BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tax Reform merupkan suatu tonggak sejarah baru bagi situasi perpajakan
selama lebih dari tiga puluh tahun ini. Latar belakang reformasi pajak/pembaruan
itu (tahun 1983 dan sebelumnya) dibuat di zaman Kolonial mempunyai landasan,
pemikiran, jiwa. Sasaran dan tujuan yang dirasakan tidak sesuai lagi dengan
harkat, hakikat, dan jiwa kehidupan bangsa Indonesia yang telah merdeka dan
berdaulat.1
berperan aktif jika dibandingkan dengan Wajib Pajak yang lebih bersifat pasif.
Persoalan perpajakan yang tidak dapat dihindari dari berbagai aspek kehidupan
1
Erly Suandy, 2011, Hukum Pajak, Jakarta, Salemba Empat, hlm. 98
2
tuntas. Di sisi lain, penerapan sef assessment system yang belum maksimal
Seruan taat pajak yang dijumpai pada hampir setiap jalan protokol,
anda ?” dan berbagai seruan serupa terkait taat pajak, sudah tidak asing lagi bagi
mereka”, yang biasanya disertai dengan gambar dua orang anak kecil dengan
senyuman yang maknanya seolah menunjuk pada harapan generasi penerus yang
Gambaran dimaksud tersirat di hati Wajib Pajak untuk menilai baik atau tidak
baik kewajiban perpajakan yang telah dilakukan sehingga orang lain (anak-anak)
dapat tersenyum. Papan reklame tersebut dibuat oleh Pemerintah cq. Direktorat
3
Memang diakui bahwa pajak bagi beberpa orang tentu masih merupakan momok
rasa takut Wajib Pajak pada saat melakukan kewajiban pembayaran pajaknya, di
menuntut Wajib Pajak untuk melakukan tanggung jawab yang lebih besar dalam
suatu hal yang mudah. Mekanisme seperti ini sebenarnya sudah tergolong
modern, sehingga harus didukung oleh Wajib Pajak dengan kemampuan atau
tepat bagi kebutuhan data awal. Fungsi SPT sebagai sarana pelaporan dan
perpajakan ataupun fungsi lain yang bersifat istimewa yang lahir dalam praktek
penting untuk menetapkan besarnya utang pajak dengan seksama. Karena Wajib
Pajak yang bersangkutan yang merupakan orang yang tahu data-datanya, maka
Pemberitahuan.” Selain itu perlu dipahami bahwa SPT hanya digunakan pada
satu jenis pajak saja, yaitu PPh. Dikemukakan oleh Saidi5 bahwa : “Surat
Pemberitahuan hanya dikenal dalam Pajak Penghasilan yang terdiri dari Surat
Tahun Pajak, Wajib Pajak Wajib mengisi dan menyerahkan Surat Pemberitahuan
Tahunan. Menurut sistem self assessment, Wajib Pajak diWajibkan mengisi SPT
3
Heillen M. Y. Tita., 2013, Fungsi Surat Pemberitahuan dalam Pelaksanaan Self
Assessment System pada Pemungutan Pajak Penghasilan di Provinsi Maluku, Tesis, Yogyakarta,
Universitas Gadjah Mada, hlm. 6
4
Rochmat Soemitro, 1992, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Bnadung, Eresco, hlm. 42-43.
5
Muhammad Djafar Saidi, 2007, Pembaruan Hukum Pajak,Jakarta, Rajawali Press,
hlm.131
6
Y. B. Sigit Hutomo, 2009, Pajak Penghasilan, Konsep dan Aplikasi Berdasarkan Undang-
Undang No.36 Tahun 2008 Beserta Peraturan Pelaksanaannya, Yogyakarta, Universitas Atma Jaya,
hlm. 237-237
5
adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau harta dan kewajiban sesuai
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib pajak digunakan untuk
melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat
Pemberitahuan atau SPT itu lazim dalam pajak-pajak langsung. Dalam
pajak tidak langsung pada umumnya tidak ada Surat Pemberitahuan yang
digunakan sebagai dasar untuk menghitung atau mengenakan pajak sebab
karena pajak itu langsung dihitung sendiri dan dibayar oleh Wajib Pajak
seperti Bea Meterai, Pajak Pertambahan Nilai dan sebagainya.8
Itu berarti yang melakukan kewajiban perpajakan, tidak hanya Orang
Pribadi tetapi juga Badan Hukum. Selain sebagai sarana pelaporan dan
perpajakan. Selain itu SPT juga digunakan oleh Fiskus sebagai sarana
assesment system, Wajib Pajak diWajibkan mengisi SPT Tahunan sebagai bentuk
Sehubungan dengan fungsi SPT sebagai sarana untuk melaporkan jumlah pajak
7
Casvera, 2009, Perpajakan, Graha llmu, Yogyakarta, hlm. 7
8
Rochmat Soemitro, 1988, Asas dan Dasar Perpajakan1, Eresco, Bandung, hlm. 67
9
Y. B. Sigit Hutomo, Op., Cit, hlm. 237
6
yang terutang, maka SPT dapat dijadikan sebagai alat bukti surat apa bila pada
suatu saat terjadi sengketa pajak antara Wajib Pajak dengan pejabat pajak.”
Surat Pemberitahuan yang telah diisi dengan benar, lengkap dan jelas
Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhka atau tempat lain yang ditetapkan oleh
secara biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau
digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang tata cara
Banyak hal yang berhubungan dengan SPT yang harus dijalani oleh Wajib Pajak
sebagai suatu proses sebagai bagian dari kewajiban perpajakan yang harus
dilakukan, antara lain memiliki konsekwensi hukum terhadap Wajib Pajak yang
10
Casavera, op., cit, hlm. 8
7
yang menyimpang, tentunya berakibat pada sanksi yang dikenakan bagi siapa
saja yang melakukan penyimpangan itu. Dalam proses penyampaian SPT, sanksi
diterapkan bagi setiap Wajib Pajak yang dengan sengaja atau tidak dengan
UU KUP, dalam Tatacara Pengisian SPT untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan
Angka 12 untuk Wajib Pajak Bandan, dikatakan bahwa pengisian SPT yang tidak
dalam jenis kejahatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan akan dikenakan
Dua jenis sanksi tersebut sangat penting dipahami oleh setiap Wajib
Pajak, sehingga ketika terjadi pelanggaran pajak dengan objek SPT, maka si
Pelanggar (Wajib Pajak) sudah memahami jenis sanksi yang akan diterima untuk
kesalahan yang dilakukannya itu. Dari beberapa literature yang dibaca sebagai
tindakan pra penelitian bagi data awal, ternyata penulis buku Pajak atau yang
yang diterima oleh pelaku pelanggaran pajak. Di samping itu, pemahaman Wajib
Pajak terkait alasan dan mekanisme untuk memastikan penerapan sanksi pajak
setiap Wajib Pajak akan lebih bertanggung jawab dalam melakukan kewajiban
8
jenis kejahatan yang dilakukannya. Sebenarnya, tidak boleh sama hukuman bagi
Wajib Pajak sebagaimana diatur pada Pasal 38, Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41A,
Pasal 41B, dan Pasal 41C UU KUP. Hal ini didasarkan bahwa kejahatan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak berada pada tingkat ketidaksamaan akibat hukum
yang ditimbulkan, walaupun yang menjadi korban dari kejahatan itu adalah
KUP, untuk pertama kali dilakukannya tidak dikenakan sanksi pidana. Artinya,
hakim dapat menjatuhkan suatu jenis hukuman yang telah ditentukan terhadap
Beranjak dari sajian beberapa literature yang telah dibaca sebagai langkah
diuraikan dalam bagian Latar Belakang masalah di atas, maka Penelitian ini
TAHUNAN PAJAK”
11
Muhammad Djafar Saidi dan Eka Merdekawati Djafar, 2011, Kejahatan di Bidang
Perpajakan, Jakarta, Rajawali Press, hlm. 102
12
Ibid, hlm. 103
9
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada uraian Latar Belakang di atas, maka batasan masalah dalam
C. Tujuan Penelitian
pada isu yang diangkat maka tujuan daripada penelitian ini adalah :
pajak.
Universitas Pattimura.
