Rangkuman sk3 Batuk Lama
Rangkuman sk3 Batuk Lama
SKENARIO 3
“BATUK LAMA”
Disusun oleh:
KELOMPOK 1
Tutor:
FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
KELOMPOK PENYUSUN
Anggota :
Dosen Pembimbing
STEP I
Kata Kunci :
STEP 2
Identifikasi Masalah/Pertanyaan
1. Bagaimana mekanisme dari batuk berdahak?
2. Bagaimana mekanisme demam?
3. Mengapa nafsu makan dapat berkurang dan apa hubungannya dengan
keluhan batuk pasien?
4. Apa itu yang dimaksud riwayat atopi?
5. Berapakah nilai normal dari pemeriksaan vital sign (TD, RR, N, Suhu),
darah rutin (Hb, Leukosit), LED?
6. Mengapa dilakukan pemeriksaan BTA?
7. Apa dx dan dd dari skenario tersebut?
8. Bagaimana penegakan diagnosis dari penyakit pada skenario tersebut?
9. Mengapa ditemukan gambaran fibro infiltrat pada sela iga I dan Iapangan
paru kanan pasien?
10. Mengapa BAK pasien bewarna merah setelah mengonsumsi obat?
STEP 3
STEP 4
Mind Mapping
STEP 5
Learning Objective
STEP 6
Belajar Mandiri
STEP 7
Anatomi PARU
PLEURA.
- Releksi anterior, baik kanan maupun yang kiri turun dari pancak
cupula pleura menyilang articulus sternoclavicularis. Keduanya kemudian
bertemu di line mediana sterni setinggi angulus sternalis (cartilago costa ke
2).
- Refleksi kanan, kemudian melanjutkan diri lurus ke caudal sejajar
dengan tepi sternum sampai pada pertemuan cartilago costalis ke 6 dengan
sternum, kemudian berjalan serong ke lateral.
- Refleksi kiri, juga melanjutkan diri lurus ke caudal tetapi mulai
setinggi cartilago costalis ke 4 menjauhkan diri dari refleksi kanan sampai
batas kiri sternum Kemudian berjalan serong ke caudal kiri melewati
tempat pertemuan cartilago costalis ke 5 dengan sternum, mencapai
cartilago costalis ke 6 dan mengikuti ini ke lateral.
- Refleksi inferior kanan, menyilang tepi medioclavicularis,
menyilang costa ke 10 pada linea axillaris media dan berakhir setinggi
pertengahan corpus vertebra thoracalis 12.
- Refleksi inferior kiri, menyilang batas antara ke 7 dengan cartilago
costalisnya pada linea medioclavicularis, menyilang costa ke 10 pada linea
axillaris media dan berakhir setinggi pertengahan corpus vertebra
thoracalis 12.
- Reflesi posterior, kanan dan kiri berjalan vertikal dari pertengahan
corpus vertebra thoracalis 12 sampai ke cupula pleurae
Refleksi pleura lebih besar dari refleksi pulmo sehingga pada tempat -
tempat tertentu terdapat ruangan potensial yang disebut recessus pleurales.
Apabila dilihat dari sebelah dorsal maka cupula pleurae sebagai batas
paling cranial pleura menonjol tapi tidak melampaui collum costa ke 1. Akan
tetapi di sebelah ventral cupula pleurae menonjol 2,5 cm diatas ujung sternal costa
ke 1, sehingga ia akan kebih mudah mendapat trauma dari ventral.
Vascularisasi pleura.
Inervasi pleura.
PULMO.
Pulmo adalah organ respirasi yang berbentuk seperti kerucut, melekat pada
trachea dan cor melalui radix pulmonia dan ligamentum pulmonale. Organ ini
konsistensinya lunak. spongiosus dan elastia. Pulmo yang sehat selalu
mengandung udara (berat jenisnya 0,342) oleh karena itu akan terapung di air dan
bila ditekan akan terdapat krepitasi. Pulmo dari individu yang belum pernah
bernafas tidak mengandung udara (berat jenisnya 1,062 - 1,068) oleh karena itu
akan tenggelam di air.
