Anda di halaman 1dari 39

 

D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
BAB II
 
TINJAUAN PUSTAKA
 

 
II.1. Landasan Penelitian
  Tabel 2. 1 Landasan penelitian

  No Tahun Judul Karya Ilmiah Objek yang Metode Variabel


dan Penulis Diteliti
  1 2017 Optimalisasi Condotel Perubahan Perkuatan
Perkuatan Struktur Kyriad dimensi, Fiber struktur,
  Kolom dan Balok Boutique Reinforced Perubahan
pada Pembangunan Village Polimer dimensi
 
Condotel Kyriad
  Boutique Village.
(Ramdhani, A. M)
2 2015 Analisis Kapasitas SMA 1 Madiun Hammer Test, Keandalan
dan Keandalan Ultrasonic bangunan, Non
Bangunan. Pulse locity Destructive
(Anggraini, R., Test (NDT)
Budiono, S. P.,
Wahyuni, E., Zacoeb,
A)
3 2014 Analisis Elemen Gedung M- Fiber Analisis elemen
Struktur dan Gold Tower Reinforced struktur,
Perencanaan Bekasi, Jawa Polimer, Steel Perkuatan
Perkuatan Barat Jacketing/Steel struktur,
Penampang Kolom Plate Bounding Pengecilan
Eksisting yang dimensi
Mengalami
Pengecilan Dimensi.
(Fauziah, S. H.)
4 2013 Perbaikan dan Cagar Budaya Penambahan Perbaikan
Perkuatan Struktur Yogyakarta kawat strimin struktur,
pada Bangunan Cagar Perkuatan
Budaya. (Nusantoro, struktur,
Agung) Bangunan
Cagar Budaya
5 2007 Analisis Kerusakan Gedung Epoxy Kerusakan
Struktur Bangunan Bappeda Injection, beton,
Gedung Bappeda Wonogiri Prepacked Kerusakan
Wonogiri. Hartono, Concrete, struktur
Henry. Penambahan bangunan
tulangan

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
6
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
II.2. Dasar Teori
 
Suatu gedung terdiri dari elemen-elemen struktur yang terdiri dari kolom,
  balok, dan pelat lantai. Elemen-elemen tersebut adalah bagian penting dalam
suatu
  gedung untuk menyalurkan beban dari lantai atas hingga ke pondasi dan
tanah.
  Dalam suatu bangunan gedung pula dilakukan suatu analisis pengujian
untuk mengetahui apa kondisi elemen-elemen tersebut masih layak pakai dan
 
apakah sesuai dengan apa yang direncanakan.
 

II.3.  Analisis Data Hasil Pengujian

  Analisis data hasil pengujian dilakukan untuk mendapatkan parameter-


parameter yang diperlukan untuk menghitung kapasitas penampang elemen-
 
elemen struktur. Analisis dilakukan sesuai data hasil pengujian yang didapatkan
dan dianalisis berdasarkan acuan yang digunakan pada pengujian tersebut. Data
hasil pengujian berupa pengujian yang dilakukan langsung di lapangan oleh
konsultan terkait. Pengujian tersebut meliputi pengujian NDT (Non Destructive
Test) dan DT (Destructive Test).
II.3.1. Pengujian Rebound Hammer
Pengujian Rebound Hammer mengacu pada ASTM C-805. Metoda uji
rebound hammer ini dapat digunakan untuk menilai keseragaman beton di
lapangan, menggambarkan bagian dari struktur yang mempunyai kualitas
jelek atau beton yang mengalami kerusakan, serta memperkirakan
perkembangan kekuatan beton di lapangan. Metode uji ini dapat juga
digunakan untuk memperkirakan kekuatan beton.
Pada pengujian rebound hammer pemilihan permukaan uji elemen
beton yang akan diuji harus memiliki tebal minimum 100 mm dan menyatu
dengan struktur. Benda uji yang lebih kecil harus diletakkan pada tumpuan
kaku. Hindari pengujian pada daerah yang daerah yang menunjukan adanya
kerusakan seperti:
1. Keropos
2. Permukaan beralur (scalling)
3. Permukaan kasar, dan
4. Daerah dengan porositas yang tinggi

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
7
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Pengujian tidak dijinkan apabila di bawah permukaan beton terdapat
 
batang tulangan dengan selimut kurang dari 20 mm. Pada pembacaan hasil
  data uji apabila ada yang berbeda lebih dari 6 satuan dari rata-rata 10 titik
  bacaab diabaikan dan tentukan nilai rata-rata dihitung dari pembacaan data

  yang memenuhi syarat. Bila lebih dari 2 titik bacaan memiliki perbedaan
lebih dari 6 satuan dari nilai rata-rata, maka seluruh rangkaian pembacaan
 
harus dibatalkan dan tentukan angka pantul pada 10 titik bacaan baru pada
 
daerah pengujian.
  Kelebihan yang didapatkan pada pengujian rebound hammer ini yaitu

  pengukuran dapat dilakukan dengan cepat dan tidak merusak struktur beton,
sedangkan kekurangan dalam metode ini yaitu hanya memberikan informasi
 
mengenai karaterisrik beton pada permukaan.

II.3.2. Pengujian Ultrasonic Pulse Velocity (UPV)


Pengujian Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) mengacu kepada ASTM
C-597. Metoda uji ini dapat digunakan untuk menilai atau mengetahui
keseragaman dan mutu relatif beton, mendeteksi adanya rongga dan retak
dan untuk mengevaluasi efektifitas perbaikan retak. Pengujian ini juga dapat
digunakan untuk mengetahui adanya perubahan sifat-sifat beton, dan pada
pemeriksaan suatu struktur, untuk memperkirakan tingkat kerusakan atau
retakan pada beton.
Tingkat kejenuhan beton mempengaruhi kecepatan rambat gelombang,
dan faktor ini harus dipertimbangkan jika mengevaluasi hasil uji. Kecepatan
rambat gelombang pada beton yang jenuh air kurang sensitif terhadap
perubahan-perubahan mutu beton relatif. Kecepatan rambat gelombang tidak
bergantung pada ukuran objek pengujian, pantulan gelombang dari sisi
benda uji tidak berpengaruh pada waktu tiba dari kecepatan rambat
gelombang yang dipancarkan langsung. Dimensi terkecil dari objek
pengujian harus lebih besar dari panjang gelombang getaran ultrasonik.
Ketelitian pengukuran bergantung dari kemapuan operator dalam
menentukan jarak yang tepat antara transduser pengirim dan transduser
penerima dan kemampuan peralatan untuk mengukur dengan tepat waktu

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
8
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
tempuh kecepatan rambat gelombang. Kuat sinyal yang diterima dan wkatu
 
tempuh yang terukur dipengaruhi oleh penempatan pasangan tranduser pada
  permukaan beton.
  Hubungan antar kecepatan rambat gelombang dan keseragaman

  kualitas beton dapat ditentukan sesuai dengan hasil yang didapatkan,


mengacu pada Tabel 2.2 berikut ini.
 
Tabel 2. 2 Hubungan cepat rambat gelombang
  Sumber: ASTM C-597

Cepat Rambat Gelombang Kualiatas


 
Ultrasonic (km/sec) /Homogenitas
  < 2,13 Kurang
2,13 - 3,05 Cukup
  3,05 - 3,66 Cukup Baik
3,66 - 4,57 Baik
> 4,57 Baik Sekali

II.3.3. Pengujian R-Bar Meter


Pengujian jumlah dan ukuran tulangan terpasang megacu pada BS
1881. Pengujian dilakukan dengan alat uji R-bar Meter. Alat uji R-bar
Meter digunakan untuk mendeteksi ketebalan lapisan meliputi beton dan
diameter tulangan, sehingga dapat diketahui kapasitas bangunan terpasang.
Prinsip alat ini adalah memanfaatkan medan elektromagnetik yang
mudah terpengaruh oleh adanya metal atau logam, dalam hal ini adalah
berupa tulangan yang ada di dalam beton, jika scanning dilakukan dari tepi
elemen maka jarak dari tepi ke tepi titik pertama terdengar sinyal adalah
tebal selimut betonnya.
Pengujian ini akan mengeluarkan data (output) berupa gambaran
perkiraan posisi tulangan dan diameternya. Selain itu, pengujian ini
berfungsi sebagai pendahuluan sebelum pengambilan beton inti (core drill)
agar pemotongan nantinya tidak mengenai tulangan.

