Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

Latar belakang lahirnya mu’tazilah

Di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu kalam

Dosen pengampu Drs. Bahdar M.H.I

Disusun Oleh

NAMA : RAFIKA LAMAING

NIM : 18.1.03.0012

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALU

T.A 2020/2021
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Sudah kita ketahui bahwasanya agama Islam adalah agama yang rahmatan
lil ‘alamin, bersifat universal, dan berlaku sampai hari kiamat. Berbeda dengan
agama-agama yang datang sebelum Islam seperti agama yang dibawa nabi Musa
as yaitu Yahudi atau agama yang dibawa oleh nabi Isa as yaitu Nasrani. Agama-
agama tersebut tidak bersifat universal dan hanya berlaku ketika nabi atau rasul
yang membawa agama tersebut masih hidup. Bersifat universal disini maksudnya
adalah bahwa agama tersebut tidak dikhususkan bagi suatu kaum, misalkan agama
Yahudi yang dikhususkan untuk bani Israel saja, tetapi agama yang bersifat
universal adalah agama tersebut diperuntukkan bagi seluruh umat manusia seperti
agama Islam.
Agama Islam dibawa oleh Muhammad ibn Abdullah, nabi terakhir yang
diutus Allah SWT tepatnya di kota makkah Saudi Arabia pada tahun . Seperti
yang sudah dikatakan diatas bahwa agama Islam adalah agama yang bersifat
universal dan berlaku hingga hari kiamat maka Islam adalah agama yang
diperuntukkan bagi segenap umat manusia dari mulai kedatangannya sampai
terjadinya hari kiamat tersebut. Tetapi sayangnya , sang pembawa agama Islam –
nabi Muhammad SAW tersebut hanya diberi umur 63 tahun. Sehingga jika suatu
ketika – di era modern timbut suatu permasalahan khususnya dalam hal akidah
tidak bisa langsung menanyakannya kepada sang nabi , maka dari itulah beberapa
puluh tahun setelah kematian nabi Muhammad SAW muncul satu persatu
berbagai macam aliran-aliran teologi Islam yang biasa disebut dengan Ushuluddin
atau Ilmu Kalam. Diantara aliran ilmu kalam tersebut adalah aliran Mu’tazilah.
Pada makalah ini insyaallah kami akan membahas tentang aliran mu’tazilah
tersebut. Supaya memberikan pemahaman kepada pembaca apa yang dimaksud
aliran mu’tazilah? Bagaimana latar belakang terbentuknya aliran tersebut? Dan
seperti apakah ajaran-ajaran dalam aliran tersebut? Semuanya akan dibahas satu
persatu dalam makalah ini yang tentu masih banyak kekurangan dan kami
berharap makalah ini bisa dipelajari dan berguna bagi pembaca sekalian.

2. Rumusan masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah:
a. Apa pengertian aliran Mu’tazilah?
b. Bagaimana latar belakang sejarah terbentuknya aliran mu’tazilah?
c. Siapa tokoh pendiri aliran mu’tazilah?
d. Apa yang menjadi pokok ajaran aliran mu’tazilah?
e. Bagaimana studi analisis tentang aliran mu’tazilah?

3. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian dibuatnya makalah ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengertian aliran Mu’tazilah
b. Untuk mengetahui latar belakang sejarah terbentuknya aliran mu’tazilah
c. Untuk mengetahui tokoh - tokoh pendiri aliran mu’tazilah
d. Untuk mengetahui pokok-pokok ajaran aliran mu’tazilah
e. Untuk mengetahui studi analisis tentang aliran mu’tazilah

4. Kegunaan
Kegunaan mempelajari ilmu kalam diantaranya.
a. Memberikan penguatan landasan keimanan umat Islam melalui pendekatan
filosofis dan logis
b. Menopang dan menguatkan sistem nilai ajaran Islam
c. Turut menjawab problematika penyimpangan teologi agama lain yang dapat
merusak akidah umat Islam
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian aliran mu’tazilah


· Secara bahasa “mu’tazilah” berasal dari kata “i’tizal” yang berarti
“memisahkan diri.” Selain itu Mu’tazilah adalah salah satu aliran pemikiran dalam
Islam yang banyak terpengauruh dengan filsafat barat sehingga berkecenderungan
menggunakan rasio sebagai dasar argumentasi.
· Sedangkan menurut istilah mu’tazilah adalah Sebuah firqoh / kelompok dari
para mutakallimin yang dibentuk atas dasar ketidakpuasan terhadap paham aliran
khawarij dan murjiah dan berselisih pendapat dari Ahlus Sunnah di sebagian
Aqidah , didirikan dan diketuai oleh Wasil bin Atho’.

