Anda di halaman 1dari 68

Garnadi Jafar, M.Si.

, Apt
 Kelarutan diartikan dalam bentuk kuantitatif
adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan
jenuh pada temperature tertentu.
 Dari segi kualitatif bisa diartikan sebagai
interaksi spontan dari dua atau lebih zat
untuk membentuk disperse molecular yang
homogen
 Kelarutan dapat digambarkan dengan cara
biasa dengan aturan Gibbs, yang
digambarkan pada :

F=C–P+2
 Kelarutanjuga secara
kuantitaif menggambarkan
bentuk dari
a. molalitas
b. molaritas
c. Persentase.
 Air tidak hanya merupakan pelarut yang
baik tetapi juga aman terutama untuk
garam, gula, dan senyawa yang lainnya.
 Selain air minyak mineral dan pelarut
organik diperutukkan untuk yang zat yang
sukar larut dalam air. Tetapi perlu ditinjau
keamanannya terutama untuk sediaan oral.
 Penemuan empiris ini menyimpulkan
pernyataan “like dissolves like”.
 Kelarutan dari obat harus memadai dalam
kepolaran pelarut, oleh karena itu, disebut
momen dipole.
 Hildeldebrand menunjukkan,bahwa
pertimbangan dari momen dipol saja tidak
cukup untuk menjelaskan kelarutan dari
senyawa polar dalam air. Kemampuan zat
terlarut untuk membentuk ikatan hidrogen
adalah faktor yang jauh lebih signifikan
dibandingkan kepolaran yang ditunjukkan
dalam momen dipol yang besar.
 Air melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton,
amin, dan senyawa yang mengandung
oksigen dan nitrogen yang membentuk ikatan
hidrogen dengan air.
a. Pelarut polar mengurangi gaya interaksi
antara ion yang berlawanan dalam kristal.
b. Pelarut polar memecahkan ikatan kovalen
dari elektrolit kuat dengan reaksi asam-basa
karena pelarut ini aprotic.
c. Yang pada akhirnya, pelarut polar bisa
melarutkan molekul dan ion melalui
interaksi gaya dipol, secara parsial pada
formasi ikatan hidrogen, yang
mempengaruhi kelarutan dari senyawa.
 Pelarut non-polar tidak bisa mengurangi
interaksi antara ion dari elektrolit kuat dan
lemah karena pelarut kurang akan dielectric.
 Pelarut non-polar tidak bisa memecah ikatan
kovalen dan ion lemah dari elektrolit, karena
pelarut ini tergabung ke dalam pelarut
aprotic, dan tidak bisa bergabung
membentuk jembatan hidrogen dengan
molekul non elektrolit.
 Pelarut semipolar seperti keton dan alkohol,
bisa mengurangi level kepolaran pada
molekul pelarut non-polar, seperti benzen,
yang telah terpolarisasi dan menjadi larut
dalam alkohol.
 Faktanya, pelarut non-polar dapat bisa
berfungsi sebagai pelarut intermediet, yang
bisa meningkatkan ketercampuran cairan
polar dan non-polar.
 Gas dalam cairan
 Cairan dalam cairan
 Padatan dalam cairan
 Larutan didalam sediaan kefarmasian
adalah HCL, NH4OH, dan preparat
effervesen yang mengandung CO2 yang
terlarut dan dibawah tekanan positif.
 Kelarutan gas didalam cairan adalah
konsentrasi dari gas yang terlarut ketika
mencapai kesetimbangan dengan gas murni
yang berada diatas larutan
 Kelarutan gas dalam cairan
bergantung terutama pada :
a. Tekanan,
b. Temperatur,
c. Adanya garam,
d. Reaksi Kimia.
 Efek dari tekanan digambarkan dengan
hukum Henry, yang mana berbunyi :
“setiap larutan encer pada temperatur
konstan, konsentrasi gas yang terlarut setara
dengan tekanan parsial yang berada diatas
larutan ketika mencapai kesetimbangan”
C2 = σ p

Di dalam dunia kefarmasian hukum Henry


dipergunakan pada sediaan Effervesen.
 Semakin meningkatnya suhu maka kelarutan
gas akan menurun, yang menyebabkan
besarnya kecenderungan gas untuk
menyebar.
 Gas terkadang dibebaskan dari larutan yang
terlarut pada sebuah elektrolit.
 Penomena ini bisa dijelaskan dengan
“menambahkan sejumlah garam kedalam
larutan berkarbonasi”
 Peneraan hukum Henry, secara tegas
mengatakan bahwa gas yang sukar
larut dalam larutan dan tidak bereaksi
dengan berbagai cara di dalam
pelarut.
 Merupakan campuran dua atau lebih cairan
secara bersama didalam preparasi dalam
larutan di bidang kefarmasian.

