BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Landasan Penelitian
Tabel 2. 1 Landasan penelitian
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
6
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
II.2. Dasar Teori
Suatu gedung terdiri dari elemen-elemen struktur yang terdiri dari kolom,
balok, dan pelat lantai. Elemen-elemen tersebut adalah bagian penting dalam
suatu
gedung untuk menyalurkan beban dari lantai atas hingga ke pondasi dan
tanah.
Dalam suatu bangunan gedung pula dilakukan suatu analisis pengujian
untuk mengetahui apa kondisi elemen-elemen tersebut masih layak pakai dan
apakah sesuai dengan apa yang direncanakan.
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
7
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Pengujian tidak dijinkan apabila di bawah permukaan beton terdapat
batang tulangan dengan selimut kurang dari 20 mm. Pada pembacaan hasil
data uji apabila ada yang berbeda lebih dari 6 satuan dari rata-rata 10 titik
bacaab diabaikan dan tentukan nilai rata-rata dihitung dari pembacaan data
yang memenuhi syarat. Bila lebih dari 2 titik bacaan memiliki perbedaan
lebih dari 6 satuan dari nilai rata-rata, maka seluruh rangkaian pembacaan
harus dibatalkan dan tentukan angka pantul pada 10 titik bacaan baru pada
daerah pengujian.
Kelebihan yang didapatkan pada pengujian rebound hammer ini yaitu
pengukuran dapat dilakukan dengan cepat dan tidak merusak struktur beton,
sedangkan kekurangan dalam metode ini yaitu hanya memberikan informasi
mengenai karaterisrik beton pada permukaan.
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
8
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
tempuh kecepatan rambat gelombang. Kuat sinyal yang diterima dan wkatu
tempuh yang terukur dipengaruhi oleh penempatan pasangan tranduser pada
permukaan beton.
Hubungan antar kecepatan rambat gelombang dan keseragaman
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
9
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
jika ingin mengatahui kuat tarik baja. Untuk mengetahui karateristik baja
tulangan yang digunakan dapat dilakukan uji kekerasan baja tulangan
dengan alat uji Brinell yang mengacu pada ASTM E-1802.
Bahan baja yang telah terpengaruh kandungan klorida dan air laut
dalam jangka waktu yang lama akan mengalami kerusakan korosi. Untuk
mengetahui intensitas korosi pada baja tersebut perlu dilakukan pengujian
korosi yang mengacu pada ASTM E-1802 dengan menggunakan alat Canin.
Pada Gambar 2.1 dapat diketaui intensitas korosi sesuai dengan hasil yang
didapatkan dari pengujian.
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
10
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
keterangan:
L1 = panjang benda uji stelah dicapping
Ø = diameter benda uji
Tebal lapisan capping ≤ 10 mm
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
11
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
(gaya-gaya dalam) dan gaya lateral. Beban internal adalah gaya yang berasal dari
dalam bangunan seperti beban bangunan itu sendiri. Beban yang ada pada
bangunan terbagi dua yaitu beban mati dan beban hidup.
II.4.1. Beban Mati Tambahan (Superimposed Dead Load)
Berdasarkan PPPURG tahun 1987, beban mati adalah berat dari semua
bagian dari suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur
tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap
yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung yang dapat
diperhitungkan pada gedung dengan struktur beton bertulang yaitu:
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
12
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
1) 1,4DL
2) 1,2DL + 1,6LL + 0,5 (Lr atau S atau R)
3) 1,2DL + 1,6 (Lr atau S atau R) + (L atau 0.5W)
4) 1,2DL + 1,0W + L + 0,5 (Lr atau S atau R)
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
13
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Intermark Mixed Use Development berada di Kota Jakarta yang memiliki
intensitas gempa seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2 serta hasil dari
respon spektra pada Gambar 2.3.
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
14
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2. 3 Kategori risiko bangunan
Sumber: SNI 1726 – 2012
Jenis Pemanfaatan Kategori
Risiko
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa I
manusia
pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan stuktur kecil lainnya
Semua gedung dan struktur lain kecuali yang termasuk dalam kategori II
risiko I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/rumah susun
- Pusat perbelanjaan/mall
- Bangunan industry
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
Gedung dan struktur lainnya yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa III
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah atau unit gawat
darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung atau struktur lainnya, tidak termasuk dalam kategori risiko IV,
(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,
penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan
bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
15
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di
mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan
oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan struktur lainnya yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang IV
penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas Pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas
bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta
garasi kendaraan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angina badai, dan
tempat perlindungan darurat lainya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas
lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang
dibutuhkan pada saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki
penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun
listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur pendukung air
atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan
untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung dan struktur lainnya yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang termasuk ke dalam kategori risiko IV.