B. Latar belakang sejarah terbentuknya aliran mu’tazilah


Aliran m’tazilah merupakan salah satu aliran teologi Islam yang dapat
dikelompokkan sebagai kaum rasionalis Islam disamping maturidiyah samarkand.
Aliran ini muncul sekitar abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu
menjadi kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. disamping itu,
aneka kebudayaan asing dan macam-macam agama bertemu dikota ini. Dengan
sangat luas dan banyaknya penganut Islam, semakin banyak pula musuh-musuh
yang ingin menghancurkannya, baik dari internal umat Islam secara politis
maupun dari eksternal umat islam secara dogmatis. Mereka yang non Islam
merasa iri melihat perkembangan Islam begitu pesat sehingga berupaya untuk
menghancurkannya.
Dalam sejarah, mu’tazilah timbul berkaitan dengan peristiwa Washil bin
Atha’ (80-131) dan temannya, amr bin ‘ubaid dan Hasan al-basri, sekitar tahun
700 M. Washil termasuk orang-orang yang aktif mengikuti kuliah-kuliah yang
diberikan al-Hasan al-Basri di msjid Basrah. suatu hari, salah seorang dari
pengikut kuliah (kajian) bertanya kepada Al-Hasan tentang kedudukan orang yang
berbuat dosa besar (murtakib al-kabair). mengenai pelaku dosa besar khawarij
menyatakan kafir, sedangkan murjiah menyatakan mukmin. ketika Al-hasan
sedang berfikir, tiba-tiba Washil tidak setuju dengan kedua pendapat itu,
menurutnya pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada
diantara posisi keduanya (al manzilah baina al-manzilataini).
setelah itu dia berdiri dan meninggalkan al-hasan karena tidak setuju dengan
sang guru dan membentuk pengajian baru. atas peristiwa ini al-Hasan berkata,
“i’tazalna” (Washil menjauhkan dari kita). dan dari sinilah nama mu’tazilah
dikenakan kepada mereka.
Aliran Mu’tazilah muncul kira-kira pada permulaan abad pertama Hijriyah, di
kota Basrah ( Irak). Basroh ketika itu menjadi kota pusat ilmu pengetahuan dan
kebudayaan islam. Selain itu, aneka kebudayaan asing dan bermacam-macm
agama bertemu di kota itu. Makin meluasnya dan makin banyaknya orang yang
memeluk agama islam menyebabkan adanya orang yang ingin menghancurkan
islam, terutama dari segi aqidah. 

Orang-Orang yang ingin menghancurkan islam tidak hanya mereka yang


bukan beragama islam, akan tetapi juga datang dari orang-orang islam sendiri
karena masalah politik. Dari pada itu, golongan Khawarij yang pada mulanya
muncul lontara masalah politik, namun kemudian mereka mempersoalkan pula
masalah teologi (tentang masalah iman dan kufur). Menurut mereka, orang islam
yang berdosa besar adalah kafir, sedangkan menurut Murji’ah tidak. Selanjutnya
orang islam yang demikian itu, menurut Wasil Bin Atha bukan mukmin dan
bukan pula kafir, lalu ia dikenal sebagai Mu’tazilah karena ia berbeda pendapat
dengan gurunya dan memisahkan diri dari padanya.   Mengenai arti dan asal-usul
kata Mu’tazilah terdapat beberap versi yang ditemukan oleh para ahli ilmu
kalam.Yaitu:

1.          Versi Almas’udi, sebutan Mu’tazilah berasal dari pendapat mereka yang
mengatakn bahwa orang yang membuat dosa besar bukan mukmin,juga bukan
kafir,tetapi mengambil posisi diantara keduanya (Al-manzilah bainal manzilatain).
Jadi menurut versi ini kemu’tazilahan itu mulamula menjadi sifat orang yang
berbuat dosa besar kemudian menjadi sifat atau nama golongan yang berpendapat
tentang posisi orang yang berdosa besar. Golongan yang berpendapat itu di sebut
Mu’tazilah karena mereka membuat orang yang berbuat dosa besar jauh dari
golongan mukmin dan kafir.