II.3.4. Pengujian Brinell dan Canin


Untuk menahan tegangan tarik pada komponen beton, digunakan baja
tulangan yang memiliki kemampuan menahan daya tarik yang tinggi. Tetapi

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
9
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
jika ingin mengatahui kuat tarik baja. Untuk mengetahui karateristik baja
 
tulangan yang digunakan dapat dilakukan uji kekerasan baja tulangan
  dengan alat uji Brinell yang mengacu pada ASTM E-1802.
  Bahan baja yang telah terpengaruh kandungan klorida dan air laut

  dalam jangka waktu yang lama akan mengalami kerusakan korosi. Untuk
mengetahui intensitas korosi pada baja tersebut perlu dilakukan pengujian
 
korosi yang mengacu pada ASTM E-1802 dengan menggunakan alat Canin.
 
Pada Gambar 2.1 dapat diketaui intensitas korosi sesuai dengan hasil yang
  didapatkan dari pengujian.

Gambar 2. 1 Nilai potensial baja terkorosi


Sumber: ASTM E-1802

II.3.5. Pengujian Core Drill


Secara umum hasil pengujian dengan cara merusak atau DT
(Detructive Test) ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari beton di
lapangan apakah beton tersebut masih layak atau sudah tidak layak.
Pengujian kuat tekan beton inti dilakukan dengan mengacu pada ASTM C-
42 dan SNI 2847-2013. Beberapa ketentuan dalam melakukan pengujian
dengan cara core drill, antara lain:
a. Benda uji minimal 3 buah, kekuatan harus ≥ 80% dari kekuatan
rencana dan tidak boleh ada satupun dari 3 benda uji tersebut ≤
75% hasilnya dari kekuatan rencana.
b. Sebelum benda uji dicapping benda uji harus memenuhi kebutuhan
1/Ø lebih besar atau sama dengan 0,95 dimana 1 = panjang dan Ø =
diameter benda uji.
a.) Setelah dicapping benda uji harus memenuhi syarat, yaitu 1,00 ≤
L1/Ø ≤ 2,00

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
10
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
keterangan:
 
L1 = panjang benda uji stelah dicapping
  Ø = diameter benda uji
  Tebal lapisan capping ≤ 10 mm

  b.) Pemberian benda uji harus dilakukan dengan pembebanan benda


uji yang konstan berkisar antara 0,2 Nmm2 perdetik hingga
 
benda uji hancur
 
Kekuatan karateristik beton saat perencanaan dan pelaksanaan
  umumnya adalah hasil uji kuat tekan beton benda uji silinder atau kubus di

  laboratorium. Pada kenyataannya nilai kuat tekan paling mendekati berasal


dari kuat tekan benda uji core drill karena sampel didapatkan langsung dari
 
keadaan aktual di lapangan.

II.3.6. Pengujian Pembebanan (Load Test)


Pengujian pembebanan (load test) merupakan suatu metode pengujian
yang bersifat setengah merusak atau merusak secara keseluruhan
komponen-komponen bangunan yang diuji. Pengujian dilakukan untuk
membuktikan bahwa tingkat kemanan struktur atau bagian struktur sudah
memuhi persyaratan peraturan bangunan yang ada serta untuk mengetahui
berapa nilai lendutan dan retakan yang terjadi pada elemen struktur tersebut.
Jenis pengujian yang dilakukan yaitu pengujian pembebanan langsung
ditempat yang bertujuan untuk memperhatikan apakah perilaku suatu
struktur pada saat diberi beban kerja (working load) memenuhi persyaratan
bangunan yang ada pada dasarnya dibuat agar keamanan untuk penghuni
bangunan tersebut terjamin, untuk mengetahui besar lendutan yang ada pada
elemen struktur yang diuji serta mengetahui intensitas retakan. Pengujian
dilakukan berdasarkan SNI 03-6760-2002 dan SNI 2847-2013.

II.4. Pembebanan Struktur


Pada komponen struktural sebuah bangunan berfungsi sebagai sistem
struktur untuk memikul beban serta menyalurkannya ke tanah melalui pondasi.
Adapula yang harus diperhatikan pada komponen struktural, yaitu beban internal

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
11
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
(gaya-gaya dalam) dan gaya lateral. Beban internal adalah gaya yang berasal dari
 
dalam bangunan seperti beban bangunan itu sendiri. Beban yang ada pada
  bangunan terbagi dua yaitu beban mati dan beban hidup.
  II.4.1. Beban Mati Tambahan (Superimposed Dead Load)

  Berdasarkan PPPURG tahun 1987, beban mati adalah berat dari semua
bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur
 
tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap
 
yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung yang dapat
  diperhitungkan pada gedung dengan struktur beton bertulang yaitu:

  1. Berat sendiri bahan bangunan: = 2.400 kg/m3 = 23,54 kN/m2


beton bertulang
 
2. Berat komponen gedung:
Adukan per cm tebal dari semen = 21 kg/m2 = 0,21 kN/m2
Dinding bata ringan = 100 kg/m2 = 0,98 kN/m2
Langit-langit = 11 kg/m2 = 0,11 kN/m
Penggantung langit-langit = 7 kg/m2 = 0,07 kN/m2

II.4.2. Beban Hidup (Live Load)


Menurut SNI 1727-2013, beban hidup akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung yaitu:
1. Partisi = 0,72 kN/m2
2. Koridor lantai pertama, lobi, ruang pertemuan, = 4,79 kN/m2
balkon, tangga gimnasium
3. Koridor di atas lantai pertama = 3,83 kN/m2
4. Kantor = 2,40 kN/m2
5. Apartemen = 1,92 kN/m2
6. Atap = 0,96 kN/m2
7. Ruang mesin elevator = 1,33 kN/m2
8. Parkir = 1,92 kN/m2
Menurut SNI 1727-2013 struktur, komponen, dan pondasi harus dirancang
sedemikian rupa sehingga kekuatan desainnya sama atau melebihi efek dari beban
terfaktor dalam kombinasi berikut:

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
12
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
1) 1,4DL
 
2) 1,2DL + 1,6LL + 0,5 (Lr atau S atau R)
  3) 1,2DL + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0.5W)
  4) 1,2DL + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R)

  5) 1,2DL + 1,0E + 0,2S


6) 0,9DL + 1,0W
 
7) 0,9DL + 1,0E
 
keterangan:
  DL = beban mati (dead load)

  LL = beban hidup (live load)


W = beban angin (wind)
 
E = beban gempa (earthquake)
Lr = beban hidup atap (life roof)

II.4.3. Pembebanan Gempa


Beban lateral adalah gaya pada bangunan yang bersifat horizontal
dengan arah yang tidak menentu, seperti beban gempa. Beban gempa
merupakan beban yang bekerja pada struktur akibat dari pergerakan tanah
yang disebabkan karena adanya gempa bumi atau semua beban statik
ekivalen yang bekerja pada gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan
tanah akibat gempa tersebut.
Gempa rencana menentukan pengaruh yang harus ditinjau dalam
perencanaan dan evaluasi struktur bangunan gedung dan non-gedung serta
berbagai bagian dan peralatannya secara umum. Gempa rencana ditetapkan
sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur
struktur bangunan 50 tahunan adalah sebesar 2%. Dengan menggunakan
gempa rencana, struktur dapat dianalisis untuk mendapatkan gaya-gaya
dalam yang berupa momen lentur, gaya geser, gaya normal, dan torsi yang
bekerja pada tiap-tiap elemen struktur. Gaya-gaya dalam ini dikombinasikan
dengan gaya-gaya yang diakibatkan oleh beban mati dan beban hidup.
Menurut SNI 1726-2012, beban gempa direncanakan berdasarkan
lokasi bangunan, fungsi bangunan, serta tinggi bangunan. Lokasi Gedung

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
13
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Intermark Mixed Use Development berada di Kota Jakarta yang memiliki
 
intensitas gempa seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 serta hasil dari
  respon spektra pada Gambar 2.3.
 

