Jurnalll PDF
Jurnalll PDF
ABSTRACT
Keywords: Credit This study aims to identify factors that can be used as indicators in reducing the incidence of credit
Risk, Banking risk in sharia banking and conventional banking. The variables that become observations include
Performance; banking performance in each group and macroeconomic performance. The banking performance
Macroeconomic; variables include credit risk itself as measured by problem financing, growth in financing, growth
Autoregressive; in third party funds, and banking size. While macroeconomic variables include national income,
Distributed Lag interest rates, and inflation. Autoregressive and distributed lag methods are used to identify which
variables can be used as indicators. The results showed that all identified factors can be an indica-
JEL Classification: tor in the process of credit risk control both in sharia banking and conventional banking. Only
E44, G21, G31 credit growth in conventional banking alone can not be used as an indicator of credit risk control.
ABSTRAK
Corresponding Author:
Muhammad Iqbal: Tel. +62 21 5252 533; Fax. +62 21 5228 460 ISSN:2443-2687 (Online)
Email: iqbal@perbanas.id ISSN:1410-8089 (Print)
| 481 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 21, No. 3, Juli 2017: 481– 497
Salah satu tolak ukur kesehatan suatu bank dapat Sebelum tahun 2008, perbankan syariah de-
dinilai dari lancar atau tidaknya pengembalian ngan kondisi-kondisi yang memungkinkan
pembiayaan atau investasi yang disalurkan. Param- timbulnya pembiayaan bermasalah, seperti ting-
eter dalam mengukur pembiayaan bermasalah atau ginya tingkat penyaluran dana kepada masyarakat
kredit macet dapat dilihat dari rasio non perform- (financing to deposit ratio atau FDR) dengan kondisi
ing loan (NPL) untuk bank konvensional atau non perekonomian yang senantiasa bergejolak,
performing financing (NPF) untuk bank syariah. rendahnya alternatif dalam penempatan dana dan
Besarnya rasio NPL atau NPF yang diperbolehkan beban risiko yang relatif besar dengan penggunaan
oleh Bank Indonesia adalah maksimal 5 persen. sistem profit and loss sharing memiliki rasio pem-
Jika melebihi 5 persen maka akan memengaruhi biayaan bermasalah yang lebih kecil dibandingkan
penilaian tingkat kesehatan bank yang bersang- dengan perbankan konvensional. Padahal per-
kutan (Riyadi, 2011). bankan konvensional lebih memungkinkan untuk
Setelah krisis moneter yang melanda Indo- meredam timbulnya pembiayaan bermasalah de-
nesia di akhir dekade 90-an, pembiayaan bermasa- ngan rendahnya tingkat penyaluran dana, berbagai
lah perbankan konvensional semakin membaik alternatif penempatan dana seperti diperboleh-
seperti yang ditunjukkan oleh nilai NPL yang se- kannya kredit derivatif dan sistem bunga yang
nantiasa menurun. Sedangkan pembiayaan ber- dianutnya. Tetapi seiring dengan bertambahnya
masalah untuk bank syariah juga menunjukkan tren jumlah bank syariah yang ada, pembiayaan ber-
yang stabil pada skala 2-4 persen. Sebagaimana masalah di bank syariah tidak sebaik rasio kredit
terlihat pada Gambar 1, pembiayaan bermasalah macet di bank konvensional.
yang menggambarkan risiko pembiayaan pada NPL dan NPF sebagai salah satu indikator
bank syariah lebih rendah sebelum tahun 2007, te- risiko kredit (pembiayaan) bersifat fluktuatif dan
tapi setelahnya menjadi lebih tinggi dari bank tidak pasti oleh karenanya memerlukan perhatian
konvensional bahkan pada dua tahun terakhir khusus. Semakin rendah NPF akan semakin ren-
(2014-2015) pergerakannya jauh lebih besar. Hal dah tingkat pembiayaan bermasalah yang terjadi
ini mengindikasikan adanya perbedaan tren antara artinya semakin baik pula kondisi dari bank ter-
NPL dan NPF, yang artinya setiap adanya per- sebut. Suatu pembiayaan dinyatakan bermasalah
ubahan kondisi mikro dan makroekonomi yang jika bank benar-benar tidak mampu menghadapi
terjadi berbeda dampaknya terhadap risiko pem- risiko yang ditimbulkan oleh pembiayaan tersebut
biayaan di masing-masing kelompok bank. (Mutamimah & Chasanah, 2012).
Setelah terjadinya beberapa krisis keuangan,
ada kesenjangan dalam hal faktor-faktor yang me-
mengaruhi pembiayaan bermasalah antara per-
bankan syariah dan perbankan konvensional.
Dimana tingkat kesehatan perbankan syariah de-
ngan rasio NPF yang lebih tinggi, lebih buruk dari-
pada perbankan konvensional yang memiliki rasio
NPL yang lebih rendah. Dan ini artinya bank syariah
belum menjalankan fungsi perbankan secara baik
terutama dalam kaitannya dengan menjalankan
prinsip prudential sebagaimana yang dilakukan
oleh perbankan konvensional.
Gambar 1. NPL Bank Konvensional dan NPF Bank Syariah
Sumber: Statistika Perbankan Indonesia (2002–2016)
| 482 |
Perbandingan Pengelolaan Risiko Kredit Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Muhammad Iqbal
Kredit macet atau pembiayaan bermasalah penjelasan procyclicality sebagai bekas kontribusi
yang terjadi di bank sangat dipengaruhi oleh risiko kredit, sebagai lawan perilaku bekas pos
banyak faktor, baik itu dari kinerja internal bank risiko kredit (non performing loans), yang meningkat
maupun dari eksternal bank seperti kondisi makro- selama resesi dan menurun pada masa yang baik.