2.          Dalam riwayat lain disebutkan

bahwa suatu hari Qatadah Ibnu Da’amah masuk kemesjid basrah dan duduk pada
majlis Amr bin Ubaid yang disangkanya majlis hasan Basri. Setelah menyadari
bahwa ia salah masuk, ia bediri dan meninggalkan tempat itu sambil berkata,”ini
kamu Mu’tazilah”.Sejak itu mereka di sebut kaum Mu’tazilah.

3.      Menurut Ahmad Amin, sebutan Mu’tazilah sudah ada kurang lebih 100
tahun sebelum terjadinya perselisihan pendapat Wasil bin Atha dengan Hasan
Basri di mesjid basrah. Golongan yang disebut Mu’tazilah pada waktu itu adalah
mereka yang tidak ikut melibatkan diri dalam pertikaian. Golongan yang tidak
ikut pertikaian itu mengatan,”Kebenaran tidak mesti berada pada salah satu pihak
yang bertikai, melainkan keduaduanya bisa salah, sekurangkurangnya tidak jelas
siapa yang benar. Sedangkan agama hanya memerintahkan memerangi orang-
orang yang menyeleweng. kalau kedua golongan menyeleweng, maka kami harus
menjauhkan diri (I’tazalna).

C. Tokoh-tokoh aliran mu’tazilah


Beberapa tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh perkembangan bagi aliran
mu’tazilah adalah.
1. Wasil bin Atha (80-131 H/699-748 M),
Wasil bin Atha’ Al-Ghazal dikenal sebagai pendiri aliran Mu’tazilah, sekaligus
sebagai pemimpin pertamanya. Dia juga terkenal sebagai pemikir kaum
Mu’tazilah yang rasional. Dia adalah orang yang meletakan kerangka dasar ajaran
kelompok Mu’tazilah. Ajaran pokok yang didengungkannya adalah faham al-
Manzilah bain al-Manzilatain, serta faham yang meniadakan sifat-sifat Tuhan.
2. Abu Huzail al-Allaf (135-235 H),
Nama lengkapnya ialah Abdul Huzail Muhammad Abu Al-Huzail Al-Allaf. Ia
adalah pemimpin kaum Mu’tazilah kedua di kota Basrah. Ia banyak sekali
menekuni filsafat bangsa Yunani. Pengetahuanya mengenai filsafat
memudahkannya dalam menyusun dasar-dasar ajaran Mu’tazilah dengan teratur.
Pengetahuan yang berkaitan dengan logika, membuatnya menjelma menjadi ahli
debat. Lawan-lawannya dari kaum zindik, kelompok majusi, Zoroaster, dan atheis
tidak mampu membantah argumen yang ia berikan. Menurut suatu riwayat, ia
telah mengislamkan kurang lebih 3000 orang. Puncak kebesaranya di raih pada
waktu khalifah Al-Makmun, karena khalifah ini pernah menjadi salah satu
muridnya.
3. Bisyir Al-Mu’tamir (wafat 226 H)
Bisyr Al-mu’tamir adalah pemimpin Mu’tazilah di kota Baghdad. Ia merupakan orang
pertama yang menyusun Ilmu Balaghah. Ia juga seorang tokoh aliran kelompok yang
membahas konsep tawallud (reproduction) yaitu batas-batas pertanggung jawaban
manusia atas kelakuaanya. Ia memiliki murid-murid yang sangat besar pengaruhnya
dalam penyebaran paham aliran Mu’tazilah, khususnya di Baghdad.
4. An-Nazzam (183-231 H)
An-nazam merupakan murid dari Abul Huzail Al-Allaf. Ia banyak bergaul dengan
ahli filsafat. Dia mempunyai ketajaman dalam berfikir yang sungguh luar biasa,
antara lain tentang metode keraguan serta metode empirika yang merupakan cikal
bakal lahirnya
renainssance (abad pencerahan) di Eropa.
5. Al-Jahiz Abu Usman bin Bahar (w. 869)
Al-Jahiz Abu Usman bin Bahar merupakan pencetus aliran naturalisme atau
kepercayaan pada hukum alam yang oleh paham Mu’tazilah dinamakan sunnah
Allah. dia diantaranya menerangkan bahwa perbuatan-perbuatan manusia tidak