D. Manfaat Penelitian
pajak.
sanksi bagi Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT dan bagi Wajib
sanksi pidana yang dapat sekaligus memberi efek jera, serta mengingatkan
Wajib Pajak agar lebih memperhatikan batas waktu penyampaian SPT dalam
maka Negara tunduk terhadap pengawasan hukum. Artinya ketika hukum eksis
yang disebut oleh Juan J. Linz dengan self-binding procedure, dalam system
serupa ini, pemerintah sangat terikat oleh tata cara penggunaan kekuasaan yang
Hukum, secara secara empiris dapat dikatakan sebagai objek kajian yang tidak
13
Ahmad Syahrizal, 2006, Peradilan Konstitusi, Suatu Studi tentang Adjudikasi
Konstitusional Sebagai Mekanisme Penyelesaian Sengketa Normatif, Jakarta, Pradnya Paramitha,
hlm.55
14
Juan J. Linz dan Alfred Stepen, 2001, Defining and Crafting Democratic Transition,
Constitutions, and Consolidation dalam Crafting Indonesian Democracy, Jakarta, Mizan Pustaka,
hlm.30
11
Keadilan berasal dari kata dasar adil, menurut Kamus Bahasa Indonesia
adil adalah tidak sewenang-wenang, tidak memihak, tidak berat sebelah.17 Untuk
perundang-undangan atau ketentuan lain yang berlaku. Lalu apa ‘keadilan” itu
mengumumkan yang penulis kira paling awal [pertama] tentang keadilan yang
hingga hari ini bahkan telah mempengaruhi dan masih dianut oleh banyak tokoh-
tokoh besar hukum dunia, sebut saja antara lain Scholten dari Belanda. 18
1. Suatu karakteristik atau “sifat” yang terberi secara alami dalam diri
tiap individu manusia;
2. Dalam keadaan ini, keadilan memungkinkan orang mengerjakan
pengkoordinasian [menata] serta memberi batasan [mengndalikan]
pada tingkat “emosi” mereka dalam usaha menyesuaikan diri dengan
lingkungan tempat ia bergaul; dengan demikian
3. Keadilan merupakan hal yang memungkinkan masyarakat manusia
menjalankan kodrat kemanusiaannya dalam caracara yang utuh dan
semestinya.
15
Sri Soemantri, 1997, Hak Menguji Material di Indonesia,Bandung, Alumni, hlm. 6-7.
16
Padmo Wahyono, 1986, Indonesia, Negara Berdasarkan Atas Hukum, Jakarta, Ghalia
Indonesia, hlm. 58
17
Eko Hadi Wiyono, 2007, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Jakarta, Akar Media, hlm. 10
18
Herman Bakkir, 2007, Filsafat Hukum, Desain dan Arsitektur Kesejarahan, Bandung,
Refika Aditama, hlm. 177
19
Ibid
12
setiap orang tidak sama, adil menurut yang satu belum tentu adil bagi yang
itu tentunya harus relevan dengan ketertiban umum di mana skala keadilan
diakui. Skala keadilan sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat lain, setiap
Sebagian menyebutnya dengan istilah legas justice atau keadilan hukum yang
dalam Negara hukum. Ada pula istilah social justice atau keadilan social yang
20
Ibid
21
M. H. Agus Santoso, 2012, Hukum, Moral dan Keadilan, Jakarta, Kencana, hlm. 85
13
keadilan social yang mungkin dapat dan mungkin tidak berselisih dengan
Peradilan biasa disebut sebagai suatu macam penegakan hukum pula, oleh
karena aktivitasnya juga tidak terlepas dari hukum yang telah dibuat dan
disediakan oleh badan pembuat hukum itu. Dengan demikian, maka baru sesudah
hukum itu dibuat kita bisa berbicara mengenai adanya dan berjalannya
lembaga lain yang terlibat dalam proses mengadili adalah kepolisian, kejaksaan
dan advocad. Hasil akhir dari proses peradialan tersebut berupa putusan
pengadilan, atau sering juga digunakan kata putusan hakim, oleh karena
Bagi ilmu hukum, maka bagian penting dalam proses mengadili terjadi
pada saat hakim memeriksa dan mengadili suatu perkara. Pada dasarnya yang
bagaimana atau apa hukum yang berlaku untuk suatu kasus, maka pada waktu
22
Ibid, hlm. 85-86
23
Satjipto Rahardjo, Op., Cit. hlm. 181-182
14
penegakan hukum yang dijalankan oleh hakim demikian itu disebut sebagai
Konretisierung.24
hukum pidana tersebut. Teori-teori ini mencari dan menerangkan tentang dasar
Pertanyaan seperti mengapa, apa dasarnya dan untuk apa pidana yang telah
diancamkan itu dijatuhkan dan dijalankan, atau apakah alasannya bahwa Negara
cara melanggar kepentingan hukum dan hak orang pribadi orang, adalah
pemidaan ini.26 Akan tetapi, mengenai jawaban atas pertanyaan dasar hak itu
diberikan dan atau untuk kepentingan apa pidana perlu dijatuhkan, yang
pendapat.
Sebagaimana yang terjadi di antara para ahli filsafat, diskusi yang serius
Menganai konsep pemidanaan, disadari bahwa terdapat gap antara apa yang
disebut pemidanaan dan apa yang digunakan sekarang sebagai metode untuk
24
Ibid, hlm. 183
25
Adami Chazawi, 2008, Pelajaran Hukum Pidana, Jakartan, Rajawali Press, hlm. 156
26
Ibid
15
telah melanggar suatu hukum, bukan orang jahat. Menurutnya, seorang yang
“tidak bersalah” adalah seorang yang belum melanggar suatu hukum, meskipun
dia bisa jadi merupakan orang jahat dan telah melanggar hukum-hukumlain.
wajar yang disebabkan bukan dari hukum, tetapi dari pelanggaran hukum.
Artinya, jahat atau tidak jahat, bila seseorang telah bersalah melanggar hukum,
maka orang itu harus dipidana.Perlu kiranya disadari, bahwa penyusunan kata-
sama. Perihal label tentang pemidanaan, sering terjadi penggunaan istilah yang
berbeda untuk maksud yang sama, seperti punishment, treatment, sanction dan
lain-lain.29
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
hukum guna menjawab isu yang dihadapai. ” Itu berarti penemuan hukum
butuh proses yang tentunya dilakan dengan suatu metode yang tepat, sehingga
27
M. Sholehuddin, 2007, Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana, Jakarta, Rajawali Press,
hlm.68
28
Ibid, hlm. 69
29
Ibid
30
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Cetakan keempat, Jakartan, Prenada
Media, hlm. 22
16
penelitian hukum adalah prosedur atau cara yang dilakukan dalam melakukan
yang akan ditempuh dalam melakukan suatu peneitian huku, hal yang tidak
dapat ditinggalkan dan penting untuk mendapat perhatian dari seorang peneliti
akan diteliti, maka jenis penelitian ini adalah Penelitian Yuridis Normatif, di
mana dalam penelitian ini akan dilakukan kajian terhadap No. 28 Tahun 2007
dilakukan oleh Wajib Pajak, baik disengaja maupun tidak disengaja, yang
didukung dengan bahan-bahan pustaka lain yang relevan dengan isu hukum
2. Tipe Penelitian
2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (UU KUP) terkait
dengan isu penerapan sanksi pidana bagi Wajib Pajak yang dengan sengaja
sebagai pisau analisis bagi isu yang diteliti. Kemudian hasil analisa tersebut
17
Tatacara Perpajakan;
(KUHAP);
Risalah Sidang, Hasil-hasil Penelitian, Hasil Seminar dan Karya Tulis dari
Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan
untuk mencari reverensi yang relevan dengan isu yang diteliti, kemudian
dipelajari dan diinventarisir serta ditentukan referensi yang sesuai dengan isu.
hukum yang relevan, terkait dengan kajian penerapan sanksi pidana yang
diatur dalam UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara
Perpajakan serta seluruh hasil analisis terhadap bahan hukum yang akan
dipakai dalam kajian isu hukum pada menelitian ini kemudian dideskripsikan
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dari hasil penelitian ini terdiri dari empat
penelitian yang dilakukan dan Saran sebagai input positif dan dapat menjadi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Pajak
perjalanan sejarah yang cukup panjang. Sejak bangsa Indonesia ada di zaman
yang pada awalnya masih berupa upeti yang diberikan oleh masyarakat kepada
misalnya : Ordonantie Pajak Perseroan tahun 1925; Aturan Bea meterai tahun
Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa : “Pajak dan atau
tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (UU KUP), sebagai dasar
hukum pelaksanaan Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 dalam kewajiban
perpajakan nasional.