ekonomi. Dalam jangka pendek ataupun dalam Selain dari itu, pertumbuhan aset diduga kuat
jangka panjang, perubahan variabel makroekonomi ikut mendorong peningkatan kredit bermasalah
sangat berpengaruh terhadap NPF (Nuryartono, (Jiménez & Saurina, 2006; Chaibi, 2016). Tumbuh-
Saptono, & Was’an, 2016). Perlambatan ekonomi nya aset perbankan syariah, ikut meningkatkan
diduga kuat menjadi salah satu faktor utama dari pembiayaan bermasalahnya. Padahal dalam kon-
tingginya pembiayaan bermasalah pada perbankan disi market share yang relatif kecil perbankan syariah
syariah (Firmansyah, 2014; Havidz & Setiawan, mampu mempertahankan kinerjanya dalam men-
2015) dan kredit macet pada perbankan konven- jaga tingkat kesehatannya. Dalam beberapa pe-
sional (Messai & Jouini, 2013; Makri, Tsagkanos, riode pengamatan, ukuran perusahaan yang dire-
& Bellas, 2014; Rokhim & Yanti, 2014; Skarica, presentasikan oleh pertumbuhan aset ikut mendo-
2014). Pertumbuhan ekonomi yang sehat meng- rong tingginya risiko kredit bank umum di Indo-
indikasikan aktivitas ekonomi yang senantiasa ber- nesia (Barus & Erick, 2017). Meskipun demikian,
gerak ke arah yang lebih baik. Hal ini akan men- tidak selalu ukuran perusahaan menyebabkan tim-
dorong pertumbuhan pembiayaan yang akhirnya bulnya risiko pembiayaan (Firmansyah, 2014;
akan memengaruhi pembiayaan bermasalahnya. Riyadi, Iqbal, & Lauren, 2015).
Peningkatan yang cepat dalam portofolio Tingkat suku bunga yang berlaku menjadi
utang memiliki hubungan positif dengan pening- salah satu indikator makroekonomi. Tingginya
katan rasio NPL di kemudian hari (Jiménez & tingkat suku bunga akan mendorong tingginya
Saurina, 2006; Rokhim & Yanti, 2014). Lebih dari pembiayaan bermasalah (Messai & Jouini, 2013;
itu, persetujuan kredit selama masa economic boom- Vatansever & Hepsen, 2015; Barus & Erick, 2017).
ing memberikan probability of default yang tinggi se- Tingginya tingkat suku akan berdampak menu-
hingga persetujuan kredit selama masa itu akan runkan investasi dan aktivitas bisnis di sektor riil.
mengalami pertumbuhan yang lambat. Pada masa Selain itu, tingkat inflasi juga akan bertambah
economic booming kebutuhan akan jaminan diper- tinggi dan akan menurunkan daya beli masyarakat
longgar, dan sebaliknya ketika resesi, ditemukan sehingga keuntungan yang diperoleh pelaku usaha
adanya suatu penyimpangan standar kredit selama di sektor riil menjadi berkurang. Hal ini tentunya
masa ekspansi (Jiménez & Saurina, 2006). mengurangi kemampuan pelaku usaha untuk
Borio, Furfine, & Lowe (2001) menjelaskan memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada dunia
bahwa dimasa economic booming, ketika terjadi per- perbankan, yang pada akhirnya menyebabkan
cepatan kredit atau pembiayaan, maka akan me- tingginya pembiayaan bermasalah. Sebaliknya, jika
micu timbulnya pembiayaan bermasalah pada pe- tingkat suku bunga rendah, maka aktivitas bisnis
riode yang akan datang. Sedangkan selama periode meningkat, inflasi rendah, dan daya beli meningkat
resesi, ketika bank membatasi pertumbuhan kredit sehingga keuntungan sektor riil meningkat dan
dengan jalan lebih berhati-hati dalam menyalurkan kemampuan membayar kewajiban kepada bank
pembiayaan, yang dalam hal ini erat kaitan dengan juga ikut meningkat. Hal ini tentunya mengurangi
mutu peminjam dan kondisi-kondisi pinjaman. Oleh pembiayaan bermasalah pada sektor perbankan.
karena itu, perhatian pengawasan perbankan perlu Salah satu instrumen moneter yang diguna-
dilakukan dengan sebaik-baiknya, sebagaimana kan Bank Indonesia adalah tingkat suku bunga SBI
| 483 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 21, No. 3, Juli 2017: 481– 497
(Setifikat Bank Indonesia) bagi perbankan kon- kewajibannya dalam melunasi utangnya di bank.
vensional dan SWBI (Sertifikat Wadi’ah Bank In- Inflasi tidak merusak kualitas pembiayaan
donesia) bagi perbankan syariah. Meskipun ada masyarakat. Dari sini menunjukkan bahwa bank
perbedaan instrumen moneter antara bank kon- membantu masyarakat yang membutuhkan modal
vensional dan bank syariah, kebijakan moneter usaha. Sama halnya dengan yang diungkapkan
melalui SBI lebih berdampak kepada perbankan oleh Barus & Erick (2017) bahwa semakin tinggi
syariah. Hartono (2006) menyatakan bahwa suku tingkat inflasi maka akan semakin menurunkan
bunga SBI dan dana pihak ketiga (DPK) Bank NPL. Meskipun demikian, tidak semua menyata-
Muamalat Indonesia (BMI), sebagai bank syariah kan hal serupa. Havidz & Setiawan (2015) serta
tertua di Indonesia, berpengaruh terhadap NPF Laryea, Ntow-Gyamfi, & Alu (2016) menemukan
BMI. Setiap peningkatan Suku Bunga SBI akan bahwa tinggi rendahnya inflasi tidak memberikan
mengakibatkan kenaikan NPF BMI dan setiap pe- dampak berarti terhadap risiko kredit yang dire-
ningkatan DPK BMI akan mengakibatkan penu- presentasikan oleh NPL.
runan NPF BMI. Teridentifikasinya faktor-faktor yang me-
Seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan mengaruhi risiko kredit di industri perbankan In-
tingkat suku bunga yang kompetitif, perbankan donesia diharapkan menjadi salah satu instrumen
syariah dengan pertumbuhan pembiayaan yang dalam mengukur timbulnya pembiayaan ber-
sangat tinggi memiliki risiko kredit atau rasio masalah. Baik faktor kinerja bank maupun makro-
pembiayaan bermasalah yang relatif lebih kecil di- ekonomi seperti pembiayaan bermasalah, pertum-
bandingkan dengan perbankan konvensional yang buhan pembiayaan, pertumbuhan DPK, ukuran
memiliki tingkat pertumbuhan kredit yang relatif bank, pendapatan nasional, tingkat suku bunga,
lebih kecil. Padahal pertumbuhan pembiayaan dan inflasi menjadi indikator dalam pengelolaan
yang tinggi di suatu bank akan mendorong ting- risiko kredit pada masing-masing kelompok bank.
