 (3,8-5,2 10%/UI),

Leukosit 10.000 (3.800-10.000 /mm3) , Trombosit 17.000 (150.000-440.000

/mm3 ), Widal Ig G Dengue positif, RDT-CVD 19 non Reaktif. Laboratorium

tanggal 5 agustus 2020: CRP kuantitatif 11 (<5 mg/dl), GD Cito 93 (60-100

mg/dl), Eritrosit 4,8 (3,8-5,2 10%/UI), MCH 26,7 (22-24 pg), MCHC 35,5 (32-36

g/dl ), HCT 36 (33-45 %), Hb 12,9 (11,7-15,5 gr/dl), Leukosit 6.000 (3.800-

10.000 /mm3 ), Trombosit 40.000 (150.000-440.000 /mm3 ), Keton 1+

(negative), pH 7,0 (4,6-8), Berat jenis 1.005 (1.005-1.030), Albunin urin

(negative), Semen urin Epitel (positif). Labooratorium tanggal 6 Agustus 2020:

Hb 11,5 (11,7-15,5 gr/dl), HT 35 (33-45 %), Eritrosit 4,5 (3,8-5,2 10%/UI),

Leukosit 5.600 (3.800-10.000 /mm3), Trombosit 28.000 (150.000-440.000 /mm3

). Labooratorium tanggal 7 Agustus 2020: Hb 11,5 (11,7-15,5 gr/dl), HT 36 (33-

45 %), Eritrosit 4,5 (3,8-5,2 10%/UI), Leukosit 4.500 (3.800-10.000 /mm 3),

Trombosit 68.000 (150.000-440.000 /mm3). Labooratorium tanggal 8 Agustus

2020: Hb 11,5 (11,7-15,5 gr/dl), HT 35 (33-45 %), Eritrosit 4,5 (3,8-5,2 10%/UI),
Leukosit 5.600 (3.800-10.000 /mm3), Trombosit 246.000 (150.000-440.000

/mm3).

3.1.2 Pengalaman Kenyamanan pada Konteks Psikospiritual

Ibu pasien mengatakan pasien sering bermain dengan teman di dekat

rumahnya dan ibu pasien mengatakan pasien shalat 5 waktu saat di rumah. Pasien

merasa sedih karena semenjak dirawat di rumah sakit pasien tidak dapat bermain

dengan teman-temannya dan tidak bisa shalat tetapi klien berdo’a supaya cepat

pulang ke rumah. Ibu pasien mengatakan ini pertama kali pasien masuk dan di

rawat di rumah sakit, dan ibu pasien mengatakan anaknya takut saat akan

dilakukan pemasangan infus dan disuntik. Ketika pasien di pasang infus pasien

tampak kesakitan dan pasien mengatakan ingin cepat sembuh.

3.1.3 Pengalaman Kenyamanan pada Konteks Lingkungan

Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan dapat bermain sama bersama

teman-temannya lagi dirumah. Pasien tampak selalu minta ditemani orang

tuanya.

3.1.4 Pengalaman Kenyamanan pada Konteks Sosiokultural

Pasien merupakan anak kedua dari dua bersaudara, orangtua klien bekerja

setiap harinya sebagai pedagang. Ibu pasien mengatakan saat ditinggal berdagang

pasien bermain dengan teman-teman yang disamping rumah dan jika kakaknya di

rumah main dengan kakaknya sehingga klien berkomunikasi dengan orangtua

pada saat sore pulang berdagang. Sebelum tidur, pasien sering bercerita tentang

teman-temannya dan aktivitas di hari tersebut dan lebih sering menonton TV

bersama orangtua dan kakaknya.

3.2 Analisa Data dan Masalah Keperawatan


Diagnosis keperawatan yang diangkat berdasarkan hasil pengkajian diatas yaitu

Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan badan terasa

hangat, Suhu 38,2 ℃, Nadi 104 x/menit, HT 47 (33-45 %), Eritrosit 6,1 (3,8-5,2

10%/UI), Leukosit 10.000 (3.800-10.000 /mm3), Trombosit 17.000 (150.000-

440.000 /mm3 ), Widal Ig G Dengue positif. Diagnosis Keperawatan kedua yaitu

defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme ditandai

dengan lemas, mual, dan nafsu makan kurang (makan ½ porsi), membran mukosa

tampak kering, membran mukosa tampak kering. Diagnosis keperawatan ketiga

yang muncul adalah resiko Kestidakseimbangan Cairan (D.0036) berhubungan

dengan perdarahan ditandai dengan Tekanan Darah 60/40 mmHg, Nadi 104

x/menit, HT 47 (33-45 %), Eritrosit 6,1 (3,8-5,2 10%/UI), Trombosit 17.000

(150.000-440.000 /mm3 ), dan Widal Ig G Dengue positif. Masalah keperawatan

utama yang peneliti angkat adalah Hipertermia berhubungan dengan proses

penyakit.

3.3 Rencana Keperawatan

Rencana Keperawatan fokus untuk Diagnosis Keperawatan Hipertermia berhubungan

dengan proses penyakit adalah kompres air hangat, monitor suhu tubuh, tekanan

darah, nadi, Respirasi Rate (RR), kolaborasi: pemberian cairan elektrolit intravena,

pemberian obat antipiretik, dan pemeriksaan laboratorium.