Pulmo pada fetus dan anak yang baru lahir berwarna putih kemerahan,
dengan bertambahnya usia warnanya lambat laun akan berubah menjadi abu-abu
gelap atau kebiruan.
Pulmo dexter lebih berat, lebih lebar (oleh karena yang sinistra didesak
cor) dan lebih pendek (sebab kubah diaphragma yang kanan lebih dalam karena
adanya bepar) dibandingkan dengan pulmo sinistra.
Apex pulmonis.
Bagian ini terletak di dalam cupula pleurae dan menjulang keatas sampai
setinggi collum costa ke I ke basis leber.
Facies costalis, bagian ini biasanya sedikit menonjol ke ruang antar costa.
Facies medialis.
Radix pulmonis.
Ligmentum pelmonale.
Pembagian pulmo.
Pulmo dextra, terdiri dari 3 lobi yaitu lobus superior, lobus medius dan
lobus inferior. Lobus superior letaknya cranial dan ventral, lobus inferior terletak
caudal dan dorsal sedangkan lobus medius terdapat diantara lobus superior dan
lobus inferior.
Pulmo sinister, terdiri dari 2 lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior.
Lobus superior dapat dinamakan lobus anterior oleh karena merupakan hampir
seluruh Bgian ventral pulmo sinister. Bagian anteroinferior lobus superior berupa
tonjolan kecil yang menyerupai lidah dan disebut lingula pulmonis sinistri. Lobus
inferior dapat dinamakan lobus posterior oleh karena ia terletak dibagian dorsal
thorax.
Pulmo dapat dibagi lagi menjadi unit-unit yang lebih kecil yang disebut
segmen-segmen. Suatu segment pulmonis adalah bagian dari lobus pulmonis yang
diliputi oleh suatu kapsul jaringan ikat yang melanjtkan diri ke pleura visceralis
dan mempunyai bronchus dari orde ke 3 serta pembuluh-pembuluh darahnya
sendiri.
Pulmo dester
- segmentum posterius
- segmentum anterius
- segmentum mediale
Pulmo sinister :
Trachea.
- ramus ascendens:
- ramus descendens:
Terdiri dari dua sistem yaitu sirkulasi fungsional dan sirkulasi nutritif.
Sirkulasi fungsional.
Sirkulasi nutritif.
Sirkulasi ini dilayani oleh vasa bronchialis yang đisebut sebagai vasa
privata. Aa. bronchialis dextra et sinistra vertebra thoracalis Ke 4 - 5. Cabang-
cabang arteri ini kemudian memasuki lapisan adventitia dari bronchi dan pada
tingkat bronchioli respiratorii sudah pecah kapiler-kapiler. merupakan cabang
aorta descendens yang keluar setingg
Aliran lymphe pada pulmo terdiri dari 2 bagian yaitu aliran superficial dan
aliran profunda.
Innervasi pulmo.
Dilayani oleh cabang-cabang N. vagus dan serabut serabut sympathis dari
ganglia thoracalis (1) - 11 - II - IV - (V) yang akan membentuk plexus
pulmonalis anterius (ventral dari bronchus) dan plexus pulmonalis posterius
(dorsal dari bronchus). Kualitas dari plexus ini adalah viscerosensorik dan
visceromotorik.
HISTOLOGI PARU
BRONCHUS INTRA PULMONALIS.
Adalah bronchus yang sudah memasuki jaringan paru. Selalu
berjalan interlobuler, diselubungi oleh jaringan ikat interlobularis yang
merupakan kelanjutan jaringan ikat dari hilus. Didekatnya berjalan
pembuluh darah yang merupakan cabang dari arteria dan vena
pulmonalis (Gambar 15-6).
Gambar 15.6. Tampak
bronkus yang memiliki
keping tulang rawan
(panah putih), vasa
bronkialis (panah kuning)
yang terdapat pada
lamina propria bronkus
dan di sekitarnya bisa
ditemui arteri (panah
hitam) dan vena
pulmonalos (panah
hijau).
BRONCHIOLUS TERMINALIS.
Hanya dapat didiagnosa pada potongan membujur (pada
potongan melintang tidak dapat dibedakan dengan bronchiolus kecil)
yang merupakan segmen pendek sebelum menjadi bronchiolus
respiratorius.
