Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PROSES KEPERAWATAN PERIOPERATIF BEDAH ANAK


DENGAN KASUS PENYAKIT HIRSPRUNG

DISUSUN OLEH :

1. VIFI OKTAFIANA (142012018088)


2. WAKIAH (142012018089)
3. WULAN SAFITRI (142012018090)
4. YUAN AZIZAH (142012018091)
5. DIAN YULIANTO (142012018092)
6. SUKMA NURIL ULUM (142012018093)
7. M. ARIF MUSTOFA R (142012018094)
8. JENI AURELIA F (142012018095)

SI KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
T.A 2020/202
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah swt. yang mana atas limpahan karunianyalah
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik tepat pada waktunya.

Ucapan terimakasih pula tak lupa kami ucapkan kapada dosen pembimbing mata kuliah, karena
berkat buah pemikirannya yang kreatif sehingga mendorong kami untuk menyusun makalah ini
guna mengikuti proses belajar mengajar.

Penulis menyadari bahwa mungkin materi ini masih jauh dari kesempurnaan, olehnya itu kritikan
dan saran yang sifatnya membangun penulisan selanjutnya sangat kami harapkan.

Akhir kata semoga materi ini dapat bermanfaat. Aamiin

                                                                                     Pringsewu, 30 November 2020

Penulis
1. Proses keperawatan perioperatif
Fase perioperatif adalah waktu sejak keputusan untuk operasi diambil hingga
sampai ke meja pembedahan, tanpa memandang riwayat atau  klasifikasi pembedahan.
Keahlian seorang perawat perioperatif dibentuk dari pengetahuan keperawatan
professional dan keterampilan psikomotor yang kemudian diintegrasikan ke dalam
tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam mengenali masalah pasien
yang sifatnya risiko atau actual pada setiap fase perioperatif yang didasarkan atas
pengetahuan dan pengalaman keperawatan perioperatif akan membantu penyusunan
rencana intervensi keperawatan. Staf keperawatan yang merawat pasien bertanggung
jawab untuk mengelola aspek-aspek penting perawatan pasien dengan cara
mengimplementasikan rencana perawatan  yang berdasarakan pada tujuan yang
diprioritaskan, koordinasi seluruh anggota tim perioperatif, dan melibatkan tindakan
mandiri dan kolaboratif.
Asuhan keperawatan praoperatif pada praktiknya akan dilakukan secara
berkesinambungan, baik asuhan keperawatan praoperatif dibagian rawat inap, poliklinik,
bagian bedah sehari (one day care) atau di unit gawat darurat yang kemudian dilanjutkan
kamar operasi oleh perawat praoperatif. Asuhan keperawatan praoperatif yang
terintegrasi secara berkesinambungan terjadi saat beberapa masalah pasien yang belum
teratasi di ruang rawat inap, poliklinik, bedah sehari, atau unit gawat darurat akan tetap
dilanjutkan oleh perawat perioperatif di kamara operasi. Dokumentasi yang optimal dapat
membantu terciptanya komunikasi yang baik antara perawat ruangan dengan perawat
kamar operasi.
Bedah anak adalah kumpulan prosedur bedah yang dilakukan untuk menangani
berbagai macam penyakit pada anak, mulai dari kelainan organ dalam hingga tumor.
Banyak perbedaan yang terdapat pada prosedur pembedahan pada anak dan orang
dewasa. Maka dari itu, dokter yang menangani prosedur bedah anak pun berbeda dengan
dokter bedah umum.
Tiap prosedur bedah pada anak memiliki ketentuan yang berbeda-beda.
Konsultasikan dengan dokter sebelum prosedur dikerjakan. Prosedur pembedahan
umumnya menggunakan anestesi. Selain itu, beberapa prosedur juga menggunakan
antibiotik guna menghindari infeksi. Jika memiliki riwayat alergi terhadap anestesi atau
antibiotik, konsultasikan dengan dokter agar penanganannya dapat disesuaikan.

