Anda di halaman 1dari 4

ESA

Siang menjelang sore kala itu, disinari semburat mentari yang mulai mendayukan diri di
angkasa. Jarum jam di dinding menunjuk angka angka tiga. Dua anak manusia tampak asyik
begumul dengan lembaran kertas bergaris. Menulis rangkaian kata dan mencoba menentukan
diagnosis. Seorang tampak mulai merapikan lembaran kertasnya, menyatukan dalam satu klip
kertas. Adzan ashar berkumandang lantang menyapa rungu dari mushola yang tepat berada di
depan rumah singgah mereka.
“Sel, aku salat ashar dulu ya.” Kata seorang gadis yang beranjak bangun dari duduknya
kepada temannya yang masih asyik menekuri lembaran kertas.
“Iya Asha. eh habis ini apa mau menemani aku latihan basket di Malang kota, soalnya
latihannya sampai malam aku takut balik kesini sendirian.” Tanyanya pada Asha yang masih
berdiri.
“Oke, ayo aja aku . Habis salat ashar ini nanti aku siap-siap. Sekalian nanti chat Yaya
kalau kita pergi sampai malam.” Ujarnya
Setelah selesai salat ashar dan bersiap, seperti janjinya tadi Asha akan menemani selly
untuk latihan basket. Dirinya telah siap mengenakan jubah batik motif floral warna merah dipadu
dengan kerudung merah maroon, tidak lupa dipakainya cadar hitam yang menutupi sebagian
wajahnya.
“Asha sudah siap pergi kan?” Tanya selly dari arah halaman depan sembari
menghidupkan motor.
“Sudah, siap kok. Eum tapi tidak apa-apakah jika aku pakai kostum begini? “ ucap Asha
sedikit ragu, matanya menyorot pada celana trining longgar, dan jaket yang sudah pasti
didalamnya memakai kaos jersey lengan pendek milik Selly.
“Aduh, tenang santuy kamu juga tidak ikut main cuma temani aku saja.” Jawab Selly
sembari tersenyum.
“Oke, berangkat sekarangkah?” Tanya asha tepat dibelakang bocengan motor Selly.
“Iya, let’s go !” tanpa banyak kata selly segera melajukan motornya menuju Malang kota
meninggalkan desa tempat keduanya praktik klinik.
Setelah hampir 45 menit membelah jalanan, melewati hijaunya pepohonan berjajar dan
ramianya kendaraan berlalu lalang dikawasan kota, keduanya sampai di tempat tujuan. Sebuah
gedung besar dengan arsitektur belanda. Atap tinggi yang tampak megah dan besar diapit dua
buah menara dengan bentuk kerucut berpancang salib di atasnya. Tampak kokoh meski terkesan
tua. Selly dan Asha berdiri tepat didepan gerbang masuk yang terbuat dari teralis besi berwarna
putih, yang tamapak terbuka lebar. Dari luar terlihat beberapa pemuda memakai jersey serupa
dengan milik Selly yang dengan antusias melambaikan tangan pada keduanya.
“Iya sebentar parkir motor dulu!” Ucap Selly lantang pada sekawanan pemuda yang
melambaikan tangan padanya.
“Ayo asha kita masuk, nanti kamu duduk di bangku bawah pohon itu saja tungguin aku
main” Kata Selly sembari menuntun sepeda motornya ke tempat parkir yang sudah disediakan.
“Eum, Sel ini tempat apa ? kok mirip gereja.” Asha bertanya dengan sesekali
pandangannya mengitari lingkungan disekitar yang tertangkap mata ada patung Yesus dan
Bunda Maria.
“Eh iya maaf belum bilang ini namanya fratheran, mirip seperti asrama kesusteran yang
aku tempati itu. Tapi disini bedanya yang tinggal itu siswa yang di didik buat jadi pendeta.”
Jawab selly menerangkan, diselingi dengan tangannya yang sibuk melepas jaket, bersiap untuk
latihan basket.
“Sell, ayo main dari tadi sudah ditungguin kamu! Itu coachnya juga sudah siap.” Seorang
pemuda menhampiri keduanya.