Gambar 2. 2 Peta geografis resiko gempa di Indonesia


Sumber: Spektra Indonesia

Gambar 2. 3 Desain spektra


Sumber: Spektra Indonesia

a. Kategori Risiko Bangunan


Menurut SNI 1726 – 2012, kategori risiko bangunan ditentukan dari
fungsi bangunan, seperti terlihat pada Tabel 2.3.

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
14
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Tabel 2. 3 Kategori risiko bangunan
  Sumber: SNI 1726 – 2012
Jenis Pemanfaatan Kategori
 
Risiko
 
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa I
manusia
  pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan
 
- Fasilitas sementara
  - Gudang penyimpanan
-  Rumah jaga dan stuktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain kecuali yang termasuk dalam kategori II
 
risiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
  - Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/rumah susun
- Pusat perbelanjaan/mall
- Bangunan industry
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa III
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah atau unit gawat
darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung atau struktur lainnya, tidak termasuk dalam kategori risiko IV,
(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,
penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan
bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
15
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di
 
mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan
  oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.
 
Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang IV
 
penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
  - Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas Pendidikan
 
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas
 
bedah dan unit gawat darurat
-  Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta
garasi kendaraan darurat
 
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angina badai, dan
tempat perlindungan darurat lainya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas
lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur pendukung air
atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan
untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang termasuk ke dalam kategori risiko IV.

b. Faktor Keutamaan Gempa


Menurut SNI 1726-2012, faktor keutamaan gempa ditentukan dari
kategori risiko, seperti pada Tabel 2.4.
Tabel 2. 4 Faktor keutamaan gempa
Sumber: SNI 1726 – 2012
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
16
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
c. Klasifikasi Situs
 
Menurut SNI 1726 – 2012, klasifikasi situs ditentukan dari data proyek
  dan dapat dilihat seperti pada Tabel 2.5.
 
Tabel 2. 5 Klasifikasi situs
  Sumber: SNI 1726 – 2012

  Kelas situs vs (m/detik) N atau Nch su (kPa)


SA (batuan keras) >1500 N/A N/A
  SB (batuan) 750 sampai N/A N/A
1500
SC  (tanah keras, 350 sampai 750 >50 ≥100
sangat padat dan
 
batuan lunak)
  SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah lunak) <175 <15 <50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3
m tanah dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Indeks plastisitas, PI > 20
2. Kadar air, w ≥ 40 persen, dan
Kuat geser niralir su < 25 kPa
SF (tanah khusus, Setiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau
yang lebih dari karakteristik berikut:
membutuhkan - Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat
investigasi beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung
geoteknik spesifik sangat sensitif, tanah tersementasi lemah
dan analisis - Lempung sangat organik dan/atau gambut
respons spesifik- (ketebalan H > 3 m)
situs yang - Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H >
mengikuti Pasal 7.5 m dengan Indeks Plastisitas PI > 75)
6.9.1) Lapisan lempung lunak/setengah tegu dengan ketebalan
H > 35 m dengan su < 50 kPa
CATATAN: N/A = tidak dapat dipakai

d. Nilai Ss dan S1
Nilai Ss dan S1 didapat dengan memasukkan koordinat lokasi proyek
ke dalam program Spektra Indonesia.

e. Koefisien Situs, Fa
Menurut SNI 1726–2012, koefisien situs Fa ditentukan dari kelas situs,
seperti pada Tabel 2.6.

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
17
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Tabel 2. 6 Koefisien Situs, Fa
  Sumber: SNI 1726 – 2012
Kelas situs Parameter respons spektral percepatan gempa MCE R
 
terpetakan pada perioda pendek, T=0.2 detik, Ss
  Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1 Ss ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
  SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
  SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
  SF SSb
 
f. Koefisien Situs, Fv
 
Menurut SNI 1726-2012, koefisien situs Fv ditentukan dari kelas situs,
  seperti pada Tabel 2.7.
Tabel 2. 7 Koefisien situs, Fv
Sumber: SNI 1726 – 2012
Kelas situs Parameter respons spektral percepatan gempa MCE R
terpetakan pada perioda 1 detik, S1
S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SS b

g. Nilai SDS dan SD1


Menurut SNI 1726 – 2012, percepatan spektral desain untuk perioda
pendek (SDS) dan pada perioda 1 detik. (SD1) harus ditentukan melalui
perumusan berikut ini:

2
SDS = 3 SMS [II.1]

dimana SMS adalah sebagai berikut:

SMS = Fa x Ss [II.2]

2
SD1 = SM1 [II.3]
3

dimana SM1 adalah sebagai berikut:

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
18
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
SM1 = Fv x S1 [II.4]
 

  h. Spektrum Respon Desain


Menurut SNI 1726 – 2012, spektrum respon desain diperlukan dan
 
prosedur gerak tanah dari spesifik situs tidak digunakan, maka kurva
 
spektrum respon desain (seperti tertera pada Gambar 2.4) harus
  dikembangkan dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut:
  1. Untuk T < T0
𝑇
  Sa = SDS (0,4 + 0,6 ) [II.5]
𝑇0

  2. Untuk T ≥ T0 dan T ≤ Ts
Sa = SDS [II.6]
 
3. Untuk T > Ts
𝑆𝐷1
Sa = [II.7]
𝑇

keterangan:
𝑆
T0 = 0,2 𝑆𝐷1 [II.8]
𝐷𝑆

𝑆
T1 = 𝑆𝐷1 [II.9]
𝐷𝑆

Gambar 2. 4 Kurva spektrum respon desain


Sumber: SNI 1726 – 2012

i. Kategori Desain Seismik


Menurut SNI 1726-2012, kategori desain seismik ditentukan dari nilai
SDS dan SD1, seperti pada Tabel 2.8 dan Tabel 2.9.

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
19
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Tabel 2. 8 Kategori desain seismik menurut nilai SDS
  Sumber: SNI 1726 – 2012
Kategori risiko
  Nilai SDS
I atau II atau III IV
  SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33
  ≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
 
Tabel 2. 9 Kategori desain seismik menurut nilai SD1
  Sumber: SNI 1726 – 2012
Kategori risiko
  Nilai SD1
I atau II atau III IV
  SD1 < 0,067 A A
0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C
  0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D

j. Faktor R, Ω0, dan Cd dari Sistem Penahan Gaya Gempa


Menurut SNI 1726 – 2012, faktor R, Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan
gaya gempa sesuai sistem struktur pada proyek dapat dilihat pada Tabel
2.10.
Tabel 2. 10 Faktor R, Cd, dan Ω0 untuk sistem penahan gaya gempa
Sumber: SNI 1726 – 2012

Faktor Faktor Batasan sistem struktur


Koefisien
Sistem kuat- pembesa dan batasan tinggi
modifikasi
penahan-gaya lebih ran struktur, hn (m)c
respons,
seismik sistem, defleksi, Kategori desain seismik
Ra
Ω0g Cdb B C Dd Ed Fe
Rangka beton
bertulang
8 3 51⁄2 TB TB TB TB TB
pemikul momen
khusus
Rangka beton
bertulang
5 3 41⁄2 TB TB TI TI TI
pemikul momen
menengah
Rangka beton
bertulang
3 3 21⁄2 TB TI TI TI TI
pemikul momen
biasa

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
20
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
k. Prosedur Analisis
 