ginya rasio pembiayaan bermasalah pada bank ter- Bank syariah dan bank konvensional memiliki per-
sebut. ubahan tingkat risiko kredit yang berubah seiring
Selain pertumbuhan ekonomi dan tingkat dengan perubahan kondisi ekonomi dan per-
suku bunga, inflasi sebagai indikator makroeko- kembangan dunia perbankan sehingga penanganan
nomi diduga kuat ikut memengaruhi risiko kredit risiko kredit menjadi hal menarik yang perlu di-
perbankan. Inflasi menyebabkan melemahnya cermati sebagai salah satu strategi industri per-
kekuatan ekonomi masyarakat sehingga masya- bankan dalam menjaga tingkat kesehatannya dan
rakat semakin tidak mampu membayar kewajiban juga meningkatkan kinerjanya.
utangnya. Sebagaimana yang diungkapkan oleh
Škarica (2013), bahwa tingginya tingkat inflasi METODE
menyebabkan rasio NPL tumbuh. Kebijakan
moneter ekspansif diharapkan akan meningkatkan Penelitian ini mengunakan metode kuan-
PDB dan permintaan agregat yang juga ikut titatif dengan pendekatan asosiatif kausal (Sugi-
meningkatkan laju inflasi secara signifikan. Pada yono, 2014). Selain itu, penelitian juga menggu-
akhirnya menyebabkan tumbuhnya rasio NPL. nakan pendekatan komparatif guna mendapatkan
Lain halnya dengan temuan Firmansyah (2014) hasil perbandingan antara faktor-faktor yang
yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh memengaruhi pembiayaan bermasalah pada per-
negatif terhadap pembiayaan bermasalah. Saat bankan syariah dan konvensional. Metode peneli-
daya beli masyarakat turun, mereka tidak mengurangi tian komparatif bersifat ex post facto, artinya data
| 484 |
Perbandingan Pengelolaan Risiko Kredit Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Muhammad Iqbal
dikumpulkan setelah semua kejadian yang dikum- dengan derajat yang sesuai dari panjangnya lag.
pulkan telah selesai berlangsung. Pengujian hi- Pendekatan Almon diestimasi menggunakan pro-
potesis dilakukan sebagai suatu cara mengiden- sedur ordinary least squared (OLS) yang biasa, oleh
tifikasi faktor-faktor yang memengaruhi pem- karena itu perlu dipenuhi pula syarat-syarat yang
biayaan bermasalah. terdapat dalam model OLS, yaitu syarat BLUE (best
Populasi mencakup seluruh jenis bank yang linear unbiased estimator) atau terbebas dari pe-
ada di Indonesia, baik itu bank umum maupun langgaran asumsi-asumsi dasar (Almon, 1965).
bank perkreditan rakyat. Sedangkan sampel yang Masalah pelanggaran asumsi klasik yang akan diuji
diambil dalam penelitian ini hanya sebatas bank dalam penelitian ini adalah autokorelasi, hete-
umum saja, baik itu bank umum konvensional mau- roskedastisitas, dan normalitas. Sedangkan untuk
pun bank umum syariah. Dimana bank umum kon- asumsi multikolinieritas tidak dilakukan pengujian
vensional meliputi bank devisa maupun non devisa, karena hal ini sudah pasti terjadi, namun demikian
sedangkan bank umum syariah meliputi bank masalah yang ditimbulkan tidak berdampak serius
umum syariah dan unit usaha syariah. Seluruh data terhadap model regresinya (Gujarati & Porter,
penelitian menggunakan data sekunder yang 2008). Tahap akhir analisis adalah uji kelayakan
diperoleh dari statistika perbankan Indonesia, model dengan uji F dan koefisien determinasi,
statistika perbankan syariah, dan indikator mo- serta uji koefisien regresi atau uji-t.
neter perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Pemilihan variabel-variabel penelitian meng-
Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). acu kepada penelitian yang pernah dilakukan sebe-
Data bersifat time series dengan periode peng- lumnya seperti penelitian Gerlach, Peng, & Shu
amatan dari triwulan pertama tahun 2001 sampai (2003) dan penelitian Jiménez & Saurina (2006) dan
dengan triwulan terakhir tahun 2016. penelitian-penelitian lainnya yang serupa. Peneliti-
Metode analisis yang digunakan adalah ana- an yang akan dilakukan pada setiap kelompok
lisis regresi dengan pendekatan Autoregressive and perbankan meliputi penilaian atas indikator-indi-
Distributed Lag (ADL). Model ini dipilih atas dasar kator utama perbankan nasional, seperti rasio NPL
kepentingan penelitian yang ingin mengiden- dan NPF, pertumbuhan kredit atau pembiayaan,
tifikasi pengaruh variabel bebas dari beberapa pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK), dan aset
periode sebelumnya terhadap variabel terikatnya. dari masing-masing kelompok bank. Selain itu ada
Pada model autoregressive dan distributed lag hal ini pula indikator-indikator makroekonomi juga di-
sangat dimungkinkan jika dibandingkan dengan masukkan dalam penelitian ini, yaitu pendapatan
model regresi lainnya seperti regresi linier ber- nasional atau produk domestik bruto (PDB), ting-
ganda (Gujarati & Porter, 2008). kat suku bunga, dan tingkat inflasi.
Ada beberapa pendekatan dalam meng- Riyadi (2011) menjelaskan bahwa rasio NPL
estimasi model autoregressive dan distributed lag, atau NPF ini terbagi menjadi 2, NPL gross dan NPL
seperti estimasi Ad Hoc, pendekatan Koyck, dan nett. NPL gross adalah perbandingan antara jumlah
pendekatan Almon. Adapun pendekatan yang kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas
digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan 3-5 dibandingkan dengan total kredit yang
Almon atau polynomial distributed lag (PDL). Pen- diberikan oleh bank. NPL nett adalah perbanding-
dekatan Almon dilakukan dengan asumsi bahwa an antara jumlah kredit yang diberikan dengan
koefisien-koefisien regresi mengikuti sebuah pola tingkat kolektibilitas 3-5 dikurangi PPAP (penyi-
yang bersiklus. Almon mengasumsikan bahwa sihan penghapusan aktiva produktif) kolektibilitas
koefisien regresi bisa dikira-kira oleh polynomial 3-5. Rasio NPL dan NPF yang digunakan dalam
| 485 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 21, No. 3, Juli 2017: 481– 497
| 486 |
Perbandingan Pengelolaan Risiko Kredit Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Muhammad Iqbal
nomi secara umum yang memiliki kesenjangan Hal ini ditunjukkan oleh nilai probability Phillips-
waktu dalam memengaruhi kredit macet. Atas Perron t-statistic yang lebih kecil dari D= 0,05 (lihat
kondisi ini, metode regresi linier dengan pende- kolom first deffrent). Hal ini mengindikasikan bahwa
katan ordinary least squared sangat mungkin menye- variabel-variabel bebas memiliki kesenjangan
babkan intepretasi yang salah akibat adanya spu- dalam memengaruhi kredit macet, begitu pula
rious regression karena jenis data yang bersifat time dengan variabel kredit macet itu sendiri.
