Anda di halaman 1dari 54

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN PERILAKU PENDERITA DANDUKUNGAN


KELUARGADENGAN KEPATUHAN PENGOBATAN
PASIENTUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS LANGARA KABUPATEN
KONAWE KEPULAUAN

OLEH :
HERLINA LAMBIYE
NIM : P2016.01.138

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberculosis ialah suatu terinfeksi kronis pada paru dan dikarenakan

Mycobacterium tuberculosis (Kemenkes, 2019).MenurutQadeer et al

(2017)Tuberculosis menjadimasalah terutama penyakit mendunia kisaran

10,4 juta jiwa serta paling banyak pada Negara belum berkembang.

Tuberculosis masuk urutan sembilan mortilitas global setelah AIDS.

Penyakit banyak TB seasia Tenggara dalam presentasi 45%, kemudian

seafrika 25%, sepasifik Barat 17%, Timur tengah 7%, Eropa 3% serta

Amerika 3%. Sedang dalam urutan lima penyakit tuberculosis (56% kasus TB

Dunia) adalah India, Indonesia, China, Filipina, dan Pakistan (WHO, 2017).

Pada 2016 didapat total penyakit tuberculosis di Indonesia berjumlah

351.893. bertambah menjadi 446.732 kasus di 2017 selalu bertambah 2018

sebanyak 566.623 kasus (Kemenkes, 2019).

Selurus pembuatan gerak terpaduan nasionalnya penanggulang TB,

sehingga StrategiNasional Pengendalian Tuberkulosis. Tujuan strategi ini

adalah meningkatkannya serta perluas pemanfaatannya strategian dapat

menghentinya penularanan Tuberculosis dalam peningkatan diagnosis tepat

1
2

Dalam mencapai tujuan secara mendunia,(PMO) (Kemenkes RI, 2011).

Pengobatannya kepada penderitanya mendapat perlakuan terhadap enis

pengobatan. Direkomendasikan ole Who berobat diawasi oleh pertugas.

Terdiri dari anggota keluarga, kader, petugas kesehatan atau relawan,

hingga tingkatan kepatuhannya meminum berobat penderitanya mendapat

ditingkatan sehinga tercapai (Depkes RI, 2008).

Keberhasilan pengobatan TB sangat di pengaruhi oleh peran seorang

PMO.Penelitian tentang PMO pernah dilakukan oleh Amira, I., dkk (2018),

Data Dinkes Prov. Sultra di 2017 total penderita TB paru pada Provinsi Sultra

sebanyak 377 kasus. Akan tetapi pada tahun 2018 penderita TB mengalami

peningkatan yang sangat signifikan yaitu sebesar 4.687 kasus (Laporan

Tahunan Dinkes Prov. Sultra, 2018).

Berdasarkan data laporan Dinkes Kab. Konkep jumlah kasus TB paru di

konkep tahun 2017 sebesar 52 kasus, tahun 2018 sebesar 47 kasus dan tahun

2019 sebesar 51 kasus (Laporan Tahunan Dinkes Kab. Konkep, 2019).

Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang

penyebarannya sangat mudah sekali, yaitu melalui batuk, bersin dan

berbicara. Untuk mengurangi bertambahnya TB paru dan masalah yang

ditimbulkan oleh penyakit TB paru, perlu dilakukan penanganan awal yang

dapat dilakukan adalah dilingkungan keluarga. Penyebaran penyakit

tuberkulosis paru yang sangat mudah ini, sangat rentan pada keluarga yang

anggota keluarganya sedang menderita penyakit tersebut. Penyakit dapat

menular pada anggota keluarga yang lain. Besarnya angka ketidakpatuhan


3

berobat akan mengakibatkan tingginya angka kegagalan pengobatan penderita

TB paru dan menyebabkan makin banyak ditemukan penderita TB paru.

Salah satu faktor penyebab ketidakpatuhan minum obat penderita TB paru

adalah penderita itu sendiri (Depkes RI, 2008).

Perilaku pasien mempunyai peran yang sangat besar dalam meningkatkan

kepatuhan pengobatan. Kepatuhan dalam pengobatan sebagai perilaku pasien

yaitu dapat mentaati semua nasihat dan petunjuk yang dianjurkan oleh tenaga

medis, seperti dokter dan apoteker mengenai segala sesuatu yang harus

dilakukan untuk mencapai tujuan pengobatan, salah satu diantaranya adalah

kepatuhan minum obat yang merupakan syarat utama keberhasilan dalam

pengobatan (Kaplan, dkk., 1997 dalam Wulandari, D.H., 2015).

Faktor lain yang berperan sangat besar dalam meningkatkan kepatuhan

pengobatan pasien adalah dukungan dari keluarga yaitu dengan adanya

pengawasan dan pemberi dorongan kepada pasien. Penderita dan keluarga

menyadari akan pentingnya kepatuhan berobat, dan sering kali penderita

ingin segera menyelesaikan pengobatan supaya dilihat oleh masyarakat

dirinya sembuh dan diterima kembali oleh masyarakat. Keperawatan tidak

hanya ditujukan kepada individu perseorangan melainkan juga pada

kelompok, keluarga dan masyarakat seperti yang dikemukakan dalam model

konsep Orem yang mengutamakan keperawatan mandiri klien, mengajak

klien dan keluarga untuk secara mandiri mencegah, mendeteksi, dan

menangani masalah kesehatan. Keluarga diharapkan mampu mengurangi dan


4

menekan kelalaian minum obat karena keluarga dapat mengawasi penderita

secara langsung dan kontinyu (Depkes RI, 2008).

Sesuai dengan pengambilan data awal di puskesmas langara, jumlah

penderita TB paru mengalami peningkatan dimana tahun 2017 sebanyak 16

kasus, tahun 2018 sebanyak 23 kasus, tahun 2019 sebanyak 27 kasus dan 3

diantaranya sebagai status TB MDR (Multidrug-Resistant Tuberculosis) dan

untuk tahun 2020 periode sampai juni sebanyak 31 kasus yang terdiri dari 11

orang kasus kambuh (9 orang kategori 2 dan 2 orang sebagai status TB MDR)

dan 22 orang kasus baru (Laporan Tahunan Puskesmas Langara, 2020).

Saat peneliti melakukan wawancara dengan petugas penanggung jawab

penyakit TB, salah satu faktor penyebab meningkatnya kejadian TB paru

adalah kebanyakan mereka tidak patuh saat pengobatan seperti minum obat

tidak tepat waktu dan bahkan ada yang berhenti minum obat selama masih

proses pengobatan, merasa bosan untuk kontrol kepuskesmas. Saat

wawancara lebih lanjut ketidakpatuhan penderita TB paru disebabkan karena

perilaku mereka yang tidak baik seperti malas mengambil obat secara rutin.

Selain itu kurangnya dukungan keluarga dalam pengobatan pasien seperti

tidak mengingatkan jadwal minum obat. Berdasarkan hal tersebut diatas

sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Hubungan

perilaku penderita dan dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan

pasien tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas langara kabupaten konawe

kepulauan”.