Bila menggunakan obat bius, dokter akan menganjurkan pasien untuk


menghindari penggunaan obat-obatan yang mengandung aspirin. Selain itu, beri tahu
dokter jika tengah menggunakan suplemen atau produk herbal, seperti:
 Ginseng
 Bawang putih
 Ginkgo biloba

Begitu pun halnya dengan obat pengencer darah yang dapat meningkatkan risiko
perdarahan. Biasanya dokter akan meminta pasien untuk menghentikan penggunaan obat
tersebut, setidaknya 1 minggu sebelum operasi. Beri tahukan pada dokter jika sedang
menggunakan obat-obatan pengencer darah, seperti:
 Apixaban
 Aspirin
 Warfarin
 Heparin
 Rivaroxaban
 Dabigatran

 Persiapan Bedah Anak


Pada awalnya, dokter akan memulai dengan melakukan sesi tanya jawab. Orang
tua pasien atau pasien sendiri akan diminta untuk menjabarkan keluhan, riwayat
penyakit yang dimiliki, dan obat-obatan yang tengah dikonsumsi. Beberapa prosedur
juga memiliki ketentuan atau memerlukan tindakan khusus, seperti tes urin pada
operasi tumor Wilms.
Tiap teknik bedah anak memiliki persiapan yang berbeda-beda. Namun
umumnya, dokter akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Pemeriksaan
dilakukan untuk mengetahui penyakit lain yang mungkin diderita atau pun alergi
yang ada.
Pemeriksaan yang dilakukan dokter dapat berupa metode pencitraan seperti MRI
dan CT scan, atau pun berupa tes darah. Hasil pemeriksaan akan digunakan untuk
menunjang kelancaran prosedur yang akan dijalankan. Karena umumnya bedah anak
menggunakan obat bius total, dokter akan meminta pasien untuk berpuasa terlebih
dahulu selama 6 jam sebelum anestesi diberikan dan prosedur dimulai.

 Prosedur Bedah Anak


Pada tahap awal, pasien akan dibawa ke ruang operasi. Dokter akan memakaikan
baju khusus yang telah disediakan ke pasien. Selanjutnya, pasien akan diposisikan
pada tempat operasi, baik dalam posisi duduk, telentang, atau tengkurap, tergantung
prosedur bedah yang akan dilakukan.
Kemudian dokter akan memberikan anestesi, bisa berupa anestesi lokal, regional,
maupun umum (bius total), agar pasien tidak merasakan sakit akibat sayatan selama
prosedur berlangsung. Saat pasien mulai tidak sadarkan diri, dokter akan
memasangkan selang pernapasan melalui mulut pasien. Sebelum proses pembedahan
dilakukan, area kulit yang akan dibedah dibersihkan terlebih dahulu dengan cairan
antiseptik khusus. Hal ini dilakukan agar pasien terhindar dari infeksi.
Setelah area kulit yang akan dibedah telah dibersihkan, prosedur dilanjutkan
dengan melakukan sayatan. Jumlah dan besar sayatan beserta lokasinya berbeda-
beda, tergantung kondisi yang diatasi. Contohnya pada prosedur penanganan hernia,
sayatan yang dilakukan hanya sebesar 1-2 cm.
Ada pula beberapa prosedur yang menggunakan alat bantu dalam pelaksanaannya.
Seperti pada pembedahan yang dilakukan untuk mengatasi hernia, laparoskop
digunakan untuk membantu dokter dalam melihat kondisi organ sekaligus
mempermudah proses operasi.