semuanya diwujudkan oleh manusia itu sendiri, melainkan adanya pengaruh
hukum alam.
6. Al-Jubba’i (w. 302 H),
Nama asli Al-Jubba’I di ambil dari nama kota kelahiranya, yaitu daerah yang
bernama Jubba, di provinsi Chuzestan , Iran. Dia adalah guru imam Abu Hasan al-
Asy’ari, pendiri kelompok Asy’ariyah. Pemikrannya tentang tafsir Al-Qur’an
banyak di ambil oleh Az-Zamakhsyari.
7. Mu’ammar bin Abbad,
Mu’ammar bin Abbad merupakan pendiri aliran Mu’tazilah kota Baghdad.
Pendapatnya yang penting yaitu mengenai kepercayaan pada hukum alam, sama
seperti pendapat al-Jahiz. Ia menyatakan bahwa Tuhan hanya menjadikan benda-
benda materi saja , sementara al-‘arad atau accidents (sesuatu yang datang pada
benda-benda) itu adalah hasil dari hukum alam itu. Contohnya, seperti jika sebuah
batu dilempar kedalam air, maka gelombang yang dihasilkan oleh lemparan batu
itu merupakan hasil atau kreasi dari batu itu sendiri, bukan hasil ciptaan Tuhan.
8. Bisyr al-Mu’tamir (w. 210 H),
Menurutnya, seorang anak kecil yang meninggal tidak diminta
pertanggungjawaban atas kelakuaanya diakhirat kelak karena ia belum termasuk
mukalaf. Seorang yang berdosa besar lalu bertobat, kemudian mengulangi, akan
menerima siksa ganda, meskipun ia sudah bertobat atas dosa besarnya yang telah
lalu.
9. Abu Musa al-Mudrar (w. 226 H),
Dia dianggap sebagai pemimpin Mu’tazilah yang sangat ekstrim karena
pendapatnya yang gampang mengkafirkan orang lain yang meyakini keqadiman
al-Quran. Ia juga membantah pendapat bahwa Allah SWT bisa dilihat dengan
mata kepala di akhirat kelak.
10. Hisyam bin Amr al-Fuwati,
Dia berpendapat bahwa apa yang disebut surga dan neraka hanyalah ilusi semata,
belum ada wujudnya pada saat ini. Alasan yang dikemukakannya adalah tidak ada
manfaat menciptakan surga serta neraka sekarang karena belum saatnya orang
memasuki surga dan neraka.
11. Sumamah bin Asyras (w. 213 H),
Dia berpendapat bahwa manusia sendirilah yang melahirkan perbuatan-
perbuatannya karena dalam dirinya sudah tersedia daya untuk berbuat. Tentang
daya dan akal, ia berkesimpulan bahwa akal manusia sebelum datangnya wahyu
bisa tahu adanya Tuhan serta mengenal perbuatan yang baik dan perbuatan
buruk, wahyu hanya turun untuk memberikan konfirmasi.
12. Abu al-Hussain al-Khayyat (w. 300 H),
Abu Husain Al-Khayyat termasuk tokoh Mu’tazilah Baghdad. Bukunya yang berjudul
“Al-Intisar” berisi tentang pembeelaan aliran Mu’tazilah dari serangan Ibnu ArRawandi.
Ia hidup pada masa kemunduran aliran Mu’tazilah.
13. Al-Qadhi Abdul Jabbar (w. 1024 H)
Dia diangkat sebagi hakim oleh Ibnu Abad. Diantara karyanya yang besar ialah
karya tentang ulasan pokok-pokok ajaran Mu’tazilah yang ia sebut Al-Mughni.
Kitab ini terdiri lebih dari lima belas jilid. Dia tergolong tokoh yang hidup pada
jaman kemunduran aliran Mu’tazilah namun Ia bisa berprestasi baik dalam
bidang keilmuan maupun pada jabatan kenegaraan.
14. Az-Zamakhsyari (467-538 H).
Dia dilahirkan di desa Zamakhsyar, Khawarizm, negara Iran. Ia terkenal sebagai
tokoh dalam Ilmu Tafsir, nahwu, dan paramasastra. Dalam karanganya Ia secara
terang-terangan memperlihatkan faham Mu’tazilah. Seperti dalam kitab tafsir Al-
Kassyaf yang berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur,an berdasarkan ajaran-
ajaran Mu’tazilah, terutama lima prinsip ajaranya.