B. Rumusan Masalah
5

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah ada hubungan perilaku penderita dengan kepatuhan pengobatan

pasien tuberkulosis di wiliyah kerja puskesmas langara kabupaten konawe

kepulauan?.

2. Apakah ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan

pasien tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas langara kabupaten

konawe kepulauan?.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan perilaku penderita dan dukungan keluarga

dengan kepatuhan pengobatan pasien tuberkulosis di wilayah kerja

puskesmas langara kabupaten konawe kepulauan.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan perilaku dengan kepatuhan pengobatan

pasien tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas langara kabupaten

konawe kepulauan.

b. Untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

pengobatan pasien tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas langara

kabupaten konawe kepulauan.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan sumbangan

keilmuan dalam kesehatan khususnya bidang keperawatan tentang


6

hubungan perilaku penderita dan dukungan keluarga dengan kepatuhan

pengobatan pasien tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas langara

kabupaten konawe kepulauan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi untuk

meningkatkan pemahaman tentang hubungan perilaku penderita dan

dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan pasien tuberkulosis.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah inovasi baru dan

bahan bacaan untuk menambah wawasan terkait hubungan perilaku

penderita dan dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan

pasien tuberkulosis.

c. Bagi Profesi Keperawatan

Penelitian ini nantinya diharapkan dapat menjadi masukan untuk

meningkatkan asuhan keperawatan terkait hubungan perilaku

penderita dan dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan

pasien tuberkulosis.

d. Bagi Pasien dan Keluarga

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada

penderita, keluarga dan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis

sehingga dapat menjalani pengobatan secara baik.

e. Bagi Peneliti Selanjutnya


7

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pustaka atau

acuan bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang kepatuhan

pengobatan tuberkulosis.
8

E. Kebaruan Penelitian
Tabel 1. Kebaruan Penelitian
No Peneliti dan
Judul penelitian Desain penelitian Hasil Persamaan Perbedaan
. Tahun
1 2 3 4 5 6 7
1. Utami, R.N., Hubungan peran Jenis penelitian yang Ada hubungan antara Subyek Variabel
Gani, N.F., keluarga dan digunakan deskriptif peran keluarga (nilai penelitian yaitu independen pada
Kasim, J efikasi diri pasien analitik ρ= 0,023) pasien TB paru. penelitian ini
(2018) dengan denganpendekatancros dan efikasi diri pasien Selain itu adalah peran
kepatuhan berobat s sectional. (nilai ρ= 0,016) desain keluarga dan
pada pasien TB di dengan kepatuhan penelitian yang efikasi diri,
Balai Besar berobat pasien TB di digunakan yaitu sedangkan yang
Kesehatan Paru Balai Besar Kesehatan cross sectional dilakukan oleh
Masyarakat Paru study. peneliti adalah
Masyarakat. perilaku penderita
dan dukungan
keluarga. Selain
itu variabel
dependen pada
penelitian ini
adalah kepatuhan
minum obat,
sedangkan yang
dilakukan oleh
peneliti adalah
kepatuhan
pengobatan pasien
9

tuberkulosis.
1 2 3 4 5 6 7
2. Febrina, W., Analisis peran Penelitian kualitatif Ada empat buah tema Subyek Variabel
Rahmi, A keluarga sebagai dengan pendekatan yaitu, peran sebagai penelitian yaitu independen dalam
(2018) pengawas minum fenomenologi. motivator sudah pasien TB paru. penelitian ini
obat (PMO) pasien optimal, peran adalah peran
TB paru mengingatkan keluarga,
pemeriksaan ulang sedangkan yang
sputum sudah optimal, dilakukan oleh
peranpengawasan peneliti adalah
pengobatan sudah perilaku penderita
maksimal, peran dan dukungan
sebagai edukator keluarga. Selain
belum maksimal itu metode
penelitian pada
penelitian ini
adalah kualitatif
dengan
pendekatan
fenomenologi,
sedangkan yang
dilakukan oleh
peneliti adalah
kuantitatif dengan
pendekatan
observasional.
10

1 2 3 4 5 6 7
3. Irnawati, N. Pengaruhdukunga Penelitian analitik Terdapat pengaruh Variabel Variabel
M., Siagian, n keluarga dengan cara dukungan keluarga independen independen pada
I.E.T., Ottay, terhadap pendekatan cross terhadap yaitu dukungan penelitian ini
R.I (2016) kepatuhan minum sectional. kepatuhanminum obat keluarga. Selain hanya satu yaitu
obat pada pada penderita itu subyek dukungan
penderita tuberkulosis dimana penelitian yaitu keluarga,
tuberkulosis di memiliki nilai p pasien TB paru. sedangkan yang
Puskesmas value = 0,001 (<0,05). Selain itu dilakukan oleh
Motoboi Kecil desain peneliti terdiri dari
Kota penelitian dua yaitu perilaku
Kotamobagu dengan penderita dan
pendekatan dukungan
cross keluarga. Selain
sectional. itu variabel
dependen pada
penelitian ini
adalah kepatuhan
minum obat,
sedangkan yang
dilakukan oleh
peneliti adalah
kepatuhan
pengobatan pasien
tuberkulosis.
11

1 2 3 4 5 6 7
6. Septia, A., Hubungan Desain penelitian Ada hubungan Subyek Variabel
Rahmalia, S., dukungan keluarga yang digunakan adalah dukungan keluarga penelitian yaitu independen pada
Sabrian, F dengan survey analitik dengan dengankepatuhan pasien Tb paru penelitian ini
(2014) kepatuhan minum rancangan cross minum obat pada dan desain hanya satu yaitu
obat pada sectional. penderita TB paru penelitian yaitu dukungan
penderita TB paru dengan nilai p-value pendekatan keluarga,
= 0.036. cross sedangkan yang
sectional. dilakukan oleh
peneliti terdiri dari
dua yaitu perilaku
penderita dan
dukungan
keluarga.
7. Palinggi, Y., Hubungan Metode penelitian Ada hubungan antara Variabel Variabel
Kadir, A., motivasi keluarga cross sectional. motivasi keluarga dependen yaitu independen pada
Semana, A dengan dengan kepatuhan kepatuhan penelitian ini
(2013) kepatuhanberobat berobat pada pasien TB berobat pasien adalah motivasi
pada paru rawat jalandi RSU TB paru. Selain keluarga,
pasien TB paru A. Makkasau Pare-Pare itu subyek sedangkan yang
rawat jalandi RSU dengan nilai p=0,029. penelitian yaitu dilakukan oleh
A. Makkasau Pare- pasien TB paru peneliti adalah
Pare dan metode perilaku penderita
penelitian yaitu dan dukungan
cross sectional. keluarga.
12

1 2 3 4 5 6 7
8. Kartikasari, Hubungan peran Desain yang digunakan Ada hubungan peran Subyek Variabel
D., Rejeki, S., keluarga sebagai adalah deskriptif keluarga sebagai PMO penelitian yaitu independen pada
Wuryanto, E Pengawas Minum korelasional dengan dengan kepatuhan pasien TB paru penelitian ini
(2012) Obat(PMO) pendekatan cross minum obat pada dan desain adalah peran
dengan sectional. penderita TB paru di penelitian keluarga,
kepatuhan minum PuskesmasKedungwuni dengan sedangkan yang
obat pada II pendekatan dilakukan oleh
penderita TB KabupatenPekalongan cross peneliti adalah
Paru di dengan nilai p = 0,000. sectional. perilaku penderita
puskesmas dan dukungan
Kedungwuni II keluarga. Selain
Kabupaten itu
Pekalongan variabel dependen
pada penelitian ini
adalah kepatuhan
minum obat,
sedangkan yang
dilakukan oleh
peneliti adalah
kepatuhan
pengobatan pasien
tuberkulosis.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Tuberkulosis Paru

1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkulosis adalah penyakit menular di udara dan paling banyak

menyerang paru-paru. Organisme penyebabnya adalah basil tahan asam

mycobacterium tuberculosis (Dalvin and Smith, 2017).