Menurut SNI 1726-2012, prosedur analisis yang boleh digunakan
  yaitu, sesuai Tabel 2.11.
  Tabel 2. 11 Prosedur Analisis yang Boleh Digunakan
Sumber: SNI 1726 – 2012
  Analisis
Analisi Prosedur
gaya
  Kategori spektrum riwayat
lateral
desain Karakteristik struktur respons respons
ekivalen
  seismik ragam seismik
Pasal
Pasal 7.9 Bab 11
  7.8
B, C Bangunan dengan Kategori Risiko I I I
  I atau II dari konstruksi rangka
ringan dengan ketinggian tidak
  melebihi 3 tingkat
Bangunan dengan Kategori Risiko I I I
I atau II, dengan ketinggian tidak
melebihi 2 tingkat
Semua struktur lainnya I I I
D, E, F Bangunan dengan Kategori Risiko I I I
I atau II dari konstruksi rangka
ringan dengan ketinggian tidak
melebihi 3 tingkat
Bangunan lainnya dengan I I I
Kategori Risiko I atau II dengan
ketinggian tidak melebihi 2 tingkat
Struktur beraturan dengan T < 3,5 I I I
Ts dan semua struktur dari
konstruksi rangka ringan
Struktur tidak beraturan dengan T I I I
< 3,5 Ts dan mempunyai hanya
ketidakteraturan horizontal Tipe 2,
3, 4, atau 5 dari Tabel 10 atau
ketidakteraturan vertikal Tipe 4,
5a, atau 5b dari Tabel 11
Semua struktur lainnya TI I I
CATATAN: I= diijinkan, TI= tidak diijinkan

l. Analisis Spektrum Respon Ragam


Analisis spektrum respon ragam dilakukan dengan menentukan berat
seismik efektif (W), menentukan perioda fundamental (T), menghitung
koefisien seismik (Cs), menghitung base shear atau gaya dasar seismik (V).

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
21
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
1) Menentukan Berat Seismik Efektif (W)
 
Perhitungan berat total bangunan menggunakan program ETABS
  v.16.03 dengan kombinasi beban U = 1,2 DL + 1,2 SDL + 0,5 LL.
  Dengan menggunakan gaya normal kolom tiap lantai.

  2) Menentukan Perioda Fundamental (T)


Perioda yang dihitung, yaitu perioda fundamental pendekatan
 
(Ta), perioda empiris (T), dan perioda hasil permodelan (Tx dan Ty).
 
Perioda fundamental pendekatan (Ta) dihitung menggunakan rumus:
  Ta = Ct hnx [II.10]

  keterangan:
Ct = Sesuai Tabel 2.12
 
x = Sesuai Tabel 2.12
hn = ketinggian struktur dari dasar hingga tingkat tertinggi (m)
W = berat seismik efektif

Tabel 2. 12 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x


Sumber: SNI 1726 – 2012
Tipe Struktur Ct X
Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100
persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau
dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan
mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa
Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,0731a 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75
Semua sistem struktur lainnya 0,0488a 0,75

perioda empiris (T) dihitung dengan menggunakan rumus:


T = Cu Ta [II.11]
keterangan:
Cu = ditentukan sesuai Tabel 2.13
Ta = perioda fundamental pendekatan.

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
22
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Tabel 2. 13 Koefisien untuk batas pada perioda yang dihitung
  Sumber: SNI 1726 – 2012
Parameter percepatan respons
  Koefisien Cu
spectral desain pada 1 detik, SD1
  ≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
  0,2 1,5
0,15 1,6
  ≤ 0,1 1,7

  3) Koefisien Respon Seismik (Cs)


  Menurut SNI 1726-2012, koefisien respon seismik (Cs) harus
ditentukan sesuai dengan persamaan:
 
𝑆𝐷𝑆
Cs = 𝑅 [II.12]
  𝐼𝑒

keterangan:
SDS = parameter percepatan spektrum respon desain dalam
rentang perioda pendek
R = faktor modifikasi respons
Ie = faktor keuamaan gempa.

4) Base Shear atau Gaya Dasar Seismik (V)


Menurut SNI 1726-2012, geser dasar seismik (V) dalam arah yang
ditetapkan harus sesuai dengan persamaan berikut:
V = Cs W [II.13]
keterangan:
Cs = koefisien respons seismik
W = berat seismik efektif

5) Skala Gaya
Menurut SNI 1726 – 2012, bila perioda fundamental yang
dihitung (Ta) lebih besar dari T= Cu Ta, maka T harus digunakan.
Kombinasi respon untuk geser dasar ragam (Vt) < 0,85 dari geser
𝑉
dasar yang dihitung (V), maka gaya harus dikalikan 0,85 .
𝑉𝑡

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
23
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
II.5. Analisis Elemen-Elemen Struktur
 
II.5.1. Elemen Struktur Pelat
  Pelat merupakan elemen horizontal struktur yang mendukung beban
  mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari

  sistem struktur. Pelat merupakan struktur bidang (permukaan) yang lurus,


yang tebalnya jauh lebih kecil dibanding dengan dimensi elemen struktur
 
lain. Dalam menganalisis elemen struktur pelat lantai ada 2 (dua) analisis
 
yaitu:
  II.5.1.1 Ketebalan Pelat

  Dalam menganalisis ketebalan elemen struktur pelat ada


beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pelat dibedakan menjadi
 
pelat satu arah dan dua arah, dalam menentukan arah pelat atau
menentukan rasio bentang panjang terahadap bentang pendek dapat
menggunakan persamaan berikut:
𝑙𝑦
β =𝑙 [II.14]
𝑥

Pada pelat terdapat panjang bentang bersih yang dapat diketahui


dengan menggunakan persamaan berikut:
𝑏𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘 𝑏𝑏𝑎𝑙𝑜𝑘
ln = ly - - [II.15]
2 2

Tebal minimum (hmin) pada pelat dapat diketahui dengan cara primary
design mengacu pada SNI 2847-2013 Tabel 9.5 (c) seperti tertera pada
Tabel 2.14.
Tabel 2. 14 Tebal Minimum Pelat
Sumber: SNI 2847-2013

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
24
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Dalam menentukan nilai tebal pelat (h) hitung terlebih dahulu nilai
 
rata-rata (α) semua balok tepi panel (αfm) dengan menggunakan
  persamaan berikut:
𝐼𝑏
  αfm = 𝐼𝑝 [II.16]
  dimana,
1
  Ib = 12 x b x h3 [II.17]
1
  Ip = 12 x ly x hmin3 [II.18]
  keterangan:
  β = rasio bentang panjang terhadap bentang pendek pelat
ly = bentang panjang pelat (mm)
 
lx = bentang pendek pelat (mm)
ln = panjang bentang bersih pelat (mm)
αfmb= nilai rata-rata untuk semua tipe balok panel
lb = Inersia balok (mm4)
l = Inersia pelat (mm4)
Nilai tebal pelat (h) yang dipakai didasarkan pada SNI 2847-
2013. Untuk pelat dengan balok yang membentang di antara tumpuan
pada semua sisinya, tebal pelat (h) harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a. Untuk αfm yang sama atau lebih kecil dari 0,2, perhitungan (h)
menggunakan Tabel 2.14.
b. Untuk αfm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0 (hmin) tidak
boleh kurang dari:
𝑓𝑦
𝑙𝑛 (0,8+ )
h = 36+5𝛽(𝛼 1400
[II.19]
𝑓𝑚− 0,2)

dan tidak boleh kurang dari 90 mm.


c. Untuk αfm lebih besar dari 0,2, ketebalan pelat minimum (hmin)
tidak boleh kurang dari:
𝑓𝑦
𝑙𝑛 (0,8+ )
h = 36+9𝛽
1.400
[II.20]

dan tidak boleh kurang dari 90 mm.