 Setelah Bedah Anak


Umumnya, setelah prosedur bedah pada anak dilakukan, dokter akan
menyarankan agar pasien menginap di rumah sakit untuk beberapa hari hingga
kondisinya pulih dan memungkinkan untuk pulang. Hal ini ditujukan agar
mempermudah dokter dalam melakukan pengawasan pasca operasi.
Pada beberapa prosedur, selang pernapasan tetap dipasangkan ke pasien. Selang
tersebut akan dilepas saat kondisi pasien telah pulih dan dapat beraktivitas normal.
Efek samping prosedur dapat terjadi pada tiap pasien. Beda prosedur, beda pula
efek samping yang dapat terjadi. Pada beberapa kasus, bekas sayatan operasi akan
menimbulkan rasa sakit, kemerahan, atau bengkak. Hal itu tergolong wajar dan dapat
berlangsung selama beberapa hari setelah operasi. Jika rasa sakit pada bekas sayatan
sangat mengganggu, dokter dapat meresepkan obat pereda rasa sakit.
Orang tua pasien juga dapat melakukan perawatan mandiri terhadap bekas
sayatan, agar luka tidak infeksi dan pulih lebih cepat. Beberapa perawatan yang dapat
dilakukan meliputi:
- Hindari bekas sayatan terkena air, setidaknya selama 24 jam setelah operasi.
Namun, akan lebih baik apabila hal tersebut dikonsultasikan dengan dokter.
- Bersihkan kulit di sekitar bekas sayatan dengan kain lembut yang steril.
- Hindari membersihkan kulit di sekitar sayatan dengan sabun antibakteri,
alkohol, iodine, atau peroxide. Penggunaan bahan tersebut dapat
memperlambat masa pemulihan bekas sayatan.
- Hindari aktivitas atau gerakan yang dapat menarik atau menekan kulit di
sekitar bekas sayatan.
Pasien diperbolehkan pulang ketika kondisi mereka sudah cukup baik. Lama
prosedur dan pemulihannya berbeda-beda, tergantung tindakan yang diambil dan
kondisi yang tengah ditangani.

 Risiko Bedah Anak


Risiko pada setiap prosedur berbeda-beda. Namun karena prosedur bedah anak
umumnya membutuhkan sayatan, maka beberapa risiko yang dapat terjadi yakni:
- Area bekas sayatan terasa sakit
- Bekas sayatan dan kulit di sekitarnya mengalami pembengkakan
- Warna kulit di area sekitar bekas sayatan memerah
Selain itu, banyak prosedur bedah anak juga menggunakan anestesi. Penggunaan
anestesi dapat menyebabkan keluhan berupa:
- Mual
- Mulut kering
- Sakit tenggorokan
- Mengantuk
- Suara serak
- Muntah
Pada beberapa prosedur, antibiotik diberikan ke pasien guna meminimalkan
terjadinya infeksi. Namun, antibiotik sendiri dapat menimbulkan efek samping,
seperti:
- Diare
- Muntah
- Sakit perut

