Menyambut
Manajemen
Perpres 16
Pengadaan
tahun 2018
& Hukum
Pengadaan
Sosialisasi Perpres 16 Tahun 2018 oleh DPP IAPI Di Jakarta
Manajemen
Pengadaan
Adalah Sebuah Sistem Informasi yang digunakan untuk
memudahkan aktifitas kerja staff/perawat
terutama di Bag. Linen. Dengan menggunakan
sebuah QR Code & Scanner 2d
Label Berlapis
Mikro Barcode
Jaminan Kualitas
Aplikasi SMILE
Sistem Informasi Manajemen Linen Rumah Sakit
by. PT. Unggul Citra Lestari
Jl. Bratang Binangun I No 73
2 | Edisi 12 Tahun 2018
Surabaya-Jawa Timur E d i s i 5 | Ta h u n 2 0 1 7
DAFTAR ISI
Apakah Beda TOR Penganggaran dengan TOR PengaDAan | 6
Bambang Sancoko
MENYUSUN HPS | 15
Nandang Sutisna
HUMOR PENGADAAN | 51
Manajemen
Pengadaan
MENCETAK BUKU,
MAJALAH, Company
Profile, SOP
Manual, Brosur dll
MENERBITKAN
BUKU
DENGAN
MUDAH & MURAH
Hubungi saja:
CV. PRIMAPRINT
CP : cabang Depok : Sangkan, Jl. Margonda 154 | telp. 021-7523-1365
Yogyakarta : Hani, Jl. Nitikan 14 Umbulharjo YK | telp. 0274-282815, 0896-2040-7622
e-mail : primaprin@gmail.com
4 | Edisi 12 Tahun 2018
E d i s i 5 | Ta h u n 2 0 1 7
Manajemen
Pengadaan
Pengantar
Salam Pengadaan
Manajemen
Pengadaan
Apakah Beda
TOR PENGANGGARAN
dengan
TOR PENGADAAN Bambang Sancoko*)
Abstrak
Pendahuluan
Term Of Reference (TOR)/Kerangka Acuan Kerja (KAK) pada hakekatnya
merupakan dokumen yang disusun untuk membantu bagaimana suatu
organisasi merencanakan dan melaksanakan suatu kegiatan. Dalam dokumen ini
diidentifikasi dan didetilkan mengenai apa (what), mengapa (why), siapa (who),
kapan (when), dimana (where), dan bagaimana (how) dari sesuatu yang mau
direncanakan. Karenanya TOR sering dikatakan orang memuat unsur 5W1H. Ada
juga yang menambahkan dengan 1 H lagi yaitu berapa biayanya (how much)
sehingga disebut 5W2H.
Yang menjadi masalah sekarang bagi pengelola keuangan satuan kerja
(satker) sekarang adalah apa perlu membuat TOR dua kali. Perbedaan TOR terjadi
karena ketentuan yang mengatur dikeluarkan oleh dua instansi pemerintah
yang berbeda. yang berbeda dimana juknis TOR untuk penyusunan anggaran
dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan sementara juknis TOR untuk pengadaan
dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP). Bentuk dan isi TOR untuk penganggaran berbeda dengan
TOR untuk pengadaan barang/jasa. Hal-hal yang menjadi perbedaan tersebut
dapat dilihat pada tabel 1.
Manajemen
Pengadaan
Apakah perlu para pengelola keuangan satker membuat dua TOR untuk
kegiatan yang sama. Pada saat penyusunan anggaran, satker sudah diminta
untuk membuat TOR, apakah untuk pelaksanaan pengadaan barang/jasa perlu
membuat TOR lagi. Untuk itu perlu diidentifikasi apakah informasi dalam TOR
saat penyusunan anggaran sudah memenuhi informasi yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Manajemen
Pengadaan
Gambar 1. Struktur Anggaran
1. Bagian Awal.
Bagian ini berisi informasi tentang nama Kementerian Negara/Lembaga, Unit
Eselon I dan Eselon II/Satker, Program, Hasil (Outcome), Kegiatan, Indikator Kinerja
Kegiatan, Jenis Keluaran (Output), Volume Keluaran (Output), dan Satuan Ukur
Keluaran (Output).
Manajemen
Pengadaan
2. Bagian Latar Belakang.
Bagian ini menjelaskan dasar hukum dan gambaran umum sebagaimana
dijelaskan dalam juknis penyusunan anggaran. Untuk sinkronisasi dalam rangka
pengadaan barang/jasanya ditambahkan informasi antara lain :
a. Kejelasan uraian kegiatan yang akan dilaksanakan yang meliputi: sumber
pendanaan, jumlah tenaga yang diperlukan, dan hal-hal lainnya.
b. Kejelasan jenis, isi dan jumlah laporan yang harus dibuat (apabila diperlukan).
Manajemen
Pengadaan
Term Of Penutup
Dengan melakukan sinkronisasi penyusunan TOR untuk
Reference (TOR)/ keperluan penganggaran dan pengadaan barang/jasanya
maka satker tidak perlu membuat TOR dua kali. Penyusunan
Kerangka Acuan TOR yang dibuat terintegrasi ini akan menghindari timbulnya
Kerja (KAK) pada ketidakefisienan, kerancuan, inkonsistensi, dan tidak adanya
keterkaitan anggaran dan pelaksanaannya.
hakekatnya Dalam tataran pemerintahan secara umum perlu
dilakukan koordinasi antara institusi yang mengeluarkan
merupakan juknis penyusunan anggaran dan instansi yang mengeluarkan
juknis pengadaan barang/jasa. Koordinasi ini diperlukan untuk
dokumen yang memberikan kepastian landasan hukum dalam penyusunan
disusun untuk TOR.
membantu Referensi :
Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
bagaimana Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya.
Peraturan Menteri Keuangan No. 94/PMK.02/2017 tentang
suatu organisasi
Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan RKA-K/L dan
merencanakan Pengesahan DIPA.
Peraturan Kepala LKPP No. 14 Tahun 2012 tentang Petunjuk
dan Teknis Perpres No. 70 Tahun 2012 tentang Perubahan
Perpres No. 54 Tahun 2010.
melaksanakan
Majalah Edukasi Keuangan, Edisi 29/2015.
suatu kegiatan.
*) Penulis adalah Widyaiswara Ahli Madya pada Pusdiklat Anggaran dan
Perbendaharaan.
Manajemen
Pengadaan
DISKUSI ATAS AUDIT PBJ
www.mudjisantosa.net
Manajemen
Pengadaan
TEMUAN SEHARUSNYA ATURAN TERKAIT
AUDIT
Harus Apakah telah KONTRAK LUMPSUM
tersedia tercapai sub out
invoice, bukti put atau out put ? Pasal 51 ayat 1
transaksi, Perlu ditegaskan
absensi tiap di dalam c. pembayaran didasarkan
hari, bukti kontraknya pada tahapan produk/
pembayaran mengenai syarat keluaran yang
tenaga ahli telah dicapai dihasilkan sesuai Pembayaran
bukan atas
dan staf, dst. suboutput / dengan isi Kontrak; bukti transaksi
Manajemen
Pengadaan
TEMUAN AUDIT SEHARUSNYA ATURAN TERKAIT
Total lost, Total lost Perpres 4 tahun 2015
diartikan hasil 1. pekerjaannya Pasal 89 ayat
pengadaan dinilai fiktif semua
tidak dapat 2. pekerjaannya tidak 2 Pembayaran prestasi
dibayar sama dapat
sekali pekerjaan diberikan kepada
dimanfaatkan semua Penyedia Barang/Jasa
Hasil 3. Prestasi peker-
pekerjaanya senilai prestasi pekerjaan
jaan tidak dapat
ada, bahkan yang diterima setelah
dilanjutkan sebagai
sudah rangkaian kesatuan
dikurangi angsuran
digunakan oleh pekerjaan pengembalian Uang Muka
pengguna, dan denda apabila ada, serta
dihitung pajak.
sebagai total
lost.
2a
Pembayaran untuk pekerjaan
konstruksi, dilakukan senilai
pekerjaan yang telah
terpasang
Manajemen
Pengadaan
TEMUAN AUDIT SEHARUSNYA ATURAN TERKAIT
Penyedia Pasal 66 ayat 8 dan di
untungnya Pelelangan penjelasannnya
melebihi 15% terjadi
sehingga persaingan dan (8) HPS disusun dengan
menjadi atau apakah memperhitungkan keuntungan
kerugian harga kontrak dan biaya overhead yang
negara wajar sesuai dianggap wajar.
harga pasar ? Penjelasan: Contoh keuntungan
dan biaya overhead yang wajar
untuk Pekerjaan Konstruksi
maksimal 15% (lima belas
perseratus).
Untuk membuat
HPS
Manajemen
Pengadaan
MENYUSUN
N a n d a n g S u t i s n a | Ideaprolog Indonesia
Manajemen
Pengadaan
punya rumus tunggal. Semua harus dibangun atas dasar konsepsi, rasionalitas
dan kaidah keilmuan pengadaan itu sendiri.
HPS, yang dalam Perpres dibahas dengan sederhana sejatinya dalam
beberapa literatur dibagi menjadi beberapa pembahasan diantarnya adalah:
price analysis, cost analysis, total cost of ownership dan collaborative cost
management (kolaborasi owner dengan penyedia untuk menurunkan tingkat
biaya), (Monczka, 2009). Setiap jenis pengadaan, bahkan setiap jenis barang/jasa
akan dilakukan dengan cara dan strategi yang berbeda-beda. Konstruksi dengan
barang berbeda cara menyusun HPS-nya, barang standar dengan barang tidak
standar, juga berbeda cara menyusun HPS-nya. Begitu banyak model, konsep
dan strategi dalam menyusun HPS. Ironisnya kita hanya berkutat dengan
keuntungan 10%, HPS rata rata dan survey harga dengan meminta stempel dan
cap toko. Walaupun begitu sederhana cara tersebut, tetap saja menghasilkan
temuan dan bahkan jadi tersangka karena kesalahan menyusun HPS. Inilah ironi
pengadaan kita.
Manajemen
Pengadaan
cost bukan total cost, karena gaji direksi atau overhead Ironisnya
kantor sebenarnya tidak pernah dihitung. Yang dihitung
hanya cost yang terkait dengan pengeluaran cost kita hanya
projects utama yang bisa dihitung.
