Anda di halaman 1dari 6

Diagnosis Maloklusi

1. Anamnesis Pasien
Anamnesis adalah kegiatan komunikasi pasien dengan dokter gigi melalui tanya
jawab untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya. Kegiatan ini juga
bertujuan untuk mengetahui hasil yang pasien inginkan setelah perawatan yang
dilakukan.
a. Keluhan pasien
Ketika pasien datang ke dokter gigi, pasien akan menyampaikan
keluhannya. Melalui penyampaian keluhan dan keinginan pasien, dapat
diperkirakan masalah yang dialami pasien sebelum melakukan pemeriksaan intra
oral dan ekstra oral serta penunjang. Misalnya, pasien merasa tidak percaya diri
karena giginya maju atau pasien merasa sulit mengunyah dan bicara karena
susunan gigi yang berantakan. Sebagai seorang profesional, kita dapat membuat
hipotesis bahwa pasien mengalami maloklusi melalui keluhan yang disampaikan
yang nantinya akan diperkuat oleh pemeriksaan EO, IO, dan pemeriksaan lainnya
yang dapat memastikan diagnosis.
b. Riwayat keluarga
Setelah mendengarkan keluhan pasien, penting bagi dokter gigi untuk
menanyakan riwayat penyakit yang diderita anggota keluarga pasien. Selain
penyakit yang diderita, tanyakan juga kondisi yang dialami anggota keluarga.
Dalam kasus maloklusi, ada korelasi antara maloklusi kelas II dan kelas III
dengan riwayat keluarga. Pasien yang memiliki kasus maloklusi skeletal kelas II
dan kelas III biasanya juga memiliki anggota keluarga dengan keluhan serupa.
Sehingga, apabila pasien menyampaikan informasi apabila ada anggota keluarga
yang mengalami hal serupa, maka informasi tersebut dapat memperkuat diagnosis
awal yang nantinya akan diperkuat dengan adanya pemeriksaan lain. Selain itu,
melalui kegiatan ini, dokter gigi dapat mengumpulkan informasi tentang penyakit
yang mungkin diderita pasien karena adanya anggota keluarga yang mengalami
penyakit serupa dan alergi obat yang diderita pasien.
2. Pemeriksaan Ekstra oral:
a. Bentuk wajah
i. Bentuk wajah pasien adalah salah satu poin penting untuk
mengevaluasi kondisi pasien. Pasien yang memiliki bentuk wajah
konkaf dan konveks atau kelainan bentuk vertikal dalam bentuk wajah
erat hubungannya dengan maloklusi. Fungsinya untuk menentukan
anteriorposterior positioning jaws
ii. Bentuk wajah pasien ada:
1. Lurus, membentuk garis lurus, dimiliki oleh pasien dengan
maloklusi kelas I
2. Konveks, cembung, berhubungan dengan maloklusi kelas II
3. Konkaf, cekung, berhubungan dengan maloklusi kelas III
iii. Cara menentukan:
1. Membuat tiga titik dan dua garis. Tiga titiknya adalah soft
tissues nasion, subnasal, soft tissue pogonion. Lalu, garis
pertama dari soft tissue nasion ke subnasal dan garis kedua dari
subnasal ke soft tissue pogonion

Gambar 1
Bentuk Wajah/Facial Profile
b. Facial divergence
Facial divergence menentukan posisi bagian bawah wajah terhadap bagian
atas wajah (dahi). Untuk menentukannya, digunakan dua titik dan satu garis. Dua
titiknya adalah soft tissue nasion dan soft tissues pogonion. Garis dibuat di antara
dahi dan dagu. Ada tiga tipe, yaitu:
i. Anterior divergent face adalah kondisi dimana garis condong ke
anterior, terjadi pada kasus maloklusi kelas III
ii. Straight or ortognathic face adalah kondisi dimana garis tegak lurus
dengan floor, terjadi pada kasus maloklusi kelas I
iii. Posterior divergent face adalah kondisi dimana garis condong ke
posterior, terjadi pada kasus maloklusi kelas II

Gambar 2
Facial divergence (a. posterior, b. straight, c. anterior)
c. Lip posture & prominence
Normalnya, bibir bagian atas sedikit lebih maju dibandingkan
bibir bagian bawah. Dalam kondisi normal, incisal edges dari gigi
insisivus rahang atas dapat terlihat sebesar 2 mm ketika bibir dalam
kondisi istirahat. Lip competency dibagi menjadi empat kondisi, yaitu:
i. Competent lips: bibir menyentuh saat posisi istirahat
ii. Incompetent lips: bibir pendek secara anatomis dan dua bibir tidak
berkontak saat posisi istirahat
iii. Potentially incompetent lips: bibir normal tapi pasien tidak bisa
menutup karena adanya hambatan berupa insisivus rahang atas yang
proklinasi
iv. Everted lips

3. Pemeriksaan intra oral:


a. Interarch examination:
i. Melihat overbite
Overbite adalah vertical overlapping antara gigi atas dan gigi
bawah. Normalnya berukuran 2-4 mm.
ii. Melihat overjet
Overjet adalah jarak horizontal antara gigi atas dengan gigi
bawah. Normalnya berukuran 2-3 mm.