Contoh
Kelarutan etanol dalam air
Gliserin dalam air
Propilenglikol dalam air
 Mengikuti hukum Raoult’s, pi = pi cXi
 Disebut larutan ideal ketika kedua
campuran menunjukkan penyimpangan
yang negatif.
 Sistem cair – cair bisa dipecah menjadi dua
kategori :
a. Kelarutan sempurna
b. Kelarutan parsial
 Biasanya kelarutan sempurna diperoleh pada
pelarut polar dan semipolar.
 Kelarutan sempurna tidak memberikan
masalah bagi seorang farmasis di dalam
preparasi.
 Disini cukup mengulang point – point
sebagai berikut :
a. Kelarutan parsial yang saling menguntungkan
dipengaruhi oleh suhu.
b. Pengetahuan tentang diagram fasa
 Penambahan pada sistem cairan dua fasa,
yang menyebabkan mempunyai tiga
komponen.
 Ketika penambahan zat ketiga kelarutan
meningkat, hal ini dikenal dengan micellar
solubilization
 Prinsipnya adalah bahwa didalam sistem
terdiri dari satu, dua, atau tiga kelarutan
parsial yang saling berpasangan.
 Paruta dan rekan mempelajari tentang obat
dengan rentang kelarutan yang memiliki
bermacam konstanta dielektrik.
 Gorman dan Hall memperoleh hubungan
garis lurus antara ketika mereka memplot
fraksi mol dari metil salisilat dengan kontanta
dielektrik dari campuran isopropanol dan air.
 Kier dan Hall dengan mengamati kelarutan
hidrokarbon cair,alkohol,eter, dan ester di
dalam air..Mereka menggunakan suatu indeks
topologic (struktur) X (chi) yang mempunyai
nilai yang bergantung pada gambaran struktur
dan gugus fungsi dari molekul tertentu. Teknik
ini disebut Hubungan Molekuler
 0X dan 1X digunakan untuk mendeskripsikan

molekul
 Contohnya,untuk meneliti propane
 Untuk Menentukan Kelarutan digunakan
metode yang terdiri dari analisis regresi
dimana In kelarutan dari zat terlarut
sebanding dengan luas permukaan total.
Kecuali olefin, persamaan yang memberikan
korelasi terbaik dengan senyawa 158
adalah dengan persamaan :
log (kelarutan) = 0.0168 ( TSA) + 4.44
keterangan : TSA = total surface area
In (Kelarutan) = -0.0430 ( HYSA)
- 0,0586 (FGSA) + 8.003 I +
4.420
Larutan Ideal
 Faktor yang mempengaruhi kelarutan zat
padat dalam larutan ideal bergantung pada
temperatur, titik leleh zat padat, panas
peleburan molar ∆Hf, yaitu panas yang
diabsorpsi apabila zat padat meleleh
 Persamaan yang diturunkan dari
pertimbangan termodinamik untuk larutan
ideal zat padat dalam cairan adalah :
- log X2i = ∆Hf (To – T)
2,303R (T.To)
 Dimana X2i adalah kelarutan ideal zat
terlarut yang dinyatakan dalam fraksi mol,
To adalah titik leleh zat terlarut padat
dalam derajat mutlak, dan T adalah
temperatur mutlak larutan
Larutan tidak ideal atau larutan nyata
adalah Larutan yang menyebabkan
terjadinya perubahan sifat kompennya pada
saat dilakukan Pencampuran. Bisa terjadi
kerena Pelepasan Panas atau adanya zat
yang diabsorpsi.
Ada 3 Tahap dalam Proses ini, yaitu :
1. Tahap pertama menyangkut pemindahan
satu molekul dari fase terlarut pada
temperatut tertentu. Kerja pemecahan
ikatan antara 2 molekul yang berdekatan
adalah w22,dimana notasi 22 adalah
energi interaksi antara molekul zat
terlarut.
2. Tahap kedua menyangkut pembentukan
lubang dalam pelarut yang cukup besar
untuk menerima molekul zat terlarut. Kerja
yang dibutuhkan untuk tahap ini adalah
w11 daimana angka itu adalah energi
interaksi antara molekul-molekul pelarut.