Tujuan asuhan keperawatan yang telah dibuat peneliti adalah suhu tubuh pasien dalam

batas normal (36-37 ℃) setelah dilakukannya intervensi kompres air hangat selama 4

hari perawatan dengan kriteria hasil: suhu tubuh dalam batas normal, dan kulit terasa

hangat. Rencana Keperawatan untuk Diagnosis Keperawatan Hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit adalah:

3.3.1 Ajarkan keluarga pasien tempat melakukan kompres air hangat


3.3.2 Observasi: monitor suhu tubuh, monitor balance cairan, monitor komplikasi

akibat hipertermia

3.3.3 Terapiutik: berikan cairan oral, ganti linen jika mengalami hyperhidrosis,

oksigen jika perlu

3.3.4 Edukasi: anjurkan tirah baring, dan banyak minum

3.3.5 Kolaborasi: pemberian cairan elektrolit intravena, pemberian obat antipiretik,

pemeriksaan laboratorium

Rencana keperawaran defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolism adalah identifikasi status nutrisi, identifikasi alergi identifikasi makanan

yang disukai, identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi, monitor asupan makan,

monitor berat badan, sajikan makanan dalam kondisi hangat, Edukasi: anjurkan posisi

duduk jika mampu, ajarkan diet yang diprogramkan. Kolaborasi: pemberian medikasi,

kolaborasi dengan ahli gizi; tinggi kalori tinggi protein.

Tujuan Kriteria Hasil: setelah dilakukan perawatan 3x24 jam status nutrisi baik dengan

kriteria terjadi peningkatan berat badan, nafsu makan baik, porsi makan yang disediakan

habis, mual tidak ada.

Rencana keperawaran resiko kestidakseimbangan Cairan berhubungan dengan

perdarahan adalah monitor status hidrasi (nadi, akral, kapiler, kelembaban mukosa,

turgor kulit, tekanan darah), monitor hasil laboratorium, monitor jumlah, warna dan berat

jenis urine, catat intake output dan hitung balance cairan 24 jam, berikan asupan cairan,

sesuai kebutuhan, kolaborasi: berikan cairan intravena.

Tujuan Kriteria Hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan

tidak terdapat indikasi perdarahan dengan kriteria hasil tidak terdapat indikasi

perdarahan, TTV dalam batas normal, hasil pemeriksaan lab HT, Eritrosit, Trombosit,

dan Widal Ig G Dengue dalam batas normal..


3.4 Implementasi

Menanyakan kepada pasien saat pasien mengalami demam, apakah pasien sudah

dilakukan tindakan kompres air hangat, kalau sudah dilakukan area mana saja yang

pasien kompres air hangat. Mengajarkan keluarga pasien untuk melakukan kompres pada

daerah kepala, leher, ketiak, perut, atau inguinal. Kemudian melakukan pengukuran suhu

tubuh, menghitung balance cairan termasuk cairan masuk dan cairan keluar. Mengkaji

juga komplikasi yang muncul karena hipertermi seperti kejang atau munculnya ruam

pada sekitar tubuh. Memberikan pasien minum air mineral, mengganti linen bila

diperlukan. Menganjurkan pasien untuk tetap ditempat tidur jika masih terasa lemah,

menganjurkan pasien untuk banyak minum. Berkolaborasi dengan dokter untuk

pemberian cairan elektrolit intravena, pemberian obat Paracetamol, dan pemeriksaan

laboratorium.

3.5 Evaluasi

Evalusi hasil tindakan keperawatan hari pertama perawatan dengan diagnosis keperawatan

hipertermia yaitu pasien mengatakan setelah dilakukan kompres air hangat suhu tubuh terasa

hangat, panas berkurang, pasien mengatakan banyak minum air mineral sesuai yang disarankan,

orang tua pasien mengatakan anaknya tidak ada tanda-tanda kejang ataupun ruam kulit saat

panas, Setelah dilakukan kompres air hangat selama + 10 menit suhu tubuh yang awalnya 38,2

℃ menjadi 37,8 ℃. Tampak terjadi penurunan suhu tubuh + 0,4 ℃ pada An. Z. Untuk

mempercepat mengatasi penurunan suhu tubuh diperlukan kolaborasi dokter dalam pemberian

obat antipiretik (Paracetamol 250 mg peroral masuk), pemantau hasil laboratorium. Assasment

pada masalah keperawatan hipertermi hari pertama perawatan yang timbul dapat teratasi.

Kemudian planning atau rencana keperawatan yang tetap dijalankan yaitu 1-8.

Evaluasi pada hari kedua perawatan terkait efektifitas tindakan kompres air hangat

terhadap penurunan suhu tubuh pasien adalah setelah dilakukan kompres air hangat selama + 10
menit suhu tubuh yang awalnya 38,0 ℃ menjadi 37,6 ℃. Tampak terjadi penurunan suhu tubuh

+ 0,4 ℃. Hari ketiga perawatan tampak juga efektifitas tindakan kompres air hangat terhadap

penurunan suhu tubuh pasien adalah setelah dilakukan kompres air hangat selama + 10 menit

suhu tubuh yang awalnya 38,0 ℃ menjadi 37,2 ℃. Tampak terjadi penurunan suhu tubuh + 0,8

℃. Hari keempat perawatan pasien tidak mengalami peningkatan suhu tubuh. Hari

kelimaperawatan pasien pulang.


BAB IV

PEMBAHASAN

Bagian ini menjelaskan pembahasan hasil asuhan keperawatan yang diberikan

kepada An. Z atau keluarga pasien secara menyeluruh. Pembahasan dilakukan dengan

membandingkan hasil ASKEP dengan teori atau hasil penelitian-penelitian terdahulu

seperti yang telah dituliskan pada tinjauan pustaka.

4.1 Analisa Masalah Keperawatan

Hasil Analisis Masalah Keperawatan pada An. Z terdapat 2 Diagnosa Keperawatan

yang muncul yaitu Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai

dengan badan terasa hangat, membrane mukosa tampak kering, Suhu 38,2 ℃,

Nadi 104 x/menit, HT 47 (33-45 %), Eritrosit 6,1 (3,8-5,2 10%/UI), Leukosit 10.000

(3.800-10.000 /mm3), Trombosit 17.000 (150.000-440.000 /mm3 ), Widal Ig G Dengue

positif dan Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolism

ditandai dengan lemas, mual, dan nafsu makan kurang (makan ½ porsi), Tekanan Darah

60/40 mmHg, Nadi 104 x/menit, Hb 16,1 (11,7-15,5 gr/dl).