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
25
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
II.5.1.2 Kapasitas Pelat
 
Dalam menganalisis kapasitas elemen struktur pelat ada hal yang
  perlu diperhatikan, yaitu:
  a. Nilai jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tarik

  longitudinal (d), yaitu:


𝐷
d = h – sb - [II.21]
  2

b. Nilai luas tulangan pelat (A1), yaitu:


 
1
A1 = 4 x 𝜋 x D2 [II.22]
 
c. Menghitung nilai rasio penulangan balance (ρb) dengan
 
menggunakan persamaan berikut:
  0,85 𝑥 𝑓′ 𝑐 𝑥 𝛽1 600
ρb = x (600+𝑓 ) [II.23]
𝑓𝑦 𝑦

keterangan:
𝑓′ 𝑐−28
β1 = 0,85 - ( ) x 0,05 [II.24]
7

d. Nilai luas tulangan (As) untuk pelat daerah tumpuan dan lapangan
arah x maupun arah y yaitu:
𝑏 𝑏 𝑏
As = ((𝑠 + 𝑠 + 𝑠 +…..) x A1) [II.25]
1 2 2

e. Nilai tinggi blok tegangan persegi ekivalen (a), yaitu:


𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑦
a = 0,85 𝑥 𝑓 𝑥𝑏
[II.26]
𝑐′

f. Nilai momen nominal (Mn), yaitu:


𝑎
Mn= As x fy x (d - 2 ) [II.27]

g. Kuat lentur pada elemen struktur pelat pada seluruh bentang pelat
memiliki syarat sebagai berikut:
|ØMn| ≥ |Mu| [II.28]
keterangan:
besarnya nilai faktor reduksi (Ø) menurut SNI 2847-2013, yang
disediakan oleh komponen struktur sehubungan dengan lentur
yaitu dengan menggunakan persamaan berikut:
𝑑−𝑐
ɛt = x ɛc [II.29]
𝑐

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
26
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
keterangan:
  𝑎
c= 𝛽 [II.30]
1
 
sehingga nilai faktor reduksi dapat ditentukan dengan
 
menggunakan Gambar 2.5.
 

Gambar 2. 5 Variasi nilai faktor reduksi (∅)


Sumber: SNI 2847-2013
h. Kontrol rasio penulangan pelat, yaitu:
• Kontrol rasio penulangan minimum (ρmin) dengan
menggunakan persamaan berikut:
1,4
ρmin = [II.31]
𝑓𝑦

√𝑓𝑐′
ρmin = 4𝑓𝑦
[II.32]

• Kontrol rasio penulangan aktual (ρaktual) dengan menggunakan


persamaan berikut:
𝑨𝒔𝒂𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍
ρaktual = [II.33]
𝑏𝑥𝑑

dari kedua nilai tersebut diambil nilai yang terbesar.


• Kontrol rasio tulangan maksimum (ρmaks) dengan
menggunakan persamaan berikut:
ρmax = 0,75 x ρb [II.34]
Dari ketiga hasil kontrol rasio penulangan tersebut, dilakukan
pengecekan rasio tulangan yang memenuhi persyaratan berikut:
ρmin ≤ ρaktual ≤ ρmax

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
27
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
keterangan:
 
d = Jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tarik
  longitudinal (mm)
  h = Tebal pelat

  sb = Selimut beton (mm)


D = Diameter tulangan spiral (mm)
 

 
II.5.2. Elemen Struktur Balok
  Balok merupakan elemen struktur yang berfungsi untuk

  mendistribusikan beban dari pelat maupun berat sendiri pada kolom. Balok
menahan gaya-gaya yang bekerja dalam arah transversal terhadap sumbunya
 
yang mengakibatkan terjadinya lendutan. Elemen struktur balok menerima
beban dari pelat lantai dan kemudian disalurkan ke kolom.
Pada penampang elemen struktur balok beton bertulang terdapat
distribusi regangan seperti pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Regangan dan gaya dalam pada penampang elemen struktur balok persegi tulangan
ganda

II.5.2.1 Analisis Kapasitas Elemen Struktur Balok


Analisis kapasitas elemen struktur balok dilakukan untuk
mengetahui nilai momen nominal (Mn) ada beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam menganalisis penampang balok persegi tulangan
ganda, yaitu:
a. Nilai luas tulangan tarik (As) dan tekan (As’):
1
As = ∑Tul. Tarik x (4 x Dtul 2) [II.35]
1
As’ = ∑Tul. Tekan x ( x Dtul 2) [II.36]
4

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
28
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
b. Nilai tinggi efektif beton (dt), nilai tinggi efektif beton tulangan
 
tarik (d) dan nilai tinggi efektif beton tulangan tekan (d’), yaitu:
 
1 1
  (𝑛𝐴𝑠1 𝑥 𝑥 𝜋 𝑥 𝐷2 ) 𝑥 𝑑𝑡)+(𝑛𝐴𝑆2 𝑥 𝑥 𝜋 𝑥 𝐷2 ) 𝑥 (𝑑𝑡−𝑠)
d= 4 4
[II.37]
𝐴𝑠
 
keterangan:
  𝐷𝑡𝑢𝑙
dt = h – sb – Dsengkang - [II.38]
2
  1 𝐷 1 𝐷
(𝑛𝐴𝑠1′ 𝑥 𝑥 𝜋 𝑥 𝐷2 ) 𝑥 (𝑠𝑏 + ) + (𝑛𝐴𝑠2′ 𝑥 𝑥 𝜋 𝑥 192 ) 𝑥 (𝑠𝑏+ +𝑆)
d’= 4 2 4 2
[II.39]
  𝐴𝑠 ′+∅

c. Nilai c asumsi jika tulangan tekan leleh, yaitu:


 
(𝐴𝑠 −𝐴𝑠 ′) 𝑥 𝑓𝑦
c= [II.40]
  0.85 𝑥 𝑓′𝑐 𝑥 𝑏 𝑥 𝛽1

d. Menghitung nilai rasio tulangan tekan dan tulangan balance (ρb)


dengan menggunakan persamaan berikut:
𝐴 ′
ρ’ = 𝑏 𝑥𝑠𝑑′ [II.41]
0,85 𝑥 𝑓′ 𝑐 𝑥 𝛽1 600
ρb = x (600+𝑓 ) [II.42]
𝑓𝑦 𝑦

keterangan:
𝑓′ 𝑐−28
β1 = 0,85 - ( ) x0,05 [II.43]
7

e. Kontrol tulangan tekan leleh atau belum leleh


1. Kontrol Tulangan Leleh
fs’ > fy, atau fs’= fy
𝑐−𝑑′ 𝑓𝑦
𝜀𝑠′ = x 𝜀𝑐 ≥ 𝜀𝑦 = 𝐸𝑠 [II.44]
𝑐

2. Kontrol Tulangan Belum Leleh


𝑐−𝑑′ 𝑓𝑦
𝜀𝑠′ = x 𝜀𝑐 ≤ 𝜀𝑦 = [II.45]
𝑐 𝐸

Rumus Persamaan kuadrat apabila nilai fs’ = fy


− 𝐵+ √𝐵²−4𝐴𝑐
c= [II.46]
2𝐴

keterangan:
A = 0,85 x f’c x b x β1 [II.47]
B = (0,003 x As’x E) – (As x fy) [II.48]
c= - (0,003 x As’ x E x d’) [II.49]

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
29
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
maka, nilai (fs’) yaitu:
  𝑐 − 𝑑′
fs’ = x 0,003 x E [II.50]
𝑐
 
f. Menghitung nilai momen nominal (Mn) dengan menggunakan
 
persamaan berikut:
𝑎
 
Mn = (Cc x (d - )) + (Cs x (d – d’) [II.51]
2
 
g. Kontrol rasio penulangan balok, yaitu:
  a.) Kontrol rasio penulangan aktual (ρaktual) dengan menggunakan
  persamaan berikut:
𝑨𝒔𝒂𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍
  ρaktual = [II.52]
𝑏𝑥𝑑

  b.) Kontrol rasio penulangan minimum (ρmin) dengan menggunakan


persamaan berikut:
1,4
ρmin = 𝑓𝑦
[II.53]

√𝑓𝑐′
ρmin = [II.54]
4𝑓𝑦

dari kedua nilai tersebut diambil nilai yang terbesar.


c.) Kontrol rasio tulangan maksimum (ρmaks) dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝑓𝑠 ′
ρmax = 0,75 x ρb + ρ’ x [II.55]
𝑓𝑦