2. Penambahan keuntungan 10% untuk semua jenis dan berkutat
karakteristik pengadaan konstruksi sebanarnya tidak adil dengan
dan tidak relevan. Tidak mungkin kontrak dengan masa
pekerjaan 1 bulan sama dengan masa pekerjaan 1 tahun. keuntungan
Demikian juga pekerjaan sederhana dan kompleks tidak
mungkin diperlakukan sama. 10%, HPS
3. Dalam praktiknya keuntungan di dunia konstruksi hanya
rata rata
3 sd 5% nett profit tapi kalau dihitung keuntungan kasar
sebenarnya lebih dari 10%. dan survey
harga dengan
Bagaimana untuk barang? Apakah relevan menambahkan
keuntungan 10% HPS? Jawabannya tidak perlu dan tidak meminta
relevan. Prediksi HPS untuk konstruksi pada dasarnya adalah
prediksi biaya bukan menentukan harga, karena itu prediksi stempel dan
biaya harus dilakukan dengan memprediksi, menghitung dan cap toko.
menjumlahkan semua komponen biaya. Untuk barang tidak
perlu melakukan prediksi biaya karena harga barang sudah
tersedia dipasaran. Dan harga yang ditetapkan untuk barang
adalah harga yang sudah memperhitungkan keuntungan,
overhead, pajak dll. Oleh karena itu penyusunan HPS untuk
barang tinggal menentukan harga pasar mana yang terbaik
yang berpotensi menciptakan pengadaan yang efisien.
Selanjutnya apakah kita perlu memprediksi keuntungan
pengadaan barang? Jawabannya tidak perlu, karena setiap
barang akan menghitung keuntungannya secara unik.
Sebagai contoh iPhone yang menetapkan harga 300% dari
total harga sparepart yang dibeli untuk membuat sebuah
iPhone. Disisi lain industri retail tidak lebih dari 5%. Karena
itu untuk pengadaan barang, fokuslah pada harga bukan
biaya plus keuntungan. Bagaimana untuk Jasa Konsultasi
dan Jasa Lainnya? Saya kira sahabat PBJ bisa menjawab
sendiri dengan kaidah diatas.
Manajemen
Pengadaan
Penyedia Jasa Konsultansi
Tidak Perlu Menyampaikan
BUKTI PENGELUARANnya
( A b u S o p i a n , W i d y a i sw a r a B DK M e d a n )
A. Komponen Biaya
Jasa konsultan adalah jasa layanan profesional yang
membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan
yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware). Jasa konsultansi banyak
dijumpai pada pekerjaan konstruksi khususnya pada pekerjaan pembangunan
gedung, jalan, dan jembatan. Setiap pembangunan gedung pemerintah
membutuhkan jasa konsultan perencana dan konsultan pengawas. Hal tersebut
telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 45 tahun 2007.
Dengan demikian untuk melaksanakan kegiatan pembangunan gedung harus
dibuat tiga paket pengadaan yaitu: paket pengadaan konsultan perencanaan,
paket pengadaan pekerjaan fisik gedung, dan paket pengadaan konsultan
pengawas.
Walaupun ruang lingkup pekerjaan konsultansi tidak hanya terbatas pada
perencanaan pembangunan gedung namun untuk lebih mudah memahami
tulisan ini, penulis akan membatasi pembahasan pada masalah pembayaran atas
jasa konsultan perencana konstruksi bagunan gedung. Jasa konsultansi dibidang
lainnya tidak disinggung karena pada prinsipnya tata cara pembayaran jasa
konsultansi di bidang apapun sama saja mengikuti ketentuan dalam kontrak.
Pembiayaan atas jasa konsultan terdiri dari biaya personil dan biaya non personil.
Biaya personil adalah biaya yang disediakan untuk membayar gaji/upah personil
yang terdiri dari upah tenaga ahli dan tenaga pendukung. Biaya non personil
adalah biaya yang disediakan untuk membiayai pengeluaran yang dibutuhkan di
luar tenaga manusia seperti pembelian kertas, sewa kendaraan, sewa telepon, sewa
mesin potocopy, biaya penjilidan, biaya pengiriman laporan dll.
Jumlah biaya personil yang harus dialokasikan oleh PPK dalam HPS tidak
boleh kurang dari 60% nilai total HPS. Sedangkan alokasi biaya untuk biaya
Manajemen
Pengadaan
nonpersonil dibatasi maksimal 40% dari total HPS. Penyimpangan dari ketentuan
tersebut hanya dibolehkan untuk pekerjaan khusus seperti pembuatan rencana
terowongan bawah laut atau perencanaan yang menggunakan poto dari udara.
Hal ini menunjukkan bahwa pembiayaan jasa konsultansi lebih mengutamakan
pengeluaran untuk membayar gaji/upah tenaga manusia ketimbang
pengeluaran lainnya. Ini dapat dipahami karena memang pekerjaan konsultansi
adalah pekerjaan yang lebih membutuhkan olah pikir (brainware) ketimbang
keterampilan (skill).
Harga Satuan
Uraian Volume Jumlah (Rp)
(Rp)
I. BIAYA PERSONIL
1. Team leader 1 orang 3 bulan 10.000.000,- 30.000.000,-
2. Ahli struktur 1 orang 3 bulan 9.000.000,- 27.000.000,-
3. Ahli interior 1 orang 2 bulan 8.000.000,- 16.000.000,-
4. Ahli listrik 1 orang 2 bulan 8.000.000,- 16.000.000,-
JUML AH BIAYA PERSONIL 89.000.000,-
BIAYA NON PERSONIL
1. Sewa Kendaraan R 4 3 bulan 5.000.000,- 15.000.000,-
2. Sewa telpon 3 bulan 500.000,- 1.500.000,-
JUML AH BIAYA NON PERSONIL 16.500.000,-
JUMLAH 105.500.000,-
PPN 10% 10.550.000,-
TOTAL HPS 116.050.000,-
Manajemen
Pengadaan
Untuk bahan rujukan penyedia mengajukan penawaran, ULP akan memuat
format HPS tersebut ke dalam dokumen seleksi dengan menghilangkan data
harganya. Dengan demikian format RAB yang dimuat oleh ULP dalam dokumen
pemilihan adalah sebagai berikut:
Harga Satuan
Uraian Volume Jumlah (Rp)
(Rp)
I. BIAYA PERSONIL
1. Team leader 1 orang 3 bulan ……………… ………………
2. Ahli struktur 1 orang 3 bulan ……………… ………………
3. Ahli interior 1 orang 2 bulan ……………… ………………
4. Ahli listrik 1 orang 2 bulan ……………… ………………
JUML AH BIAYA PERSONIL ………………
BIAYA NON PERSONIL
1. Sewa Kendaraan R 4 3 bulan ............... ………………
2. Sewa telpon 3 bulan ................ ………………
JUML AH BIAYA NON PERSONIL ………………
JUMLAH ……………….
PPN 10% ……………….
TOTAL HPS ……………….
Dari dokumen tersebut tampak bahwa sebagai peserta seleksi penyedia jasa
konsultansi tinggal mengisi harga yang diinginkannya. Sedangkan durasi waktu,
jumlah tenaga ahli, dan kebutuhan non personil lainnya telah ditetapkan.
Manajemen
Pengadaan
Persediaan) kepada KPPN. KPPN menerbitkan SP2D
(Surat Perintah Pencairan Dana) senilai bukti pengeluaran
yang dapat disetujui. Dengan diterbitkannya SP2D oleh Semenjak 1 April
KPPN maka pengeluaran yang telah dilakukan oleh satker
dinyatakan sah oleh KPPN dan sekaligus uang UP yang telah 1990 pemerintah
berkurang pada Bendahara satker diganti sehingga kembali
memberlakukan sistem
utuh.
Pembayaran LS diterapkan untuk pengeluaran yang UYHD (Uang Yang Harus
sudah dapat dipastika siapa yang berhak menerimanya,
Dipertanggungjawabkan).
berapa jumlah yang harus dibayar, dan sudah dapat
dipastikan mata anggaran (akun) mana yang dibebani. Pada sistem ini
Mekanisme LS dilakukan dengan cara pembayaran
langsung kepada yang berhak. Dalam pengadaan barang/ mekanisme pembayaran
jasa pemerintah, yang berhak menerima pembayaran beban tetap diganti
LS adalah penyedia barang/jasa termasuk penyedia jasa
konsultansi. KPPN menerbitkan SP2D yang berisi perintah dengan mekanisme LS,
pemindahbukuan dari rekening Kas Negara ke rekening
penyedia. Selain pembayaran barang/jasa pembayaran LS
digunakan dalam pembayaran gaji dan tunjangan pegawai
dimana KPPN menerbitkan SP2D yang berisi perintah
pemindahbukuan dari rekening Kas Negara ke rekening
masing-masing pegawai.
Berdasarkan sejarahnya mekanisme UP adalah
mekanisme pembayaran yang menggantikan mekanisme
pembayaran “Beban Sementara” yang pernah diberlakukan
pada sistem UUDP (Uang Untuk Dipertanggungjawabkan).
Sistem UUDP adalah sistem pencairan anggaran yang
diberlakukan sampai tahun anggaran 1989/1990. Pada masa
itu untuk pengeluaran yang belum pasti, dibayarkan melalui
UUDP dan masuk dalam kelompok beban sementara.
Sedangkan untuk pembayaran yang sudah diketahui
penerimanya dan sudah pasti jumlahnya dibayarkan melalui
beban tetap.
Semenjak 1 April 1990 pemerintah memberlakukan
sistem UYHD (Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan).
Pada sistem ini mekanisme pembayaran beban tetap diganti
dengan mekanisme LS, mekanisme pembayaran beban
sementara diganti dengan mekanisme pembayaran UYHD.
Mekanisme UYHD inilah yang kemudian berganti nama
menjadi mekanisme UP.
Manajemen
Pengadaan
D. Tugas dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa Konsultan
Konsultan perencanaan mempunyai tugas sebagai berikut:
1) membuat gambar desain perencanaan gedung;
2) mendampingi Unit Layanan Pengadaan dalam proses pemilihan penyedia
pekerjaan fisik khususnya dalam menjawab pertanyaan calon peserta lelang
pada acara penjelasan dokumen (aanwijzing); dan
3) melakukan peninjauan berkala selama penyedia pekerjaan fisik bekerja.
Perikatan antara PPK dan konsultan perencana dituangkan dalam SPK atau
kontrak. Jika harga yang disepakati di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
perikatan tersebut dituangkan dalam kontrak dan pembayarannya harus melalui
mekanisme LS. Jika nilai jasa konsultan tidak lebih dari Rp50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah) perikatan tersebut dituangkan dalam Surat Perintah Kerja
pembayarannya dapat dilakukan dengan mekanisme UP.
Pembayaran atas hasil kerja konsultan perencanaan dilakukan bertahap,
80% setelah serah terima gambar desain, 5% setelah selesai proses pemilihan
penyedia pekerjaan fisik, dan 15% setelah pekerjaan fisik selesai.
Manajemen
Pengadaan
pekerjaan tidak boleh diubah. Perubahan yang dibolehkan adalah perubahan
volume item pekerjaan maksimal menambah total nilai kontrak 10% dari
nilai kontrak awal. Perubahan harga yang terjadi pada saat melaksanakan
pekerjaan tidak mempengaruhi harga satuan yang dibayarkan.
3. Jika menggunakan kontrak gabungan (lump sum dan harga satuan) porsi
kontrak lump sum mengikuti ketentuan tentang kontrak lump sum (angka
1), porsi kontrak harga satuan mengikuti ketentuan tentang kontrak harga
satuan (angka 2).
Dalam praktiknya sangat mungkin terjadi penyedia jasa konsultan
mengeluarkan biaya yang tidak sama persis dengan nilai yang tertulis dalam
RAB yang telah dilampirkannya dalam surat penawaran. Seperti dicontohkan
dalam kasus berikut.
Rencana Anggaran Biaya (RAB)
Harga Satuan
Uraian Volume Jumlah (Rp)
(Rp)
JUML AH BIAYA PERSONIL ………………
...........
............
............
JUML AH BIAYA NON PERSONIL ………………
Sewa Kendaraan R 4 3 bulan 5.000.000 15.000.000
Sewa telpon 3 bulan 500.000 1.500.000
...............
Manajemen
Pengadaan
tinggal mencantumkan harga untuk memenangkan seleksi.
3. Setelah nilai kontrak disepakati, tidak ada larangan penyedia memilih menyewa
kendaraan yang lebih mahal atau lebih murah karena inti kontrak dalam
hal ini bukan masalah sewa menyewa kendaraan. Jika penyedia menyewa
kendaraan lebih mahal maka PPK tidak perlu menambah pembayaran,
sebaliknya jika penyedia menyewa kendaraan lebih murah PPK tidak boleh
mengurangi pembayaran.
4. Yang paling penting penyedia menyelesaikan tugasnya dengan baik dan
tepat waktu. Karena itu kepentingan dari perlunya kuitansi sewa kendaraan
tersebut tidak jelas.
5. Upaya untuk meminta kuitansi yang manfaatnya tidak jelas tersebut
akan menumbuhkan kebiasaan pelaku pengadaan untuk membuat bukti
pengeluaran fiktif, karena penyedia akan berusaha mencari kuitansi dengan
nilai yang sama dengan penawarannya.
Berdasarkan uraian di atas menurut hemat penulis, untuk memperoleh
pembayaran atas prestasinya penyedia jasa konsultansi tidak perlu menunjukkan
atau menyerahkan bukti pengeluaran apapun kepada PPK. Hal ini dapat dilihat
dari alasan berikut ini:
1. Dilihat dari ketentuan yang berlaku tentang kontrak, jumlah yang harus
dibayarkan oleh PPK tidak dipengaruhi oleh bukti pengeluaran penyedia.
2. Dilihat dari system pembayaran, pembayaran atas prestasi jasa konsultan
yang telah diatur dalam kontrak merupakan pembayaran langsung, yaitu
pembayaran yang jumlah, nama yang berhak, dan akunnya sudah dapat
dipastikan. Pembayaran tersebut analog dengan beban tetap pada masa
berlakunya system UUDP. Tidak perlu di-SPJ-kan.
3. Penyedia jasa konsultan menyelesaikan pekerjaannya lebih dahulu dengan
harga yang telah disepakati, setelah pekerjaannya selesai baru mengajukan
tagihan kepada PPK. (bukan seperti pemegang UP atau pemegang uang
panjar yang harus bertanggung jawab atas penggunaan uang telah
diterimanya dengan menunjukkan bukti pengeluaran.
Manajemen
Pengadaan
LEMBAGA
SERTIFIKASI
PROFESI
PENGADAAN
INDONESIA
Manajemen
Pengadaan
Ikatan Ahli Pengadaan Indonesia (IAPI) merupakan asosiasi profesi di bidang
Pengadaan barang dan jasa yang peduli dengan tuntutan masyarakat dan kebi-
jakan Pemerintah dalam penyelanggaraan prinsip good governance di bidang
Pengadaan barang dan jasa, berinisiatif mendirikan Lembaga Sertifikasi Profesi
bidang Pengadaan barang dan jasa yang memberikan layanan kepada masyara-
kat yang membutuhkan pengakuan keahlian di bidang profesi Pengadaan ba-
rang dan jasa.
Pengelolaan Pengadaan barang dan jasa dikategorikan sebagai kegiatan yang
rawan masalah dan konflik sehingga memerlukan tenaga kerja atau pelaksana
yang memiliki kompetensi dan dedikasi yang tinggi untuk menangani dan
mengawasi jalannya kegiatan Pengadaan barang dan jasa dengan baik.
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) telah
membina Pengelola dan Pelaksana Pengadaan barang dan jasa Pemerintah
dengan melakukan sertifikasi profesi Ahli Pengadaan atas Aparat Pemerintah.
Hal serupa juga perlu diadakan kepada para pihak (stake holders) Pengadaan,
seperti Badan Usaha, Institusi, Industri, Penyedia dan Pengguna barang dan
jasa, karena semua pihak mempunyai hak dan kesempatan yang sama sesuai
peraturan perundang-undangan.
Komitmen LSP Pengadaan Indonesia, meliputi :
- Pelaksanaan Sertifikasi Pengadaan oleh LSP Pengadaan Indonesia,
dilaksanakan oleh tenaga Ahli Pengadaan yang profesional dan kompeten di
bidang Pengadaan barang dan jasa.
- Layanan sertifikasi Pengadaan oleh LSP Pengadaan Indonesia menghasilkan
kompetensi Pengelola dan Pelaksana Pengadaan barang dan jasa akan terjadi
kesetaraan pengakuan kompetensi antara Pengguna dan Penyedia barang
dan jasa, dan berkontribusi nyata dalam membantu pelaksanaan Pengadaan
supaya lebih tertib dan taat asas serta tepat sasaran.
- Sertifikasi kompetensi Pengadaan dilaksanakan sesuai perkembangan
teknologi dan bisnis terkini.
Standar Kompetensi Kerja Bidang Pengadaan barang dan jasa selalu berkembang
dan memerlukan penyesuaian untuk dapat diterapkan secara nasional dan
ditetapkan sesuai Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia,
Nomor 70 Tahun 2016, tanggal 11 Maret 2016.
Ruang lingkup Skema layanan sertifikasi LSP Pengadaan Indonesia menggunakan
acuan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Jasa Profesional,
Ilmiah dan Teknis Golongan Pokok Jasa Profesional, Imiah dan Teknis Lainnya
Bidang Pengadaan Barang dan Jasa, berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 70 Tahuin 2016.
Manajemen
Pengadaan
Peringkat Sertifikasi Pengadaan :
- Pelaksana Dasar Pengadaan (Certified Procurement Officer – CPOf.)
- Ahli Pengadaan (Certified Procurement Specialist – CPSp.)
- Ahli Manajemen Kontrak (Certified Contract Specialist – CCSp.)
- Ahli Strategi Pengadaan (Certified Procurement Strategist – CPSt.)
Manajemen
Pengadaan
2. Skema Sertifikasi Klaster Pengelolaan Pengadaan Barang dan Jasa (Certified
Procurement Specialist)
a. Rincian Unit Kompetensi :
NO KODE UNIT JUDUL UNIT
M.749020.001.02 Menelaah Lingkungan Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.004.02 Menyusun Kebutuhan dan Anggaran Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.005.02 Menyusun Spesifikasi Teknis
M.749020.007.01 Mengkaji Ulang Paket Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.008.02 Memilih Penyedia Barang dan Jasa
M.749020.010.02 Menyusun Dokumen Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.011.02 Melakukan Kualifikasi Penyedia Barang dan Jasa
M.749020.012.02 Melakukan Evaluasi Kinerja Penyedia Barang dan Jasa
M.749020.013.02 Menyampaikan Penjelasan Dokumen Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.014.02 Mengevaluasi Dokumen Penawaran
M.749020.015.02 Mengelola Sanggahan
M.749020.016.02 Melakukan Negosiasi
Manajemen
Pengadaan
3. Skema Sertifikasi Klaster Pelaksanaan Manajemen Kontrak (Certified Contract
Management Specialist).
a. Rincian Unit Kompetensi :
NO KODE UNIT JUDUL UNIT
M.749020.005.02 Menyusun Spesifikasi Teknis
M.749020.006.02 Menyusun Harga Perkiraan
M.749020.009.02 Menyusun Rancangan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.012.02 Melakukan Evaluasi Kinerja Penyedia Barang dan Jasa
M.749020.016.02 Melakukan Negosiasi
M.749020.017.02 Melakukan Finalisasi Dokumen Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.018.02 Membentuk Tim Pengelolaan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.019.02 Menyusun Rencana Pengelolaan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.020.02 Mengendalikan Pelaksanaan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.021.02 Menyelesaikan Permasalahan Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.022.02 Melakukan Penerimaan Hasil Pengadaan Barang dan Jasa
M.749020.023.02 Melakukan Persiapan Pengadaan Barang dan Jasa secara Swakelola
M.749020.024.02 Melakukan Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa secara Swakelola
M.749020.028.02 Mengelola Kinerja
M.749020.029.02 Mengelola Risiko
Manajemen
Pengadaan
Pelaksanaan Manajemen Kontrak
• Memiliki ijzah minimal S1 dan telah memiliki pengalaman kerja minimal
5 tahun secara berkelanjutan pada Pelaksana Managemen Kontrak ,
atau
• Memiliki ijzah minimal Sarjana Muda dan telah memiliki pengalaman
kerja minimal 8 tahun secara berkelanjutan pada Pelaksanaan
Manajemen Kontrak,
Manajemen
Pengadaan
c. Persyaratan Dasar Pemohon Sertifikasi
• Memiliki Sertifikat pelatihan berbasis kompetensi pada klaster
Pengelolaan Strategi Pengadaan Barang dan Jasa
• Memiliki ijzah minimal S1 dan telah memiliki pengalaman kerja minimal
8 tahun secara berkelanjutan pada Pengelolaan Strategi Pengadaan
Barang dan Jasa, atau
• Memiliki ijzah minimal Sarjana Muda dan telah memiliki pengalaman
kerja minimal 10 tahun secara berkelanjutan pada Pengelolaan Strategi
Pengadaan Barang dan Jasa.
Manajemen
Pengadaan
Reviu Daftar Isian
Pelaksanaan Anggaran
(DIPA)
O l e h : D w i A r i W i b a w a , S IP, M . M
Abstrak
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) adalah acuan Pengguna Anggaran
dalam melaksanakan kegiatan dan sebagai dasar pelaksanaan pembayaran.
Penyusunan DIPA sudah dilakukan sebelum tahun anggaran berjalan dan
melibatkan banyak pihak terkait baik pemerintah maupun DPR, sehingga
perbedaan antara penyusunan anggaran dan penetapan anggaran sangat
mungkin terjadi. Hal ini menyebabkan pihak Satuan Kerja harus melakukan
reviu terhadap kesesuaian DIPA. Ada beberapa hal yang harus dilakukan reviu
terhadap DIPA, antara lain reviu anggaran yaitu terkait kecukupan biaya paket
dan kebenaran pencantuman akun sesuai peruntukannnya sebagaimana diatur
dalam Bagan Akun Standar.
Manajemen
Pengadaan
Periode Agustus sampai dengan Oktober akan dilakukan kegiatan pembahasan
RKAKL antara Kementerian/Lembaga selaku selaku Chief of Operation Officer
(COO) dengan Menteri Keuangan selaku Chief Finacial Officer (CFO) dan Menteri
Perencanaan /Ketua Bappenas sehingga dihasilkan Rancangan Undang-Undang
(RUU) APBN Nota Keuangan. Selanjutnya dilakukan pembahasan RUU APBN
antara Pemerintah dan DPR dengan mempertimbangkan masukan DPD. Dalam
pembahasan ini dimungkinkan terjadi perubahan jumlah penerimaan dan
pengeluaran dalam rancangan undang-undang tentang APBN. Pengambilan
keputusan oleh DPR mengenai RUU APBN dilakukan selambat-lambatnya dua
bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyusunan DIPA yang memakan waktu lama dan melibatkan banyak pihak
sangat memungkinkan terjadinya perubahan asumsi dan jumlah anggaran antara
waktu pengusulan dan pengesahan anggaran. Sehingga setelah menerima
DIPA tindakan yang harus dilakukan satker adalah melakukan reviu terhadap
DIPA yang sudah diterima. Reviu dilakukan terhadap kesesuaian DIPA dengan
usulan RKA KL. Beberapa hal yang dilakukan reviu terhadap DIPA adalah terkait
anggaran dan administrasi DIPA
Reviu Anggaran
Aspek anggaran yang perlu dilakukan reviu adalah terkait perkiraan jumlah
anggaran yang tersedia untuk penyelesaian pekerjaan atau biaya paket, termasuk
ketersediaan biaya pendukung dan kebenaran pencantuman kode akun dalam
dokumen anggaran sesuai dengan peruntukan dan jenis pengeluaran
a. Kecukupan biaya paket.
Dalam penganggaran jenis biaya dalam suatu paket pekerjaan terdiri dari :
- Biaya barang/jasa
Yaitu biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh suatu item barang/
jasa
- Biaya pendukung
Yaitu biaya yang diperlukan agar barang/jasa dapat digunakan, seperti biaya
pemasangan, biaya pengangkutan dan biaya instalasi
- Biaya administrasi
Yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka pengadaan barang/jasa, seperti
biaya survey lapangan, honorarium, biaya lainnya (ahli hukum kontrak, biaya
uji coba)
- Pajak Pertambahan Nilai
Pada saat melakukan reviu anggaran, harus dipastikan bahwa komponen biaya
untuk memperoleh barang/jasa atau menyelesaikan pekerjaan telah terpenuhi.
Estimasi biaya barang/jasa bisa diperoleh dari berbagai sumber informasi antara
lain
Manajemen
Pengadaan
Dengan 1. Standar Biaya Masukan (SBM) yang dikeluarkan oleh
mendapatkan Menteri Keuangan setiap tahun anggaran. Dalam SBM
gambaran ini dapat dirujuk standar honorarium, standar biaya
tentang barang/ perjalanan dinas, standar akomodasi. Standar harga ini
jasa terkait dapat digunakan untuk memperkirakan biaya terkait
spesifikasi, biaya administrasi, biaya proses pengadaan dan biaya
latar belakang pendukung lainnya.
barang/jasa 2. Harga pasar dari publikasi publik, seperti asosiasi profesi,
yang akan distributor, toko pengecer dan lain-lain.
dilakukan 3. Standar biaya dari Pemerintah Daerah setempat
pengadaan, 4. Sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan
akan diperoleh
Untuk pengeluaranbelanja gedung dan bangunan
perkiraan biaya
harus diperhatikan apakah tersedia komponen pembiayaan
yang diperlukan
untuk biaya pengawasan dan biaya perencanaan. Kalau kita
untuk
perhatikan ketentuan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan
mengadakan
Umum No.45/PRT/M/2007 yang dimaksud dengan
pembangunan adalah kegiatan mendirikan bangunan
gedung yang diselenggarakan melalui tahap persiapan,
perencanaan teknis, pelaksanaan kontruksi dan pengawasan
kontruksi/manajemen kontruksi (MK), baik merupakan
pembangunan baru, perbaikan sebagian atau seluruhnya
maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada dan/
atau lanjutan pembangunan bangunan gedung yang belum
selesai dan/atau perawatan (rehabilitasi, renovasi, restorasi).
Rehabilitasi adalah perbaikan Aset Tetap yang rusak
sebagian dengan tanpa meningkatkan kualitas dan
atau kapasitas dengan maksud dapat digunakan sesuai
dengan kondisi semula. Renovasi adalah perbaikan Aset
Tetap yang rusak atau mengganti yang baik dengan
maksud meningkatkan kualitas atau kapasitas.Restorasi
adalah perbaikan Aset Tetap yang rusak dengan tetap
mempertahankan arsitekturnya.
Dalam melakukan reviu dokumen yang dapat digunakan
untuk melakukan reviu DIPA adalah Kerangka Acuan Kerja
(KAK) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB). Pada KAK dapat
diperoleh informasimengenai spesifikasi barang/jasa yang
direncanakan pada waktu penyusunan anggaran. Pada RAB,
akan diperoleh informasi komponen biaya dan besaran biaya
yang dipakai pada waktu penyusunan anggaran.
Kerangka acuan kerja adalah dokumen yg memberikan
gambaran umum dan penjelasan mengenai output yang
akan dicapai sesuai dengan tugas dan fungsi unit eselon
Manajemen
Pengadaan
1 yg memuat latar belakang, penerima manfaat, strategi pencapaian, waktu
pencapaian, dan biaya yang diperlukan. Kerangka Acuan Kerja akan memberikan
gambaran tentang perencanaan kegiatan yang berisi penjelasan/keterangan
mengenai apa (what), mengapa (why), siapa (who), kapan (when), di mana (where),
bagaimana (how), dan berapa perkiraan biayanya suatu kegiatan/output.
Dengan mendapatkan gambaran tentang barang/jasa terkait spesifikasi, latar
belakang barang/jasa yang akan dilakukan pengadaan, akan diperoleh perkiraan
biaya yang diperlukan untuk mengadakan barang/jasa tersebut. Sehingga apabila
terdapat komponen atau harga yang belum mencukupi, KPA bisa melakukan
revisi dokumen anggaran.
Selain KAK, dokumen yang dapat digunakan untuk melakukan reviu DIPA
adalah Rencana Anggaran Biaya (RAB). RAB adalah adalah suatu dokumen
yang berisi tahapan pelaksanaan, rincian tahapan dan besaran biaya dari setiap
tahapan dari suatu kegiatan atau pengadaan barang/jasa. RAB merupakan alat
untuk menghitung total biaya yang diperlukan atas suatu output dalam KAK.
Pada RAB kita akan mendapatkan informasi rincian perkiraan komponen biaya
yang dibutuhkan dalam suatu kegiatan..
Dari dokumen KAK dan RAB kita akan mendapatkan informasi berharga
untuk membuat perkiraan, apakah pagu DIPA cukup apabila dilaksanakan pada
kondisi Tahun Anggaran Berjalan. Informasi yang dapat kita peroleh antara lain
- Gambaran umum kegiatan seperti latar belakang yang mendasari output
kegiatan dilakukan, spesifikasi teknis barang/jasa
- Sasaran penerima manfaat kegiatan
- Komponen dan tahapan yang digunakan dalam pencapaian keluaran
kegiatan.
- Jangka waktu kapan pencapaian Output dimaksud harus diselesaikan
- Total anggaran yang dibutuhkan untuk pencapaian keluaran dan rincian
biaya
Kebenaran Akun
Selain kecukupan biaya, hal lain yang harus direview dalam penganggaran
adalah kebenaran pencantuman Akun sesuai peruntukan sebagaimana diatur
dalam Bagan Akun Standar. Bagan Akun Standar (BAS) adalah daftar kodefikasi
dan klasifikasi terkait transaksi keuangan yang disusun secara sistematis sebagai
pedoman dalam perencanaan, penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan
pelaporan keuangan pemerintah. Dalam Bagan Akun Standar diatur klasifikasi
jenis belanja dan peruntukannya, sebagai berikut :
1. Belanja Pegawai
Belanja pegawai digunakan untuk pengeluaran yang merupakan kompensasi
Manajemen
Pengadaan
terhadap pegawai baik dalam bentuk uang atau barang, yang harus dibayarkan
kepada pegawai pemerintah dalam maupun luar negeri baik kepada pejabat
negara, Pegawai Negeri Sipil dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah
yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
2. Belanja Barang
Pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis
pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun yang tidak
dipasarkan serta pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau
dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. Belanja ini terdiri dari belanja
barang dan jasa, belanja pemeliharaan dan belanja perjalanan dinas.Belanja
barang dibedakan menjadi belanja barang operasional dan belanja barang non
operasional.
Belanja barang operasional digunakan untuk membiayai pengeluaran seperti
Keperluan sehari-hari perkantoran, Pengadaan/penggantian inventaris kantor
yang nilainya dibawah kapitalisasi, Pengadaan bahan makanan, Penambah daya
tahan tubuh, Belanja barang lainnya yang secara langsung menunjangoperasional
KementerianNegara/Lembaga, Pengadaan pakaian seragam dinas, Honorarium
yang terkait dengan operasional satker.
Belanja barang non operasional digunakan untuk membiayai pengeluaran
kegiatan nonoperasionaldalam rangka pelaksanaan suatu kegiatan satker.
Pengeluaran tersebut antara lainBelanja Bahan, Belanja Barang transito, Honor
yang terkait dengan output, Belanja barang lainnya yang secara langsung
menunjang kegiatannon-operasional.
Belanja Jasa, digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran untuk langganan
daya dan jasa (listrik,telepon, gas, dan air), jasa pos dan giro, jasa konsultan,
sewa, jasaprofesi dan jasa lainnya.
Belanja Pemeliharaan, digunakan untuk pengeluaran pemeliharaan
untukmempertahankan aset tetap atau aset tetap lainnya yang sudah
adake dalam kondisi normal yang nilainya tidak memenuhi nilaikapitalisasi.
Belanja Pemeliharaan meliputi antaralain pemeliharaan tanah, pemeliharaan
gedung dan bangunankantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas,
perbaikanperalatan dan sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatanmesin,
dan lain-lain sarana yang berhubungan denganpenyelenggaraan pemerintahan.
Pengeluaran-pengeluaran untukpemeliharaan gedung kantor, rumah dinas/
jabatan, kendaraan bermotor, dan lain-lain yang berhubungan dengan
penyelenggaraanpemerintahan termasuk perbaikan peralatan dan sarana
gedung, yang nilainya dibawah kapitalisasi.
Belanja Perjalanan Dinas digunakan untuk pengeluaran-pengeluaran untuk
perjalanan dinas. Belanjaperjalanan terdiri dari Belanja Perjalanan Biasa, Belanja
PerjalananTetap dan Belanja Perjalanan Lainnya. Pengalokasian anggaran
Manajemen
Pengadaan
didokumen penganggaran untuk keperluan Belanja Perjalanan,besarannya
mengikuti ketentuan
3. Belanja Modal
Pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau
menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu
periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau
aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Aset Tetap tersebut dipergunakan
untukoperasional kegiatan sehari-hari suatu satuan kerja bukan untukdijual
8. Belanja Lain-lain
Pengeluaran/belanja pemerintah pusat yang sifat pengeluarannya tidak
dapat diklasifikasikan ke dalam pos-pospengeluaran diatas. Pengeluaran ini
bersifat tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan
bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga lainnyayang sangat
diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah
Hal yang harus diperhatikan juga dalam melakukan reviu kebenaran akun
adalah berkaitan dengan belanja barang dan belanja modal. Berdasarkan PMK
94/PMK.02/2017 tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelahan Rencana Kerja
dan Anggaran Kementerian Negara/lembaga dan Pengesahan Daftar Isian
pelaksanaan Anggaran disebutkan bahwa belanja modal digunakan untuk
pembayaran perolehan aset tetap dan /atau aset lainnya, atau menambah nilai
aset tetap dan/atau aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/aset lainnya.
Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengeluaran
belanja modal harus memenuhi kriteria :
a. merupakan perolehan aset tetap/aset lainnya, atau
b. menambah nilai, dan
Manajemen
Pengadaan
c. melebihi batas minimal kapitalisasi.
Untuk dapat diakui sebagai aset tetap harus memenuhi kriteria
a. Berwujud
b. Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 bulan
c. Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal
d. Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas
e. Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan
Menambah nilai aset tetap dapat diartikan bahwa pengeluaran setelah perolehan
aset tersebut dapat mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas,
kualitas dan volume aset yang telah dimiliki, termasuk pengeluaran gedung
yang nilai perbaikannya lebih dari 2% dari nilai aset berdasarkan perhitungan
Ditjen Cipta Karya.
Berdasarkan PMK 181/PMK.06/2016 tentang penatausahaan Barang Milik
Negara telah ditetapkan nilai satuan kapitalisasi BMN yaitu :
a. sama dengan atau lebih Rp.1.000.000,00 untuk peralatan dan mesin atau aset
tetap renovasi peralatan dan mesin, dan
b. sama dengan atau lebih dari Rp.25.000.000, untuk gedung dan bangunan
atau aset tetap renovasi gedung dan bangunan.
Manajemen
Pengadaan
b. Pengeluran tersebut telah memenuhi kapitalisasi nilai minimal kapitalisasi
untuk gedung dan bangunan yang telah ditetapkan yaitu sebesar 25 juta.
Sehingga satker B harus melakukan revisi akun nelanja barang menjadi akun
belanja modal.
3. Dalam DIPA Satker C kementerian Sosial telah dialokasikan biaya untuk
pembangunan rumah adat yang akan diserahkan kepada masyarakat
komunitas adat terpencil sebesar 150 juta ke dalam belanja barang (Akun 52).
Bantuan pembangunan rumah adat tersebut diperuntukkan bagi masyarakat
yang memiliki resiko sosial dan diberikan dalam rangka perlindungan sosial
Reviu
Alokasi belanja pembangunan rumah adat tersebut seharusnya dialokasikan
ke dalam belanja bantuan sosial (Akun 57) karena pengeluaran tersebut
memenuhi kriteria sebagai belanja bantuan sosial, yaitu :
a. Pemberi bantuan dana bantuan sosialadalahsatker
b. Tujuan penggunaan dana bantuan sosial diperuntukkan bagi masyarakat yg
memiliki resiko sosial (dalam rangka perlindungan sosial)
c. Penerima dana bantuan sosial adalah kelompok masyarakat termasuk
lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan
Sehingga satker C tersebut harus merevisi akun belanja barang (Akun 52)
menjadi akun belanja sosial (Akun 57).
Demikian penjelasan reviu DIPA yang harus dilakukan oleh pengelola keuangan
di setiap Satker. Reviu ini harus menjadi kegiatan rutin yang harus dilakukan pada
awal tahun anggaran, sehingga apabila ditemukan kesalahan atau kekurangan
pembiayaan Kuasa Pengguna Anggaran dapat segera mengambil langkah untuk
melakukan revisi DIPA.
Daftar Pustaka
1. Peraturan Menteri Keuangan No.94/PMK.02/2017 tentang tentang Petunjuk
Penyusunan dan Penelahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/lembaga dan Pengesahan Daftar Isian pelaksanaan Anggaran
2. Peraturan Menteri Keuangan 181/PMK.06/2016 tentang penatausahaan
Barang Milik Negara
3. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman
Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara.
4. Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintah Nomor 15 tentang Akuntansi
Aset tetap Berbasis Akrual
5. Peraturan menteri Keuangan Nomor 214/PMK.05/2013 tentang Bagan Akun
Standar
Manajemen
Pengadaan
PENGENDALIAN
KONTRAK
PENGADAAN BARANG
S ya f r u d d i n M a h u r at i
Manajemen
Pengadaan
KEPO TERHADAP
JADWAL LELANG
PENGADAAN BARANG DAN JASA
KEPO TERHADAP JADWAL LELANG PENGADAAN BARANG DAN JASA
RI S W AN , M . AP | (Ketua Umum Forkom JFT PBJ Kemenag RI)
Oleh : RISWAN, M.AP
(Ketua Umum Forkom JFT PBJ Kemenag RI)
KEPO adalah akronim dari Knowing Every Particular Object yang artinya sebutan untuk
orang yang serba ingin tahu dari detail sesuatu baik yang kalau ada yang terlintas
dibenaknya dia tanya terus. Hal-hal sepele ditanyain, serba ingin tau, pengen tau urusan
orang lain dan sebagainya. Mungkin penulis termasuk yang suka kepo terutama
menyangkut pengadaan barang dan jasa.
Karena rasa ingin selalu tahu lah, maka pada waktu luang penulis iseng-iseng buka paket-
paket lelang di beberapa lpse, ada beberapa hal yang penulis temukan ketika membuka
paket lelang tesebut, dan yang paling banyak ditemukan adalah kekeliruan dalam
penyusunan jadwal lelang.
Perpres 54 tahun 2010 dan perubahan nya serta peraturan kepala LKPP sebenarnya
sudah mengatur tentang bagaimana alokasi dan tahapan yang harus diperhatikan oleh
pokja ulp dalam menyusun jadwal.
Berikut kekeliruan yang sering terjadi dalam penyusunan jadwal lelang beserta ketentuan
yang seharus nya diikuti oleh pokja :
Manajemen
Pengadaan
KEPO TERHADAP JADWAL LELANG Pengadaan Barang dan Jasa
Dan bisa dengan metode pemilihan langsung untuk pekerjaan kontruksi dan
pelelangan sederhana untuk pengadaan barang dan jasa lainnya dengan nilai
sampai dengan 200 jt sd Rp. 5M. sedangkan untuk jasa konsultan adalah 50 jt sd
200jt dengan seleksi sederhana.
Artinya ketika metode pemilihan yang dipilih adalah pelelangan umum, pelelangan
terbatas atau seleksi umum maka waktu tayang pengumuman tidak boleh kurang
dari 7 (tujuh) hari.
Beberapa kasus yang penulis temui adalah misalnya pengadaan jasa konsultan
dengan nilai 700 jt, metode nya adalah seleksi umum, tapi pokja ulp dalam
menentukan alokasi hari pengumuman hanya 4 (empat) hari, padahal alokasi 4
(empat) hari adalah digunakan untuk metode pemilihan dengan seleksi sederhana.
Padahal seharus nya paling kurang 7 (tujuh) hari karena nilai tersebut
menggunakan metode seleksi umum.
Manajemen
Pengadaan
KEPO TERHADAP JADWAL LELANG Pengadaan Barang dan Jasa
Dari ketentuan diatas dapat dilihat bahwa batas akhir download dokumen
kualifikasi adalah sampai dengan batas akhir pemasukan dokumen kualifikasi
bukan sampai dengan hari akhir pengumuman seleksi. Dan perlu diketahui untuk
metode prakualifikasi batas akhir pemasukan dokumen kualifikasi adalah paling
kurang 3 (tiga) hari sebelum batas akhir pemasukan dokumen kualifikasi. Jadi
ketika misalnya waktu tayang pengumuman seleksi dimulai tanggal 1, dan akhir
pengumuman tanggal 7 maka batas akhir pemasukan dokumen kualifikasi harus
paling kurang pada tanggal 10, tidak boleh pada tanggal 8 atau 9, karena belum
mencukupi ketentuan paling kurang 3 (tiga) hari. Selanjut nya ketika batas akhir
pemasukan dokumen kualifikasi adalah tanggal 10 maka batas akhir download
dokumen kualifikasi adalah tanggal 9.
Dan juga perlu diperhatikan Pembukaan Dokumen Penawaran dilakukan pada hari
yang sama segera setelah batas akhir pemasukan penawaran (perka LKPP no 14
tahun 2012), dan harus hari kerja serta jam kerja. Artinya ketika misalnya batas
Manajemen
Pengadaan
KEPO TERHADAP JADWAL LELANG Pengadaan Barang dan Jasa
akhir pemasukan dokumen penawaran tanggal 10, maka pembukaan nya pun
harus tanggal 10 jangan dibikin pada tanggal 11,
Terkadang pokja membikin jadwal batas akhir pemasukan dokumen penawaran
misalnya tanggal 10 jam 23.00. kemudian pembukaan dokumen penawaran
tanggal 11 jam 00, ini pun sudah masuk kategori tidak pada hari yang sama.
d. Masa sanggah
Yang perlu diperhatikan oleh pokja adalah masa sanggah 5 hari untuk pelelangan
umum,seleksi umum dan pelelangan terbatas. Dan 3 hari untuk pemilihan
langsung, pelelangan sederhana, dan seleksi sederhana.
Jangan sampai terjadi metode nya adalah seleksi umum atau pelelangan umum
tapi masa sanggahnya hanya 3 hari.
Beberapa kasus tersebut semoga bisa menjadi masukan dan perhatian kawan-kawan
pokja dalam melakukan proses pemilihan penyedia, kesalahan dalam penyusunan jadwal
lelang keliatannya sepele, tetapi sebenar bisa memberikan efek besar dalam proses
pemilihan, karena alokasi jadwal adalah amanat perpres yang harus dilaksanakan dalam
melaksanakan proses pengadaan barang dan jasa. akibatnya ialah dokumen lelang
tersebut dapat dianggap tidak sesuai dengan perpres, karena jadwal lelang adalah bagian
dari dokumen pemilihan, sehingga apabila suatu dokumen lelang tidak sesuai dengan
perpres maka proses lelang tersebut harus dilakukan lelang batal.
Mudahan tulisannya ini bisa menjadi masukan dan diskusi kita semua, tidak ada niat
untuk menggurui atau pun menyalahkan tapi paling tidak bisa mejadi koreksi kita semua,
tidak ada yang sempurna didunia ini kita hanya berusaha untuk menjadi yang lebih baik.
Manajemen
Pengadaan
Mengurai Penyebab
Terjadinya Pengaduan
Masyarakat
tentang Pengelolaan Pengadaan
Barang/Jasa di Organisasi Sektor
Publik
https://news.detik.com/jawatimur/3921931/tipikor-polda-jatim-selidiki-
pengadaan-ambulans-desa-di-jember, Sabtu, 17 Maret 2018, Tipikor Polda Jatim
Selidiki Pengadaan Ambulans Desa di Jember. Kembali berita tentang masalah
dalam pengadaan barang/jasa menjadi berita yang ‘seksi’ untuk diberitakan.
Bersumber dari laporan yang masuk tentang pengadaan ambulans desa dimana
diduga didalamnya terdapat kerugian negara. Ini baru laporan, pengaduan
masyarakat atau disebut dumas. Lagi-lagi prosedur pengadaan barang/jasa
menjadi titik awal pengecekan:
1. Perencanaannya;
2. Pengesahannya;
Dua hal tersebut diatas menjadi awal bagi perdebatan pengadaan barang/
jasa di organisasi sektor publik. Terlepas dari benar atau salah pengaduan
masyarakat tersebut. Perlu dicermati bagaimana proses perencanaannya dan
bagaimana pula proses pengesahannya.
Perencanaan pengadaan barang/jasa menjadi menjadi penentu bagi
keberhasilan pengadaan barang/jasa yang manfaatnya dirasakan langsung
oleh masyarakat pengguna barang/jasa. ‘Perencanaan’ apakah sekedar ritual
Manajemen
Pengadaan
pengadaan barang/jasa yang bersifat administratif, memenuhi prosedur
pengadaan barang/jasa atau memang sebuah upaya riil untuk memenuhi
kebutuhan organisasi sektor publik? Jika jawabannya ‘ya’ seharusnya tidak ada
lagi ‘dumas’.
Benarkah, ‘dumas’ menjadi indikator kegagalan perencanaan pengadaan
barang/jasa di organisasi sektor publik. Siapakah yang merencanakan? Jawabnya:
yang merencanakan pengadaan barang/jasa adalah kuasa pengguna anggaran
(KPA). Ditingkat Organisasi Perangkat Daerah, perencanaan pengadaan barang/
jasa disusun oleh Kepala Dinas atau biasa disebut ‘Kadis’.Pertanyaan selanjutnya:
1. apakah kepala dinas sudah memiliki kemampuan atau keahlian untuk
menyusun perencanaan pengadaan barang/jasa?;
2. apakah kepala dinas telah menetapkan tim ahli untuk menyusun perencanaan
pengadaan barang/jasa?;
3. apakah di organisasi sektor publik tersebut ada fungsional pengelola
pengadaan barang/jasa?
Manajemen
Pengadaan
pengadaan barang/jasa terus meningkat dari tahun ke tahun.
SDM-PBJ, ada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang
Pengadaan Barang/jasa (SKKNI PBJ). Standar kompetensi kerja merupakan
pondasi dari sistem manajemen dan pengembangan SDM berbasis kompetensi.
Pada dasarnya, standar kompetensi kerja adalah rumusan/deskripsi mengenai
tiga hal pokok yang berkaitan dengan kemampuan kerja sebagai berikut:
1. Deskripsi tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang di tempat
kerja sesuai dengan tugas pekerjaan serta kondisi dan lingkungan kerjanya;
2. Deskripsi tentang sejauh mana kinerja yang diharapkan dapat
ditampilkan oleh seseorang sesuai dengan tugas pekerjaan serta kondisi dan
lingkungan kerja sebagaimana butir 1;
3. Deskripsi tentang bagaimana caranya mengetahui/mengukur bahwa dalam
melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada butir1, seseorang
telah atau belum mampu menampilkan kinerja yang diharapkan sebagaimana
dimaksud pada butir 2.
Manajemen
Pengadaan
Meskipun kompetensi sebagai pengelola pengadaan barang/jasa.
Yang bertanggung jawab terhadap berhasil dan tidaknya
didampingi pengadaan barang/jasa adalah Organisasi Pengelola
Pengadaan Barang/jasa yang diberi tanggung jawab sesuai
oleh siapapun dengan tugas dan fungsi berdasarkan kemampuan/keahlian
jika SDM- dibidangnya.
Meskipun didampingi oleh siapapun jika SDM-PBJ-nya
PBJ-nya tidak tidak memiliki kemampuan/keahlian dibidang PBJ, tetap
saja akan menuai masalah kegagalan pengadaan barang/
memiliki jasa. Logika tentang pekerjaan haruslah dikerjakan oleh
kemampuan/ ‘ahlinya’ dipahami oleh semua orang, nyatanya? alih-alih
menyerahkan kepada ahlinya, menyiapkan SDM-nya saja
keahlian tidak menjadi skala prioritas, justru menambah masalah
dengan solusi yang semakin boros energi/biaya/waktu.
dibidang PBJ, Akibatnya, organisasi sektor publik sering
tetap saja mengimplementasikan tata kelola pengadaan barang/jasa
berorientasi kepada rasa aman dari aparat penegak hukum,
akan menuai itulah sebabnya muncul TP4.
Walaupun sebagian sering mengeluhkan kondisi ini,
masalah mereka tidak bisa berbuat banyak. Akhirnya, mereka hanya
kegagalan sekadar menjalankan berbagai sistem tersebut sebagai
sebuah ‘ritual’, tanpa peduli apakah berbagai sistem tersebut
pengadaan dapat memberikan nilai tambah bagi organisasi. Hal ini
disebut sebagai tindakan ‘transaksional’ yang tidak dapat
barang/jasa. membangun relasi atau rasa keterikatan pegawai sektor
publik dengan organisasinya (Agyemang & Broadbent,
2015).
Sangat mungkin kondisi ini dikemudian hari membentuk
kultur organisasi sektor publik. Kultur organisasi pengadaan
barang/jasa disibukkan dengan menciptakan jaminan rasa
aman dari aparat penegak hukum, alih-alih meningkatkan
kompetensinya dalam tata kelola pengadaan barang/jasa
yang berorientasi pada output pengadaan barang/jasa yang
manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakatnya.
Tidaklah aneh jika kemudian pengadaan barang/jasa di
organisasi sektor publik tidak berhasil menurunkan korupsi
dan meningkatkan kinerja organisasi pengadaan barang/
jasa. Kita bisa melihat begitu banyak organisasi publik yang
mendapatkan award dari keberhasilan mereka menyusun
LK dan LAKIN, tetapi malah ‘tertangkap tangan’ oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Mengapa?
Manajemen
Pengadaan
Peran SDM Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Yang Berstandar SKKNI PBJ
Pertanyaan berikutnya: Bagaimana agar organisasi sektor publik di Indonesia
bisa lebih memberikan manfaat bagi masyarakatnya
Pertanyaan ini bisa dijawab dengan jelas dan mudah jika organisasi sektor
publik mengelola pengadaan barang/jasa sesuai dengan perpres 54/2010
beserta dengan perubahannya dan peraturan teknis terkait dan memberikan
tugas dan kewenangan pengelolaan pengadaan barang/jasa kepada ASN-nya
sesuai dengan Standar kompetensi yang dimiliki.
Sayangnya, sejak awal, peluang inpassing jabatan fungsional pengadaan
barang/jasa dibuka bagi seluruh ASN di lingkungan K/L/D/I, hanya sekitar 20%
dari K/L/D//I yang mengambil peluang tersebut. 80% sisanya hingga saat ini
belum memiliki pejabat fungsional pengelola pengadaan barang/jasa tetapi
masih dikelola secara adhoc, walaupun sebenarnya setiap tahun K/L/D/I rutin
mengelola pengadaan barang/jasa
Para profesional keuangan dan akuntansi, melalui para auditornya, lebih
dominan membicarakan tentang audit pengadaan barang/jasa dengan
pendekatan risiko (risk-based controls). Mesti dimulai dengan melihat risiko
(risk), kemudian menyiapkan sistem pengendalian yang mesti diterapkan
(controls), dan dengan harapan akhir akan tercipta good governance, tetapi
syarat kompetensi dasar melaksanakan kegiatan tersebut diabaikan.