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
16
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
c. Klasifikasi Situs
Menurut SNI 1726 – 2012, klasifikasi situs ditentukan dari data proyek
dan dapat dilihat seperti pada Tabel 2.5.
Tabel 2. 5 Klasifikasi situs
Sumber: SNI 1726 – 2012
d. Nilai Ss dan S1
Nilai Ss dan S1 didapat dengan memasukkan koordinat lokasi proyek
ke dalam program Spektra Indonesia.
e. Koefisien Situs, Fa
Menurut SNI 1726–2012, koefisien situs Fa ditentukan dari kelas situs,
seperti pada Tabel 2.6.
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
17
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2. 6 Koefisien Situs, Fa
Sumber: SNI 1726 – 2012
Kelas situs Parameter respons spektral percepatan gempa MCE R
terpetakan pada perioda pendek, T=0.2 detik, Ss
Ss ≤ 0,25 Ss = 0,5 Ss = 0,75 Ss = 1 Ss ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SSb
f. Koefisien Situs, Fv
Menurut SNI 1726-2012, koefisien situs Fv ditentukan dari kelas situs,
seperti pada Tabel 2.7.
Tabel 2. 7 Koefisien situs, Fv
Sumber: SNI 1726 – 2012
Kelas situs Parameter respons spektral percepatan gempa MCE R
terpetakan pada perioda 1 detik, S1
S1 ≤ 0,1 S1 = 0,2 S1 = 0,3 S1 = 0,4 S1 ≥ 0,5
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2,0 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SS b
2
SDS = 3 SMS [II.1]
SMS = Fa x Ss [II.2]
2
SD1 = SM1 [II.3]
3
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
18
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
SM1 = Fv x S1 [II.4]
2. Untuk T ≥ T0 dan T ≤ Ts
Sa = SDS [II.6]
3. Untuk T > Ts
𝑆𝐷1
Sa = [II.7]
𝑇
keterangan:
𝑆
T0 = 0,2 𝑆𝐷1 [II.8]
𝐷𝑆
𝑆
T1 = 𝑆𝐷1 [II.9]
𝐷𝑆
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
19
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2. 8 Kategori desain seismik menurut nilai SDS
Sumber: SNI 1726 – 2012
Kategori risiko
Nilai SDS
I atau II atau III IV
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤ SDS < 0,33 B C
0,33
≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
Tabel 2. 9 Kategori desain seismik menurut nilai SD1
Sumber: SNI 1726 – 2012
Kategori risiko
Nilai SD1
I atau II atau III IV
SD1 < 0,067 A A
0,067 ≤ SD1 < 0,133 B C
0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
20
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
k. Prosedur Analisis
Menurut SNI 1726-2012, prosedur analisis yang boleh digunakan
yaitu, sesuai Tabel 2.11.
Tabel 2. 11 Prosedur Analisis yang Boleh Digunakan
Sumber: SNI 1726 – 2012
Analisis
Analisi Prosedur
gaya
Kategori spektrum riwayat
lateral
desain Karakteristik struktur respons respons
ekivalen
seismik ragam seismik
Pasal
Pasal 7.9 Bab 11
7.8
B, C Bangunan dengan Kategori Risiko I I I
I atau II dari konstruksi rangka
ringan dengan ketinggian tidak
melebihi 3 tingkat
Bangunan dengan Kategori Risiko I I I
I atau II, dengan ketinggian tidak
melebihi 2 tingkat
Semua struktur lainnya I I I
D, E, F Bangunan dengan Kategori Risiko I I I
I atau II dari konstruksi rangka
ringan dengan ketinggian tidak
melebihi 3 tingkat
Bangunan lainnya dengan I I I
Kategori Risiko I atau II dengan
ketinggian tidak melebihi 2 tingkat
Struktur beraturan dengan T < 3,5 I I I
Ts dan semua struktur dari
konstruksi rangka ringan
Struktur tidak beraturan dengan T I I I
< 3,5 Ts dan mempunyai hanya
ketidakteraturan horizontal Tipe 2,
3, 4, atau 5 dari Tabel 10 atau
ketidakteraturan vertikal Tipe 4,
5a, atau 5b dari Tabel 11
Semua struktur lainnya TI I I
CATATAN: I= diijinkan, TI= tidak diijinkan
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
21
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
1) Menentukan Berat Seismik Efektif (W)
Perhitungan berat total bangunan menggunakan program ETABS
v.16.03 dengan kombinasi beban U = 1,2 DL + 1,2 SDL + 0,5 LL.