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri

mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri tahan asam (BTA)

dan juga merupakan penyakit menular (Kemenkes RI, 2014).

2. Etiologi

Penyebab utama tuberkulosis paru adalah bakteri mycobacterium

tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis berupa kuman batang, tahan

terhadap asam, dan bersifat aerob. Basil tuberkel berukuran 0,3 x 2 mm

sampai 4 mm, lebih kecil dari ukuran eritrosit atau sel darah merah. Basil

tuberkulosis bisa terus hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan di

dalam ruangan yang lembab (Price and Wilson, 2006). Seseorang bisa

terinfeksi bakteri melalui berbicara, tertawa, batuk, maupun bersin yang

mengandung droplet besar (lebih besar dari 100 µ) dan droplet kecil (1

sampai 5 µ). Droplet yang besar menetap sementara droplet yang kecil

tertahan di udara dan dihirup oleh individu yang rentan (Smeltzer & Bare,

2001).

14
15

3. Manifestasi

Gejalanya terutama pada tuberculosis ialah batuk-batik dahak

dalam dua minggu ataupun melebihi. Gejala-gejala lainnya: (Kementrian

Kesehatan RI, 2018)

a. Batuk berdarah

b. Dahaknya bercampur darah

c. Sesak saat bernafas

d. Badannya lemah

e. Penurunan nafsu makannya

f. Penurnan BB

g. Mual muntah

h. Keringatan pda malam harinya

i. Mengigil lebih sebulanan

4. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Tahapan Pengobatan Tuberkulosis

Menurut Kemenkes RI (2014) pengobatan TB akan selalu meliputi

pengobatan tahap awal dan pengobatan tahap lanjutan. Pada tahap

awal pengonsumsian obat dilakukan setiap hari. Hal tersebut

digunakan untuk menurunkan jumlah bakteri yang berada di dalam

tubuh klien dan mengurangi pengaruh dari sedikit bakteri yang

dimungkinkan resisten sejak klien belum mengonsumsi OAT. Tahap

awal ini dilakukan selama 2 bulan dan dengan pengonsumsian OAT

secara teratur dan tanpa penyulit, setelah 2 minggu pengobatan


16

daya penularan sudah sangat menurun. Untuk tahap lanjutan sendiri

merupakan tahap yang penting untuk menurunkan dan membunuh sisa

bakteri yang ada di dalam tubuh klien, sehingga klien dapat sembuh

dan tercegah dari kekambuhan.

a. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

Tabel 2. Jenis, sifat, dan efek samping OAT


Jenis Sifat Efek Samping
Isonazid (H) Bakterisidal Neuropati perifer, psikosis
toksik,gangguan fungsi hepar,
kejang
Rifampisin (R) Bakterisidal Flu Syndrome, gangguan
gastrointestinal, urine
berwarna merah, gangguan
fungsihepar, trombositopeni,
demam, skin rash, sesak napas,
anemia hemolitik
Pirazinamid (Z) Bakterisidal Gangguan gastrointestinal,
gangguan fungsi hepar, gout
artitis
Streptomisin (S) Bakterisidal Nyeri di tempat suntikan,
gangguankeseimbangan dan
pendengaran, syok
anafilaktik,anemia,
agranulositosis,trombositopeni
Etambutol (E) Bakteriostatik Gangguan pengelihatan, buta
warna, neuritis perifer

b. Hasil Pengobatan

Menurut Harun (2002), hasil pengobatan penderita TB paru dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Sembuh
17

Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah

menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan ulang

dahak (follow-up) paling sedikit 2 (dua) berturut-turut hasilnya

negatif (yaitu pada AP sebulan sebelum AP dan pada satu

pemeriksaan follow-up sebelumnya).

2) Pengobatan lengkap

Penderita yang telah menyelesaikan pengobatan secara

lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali

berturut-turut negatif. Tindak lanjut : Penderita diberi tahu

apabila muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan

mengikuti prosedur tetap.

3) Pindah

Pindah adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan

di suatu kabupaten lain dan kemudian pindah berobat ke

kabupaten ini dan penderita harus membawa surat pindah/rujukan

(TB –09).

4) Drop Out (DO)

Drop out adalah penderita yang sudah berobat paling kurang

1 bulan, dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang

kembali berobat. Umumnya penderita tersebut kembali dengan

hasil pemeriksaan dahak BTA Positif.

5) Gagal
18

Penderita BTA Positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir

pengobatan atau lebih dan penderita dengan hasil BTA negatif

rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2

pengobatan.

6) Meninggal

Penderita TB paru yang diketahui meninggal karena sebab

apapun.

B. Tinjauan Tentang Kepatuhan Pengobatan Pasien Tuberkulosis

1. Definisi

Menurut Sarfino (1990) yang dikutip oleh Suparyanto (2010) dalam Dewi

(2011) mendefinisikan kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita

melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter

atau yang lain. Kepatuhan adalah perilaku positif penderita dalam

mencapai tujuan terapi.

2. Pentingnya Kepatuhan

Kepatuhan dalam menjalankan pengobatan merupakan salah satu

faktor penentu utama dalam keberhasilan sebuah terapi. Setiap saat pasien

bisa menjadi tidak patuh berobat selama masa terapi, justru

kecenderungan tidak patuh pada awal pengobatan menjadi suatu hal yang

perlu diperhatikan. Rerata penderita menjadi tidak patuh karena efek

samping obat dan rasa tidak percaya diri pasien karena mereka menderita

penyakit tersebut (Afandi, 2017).


19

C. Tinjauam Tentang Perilaku Penderita

1. Definisi

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan

penderita tuberkulosis paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya

dan cara pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai

orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang

disekelilingnya(Achmadi, 2000).

Perilaku kesehatan adalah respons seseorang terhadap masalah, juga

lingkungannya. Sedangkan lingkungan ialah seorang bereaksi dengan

fisiknya, mental, social-budaya agar keadaan tersebut tidak

mempengaruhi kesehatannya. Adapun perilaku yang yang dipehatikan

adalah: kebiasaan kepatuhan minum obat dan kebiasaan membuang ludah.