An. Z mendapatkan Diagnosis Medis DHF Grade II, menurut WHO (1997)

berdasarkan beratnya penyakit (Wijaya dan Putri, 2013): DHF Derajat 2 (Sedang)

ditandai dengan demam disertai gejala tidak khas perdarahan spontan pada kulit dan atau

perdarahan lainnya yaitu uji tourniquet positif. Pada pemeriksaan pasien tidak dilakukan

uji tourniquet tetapi dilakukan uji Widal Ig G Dengue dengan menunjukan hasil Widal

Ig G Dengue positif.

Diagnosa Keperawatan Hipertermia muncul pada An. Z sesuai dengan teori dimana

manifestasi klinis yang khas pada pasien DHF adalah demam tinggi mendadak dan terus

menerus selama 2-7 hari (tanpa sebab jelas) (Ngastiyah, 2012). DHF/DBD kadang

disertai dengan kejang demam, sakit kepala, anoreksia, muntah, nyeri perut kanan atas,
atau seluruh bagian perut, dan perdarahan, terutama perdarahan kulit walaupun hanya

berupa uji tourniquet positif. (Ambarwati dan Nasution, 2012). Masalah keperawatan

utama yang peneliti angkat adalah Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit.

4.2 Analisa Intervensi dalam Mengatasi Masalah Keperawatan

Analisa Intervensi dalam mengatasi masalah keperawatan yang dilakukan terhadap An.

Z adalah kompres air hangat, monitor suhu tubuh, tekanan darah, nadi, Respirasi Rate

(RR), kolaborasi: pemberian cairan elektrolit intravena, pemberian obat antipiretik, dan

pemeriksaan laboratorium.

Analisa Intervensi dalam mengatasi masalah keperawatan hipertermi menurut SDKI

(I.15506) adalah: Observasi: identifikasi penyebab hipertermi, monitor suhu tubuh, monitor

kadar elektrolit, monitor haluaran urine, monitor komplikasi akibat hipertermia. Terapiutik:

sediakan lingkungan yang dingfgin, longgarkan atau lepaskan pakaian, lakukan tinda,kan

kompres air hangat, berikan cairan oral, ganti linen setiap hari atau lebih sering jika

mengalami hyperhidrosis, hindari pemberian antipiretik atau aspirin, berikan oksigen jika

perlu. Edukasi: anjurkan tirah baring dan Kolaborasi: pemberian cairan elektrolit intravena.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (2009), Kasus DBD derajat I dan

II apabila terjadi panas pada hari ke-3, 4, dan 5 dianjurkan rawat inap karena penderita ini

mempunyai risiko terjadinya syok. Untuk mengantisipasi kejadian syok tersebut, penderita

disarankan diinfus cairan kritaloid. Pada saat fase panas, penderita dianjurkan banyak minum

air buah atau oralit yang biasa dipakai untuk mengatasi diare. Hematokrit yang meningkat

lebih dari 20% dari harga normal merupakan indikator adanya kebocoran plasma dan

sebaiknya penderita dirawat di ruang observasi di pusat rehidrasi selama kurun waktu 12-24

jam. Sehingga pada pasien DHF perlu pemantauan suhu tubuh dan hasil lab terutama

hematokrit.
Hasil pengamatan peneliti bahwa setelah dilakukan kompres air hangat selama + 10

menit suhu tubuh yang awalnya 38,2 ℃ menjadi 37,8 ℃. Tampak terjadi penurunan suhu

tubuh + 4 ℃ pada An. Z pada hari perawatan. Evaluasi pada hari kedua suhu tubuh yang

awalnya 38,0 ℃ menjadi 37,6 ℃. Tampak terjadi penurunan suhu tubuh + 0,4 ℃. Hari

ketiga suhu tubuh yang awalnya 38,0 ℃ menjadi 37,2 ℃. Tampak terjadi penurunan suhu

tubuh + 0,8 ℃. Hari keempat perawatan pasien tidak mengalami peningkatan suhu tubuh.

Hari kelimaperawatan pasien pulang. Dari pegamatan peneliti dapat disimpulkan bahwa

kompres air hangat terbukti efektif menurunkan suhu tubuh pasien demam.

Potter & Perry (2010) menjelaskan bahwa kompres adalah salah satu metode fisik

untuk menurunkan suhu tubuh anak yang mengalami demam. Pemberian kompres pada

daerah pembuluh darah besar merupakan upaya memberikan rangsangan pada area preoptik

hipotalamus agar menurunkan suhu tubuh. Sinyal hangat yang dibawa oleh darah ini akan

dibawa menuju area hipotalamus merangsang preoptik mengakibatkan pengeluaran sinyal

oleh afektor. Sinyal ini akan menyebabkan terjadinya pengeluaran panas tubuh yang lebih

banyak melalui dlatasi pembuluh darah perifer dan berkeringat.

Menurut Sodikin (2012) menyatakan bahwa apabila anak mengalami demam sebaiknya

dilakukan tindakan seperti memberikan kompres hangat, memberikan lingkungan senyaman

mungkin, dampingi anak selama demam agar anak merasa aman dan nyaman, berikan

mainan yang menjadi kesukaannya, berikan minuman lebih banyak dari biasanya, dan

aktivitas fisik yang berat dibatasi.