Ketika sistem audit pengadaan barang/jasa sekadar dilihat dengan
pendekatan risiko, maka sistem ini cenderung menjadi hal yang menakutkan,
berburuk sangka. Sebab, pendekatan ini berbasis rasionalitas ekonomi dimana
manusia diasumsikan cenderung akan menguntungkan dirinya sendiri (self-
interest).
Sehari-hari, sistem semacam ini sangat kental sekali di sektor publik Indonesia,
baik dalam skala nasional ataupun daerah. Sebagai contoh, belakangan ini kita
melihat reformasi sektor publik ditandai dengan munculnya Tim Pengaman
Pemerintah dan Pembangunan (TP4).
Karenanya, sudah saatnya mulai mengevaluasi penyebab kegagalan
pengadaan barang/jasa dari titik awal pengadaan barang/jasa, yaitu pada titik
dimana perencanaan pengadaan barang/jasa itu mulai dilakukan.
Jika amanah itu disia-siakan maka tunggu saat kehancurannya, ditanya
bagaimana disia-siakan? Jika perkara diserahkan bukan kepada ahlinya, maka
tunggulah saat kehancurannya. (Hadist Abu Hurairah)
Peran aparatur sipil negara (ASN) yang memiliki keahlian/kemampuan
dalam bidang pengelolaan pengadaan barang/jasa harusnya menjadi jawaban.
Khususnya dalam hal perencanaan pengadaan barang/jasa. Titik vital bagi
keberhasilan pengelolaan pengadaan barang/jasa. Titik tolak pengelolaan
pengadaan barang/jasa. Cara memperkecil kemungkinan terjadinya pengaduan
masyarakat ‘dumas’ akibat dari ketidakpuasan terhadap hasil pengelolaan
pengadaan barang/jasa dalam organisasi sektor publik.
Manajemen
Pengadaan
Standar Kemampuan SDM Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Yang
Berstandar SKKNI PBJ yang selama ini menjadi tugas dan kewenangan PA/
KPA dapat dijalankan dengan efektif dan dapat mencapai tujuan pengadaan
barang/jasa, jika PA/KPA memiliki kompetensi untuk menjalankan tugas dan
kewenangannya tersebut. Diantara kompentensi yang harus dimiliki oleh PA/KPA
sesuai SKKNI PBJ:
1. Menelaah Lingkungan Pengadaan Barang/Jasa;
2. Penyelarasan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa;
3. Merumuskan Organisasi Pengadaan Barang/Jasa
4. Menyusun Kebutuhan dan Anggaran Pengadaan Barang/Jasa;
5. Membentuk Tim Pengelola Kontrak.
6. Evaluasi Kinerja Pengadaan Barang/Jasa;
Jika enam (6) kompetensi tersebut diatas telah dimiliki oleh aparatur sipil
negara (ASN) pengelola pengadaan barang/jasa sangat kecil kemungkinan
terjadinya wanprestasi pengelolaan pengadaan barang/jasa yang berujung pada
ketidakpuasan publik berbuah ‘dumas’ atau pengaduan masyarakat.
Manajemen
Pengadaan
HUMOR
PENGADAAN
Jangan terjadi, dokumen perusahaan dipinjam pihak
lain untuk ikut tender, kemudian wan prestasi, lalu jadi
kena black list
Si pria : " Bukan, dia istri tetangga, istri saya sebentar lagi pulang ".
Manajemen
Pengadaan
Pelayanan
Hukum
Bagi Pelaku Pengadaan Barang/Jasa
Berdasar Perpres 16 tahun 2018
Manajemen
Pengadaan
penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan.
Manajemen
Pengadaan
sebagai aspek kerugian negara yang harus dikembalikan seperti UU 1 tahun
Pelayanan Hukum Bagi Pelaku Pengadaan Barang/Jasa
2004, UU 15 tahun 2004, UU 30 tahun 2014 dan UU No 2 tahun 2017.
UU 31 31 tahun 1999 dan UU 20 tahun tahun 2001 diharapkan diterapkan
ketika pihak yang menerima kerugian negara tetapi tidak mau mengembalikan
atau memang ada mens rea yang terbukti seperti adanya intervensi pimpinan,
kolusi, suap, penipuan dan pemalsuan.
Ada pasal yang perlu dipopulerkan yaitu Pasal 32 UU 31 tahun 1999 disebutkan
Pasal 32
1. Dalam hal penyidikan menemukan dan berpendapat bahwa satu atau
lebih unsur tindak pidana korupsi tidak terdapat cukup bukti, sedangkan
secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera
menyerahkan berkas perkara hasil penyidikian tersebut kepada Jaksa
Pengacara Negara untuk dilakukan gugatan perdata atau diserahkan
kepada instansi yang dirugikan untuk mengajukan gugatan.
Manajemen
Pengadaan
ISU PENTING
Perubahan Kebijakan Pengadaan Barang/
Jasa Pemerintah Pada Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018
R
obin Asad Suryo, Deputi Bidang Pengembangan Strategi dan Kebijakan
LKPP mengatakan pada acara sosialisasi Perpres Nomor 16 Tahun 2018
untuk pertama kalinya di kantor LKPP, bahwa Perpres ini setidaknya
dilahirkan untuk menjawab 3 isu penting atau 3 tantangan di bidang pengadaan
barang dan jasa di Indoensia.
Tantangan yang pertama adalah terkait nilai tawar pengadaan barang dan
jasa pemerintah itu sendiri yang semakin tahun kompleksitasnya semakin
tinggi, tantangan yang kedua adalah penyesuaian kondisi pasar saat ini yang
berkembang begitu cepat dimana Negara lain sudah banyak melakukan
modernisasi pengadaan yang menyesuaikan dengan kondisi pasar global saat
ini. Tantangan yang ketiga adalah manajemen anggaran belanja pemerintah
yang harus dituntut sesuai dengan tujuan pembangunan.
Perpres ini hanya berisi 94 pasal, kurang lebih berkurang separuh dari Perpres
No 54 Tahun 2010 beserta perubahaannya. Artikel ini tidak akan membahas
semua perubahan yang terjadi, melainkan hanya mengangkat isu-isu yang
menurut penulis dianggap penting untuk diangkat dan dipublikasikan untuk
menjadi perhatian para pengambil kebijakan.
Rumusan masalah pada makalah ini adalah apa saja yang menjadi isu penting
perubahan kebijakan pada Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang layak untuk
dijadikan perhatian saat ini.
Tujuan pembahasan makalah ini adalah sarana sosialisasi pengangkatan isu-
isu yang dianggap penting untuk segera diketahui para pengambil kebijakan
dalam rangka penyesuaian praktek pengadaan barang dan jasa berdasarkan
Perpres ini.
Pada bagian isi ini, penulis akan langsung saja memaparkan isu-isu penting
yang perlu mendapatkan perhatian yang akan dijelaskan secara deskriptif
Manajemen
Pengadaan
sebagai berikut :
Isu penting nomor 1
Pasal 74 yang dipertegas lagi pada pasal 88
1. Tentang kewajiban pengelola pengadaan wajib dijabat oleh
pejabat fungsional pengelola pengadaan barang dan jasa
pemerintah
2. Tentang kewajiban kepemilikan Sertifikat Kompetensi Pengelola
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah baik untuk jabatan
fungsional maupun untuk sertifikasi okupasi non jabatan
fungsional
Manajemen
Pengadaan
Dan Jasa Pemerintah. Kementerian/ hokum, dan lain-lain bisa membuat
Lembaga diberikan waktu untuk perencanaan kebutuhan sumber daya
melakukan penyesuaian terhadap pasal manusia sedemikian hingga kapasitas
ini dengan batas waktu paling lambat jabatan pengelola pengadaan sesuai
31 Desember 2020. Dengan demikian dengan pasal 88 Perpres ini.
K/L/D bisa membuat timeline kebijakan
terkait SDM di bidang pengadaan ini Isu penting nomor 2
secara jangka panjang. Lebih lanjut
Pasal 4
akan ada Perka LKPP tersendiri untuk
mengatur ini. Pasal tentang Tujuan Pengadaan
Isu penting berikutnya adalah ini merupakan bab baru yang tidak
kewajiban kepemilikan Sertifikat ada pada Perpres 54/2010 yang
Kompetensi di bidang pengadaan intinya mempertegas bahwa tujuan
barang/jasa pemerintah dengan pengadaan adalah mencari
batasan waktu unuk PPK diberikan “value for money” dengan rumus
waktu paling lambat 31 Desember 6T, yaitu Tepat Waktu, Tepat
2023, sedangkan untuk selain PPK Kualitas, Tepat Kuantitas, Tepat
diberikan batas waktu lebih cepat Harga, Tepat Lokasi, dan Tepat
yaitu 31 Desember 2020. Sertifikat Penyedia
Kompetensi ini berlaku baik untuk
pejabat fungsional maupun untuk non
Gambar 5. Cuplikan Pasal 4 Perpres 16 Tahun
pejabat fungsional.
2018
Dengan demikian jabatan Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) yang
umumnya dijabat oleh pejabat tingkat
eselon yang sudah pasti bukan pejabat
fungsional, pada Perpres ini diwajibkan
memiliki Sertifikat Kompetensi, bukan
lagi sertifikat keahlian tingkat dasar
yang dipersyaratkan pada Perpres
No 54/2010. Sertifikat Kompetensi
ini dikeluarkan oleh Lembaga
Sertifikasi Profesi yang diakui oleh
LKPP, dan sertifikat dikeluarkan oleh
Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP). Untuk pasal ini, penulis akan
memaparkan lebih dalam lagi di lain
makalah karena terdapat sosialisasi
tersendiri yang lebih jelas terkait ini.
