Temu 5 Herpes Zoster
Temu 5 Herpes Zoster
HERPES ZOSTER
A12-A Keperawatan
OLEH
KELOMPOK V
2
KATA PENGANTAR
Om Swastyastu,
Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, Karena
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Fatofisiologi Gangguan Integumen Herpes Zoster” Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................................................................3
2.2 Epidemiolgi......................................................................................................................3
2.3 Etiologi.............................................................................................................................3
2.4 Patogenesis.......................................................................................................................4
2.5 Gambaran Klinis...............................................................................................................4
2.6 Diagnosis..........................................................................................................................8
2.7 Komplikasi.......................................................................................................................9
2.8 Penatalaksanaan..............................................................................................................10
2.9 PENGOBATAN.............................................................................................................10
2.10 Pengobatan topikal.......................................................................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................12
3.2 Saran...............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela
zoster.1,2 Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral
serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang
dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan
nervus kranialis.3,4
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat
dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000
orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang
dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara
sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada
ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah
menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom
sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela
zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan
imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk
pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi
yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri
yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia
di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60
tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat
1
aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat
terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan
imunosupresi.
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu:
mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh
virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa pengertian herpes zozter dan epidiomologi .
2. Mengetahui bagaimana etiologi dan patogenesis herpes zoster .
3. Mengetahui bagimana gambaran klinis herpes zoster.
4. Mengetahui apa diagnosa herpes zoster.
5. Mengetahui apa saja komplikasi pada herpes zoster.
6. Mengetahui apa terapi yang diberikan .
2
BAB II
PEMBAHASAN
-
2.1 Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti
gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak
mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang
sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).
2.2 Epidemiolgi
2.3 Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk
3
subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan
kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa
mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh
virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan
secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu
yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai
enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase
dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam
sel yang terinfeksi.
2.4 Patogenesis
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring.
Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi
viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini
diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus
juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris
dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar
didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat
dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah
titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.
Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi
pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang
timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam,
4
terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari
sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah
erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis
tengah tubuh.
Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu
ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh
empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula
pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering
menjadi krusta.
Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya
terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan
dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia
dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom
torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).
5
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.
6
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.
7
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.
2.6 Diagnosis
8
apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat,
diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes
zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa,
unilateral, dan mengenai satu dermatom.
2.7 Komplikasi
Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan
sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40
tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi.
Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.
2. Infeksi sekunder
9
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.
5. Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya
akan sembuh spontan.
2.8 Penatalaksanaan
2.9 PENGOBATAN
1. Pengobatan Umum
Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat
10
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan
orang dengan defisiensi imun.
Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju
yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.
2. Pengobatan Khusus
A. Sistemik
1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan
peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama
sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah
5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena
biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise
atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat
digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena
konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat
dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA
polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari.
2. Analgetik
3. Kortikosteroid
11
paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20
mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap.
Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
-
-
13
DAFTAR PUSTAKA
-
Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000;
92-4.
Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
14