2. Determinan Perilaku

a. Determinan atau faktor internal

Determinan atau faktor internal yakni karakteristik orang yang

bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya : umur,

pendidikan, tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan

sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal

Determinan atau faktor eksternal yakni lingkungan, baik

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, pekerjaan dan

sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang

dominan yang mewarnai perilaku seseorang.


20

3. Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku

a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing faktors)

Faktor-faktor predisposisi (predisposing faktors) yang terwujud

dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai,

pekerjaan dan sebagainya.

b. Faktor-faktor pendukung (enabling faktors)

Faktor-faktor pendukung (enabling faktors) yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau

sarana-sarana kesehatan, misalnya peran PMO, pemakaian OAT dan

sebagainya.

c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing faktors)

Faktor-faktor pendorong (reinforcing faktors) yang terwujud

dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain,

keluarga dan masyarakat yang merupakan kelompok referensi oleh

perilaku masyarakat.

D. Tinjauan Tentang Dukungan Keluarga

1. Definisi

Dukungan keluarga merupakan sistem pendorong bagi anggota keluarga,

sehingga anggota keluarga akan selalu berpikir bahwa orang yang

mendukung akan selalu siap memberikan pertolongan jika diperlukan

(Friedman, 2010).

2. Dimensi Dukungan Keluarga


21

Menurut Friedman (2010) terdapat tiga dimensi utama dari dukungan

keluarga yaitu:

a. Dukungan informasional

Dukungan ini merupakan dukungan yang diberikan keluarga

kepada anggota keluarganya melalui penyebaran informasi. Seseorang

yang tidak dapat menyelesaikan masalahnya maka dukungan ini

diberikan dengan cara memberikan informasi, nasehat dan petunjuk

tentang cara penyelesaian masalah. Keluarga dapat menyediakan

informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi

dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stressor.

Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan

memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan

menyediakan feed back. Pada dukungan informasi ini keluarga

sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi. Keluarga

sebagai tempat dalam memberi semangat serta pengawasan terhadap

kegiatan harian misalnya klien TB paru yang sedang dalam fase

pengobatan intensif sehingga butuh pengawasan keluarga sebagai

Pengawas Menelan Obat (PMO).

b. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan

konkrit. Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah

seperti pelayanan, bantuan financial dan material berupa bantuan

nyata (Instrumental support material support), suatu kondisi dimana


22

benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,

termasuk di dalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang

memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,

menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan

merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu

memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai

oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata

keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan

nyata.

c. Dukungan emosional dan harga diri

Dukungan ini mencakup ungkapan empati, kepedulian, dan

perhatian dari orang yang bersangkutan kepada anggota keluarga

yang mengalami masalah kesehatan. Keluarga merupakan tempat

yang aman untuk istirahat dan pemulihan dari penguasaan emosi.

Keluarga bertindak sebagai pembimbing atau umpan balik serta

validator identitas keluarga yang ditunjukkan melalui penghargaan

positif misalnya penghargaan untuk klien TB paru, persetujuan

dengan gagasan atau perasaan individu dan perbandingan positif pada

klien TB paru dengan klien lainnya seperti orang lain dengan kondisi

yang lebih buruk darinya. Hal tersebut dapat menambah harga

dirinya. Dukungan emosional dan harga diri juga dapat memberikan

semangat dalam berperilaku kesehatan, sebagai contohnya adalah


23

dukungan ini dapat diberikan pada klien TB paru dalam menjalani

pengobatan.

3. Sumber Dukungan Keluarga

Root & Dooley (1985) dalam kuncoro (2012) ada 2 sumber dukungan

keluarga yaitu natural dan artificial. Dukungan keluarga yang natural

diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara

spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya misalnya anggita

keluarga (anak, istri, suami, saudara) teman dekat atau relasi. Dukungan

keluarga ini bersifat non formal sedang dukungan keluarga artificial

adalah dukungan yang dirancang kedalam kebutuhan primer seseorang

misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui berbagai

sumbangan. Menyediakan dukungan baik emosional maupun dalam

bentuk informasi diberikan dalam bentuk siap membantu, bersedia

mendengar, perhatian terhadap kebutuhan pasien dan menyediakan

lingkungan yang sesuai untuk pasien membagi pengalaman perawatan

mereka. Sebagai tambahan, memberikan dukungan membantu

meningkatkan kepercayaan diri pasien untuk melanjutkan aktivitas

perawatan.

Thorsteinson (2011) menyatakan bahwa mendengarkan perasaan

seseorang dan memegang tangan merupakan contoh cara memberi

dukungan dan menyemangati pasien. Memastikan kondisi lingkungan

yang dapat memotivasi pasien memberi keuntungan dalam meningkatkan

kompetensi perawatan dan berguna untuk memfasilitasi hubungan antara


24

perawat dan pasien dan keluarganya. Interaksi tersebut membantu pasien

untuk merespon kebutuhan perawatan mandiri dan membangun keinginan

untuk mendiskusikan masalah mereka.

E. Tinjauan Empiris

Beberapa penelitian terdahulu berkaitan dengan tuberculosis adalah penelitian

yang dilakukan oleh Utami, R.N., Gani, N.F., Kasim, J (2018) dengan judul

hubungan peran keluarga dan efikasi diri pasien dengan kepatuhan berobat

pada pasien TB di Balai BesarKesehatan Paru Masyarakat. Dari hasi

penelitian didapatkan bahwa ada hubungan antara peran keluarga (nilai ρ=

0,023)dan efikasi diri pasien (nilai ρ= 0,016) dengan kepatuhan berobat

pasien TB di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat.

Penelitian lain adalah Febrina, W., Rahmi, A (2018) dengan judul analisis

peran keluarga sebagai pengawas minum obat (PMO) pasien TB paru. Hasil

penelitian didapatkan bahwa ada empat buah tema yaitu, peran

sebagaimotivator sudah optimal, peran mengingatkan pemeriksaan

ulangsputum sudah optimal, peran pengawasan pengobatan sudahmaksimal,

peran sebagai edukatorbelum maksimal.

Penelitian Irnawati, N. M., Siagian, I.E.T., Ottay, R.I (2016) dengan judul

pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat pada penderita

tuberkulosis di Puskesmas Motoboi Kecil Kota Kotamobagu. Hasil penelitian

didapatkan ada pengaruh dukungan keluarga terhadap kepatuhan minum obat

pada penderita tuberkulosis dimana memiliki nilai p value = 0,001 (<0,05).


25

Penelitian Prihantana, A.S., Wahyuningsih, S.S (2016) tentang hubungan

pengetahuan dengan tingkat kepatuhan pengobatan pada pasien tuberkulosis

di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Hasil penelitian didapatkan ada

hubungan yang signifikansi antara pengetahuan dengan tingkat kepatuhan

pengobatan pada pasien tuberkulosis paru di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro

Sragen dengan nilai signifikansi 0,009.