- Dilapisi oleh epitel selapis kubis dengan sel-sel yang bersilia
(penting untuk drinage yang kemudian fungsi ini akan diambil
oleh makrofag)
yang terletak diantara sel-sel kubis yang tidak bersilia.
- Belum ada muara alveoli.
BRONCHIOLUS RESPIRATORIUS.
Bronciolus respiratorius (Gambar 17-11) dilapisi oleh epitel
kuboid bersilia dan sel Clara. Muara alveoli sudah ada sehingga
pertukaran gas sudah mulai terjadi. Pada tepi muara alveolus,
epitelnya akan menyatu dengan sel-sel alveolus tipe 1 yang mana
semakin ke arah distal jumlah alveolusnya semakin banyak dengan
jarak di antaranya semakin pendek dan silia dari epitel penyusunnya
dapat tidak dijumpai.
Mempunyai sabut otot polos namun tidak melingkari lumen,
hanya tampak sebagai benjolan-benjolan atau garis tebal yang terputus
putus karena disela oleh muara alveoli. Mempunyai sabut elastis dan
sabut retikuler (Anthony, 2017).
SACCUS ALVEOLARIS.
Ruangan multilokuler berbentuk bunga, dibentuk oleh beberapa
alveoli. (Gambar 17-12). Tidak memiliki otot polos, antara alveolus
yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh septum interalveolaris.
Mempunyai sabut elastis untuk mengembang kempiskan alveoli dan
sabut retikuler untuk mencegah over distensi dari alveoli, membentuk
jalinan rumit yang mengelilingi muara antrium, saccus alveolaris, dan
alveoli.
ALVEOLUS.
Alveolus merupakan evaginasi mirip kantong berbentuk
hexagonal (mirip sarang lebah) di bronchiolus respiratorius, ductus
alveolaris, dan saccus alveolaris untuk keluar masuknya udara.
Alveoli juga bertanggung jawab atas terbentuknya struktur berongga
dalam paru, mempunyai sabut elastis, sabut retiker dan septum
interalveolare (Gambar 17-11 dan Gambar 17-12).
Septum Interalveolare:
Dinding tipis antar alveoli yang dilapisi oleh epitel selapis pipih.
Mempunyai sabut elastis, sabut retikuler, kaya akan kapiler.
Mempunyai lubang-lubang halus yang disebut alveolar pores untuk
menjaga keseimbangan tekanan antar alveoli. Sel-sel yang terdapat
pada septum interalveolare antara lain:
a. Sel type I/ Squamous alveolar cells/ sel epitel permukaan.
Lapisan penutup yang lengkap pada permukaan alveoli
berbentuk pipih dan terdapat inti pipih dengan sitoplasma yang
sedikit. Sel tipe I (Gambar 17-14) ini menempati 97% dari
permukaan alveolus (sisanya ditempati sel tipe II). Fungsi utama
sel ini adalah membentuk sawar dengan ketebalan sawar dengan
ketebalan minimal yang dapat dilalui gas dengan mudah.
b. Sel type II/ Great alveolar cells/ septal sel.
Sel type II (Gambar 17-14) ini berbentuk kuboid sampai
bundar yang biasanya berkelompok dua sampai tiga di sepanjang
permukaan alveolus, pertemuan dinding alveolus. Memiliki inti
vasikuler, sitoplasmanya banyak dan bervakuola. Vakuola atau
vesikel ini disebabkan adanya badan lamela yang menghasilkan
materi yang menyebar di atas permukaan alveolus berupa surfaktan
paru, membentuk lapisan ekstrasel yang menurunkan tegangan
permukaan.
Sel-sel ini membelah secara mitosis untuk menggantikan
populasinya sendiri dan juga menggantikan populasi sel tipe I.
c. Sel endotel kapiler.
Mirip seperti sel tipe I, sel gelap dengan inti pipih dan
sitoplasma sedikit. Sel endotel melapisi dindig kapiler.
d. Alveolar macrophage/ alveolar phagocytes/ dust cells
Sama seperti makrofag biasa, tapi terletak pada septum
interalveolaris, alveolar space dan antara septum interalveolaris
dengan alveolar space. Bila memphagositir debu disebut dust cell.
Bil memphagositir erythrosit (pada heart failure) disebut heart
failure cells.
Blood air barrier.
Adalah struktur yang dilalui oleh gas-gas pada proses pertukaran
gas antara ruang alveolus dan darah dalam kapiler. Strukturnya terdiri
atas:
- Epitel selapis pipih dari alveoli.
- Interstitial space adalah ruang antara lamina basalis epitel
alveoli dengan lamina basalis kapiler.
- Endotel kapiler.
PLEURA
Permukaan luar paru dan dinding internal rongga toraks dilapisi oleh
suatu membran serosa yang disebut Pleura (Gambar 17-18).
Gambar 17-18. Pleura. (a): menggambarkan pleura parietalis yang
melapisi permukaan internal rongga toraks dan pleura viseralis yang
melapisi permukaan eksternal paru. Di antara kedua lapisan tersebut
adalah celah sempit rongga pleura. (b): mesotel skuamosa selapis (M)
atau pada selapis tipis jaringan ikat, seperti pada gambar untuk pleura
viseralis melapisi alveoli (A). Pembuluh darah (V) dan pembuluh
limfe (L).
1. Pleura parietalis adalah membran yang melapisi dinding rongga
toraks sampai hilus pilmonalis.
2. Pleura viseralis adalah membran yang melekat pada permukaan
paru.
Diantara keduanya terdapat rongga yang disebut cavum pleura / pleura
cavity yang pada keadaan normal berisi cairan serous berfungsi
sebagai pelumas untuk memudahkan pergeseran antar permukaan
pleura selama gerakan pernafasan. Pleura terdiri atas jaringan ikat
pada yang dilapisi oleh mesotel dan berisi sabut elastis, sabut kolagen,
makrofag, kapiler, pembuluh lymfa dan sabut saraf.
1. Terapi Farmakologi
Farmakoterapiuntukbatukdibagimenjadi beberapa jenis,yaitu
a) Antitusif
Terapi antitusif terindikasi bila
batuktidakmempunyaimanfaat,misalnyabatukyang timbul
akibat rangsangan di faring untuk mencegah,
mengendalikan dan menekan batuk (Estuningtyas, 2008)
Obat Dosis dan Interval
Dewasa Anak-anak
Kodein 10-20 mg setiap 4-6 6-12 th : 5-10 mg setiap 4-6
jam jika perlu (tidak jam jika perlu (tidak boleh
boleh lebih dari 120 lebih dari 60 mg/hari)
mg/hari) 2-6 th : 0,25 mg/Kg sampai
4x sehari
(Setyanto, 2004).
2. Terapi Non-Farmakologi
Pada umunya batuk berdahak maupun tidak berdahak dapat
dikurangi dengan cara sebagai berikut:
a) Memperbanyak minum air putih untuk membantu mengencerkan
dahak, mengurangi iritasi dan rasa gatal.
b) Menghindari paparan debu, minuman atau makanan yang
merangsang tenggorokan seperti makanan yang berminyak dan
minuman dingin.
c) Menghindari paparan udara dingin.
d) Menghindari merokok dan asap rokok karena dapat mengiritasi
tenggorokan sehingga dapat memperparah batuk.
e) Menggunakan zat - zat Emoliensia seperti kembang gula, madu,
atau permen hisap pelega tenggorokan. Ini berfungsi untuk
melunakkan rangsangan batuk, dan mengurangi iritasi pada
tenggorokan dan selaput lendir.
(Setyanto, 2004)
a) Tuberkulosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam :
1) Tuberkulosis Paru BTA (+)
Kriteria hasil dari tuberkulosis paru BTA positif adalah Sekurang-
kurangnya 2 pemeriksaan dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+)
atau 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada
menunjukan gambaran tuberculosis aktif.
2) Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen
dada menunjukan gambaran Tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-),
rontgen (+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu
bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.
b) Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu :
1) TBC ekstra-paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2) TBC ekstra-paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran
kencing dan alat kelamin.
c) Tipe Penderita
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe
penderita yaitu:
1) Kasus Baru
Penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
2) Kambuh (Relaps)
Penderita Tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
Tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
3) Pindahan (Transfer In)
Penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan
tersebut harus membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).
4) Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian datang kembali dengan hasil pemeriksaan
dahak BTA (+).
Definisi TB Paru
PATOGENESIS TB PARU
a) TuberkulosisPrimer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronkus, dan
terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi
dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara
pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam
paru. Saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di
sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu
antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah
sekitar 4-6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadipositif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh tersebut
dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian,
ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dorman (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalambeberapa bulan,
yang bersangkutan akan menjadi penderita TB. Masa inkubasi yaitu
waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit,
diperkirakan sekitar 6 bulan. Menyebar dengan cara :
1) Perkontinuitatum, menyebar ke sekitaPerkontinuitatum, menyebar ke
sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu
kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman
tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke
lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus
yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagaiepituberkulosis
2) Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke
paru sebelahnya atau tertelan
3) Penyebaran secara hematogen danlimfogen
Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan
virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara
spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti
tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis
Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis
pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya.
b) Tuberculosis Post Primer
Tuberkulosis post primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.
Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu
tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun,
dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi
masalah kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarangan dini, yang umumnya
terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang
dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni
ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1) Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2) Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju
dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3) Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan
kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal (kaviti sklerotik)
a. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage / BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus / BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara
pengambilan dahak 3 kali (SPS) :
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi (keesokan harinya)
Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau atau setiap
pagi 3 hari berturut-turut.
Bahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan /
ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih
dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada
fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di
gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat
ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium. Spesimen
dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak
sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis
identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratoriumberada jauh dari klinik/ tempat
pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui
jasa pos.
Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan
pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat
dilakukandengan cara :
Mikroskopik dan Biakan.
Pemeriksaan mikroskopik :
Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening)
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah
bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif ® BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ® ulang BTA 3 kali, kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif ® BTA positif
bila 3 kali negatif ® BTA negatif
Scala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung
Disease) :
Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan
dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari
vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai
kaviti
Lesi luas bila proses lebih luas dari lesi minimal.
3.Pemeriksaan Khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara
konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru
yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.
a.Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah
metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme asam lemak yang
kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth indexnya oleh
mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan
biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan
melakukan uji kepekaan. Bentuk lain teknik ini adalah dengan
menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).
Intensif 2 Bulan 1 1 3 3 56
Lanjutan 4 Bulan 2 13 - - 48
Tatalaksana
Pada jurnal yang ditulis oleh Zahra (2017) penatalaksanaan pada pasien
TB paru dilakukan dengan mengintervensi pasien beserta keluarga sebanyak 3
kali. Intervensi yang diberikan pada pasien ini adalah edukasi dan konseling
mengenai penyakitnya, pencegahan agar tidak terjadi komplikasiyang terbagi
atas patient center, family focus dan community oriented.
Patient center
1. Non medikamentosa
a. Konseling mengenai pentingnya tipe pengobatan preventif dibandingkan
kuratif
b. Konseling mengenai penyakit TBpada pasien
c. Konseling kepada pasien untuk melakukan kontrol rutin jika ada
keluhan dan mengambil obat di Puskesmas jika obatnya habis
d. Konseling kepada pasien untuk memeriksakan kembali dahaknya setelah
dua bulan dan enam bulan pengobatan
e. Konseling kepada pasien untuk makan makanan yang bergizi berupa
tinggi kalori dan tinggi protein
f. Konseling kepada pasien efek samping obat yang timbul seperti buang
air kecil akan berwarna merah yang menandakan itu bukanlah darah
hanya menandakan reaksi obat. Selain itu juga bisa timbul gatal-gatal
dan kepala terasa pusing. Hal ini dilakukan agar pasien tetap minum
obatnya dan tidak berhenti minum obat
g. Konseling kepada pasien untuk mengalihkan stress psikososial dengan
hal-hal bersifat positif
h. Edukasi mengenai gaya hidup bersih dan sehat seperti tidak merokok
serta fungsi dari ventilasi dalam rumah.