series (Gujarati & Porter, 2008). Pengujian terhadap Hasil uji stasioneritas mengindikasikan bah-
stasioneritas data pada setiap variabel penelitian wa regresi yang dibentuk tanpa disertai interval
akan menghindari jebakan spurious regression. Hasil waktu dari variabel-variabelnya akan menimbul-
uji stasioneritas data penelitian disajikan pada Tabel kan spurious regression. Untuk itu dibutuhkan
1. differencing (pembedaan) atau lag waktu dalam
Hasil uji stasioneritas sebagaimana tersaji membuat persamaan regresinya. Penggunaan
pada Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak semua model autoregressive and distributed lag (ADL) diha-
variabel penelitian stasioner pada level. Beberapa rapkan menjadi salah satu cara menyiasati spuri-
variabel dengan nilai probability Phillips-Perron t- ous regression, walaupun metode autoregressive dan
statistic nilainya masih lebih besar dari tingkat distributed lag tidak dikhususkan untuk tujuan ter-
kesalahan (D= 0,05) yang mengindikasikan tidak sebut. Salah satu indikator terjadinya spurious re-
stasioner pada level (lihat kolom level). Barulah gression adalah terjadinya autokorelasi pada model
pada first differencing semua variabel telah stasioner. regresi. Hasil regresi linier dengan OLS menunjuk-
| 487 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 21, No. 3, Juli 2017: 481– 497
kan hal tersebut, sedangkan hasil regresi dengan Metode ADL yang digunakan untuk meng-
metode ADL tidak demikian. Tabel 2 menunjuk- estimasi faktor-faktor yang memengaruhi pem-
kan adanya autokorelasi pada model regresi OLS biayaan bermasalah pada perbankan syariah dan
di perbankan syariah dan perbankan konven- perbankan konvensional menggunakan pende-
sional. Hal ini ditunjukkan dari nilai probabilitas katan Almon (1965) atau yang biasa disebut dengan
LM test (Prob. F) yang lebih kecil dari 0,05. Sedang- polynomial distributed lag. Model ADL perbankan
kan pada model ADL pada perbankan syariah dan syariah yang ditampilkan pada Tabel 5 telah me-
konvensional nilai probabilitas LM test lebih besar menuhi uji kelayakan model. Sebagaimana terlihat
dari D= 0,05. dari nilai probabilitas F statistik yang kurang dari
D= 0,05. Nilai koefisien determinasi (R-squared)
Selain adanya masalah autokorelasi pada
yang tinggi menunjukkan bahwa persentase
model regresi, masalah heteroskedastisitas juga
variabel-variabel bebas penduga variabel terikat
menjadi perhatian dalam pembentukan model.
NPF yang ada pada model telah mencapai 92,28%.
Hasil pengujian terhadap metode autoregressive dan
Nilai DW statistik juga telah mendekati angka 2
distributed lag pada perbankan syariah dan konven-
sebagai indikasi bahwa model telah terbebas dari
sional dapat dilihat pada Tabel 3. Nilai probabilitas masalah autokorelasi. Hal ini juga memperkuat
F-statistic pada Uji Glejser pada kedua model lebih hasil uji autokorelasi dengan pendekatan LM test
besar dari D= 0,05 yang artinya tidak terjadi hete- seperti yang telah sajikan pada Tabel 2.
rokedastisitas.
Hasil uji t pada model ADL perbankan syariah,
Hasil uji normalitas dengan uji Jarque-Bera secara umum menunjukkan bahwa semua variabel
disajikan pada Tabel 4, yang menunjukkan bahwa bebas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
residual regresi dari kedua model berbeda. Untuk pembiayaan bermasalah di bank syariah. Pem-
model regresi pada perbankan syariah residual biayaan bermasalah (NPF) di masa yang lalu se-
terdistribusi normal, ditunjukkan oleh hasil cara kontinu memiliki pengaruh yang signifikan
probabilitas JB yang lebih besar dari D= 0,05. secara berturut-turut di 3 periode triwulan ke be-
Sedangkan pada model regresi perbankan konven- lakang. Nilai NPF(-1), NPF(-2) dan NPF(-3) se-
sional hasil uji JB menunjukkan hasil yang seba- muanya signifikan sampai dengan D= 0,01. Sedang-
liknya. Meskipun demikian, sesuai dengan teorema kan untuk pertumbuhan pembiayaan yang ber-
limit terpusat data yang berukuran besar masih pengaruh signifikan hanya pada periode berjalan
dapat dianggap terdistribusi normal (Gujarati & (GFIN) dan 6 bulan ke belakang (GFIN(-2)). Nilai
Porter, 2008).
| 488 |
Perbandingan Pengelolaan Risiko Kredit Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Muhammad Iqbal
probabilitas untuk pertumbuhan pembiayaan 3 Model ADL perbankan syariah dan perban-
bulan ke belakang (GFIN(-1)) lebih besar dari ting- kan konvensional yang terbentuk sudah merupa-
kat kesalahan 10 persen (D= 0,1) sehingga pertum- kan seleksi dari beberapa alternatif model ADL
buhan pembiayaan 3 bulan ke belakang tidak ber- dengan mempertimbangkan kriteria Akaike Info
pengaruh signifikan terhadap pembiayaan ber- Criterion (AIC). Jumlah lag maksimum model tidak
masalah di periode berjalan. lebih dari 4 atau setahun ke belakang. Sebagaimana
Dua variabel kinerja bank syariah lainnya, yang terlihat dalam Tabel 5, model ADL perbankan
yaitu pertumbuhan dana pihak ketiga (GDPKS) syariah yang terbentuk adalah ADL (3, 2, 4, 4, 4,
dan aset (SIZES) memiliki pengaruh yang juga ber- 4, 3). Sedangkan model ADL perbankan konven-
beda-beda periodenya. Pada periode berjalan, per- sional (Tabel 6) adalah ADL (1, 1, 3, 4, 1, 4, 0).