Penelitian Siswanto, I. P., Yanwirasti, Usman, E (2015) tentang hubungan

pengetahuan dandukungankeluarga dengan kepatuhanminumobatanti

tuberkulosis diPuskesmas Andalas Kota Padang. Hasil penelitian

menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan pasien TB paru (p=0,000)

dan dukungan keluarga (p=0,04) dengan kepatuhan minumobat anti-

tuberkulosis di Puskesmas Andalas Kota Padang.

Penelitian Septia, A., Rahmalia, S., Sabrian, F (2014)dengan judul hubungan

dukungan keluarga dengankepatuhan minum obat pada penderita TB paru.

Hasil penelitian didapatkan ada hubungan dukungan keluarga dengan

kepatuhan minum obat pada penderita TB paru dengan nilai p-value =

0.036.

Penelitian Palinggi, Y., Kadir, A., Semana, A (2013) dengan judul hubungan

motivasi keluarga dengan kepatuhan berobat pada pasien TB paru rawat jalan

di RSU A. Makkasau Pare-Pare. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan

antara motivasi keluarga dengan kepatuhan berobat pada pasien TB paru rawat jalan

di RSU A. Makkasau Pare-Pare dengan nilai p=0,029.

Penelitian Kartikasari, D., Rejeki, S., Wuryanto, E (2012) dengan judul

hubungan peran keluarga sebagai Pengawas Minum Obat (PMO) dengan


26

kepatuhan minum obat pada penderita TB Paru di puskesmas Kedungwuni

II Kabupaten Pekalongan. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan

peran keluarga sebagai PMO dengan kepatuhan minum obat pada

penderita TB paru di Puskesmas Kedungwuni II Kabupaten Pekalongan

dengan nilai p = 0,000.


BAB III
KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pikir Penelitian

Kepatuhan pengobatan pasien tuberkulosis merupakan ketaatan pasien

tuberkulosis selama menjalani pengobatan. Kepatuhan pasien dalam

pengobatan sangat erat hubungannya dengan perilaku penderita dan

dukungan keluarga.

Perilaku yang baik dari penderita dalam kaitannya dengan pengobatan

akan menyebabkan penderita tersebut semakin patuh dalam pengobatan.

Begitupun sebaliknya semakin kurang baik perilaku penderita terhadap

pengobatan maka penderita tersebut akan semakin tidak patuh terhadap

pengobatan.

Selain perilaku penderita, dukungan keluarga memegang peranan penting

pula terhadap kepatuhan pasien tuberkulosis dalam pengobatan. Semakin

sering keluarga memberikan bantuan pada anggota keluarga yang menderita

tuberkulosis (dukungan positif) seperti mengingatkan jadwal minum obat

maka penderita tersebut akan semakin patuh dalam pengobatan. Begitupun

sebaliknya semakin jarang/tidak pernah keluarga memberikan bantuan pada

anggota keluarga yang menderita tuberculosis (dukungan negatif) maka

penderita tersebut akan semakin tidak patuh terhadap pengobatan.

27
28

B. Bagan Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Perilaku Penderita

Kepatuhan
Pengobatan Pasien
Dukungan Keluarga

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian

C. Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan pengobatan

pasien tuberkulosis.

2. Variabel Independen

Variabel independen dalam penelitian ini adalah perilaku penderita

dan dukungan keluarga.

D. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Kepatuhan Pengobatan Pasien Tuberkulosis

Yang dimaksud dengan kepatuhan pengobatan pasien tuberkulosis

dalam penelitian ini adalah ketaatan penderita selama menjalani

pengobatan. Untuk mengukur kepatuhan pengobatan pasien tuberkulosis

peneliti menggunakan kuesioner MMAS-8 (Morisky Medication

Adherence Scale) yaitu skala kuesioner yang terdiri dari 8 item

pertanyaan terkait kepatuhan pengobatan pasien tuberkulosis dengan nilai

tertinggi 8 dan nilai terendah 0. Jenis pertanyaan terdiri dari dua yaitu

positif dan negatif. Pertanyaan positif jika jawaban “ya” diberi nilai 1, jika
29

“tidak” diberi nilai 0. Sebaliknya pertanyaan negatif jika jawaban “ya”

diberi nilai 0, jika “tidak” diberi nilai 1. Adapun kriteria objektif

kepatuhan dikategorikan sebagai berikut: (Yuda, A.A., 2018)

a. Patuh : jika total jawaban responden memiliki skor 6-8

b. Tidak patuh: jika total jawaban responden memiliki skor < 6

2. Perilaku Penderita

Yang dimaksud dengan perilaku penderita dalam penelitian ini adalah

suatu respon penderita dalam hal kepatuhan pengobatan. Untuk mengukur

perilaku penderita menggunakan kuesioner yang terdiri dari 8 item

pertanyaan. Jika jawaban “ya” diberi nilai 1 dan untuk jawaban “tidak”

diberi nilai 0. Adapun kriteria objektif perilaku penderita dikategorikan

sebagai berikut: (Yuda, A. A., 2018)

a. Baik : jika total jawaban responden memiliki skor 4-8

b. Kurang : jika total jawaban responden memiliki skor <4

3. Dukungan Keluarga

Yang dimaksud dengan dukungan keluarga dalam penelitian ini

adalahupaya keluarga dalam memberikan bantuan pada anggota keluarga

yang menderita tuberkulosis. Untuk mengukur dukungan keluarga

menggunakan kuesioner yang terdiri dari 12 item pertanyaan dengan 3

domain. Setiap domain terdiri dari 4 pertanyaan dengan total nilai

tertinggi (3x12) yaitu 36 dan nilai terendah adalah 0. Kategori skor

sebagai berikut: Selalu (3); Sering (2); Kadang-kadang (1); dan Tidak
30

pernah (0). Adapun kriteria obyektif dukungan keluarga dikategorikan

sebagai berikut:(Azwar, 2008 dalam Hasanah, M., 2018)

a. Dukungan keluarga positif : jika total jawaban responden

memiliki skor 13-36

b. Dukungan keluarga negatif : jika total jawaban responden

memiliki skor <13

E. Hipotesis Penelitian

1. Perilaku Penderita

Ho : Tidak ada hubungan perilaku penderita dengan kepatuhan

pengobatan pasien tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas

langara kabupaten konawe kepulauan.


Ha : Ada hubungan perilaku penderita dengan kepatuhan pengobatan

pasien tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas langara

kabupaten konawe kepulauan.


2. Dukungan Keluarga

Ho : Tidak ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

pengobatan pasien tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas

langara kabupaten konawe kepulauan.


Ha : Ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan

pasien tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas langara

kabupaten konawe kepulauan.


BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

observasional (analitik) dengan pendekatan cross sectional study yang

bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen (perilaku

penderita dan peran keluarga) dengan variabel dependen (kepatuhan

pengobatan pasien tuberkulosis) pada waktu bersamaan. Adapun rancangan

penelitian cross sectional study adalah sebagai berikut: (Notoatmodjo, 2012).