2. Proses Keperawatan Perioperatif Bedah Anak Dengan Hirsprung


A. Pengertian Hirschprung
Penyakit hirschprung (megakolon aganglionik) yaitu anomaly congenital yang
mengakibatkan obstruksi mekanik karena tidak adekuatan motilitas sebagagian dari
usus.
B. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini yaitu tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum atau
bagian rektosigmoid kolon. Diduga karena faktor-faktor genetik dan faktor
lingkungan, namun faktor yang sebenarnya belum diketahui.
C. Patofisiologi
Tidak adanya sel-sel ganglion dalam rectum/bagian rektosigmoid kolon sehingga
mengakibatkan tidak terjadinya peristaltik dan tidak adanya evakuasi usus sepontan
hal itu mengakibatkan terkumpulnya feses pada segmen aganglionik, usus menjadi
dilatasi (megakolon) yang proksimal dan terjadilah obstuksi pada usus.
D. Peroses keperawatan
1. Pengkajian
a. Informasi identitas/data dasar meliputi, nama, umur, jenis kelamin, agama,
alamat, tanggal pengkajian, pemberi informasi.
b. Keluhan utama
Masalah yang dirasakan klien yang sangat mengganggu pada saat dilakukan
pengkajian, pada klien Hirschsprung misalnya, sulit BAB, distensi abdomen,
kembung, muntah.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Yang diperhatikan adanya keluhan mekonium keluar setelah 24 jam setelah
lahir, distensi abdomen dan muntah hijau atau fekal.
Tanyakan sudah berapa lama gejala dirasakan pasien dan tanyakan bagaimana
upaya klien mengatasi masalah tersebut.
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Apakah sebelumnya klien pernah melakukan operasi, riwayat kehamilan,
persalinan dan kelahiran, riwayat alergi, imunisasi.
e. Riwayat Nutrisi meliputi : masukan diet anak dan pola makan anak.
f. Riwayat psikologis
Bagaimana perasaan klien terhadap kelainan yang diderita apakah ada
perasaan rendah diri atau bagaimana cara klien mengekspresikannya.
g. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada orang tua apakah ada anggota keluarga yang lain yang
menderita Hirschsprung.
h. Riwayat social
Apakah ada pendakan secara verbal atau tidak adekuatnya dalam
mempertahankan hubungan dengan orang lain.
i. Riwayat tumbuh kembang
Tanyakan sejak kapan, berapa lama klien merasakan sudah BAB.
j. Riwayat kebiasaan sehari-hari
Meliputi – kebutuhan nutrisi, istirahat dan aktifitas.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem integument
Kebersihan kulit mulai dari kepala maupun tubuh, pada palpasi dapat dilihat
capilary refil, warna kulit, edema kulit.
b. Sistem respirasi
Kaji apakah ada kesulitan bernapas, frekuensi pernapasan
c. Sistem kardiovaskuler
Kaji adanya kelainan bunyi jantung (mur-mur, gallop), irama denyut nadi
apikal, frekuensi denyut nadi / apikal.
d. Sistem penglihatan
Kaji adanya konjungtivitis, rinitis pada mata
e. Sistem Gastrointestinal
Kaji pada bagian abdomen palpasi adanya nyeri, auskultasi bising usus,
adanya kembung pada abdomen, adanya distensi abdomen, muntah (frekuensi
dan karakteristik muntah) adanya keram, tendernes.

3. Diagnosa Keperawatan
1) Pre Operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan
tidak adanya daya dorong.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang inadekuat.
c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.

2) Intra Operasi
a. Resiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan trauma
prosedur pembedahan
b. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya mikroba yang langsung masuk
pada luka pembedahan dan penurunan imunitas sekunder efek anestesi

3) Post Operasi
a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
b. Nyeri b/d insisi pembedahan
c. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan perawatan
kolostomi.
4. Intervensi Keperawatan
1) Pre operasi
a. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus
dan tidak adanya daya dorong.
Tujuan : klien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria
defekasi normal, tidak distensi abdomen.
Intervensi :
- Monitor cairan yang keluar dari kolostomi. Rasionalnya untuk
mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana
selanjutnya
- Pantau jumlah cairan kolostomi. Rasionalnya yaitu jumlah cairan yang
keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan
- Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi. Rasionalnya Untuk
mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang inadekuat.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi
diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral.
Intervensi :
- Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan. Rasionalnya untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
- Pantau pemasukan makanan selama perawatan. Rasionalnya untuk
mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori
- Pantau atau timbang berat badan. Rasionalnya untuk mengetahui
perubahan berat badan
c. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak
mengalami dehidrasi, turgor kulit normal.
Intervensi :
- Monitor tanda-tanda dehidrasi. Rasionalnya untuk mengetahui kondisi
dan menentukan langkah selanjutnya
- Monitor cairan yang masuk dan keluar. Rasionalnya untuk mengetahui
keseimbangan cairan tubuh
- Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan.
Rasionalnya untuk mencegah terjadinya dehidrasi
d. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi
abdomen.
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak
menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi :
- Kaji terhadap tanda nyeri. Rasionalnya untuk mengetahui tingkat
nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
- Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus,
ketenangan. Rasionalnya yaitu upaya dengan distraksi dapat
mengurangi rasa nyeri
- Kolaborsi dengan dokter pemberian obat analgesik sesuai program.
Rasionalnya untuk mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya
pada sistem saraf pusat
2) Intra Operasi
a. Resiko cedera berhubungan dengan pengaturan posisi bedah dan
trauma prosedur pembedahan
Tujuan : untuk menurunkan resiko cedera pada pasien selama
pembedahan. Dengan kreteria hasil : Tidak terdapat adanya cidera tekan
sekunder dari pengaturan posisi bedah
Intervensi :
- Lakukan pengaturan posisi bedah telentang dengan modifikasi
- Kaji kondisi organ pada area yang rentan mengalami cedera posisi
bedah
- Bandingkan status neurovaskular sebelum dan setelah oprasi
- Bantu ahli bedah pada saat membuka jaringan
- Lakukan perhitungan jumlah kasa dan instrument yang telah
digunakan
b. Resiko infeksi berhubungan dengan adanya mikroba yang langsung
masuk pada luka pembedahan dan penurunan imunitas sekunder
efek anestesi
Tujuan : mencegah terjadinya kontaminsi intraoperatif dan optimalisasi
hasil pembedahan. Dengan criteria hasil: lukabedah tidak mengalami
kontaminasi.
Intervensi:
- Lakukan manajemen asepsis intraoperasi
- Optimalisasi peran perawat instrument dan perawat asisten bedah
- Bantu ahli bedah saat melakukan penutupan jaringan di abdomen
- Bersihkan area bedah dan tutup luka bedah
- Lakukan pemantauan pasca bedah