Kesimpulan pada pasal ini adalah
harapan penyesuaian kebijakan berupa
timeline untuk mengejar batas waktu
seperti tersebut di atas, sehingga
pihak-pihak yang terkait seperti
bagian sumber daya manusia, bagian
Manajemen
Pengadaan
Seperti dijelaskan di atas, Perpres Gambar 6. Cuplikan Pasal 9 Perpres 16 Tahun
No 16/2018 ini mempertegas kebijakan 2018
pengadaan barang/jasa pemerintah
bahwa pengadaan bukan mencari
penyedia dengan harga terendah,
pengelola pengadaan merasa kurang
nyaman apabila pemenangnya ternyata
bukan penawar harga terendah, akan
tetapi Perpres ini memberikan amanat
untuk lebih berfokus mencari “value
for money”
Value for money ini dalam hal
pengadaan barang dan jasa bisa
diartikan rumus 6T, yaitu Tepat
Waktu, Tepat Kualitas, Tepat Kuantitas,
Tepat Harga, Tepat Lokasi, dan Tepat
Penyedia. Hal inilah yang diperkenalkan Pada pasal 9 ini jelas ditegaskan
mulai saat ini yang nantinya aka nada bahwa pihak yang melakukan perikatan
juknis untuk memperjelas “value for kontrak atau yang berkontrak pada
money” ini. dasarnya bukanlah PPK lagi, tetapi PA/
Dari pasal tujuan pengadaan KPA dapat mendelegasikannya kepada
ini, penulis memprakirakan bahwa PPK.
kedepannya metode system gugur Artinya selama tidak ada
akan sedikit demi sedikit secara pendelegasian wewenang dalam hal
kebijakan akan digeser ke system perikatan kontrak, maka pihak yang
evaluasi yang mengedepankan nilai berkontrak dengan penyedia adalah
terbaik untuk uang, seperti system nilai PA/KPA, bukan PPK seperti pada
dan Total Cost Ownership (TCO) seperti Perpres No 54/2010. Kebijakan ini
yang sudah banyak dipraktekkan pada mengembalikan kebijakan yang pada
pengadaan di Negara lain. saat masih menggunakan Keppres No
80 Tahun 2003 Tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah pada
Isu penting nomor 3 masa oder baru. Kebijakan ini
Pasal 9 juga dilatar belakangi semangat
Penyesuaian dengan Undang- sinkronisasi dengan peraturan
Undang No 1 Tahun 2004 tentang perundang-undangan yang terkait
Perbendaharaan Negara bahwa dengan pengadaan barang dan jasa
yang melakukan perikatan yaitu Undang-Undang No 1 Tahun
kontrak adalah PA/KPA, bukan 2004 Tentang Perbendaharaan Negara,
PPK seperti pada Perpres dimana pada Undang-undang tersebut
disebutkan bahwa yang melakukan
54/2010. Tetapi PA/KPA bisa
perikatan kontrak adalah PA/KPA.
mendelegasikannya ke PPK. Kesimpulannya PA/KPA wajib
membuat surat pelimpahan
kewenangan terakit perikatan kontrak
Manajemen
Pengadaan
kepada PPK, jika tidak ada klausul tidak terlibat dari proses perenanaan
ini pada SK PPK, maka dapat secara pengadaan, tidak terlibat pada proses
hokum PA/KPA yang bertanda tangan pemilihan penyedia, juga tidak terlibat
kontrak. dalam pelaksanaan kontrak adalah
PPHP.
Isu penting nomor 4 Oleh karena PPHP tidak pernah
ikut proses dari awal tapi kemudian
Pasal 15
di ujung prosesnya PPHP diminta
Tugas PPHP lebih ringan, bukan pertanggungjawaban untuk menerima
lagi menerima hasil pekerjaan tapi hasil pekerjaan maka dapat dikatakan
hanya menerima “administrasi” akan terjadi “unbalance” dalam
hasil pekerjaan tanpa perlu konteks kewenangan. Hal ini terjadi
melakukan pengecekan fisik karena perubahan ruang lingkup
hasil pekerjaan pengadaan pada pasal 2 di atas yang
memperluas lingkup pengadaan dari
Serah terima pekerjaan perencanaan sampai serah terima
dilakukan oleh penandatangan pekerjaan, sehingga kegiatan serah
kontrak (PA/KPA yang dapat terima pekerjaan dilakukan oleh
Penandatangan Kontrak (PA/KPA
didelegasikan ke PPK)
atau PPK), bukan PPHP.
Manajemen
Pengadaan
Gambar 16. Cuplikan Pasal 56 Perpres 16 Pada pasal 19 ini, penyebutan
Tahun 2018 merk lebih dipaparkan dengan lebih
jelas dimana terdapat 5 kemungkinan
dimana spesifikasi/KAK bisa disebutkan
merk seperti tersebut di atas.
Sebenarnya tidak ada yang baru pada
pada pasal ini hanya saja kelima point
di atas sudah memberikan kekuatan
hokum bagi PPK dalam penyebutan
merk untuk kondisi salah satu dari 5
point di atas.
Manajemen
Pengadaan
cukup menarik bagi penulis adalah peleburan ULP dan LPSE Perpres ini
menjadi satu organisasi yang disebut UKPBJ (Unit Kerja hanya berisi 94
Pengadaan Barang dan Jasa). ULP dan LPSE dihapuskan pada pasal, kurang
perpres ini. Perubahan kebijakan ini tentunya tidak mudah lebih berkurang
penyesuaiannya mengingat pada umum ULP dan LPSE separuh dari
berada pada bagian organisasi yang berbeda, contohnya Perpres No
di BMKG. Menarik untuk ditunggu bagaimana respon para 54 Tahun
pengambil keputusan di BMKG dalam menyikapi perubahan 2010 beserta
ini. perubahaannya.
Pada akhirnya ada bagian penting yang ingin disampaikan Perpres ini
terkait kapan berlakunya Perpres No 16 Tahun 2018 ini. disusun dengan
Perpres ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan yaitu semangat
22 Maret 2018 akan tetapi Pepres ini belum bisa digunakan simplifikasi
dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah. dan isinya
Perpres No 16 Tahun 2018 ini mulai bisa digunakan lebih banyak
per tanggal 1 Juli 2018 untuk perencanaan pengadaan normatif, dan
tahun anggaran 2019. Akan ada aturan turunan yang akan bagian rincinya
mengikuti Perpres ini dimana sebanyak 24 draft Peraturan akan diatur
Kepala LKPP sedang disiapkan saat ini sebagai bagian melalui Perka
penjelasan mengingat penjelasan Perpres ini tidak memiliki LKPP
penjelasan.
Perpres ini disusun dengan semangat simplifikasi dan
isinya lebih banyak normatif, dan bagian rincinya akan diatur
melalui Perka LKPP. Hal ini disebabkan pola perkembangan
mekanisme pasar pengadaan barang/jasa yang begitu
dinamis saat ini sehingga apabila hal-hal rinci sudah di atur
pada Perpres, dikhawatirkan akan menjadi jebakan bagi
pelaku pengadaan
Manajemen
Pengadaan
Buku Baru
Pengadaan
mudjisantosa
DInAmIkA
kOnTRAk
Manajemen
Pengadaan
NNNNN
Buku Baru
NNNNN
Pengadaan
Mudjisantosa
MUDJISANTOSA
CONTOH FORM
& DOKUMEN
SUPLEMEN KONTRAK
PENGADAAN 1
a k
an
r
daan
n t
n
o
des a
k
mudjisantosa.net
MUDJISANTOSA
Manajemen
Pengadaan
64 | Edisi 12 Tahun 2018
E d i s i 5 | Ta h u n 2 0 1 7
Manajemen
Pengadaan
Buku Baru
Pengadaan
Manajemen
Pengadaan
Sosialisasi16
PERPRES Perpres
TAHUN 162018
Tahun 2018 oleh DPP IAPI Di Jakarta
Manajemen
Pengadaan
PELANTIKAN IAPI JAWATENGAH
Manajemen
Pengadaan
KEGIATAN DI BANJARMASIN
Manajemen
Pengadaan
SEMINAR TERBESAR
PENGADAAN
DAN KONTRAK
PADA TANGGAL 24-26 JULI 2018
DI JIEC KEMAYORAN JAKARTA
Pendaftaran di http://www.ipfe.co GRATIS
T
idak terasa waktu bergulir begitu barang dan jasa pemerintah. Selain acara
cepat sejak IAPI pertama kali seminar dan diskusi dengan tema yang
menyelenggarakan IAPI Procurement menarik, kami juga akan menyelenggarakan
Forum & Expo (IPFE) kedua yang dilaksanakan pameran produk ekatalog dan produk
11 - 13 Mei 2016 dan IPFE ke 3 dilaksanakan unggulan dalam negeri lainnya. Pameran ini
bulan April 2017 yang lalu. Berbagai sambutan dimaksudkan untuk memberikan informasi
dan antusiasme dari stakeholder pengadaan mengenai produk-produk yang dibutuhkan
tanah air, membuat kami bersemangat untuk K/L/D/I baik dalam proses pengadaan maupun
melaksanaan 4 IAPI Procurement Forum Expo dalam menyusun kebutuhan.
2018. Kami menyadari dalam penyelenggaraan Sehubungan dengan itu, IAPI mengundang
pertama s.d ketiga masih memiliki kekurangan, semua stakeholder pengadaan baik PA/KPA,
karena itu dalam periode keempat ini, kami PPK, ULP/Pejabat Pengadaan, LPSE, APIP,
berharap IPFE 2018 dapat memberikan Akademisi, para pemerhati pengadaan,
kontribusi lebih besar untuk perkembangan Penyedia Barang/Jasa dan Vendor e-katalog
dan perbaikan pengadaan di tanah air. untuk berpartisipasi dalam To4 IPFE 2018
4 IPFE 2018 akan menyajikan berbagai ini. IAPI memandang acara ini merupakan
seminar dengan tema yang lebih luas event penting bagi pelaku pengadaan barang/
dan bervariasi untuk banyak stakeholder jasa nasional dalam meningkatkan kinerja
pengadaan. Terutama dalam mengangkat pengadaan nasional. Dengan 4 IPFE 2018, IAPI
isu-isu penting pengadaan saat ini, seperti berharap acara ini menjadi ajang silaturahmi,
rendahnya penyerapan anggaran, inovasi dan komunikasi dan berbagi informasi diantara
implementasi dari modernisasi pengadaan, stakeholder pengadaan. Khususnya dalam
semakin intensifnya penggunaan catalog mendorong penciptaan pengadaan yang
(e-purchasing), konsolidasi pengadaan, dan mampu meningkatkan usaha nasional dan
regulasi pengadaan sejalan dengan perubahan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Peraturan Presiden mengenai pengadaan
Edisi 12 Tahun 2018 | 69
E d i s i 5 | Ta h u n 2 0 1 7
Manajemen
Pengadaan
IAPI
70 | Edisi 12 Tahun 2018
E d i s i 5 | Ta h u n 2 0 1 7
Manajemen
Pengadaan