Dengan menggunakan gaya normal kolom tiap lantai.
keterangan:
Ct = Sesuai Tabel 2.12
x = Sesuai Tabel 2.12
hn = ketinggian struktur dari dasar hingga tingkat tertinggi (m)
W = berat seismik efektif
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
22
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2. 13 Koefisien untuk batas pada perioda yang dihitung
Sumber: SNI 1726 – 2012
Parameter percepatan respons
Koefisien Cu
spectral desain pada 1 detik, SD1
≥ 0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤ 0,1 1,7
keterangan:
SDS = parameter percepatan spektrum respon desain dalam
rentang perioda pendek
R = faktor modifikasi respons
Ie = faktor keuamaan gempa.
5) Skala Gaya
Menurut SNI 1726 – 2012, bila perioda fundamental yang
dihitung (Ta) lebih besar dari T= Cu Ta, maka T harus digunakan.
Kombinasi respon untuk geser dasar ragam (Vt) < 0,85 dari geser
𝑉
dasar yang dihitung (V), maka gaya harus dikalikan 0,85 .
𝑉𝑡
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
23
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
II.5. Analisis Elemen-Elemen Struktur
II.5.1. Elemen Struktur Pelat
Pelat merupakan elemen horizontal struktur yang mendukung beban
mati maupun beban hidup dan menyalurkannya ke rangka vertikal dari
Tebal minimum (hmin) pada pelat dapat diketahui dengan cara primary
design mengacu pada SNI 2847-2013 Tabel 9.5 (c) seperti tertera pada
Tabel 2.14.
Tabel 2. 14 Tebal Minimum Pelat
Sumber: SNI 2847-2013
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
24
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Dalam menentukan nilai tebal pelat (h) hitung terlebih dahulu nilai
rata-rata (α) semua balok tepi panel (αfm) dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝐼𝑏
αfm = 𝐼𝑝 [II.16]
dimana,
1
Ib = 12 x b x h3 [II.17]
1
Ip = 12 x ly x hmin3 [II.18]
keterangan:
β = rasio bentang panjang terhadap bentang pendek pelat
ly = bentang panjang pelat (mm)
lx = bentang pendek pelat (mm)
ln = panjang bentang bersih pelat (mm)
αfmb= nilai rata-rata untuk semua tipe balok panel
lb = Inersia balok (mm4)
l = Inersia pelat (mm4)
Nilai tebal pelat (h) yang dipakai didasarkan pada SNI 2847-
2013. Untuk pelat dengan balok yang membentang di antara tumpuan
pada semua sisinya, tebal pelat (h) harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a. Untuk αfm yang sama atau lebih kecil dari 0,2, perhitungan (h)
menggunakan Tabel 2.14.
b. Untuk αfm lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0 (hmin) tidak
boleh kurang dari:
𝑓𝑦
𝑙𝑛 (0,8+ )
h = 36+5𝛽(𝛼 1400
[II.19]
𝑓𝑚− 0,2)
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
25
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
II.5.1.2 Kapasitas Pelat
Dalam menganalisis kapasitas elemen struktur pelat ada hal yang
perlu diperhatikan, yaitu:
a. Nilai jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tarik
keterangan:
𝑓′ 𝑐−28
β1 = 0,85 - ( ) x 0,05 [II.24]
7
d. Nilai luas tulangan (As) untuk pelat daerah tumpuan dan lapangan
arah x maupun arah y yaitu:
𝑏 𝑏 𝑏
As = ((𝑠 + 𝑠 + 𝑠 +…..) x A1) [II.25]
1 2 2
g. Kuat lentur pada elemen struktur pelat pada seluruh bentang pelat
memiliki syarat sebagai berikut:
|ØMn| ≥ |Mu| [II.28]
keterangan:
besarnya nilai faktor reduksi (Ø) menurut SNI 2847-2013, yang
disediakan oleh komponen struktur sehubungan dengan lentur
yaitu dengan menggunakan persamaan berikut:
𝑑−𝑐
ɛt = x ɛc [II.29]
𝑐
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
26
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
keterangan:
𝑎
c= 𝛽 [II.30]
1
sehingga nilai faktor reduksi dapat ditentukan dengan
menggunakan Gambar 2.5.