Populasi

Sampel

Faktor Risiko + Faktor Risiko -

Efek + Efek - Efek +


Efek -

Gambar 2. Rancangan Desain Penelitian

31
32

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan di wilayah kerja

puskesmas langara kabupaten konawe kepulauan.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada bulan juni sampai juli

2020.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien penderita tuberkulosis

yang berobat di puskesmas langara kabupaten konawe kepulauan yang

tercatat sampai januari 2020 yaitu sebanyak 31 penderita.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah penderita tuberkulosis paru di

puskesmas langara kabupaten konawe kepulauan. Teknik pengambilan

sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan total sampling yaitu

sampel penelitian diambil seluruhnya dari jumlah populasi yaitu

sebanyak 31 penderita. Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini

adalah:

a. Kriteria inklusi:

1) Penderita tuberkulosis paru yang berada diwilayah kerja

puskesmas langara kabupaten konawe kepulauan.

2) Dapat berkomunikasi, membaca dan menulis dengan baik

3) Bersedia menjadi responden.


33

4) Usia penderita 18-65 tahun.

b. Kriteria Eksklusi

1) Pasien tuberkulosis dengan penyakit penyerta misalnya HIV

dan/atau diabetes melitus.

2) Tidak kooperatif.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang akan digunakan untuk memperoleh

data penelitian (Arikunto, 2009). Instrumen dalam penelitian ini

menggunakan kuesioner yang berisikan pertanyaan tentang variabel yang

diteliti, meliputi kepatuhan pengobatan pasien tuberkulosis, perilaku

penderita dan peran keluarga. Kuesioner tersebut telah digunakan oleh

peneliti sebelumnyan yang terdiri dari dua pilihan jawaban ya dan tidak.

E. Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden dengan

menggunakan kuesioner berdasarkan pertanyaan yang terdapat

didalamnya yang menyangkut variabel yang diteliti yaitu kepatuhan

pengobatan penderita tuberkulosis, perilaku penderita, dan peran

keluarga.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Provinsi Sultra dan Laporan Tahunan Puskesmas Langara.

F. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data


34

1. Pengolahan Data

a. Coding

Coding dilakukan untuk memberi kode pada jawaban dilembar

quesioner

b. Editing

dengan memeriksa daftaran pertanyaannya telah diisikan sesuai

dengan jawaban responden antara lain kelengkapan jawaban yang ada

di kuesioner.

c. Tabulating

Tabulating dilakukan dengan cara penyusunan data-data kedalam

tabel. Semua data penelitian dimasukkan kedalam tabel dengan

menggunakan tabel 2x2.

d. Processing

Jawabannya semua respondent dan telah dibentuk pengkodean lalu

dimasukkan ke dalam programan SPSS.

2. Analisis Data

Analisis data dilakukan pada penelitian ini dilakukan dengan 2 cara

yaitu:

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan masing-

masing variabel dengan membuat tabel distribusi frekuensi dan

persentase yaitu kepatuhan pengobatan tuberkulosis, perilaku

penderita, dan dukungan keluarga dengan rumus sebagai berikut:


35

f
P= K
n

Keterangan

P : Persentase

f : Frekuensi

n : Jumlah keseluruhan sampel

K : Konstanta (100)

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menganalisis hubungan perilaku

penderita dan peran keluarga dengan kepatuhan pengobatan pasien

tuberkulosis menggunakan uji chi square (tabel silang) dengan rumus

sebagai berikut:

X2 = ∑ ¿ ¿

Keterangan :

X2 : Nilai X2 hitung (chi-square)

Fo : frekuensi yang diobservasi

fh : frekuensi yang diharapkan

=kolom−f h❑
fh
sampel

Interprestasi hasil uji yaitu:

1) Bila X2 hitung > X2 tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima yang

berarti ada hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependen pada taraf kepercayaan 95% (p < 0,05).


36

2) Bila X2 hitung < X2 tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak yang

berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen pada taraf kepercayaan 95% (p > 0,05).

Untuk mengetahui besar hubungan antar variabel yang telah diuji

digunakan koefisien phi dengan rumus (Sugyono, 2011):

X2
φ=
√ n

Keterangan:

φ = Koefisien phi

X2 = Chi-Square hasil perhitungan

n = Besar sampel

Interpretasi nilai phi yaitu:

Nilai 0,00 – 0,300 = hubungan lemah

Nilai 0,301 – 0,500 = hubungan sedang

Nilai 0,501 – 0,700 = hubungan kuat

Nilai 0,701 – 1,00 = hubungan sangat kuat

(Sugiono, 2012).

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk tabel dan narasi

berdasarkan variabel yang diteliti.

G. Etika Penelitian

H. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)


37

Peneliti menghormati hak partisipan untuk menentukan sendiri

keikutsertaannya dalam penelitian serta hak dalam memberikan

informasi. Peneliti menghormati jika partisipan menolak memberikan

informasi atau mengundurkan diri dalam penelitian. Informed consent

diberikan sebelum partisipan terlibat dalam penelitian berupa

penjelasan mengenai penelitian, gambaran tentang berapa lama

penelitian, resiko yang mungkin timbul, serta keuntungan dan kerugian

bagi partisipan jika berpartisipasi dalam penelitian.

I. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and

confidentiality)

Peneliti menjaga privacy dan kerahasian informasi yang diberikan

oleh responden. Data pribadi dari responden ditulis dalam bentuk kode

tertentu. Hal ini dilakukan untuk menjaga privacy dan memenuhi aspek

anonymity.

J. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice inclusiveness)

Peneliti dalam memilih partisipan penelitian sesuai kebutuhan

penelitian bukan berdasarkan kelompok-kelompok rentan atau tertentu.

Peneliti menghargai keyakinan, kebiasaan dan gaya hidup partisipan

yang berasal dari latar belakang dan budaya yang berbeda-beda.

K. Memperhintungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefits)

Peneliti meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan

atau manfaat bagi partisipan. Partisipan berhak untuk bebas dari


38

kerugian, ketidaknyamanan serta eksploitasi. Peneliti melindungi,

mencegah dan atau meminimalkan hal-hal yang dapat merugikan

partisipan selama penelitian dilakukan.


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

UPTD Puskesmas Langara merupakan sebuah puskesmas induk terletak di

kecamatan Wawonii Barat berada di jalan poros langara lansilowo, dengan

luas wilayah kerja keseluruhan 130 km2.

Wilayah kerja Puskesmas Langara terdiri dari 15 desa dan 1 kelurahan

yairu Langara Bajo, Langara Tanjung Batu, Langara Indah, Langkowala,

Langara Iwawo, Lantula, Mata Langara, Pasir Putih, Lamoluo, Lanowatu,

Bukit Permai, Mata Baho, Wawolaa, Wawobili, Kawa-kawali, dan Kelurahan

Langara Laut.

Keadaan alam wilayah kerja UPTD Puskesmas Langara terdiri dari 60%

daratan, 30% perbukitan, dan 10% perairan. Prasarana transportasi daerah

yaitu 80% jalan aspal dan selebihnya adalah pengerasan.

Jumlah penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Langara berdasarkan data dari

statistik kecamatan tahun 2019 adalah 8041 jiwa. Jumlah rumah tangga

sebanyak 2007 KK, dengan rata-rata jumlah anggota sebanyak 4 jiwa.