“Iya sebentar Ndre aku antar temanku duduk disebelah sana !” Selly menimpali yang
disambut tatapan menyelidik dari pemuda yang dipanggil Ndre itu pada sosok Asha.
Asha yang sempat bersirobok dengan netra menyelidik milik teman Selly segera
menunduk mengalihkan pandangannya dan tanpa disadari mencengkram tangan Selly yang sibuk
melakukan sedikit gerakan pemanasan.
Menyadari perubahan sikap Asha, Selly menghentikan aksinya. Mencoba mencari
penyebab perubahan sikap temannya itu, seketika beralih pandangan pada Andreas yang masih
tetap menatap Asha dengan penuh selidik.
“Ndre, lihatnya jangan begitu kenapa sih, ini Asha temanku sekelas dan Asha ini
temanku se tim basket Andreas.” Selly mengenalkan Asha pada Andreas.
“Heran aja Sel, teman kamu apa tidak gerah pakai semua itu. Baju panjang, kerudung
lebar, terus ditambah eum pakai masker juga. Aku yang pakai pakai jersey sama celana pendek
saja kegerahan.” Andreas berucap sembari mengibas-ngibaskan kaosnya.
Asha menangkap pergerakan Selly yang hendak menjawab ucapan Andreas, segera
menggenngam tangan Selly lebih erat untuk mengisyaratkan agar dirinya saja yang menjawab.
“Maaf sebelumya apabila yang saya pakai mengganggu. Tapi, beginilah apa yang
disyariatkan oleh agama saya sebagai bentuk penghormatan sekaligus perlindungan pada seorang
perempuan. Jika menurut kamu apa yang saya pakai membuat kepanasan, sejujurnya saya lebih
takut dengan panasnya api neraka bila meninggalkan. Satu lagi yang saya pakai ini namanya
cadar, bukan hal yang wajib, boleh digunakan, boleh ditanggalkan. “ Asha menjelaskan dengan
menatap langsung kea rah Andreas kemudian menunduk kembali dilanjutkannya melangkah ke
arah bangku di bawah pohon dekat dengan lapangan basket.
“Sel, aku tunggu disini. Kamu mainnya yang semangat!” Ucapnya lantang dari posisi
duduknya.
“Eh iya Sha. Bentar aku main dulu.” Kata Selly tergagap, masih takjub dengan tingkah
Asha.
“Eum, Sel bilangin maaf ya ketemen kamu. Aku bukannya sengaja bilang begitu sama
dia. Aku Cuma mengungkapkan apa yang aku fikirkan. Rasanya seperti aku menghakimi dia.”
Ucap Andreas dengan tangan mengusap tengkuk lehernya.
“Bilang saja sendiri itu oranngnya ada. Tapi, aku rasa dia juga tidak akan marah sama
kamu. Dia orangnya santai. Jawab Selly yang berlari ke tengah lapangan.
Andreas yang mendengar jawaban Selly hendak menghampiri Asha, tapi langkahnya
tertahan oleh suara coach yang meminta untuk segera memulai latihan. Sekali lagi sebelum
berlari ke lapangan, dia menelisik Asha yang tengah duduk di bawah pohon sembari menekuri
lembaran kertas entah apa.
Sementara itu Asha menyamankan dirinya duduk dibawah rindangnya pohon. Angin
semilir meniup ujung cadar hitamnya hingga nampak berkibar. Tangan kirinya mengenggam
beberapa lembar kertas yang lumayan cukup tebal. Sedangkan tangan kanannya menggenggam
pensil sebagai senjatanya untuk mencoret dan menambahkan kata yang sekiranya perlu
diperbaiki. Pandangannya sesekali melihat kumpulan tim basket yang tengah bermain. Disana
ada Selly yang tampak lincah mendribel bola walaupun hanya dia seorang yang berjenis kelamin
perempuan disana, diantara kerumunan laki-laki tinggi menjulang. Asha kadang-menggelengka
kepalanya tidak habis pikir akan kecintaan selly pada olah raga satu itu.