31
Syumar, 2004, Hukum Pajak dan Pajak Indonesia, Yogyakarta, Universitas Atma Jaya,
hlm.18
22
Pajak adalah iuran kepada Negara yang terutang oleh yang wajib
mendapat prestasi (balas jasa) kembali secara langsung; tidak langsung : pajak-
pajak yang pada akhirnya dapat menaikkan harga karena ditanggung oleh
pembeli, pajak tersebut baru terutang jika terjadi hal-hal yang menyebabkan
terutang pajak; langsung : pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak
1983. Perubahan yang termuat dalam UU No. 28 Tahun 2007 dilakukan dengan
oleh Devano dan Rahayu, mengemukakan bahwa : ”Istilah pajak berasal dari
bahasa Jawa, yaitu ”ajeg” yang berarti pungutan teratur pada waktu tertentu.
32
Jonaedi Effendy, 2016, Kamus Istilah Hukum Populer, Jakarta, Kencana, hlm. 298
33
Heillen M. Y. Tita, 2013, Fungsi Surat Pemberitahuan dalam Penerapan Self Assessment
System pada Pemungutan Pajak Penghasilan di Provinsi Maluku, Tesis, Yogyakarta, Universitas
Gadjah Mada, hlm. 2
23
Pa-ajeg berarti pungutan teratur terhadap hasil bumi sebesar 40% dari yang
dihasilkan petani untuk diserahkan kepada Raja dan Pengurus Desa. Besar
semata yang berkembang pada saat itu.” 34 Pemungutan pajak seperti ini
masyarakat, artinya bahwa pajak hanya terdapat dalam masyarakat. Jika tidak
mengemukakan pula bahwa : ”Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara
definisi bahwa : "Pajak adalah iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan)
dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan
dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal
hukum, guna menutup biaya produksi dari barang-barang dan jasa-jasa kolektif
Definisi tentang pajak yang juga telah disebutkan dengan jelas dalam
Cara Perpajakan (UU KUP). Dalam beberapa literatur, beberapa ahli ukum
Pajak juga memberikan definisi tentang pajak. Pajak oleh beberapa ahli Hukum
yang telah disebutkan di atas, maka pajak secara umum diartikan sebagai iuran
Negara yang wajib dibayar oleh warga Negara selaku penanggungnya, yang
prestasi kembali secara langsung, yang dikembalikan kepada warga Negara atau
masyarakat melalui kas Negara. Kata ‘”iuran” ini kemudia dalam UU KUP
38
Ibid, hlm. 23
39
Ibid, hlm. 24
25
Kontribusi Wajib warga Negara dalam konteks ini atinya adalah setiap
namun Wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif-lah
disimpulkan bawha terdapat 5 (lima) unsur pokok dalam definisi pajak, yaitu : 41
a. Iuran/pungutan;
2. Fungsi Pajak
atas dua, yaitu : fungsi budgetair dan fungsi regulerent. Dilihat dari fungsi
40
Astrid Budiarto, 2016, Pedoman Prkatis Membayar Pajak, Yogyakarta, Genesis Learning,
hlm. 3
41
Adrian Sutedi, 2016, Hukum Pajak, Jakata, Sinar Grafika, hlm. 3
26
Soemitro bahwa pajak merupakan roh Negara. Dengan demikian, Negara tanpa
besar, lebih dari 80% berasal dari pajak, dituntut kerja keras seluruh jajaran
tenaga dan pikiran. Salah satu cara paling jitu adalah dengan melakukan
pajak disebut juga fungsi utama atau fungsi fiscal (fiscal function), mengingat
berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
bidang sosial dan ekonomi dan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar
bidang keuangan. “Artinya, pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
dipergunakan sebagai alat untuk mencapai sasaran tersebut yaitu dengan cara
membebaskan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha yang diperoleh anggota
membuktikan fungsi regulerent pajak ada dua, yaitu pertama : Pajak yang
43
Mardiasmo, 2016, Perpajakan,Yogyakarta, ANDI, hlm. 4
44
Ibid
28
pungsi ini dalam Negara, bergantung pada kemauan politik pemerintah yang
berkuasa saat itu. Dalam pengertian bahwa kehendak politik pemerintah untuk
untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai amanat Aliena
Soemitro bahwa pajak merupakan roh dari suatu Negara. Itu berarti bahwa
pajak harus tetap hidup dalam Negara sehingga dapat memberikan kehidupan
undang, yang disusun dan dibahas bersama antara pemerintah dan DPR,
langsung. Manfaat dari pajak akan dirasakan oleh seluruh masyarakat baik yang
membayar pajak maupun tidak membayar pajak. Tanpa pajak, suatu Negara
45
Muhammad Djafar Saidi, 2007, Pembaruan Hukum Pajak, Jakarta, Rajawali Persada,
hlm.33
29
lainnya. Negara akan terus berproses dan terlihat tetap hidup jika ada sumber
dana (salah satu sumber adalah pajak) untuk membiayai setiap kebutuhannya.
Artinya tanpa adanya pajak, tandanya bahwa Negara itu sudah mati.
kewajiban perpajakan tidak terpenuhi dengan baik oleh Wajib Pajak yang telah
memenuhi syarat subjektif dan objektif. Wajib Pajak yang tidak melakukan
perundang-undangan.
3. Jenis Pajak
pada karakter subjek pajak, objek pajak, cara pemungutan dan sebagainya. 46
Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat merupakan pajak yang
pengelolaanya dilakukan oleh pemerintah pusat. Lebih spesifik lagi, pajak pusat
46
Astrid Budiarto, Op., Cit., hlm. 6
47
Ibid, hlm. 7- 9
30
a) Pajak Hotel;
b) Pajak Restoran;
c) Pajak Hiburan;
d) Pajak Reklame;
e) Pajak Penerangan Jalan;
f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Bartuan;
g) Pajak Parkir;
h) Pajak Air;
i) Pajak Sarang Burung Walet;
j) Pajak Bumi dan Bangunan sector Pedesaan dan Perkotaan (PBB
P2)
k) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
Berdasarkan Pembayarnya, pajak dapat dibagi menjadi 2 (dua)
kategori, yaitu : Pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung
adalah pajak yang ditanggung oleh wajib pajak sendiri, tidak dilimpahkan
atau dikuasakan kepada orang alain. Cntohnya PPh, PBB, Pajak Deviden,
Pihak lain disini adalah pihak yang menanggung beban pajak pihak yang
pada pihak yang berbeda. Contohnya pajak Penualan, PPN, Cukai, Pita
Rokok, Pajak Tontonan, Bea Meterai, Bea Masuk (Impor), dan Pajak
Ekspor.
dan apajak objektif. Pajak subjektif merupakan pajak yang didasarkan atas
terutang pajak yang harus dibayar, seperti misalnya PPH. Sedangkan pajak
32
Contohnya bea masuk, bea meterai, PKB, PBB, Pajak Impor dan
sebagainya.
pengertian tentang kata itu. Pidana adalah hukum Publik yang mengancam
perbuatan yang melanggar hukum dengan pidana atau hukuman. 48 Dalam Kamus
sebagai hukuman.