3) Post Operasi
a. Gangguan integritas kulit b/d kolostomi dan perbaikan pembedahan
Tujuan : memberikan perawatan perbaikan kulit setelah dilakukan operasi
Intervensi :
- Kaji insisi pembedahan, bengkak dan drainage.
- Berikan perawatan kulit untuk mencegah kerusakan kulit.
- Oleskan krim jika perlu.
b. Nyeri b/d insisi pembedahan
Tujuan :Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak
menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.
Intervensi :
- Observasi dan monitoring tanda skala nyeri. Rasionalnya untuk
mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
- Lakukan teknik pengurangan nyeri seperti teknik pijat punggung
dansentuhan. Rasionalnya yaitu upaya dengan distraksi dapat
mengurangi rasa nyeri
- Kolaborasi dalam pemberian analgetik apabila dimungkinkan.
Rasionalnya untuk mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya
pada sistem saraf pusat
c. Kurangnya pengetahuan b/d kebutuhan irigasi, pembedahan dan
perawatan kolostomi
Tujuan : pengetahuan keluarga pasien tentang cara menangani kebutuhan
irigasi, pembedahan dan perawatan kolostomi tambah adekuat.
Intervensi :
- Kaji tingkat pengetahuan tentang kondisi yang dialami perawatan di
rumah dan pengobatan.
- Ajarkan pada orang tua untuk mengekspresikan perasaan, kecemasan
dan perhatian tentang irigasi rectal dan perawatan ostomi.
- Jelaskan perbaikan pembedahan dan proses kesembuhan.
- Ajarkan pada anak dengan membuat gambar-gambar sebagai ilustrasi
misalnya bagaimana dilakukan irigasi dan kolostomi.
- Ajarkan perawatan ostomi segera setelah pembedahan dan lakukan
supervisi saat orang tua melakukan perawatan ostomi.
DAFTAR PUSTAKA

Artikel Terakhir diperbarui tanggal 13 Agustus 2018. Ditinjau oleh: dr. Tjin Willy.
Diakses pada tanggal 29 November 2020 :
https://www.alodokter.com/ketahui-hal-hal-yang-berkaitan-dengan-bedah-anak

Blog keperawatan diakses pada tanggal 29 November 2020 :


http://nersrezasyahbandi.blogspot.com/2013/11/askep-perioperatif.html

Budi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Penyakit Hisprung, ECG : Jakarta.

Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2009. Asuhan Keperawatan perioperatif : Konsep,
Proses, dan Aplikasi. Salemba Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai