Anda di halaman 1dari 13

PERPAJAKAN

Chapter Etika

HENDI PRIHANTO

Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayarkan kepada pemerintah (negara) oleh setiap
warga negara atau bukan warga negara namun memperoleh penghasilan pada negara
tempatnya bekerja, namun hasil atau manfaatnya tidak dapat langsung dirasakan oleh sang
pembayar saat itu juga.

Mardiasmo (2011:1) menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan undang –undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan, dan yang digunakan untuk
membayar pengeluaran umum.

Contoh pajak : pph, ppn, dan sebagainya.

Pajak ≠ Retribusi
Retribusi merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah yang manfaatnya dapat langsung
dinikmati saat itu juga.

Contoh retribusi : tol, parkir, peron dan sebagainya

Sebenarnya bila melihat dari sisi kemanusian dan fakta yang ada sesungguhnya, tidak ada
satupun manusia didunia ini yang rela untuk membayar dan memberikan pajak berupa uang
kepada negara, kalaupun itu dilakukan hanya sebuah nilai budaya yang diturunkan
(Prihanto, Etika Bisnis dan Profesi ; Sebuah Pencarian, 2018). Beberapa orang lebih
cenderung lebih menyukai membayar zakat, amal, infaq sebagai kewajiban agama yang
memang diwajibkan dalam ajarannya ketika disurvey.

Sehubungan dengan topik pembahasan tentang pajak, maka banyak pula terjadi
permasalahan didunia ini diberbagai negara tentang pembayaran pajak tersebut. Berbagai
cara dan strategi dilakukan untuk mengemplang dan mengelapkan pajak. Banyak kasus di
Indonesia dan negara lain didunia yang berkaitan dengan pajak. Sebut saja masalah Mas
Gayus yang fenomenal sebagai pegawai golongan 3 namun memiliki kekayaan berlimpah
karena memanipulsi pajak dan mengambil keuntungan, kemudian Google yang ketika itu
tidak mau membayar pajaknya kendati beroperasi di Indonesia dan mendulang banyak
keuntungan dari pemakaian internet di Indonesia, adapula tindak pidana pajak sebesar Rp
10,68 miliar yanh dilakukan oleh Albertus Irwan Tjahjadi Oedi dan masih banyak lagi kasus
pengelapan pajak (yang sebenarnya termasuk dalam kasus korupsi). Sebenarnya gejala dan
kejadian tersebut menunjukan bahwa ketidakrelaan seseorang dalam membayar pajak
untuk negara dan lebih memilih untuk dinikmati sendiri.

Pendapat Shiekh Sajjad Hassan dalam Buku Tax Audit Techniques in Cash Based Economies,
menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat mengelak membayar pajak sebgai
berikut.

1. Psikologis, Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang langsung dibebankan kepada
masyarakat. Ketika masyarakat membayar pajak di akhir tahun, mereka sudah tidak
punya uang lagi untuk membayar pajak karena penghasilan yang mereka peroleh
telah habis dikonsumsi, ini tentu akan memberatkan. Lebih lanjut, secara psikologis,
tidak ada seorang pun yang ingin berpisah dengan uang hasil jerih payahnya jika
memang dimungkinkan.
2. Historis, sebagian besar negara berkembang merupakan jajahan negara Eropa.
Kemerdekaan negara berkembang didahului oleh perjuangan untuk dapat merdeka
dari penjajah asing. Dalam perjuangan ini, secara politik, masyarakat diajarkan untuk
tidak mematuhi hukum untuk membuat frustrasi penjajah, salah satunya dengan
tidak membayar pajak. Paradigma inilah yang masih melekat bahwa pajak adalah
produk Penjajah.
3. Agama, di negara-negara berkembang, agama memainkan peran yang sangat
penting. Para pemimpin agama, ada yang berpandangan bahwa pajak adalah
warisan masa penjajahan dan tidak membayar pajak bukan merupakan dosa. Hal ini
memberikan justifikasi yang kuat atas keengganan seseorang untuk membayar
pajak.
4. Kurangnya edukasi pajak, di negara-negara berkembang, tingkat pendidikan cukup
rendah dan tidak ada pendidikan pajak sama sekali. Untuk orang yang tidak
berpendidikan, sulit untuk memahami pentingnya membayar pajak. Baik pemerintah
atau siapa pun di sektor swasta tidak melakukan upaya apapun untuk menjelaskan
alasan untuk membayar pajak kepada masyarakat. Pajak sering dipandang sebagai
hukuman.
5. Kurangnya etika sosial, masyarakat di negara berkembang juga kurang memiliki
etika sosial. Hukum tidak memiliki arti yang penting bagi mereka. Orang-orang selalu
hanya memikirkan hak dan hak istimewa mereka. Kewajiban sangat tidak
diperhatikan. Berdasarkan pemikiran ini, membayar pajak sebagai suatu kewajiban
tentu menjadi jauh lebih sulit untuk dilakukan.
6. Kurangnya tabu sosial, kepatuhan hukum diperlakukan sebagai tanda kelemahan
dan mereka yang melanggar hukum dianggap pemberani. Ironisnya, di negara-
negara berkembang, sejumlah besar masyarakat dengan bangga mengklaim kepada
rekan-rekan mereka bahwa mereka tidak membayar pajak sama sekali.
7. Kurangnya upaya pencegahan, di negara-negara berkembang, ratusan orang
dipenjara setiap hari karena pencurian kecil-kecilan. Akan tetapi, meskipun terdapat
banyak penggelapan pajak senilai miliaran, sangat sedikit wajib pajak yang
dipenjarakan. Para pengemplang pajak tidak menganggap bahwa mengemplang
pajak adalah tindakan yang mempunyai risiko pidana.
8. Pembayaran transaksi melalui kas tunai, dalam ekonomi yang berbasis uang tunai,
menyembunyikan penghasilan tidak hanya mudah, tetapi juga aman. Dalam sistem
ekonomi seperti ini, pengelakan pajak memiliki lingkungan yang sangat kondusif
untuk berkembang. Oleh karena itu, penyebarannya sangat cepat.
9. Dorongan komersial, jika produsen atau importir menyembunyikan transaksinya, ia
memaksa pedagang grosir untuk melakukan hal yang sama. Dengan demikian,
pengecer di jalur selanjutnya, tidak punya pilihan selain menyembunyikan transaksi
tersebut. Lebih lanjut, masih terdapat keinginan untuk menyembunyikan transaksi.
Dalam budaya seperti ini, pembukuan/pencatatan yang jujur menjadi tidak mungkin.
Bahkan, orang jujur pun dipaksa mengikuti arus untuk menjadi tidak jujur.
10. Kompleksitas hukum pajak, Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) berkaitan
dengan transaksi komersial dan harus mencakup berbagai transaksi yang sangat luas
sehingga UU PPh bersifat kompleks. Kompleksitas ini memberikan cukup justifikasi
bagi masyarakat awam untuk menggelapkannya.
11. Prosedur pajak yang membosankan, apabila hukum pajak rumit, dapat diperkirakan
prosedur administrasi pajak akan lebih rumit lagi. Oleh karena itu, kalua prosedur
pajak rumit akan mendorong masyarakat menjauhi pajak selama mungkin.
12. Tarif pajak yang tinggi, terakhir namun tidak kalah pentingnya, yaitu persoalan tarif
pajak. Tarif yang tinggi akan memberikan justifikasi kepada masyarakat untuk
mengelak membayar pajak. Tarif pajak yang rendah mungkin belum tentu juga
mendorong masyarakat untuk membayar pajak, tetapi tarif yang tinggi jelas tidak
kondusif untuk kepatuhan pajak.