Dari ketiga hasil kontrol rasio penulangan tersebut, dilakukan


pengecekan rasio tulangan yang memenuhi persyaratan berikut:
ρmin ≤ ρaktual ≤ ρmax
keterangan:
As = tulangan tarik (mm)
As’= tulangan tekan (mm)
dt = nilai tinggi efektif beton (mm)
d = nilai tinggi efektif beton tulangan tarik (mm)
d’ = nilai tinggi efektif beton tulangan tekan (mm)
c = jarak dari serat terjauh ke sumbu netral (mm)
𝑓𝑦 = nilai kuat tarik baja (MPa)

𝑓′𝑐 = nilai kuat tekan beton (MPa)

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
30
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
II.5.2.2 Kapasitas Balok terhadap Geser
 
Analisis kapasitas balok terhadap geser dapat dilakukan denan
  cara berikut, yaitu:
  a. Menghitung nilai (d) dengan menggunakan persamaan berikut:
1
  d = h – sb - 2 Dtul.utama – Dtul.geser [II.56]

  b. Menghitung nilai luas tulangan geser (As dan Av) dengan


menggunakan persamaan berikut:
 
1
As = 4 x 𝜋 x D2 [II.57]
 
Av = 2 x As [II.58]
 
c. Menghitung besarnya kuat geser nominal penampang (Vc) dengan
  menggunakan persamaan berikut:
Vc = 0,17 x λ x √𝑓′𝑐 x bw x d [II.59]
keterangan:
Vc = kuat geser nominal ysng disumbangkan oleh beton (N)
λ = untuk beton normal nilai 1
f’c = mutu beton (MPa)
bw = lebar balok (mm)
d = jarak serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik
longitudinal (mm)
d. Menghitung besarnya kuat geser yang ditahan oleh tulangan
sengkang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur
(Vs) dengan menggunakan persamaan berikut:
𝐴𝑣 𝑥 𝑓𝑦 𝑥 𝑑 2
Vs = < √𝑓′𝑐 b d [II.60]
𝑠 3
keterangan:
Vs = kuat geser akibat tulangan sengkang (N)
Av = luas tulangan geser untuk dua kaki (mm2)
fs = tegangan leleh baja tulangan (MPa)
d = tinggi efektif balok (mm)
s = jarak antar tulangan sengkang (mm)
e. Menghitung nilai kekuatan geser nominal (Vn) dengan
menggunakan persamaan berikut:

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
31
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Vn = Vs + Vc [II.61]
 
Penampang balok perlu ditinjau terhadap gaya geser dengan
  persamaan sebagai berikut:
  ØVn ≥ Vu [II.62]

  keterangan:
Ø = faktor reduksi kekuatan terhadap geser; Menurut SNI
 
2847-2013 pasal 9.3.2.3 nilai faktor reduksi untuk geser
 
dan torsi diambil sebesar 0,75.
  Vu = kuat geser terfaktor penampang yang ditinjau (N)

  Vn = kuat geser nominal penampang (N)

 
II.5.3. Elemen Struktur Kolom
Kolom adalah elemen struktur vertikal sistem rangka bangunan yang
menyangga beban aksial, dengan atau tanpa momen. Kolom meneruskan
beban dari lantai tingkat atas ke lantai tingkat bawah sampai ke tanah
melalui pondasi. Kolom juga merupakan komponen struktur dengan dimensi
penampang tidak lebih besar dari rasio tingginya.
II.5.3.1 Lentur Biaksial
Perencanaan kolom selama ini dibebani aksial dengan momen
pada satu arah, sementara pada nyatanya kolom menerima beban
aksial dan momen yang bekerja pada dua sumbu atau disebut lentur
biaksial. Kolom lentur biaksial dimana lentur terhadap dua sumbu
akan mempunyai eksentrisitas pada kedua sumbu yaitu ex dan ey.
Ilustrasi kolom yang dibebani biaksial dapat dijelaskan pada Gambar
2.7.

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
32
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Gambar 2. 7 Beban biaksial pada kolom
 
Untuk kolom persegi, jika dibebani lentur terhadap sumbu x dan
 
y, momen biaxial dapat dihitung dengan metode Equivalent
  Eccentricity.
Eksentrisitas biaksial, ex dan ey, dapat diganti dengan
eksentrisitas uniksial ekuivalen, e0x dan e0y, dan kolom didesain untuk
menerima lentur uniaksial dan beban aksial. ex merupakan komponen
eksentrisitas paralel dengan sumbu x dan sebagai momen di sumbu y,
My .
Muy = Pu ex [II.63]
Mux = Pu ey [II.64]
𝑒𝑥 𝑒𝑦
Jika > sehingga nilai momen terfaktor M0y = Pu e0x, dimana
𝑥 𝑦
𝑃𝑢
𝑓′𝑐 𝐴𝑔
> 0.4 [II.65]

𝑃𝑢 𝑓𝑦 +276.000
maka α = (0,5 + ) ≥ 0,5 [II.66]
𝑓′𝑐 𝐴𝑔 690.000

nilai ex dan ey didapatkan dari persamaan berikut


𝑀𝑢𝑥
ey = [II.67]
𝑃𝑢
𝑀𝑢𝑦
ex = [II.68]
𝑃𝑢
𝛼𝑒𝑦 𝑥
e0x = ex + [II.69]
𝑦

II.5.3.2 Diagram Interaksi


Diagram interaksi adalah diagram yang menunjukkan hubungan
interaksi antara kuat tarik atau kuat tekan dengan kuat lentur atau
eksentrisitas penampang sehingga dapat diketahui kekuatan

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
33
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
penampang kolom terhadap beban aksial dan momen lentur. Bentuk
 
diagram interaksi yang biasa digunakan adalah hubungan antara gaya
  aksial (P) dan momen lentur (M) seperti dapat dilihat pada Gambar
  2.10.

Gambar 2. 8 Diagram interaksi Mn - Pn

a. Lentur Murni

Pada kondisi ini gaya lentur murni yang terjadi pada penampang
kolom yaitu beban aksial (Pn) adalah 0. Menghitung nilai lentur murni
(Mn) dengan cara:
𝑎
Mn = As fy (d - ) [II.70]
2
𝐴𝑠 𝑓𝑦
sedangkan a = [II.71]
0,85 𝑓′ 𝑐 𝑏

b. Titik Seimbang (Mnb dan Pnb)


Metoda keruntuhan seimbang (tarik dan tekan) dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan:
ɛ𝑐
Cb = d - [II.72]
ɛ𝑐 + ɛ𝑦

keterangan: ɛc = 0,003
0,003
Cb = d -
0,003 + ɛ𝑦

𝑓𝑠
ɛy = [II.73]
𝐸𝑠

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
34
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Es = 200.000 MPa
 
600𝑑
maka Cb = d -
  600𝑑 + ɛ𝑦

 
mengitung nilai ab:
a = β1 Cb (nilai a ≤ h) [II.74]
 
600𝑑
f’s = ɛy Es ≤ fy [II.75]
  600𝑑 + ɛ𝑦

  Setelah itu menghitung gaya-gaya internal tekan C dan T.


C = 0,85 f’c b a [II.76]
 
T’ = As’ f’s [II.77]
 
T = A s fy [II.78]
  Setelah diketahui gaya-gaya internal kemudian mencari nilai beban
seimbang (Pnb), nilai momen seimbang (Mnb), dan nilai eksentrisitas
dengan menggunakan persamaan:
Pnb = C + T’ – T [II.79]
ℎ 𝑎 ℎ ℎ
Mnb = C (2 − 2 ) + T’ (2 − 𝑑′) + T (𝑑 − 2 ) [II.80]
𝑀𝑛𝑏
eb = [II.81]
𝑃𝑛𝑏

c. Keruntuhan Tarik
Keruntuhan tarik merupakan kondisi dimana kolom mengalami
keadaan keruntuhan tarik. Mode keruntuhan tarik ini mengasumsikan
nilai C dengan ketentuan C ≤ Cb (nilai C yang diasumsikan lebih dari 1
buah). Setelah mengasumsikan nilai C, lalu dihitung kembali
menggunakan Persamaan II.74 sampai Persamaan II.81 dengan
ketentuan mengganti nilai Cb dengan nilai C yang telah diasumsikan.
d. Keruntuhan Tekan
Keruntuhan tekan ini merupakan kondisi dimana kolom mengalami
keadaan keruntuhan tekan. Mode keruntuhan tekan ini mengasumsikan
nilai C dengan ketentuan C > Cb (nilai C yang diasumsikan lebih dari 1
buah). Sama seperti mode keruntuhan tarik, lalu menghitung kembali
dengan menggunakan Persamaan II.74 sampai Persamaan II.81 dengan
ketentuan mengganti nilai Cb dengan nilai C yang telah diasumsikan.

