Referat Diare Pada Anak
Referat Diare Pada Anak
PENDAHULUAN
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak di dunia
yang menyebakan 1,6 -2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta merupakan 1/5 dari
seluruh penyebab kematian. Survei Kesehatan Rumah Tangga di Indonesia menunjukkan
penurunan angka kematian bayi akibat diare dari 15,5% (1986) menjadi 13,95% (1995).
Penurunan angka kematian akibat diare juga didapatkan pada kelompok balita berdasarkan
survey serupa, yaitu 40% (1972), menjadi 16% (1986) dan 7,5% (2001).5 Tetapi, penurunan
angka mortalitas akibat diare tidak sebanding dengan penurunan angka morbiditasnya.
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di
negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada sebagian besar
kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau
parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat menyebabkan diare akut, termasuk
sindroma malabsorpsi. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan
sering disertai dengan asidosis metabolic karena kehilangan basa.
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode diare dapat
menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan berkurangnya kemampuan
menyerap sari makanan, sehingga apabila episodenya berkepanjangan akan berdampak
terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Diare Akut
I.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar lembek atau cair bahkan dapat berupa air saja,
dengan frekuensi lebih dari tiga kali atau lebih sering dari biasanya dalam 24 jam dan
berlangsung kurang dari 14 hari.1
I.2 Epidemiologi
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal-oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui
lalat.Singkatnya, dapat dikatakan melalui "4F" yakni finger (jari), flies (lalat), fluid (cairan),
dan field (lingkungan).
I.4 Etiologi
Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh
gastroenteritis, keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Etiologi diare
pada 25 tahun yang lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari
80% penyebabnya diketahui. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis
mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi5.
Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 – 60%) sedangkan virus
lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus, Minirotavirus. Bakteri yang
dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus, Compylobacter
3
jejuni, Clostridium defficile,Clostridium perfringens, E coli, Pleisiomonas, Shigelloides,
Salmonella spp, staphylococus aureus, vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica, Sedangkan
penyebab diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis,
Cryptosporodium, Entamoba hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski,
Sarcocystis suihominis, Strongiloides stercorlis, dan trichuris trichiura. 4, 5
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak
yaitu Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, dan Cryptosporidium.
A) Rotavirus.
Rotavirus pertama kali ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia pada biopsi
duodenum penderita diare dengan menggunakan mikroskop elektron. Ternyata kemudian
Rotavirus ditemukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare akut yang paling sering,
terutama pada bayi dan anak usia 6-24 bulan. Di Indonesia, berdasarkan penelitian di
beberapa Rumah Sakit di Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-60% diare akut
disebabkan oleh Rotavirus.
Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus,
infeksi sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan
mitokondria, dan bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari
semua ini adalah terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan
terjadi gangguan pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi
enzim disakaridase akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.
B) Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga merupakan
penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada saat ini telah dikenal 5
golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enteropathogenic Escherichia
coli), EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia coli),
EAEC (Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli).2
4
dapat ditransmisikan ke bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh
ETEC, yaitu toksin yang tidak tahan panas (heat labile toxin = LT) dan toksin yang tahan
panas (heat stable toxin = ST). Toksin LT menyebabkan diare dengan jalan merangsang
aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya toksin kolera sehingga akan meningkatkan
akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui enzim guanil siklase yang akan
meningkatkan akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun cGMP akan menyebabkan
perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi diare. Bakteri ETEC dapat
menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC tidak menyebabkan kerusakan
rambut getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus halus (invasif). Diare biasanya
berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat juga lebih lama (menetap, persisten).2
EPEC. EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada bayi
dan anak dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada
mukosa usus, akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada
mukosa usus karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk
toksin yang melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan sering
menimbulkan prolong diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.
EIEC. EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KLB)
diare karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis bakteri ini
menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang biak di dalam
kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita, sering
ditemukan eritrosit dan leukosit.2
EAEC. EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini
mengeluarkan sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari (prolonged
diarrhea).2
EHEC. EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat menyebabkan
kolitis hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang
matang. Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit panas,
diare cair disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edem dan
perdarahan usus besar.2
5
C) Shigella spp.
Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari asimptomatik
sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis, tenesmus ani,
dan tinja yang berlendir dan darah. Golongan Shigella yang sering menyerang manusia di
daerah tropis adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori, sedangkan Shigella sonnei lebih
sering terjadi di daerah sub tropis.2
Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena kemampuannya
mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Disini dia berkembang biak dan mengeluarkan
leksotoksin yang bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering diserang adalah bagian
terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan
kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi yang
menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke dalam lumen
usus dan akhirnya keluar bersama tinja.2
D) Campylobacter jejuni.
Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan colon.
Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar limfe
mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus ditemukan
memendek dan melebar tetapi tidak konsisten. Ileum mengalami nekrosis hemoragik karena
invasi bakteri ke dinding usus sehingga pada tinja dapat ditemukan adanya darah dan sel-sel
radang.2
E) Cryptosporodium.
Cryptosporodium pada saat ini sedang populer dan dianggap sebagai penyebab diare
terbanyak yang disebabkan oleh parasit. Dahulu dikenal hanya patogen pada binatang saja.
Cryptosporodium merupakan golongan coccidium, sering menyebabkan diare pada manusia
6
yang menderita imunodefisiensi, misalnya pada penderita AIDS. Di negara berkembang
Cryptosporodium merupakan 4-11% penyebab diare pada anak. Penularan melalui oro-fekal
dan biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi kerusakan mukosa usus oleh
perlekatan parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga terjadi gangguan absorpsi makanan.
Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak di
bawah 3 tahun di Cina, India, Meksiko, Myanmar, Burma dan Pakistan, hanya tiga agen
infektif yang secara konsisten atau secara pokok ditemukan meningkat pada anak penderita
diare. Agen ini adalah Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli enterotoksigenik Rotavirus jelas
merupakan penyebab diare akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam komunitas
tropis dan iklim sedang.6 Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu
seperti susu, produk susu, makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak
sesuai kondisi usus dapat pula disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan kimia.
Beberapa macam obat, terutama antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika
akan menekan flora normal usus sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal
antibiotika akan berkembang bebas.5,6 Di samping itu sifat farmakokinetik dari obat itu
sendiri juga memegang peranan penting. Diare juga berhubungan dengan penyakit lain
misalnya malaria, schistosomiasis, campak atau pada infeksi sistemik lainnya misalnya,
pneumonia, radang tenggorokan, dan otitis media.5,6
Tabel 1. Etiologi Diare Akut
Infeksi
1. Enteral
Bakteri: Shigella sp, E. Coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera,
Yersinia entreo colytica, Campylobacter jejuni, V. Parahaemoliticus, VNAG,
Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Aeromonas,
Proteis, dll
Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
cytomegalovirus (CMV), echovirus , virus HIV
Parasit – Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia,
Cryptosporadium parvum, Balantidium coli.
Worm: A. Lumbricoides, cacing tambang, Trichuris trichura, S.
Sterocoralis, cestodiasis dll
Fungus: Kardia/moniliasis
2. Parenteral: Otitits media akut (OMA), pneumonia, Traveler’s diartthea: E.Coli, Giardia
7
lamblia, Shigella, Entamoeba histolytica, dll
Intoksikasi makanan: Makanan beracun atau mengandung logam berat,
makanan mengandung bakteri/toksin: Clostridium perfringens, B. Cereus, S.
aureus, Streptococcus anhaemohytivus, dll
Alergi: susu sapi, makanan tertentu
Malabsorpsi/maldifesti: karbohidrat: monosakarida (glukosa,
galaktosa, fruktosa), disakarida(laktosa, maltosa, sakarosa), lemak: rantai
panjang trigliserida, protein: asam amino tertentu, celiacsprue gluten
malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin &mineral
Imunodefisiensi
Terapi obat, antibiotik, kemoterapi, antasid, dll
Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi radiasi
Lain-lain: Sindrom Zollinger-Ellison, neuropati autonomik (neuropatik diabetik)
1.5.1 Patogenesis
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan sekresi
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Patogenesis:
8
1.5.2 Patofisiologi
Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi
atau pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di
kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau kolon
yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan proses
sekresi. Diare juga dapat terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.2
9
Diare akibat gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena : a)
Konsumsi magnesium hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi
sukrase-isomaltase; c) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal
pada usus halus bagian proksimal akan bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat adanya perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah,
maka pada segmen jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen
hehunum, dan air akan terkumpul di dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam
lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na
yang normal.2
Diare akibat malabsorpsi umum biasanya disebabkan akibat kerusakan sel (yang
secara normal akan menyerap Na dan air) daoat disebabkan oleh infeksi virus atau kuman,
seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat inflamatory
bowel disease idiopatik, toksin, atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit
yang menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi..2
Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena hiperplasia
kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya
akan menyebabkan atrofi villi. Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam
empedu bentuk dihidroxyl, serta asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne secretagogeus,
diare umumnya disebabkan karena enterotoksin E. Coli atau Cholera.2
Diare akibat gangguan peristaltik disebabkan karena adanya perubahan motilitas usus
yang akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas,
keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri
tumbuh berlebihan yang pada akhirnya dapat menuebabkan diare. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas
pada kasus kolon iritable pada bayi.2
Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan kerusakan tight
junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein menumpuk di dalam
lumen. Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik
dan diare sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
10
inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis
dan fungsi absorpsi dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003
menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terlerak pada perubahan
barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular
cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh dari salah satu atau kedua hal tersebut akan
menyebabkan terjadinya hipersekresi klorida yang akan diikuti oleh natrium dan air.2
Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III
dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.
Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat
pada Coeliac diseasedan protein loss enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari respon
imun akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan,
merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.2
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic.
Diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat), hipotoni dan kelemahan otot
(C. botulinum).
11
Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab.
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - -
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Sering kramp
kramp kolik kramp
Nyeri kepala - + + - - -
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan
berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan
berat badan kurang dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan
dhidrasi berat bila penurunan lebih dari 10%.4
12
Derajat Dehidrasi
Keadaan Estimasi
Gejala & Mulut/
Mata Rasa Haus Kulit BB % def.
Tanda Lidah
Umum cairan
Dehidrasi
Tampak Turgor 50–100
Ringan Gelisah Rewel Cekung Kering 5 – 10
Kehausan lambat %
-Sedang
I.7 Diagnosis
1.7.1 Anamnesis
Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan tiga hal berikut : 1)
Persistensinya; 2) Etiologi; 3) Derajat dehidrasi. Hal-hal ini dapat diketahui melalui
anamnesa yang terperinci.1
Untuk menentukan persistensinya, perlu ditanyakan kepada orang tua pasien, sudah
berapa lama pasien menderita diare. Apakah sudah lebih dari 14 hari atau belum, sehingga
nantinya dapat ditentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau diare persisten.
Hal ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan dengan penyulit ataupun
komplikasi dari diare tersebut.1
Untuk menentukan etiologi, diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan
adanya darah yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat ditanyakan pada
orang tua pasien maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada beberapa episode Shigellosis, diare
pada awalnya lebih cair dan menjadi berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat
13
berat dan menimbulkan dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada rektum,
dan tenesmus.1
Untuk menentukan derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti,
terutama pada asupan peroral, frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah
yang keluar. Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah pasien
mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya.1
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa hal-hal sebagai berikut : berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda untama dehidrasi seperti kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen, serta
tanda-tanda tambahan lainnya seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, keadaan bibir, mukosa dan lidah. 2,3,4 Karena seringnya
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin asam akibat banyaknya
asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.3
Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada dapat ditemukan pada keadaan hipokalemi. Dilakukan
juga pemeriksaan pada ekstremitas berupa capillary refill untuk menentukan derajat dehidrasi
yang terjadi.
14
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang minimal
Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar. *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering.
Air mata Ada Tidak ada Sangat kering
15
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau
haus banyak tidak bisa minum
Periksa :
Turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
Hasil pemeriksaan : Tanpa dehidrasi Dengan dehidrasi Dehidrasi berat bila
ringan-sedang bila ada1 tanda *
ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih
ditambah 1 atau lebih tanda lain.
tanda lain
Terapi : Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C
1.7.3 Laboratorium
2. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.
A. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin
virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal.
B. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebakan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa
atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura.
16
Mikroskopik: lekosit pada tinja Invasif atau bakteri yang memproduksi
sitotoksin
Trophozoit, kista, oocysts, spora G. lamblia, E. histolytika,
Cryptosporidium, I. belli, Cyclospora
Rhabditiform lava Strongyloides
Spiral atau basil gram (-) berbentuk S Campylobacter jejuni
Test yang dilakukan di laboratorium riset Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC,
EAEC, PCR untuk genus virulen
3. Pemeriksaan mikroskopik
Untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi tentang penyebab
diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja
diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang
positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.difficile, Y.
enterolytica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides.
Leukosut yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit PMN, kecuali pada S. typhii
leukosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien
yang terinfeksi dengan E. hystolitica pada umumnya leukosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi leukosit dalam jumlah banyak.
Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parait kecuali terdapat
17
riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja negative untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised.
I.8 Penatalaksanaan
1. Rehidrasi denga oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada
disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat
osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma,
sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
(Pencegahan Dehidrasi)
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :
- Teruskan mengobati anak diare di rumah.
- Berikan terapi awal bila terkena diare.
MENERANGKAN EMPAT CARA TERAPI DIARE DI RUMAH
1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK
MENCEGAH DEHIDRASI
- Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan yang cair
(seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang gunakan larutan oralit untuk anak,
18
seperti dijelaskan di bawah ( Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum
makan makanan padat, lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.
- Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah.
- Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.
RENCANA TERAPI B
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
( Pengobatan dehidrasi ringan-sedang)
Pada dehidrasi rinngan-sedang, Cairan Rehidrasi Oral diberikan dengan pemantauan yang
dilakukan di Pojok Upaya Rehidrasi Oral selama 4-6 jam. Ukur jumlah rehidrasi oral yang
akan diberikan selama 4 jam pertama.
umur Lebih dari 4 4-12 bulan 12 bulan-2 tahun 2-5 tahun
bulan
Berat badan < 6 Kg 6 - < 10 Kg 10 - < 12 Kg 12-19 Kg
Dalam ml 200-400 400-700 700-900 900-1400
Berikut ini adalah komposisi dari Oralit Baru yang direkomendasikan oleh WHO dan
UNICEF untuk diare akut non-kolera pada anak :
21
d) Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa larutan
harus dibuang.
RENCANA TERAPI C
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
(Penderita dengan dehidrasi berat)
Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah YA, teruskan ke kanan. Bila TIDAK,
teruskan ke bawah. - Beri cairan IV segera. Bila penderita bisa
minum, beri oralit ketika cairan IV dimulai.
Beri 100ml/KgBB cairan RL (NaCl atau
Apakah saudara
Ringer Asetat jika tidak tersedia RL)
dapat YA
sebagai berikut :
menggunakan
Bayi < 1 tahun : pemberian pertama 30
cairan IV
T ml/Kg dalam 1 jam. Kemudian 70ml/Kg
secepatnya
dalam 5 jam.
I Anak 1-5 tahun : : pemberian pertama 30
D ml/Kg dalam 30 menit. Kemudian 70ml/Kg
dalam 2 1/2jam.
A - Ulang jika denyut nadi masih lemah atau
K tidak teraba.
- Nilali kembali dalam 1-2 jam -> rehidrasi
belum tercapai -> percepat tetesan.
22
- Berikan oralit (5 mg/KgBB/jam) bila
penderita bisa minum.
- Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak), nilai
Apakah terdapat terapi Kirim penderita untuk terapi IV.
YA
IV terdekat (dalam 30 Bila penderita dapat minum, sediakan oralit dan
menit)? tunjukkan cara memberikan nya selama perjalanan.
TIDAK
Catatan :
Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa
ibu dapat menhaga pengembalian cairan yang hilang dengan memberi oralit.
Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah saudara, pikirkan
kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar.
23
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut
Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Pemberian zinc yang dilakukan di
awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan
mortalitas pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita
kolera dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.
Sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah
kehilangan berat badan serta pengganti nutrisis yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan
akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
Kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera. Pemberian antibiotic yang
tidak rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan megganggu
keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare
sulit disembuhkan.
Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit,
sangat halus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.
Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan
terapi:
24
Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada Diare tanpa Penyulit
25
setelah
Pengantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif
diare akut.6 Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang
sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya
sebagai baku emas.8
Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral. Pemberian secara
oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa
nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan
pengeluaran air tinja yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe
vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat
(violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat
dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya
untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi5. Keuntungan upaya terapi oral karena
murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral
(ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk
pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 40-60mEq/L 8 Anak yang diare dan
tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur6.
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak
: 75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum
sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam
26
pada anak . Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak
10ml/kgbb setiap diare atau muntah.5
Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu2 :
B. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak
dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian
cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 3,4,5 :
1. Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
2. Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½ jam
3. Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan
penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya
menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet
sebagaimana biasanya . Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan
protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian
terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan
makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang
tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat
dilanjutkan.7
C. Pemilihan jenis cairan
27
Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa
syok, sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta memperbaiki
renjatan hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak
diperdagangkan dan mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang
akan dimetabolisme menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan
tidak mengandung glukosa untuk mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa
dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah
yang cukup. Jenis cairan parenteral yang saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan
sebagai cairan pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN 3B.16 Sejumlah cairan
rehidrasi oral dengan osmolaliti 210 – 268 mmol/1 dengan Na berkisar 50 – 75 mEg/L,
memperlihatkan efikasi pada diare anak dengan kolera atau tanpa kolera.3
Osmolalitas
Glukosa(g/L) Na+(mEq/L) CI-(mEq/L) K+(mEq/L) Basa(mEq/L)
(mOsm/L)
NaCl 0,45 %
428 50 77 77 - -
+D5
NaCl 0,225%
253 50 38,5 38,5 - -
+D5
Standard WHO-
311 111 90 80 20 Citrat 10
ORS
28
Reduced
osmalarity 245 70 75 65 20 Citrat 10
WHO-ORS
EPSGAN
213 60 60 70 20 Citrat 3
recommendation
29
Komposisi elektrolit pada diare akut :
Macam mmol/L
Na K Cl HCO3
Diare Kolera
140 13 104 44
Dewasa
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare infeksi
disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan tidak dapat dibunuh oleh antibiotik. 1,2
Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.1,2,4
Pada disentri diberikan antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif terhadap
Shigella menurut pola kuman setempat. Dahulu semua kasus disentri pada tahap awal diberi
antibiotika kotrimoksazol dengan dosis 5-8mg/KgBB/hari. Namun saat ini telah banyak strain
Shigella yang resisten terhadap amplisilin, amoksisilin, mentronidazol,tetrasiklin, golongan
aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid, dan kotromoksazol sehingga WHO tidak
merekomendasikan penggunaan obat tersebut. Obat pilihan untuk pengobatan disentri
berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Quinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 30-
50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari
pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare
berkurang, darah dalam feses berkurang dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada
perbaikan, maka amati adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan
berikan antibiotik yang sensitif terhadap Shigella berdasarkan area.1
30
Penyebab Antibiotik Pilihan Alternatif
Kolera Tetracycline Erythromycin
15 mg/kgBB 20 mg/kgBB
Ceftriaxone
50-100 mg/kgBB
10 mg/kgBB
10 mg/kgBB
I.9 Komplikasi
31
Ganguan elektrolit
A. Hipernatremia
B. Hiponatremia
C. Hiperkalemia
D. Hipokalemia
I.10 Pencegahan
I.11 Prognosis
32
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan
mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup
membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung
dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati
33
II. Diare Kronis dan Diare Persisten
II.1 Definisi
Diare kronis dan diare persisten seringkali dianggap suatu kondisi yang sama.
Ghishan menyebutkan diare kronis sebagai suatu episode diare lebih dari 2 minggu,
sedangkan kondisi serupa yang disertai berat badan menurun atau sukar naik oleh Walker-
Smith et al. didefinisikan sebagai diare persisten.
Definisi diare kronis menurut Bhutta adalah episode diare lebih dari dua minggu,
sebagian besar disebabkan diare akut berkepanjangan akibat infeksi. The American
Gastroenterological Association adalah episode diare yang berlangsung lebih dari 4 minggu,
oleh etiologi non-infeksi serta memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
II.2 Epidemiologi
Diare persisten/kronis mencakup 3-20% dari seluruh episode diare pada balita.
Insidensi diare persisten di beberapa negara berkembang berkisar antara 7-15% setiap tahun
dan menyebabkan kematian sebesar 36-54% dari seluruh kematian akibat diare. Hal ini
menunjukkan bahwa diare persisten dan kronis menjadi suatu masalah kesehatan yang
mempengaruhi tingkat kematian anak di dunia. Di Indonesia, prevalensi diare
persisten/kronis sebesar 0,1%, dengan angka kejadian tertinggi pada anak-anak berusia 6-11
bulan.
34
Bagan 1 Konsep pathogenesis diare persisten dan kronis
Dua faktor utama mekanisme diare kronis adalah faktor intralumen dan faktor
mucosal. Faktor intralumen berkaitan dengan proses pencernaan dalam lumen termasuk
gangguan pankreas, hepar, dan brush border membrane. Faktor mucosal adalah faktor yang
mempengaruhi pencernaan dan penyerapan, sehingga berhubungan dengan segala proses
35
yang mengakibatkan perubahan integritas membrane mukosa usus, ataupun gangguan pada
fungsi transport protein.
1. Sekretoris
Diare sekretorik adalah diare yang terjadi akibat aktifnya enzim adenil siklase. Enzim
ini selanjutnya akan mengubah ATP menjadi cAMP. Akumulasi cAMP intrasel akan
menyebabkan sekresi aktif ion klorida, yang akan diikuti secara positif ileh air, natrium,
kaliumm dan bikarbonat ke dalam lumen usus sehingga terjadi diare dan muntah-muntah
sehingga penderita cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
Pada anak, diare sekretorik ini sering disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme Vibrio, ETEC, Shigella, Clostridium, Salmonella, Campylobacter. Toksin
yang dihasilkannya tersebut akan merangsang enzim adenil siklase, selanjutnya enzim
tersebut akan mengubah ATP menjadi cAMP. Diare sekretorik pada anak paling sering
disebabkan oleh kolera.
Gejala dari diare sekretorik ini adalah 1) diare yang cair dan bila disebabkan oleh
vibrio biasanya hebat dan berbau amis, 2) muntah-muntah, 3) tidak disertai dengan panas
badan, dan 4) penderita biasanya cepat jatuh ke dalam keadaan dehidrasi.
2. Osmotik
Diare osmotik adalah diare yang disebabkan karena tingginya tekanan osmotik pada
lumen usus sehingga akan menarik cairan dari intra sel ke dalam lumen usus, sehingga terjadi
diare berupa watery diarrhea. Paling sering terjadinya diare osmotik ini disebabkan oleh
malabsorpsi karbohidrat.
Monosakarida biasanya diabsorpsi baik oleh usus secara pasif maupun transpor aktif
dengan ion Natrium. Sedangkan disakarida harus dihidrolisa dahulu menjadi monosakarida
oleh enzim disakaridase yang dihasilkan oleh sel mukosa. Bila terjadi defisiensi enzim ini
maka disakarida tersebut tidak dapat diabsorpsi sehingga menimbulkan osmotic load dan
terjadi diare.
Disakarida atau karbohidrat yang tidak dapat diabsorpsi tersebut akan difermentasikan
di flora usus sehingga akan terjadi asam laktat dan gas hidrogen. Adanya gas ini terlihat pada
perut penderita yang kembung (abdominal distention), pH tinja asam, dan pada pemeriksaan
36
dengan klinites terlihat positif. Perlu diingat bahwa enzim amilase pada bayi, baru akan
terbentuk sempurna setelah bayi berusia 3-4 bulan. Oleh sebab itu pemberian makanan
tambahan yang mengandung karbohidrat kompleks tidak diberikan sebelum usia 4 bulan,
karena dapat menimbulkan diare osmotik.
Gejala dari diare osmotik adalah 1) tinja cair/watery diarrhae akan tetapi biasanya
tidak seprogresif diare sekretorik, 2) tidak disertai dengan tanda klinis umum seperti panas, 3)
pantat anak sering terlihat merah karena tinja yang asam, 4) distensi abdomen, 5) pH tinja
asam dan klinitest positif. Bentuk yang paling sering dari diare osmotik ini adalah intoleransi
laktosa akibat defisiensi enzim laktase yang dapat terjadi karena adanya kerusakan mukosa
usus. Dilaporkan kurang lebih sekitar 25-30% dari diare oleh rotavirus terjadi intoleransi
laktosa.
Mutasi protein CLD (Congenital Chloride Diarrhea) yang mengatur pertukaran ion
Cl-/HCO3- pada sel brush border apical usus uleo-colon, berdampak pada gangguan absorpsi
Cl- dan menyebabkan HCO3- tidak dapat tersekresi. Hal ini berlanjut pada alkalosis
metabolic dan pengasaman isi usus yang kemudian mengganggu proses absorpsi Na+. Kadar
Cl- dan Na+ yang tinggi di dalam usus memicu terjadinya diare dengan mekanisme osmotik.
Pada kelainan ini, anak mengalami diare cair sejak prenatal dengan konsekuensi
polihidramnion, kelahiran premature dan gangguan tumbuh kembang. Kadar klorida serum
rendah, sedangkan kadar klorida di tinja tinggi. Kelainan ini telah dilaporkan di berbagai
daerah di dunia seperti Amerika Serikat, Kanada, hampir seluruh negara di Eropa, Timur
Tengah, Jepang dan Vietnam. Selain mutasi pada penukar Cl-/HCO3-, didapat juga mutasi
pada penukar Na+/H+ dan Na+-protein pengangkut asam empedu.
Oleh karena berbagai gangguan pada usus, pada kondisi-kondisi tertentu se[erti
necrotizing enterocolitis, volvulus, atresia intestinal, penyakit Crohn, dan lain-lain,
diperlukan pembedahan, bahkan pemotongan bagian usus yang kemudia menyebabkan short
bowel syndrome. Diare dengan pathogenesis ini ditandai dengan kehilangan cairan dan
elektrolit yang masif, serta malabsorbsi makro dan mikronutrien.
37
5. Perubahan pada gerakan usus
38
sp.)
Penurunan nafsu makan, muntah, demam, adanya lendir dalam tinja, dan gejala-
gejala flu, lebih banyak ditemukan pada diare persisten dibandingkan diare akut. Gejala lain
yang mungkin timbul tidak khas, karena sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya.
II.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis harus dapat menjelaskan perjalanan penyakit diare, antara lain saat
mulainya diare, frekuensi diare, kondisi tinja meliputi penampakan konsistensi, adanya darah
atau lendir, gejala ekstraintestinal seperti gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas,
failure to thrive sejak lahir (cystic fibrosis), terjadinya diare sesudah diberikan susu atau
makanan tambahan, buah-buahan (defisiensi sukrase-isomerase), hubungan dengan serangan
sakit perut dan muntah (malrotasi), diare sesudah gangguan emosi atau kecemasan (irritable
colon syndrome), riwayat pengobatan antibiotika sebelumnya (antibiotic associated diarrhea)
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang cermat keadaan umum pasien, status dehidrasi, pemeriksaan
abdomen, ekskoriasi pada bokong, manifestasi kulit, juga penting untuk mengukur berat
badan, tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan, gejala
kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dan sebagainya.
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah standar meliputi pemeriksaan hitung darah lengkap, elektrolit,
ureum darah, tes fungsi hati, vitamin B12 folat, kalsium, feritin, laju endap darah,
dan protein C-reaktif.
2) Pemeriksaan tinja
A) Makroskopis : warna , konsistensi, adanya darah, lender.
B) Mikroskopis :
1. Darah samar dan leukosit yang positif (>10/lpb) menunjukkan
kemungkinan adanya peradangan pada kolon bagian bawah.
39
2. pH tinja yang rendah menunjukkan adanya maldigesti dan malabsorbsi
karbihidrat di dalam usus kecil yang diikuti fermentasi oleh bakteri yang
ada di dalam kolon
3. Clinitest, untuk memeriksa adanya substansi reduksi dalam sample tinja
yang masih baru, yang menunjukkan adanya malabsorbsi karbohidrat
4. Breath hydrogen test digunakan untuk evaluasi malabsorbsi karbohidrat
5. Uji kualitatif ekskresi lemak di dalam tinja dengan pengecatan butir lemak,
merupakan skrining yang cepat dan sederhana untuk menentukan adanya
malabsorbsi lemak
6. Biakan kuman dalam tinja untuk mendapat informasi tentang flora usus
dan kontaminasi
7. Pemeriksaan parasit (Giardia lamblia, cacing)
d. Pemeriksaan radiologi/endoskopi:
Pada saluran gastrointestinal membantu mengidentifikasi cacat bawaan (malrotasi,
stenosis) dan kelainan-kelainan seperti limfangiektasis, inflammatory bowel disease,
penyakit Hirschsprung, enterokolitis nekrotikans.
II.6 Terapi
Manajemen diare persisten harus dilakukan secara bertahap meliputi:
a. Penilaian awal, resusitasi, dan stabilisasi Pada tahap ini, perlu dilakukan
penilaian status dehidrasi dan rehidrasi secepatnya. Diare persisten seringkali
disertai gangguan elektrolit sehingga perlu dilakukan koreksi elektrolit,
khususnya pada kondisi hipokalemia dan asidosis. Pemberian antibiotic
spectrum luas harus dipertimbangkan pada anak-anak yang menunjukkan
gambaran kondisi kegawatan atau infeksi sistemik sebelum hasil kultur
diperoleh.
b. Pemberian nutrisi
1. Kebutuhan dan jenis diet pada diare persisten/kronis
Kebutuhan energy dan protein pada diare persisten/kronis berturut-
turut sebesar 100kcal/kg/hari dan 2-3 g/kg/hari, sehingga diperlukan
asupan yang mengandung energy 1kcal/g. Pilihan terapi nutrisi dapat
meliputi:
A) Diet elemental
40
Komponen-komponen yang terkandung dalam diet elemental terdiri atas
asam amino kristalin atau protein hidrosilat, mono- atau disakarida, dan
kombinasi trigliserida rantai panjang atau sedang. Diet elemental
mayoritas hanya digunakan di negara maju.
B) Diet berbahan dasar susu
Diet berbahan dasar susu yang utama adalah ASI. ASI memiliki
keunggulan dalam mengatasi dan mencegah diare persisten, antara lain
mengandung nutrisi dalam jumlah yang mencukupi, kadar laktosa yang
tinggi (7 gram laktosa/100 gram ASI, pada susu non-ASI sebanyak 4,8
gram laktosa/100 gram) namun mudah diserap oleh system pencernaan
bayi, serta membantu pertahanan tubuh dalam mencegah infeksi.
Proses pencernaan ASI di lambung berlangsung lebih cepat
dibandingkan susu non-ASI, sehingga lambung cepat kembali ke kondisi
pH rendah, dengan demikian dapat mencegah invasi bakteri ke dalam
saluran pencernaan. ASI juga membantu mempercepat pemulihan
jaringan usus pasca infeksi karena mengandung epidermal growth
factors.
C) Diet berbahan dasar daging ayam
Keunggulan makanan berbahan dasar ayam antara lain bebas laktosa,
hipoosmolar, dan lebih murah.
c. Pemberian mikronutrien
Defisiensi zinc, vitamin A, dan besi pada diare persisten/kronis diakibatkan
asupan nutrisi yang tidak adekuat dan pembuangan mikronutrien melalui
defekasi. WHO (2006) merekomendasikan suplementasi zinc untuk anak
berusia ≤ 6 bulan sebesar 10 mg (½ tablet) dan untuk anak berusia > 6 bulan
sebesar 20 mg (1 tablet), dengan masa pemberian 10-14 hari pemberian zinc
menurunkan probabilitas pemanjangan diare akut sebesar 24% dan mencegah
kegagalan terapi diare persisten sebesar 42%.
Terapi farmakologis
41
Terapi antibiotik rutin tidak direkomendasikan karena terbukti tidak efektif.
Antibiotik diberikan hanya jika terdapat tanda-tanda infeksi, baik infeksi intestinal maupun
ekstra-intestinal. Jika dalam tinja didapatkan darah, segera diberikan antibiotic yang sensitive
untuk shigellosis. Metronidazole oral (50mg/kg dalam 3 dosis terbagi) diberikan pada
kondisi adanya trofozoit Entamoeba histolytica dalam sel darah, adanya trofozoit Giardia
lamblia pada tinja, atau jika tidak didapatkan perbaikan klinis pada pemberian dua antibiotic
berbeda yang biasanya efektif untuk Shigella. Jika dicurigai penyebab adalah infeksi lainnya,
antibiotic disesuaikan dengan hasil biakan tinja dan sensitivitas.
II.7 Follow up
42
II.8 Faktor Risiko dan Pencegahan
Malnutrisi, defisiensi mikronutrien dan defisiensi status imun pasca infeksi atau
trauma menyebabkan terlambatnya perbaikan mukosa usus, sehingga menjadi kontribusi
utama terjadinya diare persistensi.
43
Faktor bayi Bayi berusia < 12 bulan
44
Diare persisten merupakan salah satu manifestasi klinis yang banyak dijumpai pada
penderita HIV. Studi di Zaire menunjukkan bahwa insidensi diare persisten 5x lebih tinggi
pada anak-anak dengan staus HIV seropositif. Faktor penting yang meningkatkan kerentanan
anak-anak dengan HIV terhadap kejadian diare persisten adalah jumlah episode diare akut
sebelumnya. Setiap episode diare akut pada pasien HIV meningkatkan risiko 1,5x untuk
terjadinya diare persisten. Parthasarathy (2006) mengemukakan bahwa skrining yang
dilakukan di India menunjukkan 4,1% anak dengan diare persisten berstatus HIV seropositif.
Meskipun pathogenesis virus HIV dalam menyebabkan diare pada anak-anak balum
diketahui secara jelas, diduga kejadian diare persisten pada kasus HIV terkait dengan
perubahan status imunitas. Pada infeksi HIV, terjadi penurunan kadar CD4, IgA sekretorik,
dan peningkatan CD 8 lamina propia. Perubahan keadaan ini memacu pertumbuhan bakteri.
Berbagai pathogen dari kelompok virus, bakteri, dan parasit dapat menyebabkan diare
persisten pada HIV. Attili et al (2006) menyebutkan bahwa parasit yang terbanyak dijumpai
pada penderita HIV dengan diare persisten adalah Entamoeba histolytica (17,1%). Isidensi
infeksi oportunistik ini meningkat pada keadaan kadar CD4 yang rendah. Schmidt (1997)
mengemukakan bahwa microsporodia adalah parasit terbanyak penyebab diare persisten pada
HIV. Parasit ini menyebabkan pemendekan dan pengurangan luas permukaan villi usus,
meskipun kondisi ini juga didapatkan pada pasien-pasien HIV tanpa gejala diare persisten.
Selain itu, insidensi defisiensi lactase lebih tinggi pada pasien HIV dengan infeksi
microsporidiasis. Grohmann et al (1993) menyatakan bahwa Astrovirus, Picobirnavirus,
Calicivirus, dan Adenovirus adalah enterovirus terbanyak pada HIV dengan diare.
45
pencernaan dan menyebabkan presipitasi asam empedu sehingga menyebabkan malabsorpsi
zat nutrien. Pada diare jenis ini, tinja memiliki pH yang rendah.
Diare pada keganasan juga berhubungan dengan efek samping kemoterapi. Kemoterapu
menyebabkan peradangan membrane mukosa traktus gastrointestinal (mukositis). Agen-agen
kemoterapi yang sering berkaitan dengan diare adalah 5-Fluorouracil dan Irinotecan. 5-
Fluorouracil menginduksi diare melalui peningkatan rasio jumlah kripta terhadap villi,
sehingga meningkatkan sekresi cairan ke lumen usus.
II.10 Prognosis
46
BAB III
KESIMPULAN
Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di
negara yangsedang berkembang termasuk di Indonesia. Diare didefinisikan sebagai
peningkatan dari frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak sehingga dianggap
abnormal oleh ibunya. Secara garis besar, diare dibagi menjadi diare akut dan diare kronis
atau persisten.
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara berkembang maupun negara
maju. Sebagian besar disebabkan oleh rotavirus sehingga bersifat self-limiting dan hanya
perlu diperhatikan keseimbangan cairan dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut
karena infeksi bakteri dapat diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian
dapat dilanjutkan dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik
dapat diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan. Prognosis
diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal.
Pencegahannya dapat dilakukan dengan higiene dan sanitasi yang baik.
Diare kronis merupakan diare yang berlangsung dalam waktu lebih dari dua minggu.
Penyebab diare kronis sangat banyak namun penyebab tersering pada bayi dan anak adalah
malabsorpsi dan proses infeksi. Penatalaksanaan diare kronis pada prinsipnya harus
dikerjakan bersama-sama dengan pemberian nutrisi yang cukup untuk memenuhi atau
memelihara pertumbuhan normal. Malnutrisi kalori dan protein harus dihindari sebisa
mungkin karena hal tersebut dapat menjadi variable pengganggu yang memperlambat atau
menghambat pengembalian ke fungsi usus normal.
47
DAFTAR PUSTAKA
7. Sinuhaji AB Peranan obat antidiare pada tatalaksana diare akut dalam kumpulan
makalah Kongres Nasional II BKGAI juli 2003
48