FUNGSI PAJAK
Pajak memiliki fungsi yang tidak dapat diabaikan antara lain :
 Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara) pajak mempunyai fungsi budgetair,
artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk
membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber
keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak – banyaknya
untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun
intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis
pajak seperti pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain –
lain.
 Fungsi Regularend (Pengatur) pajak mempunyai fungsi pengatur, artinya pajak
sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang
sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan – tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

TAX PLANING
Tax Planning adalah perencanaan pajak yang dilakukan dengan tujuan agar biaya
pajak yang dibayar tidak melebihi jumlah yang sebenarnya. Dengan kata lain, dapat
disimpulkan bahwa Tax Planning merupakan perencanaan yang dilakukan agar
pembayaran pajak menjadi kecil tanpa melanggar peraturan perpajakan

Tax planning merupakan upaya subjek pajak untuk meminimalkan pajak yang
terutang melalui skema yang memang telah jelas diatur dalam peraturan
perundang-undangan perpajakan dan sifatnya tidak menimbulkan sengketa antara
subjek pajak dan otoritas pajak. Sementara itu, tax evasion diartikan sebagai suatu
skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan
perpajakan (illegal) seperti dengan cara tidak melaporkan sebagian penjualan atau
memperbesar biaya dengan cara fiktif.
Perusahaan perlu melakukan Tax Planning karena pajak merupakan beban yang
dapat mengurangi pendapatan bersih perusahaan. Pada intinya, ada dua tujuan
utama mengapa perlu dilakukan Tax Planning, yaitu:

 Agar perhitungan pajak sesuai dengan peraturan perpajakan sehingga tidak


menimbulkan sanksi atau denda bagi Wajib Pajak,
 Agar biaya pajak yang dibayar relatif kecil, namun tetap menaati peraturan pajak
yang berlaku.
Pendapat Merk (2007) menyatakan bahwa dalam melakukan penghematan pajak
secara internasional tersebut, subjek pajak dapat menjalankan dalam bentuk :

Pertama, substantive tax planning, yang dilakukan dengan cara berikut:

1. Memindahkan subjek pajak (transfer of tax subject) ke negara-negara yang


dikategorikan sebagai tax haven atau negara yang memberikan perlakuan pajak
khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan;
2. Memindahkan objek pajak (transfer of tax object) ke negara-negara yang
dikategorikan sebagai tax haven atau negara yang memberikan perlakuan pajak
khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis penghasilan;
3. Memindahkan subjek pajak dan objek pajak (transfer of tax subject and of tax
object) ke negara-negara yang dikategorikan sebagai tax haven atau negara yang
memberikan perlakuan pajak khusus (keringanan pajak) atas suatu jenis
penghasilan tertentu.

Kedua, formal tax planning, yaitu melakukan penghindaran pajak dengan cara tetap
mempertahankan substansi ekonomi dari suatu transaksi dengan cara memilih
berbagai bentuk formal jenis transaksi yang memberikan beban pajak yang paling
rendah.

SYARAT MELAKUKAN TAX PLANNING

Dalam melakukan Tax Planning, tentu saja ada syarat yang harus dipenuhi. Syarat-
syarat tersebut, antara lain:
 Tidak menyimpang dari peraturan perpajakan. Apabila melanggar ketentuan
perpajakan, maka akan beresiko bagi Wajib Pajak. Hal ini dapat mengancam
keberhasilan dari Tax Planning tersebut.
 Bukti transaksi dan data lainnya tidak fiktif (sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya)
 Dapat diterima secara bisnis dan pajak. Hal ini berkaitan erat dengan perencaan
perusahaan secara menyeluruh. Jika pelaksaan Tax Planning tidak masuk akal
secara bisnis, maka akan melemahkan perencanaan itu sendiri.
 Tax Planning merupakan program yang diadakan pemerintah guna
meminimalkan pajak secara legal. Tax Planning dapat dilakukan melalui
beberapa strategi.