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
35
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
II.5.3.3 Stabilitas Struktur Kolom
 
Menurut SNI 2847-2013 suatu tingkat pada struktur boleh
  dianggap tidak bergoyang bila:
  ∑𝑃𝑢 ∆0
Q= ≤ 0,05 [II.82]
𝑉𝑢𝑠 𝑙𝑐
 
keterangan:
  Q = indeks stabilitas
  ∑Pu = beban vertikal terfaktor total

 
Vus = gaya geser tingkat horizontal pada tingkat yang
dievaluasi
 
∆0 = defleksi larteral orde pertama antara tepi atas dan
 
bawah tingkat tersebut akibat Vus

II.5.3.4 Kelangsingan Kolom


Kelangsingan pada kolom dapat dinyatakan dalam suatu rasio
yang disebut rasio kelangsingan. Kolom langsing yaitu kolom yang
kekuatannya terkurangi dengan adanya defleksi lateral. Adapun rasio
kelangsingan dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝑘𝑙𝑢
λ= [II.83]
𝑟
Untuk struktur tekan yang tidak dikekang (braced) terhadap goyangan
menyamping:
𝑘𝑙𝑢
≤ 22 [II.84]
𝑟
Untuk struktur tekan yang dikekang (braced) terhadap goyangan
menyamping:
𝑘𝑙𝑢
≤ 34 – 12 (M1/M2) ≤ 40 [II.85]
𝑟
keterangan:
k = faktor panjang efektif tekuk dari kolom (dari diagram
monogram Gambar 2.9)

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
36
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar 2. 9 Diagram monogram untuk menentukan faktor tekuk (k)


Sumber: SNI 2847 – 2013

lu = tinggi kolom atau jarak bersih kolom


r = radius girasi penampang kolom (0,3h untuk penampang
persegi 0,25d untuk penampang bulat, untuk penampang
𝐼
lainnya hitung penampang bruto r = √𝐴)

𝐴 𝑀𝑢
I = (0,80 + 25 𝐴𝑠𝑡 ) (1 − )Ig ≤ 0,875 Ig [II.86]
𝑔 𝑃𝑢 ℎ

I tidak perlu diambil lebih dari 0,35Ig.


𝐸𝐼 𝑘
∑( )
Ψ= 𝑙𝑘
𝐸𝐼 𝑏 [II.87]
∑( 𝑙𝑏 )

keterangan:
ΨA = kekakuan relaltif untuk kolom pada bagian atas
ΨB = kekakuan relatif untuk kolom pada bagian bawah

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
37
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
II.6. Perkuatan Elemen Struktur pada Beton
 
II.6.1. FRP (Fiber Reinforced Polymer)
  Metode Fiber Reinforced Polymer (FRP) adalah metode perkuatan
  dengan cara membungkus elemen struktur dengan menggunakan material

  fiber untuk meningkatkan kuat tekan beton dan meningkatkan kapasitas


momen. Selain itu, perkuatan dengan metode ini akan meningkatkan
 
kekuatan geser dan kuat tekan. Metode ini telah digunakan pada struktur
 
yang terkena korosi dan pada aplikasi yang membutukan batang non-
  magnetik. Jenis yang umum adalah GFP (dibuat dengan serat kaca), AFRP

  (dibuat dengan serat Aramid), dan CFRP (dibuat dengan serat karbon).
Pelaksanaan metode ini pada dasarnya adalah dengan memasang lembaran
 
fiber pada permukaan beton (MacGergor, 1992).
Perkuatan jenis ini digunakan pada elemen struktur pelat dan balok
penggunaannya tergantung pada jenis material dan proses aplikasinya di
lapangan yang digolongkan pada metode pemasangannya (Karbhari, dkk.
2001). Sedangkan perkuatan untuk elemen struktur balok dan pelat mengacu
pada ACI 440.2R. Metode FRP yang digunakan pada elemen struktur pelat
dan balok menggunakan metoda penguatan lentur dari balok beton bertulang
interior dengan laminasi FRP seperti terlihat pada Gambar 2.10

Gambar 2. 10 Perkuatan balok menggunakan metode laminasi FRP


Sumber: ACI 440.2R-08

Adapun langkah-langkah perhitungan tersebut, yaitu:


a. Langkah 1-Menghitung sifat desain material FRP, seperti terlihat pada
Gambar 2.11 dengan menggunakan persamaan berikut:

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
38
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
Gambar 2. 11 Diagram blok regangan beton bertulangan dengan menggunakan FRP
  𝑓𝑓𝑢 = 𝐶𝐸 x 𝑓𝑓𝑢

[II.88]

 
𝜀𝑓𝑢 = 𝐶𝐸 x 𝜀𝑓𝑢

[II.89]
b. Langkah 2-Menghitung sifat-sifat penguatan FRP eksternal seperti
 
terlihat pada Gambar 2.12
 

Gambar 2. 12 Kedalaman efektif sistem FRP


Perhitungan tersebut dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
𝐴𝑓 = 𝑛𝑡𝑓 x 𝑤𝑓 [II.90]
𝑛𝑡𝑓 = 𝑛𝑓 x 𝑡𝑓 [II.91]
keterangan:
𝑓𝑓𝑢 = desain kekuatan tarik utama (MPa)
𝜀𝑓𝑢 = desain pecah regangan penguatan FRP (mm/mm)
𝐶𝐸 = faktor reduksi lingkungan

𝑓𝑓𝑢 = kekuatan tarik utama dari bahan FRP (MPa)

𝜀𝑓𝑢 = regangan pecah dari bahan FRP (mm/mm)
𝐴𝑓 = area penguat eksternal FRP (mm2)
𝑤𝑓 = lebar lapisan penguat FRP (mm)
𝑛𝑓 = asumsi lapisan yang digunakan (lapis)

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
39
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
c. Langkah 3-Menentukan keadaan regangan
 
𝑀𝐷𝐿 𝑥 (𝑑𝑓 −𝑘 𝑥 𝑑)
𝜀𝑏𝑖 = [II.92]
𝐼𝑐𝑟 𝑥 𝐸𝑐
 
k = √𝑘1 + 𝑘2 – k3 [II.93]
 
𝐸 𝐸𝑓
k1 = [𝜌𝑠 𝑥 (𝐸𝑠 ) + 𝜌𝑓 𝑥 ( 𝐸 ) ] ² [II.94]
  𝑐 𝑐

𝐸 𝐸𝑓 ℎ
  k2 = 2 x [𝜌𝑠 𝑥 (𝐸𝑠 ) + 𝜌𝑓 𝑥 ( 𝐸 ) 𝑥 (𝑑)] [II.95]
𝑐 𝑐

𝐸 𝐸𝑓
  k3 = [𝜌𝑠 𝑥 (𝐸𝑠 ) + 𝜌𝑓 𝑥 ( 𝐸 ) ] [II.96]
𝑐 𝑐

  𝐴
𝜌𝑠 = 𝑏 𝑥𝑠𝑑 [II.97]
  𝐴𝑓
𝜌𝑓 = [II.98]
𝑏𝑥𝑑
 
menghitung nilai Icr
𝑐3
Icr = (b x ) + (𝜂𝑠 𝑥 𝐴𝑠 𝑥 ((𝑑 − 𝑐 )2 ) [II.99]
3
𝐸
𝜂𝑠 = 𝐸𝑠 [II.100]
𝑐

