Anda di halaman 1dari 6

A.

Stakeholder Lain
1. Peringkat Stakeholder
Awalnya, penggunaan istilah stakeholder banyak dikaitkan dengan kewajiban yang harus
dipenuhi oleh perusahaan, baik secara etis maupun regulasi. Di pihak lain, stakeholder
mempunyai kewajiban untuk menjaga agar perusahaan tetap berjalan lancer dan dikelola
dengan iktikad baik, penuh tanggung jawab, dan penuh kehati-hatian. Dilihat dari sudut
penyedia sumber daya langsung terhadap perusahaan, stakeholder dapat diurutkan
menjadi pemegang saham (investor), kreditur, pemasok, karyawan, konsumen,
pemerintah, lingkungan (sosial dan masyarakat), dan pesaing.
Zabihollah (2009: 9-10) memeringkatkan stakeholder menjadi 3 peringkat. Pemegang
saham atau investor adalah stakeholder peringkat pertama (first tier). Tanpa pemegang
saham atau investor maka tidak akan ada perusahaan atau manajemen. Stakeholder
peringkat kedua adalah kreditur yang menyediakan pendanaan bagi perusahaan dalam
bentuk pinjaman atau utang. Zabihollah (2009: 11) memasukkan karyawan, pemasok,
konsumen, pemerintah, dan masyarakat sebagai stakeholder peringkat ketiga.
2. Prinsip Tata Kelola
Dari sudut pandang perusahaan, prinsip tata kelola perusahaan yang dikeluarkan oleh
organization for economic cooperation and development (OECD) membedakan
stakeholder yang hak-haknya ditetapkan oleh undang-undang atau oleh perjanjian yang
disepakati oleh kedua belah pihak dengan stakeholder yang hak-haknya tidak terproteksi
oleh undang-undang atau perjanjian. Hak-hak yang tercantum dalam undang-undang atau
perjanjian merupakan kewajiban bagi perusahaan.
Tercantumnya hak-hak stakeholder dalam undang-undang atau perjanjian merupakan alat
bagi stakeholder untuk memonitor kegiatan perusahaan. Monitoring ini, selain untuk
melindungi kepentingan stakeholder itu sendiri, juga bermanfaat bagi perusahaan agar
terhindar dari perbuatan-perbuatan yang merugikan keberlanjutannya. Secara implisit,
monitoring merupakan kewajiban bagi stakeholder. Secara singkat, dapat dikatakan
bahwa Indonesia telah mengakomodasi hak-hak para stakeholder, kedalam undang-
undang yang ditetapkan. Akomodasi tersebut dapat diikhtisarkan sebagai berikut.
No Stakeholder Undang-Undang
1 Pemegang UU No 4 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas
saham/Investor
UU No 8 Tahun 1995 tentang pasar modal
T Kreditur UU No 37 Tahun 2004 tentang kepailitan
3 Konsumen UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
(UUPK)
4 Karyawan UU No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
UU No 20 Tahun 1990 tentang batas usia minimum
untuk bekerja
UU No 80 Tahun 1957 tentang tenaga kerja wanita
UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
5 Pemasok UU No 37 Tahun 2004 tentang kepailitan
6 Pesaing UU No 5 Tahun 1999 tentang persaingan usaha
7 Lingkungan Hidup UU No 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan
(Aktivis, Kelompok pengelolaan lingkungan hidup
sosial dan masyarakat)
UU No 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas
(terutama berkaitan dengan bertanggung jawab sosial)
8 Pemerintah UU tentang perpajakan

Disediakannya undang-undang untuk memprokteksi kepentingan stakeholder


menunjukkan bahwa negara telah berperan dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi
prinsip-prisip dasar hubungan etis yang harus terbangun antara perusahaan dan para
stakeholder. Bahkan, tidak hanya hubungan etis, undang-undang juga akan mencegah
terjadinya penyalahgunaan wewenang dengan memastikan perilaku yang boleh. Perilaku
yang boleh tentu merupakan perilaku yang benar menurut etika. Perilaku yang termasuk
dalam unsur tata kelola perusahaan (corporate governance) yang baik adalah kepatuhan
terhadap undang-undang. Jika undang-undang tentang proteksi terhadap stakeholder telah
tersedia, berarti sebagian dari aturan tentang etika dan tata kelola telah terakomodasi di
dalamnya.