3. Molekul Zat terlarut akhirnya ditempatkan


dalam lubang dalam pelarut dan
pertambahan kerja atau penurunan energi
petensial dalah langkah ini adalah –w12.
Angka 12 adalah energi interaksi zat
terlarut dengan pelarut.
 Campuran antara pelarut dan zat terlarut
disebut solvation.
 Apabila terjadi interaksi antara antara
molekul sejenis dari salah satu komponen
dalam larutan, gejala ini disebut asosiasi.
 Tipe interaksi ini ditunjukan oleh dimerisasi
asam benzoat dalam beberapa pelarut
nonpolar atau saling berhubungannya
molekul air dengan ikatan hidrogen.
 Hal ini menyebabkan harga panas pelarutan
positif dan penyimpangan positif dari hukum
raoult.
 Keunggulan temperatur terhadap
kelarutan dari nonelektrolit, elektrolit
lemah, dan elektrolit kuat sangat
tinggi dalam larutan non ideal dapat
digunakan istilah panas pelarutan ΔHf
 Untuk nonelektrolit dan elektrolit
lemah, menggunakan persamaan :
 Ln c” = ∆Hf (T” – T’)
c’ R (T’T”)
 Untuk elektrolit kuat: R digantikan dengan
vR, dimana v adalah jumlah ion
 Istilah c’ dan c” adalah konsentrasi seperti
molar, molal, fraksi mol, gram/liter, dan
persen.
 ΔHf adalah panas pelarutan cal/mol
 R = 1,9872 cal/mole deg
 Proses endotermik adalah kenaikan
temperatur menaikkan kelarutan zat padat
yang mengabsorbsi panas apabila dilarutkan,
Pengaruh ini sesuai dengan asas Le Chatelier,
bahwa sistem cenderung menyesuaikan diri
sendiri dengan cara sedemikian rupa
sehingga akan melawan suatu tantangan
misalnya kenaikan temperatur.
 Proses eksotermik adalah jika panas
dilepaskan , temperatur larutan naik dan
wadah terasa hangat bila disentuh, kelarutan
dalam hal ini akan turun dengan naiknya
temperatur, juga mengikuti asas Le Chatelier.
Zat padat umumnya termasuk dalam
kelompok senyawa yang menyerap panas
apabila dilarutkan.
Sebagai contoh; natrium sulfat, dalam
bentuk hidrat , Na2SO4.10H2O, dengan
temperatur 32°C, proses pelarutan
(disolusi) endotermik, dan kelarutan naik
dengan naiknya temperatur. Diatas titik
ini, senyawa dalam bentuk anhidrat,
Na2SO4, proses pelarutan (disolusi)
eksotermik, dan kelarutan turun dengan
naiknya temperatur.
 Natrium klorida tidak menyerap atau
melepaskan panas, apabila dilarutkan
dalam air; maka kelarutannya tidak banyak
berubah dengan berubahnya temperatur,
dan panas pelarutannya kira-kira 0.
 Gejala ini dapat diterangkan dalam bentuk
panas pelarutan, ΔH. Besaran ini dikenal
sebagai panas pelarutan parsial atau panas
pelarutan diferensial.
 Panas pelarutan zat yang berbentuk kristal
adalah perbedaan antara panas sublimasi zat
padat, seperti diberikan oleh energi kisi
kristal dan panas hidrasi ion dalam larutan;
∆H (larutan) = ∆Hsubl + ∆Hhyd
 Energi kisi adalah energi yang dibutuhkan
untuk memisahkan 1 mol dari kristal ke
dalam ion-ionnya dalam wujud gas atau
energi untuk menguapkan zat padat;
NaClpadat → Na+ gas + Cl- gas
 panas hidrasi adalah panas yang dilepaskan
ketika ion-ion gas terhidrasi, hal ini
dipengaruh oleh jari-jari sebuah ion.
 Proses hydration dapat di tuliskan :
Na+gas + Cl- → Na+aq + Cl-aq
 Dalam larutan ideal, tidak akan terjadi
hidrasi (solvasi), dan panas yang diabsorpsi
hanyalah panas yang dibutuhkan untuk
mengubah kristal ke cairan.
 nilai positif dari ∆H menunjukan menyerap
panas; negatif menandakan bahwa
melepaskan panas.
 Fase gibb, larutan padat dalam cairan,
karena tekanan biasanya tetap pada 1 atm
jadi tidak perlu ditentukan, aturan fase
menjadi :
F=C–P+1
 Apabila elektrolit yang sukar larut dilarutkan
untuk membentuk larutan jenuh, kelarutan
digambarkan oleh tetapan khusus, yaitu :
Ksp dari senyawa.
 Contoh : perak klorida contoh garam yang
sukar larut, karena konsentrasi fase padat