d. Langkah 4-Menentukan strain desain dari sisten FRP


𝑓′𝑐
𝜀𝑓𝑑 = 0,41 x √𝑛 ≤ 0,9 x 𝜀𝑓𝑢 [II.101]
𝑓 𝑥 𝐸𝑓 𝑥 𝑡𝑓

keterangan:
𝜀𝑏𝑖 = tingkat regangan pada substrat beton pada saat instalasi FRP
(mm/mm)
K = rasio kedalaman sumbu netral ke kedalaman penguat diukur dari
serat kompresi ekstrim
Icr = momen inersia bagian retak (mm4)
𝜂𝑠 = rasio elastisitas modular antara baja dan beton
𝜀𝑓𝑑 = strain penguat FRP yang berikatan secara eksternal (mm/mm)
e. Langkah 5-Menentukan tingkat regangan efektif dalam penguatan FRP
𝑑𝑓 −𝑐
𝜀𝑓𝑒 = 0,003 x ( ) - 𝜀𝑏𝑖 ≤ 𝜀𝑓𝑑 [II.102]
𝑐

f. Langkah 6-Menghitung ketegangan pada baja tulangan yang ada


𝑑−𝑐
𝜀𝑠 = (𝜀𝑓𝑒 + 𝜀𝑏𝑖 ) x ( ) [II.103]
𝑑𝑓 −𝑐

𝑐−𝑑′
𝜀𝑠 ′= ( 𝑐
) x 0,003 [II.104]

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
40
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
g. Langkah 7-Menghitung tingkat keteganga dalam baja tulangan dan FRP
 
𝑓𝑠 = 𝐸𝑠 x 𝜀𝑠 ≤ 𝑓𝑦 [II.105]
 
𝑓𝑠 ′ = 𝐸𝑠 ′ x 𝜀𝑠 [II.106]
  𝑓𝑓𝑒 = 𝐸𝑓 x 𝜀𝑓𝑒 [II.107]
  keterangan:

 
𝜀𝑓𝑒 = tingkat regangan efektif dalam penguatan FRP (mm/mm)
𝜀𝑠 = tingkat regangan di tulangan baja non pratekan (mm/mm)
 
𝜀𝑠 ′ = tingkat regangan di tulangan baja pratekan (mm/mm)
 
𝑓𝑠 = tekanan dalam penguatan baja non pratekan (MPa)
  𝑓𝑠 ′ = tekanan dalam penguatan baja pratekan (MPa)
  𝑓𝑓𝑒 = tekanan efektif dalam FRP (MPa)
h. Langkah 8-Melakukan pemeriksaan kesetimbangan gaya (c)
𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑠 +𝐴𝑓 𝑥 𝑓𝑓𝑒 − 𝐴𝑠 ′ 𝑥 𝑓𝑠 ′
c= [II.108]
0,85 𝑥 𝑓′𝑐 𝑥 𝛽1 𝑥 𝑏

i. Langkah 9-Menghitung momen nominal dari FRP


Mn = Ø x (Mno + ψMn) [II.109]
𝑎
ψMn = ψ x (𝑇𝑓 x (h - 2 )) [II.110]

𝑇𝑓 = 𝐴𝑓 x 𝑓𝑓𝑒 [II.111]
(𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑠 )+ (𝐴𝑓 𝑥 𝑓𝑓𝑒 )− (𝑓𝑠′ 𝑥 𝐴𝑠 ′)
a= [II.112]
(0,85 𝑥 𝑓′ 𝑐 𝑥 𝑏)

j. Langkah 10-Pengecekan hasil perkuatan dan peningkatan perkuatan FRP


Mn ≥ Mu [II.113]
𝑀𝑛 − ∅𝑀𝑛
x 100 [II.114]
∅𝑀𝑛

keterangan:
c = jarak dari serat kompresi ekstrim ke sumbu netral (mm)
Mn = kekuatan lentur nominal (Nmm)
ψ = 0,85, kententuan kontribusi sistem FRP

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
41
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
II.6.2. Steel Jacketing / Steel Plate Bounding
 
Metode perkuatan ini dilakukan dengan membungkus kolom beton
  bertulang terpasang dengan pelat baja. Metode perkuatan ini dapat
  dilakukan dengan cara membungkus kolom pada sudut kolom dengan

  menggunakan adhesive atau drilled-in angkur dan membungkus


keseluruhan sisi kolom secara total seperti terlihat pada Gambar 2.13.
 
Material beton bertulang dan pelat baja berkontribusi terhadap kekuatan
 
struktur, akan tetapi pelat baja memberikan gaya kekang lebih sama seperti
  sengkang pada kolom beton bertulang.

Gambar 2. 13 Perkuatan kolom dengan metode steel jacketing (a) sudut kolom, (b) sisi kolom
(sumber: Fauziah Siti, 2014)
Bahan-bahan yang digunakan untuk metode perkuatan ini adalah
polymer aid dan cement grout non-shrinkage. Bahan-bahan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
A. Polymer Bonding Aid
B. Cement Grout
C. Pelat Baja
Banyak metode untuk menganalisis beton kolom yang terkekang oleh baja
diantaranya metode yang diterapkan pada Eurocode 4 aproksimasi diagram
interaksi dapat dilihat pada Gambar 2.14 dijelaskan pada buku (Siti
Fauziah, 2010), pada karya ilmiah tersebut:

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
42
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

Gambar 2. 14 Aproksimasi diagram interaksi eurocode 4


Sumber: Karya ilmiah

Untuk mendapatkan nilai-nilai yang tertera pada Gambar 2.14


dihitung dengan “equilibrium method” (Siti Fauziah, 2014). Berikut
langkah-langkah perhitungan untuk mendapatkan hasil analisis dengan
metoda tersebut:
1. Nilai N0 dihitung dengan
N0 = Aconc f’c (1 + β Ø) [II.115]
keterangan:
N0 = kuat tekan aksial terfaktor (N)
Aconc = luas penampang beton (mm2)
f’c = mutu beton (MPa)
dimana untuk nilai β dihitung dengan
1
β = 0,21 + [II.116]
√∅
keterangan:
β = parameter kekuatan kolom
Ø = koefisien perbandingan kekuatan baja dengan beton

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
43
 
  D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

 
sementara untuk nilai Ø dihitung dengan menggunakan persamaan
 
berikut:
  𝐴𝑠𝑡𝑒𝑒𝑙 𝑓𝑦 𝑠𝑡𝑒𝑒𝑙 + 𝐴𝑡𝑢𝑙 𝑓𝑦 𝑡𝑢𝑙
Ø = [II.117]
𝐴𝑐𝑜𝑛𝑐 𝑓′𝑐
 
keterangan:
 
Ø = koefisien perbandingan kekuatan baja dengan beton
  Asteel = luas penampang pelat baja (mm2)
  Atul = luas penampang tulangan (mm2)

  Aconc = luas penampang beton (mm2)


fy tul = mutu tulangan baja (MPa)
 
fy steel = mutu pelat baja (MPa)
 
f’c = mutu beton (MPa)
2. Nilai Ms dihitung dengan
Mps = fy steel x S [II.118]
keterangan:
Mps = momen plastis pelat baja (Nmm)
fy steel = mutu pelat baja (MPa)
S = modulus penampang plastis (diambil nilainya sesuai
tebal pelat menggunakan ETABS v.16.03)
3. Nilai M0 diditung dengan
𝐴𝑠𝑡𝑒𝑒𝑙 𝑏′ 𝑡 𝑓𝑦 𝑠𝑡𝑒𝑒𝑙
M0 = Mps + 𝑓𝑦 𝑠𝑡𝑒𝑒𝑙 ( − ) [II.119]
2 2 1.7 𝑓′𝑐

keterangan:
M0 = pusat momen plastis (Nmm)
Mps = momen plastis pelat baja (Nmm)
Asteel = luas penampang pelat baja (mm2)
fy steel = mutu pelat baja (MPa)
b’ = lebar penampang awal + 2x tebal pelat baja (mm)

Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
44
 

Anda mungkin juga menyukai