3. Kreditur
Berdasarkan sumbernya, pendanaan perusahaan biasanya dapat diklasifikasikan menjadi
dua, yaitu pemegang saham dan kreditur. Pemegang saham meyediakan modal,
sedangkan kreditur memberikan pinjaman. Komposisi pendanaan dapat mempengaruhi
nilai dan struktur tata kelola perusahaan Perusahaan yang lebih baik didanai oleh
pinjaman biasanya lebih berorientasi untuk meminimalkan risiko dibandingkan
memaksimalkan kekayaan. Sebagai salah satu penyandang dana, kreditur mempunyai
kepentin gan agar perusahaan tetap berjalan dengan baik.
Kewajiban pembayaran kembali pokok utang dan bunganya saat jatuh tempo akan dapat
dipenuhi jika perusahaan berjalan dengan baik. Dalam hubungan keagenan, institusi
yang bergerak dalam penyaluran dana akan dianggao sebagai lembaga perantara
(intermediaries) antara pihak yang menyediakan dana (principle) dan pihak yang
membutuhkan dana (agen). Institusi sebagai lembaga prantara adalah bank. Dalam hal
penyaluran dana, maka prinsiplenya adalah nasabah (masyarakat) dan agennya adalah
perusahaan.
Untuk memastikan bahwa perusahaan sebagai peminjam dapat memenuhi kewajibannya,
lembaga prantara diberi hak untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya perusahaan.
Hak-hak tersebut dilaksanakan melalui syarat-syarat yang tercantum dalam perjanjian
kredit sebagai negative covenant.
4. Kepailitan
Perlindungan hukum utama bagi kreditur untuk menagih pinjaman yang diberikan adalah
melalui tuntutan kepailitan. Melalui UU No 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan
penundaan kewajiban pembayaran utang (Undang-Undang Kepailitan), negara
menyediakan sarana hukum bagi kreditur untuk mengajukan pemohonan pailit kepada
debitur yang tidak membayar lunas utangnya saat jatuh tempo. Kepailitan adalah sita
umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan
oleh curator di bawah pengawasan hakim pengawas.
Pada dasarnya, hukum kepailitan ditunjukan untuk mencegah perbuatan-perbuatan tidak
semestinya yang dilakukan oleh debitur dan kreditur atas harta debitur yang mengalami
pailit. Secara sederhana, proses kepailitan dapat diikhtisarkan sebagai berikut.
 Pengajuan permohonan pailit
Salah satu dari perbaikan dalam UU kepailitan adalah disederhanakannya proses
pengajuan permohonan pailit oleh kreditur. Setiap kreditur mempunyai hak untuk
mengajukan pailit kepada debitur, kecuali untuk debitur-debitur tertentu yang
pengajuan permohonan pailitnya harus dilakukan oleh instansi tertentu (Pasal 2
UU Kepailitan) Kejaksaan dapat mengajukan pailit atas suatu debitur untuk
kepentingan umum. Syarat agar dapat dimohonkan pailit adalah jika debitur
tersebut memiliki dua kreditur atau lebih dan ada utang terhadap kreditur tersebut.
Paling tidak, satu utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih, tetapi debitur tidak
membayar lunas utang yang bersangkutan. Permohonan pailit juga dapat diajukan
oleh debitur terhadap dirinya sendiri.
 Putusan pailit
Permohonan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga dan didaftarkan pada
pengadilan niaga setempat. Putusan atas permohonan pailit harus diucapkan
paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pailit didaftarkan. Dalam
putusan pernyataan pailit, harus diangkat kurator dan seorang hakim pengawas
yang ditunjuk dari hakim pengadilan (Pasal 15 Undang-Undang Kepailitan).