biasanya konstan maka : AgClpadat ↔ Ag+
+ Cl- apabila ditambahkan kedalam larutan
perak klorida, kesetimbangan akan berubah.
Penambahan ion sejenis adalah mengurangi
kelarutan elektrolit yang sukar larut.
 Garam-garam yang tidak mempunyai ion
yang sejenis dengan elektrolit yang sukar
larut, pengaruhnya berlawanan; pada
konsentrasi sedang, garam ini menaikkan
dan bukan menurunkan kelarutan karena
adanya penurunan koefisien keaktifan.
 Didapat kesimpulan bahwa ; jika seorang
ahli farmasi ingin mencegah pengendapan
garam yang sukar larut dalam air, dia
dapat menambahkan sejumlah zat yang
dapat
 mengikat dan mengurangi konsentrasi
salah satu ion sehingga garam lebih
banyak dapat berubah dari keadaan tidak
terlarut menjadi keadaan terlarut sampai
tetapan hasil kali kelarutan tercapai dan
kesetimbangan terjadi.
 Contoh : Fe(OH)3 dapat digabungkan oleh
pembentukan kompleks dengan natrium
sitrat, lebih banyak Fe3+ masuk dalam
larutan akan menjaga Ksp supaya konstan.
 Elektrolit lemah ini umumnya sangat tidak
larut dalam air tetapi larut dalam larutan
asam encer, seperti senyawa atropin sulfat
dan tetrakain hidroklorida dibetuk dengan
mereaksikan senyawa asam dengan basa.
 Penambahan basa kedalam larutan garam
senyawa ini mengendapkan basa bebas dari
larutan apabila kelarutan basa dalam air
rendah.
 Kelarutan elektrolit lemah sangat
dipengaruhi oleh pH larutan.
 Untuk menjamin larutan homogen yang
jernih dan keefektifan terapi yang
maksimum, pembuatan harus disesuaikan
pada pH optimum.
 Kesetimbangan dalam larutan jenuh dari
elektrolit lemah yang sukar larut adalah
pH padat ↔ pH larut
 Karena konsentrasi bentuk tidak
terionisasi dalam larutan pH larutan
biasanya konstan, tetapan
kesetimbangan untuk kesetimbangan
larutan, persamaan, adalah :
So = (pH)larut
 Tetapan untuk kesetimbanagn asam-
basa, persamaannya: Ka = (H3O+)(P-)
(pH)
 Persamaan kelarutan dapat ditulis
dengan bentuk logaritma:
pH = pKa + log S – So
 So
 Dimana dibawah pH ini obat akan
terpisah dari larutan sebagai asam tidak
terdisosiasi.
 Suatu penurunan yang analog dapat
dilakukan untuk mendapatkan
persamaan kelarutan basa lemah sebagai
fungsi pH larutan, persamaannya adalah :
pH = pKw – pKb + log S – So
So
 Pengecilan Ukuran Partikel
 Dispersi Padat
 Spray Drying
 Freeze drying
 Penambahan Surfaktan
 Penambahan bahan Pembasah
 Pembentukkan garam
 Pembentukkan senyawa inklusi
 Semakin kecil ukuran partikel semakin besar
luas permukaan partikel maka semakin luas
kontak permukaan antar partikel sehingga
mempercepat disolusi
 Pengecilan ukuran partikel ini bisa dengan
proses
a. Milling
b. Penggerusan
c. Ultratutax
d. ultrasonik,
e. HPH
 Bahan baku dicampurkan dengan polimer
yang suhu lebur polimer lebih tinggi
dibandingnkan dengan BAF
 Polimer yang digunakan misalnya PEG (6000
dan 600), dimana keduanya dileburkan
bersamaan dan dipadatkan kembali
 Ketika polimer memadat kembali obat belum
memadat sehingga ruang untuk obat bersifat
amorf
 Bahan baku didispersikan dalam suatu
pelarut kemudian disemprotkan melalui
nozzle dengan ukuran ttt melewati
ruang/udara panas dan obat kemudian
mengkristal
 Pada proses ini ukuran partikel mengecil
tergantung ukuran nozzle dan proses
penguapan pelarut yg cepat dan BAF bersifat
amorf
 BAF dilarutkan dalam pelarut kemudian di
freeze drying dimana air dibekukan kemudian
tekanan uap diturunkan sehinga air akan
mengalami sublimasi
 Hasil dr proses tsb BAF memiliki banyak
rongga atau kanal (bekas air menyublim),
dengan adanya rongga maka luas permukaan
partikel meningkat
 Pembentukkan garam pada suatu BAF, dgn
bentuk garam akan mengalami disosiasi
dalam larutan
 Hal ini telah dilakukan oleh Nelson dkk
mengenaik kelarutan benzoat dengan Na
