DISUSUN OLEH
NAMA : RAFIKA LAMAING
NIM : 18.1.03.0012
KELAS: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM 1
B. Rumusan masalah
PEMBAHASAN
ولمسلم كن نعزل عل اهد رسول هللا فبلغ ذلك نبي هللا فلم ينهنا
Dan bagi Muslim (dikatakan), “Kami pernah ‘azl di masa Rasulullah SAW,
kemudian sampailah hal itu kepada Nabiyullah SAW, tetapi beliau tidak
mencegah kami”.
ان لي جارية هي خادمتن:عن خابر رضي هللا عن رخول اتي رسول هللا فقال
اعزل عنها ان سئت:وسانيتنا في النخل وان اطوف عليها واكره ان تحمل فقال
سياتيهاما قدر لها
Dari Jabir RA, bahwasanya ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW
lalu bertanya, “Sesungguhnya kami mempunyai seorang jariyah, ia adalah
wanita hamba kami dan penyiram kebun kurma kami dan aku menggilirnya tetapi
aku tidak ingin dia hamil”. Lalu Nabi SAW bersabda, “Lakukanlah ‘azl
terhadapnya jika kamu mau, karena sesungguhnya akan tibalah kepada wanita
itu apa yang ditaqdirkan oleh Allah padanya”. [HR. Ahmad, Muslim dan Abu
Dawud]
عن ابي سعد الخدري قال سال رجل رسول هللا صلي هللا عليه وسلم عن العزل
فقال او تفعلون ال عليكم ان ال تفعلوا فانه ليس من نسمة قضي هللا لها ان تكونا اال
هي كا ئنة
Dari Abu Sai'd Al Khudri, ia berkata, "Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah
SAW mengenai'azl?" maka Rasulullah SAW bersabda, "Apakah kalian
melakukan itu? Tidak ada (halangan) atas kalian untuk tidak melakukannya,
sesungguhnya tidak ada satu jiwa pun yang telah Allah takdirkan untuk ada,
melainkan ia akan ada." Shahih: Ar-Raudh (999), AdabAz-Zafaf (56), Shahih
Abu Daud (1886 dan 1888): MuttafaqunAlaih
B. Pengertian Al-‘Azl
Dalam catatan sejarah, teknologi atau alat kontrasepsi telah dikenal sejak
zaman kuno, yakni sejak 2700 SM berupa penemuan sebuah resep di Cina yang
menjelaskan tentang obat peluntur (abortifum) yang diduga merupakan teknologi
kontrasepsi pertama dalam sejarah keluarga berencana. Di Mesir ditemukan pula
catatan tentang beberapa resep pasta vagina bertahun 1850 SM, dan tampon
vagina yang mengandung obat yang terdiri atas akasia tanah, tanaman yang
mengandung gom Arab yang karena proses fermentasi akan menghasilkan asam
laktat yang sampai sekarang dikenal sebagai spermisida pada tahun 1550 SM.
Demikian pula di India ditemukan catatan medis dalam bahasa Sanskrit yang
melukiskan usaha abstinensi, tampon dan obat vagina.
Di dalam Alkitab, praktik kontra- sepsi dengan metode sanggama
terputus (coitus interruptus) telah disebutkan. Pada awal abad kedua, di Yunani,
telah diletakkan dasar pemikiran kontrasepsi. Pada abad pertengahan, para dokter
Islam seperti Ibnu Sina (Avicena) telah mengatakan bahwa kontrasepsi
merupakan bagian yang sah dan legal dari praktek kedokteran yang terdiri dari
beberapa barier vagina, salep dan senggama yang terputus, yang dalam bahasa
Arab disebut ’azl. Metode ini pula telah dipraktekkan atau dilakukan oleh para
sahabat Nabi saw. dalam kondisi atau ketidak hadiran tekanan kependudukan
yang mendesak guna menghindarkan dari kesulitan kesehatan, kemasyarakatan
dan ekonomi, tanpa ada keraguan akan kemampuan Allah untuk memberikan
rizki bagi semua makhluk.