Kompres hangat merupakan metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan

cairan atau alat yang dapat menimbulkan rasa hangat pada bagian tubuh yang dilakukan

tindakan kompres dan tindakan kompres air hangat ini dapat memperlancar sirkulasi darah,

mengurangi rasa sakit atau nyeri. Kompres air hangat ini merupakan salah satu tindakan

independen perawat dalam mengatasi respon pasien terkait peningkatan suhu tubuh

(Andormoyo, 2013). Menurut Fauiyah (2013), manfaat kompres air hangat antara lain:
melebarkan pembuluh darah dan memperbaiki perdarahan dijaringan tersebut, pada otot

dapat memiliki efek menurunkan ketegangan, dan pada peningkatan sel darah putih secara

total dan fenomenal proses peradangan akibat dilatasi pembuluh darah kompres air hangat

ini dapat memaksimalkan sirkulasi darah dan peningkatan kapiler.

Penelitian Fadli dan Hasan dalam Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah Vol 7 No 2 Bulan

Desember (2018) tentang “Pengaruh Kompres Hangat terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada

Pasien Febris” menunjukan bahwa kompres air hangat berpengaruh terhadap perubahan suhu

tubuh pasien. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa suhu rata-rata pasien sebelum

dilakukan kompres adalah 38,1 ℃, sedangkan setelah dilakukan kompres suhu rata-rata

pasien menjadi 37,5 ℃. Begitu juga dengan penelitian Hartini dan Pertiwi (2015) tentang

“Efektifitas Kompres Air hangat Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak Demam di SMC

RS Telogorejo Semarang” menunjukan bahwa sebelum dilakukan kompres air hangat rata-

rata suhu tubuh anak mencapai 38,65 ℃, nilai maksimum 39,5 ℃, dan nilai minimum 37,9

℃, Setelah dilakukan kompres hangat, didapatkan hasil yang baik yaitu adanya penurunan

suhu tubuh rata-rata menjadi 37,27 ℃ dengan nilai maksimum 38,2 ℃, nilai minimum 36,1

℃.

Mendukung hasil penelitian sebelumnya, penelitian Mohamad (2012) tentang

“Perbedaan Efektifitas Kompres Hangat dalam Menurunkan Suhu Tubuh di RSUD Prof. Dr.

H. Aloei Saboe Kota Gorontalo” didapatkan hasil kompres air hangat efektif dalam

menurunkan demam pada anak dengan penurunan sampai 1 ℃. Begitu juga penelitian Anisa

dalam Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan (2019) tentang Efektititas Kompres Hangat Untuk

Menurunkan Suhu Tubuh Pada An. D dengan Hipertermia” menujukan bahwa kompres air

hangat mampu menurunkan suhu tubuh pada anak yang mengalami hipertermia.

Menguatkan hasil penelitian ini pada Publikasi Ilmiah Susilo (2016) tentang “Upaya

Penurunan Suhu Tubuh dengan Kompres Hangat Pada Anak DBD di RSPA Boyolali”

intervensi keperawatan yang dilakukan untuk masalah keperawatan peningkatan suhu tubuh
selama 3x24 jam adalah observasi tanda-tanda vital sebelum melakukan kompres hangat dan

2-3 jam setelah melakukan kompres hangat, beri kompres hangat (30OC-35OC) pada leher,

kedua ketiak, kedua lipatan paha, kedua lutut bagian dalam, anjurkan kepada pasien untuk

memakai pakaian yang tipis, kolaborasi dengan tim medis (Dokter dan Gizi). Hasil

penelitiannya menunjukan bahwa kompres air hangat merupakan salah satu implementasi

keperawatan yang dilakukan pada pasien DBD dengan masalah keperawatan peningkatan

suhu tubuh. Dari hasil pengamatannya setelah melakukan kompres air hangat dengan waslap

denselama 20 menit di leher, kedua ketiak, kedua lipat paha, dann kedua lutut bagian suhu

tubuh pasien turun 0,3 ℃ dimana suhu tubuh pasien sebelum dilakukan kompres air hangat

37,1 ℃ menjadi 36,8 ℃.

Wardaniyah, dkk (2016) dalam penelitiannya tentang “Perbandingan Efektifitas

Pemberian Kompres Hangat dan Tepid Sponge terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak yang

Mengalami Demam di Ruang Amanda RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung”

juga menunjukan bahwa rata-rata suhu tubuh sebelum diberi tindakan kompres hangat

adalah 38,5°C, nilai minimum serta maksimumnya adalah 37,7°C dan 39,5°C. Sedangkan

suhu tubuh sesudah diberi tindakan kompres hangat adalah 38,0°C, nilai minimum serta

maksimum adalah 37,2°C dan 38,9°C.

Suhu tubuh pada anak yang mengalami demam dipengaruhi proses penyakit yang

terjadi pada anak. Pola demam bergantung pada pirogen penyebab. Peningkatan atau

penurunan aktivitas pirogen mengakibatkan peningkatan dan penurunan demam pada waktu

yang berbeda. Durasi dan tingkat demam bergantung pada kekuatan pirogen dan kemampuan

respons individu (Potter & Perry, 2010).

Intervensi keperawatan dalam mengatasi masalah keperawatan hipertermi An. Z yang

dilakukan telah sesuai dengan teori dimana manajemen hipertermia telah dilakukan dengan

tepat terutama tindakan kompres air hangat.


4.3 Alternatif Pemecahan Masalah

Sebagian besar demam pada anak akibat perubahan pada pusat panas (termoregulasi)

dihipotalamus. Penyakit yang ditandai dengan demam dapat menyerang system tubuh,

demam juga berperan dalam meningkatkan imunitas spesifik dan nonspesifik dalam

membantu pemulihan atau pertahanan terhadap infeksi (Sodikin, 2012). Demam tinggi

pada pasien DHF dapat terjadi 2 sampai 7 hari (38-40°C), sehingga anak cenderung akan

rewel. Peran orang tua dalam membuat nyaman anak sangat diperlukan (Wijaya dan Putri,

2013).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan hasil penelitian ini adalah:

5.1.1 Pengkajian keperawatan terhadap Anak perlu melibatkan keluarga untuk membuat

anak kooperatif dalam pengkajian dan perawatan.