tumbuhan dana pihak ketiga dan aset tidak ber- Model ADL perbankan konvensional seperti
pengaruh signifikan terhadap pembiayaan ber- pada Tabel 6 telah juga telah memenuhi uji
masalah. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas kelayakan model. Nilai probabilitas F statistik
keduanya yang lebih besar dari D= 0,10. Pertum- yang kurang dari D= 0,05. Nilai koefisien deter-
buhan dana pihak ketiga berpengaruh signifikan minasinya (R-squared) juga tinggi. Artinya,
pada 9 bulan dan setahun ke belakang dengan persentase variabel-variabel bebas penduga vari-
tingkat signifikansi yang berbeda-beda. GDPKS(- abel terikat NPL yang ada pada model mencapai
3) signifikan pada alpha 10 persen, sedangkan
97,75 persen. Nilai ini lebih besar dari model ADL
GDPKS(-4) signifikan pada alpha 5 persen. Sedang-
perbankan syariah. Model ADL perbankan kon-
kan untuk aset perbankan syariah pada 3 bulan ke
vensional juga telah terbebas dari masalah auto-
belakang (SIZES(-1)) dan setahun yang lalu (SIZES
korelasi yang ditunjukkan oleh nilai DW statistik
(-4)) berpengaruh signifikan terhadap pembiayaan
yang telah mendekati angka 2. Sejalan dengan hasil
bermasalah pada tingkat signifikansi yang sama,
uji autokorelasi dengan LM test (Tabel 2).
yaitu 5 persen.
Hasil uji-t pada model ADL perbankan
Variabel-variabel makroekonomi memiliki
konvensional sangat jauh berbeda dengan model
pengaruh yang signifikan terhadap pembiayaan
ADL perbankan syariah. Jika pada model per-
bermasalah di bank syariah pada periode yang ber-
beda-beda. Pendapatan nasional memiliki penga- bankan syariah lebih banyak variabel yang signi-
ruh yang signifikan hampir setiap 3 bulannya dalam fikan memengaruhi pembiayaan bermasalah, maka
setahun belakangan. Pendapatan nasional saat ini pada model perbankan konvensional sebaliknya,
(GDP) memengaruhi pembiayaan bermasalah pada lebih banyak variabel yang tidak berpengaruh sig-
periode yang sama pada tingkat signifikansi 5%. nifikan terhadap kredit bermasalahnya. Pada
Sedangkan pendapatan nasional di 3 bulan (GDP(- model ADL perbankan konvensional tidak semua
1)), 9 bulan (GDP(-3)), dan setahun (GDP(-4)) ke variabel berpengaruh signifikan terhadap kredit
belakang berpengaruh signifikan pada tingkat sig- bermasalahnya. Pertumbuhan kredit perbankan
nifikansi 10%. Tingkat suku bunga berpengaruh konvensional tidak berpengaruh signifikan sama
signifikan terhadap pembiayaan bermasalah di sekali terhadap kredit bermasalahnya. Sedangkan
bank syariah pada 6 bulan (RATE(-2)) dan 9 bulan variabel kinerja perbankan konvensional yang ber-
(RATE(-3)) ke belakang pada tingkat signifikansi pengaruh signifikan adalah kredit bermasalah itu
yang sama, yaitu 5 persen. Sedangkan inflasi ber- sendiri di 3 bulan yang lalu (NPL(-1)), pertumbuh-
pengaruh signifikan terhadap pembiayaan ber- an dana pihak ketiga di 9 bulan yang lalu (GDPKK(-
masalah di bank syariah pada 3 bulan (INF(-1)), 6 3)) dan aset di setahun ke belakang (SIZEK(-4)).
bulan (INF(-2)), dan 9 bulan (INF(-3)) ke belakang Tingkat signifikansi NPL(-1) sampai dengan 1
dengan tingkat signifikansi secara berturut-turut persen, sedangkan GDPKK(-3) dan SIZEK(-4)
10 persen, 5 persen, dan 1 persen. sama-sama signifikan pada level 5 persen.
| 489 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 21, No. 3, Juli 2017: 481– 497
| 490 |
Perbandingan Pengelolaan Risiko Kredit Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Muhammad Iqbal
Ketiga variabel makroekonomi memengaruhi jalan (INF). Tingkat signifikansi RATE sebesar 5
kredit bermasalah di bank konvensional secara sig- persen, sedangkan RATE(-4) dan INF sama-sama
nifikan dengan periode yang berbeda-beda. Pen- 10 persen.
dapatan nasional di 3 bulan yang lampau (GDP(-
1)) berpengaruh signifikan terhadap kredit ber-
PEMBAHASAN
masalah sampai dengan tingkat signifikansi 1 per-
sen. Suku bunga berpengaruh signifikan terhadap Besarnya pembiayaan bermasalah yang di-
kredit bermasalah pada periode berjalan (RATE) timbulkan pada perbankan syariah dan kredit ber-
dan setahun yang lalu (RATE(-4)). Sedangkan ting- masalah pada perbankan konvensional mencer-
kat inflasi berpengaruh signifikan terhadap kredit minkan pengelolaan risiko kredit yang dilakukan
bermasalah di bank konvensional pada periode ber- oleh masing-masing kelompok bank. Identifikasi
| 491 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 21, No. 3, Juli 2017: 481– 497
terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pem- yang lalu akan lebih signifikan terasa jika diban-
biayaan bermasalah diharapkan dapat menjadi ben- dingkan dengan pembiayaan bermasalah pada per-
tuk pengendalian risiko kredit terhadap faktor- bankan syariah. Sebagai ilustrasi, jika kemampuan
faktor yang menimbulkan potensi risiko kredit di masing-masing kelompok perbankan dalam
masa depan. Faktor-faktor kinerja bank dan makro- mengurangi pembiayaan bermasalahnya sama
ekonomi mana saja dan pada periode kapan saja maka perbankan konvensional akan lebih merasa-
yang memicu timbulnya risiko kredit menjadi indi- kan dampak berkurangnya pembiayaan bermasa-
kator kuat dalam upaya pengelolaan dan pengen- lah itu dibandingkan perbankan syariah. Begitu
dalian risiko kredit. Pembahasan terhadap faktor- pula sebaliknya, jika terjadi peningkatan pem-
faktor timbulnya risiko kredit yang diukur dengan biayaan bermasalah yang sama, maka perbankan
pembiayaan bermasalah akan dijabarkan satu konvensional akan lebih tinggi peningkatan pem-
persatu. Diawali dari kinerja bank yang meliputi biayaan bermasalahnya dibandingkan perbankan
pembiayaan bermasalah di masa lalu, pertumbuhan syariah.