kesetaraan dalam hukum dan wajib menjunjung hukum itu sesuai dengan amanat
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dalam tulisan ini selanjutnya disingkat
dengan UUD NRI Tahun 1945. Pasal 27 ayat (1) menyatakan bahwa : “Segala
48
M. Soesilo, 2009, Kamus Hukum, disusun oleh M. Marwa dan Jimmy P, tt, Gama Press,
hlm.510
49
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta,
Balai Pustaka, hlm. 871
50
Yan Pramadya Puspa, 1977, Kamus Hukum, Semarang, Aneka Ilmu, hlm. 672
51
Sudarsono, 2007, Kamus Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, hlm. 361
33
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Pidana berasal dari kata straf (Belanda), yang adakalanya disebut dengan
istilah hukuman. Istilah pidana lebih tepat dari istilah hukuman karena hukum
sudah lazim merupakan terjemahan dari recht. Pidana lebih tepat didefinisikan
seseorang atau beberapa orang sebagai akibat hukum pidana secara khusus
larangan dalam hukum pidana ini disebut sebagai tindak pidana (strafbaar feit).52
Pidana dalam hukum pidana merupakan suatu alat dan bukan tujuan dari
hukum pidana, yang apabila dilaksanakan tiada lain adalah berupa penderitaan
atau rasa tidak enak bagi yang bersangkutan disebut terpidana. Penegakan hukum
berkaitan erat dengan kebijakan hukum pidana (panel policy) sebagai politik
52
Adami Chasawi, Op.Cit. hlm. 24
53
Teguh Sulistia dan Aria Zurnetti, 2011, Hukum Pidana Horozon Baru Pasca Reformasi,
Jakarta, Rajawali Pers, hlm. 5
34
kriminal yang dilakukan oleh pemerintah bersama aparat penegak hukum dalam
Salah satu bagian kecil yang diteliti dan diangkat dalam tulisan ini
tentang jenis pidana, cara penjatuhan pidana, cara dan di mana menjalankannya,
pidana.55 Pemidanaan diartikan sama dengan proses, atau cara atau perbuatan
205 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 yang dipaksa dengan tindak pidana
ringan adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling
lama 3 (tiga) bulan dan atau denda sebanyak Rp.7.500 (tujuh ribu lima ratus
54
Ibid, hlm. 19
55
Adami Chazawi, 2008, Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta, Rajawali Press, hlm. 23
56
Yan Pramadya Puspa, Op.,Ccit
35
bagian ini. Pada dasarnya pidana dan tindakan adalah sama, yaitu berupa
(PPe/PPN);
(strfbaar feit) : tindak pidana), di samping bertujuan untuk kepastian hukum dan
(preventif) bagi orang yang berniat untuk melanggar hukum pidana. Tentang
pidana diatur dalam Buku I KUHP dalam Bab ke-2, Pasal 10 sampai Pasal 43
57
Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati, Op. Cit., hlm. 2
58
Adrian Sutedi, hlm. Op., Cit. 223
36
yang kemudian juga diatur lebih jauh mengenai hal-hal tertentu dalam beberapa
peraturan, yaitu : 59
1. Reglemen Penjara (Stb 1917 No. 708) yang telah diubah dengan LN 1948 No.
77
terdiri atas derita khusus yang dipaksakan kepada si Bersalah. Derita kehilangan
hakim).60 Sanksi sebagai alat penegak hukum bisa juga terdiri atas kebatalan
perbuatan yang merupakan pelanggaran hukum. Baik batal demi hukum (van
proses pembuatan hukum. Tahap pembuatannya hukum masih harus disusul oleh
59
Adami Chasawi, Op, Cit. hlm. 25
60
Ibid
61
Ibid
37
Tetapi tampaknya istilah penegakan hukum adalah yang paling sering digunakan
dan dengan demikain pada waktu-waktu mendatang istilah tersebut akan makin
tujuan dari penegakan hukum pidana terhadap Wajib Pajak yang malakukan
sebagai falsafah tertua dengan semboyan an aye for an aye, yang berbasis balas
62
Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Cetakan keenam, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
hlm. 181
63
Ibid
38
lagi merupakan ancaman atau bahaya bagi yang lainnya. Rahabilitation, berupa
maupun Wajib Pajak atau Penanggung Pajak, maupun pihak ketiga, apabila
pajak dalam penerapannya, diberikan 2 (dua) bentuk sanksi hukum, yaitu sanksi
administrasi dan sanksi pidana. Dalam rangka agar baik masyarakat Wajib Pajak
bagi Wajib Pajak (PKP), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan
64
Y. Sri Pudyatmoko, 2007, Penegakan dan Perlindungan Hukum di Bidang Perpajakan,
Jakarta, Salemba Empat, hlm. 25
65
Adrian Sutedi, Op., Cit. hlm. 221
39
yang meliputi sanksi pidana yang bersifat pelanggaran dan sanksi pidana yang
pelanggaran peraturan yang bersifat hukum publik. Dalam hal ini, sanksi
surat Ketetapan pajak Kurang Bayar (SKPKB), tudak melunasi utang pajak pada
saat jatub tempo, terlambat membayar SKPKB dan SKPKBT mengurus atau
administrasi adalah sanksi administrasi yang menaikkan jumlah pajak yang harus
dibayar Wajib Pajak dengan presentasi antara 50% - 100% dari jumlah pajak
66
Richard Burton, Op. Cit, hlm. 117
67
Ibid hlm. 221-222
40
atur dalam Pasal 13 ayat (1) huruf ‘b’ UU KUP. Pasal tersebut juga menegaskan
bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
waktu sebagaimana yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis tidak
Dengan ketentuan tersebut, dominasi pemerintah untuk mencari uang pajak bagi
tertuju pada fisik Wajib Pajak, malainkan hanya berupa penambahan jumlah pajak
yang terutang karena ada sanksi adminitrasi yang harus dibayar oleh Wajib Pajak.
Sanksi adminitrasi terhitung pada saat dikenakan pada Wajib Pajak dengan jangka
waktu yang dimaksudkan dalam hal ini adalah jangka waktu yang ditentukan
sebagai jaminan kepastian hukum yang tidak boleh dilanggar baik oleh pejabat
yang terutang melainkan pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa
68
Ibid, 136-137
69
Muhammad Jafar Saidi, Op., Cit., hlm. 265
41
pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian taun pajak menurut undang-undang
merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan utang pajak. Artinya ketika Wajib
Pajak melakukan kesalahan di bidang pajak yang berimbas pada penjatuhan sanksi
adminitrasi maka kewajiban Wajib Pajak adalah jumlah pajak yang tidak atau
Jenderal Pajak;
b. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Objke Pajak, tetapi isinya tidak benar atau
pajak terutang.
70
Casavera, Op.Cit., hlm. 243
71
Ibid
42
c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan atau dokumen lain yang palsu atau
diperlukan
lamanya 2 (dua) tahun atau denda setinggi-tingginya sebesar 5 (lima) kali pajak
yang terutang.
meminjamkan surat atau dokumen linnya atau tidak menunjukkan data atau tidak
Ancaman pidana tersebut dilipatkan dua apabila seseorang melakukan lagi tindak
pidana di bidang perpajakan belum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani sebagian atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan atau sejak
dibayarnya denda.72
72
Ibid
43
BAB III
Pelanggaran Perpajakan
Pajak, bagi sebagian orang kata ini dapat memunculkan perasaan tidak
nyaman. Sekilas kata tersebut memang terasa menyeramkan, baik untuk kalangan
masyarakat kelas atas maupun kelas bawah. Tak sedikit yang berpikir, apa-apa
kena pajak, dimana-mana kena pajak, siapapun kena pajak. Dalam pemikiran
sebagaian besar orang di Indonesia, pajak memang terasa seperti uang yang
terpaksa harus mereka bayar pada kelompok preman agar tidak terjadi sesuatu
yang buruk. Oleh sebab itu, jika mungkin, mereka lebih suka tidak bayar pajak. 73
Pasal 3 ayat (1) UU KUP 2007 menyebutkan : “Setiap Wajib Pajak Wajib
mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas dalam
bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.” Selanjutnya Pasal 3 ayat (3) huruf
‘a’ menyebutkan bahwa batas waktu penyampaian SPT untuk SPT Masa, paling
lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; Pasal 3 ayat (3) huruf ‘b’
73
Astrid Budiarto, 2016, Pedoman Prkatis Membayar Pajak, Yogyakarta, Genesis Learning,
hlm.1
44
menyebutkan bahwa untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi, paling
lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak dan Pasal 3 ayat (3) huruf ‘c’
menyebutkan bahwa untuk SPT Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan
setelah akhir Tahun Pajak. Selanjutnya dalam Pasal 3 yat (4) menyatakan
bahwa Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT PPh
sebagiaman dimaksud pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara
pada ayat (4)-nya yang menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat mengajukan
Wajib Pajak untuk menyampaikan SPT sesuai dengan batas waktu yang telah
pelanggaran terhadap penyampaian SPT yang tidak sesuai dengan batas waktu
yang telah ditentukan UU KUP masih tetap ada. Peluang ini dapat terjadi karena
ada faktor yang mempengaruhi hal itu, yang tidak diatur dalam UU KUP, seperti
tidak menyampaikan SPT. Berkaitan dengan itu, maka perlu dipahami arti
pentingnya fungsi SPT dalam suatu aktivitas perpajakan yang dilakukan pada
suatu Negara.