D. Pokok-pokok ajaran aliran mu’tazilah


Pokok-pokok ajaran yang dibahas didalam aliran mu’tazilah adalah.
a. Iman dan Kafir
Menurut aliran mu’tazilah seseorang yang melakukan dosa besar tidak ditentukan
status dan predikat yang pasti bagi pelaku dosa besar tersebut , apakah ia tetap
mukmin atau kafir, kecuali dengan sebutan yang sangat terkenal, yaitu al-
manzilah bain almanzilataini yaitu posisi diantara kafir dan mukmin. Pembuat
dosa besar bukanlah
kafir, karena ia masih percaya kepada Tuhan dan Nabi Muhammad, tetapi bukan
pula mukmin, karena imannya tidak lagi sempurna. Aliran mu’tazilah juga
berpendapat bahwa Iman, digambarkan, bukan hanya pengakuan oleh hati saja,
ataupun mengucapkan dengan lisan saja, tetapi juga diiringi oleh perbuatan-
perbuatan. Ketiganya adalah unsur iman. Dengan demikian pembuat dosa besar
tidaklah beriman dan oleh karena tempat satu-satunya ialah neraka. Tetapi
mendapat siksaan yang lebih ringan daripada orang kafir.
b. Akal dan wahyu
Menurut Mu’tazilah, segala pengetahuan dapat diperoleh dengan perantaraan
akal. Kewajiban-kewajiban dapat diperoleh dengan pemikiran yang mendalam.
Dengan demikian, berterima kasih kepada Tuhan, mengetahui baik dan jahat, dan
mengerjakan yang wajib dan menjauhi yang buruk sebelum turun wahyu adalah
wajib. Tapi tidak semua yang baik dapat diketahui oleh akal. Untuk mengetahui
hal itu diperlukan wahyu. Wahyu dengan demikian menyempurnakan
pengetahuan akal tentang baik dan buruk. Selanjutnya wahyu bagi Mu’tazilah,
berfungsi memberi penjelasan tentang perincian pahala dan siksa di akhirat.
c. Keadilan Tuhan
Menurut Mu’tazilah keadilan bagi Tuhan mangandung arti kewajiban-kewajiban
yan harus dihormati Tuhan. Keadilan bukanlah hanya berarti memberi upah
kepada yang berbuat baik dan memberi hukuman kepada yang berbuat salah.
Tetapi Tuhan juga harus memberi beban yang tidak terlalu berat bagi manusia,
mengiriman Rasul dan Nabi-nabi, dan memberi manusia daya untuk
melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Semua ini menghendaki supaya Tuhan
melasanakan kewajiban-kewajiban itu.
d. Melihat Tuhan
Mu’tazilah dan berbagai kelompok yang sepaham dengannya, seperti Jahamiyah,
Khawarij, Syiah Imamiyah, dan sebagian Murjiah mengatakan bahwa Allah tidak
bisa dilihat dengan mata kepala, baik di dunia maupun nanti diakhirat dan itu
mustahil dan mumtani’ (tidak boleh terjadi) pada Allah.
e. Kekuasaan Tuhan
Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak mutlak
semutlak-mutlaknya, tetapi sudah terbatas, dan batasan-batasan itu diciptakan
sendiri oleh Tuhan, terbatasnya kekuasaan Tuhan atau tidak mutlaknya
kekuasaan Tuhan disebabkan oleh kebebasan yang telah diberikan Tuhan kepada
manusia dalam menentukan kemauan
dan perbuatannya.
f. Perbuatan manusia
Menurut mu’tazilah manusia mempunya daya yang besar dan bebas. Manusialah
yang menciptakan perbuata-perbuatannya. Manusia sendirilah yang berbuat baik
dan buruk. Kepatuhan dan ketaatan seseorang kepada Tuhan adalah atas
kehendak dan kemauannya sendiri.
g. Sifat-sifat Tuhan
Mu’tazilah tidak mengakui sifat-sifat Tuhan sebagai suatu yang qadim, yang lain
daripada zatnya. Mereka berpendapat bahwa apabila Tuhan mempunyai sifat
maka didalam diri Tuhan terdapat unsur yang banyak yaitu unsur zat dan unsur
sifat yang melekat kepada zat. Kalau dikatakan Tuhan mempunyai dua puluh
sifat, maka Tuhan akan tersusun dari dua puluh satu unsur. Mu’tazilah juga
mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat tetapi mu’tazilah tidak menolak
ayat-ayat yang menggambarkan sifat-sifat Tuhan seperti al-Rahman, al-Rohim,