√𝑓𝑐′
ρmin = 4𝑓𝑦
[II.32]
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
27
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
keterangan:
d = Jarak dari serat tekan terjauh ke pusat tulangan tarik
longitudinal (mm)
h = Tebal pelat
II.5.2. Elemen Struktur Balok
Balok merupakan elemen struktur yang berfungsi untuk
mendistribusikan beban dari pelat maupun berat sendiri pada kolom. Balok
menahan gaya-gaya yang bekerja dalam arah transversal terhadap sumbunya
yang mengakibatkan terjadinya lendutan. Elemen struktur balok menerima
beban dari pelat lantai dan kemudian disalurkan ke kolom.
Pada penampang elemen struktur balok beton bertulang terdapat
distribusi regangan seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2. 6 Regangan dan gaya dalam pada penampang elemen struktur balok persegi tulangan
ganda
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
28
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
b. Nilai tinggi efektif beton (dt), nilai tinggi efektif beton tulangan
tarik (d) dan nilai tinggi efektif beton tulangan tekan (d’), yaitu:
1 1
(𝑛𝐴𝑠1 𝑥 𝑥 𝜋 𝑥 𝐷2 ) 𝑥 𝑑𝑡)+(𝑛𝐴𝑆2 𝑥 𝑥 𝜋 𝑥 𝐷2 ) 𝑥 (𝑑𝑡−𝑠)
d= 4 4
[II.37]
𝐴𝑠
keterangan:
𝐷𝑡𝑢𝑙
dt = h – sb – Dsengkang - [II.38]
2
1 𝐷 1 𝐷
(𝑛𝐴𝑠1′ 𝑥 𝑥 𝜋 𝑥 𝐷2 ) 𝑥 (𝑠𝑏 + ) + (𝑛𝐴𝑠2′ 𝑥 𝑥 𝜋 𝑥 192 ) 𝑥 (𝑠𝑏+ +𝑆)
d’= 4 2 4 2
[II.39]
𝐴𝑠 ′+∅
keterangan:
𝑓′ 𝑐−28
β1 = 0,85 - ( ) x0,05 [II.43]
7
keterangan:
A = 0,85 x f’c x b x β1 [II.47]
B = (0,003 x As’x E) – (As x fy) [II.48]
c= - (0,003 x As’ x E x d’) [II.49]
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
29
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
maka, nilai (fs’) yaitu:
𝑐 − 𝑑′
fs’ = x 0,003 x E [II.50]
𝑐
f. Menghitung nilai momen nominal (Mn) dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝑎
Mn = (Cc x (d - )) + (Cs x (d – d’) [II.51]
2
g. Kontrol rasio penulangan balok, yaitu:
a.) Kontrol rasio penulangan aktual (ρaktual) dengan menggunakan
persamaan berikut:
𝑨𝒔𝒂𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍
ρaktual = [II.52]
𝑏𝑥𝑑
√𝑓𝑐′
ρmin = [II.54]
4𝑓𝑦
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
30
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
II.5.2.2 Kapasitas Balok terhadap Geser
Analisis kapasitas balok terhadap geser dapat dilakukan denan
cara berikut, yaitu:
a. Menghitung nilai (d) dengan menggunakan persamaan berikut:
1
d = h – sb - 2 Dtul.utama – Dtul.geser [II.56]
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
31
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Vn = Vs + Vc [II.61]
Penampang balok perlu ditinjau terhadap gaya geser dengan
persamaan sebagai berikut:
ØVn ≥ Vu [II.62]
keterangan:
Ø = faktor reduksi kekuatan terhadap geser; Menurut SNI
2847-2013 pasal 9.3.2.3 nilai faktor reduksi untuk geser
dan torsi diambil sebesar 0,75.
Vu = kuat geser terfaktor penampang yang ditinjau (N)
II.5.3. Elemen Struktur Kolom
Kolom adalah elemen struktur vertikal sistem rangka bangunan yang
menyangga beban aksial, dengan atau tanpa momen. Kolom meneruskan
beban dari lantai tingkat atas ke lantai tingkat bawah sampai ke tanah
melalui pondasi. Kolom juga merupakan komponen struktur dengan dimensi
penampang tidak lebih besar dari rasio tingginya.