Untuk itu dengan berbagai metode yang ada dalam membayar pajak dipelajari dan
orang berusaha untuk menghindari baik terkait dengan perorangan atau organisasi.
Khususnya pada perusahaan yang berorientasi laba, sudah tentu suatu perusahaan
domestik maupun perusahaan multinasional berusaha meminimalkan beban pajak
dengan cara memanfaatkan kelemahan peraturan perpajakan dari suatu negara. Di
banyak negara, skema penghindaran pajak (tax avoidance) dapat dibedakan menjadi:
(i) penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance); dan
(ii) penghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax avoidance).
Antara suatu negara dengan negara lain bisa jadi saling berbeda pandangannya
tentang skema apa saja yang dapat dikategorikan sebagai acceptable tax avoidance
atau unacceptable tax avoidance. Dengan demikian, bisa saja suatu skema
penghindaran pajak tertentu di suatu negara dikatakan sebagai penghindaran pajak
yang tidak diperkenankan, tetapi di negara lain dikatakan sebagai penghindaran
pajak yang diperkenankan.
Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyatakan penghindaran pajak yang
tidak diperkenankan adalah aggressive tax planning dan istilah untuk penghindaran
pajak yang diperkenankan adalah defensive tax planning.
istilah tax avoidance biasanya diartikan sebagai suatu skema transaksi yang ditujukan
untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan/celah
(loophole) ketentuan perpajakan suatu negara. Dengan demikian, banyak ahli pajak
menyatakan skema tersebut sah-sah saja (legal) karena tidak melanggar ketentuan
perpajakan. Tax avoidance umumnya menyangkut perbuatan yang masih dalam
koridor hukum. Akan tetapi, tindakan tax avoidance berlawanan dengan maksud
dari pembuat undang-undang atau bertentangan dengan ”bonafide and adequate
consideration”.
STRATEGI DALAM MELAKUKAN TAX PLANNING

Dalam melakukan Tax Planning, ada beberapa strategi yang dapat Anda lakukan,
diantaranya:

1. Tax Avoidance

Tax Planning bisa dilakukan dengan menghindari dari pengenaan pajak melalui transaksi
yang bukan objek pajak. Dalam hal ini, perusahaan atau Wajib Pajak harus menaati
peraturan pajak dan tidak melanggarnya. Agar perusahaan bisa fokus mengikuti
perkembangan dalam bidang perpajakan dan tidak terkena sanksi berupa denda, maka
disarankan untuk menggunakan jasa konsultan pajak.

Contohnya, jika perusahaan mengalami kerugian, maka perusahaan perlu mengubah


tunjangan pegawai yang sebelumnya berupa uang menjadi natura. Natura bukan
merupakan objek pajak PPh 21.

2. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenan

Perusahaan sebagai Wajib Pajak dapat mengkreditkan pajak yang sudah dipotong asalkan
tidak menyimpang dari peraturan, contohnya seperti PPh 22 atas pembelian solar dan/atau
impor, PPh 23 dan fiskal luar negeri atas perjalanan dinas pegawai.

Dalam melakukan kredit pajak PPN, Pengusaha Kena Pajak (PKB) dapat memakai dokumen
lain yang memiliki fungsi serupa dengan faktur pajak standar, misalnya Surat Perintah
Pengiriman Barang (delivery order) yang dikeluarkan oleh Bulog untuk menyalurkan tepung
terigu.

3. Melakukan Penundaan dalam Membayar Kewajiban Pajak

Perusahaan sebagai Wajib Pajak dapat menudah pembayaran kewajiban pajak. Hal ini dapat
dilakukan dengan menunda pembayaraan PPN. Misalnya, dalam membayar PPN. PPN dapat
dibayar pada akhir bulan berikutnya dan batas pembayarannya pada akhir bulan berikutnya.
4. Tax Saving

Tax Saving dilakukan dengan memilih alternatif pengenaan pajak yang memiliki tarif pajak
yang rendah. Tujuannya untuk mengefisienkan atau meminimalkan biaya pajak perusahaan.
Contohnya, apabila suatu perusahaan memiliki penghasilan kena pajak yang besarnya lebih
dari Rp100.000.000, maka dapat dilakukan perubahan pemberian natura kepada pegawai
menjadi tunjangan berupa uang.

