Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari

suatu waktu tertentu tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan (Maryam, 2011).

Usia permulaan tua menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang

lanjut usia menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia tua (Nugroho, 2018).

Proses menua dan usia lanjut sebuah proses alami yang akan dialami setiap orang

(Atun, 2018). Memasuki masa tua berarti mengalami kemunduran, misalnya

kemunduran fisik yang akan ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut

memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin

memburuk, gerakan lambat, dan figure tubuh yang tidak proporsional (Nugroho,

2018).

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di wilayah kerja

PUSKESMAS (Pusat Kesehatan Masyarakat) Nguling di ambil 10 responden dan

yang mengalami demensia berjumlah 7 orang, dan yang mengalami demensia

sebanyak 70%. Hasil wawancara dilakukan dengan menggunakan MMSE (Mini

mental state examination) dengan menjawab beberapa pertanyaan dari peneliti.

Hasil wawancara dari 10 orang lansia di wilayah kerja puskesmas Nguling yang

telah mengalami demensia mengatakan keluhan yang sering dirasakan lansia di

panti yaitu sering lupa saat menaruh barang, mudah lupa dengan nama sesama

lansia di panti dan sering kebingungan saat ditanya seseorang.

1
Berdasarkan data perserikatan bangsa-bangsa (PBB) tentang World Population

Ageing, diperkirakan pada tahun 2015 terdapat 901 juta jiwa penduduk lanjut usia

di dunia. Jumlah tersebut diproyeksikan terus meningkat mencapai 2 miliar jiwa

pada tahun 2050 (UN, 2015). Seperti halnya yang terjadi di negara-negara di

dunia, Indonesia juga mengalami penuaan penduduk. Tahun 2019, jumlah lansia

di Indonesia diproyeksikan akan meningkat menjadi 27,5 atau 10,3% dan 57 juta

jiwa atau 17,9% pada tahun 2045 (BPS, Bappenas, UNFPA, 2018). Terdapat

peningkatan jumlah lansia dari tahun 2015 sebanyak 22 juta (8,5%) menjadi 27,5

juta (10,3%) di tahun 2019. Berdasarkan data Survey Penduduk antar Sensus

(Supas, 2015), jumlah lanjut usia Indonesia sebanyak 21,7 juta atau 8,5%. Dari

jumlah tersebut, terdiri dari lansia perempuan 11,6 juta (52,8%) dan 10,2 juta

(47,2%) lanjut usia laki-laki (BPS, 2016). Sedangkan di provinsi Jawa Timur

tercatat lansia sebanyak 11,7 juta. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia

termasuk negara yang akan memasuki era penduduk menua (Ageing population),

karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas telah melebihi angka 7,0%

Meningkatnya populasi lansia akan dapat menimbulkan masalah – masalah

penyakit pada usia lanjut. Menurut The Alzheimer’s Association International

Conference/ AAIC (2019) menyatakan epidemiologi pada 10 tahun kedepan untuk

kasus demensia meningkat tajam karena terdapat 5,8 juta penderita demensia di

Amerika Serikat dengan angka kematian nomor empat. Berdasarkan data

BAPPENAS tahun 2013, proyeksi penduduk lansia 2010-2035 terus meningkat.

Pada 2010 ju8mlah lansia mencapai 18 juta jiwa (7,56%), kemudian 25,9 juta jiwa

2
(9,7%). Pada 2019, 27,1 juta jiwa (9,99%), pada 2020 sebanyak 42,0 juta jiwa

(13,82%). Demensia merupakan suatu gangguan fungsi daya ingat yang terjadi

perlahan – lahan, serta dapat mengganggu kinerja dan aktivitas kehidupan sehari –

hari (Atun, 2010).

Demensia di tandai dengan adanya gangguan mengingat jangka pendek dan

mempelajari hal – hal baru, gangguan kelancaran berbicara (sulit menyebutkan

nama benda dan mencari kata – kata untuk diucapkan), keliru mengenai tempat -

waktu – orang atau benda, sulit hitung menghitung, tidak mampu lagi membuat

rencana, mengatur kegiatan, mengambil keputusan, dan lain – lain (Sumijatun,

2005).

Cara untuk meningkatkan fungsi kognitif pada lansia adalah terapi aktifitas

kelompok dengan terapi Reminiscene ini memberikan manfaat untuk memelihara

identitas individu dan juga dapat meningkatkan fungsi kognitif, karena lansia akan

menggunakan masa lalunya untuk mempertahankan pendapatnya dari kritik

(Johnson, 2015). Cara lain yang dapat digunakan untuk meningkatan fungsi

kognitif yaitu brain gym atau senam otak/olahraga. Senam otak tidak saja akan

memperlancar aliran darah dan oksigen ke otak, tetapi juga merangsang kedua

belahan otak untuk bekerja (Tammase, 2019).

Berdasarkan penelitian dengan judul pengaruh senam otak terhadap

peningkatan konsentrasi belajar siswa umur 11-12 tahun terdapat peningkatan

konsentrasi belajar pada siswa didapatkan hasil yang signifikan ρ (= 0,01)

(Noviana, 2010). Menurut penelitian Yuliati dan Nur hidayah dengan judull

3
pengaruh senam otak (Brain Gym) terhadap fungsi kognitif pada lansia di RT 01

kelurahan Tandes Surabaya hasil penelitian menunjukan bahwa sebelum

dilakukan senam otak sebagian besar (66,7%) mengalami gangguan fungsi

kognitif sedang dan setelah dilakukan senam otak sebagian besar (66,7%) tidak

mengalami gangguan fungsi kognitif dengan dilakukan uji Wilcoxon signed Rank

Test di dapatkan nilai ρ = 0,014 <α = 0.05 sehingga H0 ditolak. dan hasil yang

didapatkan signifikan.