II.5.3.1 Lentur Biaksial
Perencanaan kolom selama ini dibebani aksial dengan momen
pada satu arah, sementara pada nyatanya kolom menerima beban
aksial dan momen yang bekerja pada dua sumbu atau disebut lentur
biaksial. Kolom lentur biaksial dimana lentur terhadap dua sumbu
akan mempunyai eksentrisitas pada kedua sumbu yaitu ex dan ey.
Ilustrasi kolom yang dibebani biaksial dapat dijelaskan pada Gambar
2.7.
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
32
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2. 7 Beban biaksial pada kolom
Untuk kolom persegi, jika dibebani lentur terhadap sumbu x dan
y, momen biaxial dapat dihitung dengan metode Equivalent
Eccentricity.
Eksentrisitas biaksial, ex dan ey, dapat diganti dengan
eksentrisitas uniksial ekuivalen, e0x dan e0y, dan kolom didesain untuk
menerima lentur uniaksial dan beban aksial. ex merupakan komponen
eksentrisitas paralel dengan sumbu x dan sebagai momen di sumbu y,
My .
Muy = Pu ex [II.63]
Mux = Pu ey [II.64]
𝑒𝑥 𝑒𝑦
Jika > sehingga nilai momen terfaktor M0y = Pu e0x, dimana
𝑥 𝑦
𝑃𝑢
𝑓′𝑐 𝐴𝑔
> 0.4 [II.65]
𝑃𝑢 𝑓𝑦 +276.000
maka α = (0,5 + ) ≥ 0,5 [II.66]
𝑓′𝑐 𝐴𝑔 690.000
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
33
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
penampang kolom terhadap beban aksial dan momen lentur. Bentuk
diagram interaksi yang biasa digunakan adalah hubungan antara gaya
aksial (P) dan momen lentur (M) seperti dapat dilihat pada Gambar
2.10.
a. Lentur Murni
Pada kondisi ini gaya lentur murni yang terjadi pada penampang
kolom yaitu beban aksial (Pn) adalah 0. Menghitung nilai lentur murni
(Mn) dengan cara:
𝑎
Mn = As fy (d - ) [II.70]
2
𝐴𝑠 𝑓𝑦
sedangkan a = [II.71]
0,85 𝑓′ 𝑐 𝑏
keterangan: ɛc = 0,003
0,003
Cb = d -
0,003 + ɛ𝑦
𝑓𝑠
ɛy = [II.73]
𝐸𝑠
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
34
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Es = 200.000 MPa
600𝑑
maka Cb = d -
600𝑑 + ɛ𝑦
mengitung nilai ab:
a = β1 Cb (nilai a ≤ h) [II.74]
600𝑑
f’s = ɛy Es ≤ fy [II.75]
600𝑑 + ɛ𝑦
c. Keruntuhan Tarik
Keruntuhan tarik merupakan kondisi dimana kolom mengalami
keadaan keruntuhan tarik. Mode keruntuhan tarik ini mengasumsikan
nilai C dengan ketentuan C ≤ Cb (nilai C yang diasumsikan lebih dari 1
buah). Setelah mengasumsikan nilai C, lalu dihitung kembali
menggunakan Persamaan II.74 sampai Persamaan II.81 dengan
ketentuan mengganti nilai Cb dengan nilai C yang telah diasumsikan.
d. Keruntuhan Tekan
Keruntuhan tekan ini merupakan kondisi dimana kolom mengalami
keadaan keruntuhan tekan. Mode keruntuhan tekan ini mengasumsikan
nilai C dengan ketentuan C > Cb (nilai C yang diasumsikan lebih dari 1
buah). Sama seperti mode keruntuhan tarik, lalu menghitung kembali
dengan menggunakan Persamaan II.74 sampai Persamaan II.81 dengan
ketentuan mengganti nilai Cb dengan nilai C yang telah diasumsikan.
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
35
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
II.5.3.3 Stabilitas Struktur Kolom
Menurut SNI 2847-2013 suatu tingkat pada struktur boleh
dianggap tidak bergoyang bila:
∑𝑃𝑢 ∆0
Q= ≤ 0,05 [II.82]
𝑉𝑢𝑠 𝑙𝑐
keterangan:
Q = indeks stabilitas
∑Pu = beban vertikal terfaktor total
Vus = gaya geser tingkat horizontal pada tingkat yang
dievaluasi
∆0 = defleksi larteral orde pertama antara tepi atas dan
bawah tingkat tersebut akibat Vus
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
36
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
𝐴 𝑀𝑢
I = (0,80 + 25 𝐴𝑠𝑡 ) (1 − )Ig ≤ 0,875 Ig [II.86]
𝑔 𝑃𝑢 ℎ
keterangan:
ΨA = kekakuan relaltif untuk kolom pada bagian atas
ΨB = kekakuan relatif untuk kolom pada bagian bawah
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
37
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
II.6. Perkuatan Elemen Struktur pada Beton
II.6.1. FRP (Fiber Reinforced Polymer)
Metode Fiber Reinforced Polymer (FRP) adalah metode perkuatan
dengan cara membungkus elemen struktur dengan menggunakan material
(dibuat dengan serat Aramid), dan CFRP (dibuat dengan serat karbon).
Pelaksanaan metode ini pada dasarnya adalah dengan memasang lembaran
fiber pada permukaan beton (MacGergor, 1992).
Perkuatan jenis ini digunakan pada elemen struktur pelat dan balok
penggunaannya tergantung pada jenis material dan proses aplikasinya di
lapangan yang digolongkan pada metode pemasangannya (Karbhari, dkk.
2001). Sedangkan perkuatan untuk elemen struktur balok dan pelat mengacu
pada ACI 440.2R. Metode FRP yang digunakan pada elemen struktur pelat
dan balok menggunakan metoda penguatan lentur dari balok beton bertulang
interior dengan laminasi FRP seperti terlihat pada Gambar 2.10
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
38
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2. 11 Diagram blok regangan beton bertulangan dengan menggunakan FRP
𝑓𝑓𝑢 = 𝐶𝐸 x 𝑓𝑓𝑢
∗
[II.88]
𝜀𝑓𝑢 = 𝐶𝐸 x 𝜀𝑓𝑢
∗
[II.89]
b. Langkah 2-Menghitung sifat-sifat penguatan FRP eksternal seperti
terlihat pada Gambar 2.12
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
39
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
c. Langkah 3-Menentukan keadaan regangan
𝑀𝐷𝐿 𝑥 (𝑑𝑓 −𝑘 𝑥 𝑑)
𝜀𝑏𝑖 = [II.92]
𝐼𝑐𝑟 𝑥 𝐸𝑐
k = √𝑘1 + 𝑘2 – k3 [II.93]
𝐸 𝐸𝑓
k1 = [𝜌𝑠 𝑥 (𝐸𝑠 ) + 𝜌𝑓 𝑥 ( 𝐸 ) ] ² [II.94]
𝑐 𝑐
𝐸 𝐸𝑓 ℎ
k2 = 2 x [𝜌𝑠 𝑥 (𝐸𝑠 ) + 𝜌𝑓 𝑥 ( 𝐸 ) 𝑥 (𝑑)] [II.95]
𝑐 𝑐
𝐸 𝐸𝑓
k3 = [𝜌𝑠 𝑥 (𝐸𝑠 ) + 𝜌𝑓 𝑥 ( 𝐸 ) ] [II.96]
𝑐 𝑐
𝐴
𝜌𝑠 = 𝑏 𝑥𝑠𝑑 [II.97]
𝐴𝑓
𝜌𝑓 = [II.98]
𝑏𝑥𝑑
menghitung nilai Icr
𝑐3
Icr = (b x ) + (𝜂𝑠 𝑥 𝐴𝑠 𝑥 ((𝑑 − 𝑐 )2 ) [II.99]
3
𝐸
𝜂𝑠 = 𝐸𝑠 [II.100]
𝑐
keterangan:
𝜀𝑏𝑖 = tingkat regangan pada substrat beton pada saat instalasi FRP
(mm/mm)
K = rasio kedalaman sumbu netral ke kedalaman penguat diukur dari
serat kompresi ekstrim
Icr = momen inersia bagian retak (mm4)
𝜂𝑠 = rasio elastisitas modular antara baja dan beton