5.1.2 Diagnosa keperawatan utama yang muncul pada An. Z yaitu hipertermia

berhubungan dengan proses penyakit.

5.1.3 Fokus utama tindakan keperawatan untuk masalah hipertermia adalah kompres air

hangat.

5.1.4 Implementasi keperawatan untuk tindakan hipertermi adalah melakukan kompres air

hangat.

5.1.5 Hasil evaluasi pada An. Z adalah masalah hipertermi teratasi dengan tindakan

kompres air hangat dengan kolaborasi pemberian antipiretik.

5.1.6 Kompres air hangat terbukti efektif dalam penurunan suhu tubuh pada An. Z dengan

Diagnosa Medis Dengue Hemoragic Fever (DHF) di Ruang Anak RSUD Budhi

Asih Jakarta Timur.

5.2 Saran

5,2,1 Institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat menguatkan konsep intervensi keperawatan yang di

ajarkan kepada mahasiswa tentang efektifitas kompres air hangat terhadap

penurunan suhu tubuh yang tinggi.


5,2,2 Profesi Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menguatkan dasar tindakan keperawatan yang perawat

berikan kepada pasien, bahwa kompres air hangat efektif dalam menurunkan suhu

tubuh tinggi.

5,2,3 Pasien dan Masyarakat

Tindakan kompres air hangat tidak langsung dapat menurunkan suhu tubuh pasien,

kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat antipiretik terkadang diperlukan

untuk memberikan rasa nyaman ke pasien dan menurunkan suhu tubuh yang naik.

Peran orang tua sangat membantu dalam melakukan tindakan kompres air hangat

dan menenangkan pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwarti, R.P., dan Nasution, N., 2012, Buku Pintar Asuhan Keperawatan Bayi dan Balita,

Cakrawala Ilmu, Yogyakarta.

Andarmoyo, S., 2013, Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri, Ar- Ruzz, Yogyakarta.

Anisa, K., 2019, Efektititas Kompres Hangat Untuk Menurunkan Suhu Tubuh Pada An. D

dengan Hipertermia, Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan, Volume 5 Nomor 2 Januari – DOI:

10.33485/jiik-wk.v5i2.12.

Behrman, R. E., dkk., 2012, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, EGC, Jakarta.

Centers for Disease Control (CDC), 2012, Mosquito Life-Cycle. Dengue homepage centers for

Disease Control and Prevention. USA Government.

(http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html, diakses pada 19

Agustus 2020 pukul 21:20 WIB).

Danofan, G., 2017, Antisipasi Penyakit DBD, Dinkes Kupang Sediakan Abate Gratis untuk

Warga, Pos-Kupang.com. (https://kupang.tribunnews.com/2017/10/06/antisipasi-

penyakit-dbd-dinkes-sediakan-abate-gratis-untuk-warga, diakses pada 19 Agustus 2020

pukul 21:15 WIB).

Depkes R.I, 2015, Demam Berdarah Biasanya Mulai Meningkat di Januari,

(http://www.depkes.go.id/article/view/15011700003/demamberdarah-biasanya-mulai-

meningkat-di-januari.html, diakses pada 19 Agustus 2020 pukul 20:59 WIB).

Fadli, & Hasan, A., 2018, Pengaruh Kompres Hangat terhadap Perubahan Suhu Tubuh Pada

Pasien Febris, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah Vol 7 No 2 Bulan Desember,

ISNN:2089-9394.

Hartini, M.A., & Pertiwi, P.P., 2015, Efektifitas Kompres Air hangat terhadap Penurunan Suhu

Tubuh Anak Demam di SMC RS Telogorejo Semarang, e-journal STIKes Telogorejo

Semarang.
Hidayat, A. A. A., dan Uliyah, M., 2012, Praktikum Keterampilan Dasar Praktik Klinik:

Aplikasi Dasar-dasar Praktik Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta.

Hockenberry. dan Wilson.D, 2012, Essensial of pediatriac nursing, Mosby Year Book, St.Louis:

James, S.R., dan Ashwill, J.W., 2013, Nursing Care of Children Principles & Practice (3th ed),

Elvier Mosby, St.Louis Missauri.

Kemenkes RI., 2016, Pencegahan Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue, Dirjen

Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta.

Kozier, Barbara, et al., 2011, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Klinis, Edisi : 7, EGC,

Jakarta.

Mohamad, F., 2012, Perbedaan Efektifitas Kompres Hangat dalam Menurunkan Suhu Tubuh

Pada Pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo, Jurnal Keperawatan.

Muscari, M. E., et al., 2010, Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik, Edisi 3, EGC: Jakarta.

Ngastiyah, 2012. Perawatan Anak Sakit, Edisi II, EGC, Jakarta.

Nurarif, A.H., dan Kusuma, H., 2015, APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa

Medis & NANDA NIC-NOC, : MediAction, Jogjakarta.

Persatuan Perawat Indonesia, 2016, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan

Indikator Diagnostik, DPP PPNI, ISBN 978-602-18445-6-4 Jakarta.

Persatuan Perawat Indonesia, 2018, Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan

Tindakan Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II, DPP PPNI, ISBN 978-602-18445-9-5,

Jakarta.

Persatuan Perawat Indonesia, 2018, Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan

Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II, DPP PPNI, Jakarta.

Potter, Perry, 2010, Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi 7. Vol. 3,

EGC, Jakarta.

Pusdatin Kementrian Kesehatan RI, 2016, Infodatin Situasi DBD di Indonesia.