Gambar 3
Overbite dan overjet
iii. Relasi kaninus
Pasien dilihat relasi gigi kaninus permanen rahang atas dengan kaninus
rahang bawah. Relasi gigi kaninus berhubungan dengan maloklusi
seseorang. Gambaran relasi kaninus berdasarkan klasifikasi maloklusi
adalah:
1. Bagian mesial gigi kaninus permanen rahang atas berkontak
dengan bagian distal kaninus rahang bawah pada kelas I

Gambar 4
Relasi Kaninus Klas I
2. Bagian mesial gigi kaninus permanen rahang atas berada di
anterior sisi distal kaninus rahang bawah gigi permanen pada
kelas II

Gambar 5
Relasi Kaninus Klas II
3. Bagian mesial gigi kaninus permanen rahang atas berada di
belakang (posterior) bagian distal gigi kaninus rahang bawah

Gambar 6
Relasi Kaninus Klas III
Selain itu, pada pasien pediatri, terdapat perbedaan ketentuan
dengan relasi gigi kaninus permanen. Pada gigi desidui, relasi gigi
kaninus adalah relasi yang paling stabil. Tipenya dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Kelas I adalah kondisi dimana gigi kaninus rahang bawah
desidui berada di celah antara gigi kaninus dan gigi insisivus
lateral rahang atas
2. Kelas II adalah kondisi dimana gigi kaninus rahang bawah
berada di sebelah distal celah antara gigi kaninus dan gigi
insisivus lateral rahang atas

Gambar 7
Relasi Normal Kaninus Desidui
iv. Relasi molar
Pasien dilihat relasi molar pertama rahang atasnya dengan molar
pertama rahang atas. Dari hasil pemeriksaan oklusi pasien, dapat
dilihat tipe relasi molarnya yang juga dapat digunakan untuk
menentukan klasifikasi maloklusi. Terdapat tiga jenis, yaitu:
1. Neutroclussion adalah kondisi dimana cusp mesiobukal molar
satu atas permanen beroklusi pada bukal groove molar satu
bawah permanen
2. Distoclussion adalah kondisi dimana pada kelas ini cusp
distobukal molar satu atas permanen beroklusi pada bukal groove
molar satu bawah permanen
3. Mesioclussion adalah kondisi dimana pada kelas ini cusp
mesiobukal molar satu atas permanen beroklusi pada interdental
antara molar satu dan molar dua bawah permanen

Gambar 8
Relasi Molar Pertama
b. Ada/tidak gigi yang berjejal
c. Ada/tidak gigi yang malposisi
Malposisi gigi merupakan kelainan arah tumbuh gigi yang tidak sesuai
arah tumbuh normal. Malposisi gigi anterior RA dan RB lebih bervariasi
dibandingkan dengan posisi gigi posterior. Malposisi gigi dapat terjadi secara
individual, contohnya seperti mesioversi, linguoversi, dst. Selain itu, malposisi
dapat terjadi secara kelompok, contohnya protrusi, retrusi, supraposisi
infraposisi. Malposisi gigi dapat mempengaruhi terjadinya maloklusi karena
apabila ada gigi yang mengalami malposisi, maka gigi lawan yang berkontak
tentu akan mengalami kendala dalam melakukan oklusi sehingga oklusi
normal tidak dapat dicapai.
4. Analisis sefalometri
Analisis yang dilakukan selain dengan melalukan anamnesis, pemeriksaan
ekstraoral, intraoral adalah pemeriksaan radiografi. Dalam kasus maloklusi, teknik
radiografi yang dapat digunakan adalah teknik radiografi sefalometri. Setelah itu,
hasil radiografi sefalometri dapat diinterpretasikan dengan berbagai cara,
contohnya adalah dengan menggunakan analisis Wit’s, Steiner, Down, Tweed,
dan lain-lain.

Bibliography
Afzal, S. (2013, 4 Desember). Classification of malocclusion. Diambil kembali dari slideshare:
https://www.slideshare.net/seepmaano/classification-of-malocclusion-28891829

Premkumar, BDS, MDS, S. (2008). Prep Manual for Undergraduates Orthodontic. New Delhi: Elsevier.

Sandra Devi, Sp. Ort, d., Joelijanto, M. Biomed., d., Prof. drg. DwiPrijatmoko, Ph. D, Dr. drg. Hj.
Herniyati, M. Kes, Sutjiati, M.Kes. , D., & A. Sp. Ort, d. (2017). Panduan Kerja Pemeriksaan
Intraoral dan Ekstraoral Penderita Maloklusi. Jember: Universitas Jember.

Anda mungkin juga menyukai