1. Untuk menjaga kesehatan sang ibu sekiranya dia hamil atau melahirkan anak,
bisa memudaratkan dirinya. Hal ini mestilah digantungkan kepada pengalaman
yang pernah terjadi, ataupun dengan pemberitahuan seorang dokter yang dapat
dipercayai. Firman Allah swt... di dalam QS. Al-Baqarah (2): 195
ﻦﯿﻨﺴﺤﻤﻟٱ١٩٥
Artinya: Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah,
karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat
4. Tidak ingin hamba sahaya perempuannya melahirkan seorang anak. Ini bisa
disesbabkan karena dia (si pemilik hamba sahaya) menganggap hal itu sebagai
sesuatu yang rendah. Alasan lainnya, sekiranya hamba sahaya perempuannya
sampai mempunyai anak, dia tidak lagi mempunyai alasan untuk menjual hamba
sahaya perempuan tersebut.
5. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kondisi istri. Kondisi istri yang sedang
sakit dan tidak boleh mengandung. Karena itu, dalam keadaan seperti ini suami
melakukan ‘azl karena merasa iba terhadap istrinya. Hal ini memungkinkan
terjadinya bahaya yang menimpa diri istrinya kalau sekiranya dia mengandung,
apakah karena ukuran rahimnya yang terlalu kecil, ataupun karena akan
timbulnya penyakit atau bahaya yang akan merusak rahimnya.
6. Kondisi istri yang menuntut untuk dilakukannya ‘azl. Kondisi terjadi jika istri
adalah wanita yang sangat subur. Dalam hal ini, suami melakukan ‘azl dengan
tujuan agar istri memiliki waktu yang cukup untuk merawat, mengayomi, dan
mendidik anak-anaknya.
Konsep ganti rugi yang berupa uang, yang berasal dari pendapat para ahli
hukum Maliki, dikalangan penganut Syi’ah Dua Belas Imam menjadi ‘uang
tebusan’ yang harus dibayarkan pada wanita di saat ‘azl dilakukan tanpa
persetujuan darinya, kalau pada perjanjian pernikahan tidak disertakan syarat itu.
Jumlahnya cukup besar yakni harus membayar sepuluh dinar setiap kali ‘azl
dilakukan tanpa persetujuan wanita. Sebagian ahli hukum Syi’ah menekankan
pentingnya pembayaran itu, sebagian lain menolaknya, dan sebagian yang lain
menyatakan bahwa meskipun pria tidak harus membayarnya, adalah lebih baik
kalau dia membayarnya. Pada dasarnya perbedaan pendapat yang ada tampaknya
adalah antara mereka yang menganggap ‘azl tanpa izin wanita sebagai yang
dilarang (haram) dan mereka yang mengang-gapnya semata-mata sebagai yang
layak disalahkan (makruh).
Para penganut aliran Isma’iliyah membolehkan ‘azl dilakukan dengan
wanita bebas asal wanita tersebut mengizinkan danmenganjurkan ditetapkannya
persetujuan itu sebagai prasyarat dalam perjanjian pernikahan. Pendapat aliran
Ibadiyah sama dengan pendapat klasik yang dikemukakan di atas Hukum aliran
Zaidiyah mengemukakan anjuran agar pria berusaha meminta persetujuan wanita,
tapi tidak melarang kalau tindakan itu dilakukan tanpa persetujuannya. Mereka
memberikan alasan bahwa ‘azl “tidak lebih buruk dari ketidaksediaan mutlak
untuk melakukan sanggama”.
Dalam pandangan mazhab Ja’fari, ‘azl dengan seorang wanita yang
merdeka hanya boleh dilakukan atas seizinnya. Izin ini ditetapkan atas persetujuan
wanita sebagai syarat dalam kontrak pernikahan.
Uraian di atas menunjukkan bahwa telah terjadi ikhtilaf dikalangan fukaha
dalam menentukan hukum dari perbuatan ‘azl yang semuanya mem-punyai dalil
dari Hadis Nabi Saw. Ada sebagian fukaha yang membolehkan dan ada sebagian
lagi yang tidak membolehkan. Namun demikian, dari kajian secara intens dalam
tulisan ini telah membuktikan bahwa hadis yang menjadi pijakan argumentasi
fukaha yang tidak membolehkan berkualitas dhaif.