benzoat
 Bahan pembasah spt gliserin dan
propilenglikol akan mengusir udara yg
terdapat dalam permukaan padatan sehingga
padatan akan lebih mudah terbasahi
 Bahan pembasah juga akan menurunkan
tegangan permukaan antara padatan dengan
cairan sehingga kelarutan dapat meningkat
 Dengan memasukan BAF kedalam suatu
senyawa yg beresifat “host” misalnya
siklodextrin
 Siklodextrin memiliki sifat hidrofilik bagian
dalam dan hidrofibik bagian luar dan sifat yg
terdapat dalm BAF akan mengikuti sifat tsb
dan akan terjerat
 Elektrolit lemah dapat bersifat seperti elektrolit
kuat dan seperti nonelektrolit dalam larutan.
 Apabila larutan pada pH dimana obat
seluruhnya berbentuk ion, maka larutan
tersebut bersifat larutan elektrolit kuat dan
kelarutan tidak dipengaruhi.
 Apabila pH disesuaikan dengan harga pH
dimana molekul tidak terdisosiasi diproduksi
dalam konsentrasi yang cukup untuk mencapai
kelarutan dalam bentuk ini terjadilah
pengendapan.
 Zat terlarut lebih larut dalam campuran
pelarut daripada satu pelarut saja yang
disebut consolvency.
 Pelarut yang dalam kombinasi menaikkan
kelarutan zat terlarut disebut consolvent
Pelarut mempengaruhi kelarutan elektrolit
lemah dalam larutan yang didapar, dengan 2
cara :
1. Penambahan alkohol kedalam larutan yang
didapar dari elektrolit lemah dalam air –
menaikkan kelarutan zat yang tidak terionisasi
dengan mengatur polaritas pelarut pada harga
yang lebih diinginkan.
2. Karena kurang polar dibandingkan air, alkohol
menurunkan disosiasi elektrolit lemah, dan
kelarutan obat turun apabila tetapan disosiasi
turun (pKa naik).
Obat yang bersifat asam lemah dan basa
lemah dapat dilarutkan dengan bantuan kerja
penglarutan dari zat aktif penglarutan dari zat
aktif permukaan. Gliserin dan etanol merupakan
contoh dari pengaruh zat aktif permukaan pada
kelarutan obat dalam bentuk kuantitatif
bersama-sama dengan pengaruh pelarutan dari
pelarut.
Sediaan farmasetik umumnya terdiri lebih
dari satu obat tunggal dalam larutan. Fritz
telah memperlihatkan bahwa apabila beberapa
obat bersama-sama dengan zat tambahan
farmasetik berinteraksi dalam larutan
membentuk kompleks yang tidak larut, profil
kelarutan sederhana dari masing-masing obat
tidak dapat digunakan untuk memperkirakan
kelarutan dalam campuran dari masing-masing
isi.
Ukuran dan bentuk partikel kecil juga
mempengaruhi kelarutan. Konfigurasi molekul
dan macam penyusunan dalam kristal juga
mempunyai beberapa pengaruh pada kelarutan,
dan partikel simetris dapat kurang larut
daripada partikel tidak simetris. Ini disebabkan
pada kenyataan bahwa kelarutan bergantung
sebagian pada kerja yang dibutuhkan untuk
memisahkan partikel zat terlarut berbentuk
kristal.
Jika kelebihan cairan atu zat padat
ditambahkan ke dalam campuran dari dua cairan
tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri
di antara ke dua fase, sehingga masing-masing
menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan ke
dalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah
yang tidak cukup untuk menjenuhkan larutan,
maka zat tersebut tetap berdistribusi diantara ke
dua lapisan dengan perbandingan konsentrasi
tertentu.
Zat terlarut dapat berada sebagian atau
keseluruhan sebagai molekul terasosiasi dalam
salah satu fase atau dapat terdisosiasi dalam
ion-ion pada salah satu dari fase tersbut.
Hukum distribusi digunakan hanya untuk
konsentrasi zat yang umum pada ke dua fase,
yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat
terlarut.
Untuk menentukan efisiensi pelarut
terhadap pelarut yang dapat mengekstraksi
dari pelarut kedua – suatu pengerjaan yang
secara umum dapat digunakan dalam kimia
analitik dan kimia organik.