2. Medikamentosa
OAT-FDC tablet sehari tiga kali sehari (Guideline WHO dan PDPI 2016).
Family Focused
Community Oriented
1. Aspek Personal
a. Kekhawatiran pasien terhadap penyakitnya yang tidak dapat disembuhkan
sudah mulai berkurang yang rutin dan teratur serta mengurangi risiko
penularan ke orang-orag sekitar dengan menerapkan cara-cara
pencegahannya
b. Harapan batuk sudah mulai berkurang dengan cara rutn meminum obat
dan sudah yakin dapat sehat seperti sediakala
c. Persepsi mengenai batuk yang diderita pasien dapat disembuhkan dengan
pengobatan yang telah dianjurkan dokter dan kesembuhan tidak berkaitan
dengan ketidakcocokan obat.
2. Aspek Klinik
Kasus baru TB paru BTA +++ (ICD 10 A15.0)
(Zahra, 2017)
Tn. Wawan datang ke rumah sakit dengan keluhan utama batuk yang
cukup lama (2 bulan). Batuk tersebut disebabkan oleh adanya infeksi bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini masuk ke organ paru-paru Tn. Wawan
dan menimbulkan gambaran fibro infiltrat ketika dilakukan foto rontgen. Infeksi
bakteri ini dimulai ketika bakteri masuk ke dalam tubuh akan timbul reaksi antara
makrofag terhadap antigen (bakteri) yang dapat menimbulkan gejala/manifestasi
klinis seperti yaitu berkurangnya nafsu makan yang dikarenakan terproduksinya
prostaglandin yang menyebabkan terproduksinya hormon leptin yang berlebih,
keringat malam, demam karena terproduksinya sitokin pirogen endogen, gejala
mual muntah dan lain-lain. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan, seperti pemeriksaan BTA (Bakteri Tahan Asam) yang
dimana sampelnya diambil secara sewaktu pagi sewaktu, pemeriksaan darah,
pemeriksaan histopatologi jaringan, dan beberapa tes lainnya untuk membantu
penegakkan diagnosis penyakit. Untuk pemeriksaan histopatologi jaringan, pada
penderita TB Paru akan dapat terlihat terbentuknya granulosa dengan area yang
mengalami pengejuan pada paru paru, serta dapat ditemukan cavity karena
sekret/mukus pada daerah pengejuan tersebut keluar melalui batuk. Untuk
pengobatan dari tuberkulosis sendiri dapat menggunakan OAT (Obat Anti-TBC).
Daftar Pustaka
1. Amin Z, Bahar A. 2016. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ke-6
Jilid I (TuberkulosisParu). Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam FakultasKedokteran Universitas Indonesia
2. Amin, Zulkifli dan Asril Bahar.2009. Tuberkulosis Paru dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi kelima Jilid III.Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
3. Anthony L. 2017. Histologi Dasar JUNQUEIRA Teks & Atlas Edisi
14. Jakarta: EGC
4. Chandra. B. 2017. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas.
Jakarta: EGC
5. Dorland, W.A Newman. 2015. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.
Jakarta: EGC
6. Estuningtyas, Ari, Azalia Arif. 2008. Obat Lokal. In Farmakologi dan
Terapi Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
7. Ginanjar, G. 2018. TBC Pada Anak. Edisi Pertama. Jakarta: Dian
Rakyat
8. Guyton, A. C., Hall, J. E., 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 12. Jakarta : EGC
9. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman nasional
penanggulangantuberkulosis. Jakarta:Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
10. Linnisaa, Uswatun Hasanah. 2014. Rasionalitas Peresepan Obat Batuk
Ekspektoran dan Antitusif di Apotek Jati Medika Periode Oktober-
Desember 2012. IJMS – Indonesian Journal Medical Science, Vol. 1,
No. 1, Januari 2014: 30-39
11. Manan, E. 2014. Buku Pintar Swamedikasi. Penerbit: Saufa.
12. Netter, Frank H. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25th Edition. Jakarta:
EGC
13. Pedoman Penatalaksanaan TB (Konsensus TB). Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia. PDPI. 2006.