Rampengan, T.H., 2018, Penyakit Infeksi Tropik pada Anak, EGC, Jakarta.

Rokom, 2020, Hingga Juli, Kasus DBD di Indonesia Capai 71 Ribu. Sehat Negeriku Sehat

Bangsaku: Kemenkes RI. (http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-

media/20200709/3134413/hingga-juli-kasus-dbd-indonesia-capai-71-ribu/, diakses pada

19 Agustus 2020 pukul 20:59 WIB).

Sandra, T., et al., 2019, Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kejdian Demam Berdarah

Dengue Pada Anak Usia 6-12 Tahun di Kecamatan Tembalang. Jurnal Epidemiologi

Kesehatan Komuitas 4 (1), 1-10.

Santrock, J.W., 2011, Child Development (Perkembangan Anak Edisi 11 Jilid 2, Penerjemah:

Rachmawati dan Kuswanti), Erlangga, Jakarta.

Sodikin, 2012, Prinsip Perawatan Demam Pada Anak, Pustaka Pelajar Yogyakarta.

Soedarto, 2012, Demam Berdarah Dengue (Dengue Haemoohagic Fever), Sugeng Seto, Jakarta.

Suhendro, et al., 2010, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 5 Jilid III, Interna Publising,

Jakarta.

Sorena, E., et al., 2018, Efektifitas Pemberian Kompres Hangat terhadap Suhu Tubuh Pada

Anak dengan Peningkatan Suhu Tubuh di Ruang Edelweiz RSUD DR. M. Yunus

Bengkulu, eJournal UNIB.

Suhendro, et.al., 2014, Demam Berdarah Dengue, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam jilid III Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Susilo, A.S.A. 2016, Upaya Penurunan Suhu Tubuh dengan Kompres hangat Pada Anak DBD di

RSPA Boyolali, Skripsi, Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta.

(http://eprints.ums.ac.id/44518/7/PUBLIKASI%20ILMIAH.pdf, diakses pada 5 September

2020 pukul 06:51 WIB).

Suzanne, C., dkk., 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.

Wardaniyah, A., dkk. 2016. Perbandingan Efektifitas Pemberian Kompres Hangat dan Tepid

Sponge terhadap Penurunan Suhu Tubuh Anak yang Mengalami Demam di Ruang
Amanda RSUD dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Kesehatan Holistik,

Vol 10 No 1. (http://ejurnalmalahayati.ac.id/index.php/holistik/article/view/120/65, diakses

pada 5 September 2020 pukul 07:31 WIB).

WHO. 2014. Dengue and Severe Dengue. (www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/,

diakses pada 19 Agustus 2020 pukul 20:54 WIB).

Wijaya, A.S., dan Putri, Y.M., 2013, Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa

Teori dan Contoh Askep, Nuha Medika, Yogyakarta.

Lampiran 1
Lembar Konsultasi/Bimbingan KIAN
Nama : Desi Dasril
NPM : 194291517024
Program Studi : Pendidikan Profesi Ners
Judul KIAN : Analisis Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi
Kompres Hangat Pada Klien H dengan Diagnosa
Medis Dengue HemoragicFever (DHF) DI Ruang
Anak RSUD Budhi Asih Jakarta Timur
Dosen Pembimbing : Ns. Susanti Widiastuti, M.Kep
Kegiatan Konsultasi
No Hari/Tanggal Materi Konsultasi Saran/ Masukan Tanda Tangan
Pembimbing
1 12 Juni 2020 Pengajuan judul
KIAN
2 4 Agustus 2020 Bab 1 dab Bab 2
3 23 agustus2020 Revisi pebaikan
judul
4 27 Agus 2020 Revisi bab1,2,3
5 30 Agus 2020 Revisi bab 1-
3,konsul bab 4-5

6
7
8
9
10
Dst

Catatan:
1. Lembar konsultasi ini harus dibawa saat bimbingan
2. Lembar ini wajib disertakan dalam lampiran final KIAN
Lampiran 2

BIODATA PENULIS

Nama : Desi Dasril


Tempat Tanggal Lahir : Payakumbuh,16 Desember 1974
NPM : 104291517024
Alamat : Perum Vila Mahual Blok C No 6 RT 003/
RW 004 Cilangkap Tapos Depok
No.Hp : 081383785742
Email : desidasril74@gmail.com

Lampiran 3
1. PENGKAJIAN
2. ANALISA DATA

Data Masalah Keperawatan

DS:
Ibu ps mengatakan ps deman sejak 5
hari yang lalu, turun naik panas. Hipertermi
DO:
Badan pasien terasa hangat, Suhu 38,2
℃, Nadi 104 x/menit, HT 47 (33-45
%), Eritrosit 6,1 (3,8-5,2 10%/UI),
Leukosit 10.000 (3.800-10.000 /mm3),
Trombosit 17.000 (150.000-440.000
/mm3 ), Widal Ig G Dengue positif.

DS:
Ibu ps mengatakan badan ps lemes,
pasien mengeluh mual, nafsu makan Defisit nutrisi
kurang.
DO:
Ps tampak lemas, mual, dan nafsu
makan kurang (makan ½ porsi),
membran mukosa tampak kering,
membran mukosa tampak kering

DS:-
DO:
Tekanan Darah 60/40 mmHg, Nadi 104 Resti keseimbangan cairan
x/menit, HT 47 (33-45 %), Eritrosit
6,1 (3,8-5,2 10%/UI), Trombosit
17.000 (150.000-440.000 /mm3 ), dan
Widal Ig G Dengue positif

