PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya manusia adalah makhuk pencari kebenaran. Manusia tidak
memliki rasa puas terhadap apa yang sudah ada, tetapi manusia selalu bertanya
– tanya untuk mencari jawaban yang benar atas kebenaran yang sesungguhnya.
Namun kebenaran itu harus di uji dengan metode – metode tertentu agar dapat
dicapai kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur
dengan cara – cara illmiah.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang pesat tidak menjadikan manusia
puas akan kebenaran yang ada, namun sebaliknya manusia lebih giat lagi untuk
mencari kebenaran baru yang berlandaskan teori – teori yang sudah ada
sebelumnya untuk menguji teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya.
Hal ini menjadi titik penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan termasuk
peran filsafat ilmu didalamnya.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran
manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak
didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan,
tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu,
memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu.
Semenjak masa Renaissance yang disusul dengan Aufklaerung (abad
XVIII), filsafat sebagai “induk” cabang-cabang ilmu pengetahuan ditinggalkan
oleh “anak-anaknya” (cabang-cabang ilmu pengetahuan). Cabang-cabang ilmu
pengetahuan bersama “anak kandungnya” (teknologi) cenderung berdiri secara
mandiri. Dalam perjalanannya kemudian, ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) mengalami kemajuan sangat pesat dan menghasilkan temuan-temuan
spektakuler, sehingga berdampak luas terhadap peradaban hidup manusia.
Menurut Koento Wibisono (2005) Ada kecenderungan, bahwa ilmu
pengetahuan dipelajari dan diterapkan terlepas dari asumsi-asumsi dasar
filsafatnya. Berbagai permasalahan yang timbul –baik teoritis maupun praktis-
ditinjau dari sudut pandang masing-masing disiplin ilmu dan diterjemahkan
dengan bahasa teknisnya sendiri-sendiri. Akibatnya komunikasi antar ilmu
pengetahuan sulit dikembangkan.
Lebih dari itu perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran sangat
berpengaruh pada kehidupan manusia. Karena dapat berdampak pada perilaku
menyimpang yang merugikan dan terjadi disharmoni sosial.
Dari uraian diatas bahwa, perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran
akan selalu berjalan seiringan. Hal itu juga akan berdampak negatif maupun
positif. maka dibutuhkan sarana kritik dan mitra dialog yang dapat
dipertanggungjawabkan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Adanya
kebutuhan untuk saling merekatkan hubungan antar berbagai disiplin ilmu agar
bisa saling “menyapa” juga menjadi penting. Untuk menjawab kebutuhan
tersebut, filsafat ilmu dianggap mampu menjadi mediasi antar berbagai cabang
ilmu pengetahuan agar bisa saling “menyapa”. Filsafat ilmu dapat
mendemonstrasikan ilmu pengetahuan secara utuh-integral-integratif. Filsafat
ilmu bisa sebagai mitra dialog yang kritis bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Dengan demikian, menjadi amat penting untuk mengangkat tema
“Peranan Filsafat bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan singkat dari latar belakang di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan pada:
1. Bagaimana peran filsafat dalam pengembangan pemikiran?
2. Bagaimana peran filsafat dalam pengembangan ilmu pengetahuan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peran filsafat dalam pengembangan pemikiran
Istilah philosophia memiliki akar kata philien yang berarti mencintai dan
sophos yang berarti bijaksana. Jadi, istilah philosophia berarti mencintai akan
hal-hal yang bersifat bijaksana. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami
bahwa filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Sedangkan orang yang berusaha
mencari kebijaksanaan atau pecinta pengetahuan disebut dengan filsuf atau
filosof. Sumber dari filsafat adalah manusia dalam hal ini akal dan kalbu
manusia yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh untuk
mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran
Proses mencari kebenaran itu melalui berbagai tahap. Tahap pertama,
manusia berspekulasi dengan pemikirannya tentang semua hal. Tahap kedua,
dari berbagai spekulasi disaring menjadi beberapa buah pikiran yang dapat
diandalkan. Tahap ketiga, buah pikiran tadi menjadi titik awal dalam mencari
kebenaran (penjelajahan pengetahuan yang didasari kebenaran), kemudian
berkembang sebagai ilmu pengetahuan, seperti; matematika, fisika, hukum,
politik, dan lain-lain. (Susanto, 2014:1).
Lebih lanjut menurut Plato (dalam Suhartono, 2008:34), filsafat
digambarkan sebagai pengetahuan atau pemikiran kritik terhadap pendapat-
pendapat yang sedang berlaku. Jadi, kearifan atau pengertian intelektual
diperoleh melalui suatu proses pemeriksaan secara kritis, diskusi dan
penjelasan mengenai gagasan-gagasan. Sedangkan menurut muridnya,
Aristoteles, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki tentang hal ada sebagai hal
yang berbeda dengan bagian-bagiannya yang satu atau lainnya.
Al Farabi (dalam Atjeh, 1970:10), filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang alam yang maujud dan bertujuan untuk menyelidiki hakekatnya yang
sebenarnya. Sedangkan menurut Immanuel Kant (dalam Anshari, 1985:83),
filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala pengetahuan yang mencakup di
dalamnya 4 (empat) persoalan, yaitu:
a. Apakah yang dapat kita ketahui? (dijawab oleh metafisika)
b. Apakah yang boleh dikerjakan? (dijawab oleh etika)
c. Sampai dimanakah pengharapan kita? (dijawab oleh agama)
d. Apakah yang dinamakan manusia? (dijawab antropologi)