kredit, pertumbuhan DPK, dan aset masing-masing Perbedaan lain dari pengaruh pembiayaan
kelompok bank. Setelah itu dilanjutkan dengan bermasalah di masa yang lalu juga terlihat dari
pembahasan variabel makroekonomi yang meli- periodenya. Pada saat kredit bermasalah perbank-
puti pendapatan nasional, tingkat suku bunga, dan an konvensional hanya dipengaruhi oleh kredit
tingkat inflasi. bermasalah di 3 bulan yang lalu, lain halnya de-
Baik pada perbankan syariah maupun per- ngan pembiayaan bermasalah perbankan syariah
bankan konvensional, pembiayaan bermasalah yang dipengaruhi oleh pembiayaan bermasalah di
satu periode sebelumnya (3 bulan yang lalu) ber- 3 triwulan yang lalu secara berturut-turut. Hal ini
pengaruh signifikan positif terhadap pembiayaan mengindikasikan bahwa, pengelolaan risiko kredit
bermasalah yang terjadi saat ini. Apabila pembiaya- di bank syariah lebih sulit jika dibandingkan de-
an bermasalah yang terjadi saat ini mengalami ke- ngan bank konvensional, karena pengelolaan risiko
naikan, maka akan meningkatkan pembiayaan ber- kredit di bank syariah harus lebih rinci dalam
masalah di 3 bulan yang akan datang. Begitu pula mempertimbangkan risiko kredit yang muncul di
sebaliknya, apabila pembiayaan bermasalah yang masa-masa yang lalu. Hal ini juga mengindikasikan
terjadi saat ini berkurang, maka pembiayaan ber- bahwa dalam waktu yang relatif singkat (3 bulan)
masalah di 3 bulan ke depan juga ikut berkurang. kelompok perbankan konvensional sudah dapat
Hasil ini dikuatkan oleh temuan Gerlach, Peng, & melakukan pengendalian terhadap risiko yang
Shu (2003), Jiménez & Saurina (2006), Makri, akan terjadi. Sedangkan kelompok perbankan
Tsagkanos, & Bellas (2014) yang menyatakan syariah membutuhkan waktu lebih banyak untuk
bahwa tingkat risiko kredit yang terjadi saat ini melalukan pengendalian terhadap risiko yang
dipengaruhi oleh risiko kredit yang terjadi di masa terjadi.
lalu. Adanya hubungan positif antara siklus kredit
Meskipun dampak dari pengelolaan risiko dan risiko kredit seperti yang diungkapkan oleh
kredit pada jangka pendek (3 bulan) di kedua ke- Jiménez & Saurina (2006) menguatkan hasil temuan
lompok bank sama, tetapi besaran nilainya ber- penelitian ini. Adanya peningkatan yang cepat da-
beda. Dampak pada perbankan konvensional lebih lam portofolio utang memiliki hubungan positif
besar daripada perbankan syariah. Hal ini menun- dengan peningkatan rasio NPL di kemudian hari.
jukkan bahwa pada perbankan konvensional Pengendalian risiko dengan memperhatikan pem-
pengaruh pembiayaan bermasalah pada waktu biayaan bermasalah yang ditimbulkan pada masa
| 492 |
Perbandingan Pengelolaan Risiko Kredit Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Muhammad Iqbal
lalu berbeda perlakuannya dengan pertumbuhan kator pengendalian timbulnya risiko kredit. Ber-
pembiayaan yang disalurkan oleh kedua kelompok tambahnya aset bank dalam jangka panjang (seta-
bank. Jika pembiayaan bermasalah di masa lalu hun ke depan) menimbulkan potensi risiko kredit
pada kedua kelompok bank sama pengaruhnya ter- yang lebih tinggi di kedua kelompok bank. Temu-
hadap risiko kredit, maka pertumbuhan pem- an ini dikuatkan oleh Barus & Erick (2017) yang
biayaan yang disalurkan tidak sama pengaruhnya menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh
terhadap risiko kredit. Pada perbankan konven- signifikan positif terhadap NPL. Walaupun demi-
sional pertumbuhan pembiayaan sama sekali tidak kian hasil ini bertentangan dengan temuan peneli-
dapat dijadikan instrumen dalam pengelolaan tian lainnya, seperti Firmansyah (2014) dan Riyadi,
risiko kredit. Sedangkan pada perbankan syariah, Iqbal, & Lauren (2015).
pertumbuhan pembiayaan dapat dijadikan alat Jenuhnya industri perbankan konvensional
dalam mengendalikan risiko kredit yang akan memberikan dampak yang kurang sehat bagi
terjadi. Perbankan syariah dapat menekan risiko pengelolaan risiko kredit, berbeda dengan industri
kredit yang terjadi di masa depan dengan cara me- perbankan syariah. Walaupun dalam jangka pan-
ningkatkan pertumbuhan kredit saat ini. Pening- jang pertumbuhan aset akan menimbulkan risiko
katan pertumbuhan kredit saat ini dapat menekan kredit, tetapi hal ini dapat ditekan dalam jangka
risiko kredit yang akan terjadi pada 6 bulan ke pendek. Usaha menekan timbulnya risiko kredit
depan, bahkan juga dapat menekan risiko kredit pada perbankan syariah dapat dilakukan dengan
yang terjadi saat ini. cara mendorong pertumbuhan aset dalam periode
Pertumbuhan DPK di bank syariah dan bank yang lebih singkat. Bertambahnya aset perbankan
konvensional sama-sama menjadi indikator bagi syariah di 3 bulan yang lalu akan menekan potensi
risiko kredit. Seperti yang diungkapkan oleh risiko kredit saat ini. Bahkan dampak pengaruh
Hartono (2006) bahwa pertumbuhan DPK dapat jangka pendeknya lebih besar hampir 2 kali lipat
mendorong timbulnya pembiayaan bermasalah. dibandingkan pengaruh jangka panjangnya.