A. Kesimpulan
Ditegaskan bahwa Islam menganjurkan umatnya untuk memperbanyak
keturunan. Keturunan yang diinginkan ialah yang berkualitas baik secara jasmani,
ekonomi, ilmu dan agama. Maka dari itu jarak kelahiran dan jumlah anak harus
serius dipikirkan oleh setiap keluarga dan negara guna untuk menghasilkan
keturunan yang berkualitas. Ber-KB untuk tujuan perencanaan dan penjarangan
kelahiran anak, berdasarkan kondisi dan kemampuan keluarga yang bersangkutan,
dapat dibenarkan oleh hukum Islam. Islam memperboleh melakukan penjarangan
anak atau penundaan kehamilan atau pengaturan memperboleh keturunan dengan
azal dengan syarat mendapatkan izin dari istri dan penggunaan alat -alat
kontrasepsi atau lebih dikenal dengan istilah keluarga berencana.namun ber-KB
dengan cara sterisasi yaitu vasektomi bagi pria dan tubektomi bagi wanita,
pada prinsipnya tidak dapat dibenarkan oleh hukum Islam karena telah merusak
organ tubuh dan mempunya efek negative yang lebih jauh apabila salah satu
suami atau istri meninggal. Kecuali karena darurat, misalnya salah seorang suami
atau istri mempunyai penyakit yang dapat menurut kepada calon anak dalam
rahim sehingga mengakibatkan anak cacat.Termasuk sterilisasi ini adalah
pemandulan dan pengkebirian. Dalam konteks keindonesian KB hukumnya boleh
bagi setiap masyarakatnya karena bertujuan untuk mencapai kemaslahatan dan
kesejahteraan bersama.
B. Saran- saran
Dengan penelitian yang cukup intens terhadap kandungan dan kualitas hadis
tentang ‘azl dan elaborasi pandangan para ulama menurut hadis-hadis tersebut,
maka praktek ‘azl adalah sesuatu yang sah dalam pandangan agama Islam.
Demikian pula dengan alat-alat kontrasepsi yang lain selama tidak melanggar
etika agama dan moral kemanusiaan. Maka menurut penulis KB dalam konteks
keindonesiaan itu dibolehkan karena tujuannya adalah untuk mencapai
kemaslahan dan kesejahteraan penduduk.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad bin Hambal. Musnad Ahmad bin Hambal, t.t.: Jam‟ iyah al -Islami,
2010.
Al-Ghazali . Ihya’ ‘Ulumuddin, Beirut: Da r Ma’rifah, t.th.
Al-Tirmidzi. Sunan al-Tirmizi, Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, t.th.
As-Suyuti . Al-Ashbah wa An-Nadhair, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
1403.
Bakr, Abu. Hashiah I‘anah at -T alibin, Indonesia: Dar al-Kutub alArabiyah,
t.th.
Bukhari, Imam. Sahih al-Bukhari . t.t: Dar Tuq al-Najah, t.th.
BKKBN-UPL. Kependudukan Dep. Agama, Islam dan Kependudukan,
Jakarta: t.p., 1984.
Daud, Abu. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar Fikr, t.th.
Hasan, Ali, Masalah Kontemporer Hukum-Hukum Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, t.th.
http://www.amazine.co/25517/apa-itu-who-fakta-sejarah-informasilainnya/.
http://www.lusa.web.id/program-kb-di-indonesia/.
http://www.wawasanpendidikan.com.
http://www.tribunnews.com/nasional/2015/10/23/perkembangan-
jumlah-penduduk-bumi-makin-tidak-ideal-untuk-kehidupan.
http://www.bbc.com/indonesia/laporan_khusus/2010/07/100706_popu
lation1.shtm www. Bkkbn.go.id.
http://waspada.co.id/warta/laju-penduduk-indonesia-meroket-dan-tak-
berkualitas.
Al-‘Aini, Badr al-Din Mahmud bin
Amad, ‘Umdah al-Qariy Syarh
Sahih al-Bukhari, jilid XX,
Kairo, t.th.
Al-‘Arabi, Abu Bakar Muhammad bin
‘Abdullah bin, (selanjutnya
cukup disebut dengan Ibnu
‘Arabi), Ahkam al-Qur’an, jilid
I, Kairo, 1957.
Al-Asqalani, Ahmad ‘Ali bin Hajar,
Fath al-Ba}riy juz IX, Riyadh:
Maktabah al-Salafiyyah, t.th
Atfiyasy, Muhammad bin Yusuf, Syarh
Kitab al-Nil wa Syifa al-’Alil,
jilid III, Kairo: Mat}ba’ah alAdabiyyah,
t.th.