JENIS-JENIS TAX PLANNING

1. National Tax Planning

National Tax Planning dilakukan oleh Wajib Pajak apabila hanya memiliki usaha di Indonesia
saja atau melakukan transaksi dengan Wajib Pajak dalam negeri saja. National Tax Planning
ini berpedoman pada Undang-Undang Domestik.

2. International Tax Planning

Tax Planning ini dilakukan oleh Wajib Pajak yang memiliki kegiatan usaha di dalam negeri
dan di luar negeri. Tax Planning ini juga dilakukan jika Wajib Pajak melakukan transaksi
dengan Wajib Pajak dalam negeri dan luar negeri. Berbeda dengan National Tax Planning
yang hanya memperhatikan Undang-Undang Domestik saja, International Tax Planning juga
harus memperhatikan Undang-Undang atau perjanjian pajak (Tax Treaty) dari negara-
negara yang ikut terlibat.

Dapat disimpulkan bahwa Tax Planning atau perencanaan pajak merupakan langkah awal
dalam memanajemen pajak di perusahaan (Wajib Pajak Badan). Dalam melakukan Tax
Planning ini perlu dilakukan penelitian mengenai peraturan pajak agar dapat melakukan
tindakan penghematan pajak yang legal.

Pembayaran pajak harus direncanakan dengan baik agar tidak terjadi pemborosan. Selan
itu, perlu dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Pelaporannya harus
direncanakan agar dapat diselesaikan secara tepat waktu.
TAX HEAVEN

Istilah tax havens sering disebut juga “tax heaven” atau surga pajak. Tax havens sebenarnya
lebih tepat diterjemahkan suaka pajak, karena merupakan perlindungan dari pengenaan
pajak. Asal Mula Tax havens lahir sebagai konsekuensi meningkatnya tarif pajak. Istilah ini
pertama kali muncul di majalah The Times 17 Mei 1894, ketika banyak wajib pajak di Inggris
memindahkan kekayaannya untuk menghindari pajak.
Pasca Perang Dunia I kebutuhan biaya akibat kehancuran ekonomi pasca perang mendorong
negara-negara untuk menaikkan tarif pajak agar pendapatan negara meningkat. Tarif pajak
pada 1924 bahkan mencapai 72 persen. Sejak saat itulah tax havens lahir dan tiga kota di
Swiss – Geneva, Zurich, dan Basel – menjadi pusat penghindaran pajak yang aman. Pada
kurun 1930-an, pemungutan pajak yang semakin agresif mendorong lahirnya tax havens
baru. Ketika Roosevelt berkuasa, para pengusaha di AS menggunakan Bahama sebagai
tempat menyembunyikan penghasilan.
Pada tahun 1960, Cayman Island lahir sebagai tax havens baru yang didukung perbankan
Kanada. The Rolling Stones meninggalkan Inggris pada 1971 karena beban pajak yang
terlampau tinggi. Mereka pun melakukan eksodus ke AS, dan diikuti banyak profesional
lainnya. Pada saat bersamaan Panama juga lahir sebagai tax havens yang menyimpan dana
milik pengusaha AS dan Amerika Tengah, terutama Kuba.
Secara umum tax havens didefinisikan sebagai suatu negara atau wilayah yang mengenakan
pajak rendah atau sama sekali tidak mengenakan pajak dan menyediakan tempat yang
aman bagi simpanan untuk menarik modal masuk. OECD memberi tiga ciri tax havens yaitu
menerapkan tarif pajak rendah atau bebas pajak, lack of transparency, dan lack of effective
exchange of information. Dengan demikian tidak semua yurisdiksi dengan tarif pajak rendah
merupakan tax havens karena mau bekerja sama dalam pertukaran informasi.
Negara suaka pajak pada umumnya menawarkan manfaat: (i) peluang diversifikasi investasi,
(ii), strategi menangguhkan beban pajak, (iii) perlindungan asset yang kuat, (iv) hasil
investasi bebas pajak, (v) offshore banding dengan keleluasaan dan privasi, (vi) imbal hasil
yang lebih besar, (vii) mengurangi beban pajak, (viii) menghindari restriksi mata uang, (ix)
peluang mengembangkan bisnis. Bahaya penggunaan tax havens antara lain money
laundering, penyalahgunaan perusahaan cangkang (shell companies), pendanaan yang
keliru, penggelapan pajak, dan ancaman pada stabilitas sistem keuangan.
Perusahaan yang paling hangat dan pernah melakukan dan memanfaatkan Tax heavens
adalah Apple, Google, Starbucks dan Amazon. Sebelumnya Airbus, Mark Spencer, Vodafone,
Coca Cola, Cisco, Pfizer, LTCM, Parmalat, Refco, Enron, Northern Rock.
Bagaimana dengan potensi Indoesia dalam Tax Heaven ? Menurut penelitian Tax Justice
Network (2010), lebih dari 331 miliar dollar AS (setara Rp 4.500 triliun) asset orang
Indonesia berada di tax havens. Sedang, menurut Global Financial Integrity (2014),
sedikitnya terdapat Rp 200 triliun aliran dana ilegal keluar Indonesia setiap tahunnya.
Lembaga lain seperti McKinsey pernah menyebut jumlah asset orang Indonesia di luar
negeri mencapai Rp 4.000 triliun. (Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif Center for
Indonesia Taxation Analysis (CITA)).
TAX AMNESTY
Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty adalah penghapusan pajak yang seharusnya dibayar
dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam UU
No. 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Dalam undang-undang ini juga disebutkan,
wajib pajak hanya perlu mengungkap harta dan membayar tebusan pajak sebagai pajak
pengampunan atas harta yang selama ini tidak pernah dilaporkan. Di dunia, ada beberapa
negara yang pernah menerapkan tax amnesty selain Indonesia di antaranya Australia,
Belgia, Kanada, Jerman, Yunani, Italia, Portugal, Rusia, Afrika Selatan, Spanyol, dan Amerika
Serikat.
Tujuan : Tax Amnesty dilakukan untuk menarik uang dari para wajib pajak yang disinyalir
menyimpan secara rahasia di negara-negara bebas pajak. Ada tiga tujuan yang menjadi target