Pertumbuhan DPK yang terjadi saat ini dapat dija- Setelah mengetahui persamaan dan per-
dikan indikator dalam mengontrol risiko kredit bedaan dari pengaruh kinerja masing-masing
yang muncul di 9 bulan ke depan. Pertumbuhan
kelompok bank, pembahasan selanjutnya fokus
DPK yang sudah terlalu tinggi akan meningkatkan
pada pengaruh variabel makroekonomi terhadap
risiko kredit baik di bank syariah maupun di bank
risiko kredit di masing-masing kelompok bank.
konvensional. Apabila pengaruh pertumbuhan
Pendapatan nasional memiliki pengaruh yang sama
DPK di bank konvensional hanya berdampak pada
antara perbankan syariah dan perbankan kon-
9 bulan ke depan, lain halnya dengan bank syariah.
vensional dalam memicu timbulnya risiko kredit,
Pada bank syariah pertumbuhan DPK selain ber-
yang dalam hal ini diukur dengan pembiayaan ber-
dampak pada 9 bulan ke depan juga berdampak
masalah. Tumbuhnya pendapatan nasional di 3
pada setahun ke depan, hanya saja memiliki dam-
bulan yang lalu akan menekan timbulnya risiko
pak yang berbeda. Dalam setahun ke depan per-
kredit pada perbankan syariah dan perbankan kon-
tumbuhan DPK dapat menekan risiko kredit di per-
vensional di masa kini. Hal ini mengindikasikan
bankan syariah. Besarnya dampak pertumbuhan
bahwa perbaikan kondisi makroekonomi ikut me-
DPK di 9 bulan ke depan dan setahun ke depan
ningkatkan kinerja dunia perbankan. Besarnya
relatif sama.
dampak kenaikan pendapatan nasional 3 bulan
Aset sebagai cerminan ukuran dari masing- yang lalu dalam meminimalisir risiko kredit di per-
masing kelompok perbankan dapat dijadikan indi- bankan syariah lebih kecil dibandingkan di per-
| 493 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 21, No. 3, Juli 2017: 481– 497
bankan konvensional di masa kini. Ini sejalan de- secara tidak langsung juga akan memengaruhi pem-
ngan fakta bahwa pangsa pasar bank konvensional biayaan bermasalah sebagai proksi dari risiko
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan bank kredit. Berbeda dengan bank konvensional, bank
syariah. Perubahan kondisi ekonomi akan lebih di- syariah tidak mengenal sistem bunga, jadi besar
rasakan pada industri yang lebih besar. Jika kon- kecilnya tingkat suku bunga acuan tidak seharus-
disi ekonomi suatu negara mengalami perbaikan nya berdampak pada jumlah pembiayaan yang di-
maka industri perbankan yang lebih besar, dalam salurkan oleh bank syariah sehingga tidak juga ber-
hal ini perbankan konvensional, yang lebih mera- dampak pada pembiayaan bermasalah. Tapi hal ini
sakan manfaatnya. Begitu pula sebaliknya, jika tidaklah berlaku mengingat Indonesia menganut
kondisi ekonomi suatu negara mengalami penu- dual banking system yang mana sistem bunga bagi
runan, maka industri perbankan konvensional yang perbankan konvensional dan sistem bagi hasil bagi
lebih besar mengalami kerugiannya. Hasil ini se- perbankan syariah. Artinya konsumen bebas meng-
jalan dengan temuan Messai & Jouini (2013), gunakan jasa perbankan mana saja. Ditambah de-
Makri, Tsagkanos, & Bellas (2014), Skarica, 2014, ngan perilaku konsumen yang cenderung rasional,
Vatansever & Hepsen (2015), serta Ikram et al. sehingga perubahan tingkat suku bunga mau tidak
(2016), yang menyatakan bahwa perlambatan eko- mau akan memengaruhi sebagian besar perilaku
nomi merupakan penyebab utama tingginya ting- nasabah di bank syariah yang pada akhirnya ikut
kat NPL. Sedangkan menurut Firmansyah (2014) memengaruhi pembiayaan bermasalahnya. Ikut
serta Havidz & Setiawan (2015) melemahnya per- meningkatnya risiko kredit akibat tingginya per-
tumbuhan pendapatan nasional ikut menekan ting- tumbuhan kredit dikuatkan oleh penelitian Messai
ginya NPF pada perbankan syariah. & Jouini (2013), Vatansever & Hepsen (2015), serta
Meskipun sama-sama memiliki pengaruh Barus & Erick (2017). Mereka menemukan bahwa
dari pendapatan nasional dalam 3 bulan ke depan, tingkat suku bunga berpengaruh positif terhadap
tetapi perbankan syariah memiliki pengaruh yang rasio pembiayaan bermasalah.
lebih konsisten pada triwulan-triwulan selanjutnya. Efek tingkat suku bunga pada perbankan
Dampak pertumbuhan pendapatan nasional ter- syariah dan perbankan konvensional relatif tidak
hadap munculnya risiko kredit di perbankan kon- memiliki kemiripan. Pada perbankan syariah,
vensional hanya pada 3 bulan ke depan. Sedang- pengaruh tingkat suku bunga mengalami perubah-
kan pada perbankan syaraiah, dampak pertum- an pada 6 bulan dan 9 bulan ke depan sedangkan
buhan pendapatan nasional terhadap risiko kredit pada perbankan konvensional tingkat suku bunga
dirasakan pada periode yang sama, pada 9 bulan berpengaruh pada 3 bulan ke depan dan setahun
ke depan dan pada setahun ke depan. Seperti pada ke depan. Akhirnya pola pengaruhnya saja yang
3 bulan ke depan, tumbuhnya pendapatan nasional sama pada kedua kelompok bank tersebut. Awal-
di periode-periode ke depan (9 bulan dan setahun nya kenaikan suku bunga akan memicu timbulnya
ke depan) konsisten menurunkan risiko kredit. pembiayaan bermasalah, tetapi di periode berikut-
Dampak terbesar ada pada setahun ke depannya. nya kenaikan suku bunga menekan timbulnya
Sedangkan bertambahnya pendapatan nasional risiko kredit. Pada bank syariah hal ini terjadi lebih
saat ini mengakibatkan tingginya risiko kredit di cepat, yaitu pada 6 bulan dan 9 bulan berikutnya.
