Anda di halaman 1dari 18

PAFISIOLOGI PADA GANGGUAN INTEGUMEN

HERPES ZOSTER

A12-A Keperawatan
OLEH
KELOMPOK V

Gusti Ayu Made Liska Wardani (18321.2830)


I Dewa Ayu Agung Egita Dewayanti (18321.2831)
Ida Ayu Nyoman Lita Sawitri (18321.2839)
Ni Made Kikky Permatasari (18321.2847)
Ni Nyoman Budi Rahayu (18321.2850)
Putu Ayu Dyah Noviana Dewi (18321.2861)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
TAHUN AJARAN 2020/2021

2
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

            Puji syukur kami panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, Karena
berkat rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Fatofisiologi Gangguan Integumen Herpes Zoster” Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

  Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Makalah
ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

            Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan


bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Om Santih, Santih, Santih Om

Denpasar, 30 September 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................................................................3
2.2 Epidemiolgi......................................................................................................................3
2.3 Etiologi.............................................................................................................................3
2.4 Patogenesis.......................................................................................................................4
2.5 Gambaran Klinis...............................................................................................................4
2.6 Diagnosis..........................................................................................................................8
2.7 Komplikasi.......................................................................................................................9
2.8 Penatalaksanaan..............................................................................................................10
2.9 PENGOBATAN.............................................................................................................10
2.10 Pengobatan topikal.......................................................................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................12
3.2 Saran...............................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela
zoster.1,2 Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral
serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang
dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan
nervus kranialis.3,4
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara pria dan wanita. Angka kesakitan meningkat
dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat antara 1,3-5 per 1000
orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia di atas 50 tahun dan kurang
dari 10% kasus berusia di bawah 20 tahun.
Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi
varisela, virus varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara
sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada
ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak
bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah
menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom
sesuai dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela
zoster laten diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan
imunosupresi, dan imunitas selular merupakan faktor penting untuk
pertahanan pejamu terhadap infeksi endogen.
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi
yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri
yang persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia
di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60
tahun. Penyebaran dari ganglion yang terkena secara langsung atau lewat

1
aliran darah sehingga terjadi herpes zoster generalisata. Hal ini dapat
terjadi oleh karena defek imunologi karena keganasan atau pengobatan
imunosupresi.
Secara umum pengobatan herpes zoster mempunyai 3 tujuan utama yaitu:
mengatasi inveksi virus akut, mengatasi nyeri akut ynag ditimbulkan oleh
virus herpes zoster dan mencegah timbulnya neuralgia paska herpetik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Herpes zoster dan epidiomologi ?
2. Bagaimana etiologi dan patogenesis Herpes Zoster ?
3. Bagimana gambaran klinis Herpes Zoster?
4. Apa diagnosa Herpes Zoster ?
5. Apa saja komplikasi Herpes Zoster ?
6. Apa terapi yang diberikan ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui apa pengertian herpes zozter dan epidiomologi .
2. Mengetahui bagaimana etiologi dan patogenesis herpes zoster .
3. Mengetahui bagimana gambaran klinis herpes zoster.
4. Mengetahui apa diagnosa herpes zoster.
5. Mengetahui apa saja komplikasi pada herpes zoster.
6. Mengetahui apa terapi yang diberikan .

2
BAB II
PEMBAHASAN
-
2.1 Definisi

Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti
gerombolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomanya (persyarafannya).

Herpes zoster adalah sutau infeksi yang dialami oleh seseorang yang tidak
mempunyai kekebalan terhadap varicella (misalnya seseorang yang
sebelumnya tidak terinfeksi oleh varicella dalam bentuk cacar air).

2.2 Epidemiolgi

Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi


oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka
kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan
peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan
sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih
kurang 1% setahun.

Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela


sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang
sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada
di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali
jika daya tahan tubuh menurun. Lebih dari 2/3 usia di atas 50 tahun dan
kurang dari 10% usia di bawah 20 tahun. Kurnia Djaya pernah melaporkan
kasus hepes zoster pada bayi usia 11 bulan.

2.3 Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk

3
subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan
kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa
mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh
virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan
secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu
yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai
enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase
dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam
sel yang terinfeksi.

2.4 Patogenesis

Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring.
Disini virus mengadakan replikasi dan dilepas ke darah sehingga terjadi
viremia permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini
diikuti masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang
kemudian mengadakan replikasi kedua yang sifat viremia nya lebih luas dan
simptomatik dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus
juga menjalar melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris
dan berdiam diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar
didalam darah masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat
dinetralisir, tetapi pada saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah
titik kritis maka terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.

2.5 Gambaran Klinis

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi
pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang
timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam,

4
terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari
sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah
erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis
tengah tubuh.

Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu
ganglion saraf sensorik.
Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh
empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula
pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering
menjadi krusta.

Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya
terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan
dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia
dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom
torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

1. Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari
cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik
unilateral pada kulit.
Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah
disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia,
banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

5
Gambar 1. Herpes zoster oftalmikus sinistra.

2. Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis
(N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes zoster fasialis dekstra.

3. Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.

6
Gambar 3. Herpes zoster brakialis sinistra.

3. Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang


mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.

Gambar 4. Herpes zoster torakalis sinistra.

5. Herpes zoster lumbalis


Herpes zoster lumbalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang

7
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.

6. Herpes zoster sakralis


Herpes zoster sakralis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus sakralis yang ditandai erupsi herpetik unilateral
pada kulit.

Gambar 5. Herpes zoster sakralis dekstra.

2.6 Diagnosis

Diagnosis herpes zoster pada anamnesis didapatkan keluhan berupa


neuralgia beberapa hari sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya
kelainan kulit.3 Ada kalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala
prodromal seperti demam, pusing dan malaise.9 Kelainan kulit tersebut
mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan
vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk
bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dan
dapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat
menjadi krusta.

Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan


penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis,

8
apendisitis, kolik renal, dan sebagainya.4 Namun bila erupsi sudah terlihat,
diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes
zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa,
unilateral, dan mengenai satu dermatom.

Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck membantu


menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak.
Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan
mikroskop elektron, serta tes serologik.4,9 Pada pemeriksaan histopatologi
ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut
saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi fokal dan
inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop
elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara
imunofluoresensi.

Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk menegakkan


diagnosis. Akan tetapi pada keadaan yang meragukan diperlukan
pemeriksaan penunjang antara lain:

1. Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan


mikroskop elektron.
2. Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen
3. Test serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.

2.7 Komplikasi

1. Neuralgia paska herpetic

Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan
sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul pada umur diatas 40
tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi.
Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.

2. Infeksi sekunder

9
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

3. Kelainan pada mata


Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis
paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

4. Sindrom Ramsay Hunt

Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan
otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.

5. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat
perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem
saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2 minggu sejak
munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti: di wajah,
diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya
akan sembuh spontan.

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksaan herpes zoster bertujuan untuk:

1. Mengatasi infeksi virus akut


2. Mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster
3. Mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.

2.9 PENGOBATAN

1. Pengobatan Umum

Selama fase akut, pasien dianjurkan tidak keluar rumah, karena dapat

10
menularkan kepada orang lain yang belum pernah terinfeksi varisela dan
orang dengan defisiensi imun.

Usahakan agar vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan pakai baju
yang longgar. Untuk mencegah infeksi sekunder jaga kebersihan badan.

2. Pengobatan Khusus

A. Sistemik

1. Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir dapat diberikan
peroral ataupun intravena. Asiklovir Sebaiknya pada 3 hari pertama
sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang dianjurkan adalah
5×800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan melalui intravena
biasanya hanya digunakan pada pasien yang imunokompromise
atau penderita yang tidak bisa minum obat. Obat lain yang dapat
digunakan sebagai terapi herpes zoster adalah valasiklovir.
Valasiklovir diberikan 3×1000 mg/hari selama 7 hari, karena
konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu famsiklovir juga dapat
dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai inhibitor DNA
polimerase. Famsiklovir diberikan 3×200 mg/hari selama 7 hari.

2. Analgetik

Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang ditimbulkan


oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan adalah asam
mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500 mg/hari diberikan
sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai seperlunya ketika nyeri
muncul.

3. Kortikosteroid

Indikasi pemberian kortikostreroid ialah untuk Sindrom Ramsay


Hunt. Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya

11
paralisis. Yang biasa diberikan ialah prednison dengan dosis 3×20
mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap.
Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.

2.10 Pengobatan topikal

Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium


vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah
pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif
diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salap
antibiotik.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus


varisela-zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan
reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas: herpes zoster oftalmikus,
fasialis, brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis. Manifestasi klinis herpes
zoster dapat berupa kelompok-kelompok vesikel sampai bula di atas daerah
yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang
sesuai dengan letak syaraf yang terinfeksi virus.

Diagnosa herpes zoster dapat ditegakkan dengan mudah melalui


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jika diperlukan dapat dilakukan
pemeriksaan laboratorium sederhana, yaitu tes Tzanck dengan menemukan
sel datia berinti banyak Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh
sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul
komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya
komplikasi.

3.2 Saran

1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk


mencegah penularan dan mempercepat penyembuhan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan
hasil yang maksimal dan mencegah terjadinya komplikasi.

-
-

13
DAFTAR PUSTAKA
-

Hartadi, Sumaryo S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates, 2000;
92-4.

Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ke-4.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.

Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu


Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001.

Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus. Kapita


Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000, 128-9.

14

Anda mungkin juga menyukai