45
Fungsi SPT sendiri, bagi Wajib Pajak Penghasilan, yaitu sebagai sarana
a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau
melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak
Bagi Pengusaha Kena Pajak (PKP), fungsi SPT adalah sebagai sarana
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya
b. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP
dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak dengan ketentuan
Bagi pemotong atau pemungut pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk
pada suatu Negara tidak akan berjalan dengan baik, tanpa didukung oleh SPT.
Dan untuk memperoleh SPT, ada prosedur yang harus dilalui oleh setiap Wajib
Pajak, yang diatur dalam UU KUP dengan mekanisme yang berdasar hukum
SPT, Wajib Pajak mengambil sendiri formulir SPT. Tempat dan cara
Kantor Pusat DJP atau dapat diunduh di laman Dirjen Pajak di alamat :
isi yang sama dengan aslinya. Setelah memperoleh formulir SPT, Wajib Pajak
ditandatangani oleh Wajib Pajak, dan jika ditandatangani oleh orang lain, bukan
Wajib Pajak, maka penyampaian SPT harus disertai dengan lampiran Surat
Kuasa Khusus. Untuk Wajib Pajak Badan, harus ditandatangani oleh pengurus
atau direksi. Hal ini untuk menjaga kemungkinan apabila terjadi pelanggaran
harapan hampir setiap orang untuk dapat melakukan sesuatu yang terbaik.
47
Ungkapan ini menjadi sedikit lemah karena menyadari adanya ungkapan lain,
melakukan sesuatu yang dalam pandangannya sudah selesai (sempurna, baik dan
benar) namun dalam kenyataannya banyak terdapat kelupaan atau kealpaan atau
kelalaian di sana sini.74 Terkait dengan tidak ada seorangpun yang sempurna,
dalam realita pada aktifitas perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, yang
tentunya tidak dapat di lepas pisahkan dari SPT sebagai satu kesatuan dalam
itu digambarkan dalam bentuk kealpaan atau kesengajaan yang dilakukan oleh
Pasal 13 ayat (1) huruf ‘b’ UU KUP menyebutkan bahwa apabila SPT
ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
bahwa bila Wajib Pajak karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau
menyampaiakn SPT tetapi isinya tidak benar, atau tidak lengkap, atau
kerugian pada pendapatan Negara, tidak dikenai sangksi pidana apabila kealpaan
74
Richard Burton, Op., Cit, hlm. 108
48
tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib
administrasi berupa kenaikan 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang
berdasarkan UU KUP sebagiaman disebutkan dalam Pasal 3 ayat (3). Pada ayat
Wajib Pajak untuk menyampaikan SPT sesuai dengan batas waktu yang telah
pelanggaran terhadap penyampaian SPT yang tidak sesuai dengan batas waktu
Kedudukan SPT dalam hukum pajak, sama dengan SKP dan SKPT.
Dalam hal penagihan pajak, SPT mempunyai kekuatan hukum sama dengan SKP
dan SKPT, menurut Pasal 18 UU KUP. Dengan kekuatan hukum mengikat dari
dijalankan oleh seorang Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak Penghasilan (PPh),
sebagai sarana pelaporan pajak yang wajib dilakukan. Seperti telah dekemukakan
dalam bagian umum angka 10 (sepuluh) dan angka 12 (dua belas) UU KUP,
75
Ibid
76
Adami Chasawi, 2005, Kejahatan Mengenai Pemalsuan, Jakarta, Rajawali Perss, hlm. 1
50
Baik Pasal 38 ayat (1) huruf ‘a’ yang menyebutkan tindakan “tidak
menyampaikan SPT” sebagai bentuk kealpaan, maupun Pasal 39 ayat (1) huruf
keadaan ini, Wajib Pajak telah menimbulkan kerugian pada Negara. Di satu sisi,
tindakan alpa atau sengaja terlambat dalam menyampaikan SPT, berarti Wajib
(sepuluh), yaitu untuk Wajib Pajak orang pribadi dan Angka 12 (dua belas) untuk
52
Wajib Pajak Badan, meskipun tidak banyak dibicarakan dalam berbagai literatur
tentang pajak atau perpajakan, namun dari sisi tertib administrasi, hal ini dapat
Wajib Pajak, dan oleh karena itu dapat menyebabkan kerugian bagi Negara,
dimaksud ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana
lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang
dijatuhkan. Pasal ini semakin memberi ketegasan bagi Wajib Pajak yang
dalam penyampaian SPT baik dilakukan karena unsur kealpaan atau kesengajaan,
namun yang pasti, hal ini dapat saja dilakukan berulang-ulang oleh Wajib Pajak.
sesuatu yang tidak hanya terjadi secara spontan (alamiah) tetapi juga dapat terjadi
menguntungkan pihak yang melakukannya. Itu berarti sudah tersirat itikad buruk
dari yang melakukan kesengajaan itu. Hukum memandang bahwa kelalaian atau
seperti di atas karena diperhadapkan dengan sifat kealpaan dan kesengajaan dari
hanya disebutkan bahwa kualifikasi kealpaan adalah sengaja, lalai, tidak hati-hati
menyampaikan SPT, atau SPT tidak disampaiakan tepat pada waktu yang telah
bidang perpajakan.
yaitu sebagai alat untuk memasukkan uang secara optimal ke kas Negara dan
fungsi mengatur, yaitu sebagai alat untuk mengatur perekonomian negara. Selain
itu, pajak yang didefinisikan sebagai kontribusi wajib dari rakyat (Wajib Pajak)
78
Ibid
79
Richard Burton, Op., Cit, hlm. 116
54
ke kas Negara, dengan tidak mendapat kontra prestasi langsung dan tujuannya
penyampaian SPT sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses pemungutan
menyampaikan SPT yang dilakukan baik itu disengaja atau tidak disengaja oleh
pelanggaran hukum di bidang perpajakan, dan oleh karena itu, Wajib Pajak yang
Selain itu, persoalan pidana pajak lainnya yang menjadi kontradiktif atau
dilema dalam penerapannya yaitu adanya ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf ‘b’
dan huruf ‘c’ UU KUP mengenai kewajiban tidak disampaikannya SPT atau
disampaikan tetapi isinya tidak benar yang dapat menimbulkan kerugian pada
Negara, dapat dipidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda 4 (empat)
80
KPHA. Tjandra Sridjaja Pradjonggo, 2010, Sifat Melawan Hukum dalam Tindak Pidana
korupsi, Surabaya, Indonesia, Lawyer Club (ILC)., hlm. 59
55
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 81 Saat ini secara
keseluruhan, kurang lebih 30% pemilik NPWP yang telah menyampaikan SPT.
Akan tetapi dari jumlah tersebut, tidak dapat dipastikan bahwa isi dari SPT yang
telah disampaiakan itu sudah benar atau tidak. Satu hal yang pasti, bahwa jika
menyampaikan SPT atau juga mengisi SPT tidak benar, maka pelakunya
Sanksi di bidang pajak ada dua macam, yaitu sanksi administrasi dan
macam, yaitu denda administrasi, bunga dan kenaikan pajak. Denda administrasi
adalah suatu besaran nominal (bervariasi) yang ditentukan bagi Wajib Pajak yang
pada saat menyampaiakan SPT, seperti :82 adanya kekeliruan dalam penyampaian
81
Richard Burton, Op., Cit, hlm. 136
82
Bambang Waluyo, 1984, Tindak Pidana Perpajakan, Jakarta, Salemba Empat, hlm. 84
56
Tatacara Perpajakan (UU KUP), Pasal 1 ayat (1), pajak didefinisikan sebagai
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
imbalan secara lagsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
Indonesia (UUD NRI Tahun 1945), pada Pasal 23A menyebutkan bahwa “pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan
undang-undang.”
Makna kata kontribusi dalam UU KUP yang lebih bersifat positif, yakni
dalam membiayai pengeluaran umum Negara yang hasilnya juga akan dinikmati
oleh seluruh masyrakat. Amanat Pasal 23A UUD NRI Tahun 1945 memberikan
hak-hak negara menyangkut pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa.
adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan
dan atau pembayaran pajak, Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak dan/atau
57
pajak, terdapat suatu sarana hukum yang menghubungkan antara Wajib Pajak
dengan pejabat pajak dalam rangka penegakkan Hukum Pajak. Sarana hukum
tersebut adalah Surat Pemberitahuan yang disediakan oleh pejabat pajak untuk
penting untuk menetapkan besarnya utang pajak dengan seksama. Karena Wajib
Pajak yang bersangkutan yang merupakan orang yang tahu data-datanya maka
Pemberitahuan (SPT).” Selain itu perlu dipahami bahwa SPT hanya digunakan
pada satu jenis pajak saja, yaitu PPh. Dikemukakan oleh Saidi86 bahwa : “Surat
Pemberitahuan hanya dikenal dalam Pajak Penghasilan yang terdiri dari Surat
Dalam perpajakan, ada dua jenis SPT, yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa.
SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk satu tahun pajak atau bagian
tahun pajak. Surat ini oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
83
Muhammad Rusjdi, 2007, Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, Jakarta, P.T.
Indeks, hlm. 6-09
84
Rochmat Soemitro, 1990, Asas-asas dan Dasar Perpajakan 2, Bandung, Refika Aditama,
hlm. 66
85
Rochmat Soemitro, 1992, Op., Cit. hlm. 42
86
Muhammad Jafar Saidi, Op., Cit, hlm. 131
58
penghitungan pajak terutang dalam satu tahun pajak.87 SPT Masa adalah Surat
Pemberitahuan untuk satu masa pajak. Surat ini oleh Wajib Pajak digunakan
suatu masa pajak pada suatu saat.88 Tahun Pajak adalah jangka waktu satu tahun
kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama
dengan tahun kalender. Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1
Tahun pajak. Sedangkan Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar
bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak yang
terutang dalam suatu jangka waktu tertentu. Masa Pajak sama dengan 1 bulan
kalender atau jangka waktu lain yang ditentukan dengan Peraturan Menteri
bahwa : “Secara garis besar, SPT dibedakan menjadi dua, yaitu SPT Masa,
adalah Surat Pemberitahuan untu satu masa pajak dan SPT Tahunan adalah Surat
Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. SPT meliputi
SPT Tahunan Pajak Penghasilan dan SPT Masa yang terdiri dari SPT Masa Pajak
Penghasilan, SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai dan SPT Masa Pajak bagi
87
Indra Mahardika Putra, 2017, Perpajakan, Edisi Tax Amnesty, Yogyakarta, Quadrant,
hlm.53
88
Ibid, hlm. 53
89
Casavera, 2009, Perpajakan, Yogyakarta, Graha Ilmu, hlm. 7
90
Mardiasmo, Op.,Cit.,hlm. 38-39
59
dapat berbentuk formulir kertas (hardcoppy) atau dapat juga berbentuk dokumen
elektronik.”
SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
bahwa SPT Masa ini dipakai oleh pemotong atau pemungut pajak untuk
melaporkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan dalam setiap
masa.
prosedur penyelesaian SPT, Wajib Pajak mengambil sendiri SPT di tempat yang
telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara
pengambilannya itu diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Cara lain ini
seperti misalnya mengakses situs DJP untuk memperoleh formulir SPT tersebut.
Dalam Pasal 3 ayat (1) UU KUP dikatakan bahwa : ”Setiap Wajib Pajak
wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam
bahasa Indonesia, dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata
Jendral Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
91
Mardiasmo, Op., Cit, hlm. 15
60
Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Ketetapan Pajak Terutang (SKPT).
Dalam hal penagihan pajak, SPT mempunyai kekuatan hukum sama dengan SKP
dan SKPT, menurut Pasal 18 UU KUP. Dengan kekuatan hukum mengikat dari
dijalankan oleh seorang Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak Penghasilan (PPh),
sebagai sarana pelaporan pajak yang wajib dilakukan. Seperti telah dekemukakan
dalam bagian umum angka 10 (sepuluh) dan angka 12 (dua belas) UU KUP,
harus ditindak oleh pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak.
Definisi pajak dan SPT serta uraian tentang peranan SPT dalam
kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh setiap Wajib Pajak terkait dengan
aktifitas perpajakan yang dilakuakan oleh Wajib Pajak telah memberi gambaran
Negara. Fungsi SPT sebagai sarana pelaporan pajak dan fungsi lain yang
92
Rochmat Soemitro, 1990,Op.Cit. hlm. 66
93
Rochmat Soemitro, 1992, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Bandung, Eresco, hlm. 42-43
61
Fungsi SPT sebagai sarana penghubung antara Wajib Pajak dan pejabat
oleh Mardiasmo, menggambarkan bahwa SPT dapat dijadikan sebagai alat bukti
Soemitro yang menegaskan bahwa SPT menjadi sumber kebenaran data penentu
besar utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak terhadap Negara, karena Wajib
Pajak-lah yang lebih memahami data-datanya sendiri. Itu berarti bahwa SPT turut
Pasal 3 ayat (3) huruf ‘a’ menyebutkan bahwa batas waktu penyampaian
SPT untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
Pasal 3 ayat (3) huruf ‘b’ menyebutkan bahwa untuk SPT Tahunan PPh Wajib
Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak dan
Pasal 3 ayat (3) huruf ‘c’ menyebutkan bahwa untuk SPT Wajib Pajak Badan,
paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Selanjutnya dalam
Pasal 3 yat (4) menyatakan bahwa Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka
waktu penyampaian SPT PPh sebagiaman dimaksud pada ayat (3) untuk paling
atau dengan cara lain kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur
62
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.94 Itu berarti tata cara
Bagi wajib Pajak yang tidak menyampaikan SPT dalam jangka waktu
yang dimaksudkan dalam Pasal 3 ayat (3) atau sebagaimana yang ditentukan
dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT yang diatur dalam Pasal 3
ayat (4), maka dapat dikenakan sanski berupa denda dan bunga yang diatur
dalam Pasal 7 ayat (1), yaitu : sebesar Rp. 1.000.000.- untuk keterlambatan
penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dan denda sebesar Rp.
orang pribadi.
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak membantu Wajib Pajak untuk dapat
melaporkan pajak Penghasilan (PPh) yang masih terutang dikenai sanksi pajak
atas kekurangan pajak yang belum dibayar. Sanksi pajak sebenarnya dapat
dikenakan sejak saat Wajib Pajak melaporkan pajak dengan SPT sebagai sarana
sanksi denda, sanksi bunga, sanksi administrasi dan sanski pidana. Sanksi denda
juga diberlakukan bagi Wajib Pajak yang alpa menyerahkan SPT atau mengisi
SPT secara tidak benar atau tidak lengkap, yaitu didenda paling sedikit satu kali
jumlah pajak yang terutang kurang atau tidak dibayar, atau pidana kurungan
paling lama satu tahun (KUP Pasal 13A dan Pasal 38).
94
Loc. Cit, hlm.
63
pajaknya dengan jumlah yang benar. Dalam hal ini Wajib Pajak, dengan
kemauan sendiri, dapat melakukan koreksi (pembetulan) atas SPT yang telah
tersebut mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, sehingga Wajib Pajak
dikenakan sanksi 2% per bulan atas kekurangan pajak tersebut dan dihitung sejak
jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak, maka Wajib Pajak
harus menanggapi dengan baik SKPKB tersebut. Apabila SPT tidak disampaikan
dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah
ditegur secara tertulis, tetapi Wajib Pajak tidak melakukan kewajiban itu, maka
Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB. Wajib Pajak dikenakan sanksi bunga sebesar
50% bagi PPh yang kurang atau tidak dibayar dalam satu tahun pajak. Bagi
penghasilan yang kurang atau tidak dipotong, kurang atau tidak dipungut, kurang
atau tidak disetor dan dipotong atau dipungut tetapi tidak disetor, Wajib Pajak
dikenakan sanksi bunga sebesar 100%. Apabila Wajib Pajak melakukan tindak
pidana bidang pajak dan Dirjen Pajak menemukan adanya kurang bayar yang
95
Y. B. Sigit Hutomo, Op., Cit, , hlm. 265
64
terjadi lebih dari lima tahun sebelumnya, maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan
SKPKB dengan disertai sanksi 48% dari jumlah pajak yang kurang atau tidak
dibayar tersebut.