Kepadatan penduduk di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Langara rata-rata

63,2 jiwa per km2, dimana desa Tanjung Batu memiliki angka kepadatan

penduduk lebih tinggi yaitu sebesar 189,3 jiwa per km2.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin Responden


Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di Wilayah Kerja

Puskesmas Langara Kabupaten Konawe Kepulauandapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di


Wilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe
Kepulauan Tahun 2020
No. Jenis Kelamin n %
1 Laki-Laki 18 58,1
2 Perempuan 13 41,9
Total 31 100
Sumber: Data Primer (2020)

Tabel 4 menunjukkan bahwa jenis kelamin responden yang

terbanyak adalah laki-laki sebanyak 18 responden (58,1%) dan

terkecil adalah perempuan sebanyak 13 responden (41,9%).

b. Umur Responden

Distribusi responden berdasarkan umur di Wilayah Kerja

Puskesmas Langara Kabupaten Konawe Kepulauandapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Umurdi Wilayah


Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe
Kepulauan Tahun 2020
No. Kelompok Umur n %
1 17-26 tahun 4 12,9
2 27-36 tahun 10 32,3
3 37-46 tahun 4 12,9
4 47-56 tahun 7 22,6
5 57-66 tahun 4 12,9
6 67-76 tahun 2 6,5
Total 31 100
Sumber: Data Primer (2020)
Tabel 5 menunjukkan bahwa kelompok umur responden yang

terbanyak adalah 27-36 tahun sebanyak 10 responden (32,3%) dan

terkecil adalah kelompok umur 67-76 tahun sebanyak 2 responden

(6,5%).

c. Pendidikan Terakhir

Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir di Wilayah

Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe Kepulauan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di


Wilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten
Konawe Kepulauan Tahun 2020
No. Pendidikan Terakhir n %
1 SD 14 45,2
2 SMP 5 16,1
3 SMA 9 29
4 Sarjana 3 9,7
Total 31 100
Sumber: Data Primer (2020)

Tabel6 menunjukkan bahwa pendidikan terakhir responden yang

terbanyak adalah SD sebanyak 14 responden (45,2%) dan terkecil

adalah Sarjana sebanyak 3 responden (9,7%).

d. Lama Pengobatan

Distribusi responden berdasarkan lama pengobatan di Wilayah

Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe Kepulauandapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 7. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Pengobatan di


Wilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe
Kepulauan Tahun 2020
No. Lama Pengobatan n %
1 2 minggu 1 3,2
2 3 minggu 1 3,2
3 1 bulan 8 25,8
4 2 bulan 3 9,7
5 3 bulan 4 12,9
6 4 bulan 12 38,7
7 5 bulan 2 6,5
Total 31 100
Sumber: Data Primer (2020)

Tabel7 menunjukkan bahwa lama pengobatan responden yang

terbanyak adalah 4 bulan sebanyak 12 responden (38,7%) dan terkecil

adalah 2 minggu dan 3 minggu masing-masing sebanyak 1 responden

(3,2%).

2. Analisis Univariat

a. Kepatuhan Pengobatan

Distribusi responden berdasarkan kepatuhan pengobatan di

Wilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe

Kepulauandapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 8. Distribusi Berdasarkan Kepatuhan Pengobatan di


Wilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten
Konawe KepulauanTahun 2020
No. Kepatuhan Pengobatan n %
1 Patuh 28 90,3
2 Tidak Patuh 3 9,7
Total 31 100
Sumber: Data Primer (2020)
Tabel 8 menunjukkan bahwa sebanyak 28 responden (90,3%)

yang patuh terhadap pengobatan, sedangkan yang tidak patuh

sebanyak 3 responden (9,7%).

b. Perilaku Penderita

Distribusi berdasarkan perilaku penderita di Wilayah Kerja Puskesmas

Langara Kabupaten Konawe Kepulauandapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 9. Distribusi Berdasarkan Perilaku Penderita di Wilayah


Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe
KepulauanTahun 2020
No. Perilaku Penderita n %
1 Baik 30 96,8
2 Kurang 1 3,2
Total 31 100
Sumber: Data Primer (2020)

Tabel 9 menunjukkan bahwa perilaku penderita yang baik

sebanyak 30 responden (96,8%), sedangkan perilaku yang kurang baik

sebanyak 1 responden (3,2%).

c. Dukungan Keluarga

Distribusi responden berdasarkan dukungan keluarga di Wilayah

Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe Kepulauan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 10. Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga


di Wilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten
Konawe KepulauanTahun 2020
No. Dukungan Keluarga n %
1 Dukungan Keluarga Positif 22 71
2 Dukungan Keluarga Negatif 9 29
Total 31 100
Sumber: Data Primer (2020)
Tabel 10 menunjukkan bahwa dukungan keluargayang terbanyak

adalah dalam kategori positif sebanyak 22 responden (71%) kemudian

kategori kurang sebanyak 9 responden (29%).

3. Analisis Bivariat

a. Perilaku Penderita

Hubungan perilaku penderita dengan kepatuhan pengobatan

tuberkulosis diWilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten

Konawe Kepulauan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Hubungan PerilakuPenderita dengan Kepatuhan


Pengobatan Tuberkulosisdi Wilayah Kerja
Puskesmas Langara Kabupaten Konawe Kepulauan
Tahun 2020
Kepatuhan Pengobatan
Uji
Perilaku Tuberkulosis Total
No. Statistik
Penderita Patuh Tidak Patuh
n % n % n % Nilai p =
1. Baik 28 93,3 2 6,7 30 100 0,097
2. Kurang 0 0 1 100 1 100 φ =
Total 28 90,3 3 9,7 31 100 0,558

Sumber: Data Primer (2020)

Tabel 11 menunjukkan bahwa dari 31 responden (100%), yang

memiliki perilaku penderita yang baik sebanyak 30 responden dan

yang memiliki perilaku yang kurang baik sebanyak 1 responden. Dari

30 responden (100%) yang memiliki perilaku yang baik dan patuh

terhadap penobatan sebanyak 28 responden (93,3%) dan yang tidak

patuh sebanyak 2 responden (6,7%). Sedangkan yang memiliki


perilaku penderita yang kurang baik sebanyak 1 responden (100%)

dan tidak patuh terhadap pengobatan tuberkulosis.

Berdasarkan uji statistik menggunakan fisher’s exact test diperoleh

nilai p = 0,097 (nilai p > 0,05) dan nilai φ = 0,558. Hal ini

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan perilaku penderita dengan

kepatuhan pengobatan tuberkulosis di Wilayah Kerja Puskesmas

Langara Kabupaten Konawe Kepulauandengan besar tidak ada

hubungan dalam kategori kuat.

b. Dukungan Keluarga

Hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan

tuberkulosis diWilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten

Konawe Kepulauan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 12. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan


Pengobatan Tuberkulosisdi Wilayah Kerja Puskesmas
Langara Kabupaten Konawe Kepulauan Tahun 2020
Kepatuhan Pengobatan
Uji
Dukungan Tuberkulosis Total
No. Statistik
Keluarga Patuh Tidak Patuh
n % n % n % Nilai p =
1. Positif 22 100 0 0 22 100 0,019
2. Negatif 6 66,7 3 33,3 9 100 φ =
Total 28 90,3 3 9,7 31 100 0,512

Sumber: Data Primer (2020)

Tabel 12 menunjukkan bahwa dari 31 responden (100%), yang

mendapat dukungan keluarga yang positif sebanyak 22 responden dan


3 responden yang memiliki dukungan keluarga yang negatif. (100%)

dan semuanya patuh terhadap pengobatan tuberkulosis. Sedangkan

yang mendapat dukungan keluarga yang negative sebanyak 9

responden (100%), terdiri dari 6 responden (66,7%) yang patuh

terhadap pengobatan dan 3 responden (33,3%) yang tidak patuh

terhadap pengobatan.