Kurator diusulkan oleh pihak yan mengajukan permohonan pailit. Kurator yang
diangkat harus independen, tidak mempunyai benturan kepentingan dengan
debitur dan kreditur.
 Pengurusan
Selama dinyatakan pailit, perusahaan diurus oleh kurator untuk dilakukan
pemberesan harta pailit. Pengurusan dan pemberesan harta pailit diawasi oleh
Hakim Pengwasan. Secara umum, tugas kurator dapat diikhtiarkan sebagai
berikut.
1. Melakukan pengurusan terhadap harta pailit
2. Menangani proses kepailitan seperti yang telah diuraikan diatas, terutama yang
berkaitan dengan pemberitahuan, penyelenggaraan rapat kreditur, pencocokan
utang-piutang, dan pemberesan harta pailit.
Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan, berikut ini yang termasuk sebagai tugas
kepengurusan yang utama.
1. Mengamankan harta pailit (Pasal 98)
2. Melanjutkan usaha debitur atau persetujuan kreditur atau hakim pengawasan
(Pasal 104)
3. Melakukan pencatatan terhadap harta pailit (Pasal 100)
4. Mengalihkan harta pailit atas persetujuan hakim pengawasan (Pasal 107)
5. Melakuka peminjaman dari pihak ketiga (Pasal 69)
6. Mengadakan perdamaian guna mengakhiri suatu perkara yang sedang berjalan
atau mencegah timbulnya suatu perkara (Pasal 109)
7. Kurator wajib melaporkan keadaan harta pailit dan pelaksanaan tugasnya
kepada hakim pengawasan setiap tiga bulan (Pasal 74)
 Pemberitahuan
Kurator mengumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling
sedikit 2 surat kabar harian yang ditetapkan hakim tentang ikhtisar putusan
pernyataan pailit. Pengumuman dilakukan selambat-lambatnya 5 hari setelah
tanggal putusan pernyataan pailit diterima oleh Kurator dan hakim pengawas
(Pasal 15 ayat 4 UU kepailitan). Kurator juga harus memberitahukan
penyelanggaraan rapat kreditur yang pertama selambat-lambatnya 5 hari setelah
putusan pernyataan pailit diterima oleh kurator dan hakim pengawas.
Pemberitahuan dilakukan dengan surat tercatat, kurir dn dengan iklan paling
sedikit dlam 2 surat kabar paling lambat 30 hari setelah tanggal putusan pailit
diucapkan (Pasal 86 ayat 1 UU Kepailitan)
 Rapat kreditur
Proses penyelesaian utang-piutang melalui kepailitan dilakukan secara kolektif
menggunakan instrument yang disebut sebagai rapat kreditur. Kurator bertugas
memberitahukan dan menyelengarakan rapat kreditur yang dipimpin oleh hakim
pengawas. Selain rapat kreditur yang pertama, rapat kreditur harus diadakan pada
saat-saat berikut ini.
1. Pencocokan utang-piutang (Pasal 120)
2. Debitur mengajukan rencana perdamaian (Pasal 145 dan 147)
3. Terdapat usul untuk melanjutkan usaha perusahaan (Pasal 179)
4. Menentukan cara pemberesan harta pailit (Pasal 187 ayat 1)
Pengambilan keputusan dalam rapat kreditur dilakukan dengan pemungutan suara
berdasarkan asas suara terbanyak. Kurator wajib hadir dalam rapat kreditur.
 Pencocokan utang-piutang
Secara harafiah, pencocokan utang dan piutang dimaksudkan untuk menagih,
mencocokan, dan mengesahkan tagihan-tagihan yang masuk kepada kurator
(Sinaga, 2012: 119). Dalam UU Kepailitan, kreditur diwajibkan untuk
mengajukan tagihan kepada kurator dalam batas waktu tertentu (UU Kepailitan
pasal 113). Pengajuan tagihan bermakna kreditur menagih piutangnya.
Pencocokannya berarti memverifikasi tagihan-tagihan yang masuk dari kreditur
tersebut dengan catatan yang terdapat pada debitur pailit.