Hal yang mendasari tempat penelitian di wilayah kerja PUSKESMAS Nguling

dikarenakan di panti tersebut terdapat paling banyak lansia yang mengalami

demensia dari wilayah kerja PUSKESMAS yang lain. Berdasarkan fenomena

yang terjadi di wilayah kerja PUSKESMAS Nguling peneliti ingin mengambil

judul yaitu pengaruh senam otak (brain gym) terhadap penderita demensia pada

lansia di wilayah kerja PUSKESMAS (Pusat Kesehatan Masyarakat) Nguling.

B. Batasan Masalah

Peneliti membatasi masalah pada pengaruh senam otak (brain gym) terhadap

penderita demensia pada lansia di wilayah kerja PUSKESMAS (Pusat Kesehatan

Masyarakat) Nguling. (Karena peneliti tidak ingin ada banyak faktor perancu yang

membuat penelitian ini gagal)

C. Rumusan Masalah

4
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dapat diambil rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh senam otak (brain gym)

terhadap penderita demensia pada lansia di wilayah kerja PUSKESMAS (Pusat

Kesehatan Masyarakat) Nguling?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh senam otak (brain gym) terhadap penderita

demensia pada lansia di wilayah kerja PUSKESMAS (Pusat Kesehatan

Masyarakat) Nguling.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi demensia sebelum diberikan senam otak pada

lanjut usia yang mengalami demensia di wilayah kerja PUSKESMAS

(Pusat Kesehatan Masyarakat) Nguling.

b. Untuk mengidentifikasi demensia sesudah diberikan senam otak pada lanjut

usia yang mengalami demensia di wilayah kerja PUSKESMAS (Pusat

Kesehatan Masyarakat) Nguling.

c. Untuk menganalisis pengaruh senam otak (brain gym) terhadap penderita

demensia pada lansia di wilayah kerja PUSKESMAS (Pusat Kesehatan

Masyarakat) Nguling.

E. Manfaat Penelitian

5
1. Praktis

a. Bagi wilayah kerja PUSKESMAS Nguling

Hasil penelitian ini diharapkan untuk memberikan informasi dan

masukan secara obyektif mengenai penanganan pada lansia yang

mengalami demensia untuk mengoptimalkan fungsi kognitif dengan senam

otak (brain gym).

b. Bagi Pra Lansia

Hasil penelitian tentang terapi senam otak ini diharapkan dapat

digunakan bagi pra lansia yang belum mengalami demensia serta mencegah

terjadinya tingkat demensia yang lebih berat.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi literatur bagi peneliti

selanjutnya untuk sumber informasi dalam penelitian selanjutnya serta

tindakan lain seperti terapi kognitif

2. Non praktis

Hasil penelitian ini akan menjelaskan pengaruh senam otak (brain gym)

terhadap penderita demensia pada lansia di wilayah kerja PUSKESMAS (Pusat

Kesehatan Masyarakat) Nguling sehingga menambah pengetahuan sebagai

sebuah pengembangan Ilmu Keperawatan Gerontik baik di dunia pendidikan

maupun keperawatan.

6
F. Keaslian Penelitian
No Nama Judul Tahun Metode Hasil
.
1 Sofia Pengaruh 2016 Jenis penelitian Setelah
Rhosma Senam Otak ini adalah pengobatan, 12
Dewi Dan Bermain kuantitatif responden
Puzzle dengan desain menunjukkan
Terhadap penelitian kerusakan
Fungsi penelitian ini kognitif ringan
Kognitif menggunakan dan sisanya
Lansia desain menunjukkan
Di Pltu eksperimental fungsi kognitif
Jember pre dengan pra yang moderat.
posting ujian Data dianalisis
desain. dengan
menggunakan
tanda Wilcoxon
tes dan
menunjukkan
nilai p 0,000 <
α 0,05.
2 Dewi Pengaruh 2017 Penelitian ini Pengukuran
Gayatri, Latihan menggunakan fungsi kognitif
S.Kep.M.Kes Senam Otak metode lansia dengan
Dan Art kuantitatif. demensia
Therapy Rancangan menggunakan
Terhadap penelitian ini Mini-Mental
Fungsi adalah Quasi State
Kognitif Experimental Examination
Lansia Pre-Post (MMSE). Pada
Dengan Control Goup kedua kelompok
Demensia Di Design terjadi
Pstw peningkatan
Yogyakarta fungsi
Unit Budi kognitif namun
Luhur Dan pada kelompok
Abiyoso intervensi lebih
tinggi
dibandingkan
kelompok
kontrol

7
3 Nur Pengaruh 2017 Desain Hasil
Hidaayah Senam Otak penelitian ini penelitian
(Brain Gym) pra- menunjukkan
Terhadap Eksperimental bahwa sebelum
Fungsi dengan one dilakukan
Kognitif Pada group pra post senam otak
Lansia di RT test sebagian besar
03 RW 01 (66,7%)
Kelurahan mengalami
Tandes gangguan
Surabaya fungsi kognitif
sedang dan
setelah
dilakukan
senam otak
sebagian besar
(66,7%) tidak
mengalami
gangguan
fungsi kognitif.

Persamaan dari penelitian di atas adalah dari metode penelitiannya yaitu dengan

metode kuantitatif. Perbedaan dari penelitian di atas dengan penelitian yang akan

dilaksanakan yaitu terkait dengan tempat penelitian. Peneliti menggunakan desain

penelitian Quasi experimental/eksperimental semu dengan pendekatan pre and post

test without control. Peneliti akan menggunakan variabel yang berbeda yaitu variabel

independent adalah pengaruh senam otak(brain gym).

Anda mungkin juga menyukai