Lampiran 4

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


Diagnosis Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1. Hipertermi Setelah dilakukan 1. Ajarkan keluarga pasien tempat
a (D.0130) intervensi kompres melakukan kompres air hangat
air hangat selama 4 2. Observasi: monitor suhu tubuh,
hari perawatan monitor balance cairan, monitor
dengan kriteria komplikasi akibat hipertermia
hasil: suhu tubuh 3. Terapiutik: berikan cairan oral, ganti
dalam batas linen jika mengalami hyperhidrosis,
normal, dan kulit oksigen jika perlu
terasa hangat. 4. Edukasi: anjurkan tirah baring, dan
banyak minum
5. Kolaborasi: pemberian cairan
elektrolit intravena, pemberian obat
antipiretik, pemeriksaan
laboratorium
2. Defisit Setelah dilakukan 1. Identifikasi status nutrisi
nutrisi perawatan 3x24 2. Identifikasi riwayat alergi terhadap
(D.0019) jam status nutrisi makanan
baik dengan kriteria 3. Identifikasi makanan yang disukai
terjadi peningkatan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan
berat badan, nafsu jenis nutrisi
makan baik, porsi 5. Monitor asupan makan
makan yang 6. Monitor berat badan
disediakan habis, 7. Sajikan makanan dalam kondisi
mual tidak ada hangat
8. Edukasi: anjurkan posisi duduk jika
mampu
9. Ajarkan diet yang diprogramkan.
10. Kolaborasi: pemberian medikasi,
kolaborasi dengan ahli gizi; tinggi
kalori tinggi protein.
3. Resiko Setelah dilakukan 1. Monitor status hidrasi (nadi, akral,
ketidaksei tindakan kapiler, kelembaban mukosa, turgor
mbangan keperawatan 3x24 kulit, tekanan darah)
cairan jam diharapkan 2. Monitor hasil laboratorium, monitor
(D.0036) tidak terdapat jumlah, warna dan berat jenis urine
indikasi perdarahan 3. Catat intake output dan hitung
dengan kriteria balance cairan 24 jam
hasil tidak terdapat 4. Berikan asupan cairan sesuai
indikasi kebutuhan, Kolaborasi: berikan
perdarahan, TTV cairan intravena.
dalam batas
normal, hasil
pemeriksaan lab
HT, Eritrosit,
Trombosit, dan
Widal Ig G Dengue
dalam batas
normal.
Lampiran 5

4. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

Tanggal / Diagnosa Implementasi Evaluasi


Jam Keperawatan
04/08/202 Hipertermia 1. Melakukan kompres S :
0 berhubungan air hangat dan 1. Pasien mengatakan
Jam 10.00 dengan proses mengajarkan setelah dilakukan
penyakit keluarga pasien kompres air hangat
teknik kompres air dan minum obat
hangat Paracetamol suhu
2. Mengajarkan pasien tubuh terasa hangat,
dan keluarga pasien panas berkurang.
tempat melakukan 2. Pasien mengatakan
kompres air hangat baru mengetaahui
3. Mengukur suhu lokasi kompres
tubuh, monitor selain di kepala
balance cairan, yaitu di leher,
monitor komplikasi ketiak, dan dipaha
akibat hipertermia 3. Pasien mengatakan
4. Menyarankan banyak minum air
pasien untuk banyak mineral sesuai yang
minum disarankan, dan
5. Menganjurkan istirahat ditempat
pasien untuk tetap tidur jika masih
berada diatas tempat lemah.
tidur jika masih 4. Orang tua pasien
lemah mengatakan
6. Memberikan terapi anaknya tidak ada
Paracetamol 250 mg tanda-tanda kejang
peroral ataupun ruam kulit
7. Memantau saat panas,
kelancaran cairan O:
elektrolit intravena Setelah dilakukan
8. Memantau hasil kompres air hangat
pemeriksaan selama + 10 menit
laboratorium suhu tubuh menjadi
37,8 ℃. Obat
Paracetamol 250 mg
peroral masuk, 10
menit kemudian suhu
tubuh 37 ℃. Tekanan
Darah 100/60 mmHg,
RR 18 x/menit,
Saturasi 97%, Nadi 98
x/menit.
Hasil Lab: Hb 16,1
(11,7-15,5 gr/dl), HT
47 (33-45 %),
Eritrosit 6,1 (3,8-5,2
10%/UI), Leukosit
10.000 (3.800-
10.000 /mm3) ,
Trombosit 17.000
(150.000-440.000
/mm3 ), Widal Ig G
Dengue positif, RDT-
CVD 19 non Reaktif.
A:
Masalah keperawatan
hipertermi hari
pertama perawatan
yang timbul dapat
teratasi setelah
kolaborasi pemberian
paracetamol 250 mg.
P:
Lanjutkan intervensi 1-
8
05/09/202 Hipertermia 1. Melakukan kompres S:
0 berhubungan air hangat bila perlu Pasien mengatakan
dengan proses 2. Mengukur suhu setelah dilakukan
penyakit tubuh, monitor kompres air hangat dan
balance cairan, minum obat
monitor komplikasi Paracetamol suhu
akibat hipertermia tubuh terasa hangat,
3. Menanyakan pasien panas berkurang.
pakah sudah banyak Pasien mengatakan
minum banyak minum air
4. Menanyakan mineral sesuai yang
keadaan pasien disarankan, dan
apakah masih terasa istirahat ditempat tidur
lemah jika masih lemah.
5. Memberikan terapi Orang tua pasien
Paracetamol 250 mg mengatakan anaknya
peroral bila perlu tidak ada tanda-tanda
6. Memantau kejang ataupun ruam
kelancaran cairan kulit saat panas,
elektrolit intravena O:
7c Sebelum kompres suhu
7. Memantau hasil 38,0℃. Setelah
pemeriksaan dilakukan kompres air
laboratorium hangat selama + 10
menit suhu tubuh
menjadi 37,6 ℃. Obat
Paracetamol 250 mg
peroral masuk, 10
menit kemudian suhu
tubuh 37 ℃. Tekanan
Darah 90/60 mmHg,
RR 20 x/menit,
Saturasi 99%, Nadi
100 x/menit.
Hasil Lab: Leukosit
10,9, Hemoglobin
16,1, Hematokrit 47
(33-45 %), Trombosit
17.000 (150.000-
440.000 /mm3)
A:
Masalah keperawatan
hipertermi hari
pertama perawatan
yang timbul dapat
teratasi setelah
kolaborasi pemberian
paracetamol 250 mg.
P:
Lanjutkan intervensi 1-
7
06/08/202 Hipertermia 1. Melakukan kompres S:
0 berhubungan air hangat bila perlu Pasien mengatakan
Jam 09.00 dengan proses 2. Mengukur suhu setelah dilakukan
penyakit tubuh, monitor kompres air hangat dan
balance cairan, minum obat
monitor komplikasi Paracetamol suhu
akibat hipertermia tubuh terasa hangat,
3. Menanyakan pasien panas berkurang.
pakah sudah banyak Pasien mengatakan
minum banyak minum air
4. Menanyakan mineral sesuai yang
keadaan pasien disarankan, dan
apakah masih terasa istirahat ditempat tidur
lemah jika masih lemah.
5. Memberikan terapi Orang tua pasien
Paracetamol 250 mg mengatakan anaknya
peroral bila perlu tidak ada tanda-tanda
6. Memantau kejang ataupun ruam
kelancaran cairan kulit saat panas,
elektrolit intravena O:
7. Memantau hasil Sebelum kompres suhu
pemeriksaan 38,0℃. Setelah
laboratorium dilakukan kompres air
hangat selama + 10
menit suhu tubuh
menjadi 37,2 ℃. 10
menit kemudian suhu
tubuh 37 ℃. Tekanan
Darah 90/60 mmHg,
RR 20 x/menit,
Saturasi 99%, Nadi
100 x/menit.
Hasil Lab: CRP
kuantitatif 11 (<5
mg/dl), GD Cito 93
(60-100 mg/dl),
Eritrosit 4,8 (3,8-5,2
10%/UI), MCH 26,7
(22-24 pg), MCHC
35,5 (32-36 g/dl ),
HCT 36 (33-45 %), Hb
12,9 (11,7-15,5 gr/dl),
Leukosit 6.000 (3.800-
10.000 /mm3 ),
Trombosit 40.000
(150.000-440.000
/mm3 ), Keton 1+
(negative), pH 7,0
(4,6-8), Berat jenis
1.005 (1.005-1.030),
Albunin urin
(negative), Semen
urin Epitel (positif).
A:
Masalah keperawatan
hipertermi hari kedua
perawatan yang timbul
dapat teratasi setelah
kolaborasi pemberian
paracetamol 250 mg.
P:
Lanjutkan intervensi 1-
7
07/08/202 Hipertermia 1. Melakukan kompres S:
0 berhubungan air hangat bila perlu Pasien sudah tidak
Jam 18.00 dengan proses 2. Mengukur suhu panas dan sehingga
penyakit tubuh, monitor tidak melakukan
balance cairan, kompres air hangant.
monitor komplikasi Pasien mengatakan
akibat hipertermia banyak minum air
3. Menanyakan pasien mineral sesuai yang
pakah sudah banyak disarankan, dan
minum istirahat ditempat tidur
4. Menanyakan jika masih lemah.
keadaan pasien O:
apakah masih terasa Pasien sudah tidak
lemah mengalami demam.
5. Memberikan terapi Tekanan Darah
Paracetamol 250 mg 100/60 mmHg, RR 20
peroral bila perlu x/menit, Saturasi 99%,
6. Memantau Nadi 100 x/menit.
kelancaran cairan Hasil Lab 7 Agustus
elektrolit intravena 2020: Hb 11,5 (11,7-
7. Memantau hasil 15,5 gr/dl), HT 36 (33-
pemeriksaan 45 %), Eritrosit 4,5
laboratorium (3,8-5,2 10%/UI),
Leukosit 4.500 (3.800-
10.000/mm3),
Trombosit 68.000
(150.000 - 440.000
/mm3).
A:
Masalah keperawatan
hipertermi teratasi.
P:
Lanjutkan intervensi 1-
7
08/09/202 Hipertermia 1. Melakukan kompres S:
0 berhubungan air hangat bila perlu. Pasien mengatakan
Jam 17.00 dengan proses 2. Mengukur suhu sudah tidak panas
penyakit tubuh, monitor sehingga sudah tidak
balance cairan, melakukan kompres air
monitor komplikasi hangat..
akibat hipertermia Pasien mengatakan
3. Menanyakan pasien banyak minum air
pakah sudah banyak mineral sesuai yang
minum disarankan, dan
4. Menanyakan istirahat ditempat tidur
keadaan pasien jika masih lemah.
apakah masih panas. O:
5. Memberikan terapi Suhu 37℃. Tekanan
Paracetamol 250 mg Darah 110/70 mmHg,
peroral bila perlu RR 18 x/menit,
6. Memantau Saturasi 99%, Nadi 94
kelancaran cairan x/menit.
elektrolit intravena Hasil Lab:
7. Memantau hasil Labooratorium tanggal
pemeriksaan 8 Agustus 2020: Hb
laboratorium 11,5 (11,7-15,5 gr/dl),
HT 35 (33-45 %),
Eritrosit 4,5 (3,8-5,2
10%/UI), Leukosit
5.600 (3.800-
10.000 /mm3),
Trombosit 246.000
(150.000-440.000
/mm3).
A:
Masalah keperawatan
hipertermi teratasi.
P:
Hentikan hipertensi,
pasien pulang jam
19.30.

Anda mungkin juga menyukai