Verifikasi dan pencocokan utang-piutang, selain menghasilkan kelompok tagihan
yang diakui dan dibantah, juga dimaksudkan untuk mengklasifikasikan status
kreditur-kreditur yang bersangkutan menjadi kreditur istimewa, kreditur separatis,
dan kreditur konkuren. Kreditur preferen atau kreditur istimewa adalah kreditur
yang didahulukan pembayarannya atas semua harta pilit berdasarkan sifat
piutangnya. Contoh dari kreditur yang diistimewakan adalah negara dalam
kaitannya dengan utang pajak.
Kreditur separatis adalah kreditur pemegang gadai, hipotek, jaminan fidusia, hak
tanggungan, dan hak angunan atas kebedaan lainnya. Kreditur separatis dapat
mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, tetapi pelaksanaannya
harus ditangguhkan 90 hari sejak tanggal putusan pailit (Sinaga, 2012: 17).
Kreditur konkuren adalah semua kreditur atau penagihan berdasarkan piutang
yang tidak mempunyai ikatan tertentu.
 Perdamaian
Pasal 144-177 mengatur tentan perdamaian tersebut. pasal 144 mengatakan bahwa
‘’Debitur pailit berhak untuk menawarkan suatu perdamaian kepada semua
kreditur’’. Tawaran perdamaian dilakukan oleh debitur pailit dengan membuat
‘’Rencana Perdamaian’’ yang harus disediakan paling lambat 8 hari sebelum rapat
pencocokan utang-piutang (Pasal 145 UU Kepailitan).
 Pemberesan
Arti pemberesan adalah menjual semua harta pailit tanpa perlu memperoleh
persetujuan dari debitur pailit dan membagikan hasilnya kepada kreditur secara
proporsional atau berimbang (Sinaga, 2012: 203). Secara prinsip, penjualan harta
pailit harus dilakukan dengan cara lelang. Namun, dalam keadaan tertentu, boleh
dilakukan secara dibawah tangan. Penjualan dibawah tangan harus memperoleh
izin dari hakim pengawas
 Pembagian
Hasil penjualan atau penagihan harta pailit akan dibagikan kepada kreditur yang
utangnya telah dicocokan. Pada dasarnya, pembagian dilakukan secara
proporsional kepada kreditur konkuren. Kreditur istimewa dan separatis dapat
meminta hak-hak yang dimiliki kreditur konkuren atas bagian piutang yang
kemungkinan tidak akan dapat dilunasi dari hasil penjualan benda yang menjadi
agunan (Pasal 138 dan pasal 189 ayat 4 dan 5).
 Pengakhiran
Keadaan pailit dapat berakhir karena kepailitan dicabut, perdamaian disahkan,
atau daftar pembagian penutup telah mengikat. Pasal 18 UU Kepailitan
menyebutkan jika harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan,
pengadilan, atas usul hakim pengawas dan setelah mendengar panitia kreditur
sementara, apabila ada, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar
debitur, dapat memutuskan pencabutan putusan pailit. Perdamaian yang telah
disahkan oleh majelis hakim juga mengakhiri kepailitan. Demikian juga jika
kreditur telah memperoleh pembayaran penuh atau segera setelah daftar
pembagian penutup menjadi mengikat.
5. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Selain kepailitan, UU No 37 Tahun 2004 juga menyediakan sarana bagi debitur atau
kreditur untuk mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang jika diketahui bahwa
debitur akan mengalami kesulitan dalam melunasi utang-utangnya. Tujuan permohonan
PKPU adalah memberikan kesempatan kepada debitur untuk mengajukan rencana
perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau semua utang kepada
kreditur. Tujuan ini berbeda dengan permohonan pailit yang hasil akhirnya adalah
pemberesan, walaupun rencana perdamaian tetap dimungkinkan. Jika permohonan pailit
dan permohonan PKPU diperiksa pada saat bersamaan, permohonan PKPU harus
diputuskan terlebih dahulu (Pasal 229). Putusan PKPU oleh hakim pengadilan disertai
dengan pengangkatan hakim pengawas dan pengurus.

Anda mungkin juga menyukai