PPh) memberilakukan sanksi kenaikan tarif pajak bagi Wajib Pajak yang tidak
memiliki NPWP. Sanksi ini bertujuan untuk menertibkan Wajib Pajak dalam
membayar pajak. Sanksi kenaikan tarif pajak ini beragam, yakni tergantung pada
Disamping itu, Wajib Pajak juga tidak tertib administrasi karena tidak memiliki
dari pekerjaan atau kegiatan usaha dikenakan kenaikan 4 kali lipat dari tarip
normal (lapisan pertama) menurut UU PPh Pasal 17. Bagi Wajib Pajak tanpa
dikenakan kenaikan 100% dari tarip normal. Sementara apabila Dirjen Pajak
menemukan data baru terkait dengan masalah kurang bayar pajak, maka atas
kurang bayar tersebut, Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB dengan disertai sanksi
2007).
65
Sanksi kenaikan tarif juga dapat dikenakan bagi Wajib Pajak yang telah
mempunyai NPWP dan telah menyerahkan SPT tetapi pajak yang terutang dalam
SPT tersebut tidak benar. Jika Wajib Pajak melakukan koreksi pada waktu Dirjen
tentang ketidakbenaran dalam pengisian SPT. Adanya koreksi ini, Wajib Pajak
dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari pajak yag
kurang dibayar.
Dari semua sanksi yang dikenakan bagi Wajib Pajak atas kejahatan atau
pelanggaran yang dilakukan, sanksi yang paling berat adalah sanksi pidana.
Secara umum, sanksi pidana dalam perpajakan diberikan pada Wajib Pajak yang
setiap orang dan juga pejabat pajak yang lalai dalam melakukan kewajibannya.
Dengan demikian, sanksi pidana ini diberlakukan secara adil kepada siapapun
pelanggaran, tentu tidak akan mampu memberikan efek jera bagi setiap pelaku
ditekankan pada sanksi Administrasi memang dari segi efektifnya terasa lebih
ringan jika dibandingkan dengan sanksi pidana. Oleh karena itu, untuk melihat
seberapa besarnya nilai efektif sanksi tersebut untuk memberi efek jera bagi setiap
memang membutuhkan perhatian yang lebih serius dari pihah-pihak terkait, baik
itu Fiscus maupun Wajib Pajak. Oleh karena itu, uraian yang lebih rinci untuk
menguatkan kedudukan sanksi pidana bagi suatu pelanggaran pajak jenis ini,
berdimensi luas berkaitan dengan kegiatan ekonomi dan dilakukan oleh orang-
orang tertentu sebagai “public fugure”, sering kali menjadi suatu wacana atau
Dampak kejahatan ini tidak hanya diukur dari masalah kerugian ekonomi saja,
tetapi juga menyangkut pada persoalan stabilitas sosial, politik, keamanan dan
pertahanan suatu bangsa dan Negara maju atau berkembang dengan merosotnya
Tindak pidana sebagai salah satu sinonim dari istilah strafbaarfeit atau
undang tentang perpajakan nasional. Mengapa tindak pidana harus sebagai salah
Bahasa Indonesia oleh para ahli, seperti dengan istilah perbuatan pidana ataupun
96
Ibid, hlm. 63-64
97
Ibid., hlm. 95
67
wajib pajak dalam 2 (dua) jenis, yaitu tindak pidana pelanggaran dan tindak
pidana kejahatan.
Pasal 38 ayat (1) huruf ‘a’ dan Pasal 39 ayat (1) huruf ‘c’ UU KUP yang
pelanggaran dalam pajak tentang kata ‘barang siapa’ dalam hal ini adalah :
adalah ada atau tidaknya niat untuk melakukan pelanggaran. Jika secara nyata
residivis. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya pengulangan tindak pidana
di bidang perpajakan sebelum lewat satu tahun sejak selesai menjalani sebagian
atau seluruh pidana penjara yang dijatuhkan, dikenakan pidana lebih berat ialah
a. Rp. 500.000.00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai;
c. Rp. 1.000.000.00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan
d. Rp. 100.000.00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan
99
Ibid .,hlm. 97-98
100
Ibid, hlm. 40
69
dimaksud Pasal 13 ayat (1) huruf ‘b’ dikenakan sanksi berupa denda administrasi
sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar, yang
ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). Pasal 3 ayat
selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak; untuk Suarat
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan, oleh Wajib Pajak yang pembayaran
pihak. Jika satu orang dikenakan sanksi pidana sementara satu orang hanya
dikenakan sanksi administrasi plus denda, terasa kurang pas. Rasa keadilan
dalam masyarakat (Wajib Pajak) harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah
khususya dalam penerapan sanksi pidana pajak. Dipahami bahwa sedikit agak
Dalam perspektif Negara hukum, asas nullum dilictum nulla poena sine
praevia lege poenali atau asas legalitas merupakan hal yang tidak dapat
berkembangnya asas legalitas atau Princile of Legality sebagai asas dasar dalam
hukum pidana pada sebagian besar sistem peradilan pidana muncul pada Abad
Pencerahan atau Zaman Aufklarung, yaitu Abad ke-15 yang didominan oleh
pandangan realisme.102
tindak pidana yang olehnya harus diberikan sanksi, maka penerapan sanksi yang
perpajakan yang berlaku, merupakan solusi yang pada akhirnya melahirkan rasa
102
KPHA. Tjandra Srijaya, Op., Cit, hlm. 69.
103
Ibid
71
Bambang Poernomo104 mengetengahkan empat sifat dari asas legalitas, yaitu asas
wenang.
b. Dasar dan tujuan pemidanaan, agar dengan sanksi pidana itu, hukum pidana
lebih dalam rumusan peraturan yang memuat tentang perbuatan pidana dan
ancaman pidananya.
c. Dua unsur yang sama pentingnya, yaitu bahwa yang diatur oleh hukum
pidana tidak hanya memuat ketentuan tetang perbuatan pidana saja agar
orang mau menghindarai perbuatan itu, tetapi juga harus diatur mengenai
menjatuhkan pidana.
criminal law”.
104
Bambang Poernomo, disitir oleh KPHA Tjandra Sridjaja Prajonggo, hlm. 75
72
Pada ajaran ini asas legalitas diberikan ciri, bukan perlindungan individu, akan
tetapi kepada Negara dan masyarakat, bukan kejahatan yang ditetapkan oleh
membahayakan masyarakat. Karena itu tidak mungkin ada perbuatan jahat yang
timbul kemudian dapat meloloskan diri dari tuntutan hukum. Akan tetapi,
Sejak Negara itu mencampuri banyak bidang kegiatan dan pelayanan dalam
masyarakat, maka memang campur tangan hukum juga makin intensif, seperti
Negara yang demikian itu dikenal sebagai welfare state. Eksekutif dengan
birokrasinya merupakan bagian dari mata rantai untuk mewujudkan rencana yang
hukum pidana ialah untuk memenuhi rasa keadilan. Ditambahkan beliau bahwa
kalaupun ada beberapa sarjana yang berpendapat bahwa tujuan hukum pidana
ialah untuk menakut-nakuti orang agar jangan sampai melakukan kejahatan atau
tujuan tersebut pada dasarnya hanya tujuan sekunder. Tujuan primernya adalah
Telah diuraikan sebelumnya bahwa tidak ada perbuatan pidana, tidak ada
atas, dapat ditegaskan bahwa tujuan dari asas legalitas, yaitu memperkuat
ayat (1) KUHP. Kemudian dalam pasangannya asas ini mensratkan terikatnya
penyampaian SPT, hal yang ingin dikaji lebih jauh adalah penekanan perbuatan
atau tindak pidana tetapi juga pada sanksi pidananya. Dengan demikian, ancaman
106
Richard Burton, op., Cit, hlm. 138
107
KPHA Tjandra Srijaya Prajonggo, Op., Cit., hlm. 69
108
H. Lili Rasjidi dan I. B. Wyasa Putra, 2003, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung,
Mandar Maju, hlm. 165
74
kesengajaan. Menjadi perhatian penting dalam hal ini adalah ayat yang
menegaskan hal tidak disampaikanya SPT atau disampaikan tetapi isinya tidak
benar dan tidak lengkap, memberikan keterangan atau data yang tidak sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya, maka perbuatannya diancam sanksi pidana. 110
Dalam Pasal 39 ayat (2) UU KUP tersirat ancaman pidana yang diberikan kepada
sebelum lampau waktu 1 (satu) tahun sejak yang bersangkutan usai menjalani
hukuman pidana penjara sebagian atau seluruhnya dengan sanksi lebih berat,
Wajib Pajak mau melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar yang pada
Bila Wajib Pajak sudah mengetahui bahwa kaidah hukum pajak bertujuan agar
109
Ibid, hlm. 166
110
Richard Burton, Op., Cit, hlm. 115
75
Wajib Pajak menjadi patuh, maka ancaman hukuman pajak yang dapat diterima
Dengan menerapkan sangsi pidana yang memberikan efek jera bagi pelaku
Jika sanksi pidana selalu menjadi tujuan, bisa merupakan kerugian bagi
fiskus, karena proses pembuktian unsur kealpaan dan kerugian bagi fiskus cukup
sulit dan memerlukan waktu lama.111 Selain itu, apa yang dijelaskan Pasal 38
hurf ‘a’ dan Pasal 39 huruf ‘c’ terlihat belum jelas betul karena tidak
Ditjen Pajak harus dapat membuktikan adanya unsur kealpaan dan kesengajaan
yang dilakukan Wajib Pajak ini cukup sulit, karena kita tidak bisa mengetahui isi
hati atau bathin seseorang. Kedua, proses pembuktian perlu waktu lama, karena
111
Ibid, hlm. 116
112
Ibid, hlm. 116
76
(1) huruf ‘a’ dan Pasal 39 ayat (1) huruf ‘c’ dapat ditindak berdarakan ketentuan
isinya tidak benar (palsu atau dipalsukan). Menurut Pasal 242 KUHP Wajib
Pajak diancam pidana penjara 7 (tujuh) tahun. Sedangkan sanksi pidana Pasal 39
UU KUP hanya diancam paling lama 6 tahun. Untuk kasus yang sama, tampak
KUHP. Dalam kaitan dengan masalah kealpaan dan kesengajaan, sekalipun jelas
disebutkan dalam Pasal 38 ayat (1) huruf ‘a’ dan Pasal 39 yat (1) huruf ‘c’ UU
KUP, namun dalam praktiknya yang paling sering digunakan adalah Pasal 13 UU
KUP.113
113
Ibid, hlm. 117
114
Y. B. Sigit Hutomo, Op., Cit, hlm. 268
77
Dengan demikian, harapan dan tujuan akhir dari upaya pemerintah untuk
sebagai proses normalisasi arus perekonomian Negara menjadi terwujud. Hal ini
tentunya didukung dengan efek jera yang turut berpengaruh pula terhadap
tanggung jawab Wajib Pajak sebagai warga Negara yang taat pajak.