pelaksanaan tax amnesty di Indonesia. Pertama, meningkatkan likuiditas domestic,


penurunan suku bunga dan investasi dan perbaikan nilai tukar rupiah melalui pengalihan
harta. Kedua, mempercepat reformasi perpajakan dan ketiga, meningkatkan penerimaan
negara dari pajak.
Kemudahan-kemudahan yang diberikan berupa tarif pajak yang rendah dan beberapa
fasilitas seperti:
1. Dihapuskannya sanksi administratif,
2. Ditiadakannya pemeriksaan pajak untuk penindakan dengan tujuan pidana,
3. Penghapusan segala pajak-pajak yang terutang.
4. Penghentian pemeriksaan pajak bagi yang sedang diperiksa.
5. Tidak dikenakannya PPh Final untuk pengalihan harta berupa saham, bangunan, atau
tanah.
Tax amnesty memang sangat menguntungkan bagi wajib pajak terutama wajib pajak yang
menunggak pajak dalam jumlah luar biasa. Walau begitu, wajib pajak diharapkan untuk jujur
dalam pelaporan pada masa-masa tax amnesty.
Beberapa hal berikut dapat membuat wajib pajak terkena sanksi setelah periode tax
amnesty berakhir:
1. Wajib pajak yang memberikan laporan palsu atas harta yang dimilikinya.
2. Pengenaan sanksi sebesar 200% dari pajak penghasilan untuk penemuan harta dari wajib
pajak yang masih menyimpan harta atau penghasilannya dengan cara-cara manipulatif
setelah dia melaporkan pada masa tax amnesty.
3. Penemuan harta yang tidak dilaporkan dari wajib pajak yang tidak mengikuti program tax
amnesty sehingga harta tersebut ditambahkan langsung sebagai penghasilan serta
dikenakan tambahan sanksi tidak mengikuti tax amnesty

Anda mungkin juga menyukai