𝜀𝑓𝑑 = strain penguat FRP yang berikatan secara eksternal (mm/mm)
e. Langkah 5-Menentukan tingkat regangan efektif dalam penguatan FRP
𝑑𝑓 −𝑐
𝜀𝑓𝑒 = 0,003 x ( ) - 𝜀𝑏𝑖 ≤ 𝜀𝑓𝑑 [II.102]
𝑐
𝑐−𝑑′
𝜀𝑠 ′= ( 𝑐
) x 0,003 [II.104]
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
40
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
g. Langkah 7-Menghitung tingkat keteganga dalam baja tulangan dan FRP
𝑓𝑠 = 𝐸𝑠 x 𝜀𝑠 ≤ 𝑓𝑦 [II.105]
𝑓𝑠 ′ = 𝐸𝑠 ′ x 𝜀𝑠 [II.106]
𝑓𝑓𝑒 = 𝐸𝑓 x 𝜀𝑓𝑒 [II.107]
keterangan:
𝜀𝑓𝑒 = tingkat regangan efektif dalam penguatan FRP (mm/mm)
𝜀𝑠 = tingkat regangan di tulangan baja non pratekan (mm/mm)
𝜀𝑠 ′ = tingkat regangan di tulangan baja pratekan (mm/mm)
𝑓𝑠 = tekanan dalam penguatan baja non pratekan (MPa)
𝑓𝑠 ′ = tekanan dalam penguatan baja pratekan (MPa)
𝑓𝑓𝑒 = tekanan efektif dalam FRP (MPa)
h. Langkah 8-Melakukan pemeriksaan kesetimbangan gaya (c)
𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑠 +𝐴𝑓 𝑥 𝑓𝑓𝑒 − 𝐴𝑠 ′ 𝑥 𝑓𝑠 ′
c= [II.108]
0,85 𝑥 𝑓′𝑐 𝑥 𝛽1 𝑥 𝑏
𝑇𝑓 = 𝐴𝑓 x 𝑓𝑓𝑒 [II.111]
(𝐴𝑠 𝑥 𝑓𝑠 )+ (𝐴𝑓 𝑥 𝑓𝑓𝑒 )− (𝑓𝑠′ 𝑥 𝐴𝑠 ′)
a= [II.112]
(0,85 𝑥 𝑓′ 𝑐 𝑥 𝑏)
keterangan:
c = jarak dari serat kompresi ekstrim ke sumbu netral (mm)
Mn = kekuatan lentur nominal (Nmm)
ψ = 0,85, kententuan kontribusi sistem FRP
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
41
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
II.6.2. Steel Jacketing / Steel Plate Bounding
Metode perkuatan ini dilakukan dengan membungkus kolom beton
bertulang terpasang dengan pelat baja. Metode perkuatan ini dapat
dilakukan dengan cara membungkus kolom pada sudut kolom dengan
Gambar 2. 13 Perkuatan kolom dengan metode steel jacketing (a) sudut kolom, (b) sisi kolom
(sumber: Fauziah Siti, 2014)
Bahan-bahan yang digunakan untuk metode perkuatan ini adalah
polymer aid dan cement grout non-shrinkage. Bahan-bahan tersebut dapat
diuraikan sebagai berikut:
A. Polymer Bonding Aid
B. Cement Grout
C. Pelat Baja
Banyak metode untuk menganalisis beton kolom yang terkekang oleh baja
diantaranya metode yang diterapkan pada Eurocode 4 aproksimasi diagram
interaksi dapat dilihat pada Gambar 2.14 dijelaskan pada buku (Siti
Fauziah, 2010), pada karya ilmiah tersebut:
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
42
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
43
D4 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
sementara untuk nilai Ø dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:
𝐴𝑠𝑡𝑒𝑒𝑙 𝑓𝑦 𝑠𝑡𝑒𝑒𝑙 + 𝐴𝑡𝑢𝑙 𝑓𝑦 𝑡𝑢𝑙
Ø = [II.117]
𝐴𝑐𝑜𝑛𝑐 𝑓′𝑐
keterangan:
Ø = koefisien perbandingan kekuatan baja dengan beton
Asteel = luas penampang pelat baja (mm2)
Atul = luas penampang tulangan (mm2)
keterangan:
M0 = pusat momen plastis (Nmm)
Mps = momen plastis pelat baja (Nmm)
Asteel = luas penampang pelat baja (mm2)
fy steel = mutu pelat baja (MPa)
b’ = lebar penampang awal + 2x tebal pelat baja (mm)
Ajeng Laras Purnanningsih & Dita Syarifah Nur, Analisis Kelayan Elemen….
44