sengaja, maka apabila sikap ini tidak ditekan dengan sanksi pidan untuk memberi
115
Y. Sri Pudyatmoko, 2007, Penegakan dan Perlindungan Hukum di Bidang Pajak.,Jakarta,
Salemba Empat, hlm. 25
79
diharapkan menjadi bagian dari pemahaman dan pendidikan hukum agar tidak
bahwa ketentuan yang ada harus dipatuhi. Untuk tercapainya tujuan tersebut,
penegakan hukum harus dilakukan secara adil dan tanpa pandang bulu. Selain itu
dengan pelanggaran atau kejahatan yang telah dilakukan oleh pihak yang
bersangkutan.
sengaja tidak menyampaikan SPT apabila tidak ditindak dengan tegas, maka
Wajib Pajak tidak merasa tindakan itu sebaga sesuatu yang dapat merugikan
Negara, karena dapat dianggap suatu hal yang biasa, bahkan dapat menjadi
kebiasaan setiap tahunnya. Padahal jika terjadi hal yang demikian, maka dari sisi
penataan administrasi Negara telah dirugikan tetapi juga dari sisi pendapatan,
karena SPT yang disampaikan-pun belum tentu isinya benar, seperti yang telah
dijelaskan pada bagian atau Bab sebelumnya. Jadi jika si pelanggar tidak ditindak
dengan sanksi pidana yang langsung memberikan efek jera, maka kemungkinan
Penyampaian SPT
yang paling banyak dilakukan dalam bidang pajak. Hal ini dapat dipahami karena
lebih mudah untuk diterapkan. Hal ini disebabkan karena selain prosedurnya,
yang tidak terlalu rumit, pelanggaran yang dilakukan juga relative lebih mudah
sedeehana.116
yang lupa untuk membayar pajaknya. Hal semacam ini sampai pada batasya
116
Ibid, hlm. 17
117
Ibid
81
kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Wajib Pajak Bada dikukuhkan. Jadi jika
SPT tidak disampaikan atau terlambat disampaikan sesuai dengan waktu yang
jawab aktif kepada Wajib Pajak, maka faktor yang sangat penting dan
pajak sangat ditentukan oleh Wajib Pajak. System self assessment sebagai
yang diatur dalam Pasal 38 dan Pasal 39 UU KUP, dalam pelaksaannya masih
tetap ada saja hambatan. Hambatan yang besar adalah hambatan dalam
disengaja, dapat bermuara pada tidak menyampaikan SPT, dan hal ini dapat
terjadi berulang-ulang. Itu berarti terhadap tindakan ini, Wajib Pajak melakukan
pelanggaran dan oleh karena itu harus dikenakan sanksi termasuk sanksi pidana.
yang tegas. Dalam Ketentuan Umum UU KUP angka 10 dan angka 12 telah
administrasi, maka dapat dikatakan bahwa rasa nyaman pelaku pelanggaran atau
pelaku kejahatan terhadap sanksi tersebut sudah melekat pada diri si pelaku
pelanggran atau pelaku kejahatan tersebut. Dengan keadaan ini maka Wajib
bahwa akibat yang akan diterima dari apa yang dilakukan, meskipun itu
hanyalah sanski administrasi saja, dan dari pengalaman fakta yang didapat
dilapangan, sanksi ini tidak berat dan dapat ditanggung oleh Wajib Pajak.
83
yang dilakukan oleh Wajib Pajak, termasuk hal menyangkut penyampaian SPT.
yang jika tidak dilakukan dengan baik, dapat berakibat pada penerimaan sanksi,
Selain itu, masalah tempat domisili dan tempat kedudukan dari Wajib Pajak juga
bagi si pelaku keterlambatan penyampaian SPT. Hal ini berkaitan dengan akses
Wajib Pajak terhadap Kantor Pelayanan Pajak, dalam seluruh eksistensi aktifitas
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
memberikan dampak jera. Dengan sanksi pidana, yang bersangkutan tidak lagi
merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Dalam Pasal 38 huruf
penyampaian SPT Wajib Pajak harus dikenakan sanksi pidana. Pelanggaran ini
administrasi saja tidak memberi efek jera bagi si pelaku (Wajib Pajak).
kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan terlambat
Wajib Pajak yang terlambat menyampaikan SPT, masih sangat lemah, karena
sanksi pidana yang diterima dan akibat-akibatnya masih sangat lemah. Hambatan
lain ialah masalah akses Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib
Pajak terdaftar atau dikukuhkan, juga sangat berpengaruh terhadap sanksi pidana
B. Saran
Perlu pengaturan yang lebih tegas dalam UU KUP terkait dengan masalah
dapat memberi efek jera terhadap Wajib Pajak yang melakukannya. Penegasan
yang dimaksudkan di sini adalah perlu merefisi kembali UU KUP yang mengatur
dilakukan oleh Wajib Pajak adalah suatu pelanggaran hukum sehingga harus
dikenakan sanksi pidana yang memberikan efek jera. Pengawasan pemerintah itu
penegakan sanksi pidana bagi wajib Pajak yang melakukan pelanggaran akibat
DAFTAR PUSTAKA
BUKU :
Syumar, 2004, Hukum Pajak dan Pajak Indonesia, Universitas Atma Jaya,
Yogyakarta,
Wahyono, Padmo, 1986, Indonesia, Negara Berdasarkan Atas Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta;
Waluyo, Bambang , 1984, Tindak Pidana Perpajakan,
Wiyono, Eko Hadi, 2007, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Akar Media, Jakarta;
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
KARYA ILMIAH :
Tita, Heillen M. Y., 2013, Fungsi Surat Pemberitahuan dalam Pelaksanaan Self
Assessment System pada Pemungutan Pajak Penghasilan di Provinsi
Maluku, Tesis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta;
WEBSIDE
http://www.pajak.go.id
89
ABSTRAK
Metode yang digunakan adalah jenis Yuridis normatif, dengan tipe penelitian
deskriptif analitis, dan kerangka pemikiran teoretis digunakan sebagai pisau analisis
terhadap isu hukum yang diteliti.