Adanya zat terlarut lain seperti garam,


dapat juga berakibat terbentuknya komplek
dengan zat terlarut atau dengan pengusiran
garam dari satu fase.
Larutan makanan, obat dan kosmetik
merupakan sasaran kerusakan oleh enzim
mikroorganisme, yang bekerja sebagai katalis
dalam reaksi penguraian. Enzim-enzim ini
dihasilkan oleh ragi, kapang dan bakteri, dan
organisme seperti ini harus dimatikan atau
pertumbuhannya di hambat untuk pencegahan
pengrusakan.
Sterilisasi dan penambahan zat kimia pengawet
adalah metode umum yang digunakan dalam
bidang farmasi untuk mengawetkan larutan obat
terhadap serangan dari berbagai mikroorganisme.
Rahn dan Conn memperlihatkan bahwa
kerja pengawet atau bakteristatis dari asam-
asam benzoat dan asam-asam sejenis,
disebabkan hampir seluruhnya oleh asam
yang tidak terdisosiasi dan tidak dalam
bentuk ionik.

Bakteri dalam sistem minyak-air umumnya


terdapat pada fase air dan pada antar muka
minyak-air. Oleh karena itu, keunggalan
asam lemah seperti asam benzoat sebagai
pengawet dalam sistem ini merupakan akibat
dari konsentrasi asam tidak terdisosiasi
dalam fase air.
Pada abad peralihan, Mayer dan
Overton mengajukan hipotesis bahwa kerja
narkotik dari obat nonspesifik adalah fungsi
koefisien distribusi suatu senyawa antara
medium lipoid dan air. Belakangan
disimpulkan bahwa norkosis hanya merupakan
fungsi dari konsentrasi obat dalam lemak dari
sel. Jadi, berbagai variasi obat dengan tipe
kimia yang berbeda akan menghasilkan kerja
narkotik yang sama pada konsentrasi sama
dalam sel lemak dari suatu bahan.
Koefisien partisi minyak-air adalah suatu
petunjuk sifat hipofilik atau hidrofobik dari
molekul obat. Lewatnya obat melalui membran
lemak dan interaksi dengan makromolekul
pada reseptor kadang-kadang berhubungan
baik dengan koefisien partisi oktanol / air dari
obat.

Anda mungkin juga menyukai