al-Qadir, dan sebagainya. Mereka menerima bahwa kebenaran ayat-ayat itu
bersama dengan kebenaran ayat-ayat lainya. Bagi mu’tazilah ayat-ayat tersebut
bukanlah sifat Tuhan tetapi aspek dari zat atau esensi Tuhan. Bagi mereka Tuhan
mengetahui bukan dari sifat pengetahuan tetapi melalui zat Nya.
h. Al- Qur’an
Mu’tazilah melihat al-Qur’an sebagai suatu perkataan yang terdiri dari huruf dan
suara, artinya disamakan dengan perkataan yang biasa dikenal. Perkataan
menyatakan fikiran yang ada pada dirinya, supaya diketahui orang lain. Kalau al-
Qur’an terdiri dari kata-kata, sedang kata-kata itu baru, maka al-Qur’an itu pun
baru. Selain itu sifat kalam al-Qur’an bukanlah sifat zat, tetapi adalah salah satu
sifat perbuatan. Karena itu al-Qur’an adalah makhluk.
i. Siksa kubur
Mu’tazilah mengingkari adanya siksa kubur. Menurut Dharar bin Amr (salah
seorang pengikut Wasil bin Atha’). Dia menuturkan bahwasanya orang yang
telah dikebumikan, maka ia sudah tidak bisa mendengar, melihat, tidak
merasakan, dan tidak merasa enak. Lalu bagaimana dia mau disiksa seteah mati?
Selanjutnya ia berkata “kami telah mengingkari keberadaan siksa kubur dalam
setiap keadaan”
j. Surga dan neraka
Mu’tazilah tidak membenarkan bahwa surga dan neraka itu telah disediakan sejak
sekarang ini, hanya saja dalam prinsipnya mereka mengakui bahwa surga dan
neraka itu pasti ada, dan akan di ciptakan setelah saatnya nanti
k. Hadits
Mengenai masalah hadits Mu’tazilah menolak atau tidak mengakui hadits
mutawatir dan ahad.
l. Ijma dan qiyash
Mu’tazilah menolak Ijma’ dan Qiyas secara bersamaan. karena menurut mereka,
Hujah terbatas hanya kepada pemimpin yang maksum (terjaga dari melakukan
dosa besar). Disisi lain pandangan Mu’tazilah terpecah mengenai masalah Qiyas,
tetapi hampir semuanya mereka menolak Ijma’ dan disisi lain mereka ada yang
menerima Ijma’ berdasarkan Hadits Nabi “Umatku tidak akan sepakat dalam
kesesatan.”
m. Syafa’at nabi Muhammad SAW
Dalam hal ini Mu’tazilah mengingkari syafaat nabi Muhammad SAW. mereka
menyandarkan pemikirannya dengan memahami ayat-ayat Mutasyabihat, seperti
dalam QS: al Mudatsir:48 yang artinya “Maka tidak berguna lagi bagi mereka
syafa'at dari orang-orang yan g memberikan syafa'at.”
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mu’tazilah muncul sebagai respon atas sebuah pertanyaan dari seseorang
mengenai dosa besar. Wasil Ibn Ata menjawab bahwa orang yang berdosa besar
bukanlah mukmin dan bukan pula kafir. Jawaban ini merupakan jawaban yang
berbeda dari suatu perkumpulan Hasan al-Basri di Mesjid Basrah. Karena jawaban
yang berbeda ini, Wasil meninggalkan barisan tersebut. Dengan demikian, ia
disebut sebagai kaum Mu’tazilah. Penamaan Mu’tazilah adalah suatu nama yang
diberikan oleh kaum mereka sendiri, atau sekurang-kurangnya mereka setuju atas
nama yang diberikan tersebut. Bagi kaum Mu’tazilah segala pengetahuan dapat
diperoleh dengan perantaraan akal, dan kewajiban-kewajiban dapat diketahui
dengan pemikiran yang mendalam. Dengan demikian berterima kasih kepada
Tuhan, mengetahui baik ban buruk , serta mengerjakan yang baik dan menjauhi
yang buruk sebelum turunnya wahyu adalah wajib diketahui oleh akal. sedangkan
wahyu hanya sebagai penyempurna tentang hal-hal baik dan buruk. Karena lebih
mengutamakan akal dari pada wahyu mu’tazilah juga disebut kaum rasionalis
Islam.
Mu’tazilah sendiri mempunyai lima ajaran pokok yaitu:
a. Al Tauhid (keesaan Allah)
b. Al ‘Adl (keadlilan tuhan)
c. Al Wa’d wa al wa’id (janji dan ancaman)
d. Al Manzilah bain al Manzilatain (posisi diantara posisi)
e. Amar ma’ruf nahi mungkar

Anda mungkin juga menyukai