Tidak terasa lembayung senja mulai menghiasi angkasa mengubah biru menjadi oranye
yang sendu. Lamat-lamat Asha mendengar suara adzan di kejauhan, sedangkan ditengah
lapangan sana segerobolan manusia masih asyik melemparkan bola, termasuk Selly. Lembaran
tebal ditangan Asha hampir selesai diperbaiki seluruhnya. Ada rasa bimbang di hatinya
kemanakah dia bisa melaksanakan salat sedangkan sejauh mata memandang tidak ada musola
ataupun masjid. Selly juga belum ada tanda-tanda usai dengan permainannya. Rasanya sungkan
apabila harus menghentikan permainan itu. Tapi, Asha juga sadar waktu maghrib itu pendek.
Akhirnya dia memutuskan untuk mencoba mencari sendiri mungkin disekitar bangunan gereja
ada tempat yang diperbolehkan untuk melaksanakan salat. Dia akan mencoba peruntungannya
daripada hanya berdiam diri disana tanpa berusaha.
Sebelum beranjak dari duduknya, Asha memasukkan lembaran tebal kertas ke dalam tas
pungunggnya. Mengetikkan beberapa baris kata pada room chatnya untuk sekedar memberi tahu
Selly bahwa dirinya sedang mencari tempat untuk salat. Setelah selesai semuanya, Asha
melangkahkan kakinya meninggalkan lapangan basket. Langkah kaki Asha membawa dirinya
menyusuri taman dengan ornament kristus yang lekat. Ada air mancur yang bersebelahan dengan
patung seorang perempuan yang menggendong bayi. Beberapa kursi panjang berwarna putih,
lengkap dengan rumput hijau di samping pedestarian. Tiang-tiang kurus yang melengkung
ujungnya disudut taman juga mulai bercahaya seiring gelap yang merangkak naik. Asha
mengedarkan pandangannya ke sekitar taman hingga tanpa disadarinya ada seorang yang berlari
menabraknya.
“Astaghfirullah !” Asha yang tidak siap, langsung terhuyung jatuh, sampai telapak tangan
kanannya lecet karena bergesekan dengan kasar dan kerasnya tanah berlapis pafing.
Sedangkan tersangka yang menabrak kaget dengan apa yang ditangkap netranya. Seorang
perempuan berjubah panjang dan bercadar meringis sakit di didepannya. Pemandangan yang
aneh dan mencurigakan, bagi laki-laki itu. Seorang muslimah berkeliaran di area frateran dengan
baju tidak pada umumnya. Alisnya menjungkit naik, menatap dengan penuh selidik. Ada
kecurigaan di benaknya, dengan santernya kabar terorisme. Bisa jadi perempuan di depannya
merupakan salah satu anggota dari kelompok teroris yang ingin melakukan aksi huru hara.
Sementara itu Asha sedikit mendongak untuk melihat benda keras apakah yang telah dia
tabrak hingga harus jatuh tersungkur. Korneanya menatap sosok laki-laki muda dengan baju
hitam serupa jas berkancing genap, berleher tinggi, dengan kalung salib melingkar di lehernya
dan sebelah tangan yang menggenggam buku. Asha merasa jengah dengan pandangan penuh
selidik dari laki-laki didepannya. Batinnya menebak pasti orang didepannya ini menganggap
dirinya orang mencurigakan yang bermaksud jahat karena berkeliaran di frateran dengan baju
serba tertutup.
“Mohon maaf saya tidak nyaman dengan cara anda memandang saya, dan apapun yang
anda fiirkan tentang saya saat ini tidak benar.” Ucap Asha sembari dirnya berusaha bangun dari
posisi jatuhnya dan beralih duduk dibangku putih didekatnya, sambil meniup-niup telapak
tangannya yang mulai terasa perih
“Oh begitu, anda datang dengan cara yang mencurigakan. Pakaian dan bagaimana anda
mengawasi sekitar, itu yang paling menjadikan indikasi. Lagi pula ini area dimana pengunjung
tidak diperbolehkan untuk masuk” Laki-lakki itu menimpali ucapan Asha dengan pandangan
menyorot kea rah Asha yang tengah mendesis perih. Ekspresi laki-laki itu masih dipenuhi
kecurigaan akan kehadiran seorang perempuan bercadar yang bisa masuk sampai ke area dalam
frateran.

Anda mungkin juga menyukai