perbankan syariah pada periode yang sama. Sedangkan pada bank konvensional pola
Tingkat suku bunga acuan yang diproksi de- pengaruh ini terjadi pada periode saat ini dan seta-
ngan BI rate akan memengaruhi jumlah kredit yang hun ke depan. Hal ini mengindikasikan bahwa ri-
disalurkan oleh perbankan konvensional, sehingga siko kredit bank syariah hanya sensitif sesaat pada
| 494 |
Perbandingan Pengelolaan Risiko Kredit Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Muhammad Iqbal
perubahan tingkat suku bunga, sedangkan bank pembiayaan bermasalah. Hasil ini menunjukkan
konvensional lebih cepat sensitif dan memiliki efek bahwa inflasi hanya berdampak sesaat pada per-
jangka panjang. Pola ini juga yang nantinya akan bankan konvensional dan berdampak terus me-
memengaruhi pengelolaan risiko kredit pada nerus terhadap perbankan syariah. Artinya pe-
perbankan syariah dan konvensional. Bank syariah nanganan fenomena inflasi sebagai indikator
tidak perlu terlalu panik dalam menangani per- makroekonomi harus lebih dipantau oleh perbank-
ubahan tingkat suku bunga acuan karena sifatnya an syariah sebagai upaya mengendalikan tingginya
yang sementara. Sedangkan bank konvensional pembiayaan bermasalah.
perlu penangganan lebih intensif dalam menyikapi
perubahan tingkat bunga dalam rangka menjaga
SIMPULAN DAN SARAN
risiko kredit yang masih dalam batas kewajaran.
Variabel terakhir yang menjadi pengamatan
Simpulan
dalam mengelola risiko kredit adalah tingkat Berdasarkan hasil penelitian dan analisis
inflasi. Pada perbankan syariah, inflasi dimasa- pembahasan yang dilakukan dalam penelitian ini,
masa lalu secara konsisten berdampak pada risiko ada beberpa kesimpulan yang dapat diambil,
kredit. Temuan ini dikuatkan oleh Firmansyah antara lain adalah: (1) pembiayaan bermasalah
(2014) yang menyatakan bahwa inflasi berpenga- yang timbul pada periode sebelumnya akan me-
ruh signifikan terhadap rasio pembiayaan berma- micu risiko kredit yang lebih besar lagi di periode-
salah di bank syariah. Sedangkan pada perbankan periode yang akan datang, baik itu pada perbank-
konvensional, hanya inflasi di periode yang sama an syariah maupun perbankan konvensional; (2)
saja yang dapat dijadikan indikator pengelolaan pertumbuhan kredit di bank konvensional tidak
risiko kredit. Kuatnya pengaruh inflasi pada risiko dapat dijadikan indikator dalam mengontrol risiko
kredit di bank konvensional seperti yang pernah kredit yang muncul, sedangkan pertumbuhan pem-
ditemukan penelitian sebelumnya oleh Skarica biayaan di bank syariah dapat dijadikan indikator
(2014) serta Barus & Erick (2017). Meskipun demi- dalam mengontrol risiko kredit yang muncul; (3)
kian, hasil ini tetap tidak sejalan dengan temuan pertumbuhan DPK dan aset dapat dijadikan ins-
Havidz & Setiawan (2015) serta Laryea, Ntow- trumen pengendalian risiko kredit di bank syariah
Gyamfi, & Alu (2016) yang menyatakan bahwa dan bank konvensional dengan pola yang relatif
inflasi tidak berpengaruh signifikan terahadap sama. Hanya saja pertumbuhan DPK dan aset bank
NPL. konvensional memiliki pengaruh yang lebih pan-
Inflasi yang tinggi disuatu negara akan jang periodenya terhadap timbulnya risiko kredit
mengakibatkan turunnya kredit bermasalah di dibandingkan bank syariah; dan (4) selain kinerja
bank konvensional. Sedangkan inflasi yang rendah bank, indikator makroekonomi, seperti pendapat-
akan meningkatkan naiknya pembiayaan bermasa- an nasional, perubahan tingkat suku bunga dan
lah di bank konvensional. Pola pengaruh inflasi tingkat inflasi merupakan faktor penentu pengelo-
terhadap risiko kredit di bank syariah berfluktuasi, laan risiko kredit di perbankan syariah maupun
di awal periode kenaikan inflasi akan memicu ting- perbankan konvensional. Risiko kredit di per-
ginya pembiayaan bermasalah, sedangkan di bankan syariah jauh lebih sensitif terhadap
tengah periode kenaikan inflasi akan meredam tim- perubahan indikator makroekonomi dibanding-
bulnya pembiayaan bermasalah, dan di akhir kan dengan risiko kredit di perbankan konven-
periode kenaikan inflasi kembali memicu tingginya sional.
| 495 |
Jurnal Keuangan dan Perbankan | PERBANKAN
Vol. 21, No. 3, Juli 2017: 481– 497
| 496 |
Perbandingan Pengelolaan Risiko Kredit Perbankan Syariah dan Perbankan Konvensional
Muhammad Iqbal
Perbankan Syariah di Indonesia. Jurnal Keuangan Rokhim, R. & Yanti, M.I.S.M. 2014. Risiko NPL Kredit
dan Perbankan, 20(1): 104–115. Bank Pembangunan Daerah Sebagai Regional
Champion. Jurnal Keuangan dan Perbankan (JKP),
Otoritas Jasa Keuangan, Statistika Perbankan Syariah 2013- 18(1): 120–129.
2016.
Skarica, B. 2014. Determinants of Non-Performing Loans
Otoritas Jasa Keuangan, Statistika Perbankan Indonesia in Central and Eastern European Countries. Fi-
2013-2016. nancial Theory and Practice, 38(1): 37–59.
Riyadi, S. 2011. Banking Asset and Liability Management. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Manajemen. Bandung:
Third Edition. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Alfabeta.
Ekonomi Universitas Indonesia.
Vatansever, M. & Hepsen, A. 2013. Determining Impacts
Riyadi, S., Iqbal, M., & Lauren, N. 2015. Strategi on Non-Performing Loan Ratio in Turkey. Journal
Pengelolaan Non Performing Loan (NPL) Bank of Finance and Investment Analysis, 2(4): 119-129.
Umum yang Go Public. Jurnal Dinamika Manajemen,
6(1): 84–96.
| 497 |