Berdasarkan uji statistik menggunakan fisher’s exact test diperoleh

nilai p = 0,019 (nilai p < 0,05) dan nilai φ = 0,512. Hal ini

menunjukkan bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan

kepatuhan pengobatan tuberkulosis diWilayah Kerja Puskesmas

Langara Kabupaten Konawe Kepulauandengan besar hubungan dalam

kategori kuat.

C. Pembahasan

1. Hubungan Perilaku Penderita dengan Kepatuhan Pengobatan

Tuberkulosisdi Wilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten

Konawe Kepulauan

Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa dari 31 responden terdapat 30

responden yang memiliki perilaku penderita yang baik dan 1 responden

yang memiliki perilaku yang kurang baik. Dari 30 responden yang

memiliki perilaku yang baik, 28 responden (93,3%) patuh terhadap

pengobatan tuberkulosis. Perilaku responden yang baik dikarenakan

sekarang mereka sadar dan bersungguh-sungguh ingin berobat karena ada

beberapa responden yang sebelumnya memiliki riwayat putus obat. Selain


itu adanya intervensi dari pihak Puskesmas Langara yaitu programer TB

paru yang selalu berupaya memberikan konseling kepada penderita untuk

berobat secara teratur. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dermawanti

(2014) dalam Netty, Kasman, Ayu, S.D (2018)

Sedangkan 2 reponden (6,7%) memiliki perilaku yang baik akan

tetapi tidak patuh terhadap pengobatan karena selama masa pengobatan

ada faktor lain yang menyebabkan mereka tidak patuh terhadap

pengobatan walaupun perilaku mereka baik yaitu tidak mendapat

dukungan positif dari keluarga. Ditambah lagi usia mereka yang sudah

lansia sehingga kebanyakan mereka lupa untuk meminum obat, ketika

merasakan gejala sakit terkontrol, mereka kadang-kadang ingin berhenti

minum obat, merasa bosan untuk kontrol ke puskesmas, dan mengalami

kesulitan mengingat untuk minum dan mengingat semua obat. Hal ini

sejalan dengan pernyataan Budianto, A., Inggri, R.H (2015), bahwa usia

lansia akan tidak patuh terhadap pengobatan tuberkulosis sebesar 2,48

kali dibandingkan kelompok umur lainnya.

Responden yang memiliki perilaku yang kurang baik yaitu sebanyak 1

responden dan responden tersebut tidak patuh terhadap pengobatan. Hal

ini karena responden tersebut sudah lansia yaitu 65 tahun sehingga tidak

mengingat semua obat yang dia minum, ditambah lagi responden tersebut

hanya tinggal berdua dengan istrinya yang sudah lansia dan jauh dari

anaknya. Selain itu responden tersebut minum obat tidak tepat waktu,

dalam keseharian tidak menggunakan alat penutup mulut, tidak


membuang dahak ditempat khusus, pernah putus obat, tidak mengambil

obat secara rutin, dan merasa bosan bosan dengan waktu pengobatan yang

lama. Hal ini sejalan dengan pernyataan Imelda, Z (2009) bahwa usia tua

merupakan usia dimana sistem imunologis seseorang akan menurun

Berdasarkan uji statistik menggunakan fisher’s exact test diperoleh nilai p

= 0,097 (nilai p > 0,05) dan nilai φ = 0,558. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan perilaku penderita dengan kepatuhan

pengobatan tuberkulosis diWilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten

Konawe Kepulauandengan besar tidak ada hubungan dalam kategori kuat.

Penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi,

N., Medison, I., Suryadi, I (2017), dimana terdapat hubungan tingkat

kepatuhan reponden dalam berobat tuberkulosis dengan perilaku

kesehatan (p = 0,000). Penelitian lain pula yang dilakukan oleh Hutajulu,

J (2019), dimana terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan

kepatuhan minum obat penderita TB Paru dengan nilai p = 0,011.

Menurut peneliti perbedaan hasil penelitian ini dengan sebelumnya karena

mayoritas penderita tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Langara

telah memiliki perilaku yang baik yaitu sebanyak 30 responden dari 31

orang yang menderita tuberkulosis.

2. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Pengobatan

Tuberkulosisdi Wilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten

Konawe Kepulauan
Berdasarkan tabel 12 menunjukkan bahwa dari 31 responden terdapat 22

responden yang memiliki dukungan keluarga yang positif dan 9

responden yang memiliki dukungan keluarga yang negatif. Dari 22

responden yang memiliki dukungan keluarga yang positif semuanya patuh

terhadap pengobatan tuberkulosis. Hal ini karena keluarga responden

selalu mendukung mereka selama pengobatan yaitu memberikan

dukungan informasi (antara lain mengingatkan untuk kontrol, minum

obat,perilaku yang dapat memperburuk penyakit), dukungan fasilitas

(antara lain keluarga menyediakan waktu dan fasilitas untuk keperluan

pengobatan responden, keluarga berperan aktif dalam pengobatan dan

perawatan responden), dan dukungan emosional (antara lain

mendampingi responden dalam perawatan, keluarga memahami dan

memaklumi bahwa sakit yang dialami responden merupakan suatu

musibah). Hal ini sejalan dengan pernyataan Septia, A., Rahmalia, S.,

Sabrian, F (2014) bahwa dukungan keluarga sangat menunjang

keberhasilan pengobatan pasien TB Paru dengan cara selalu

mengingatkan penderita agar minum obat, menunjukkan kepedulian dan

simpati, dan merawat pasien, mengingatkan pasien untuk mengambil

obat-obatan dan menjadi peka terhadap penderita TB Paru jika mereka

mengalami efek samping dari obat TB.

Sedangkan 9 responden yang memiliki dukungan keluarga yang

negatif, terdiri dari 6 responden (66,7%) yang patuh terhadap pengobatan

tubekulosis dan 3 responden (33,3%) yang tidak patuh terhadap


pengobatan. 6 responden (66,7%) yang memiliki dukungan keluarga yang

negatif akan tetapi patuh terhadap pengobatan dikarenakan pengalaman

mereka sebelumnya yang pernah putus obat dan sekarang mereka

sungguh-sungguh mematuhi pengobatan yang telah ditetapkan.

Sedangkan responden 3 responden (33,3%) yang memiliki dukungan

keluarga yang negatif dan tidak patuh terhadap pengobatan dikarenakan

keluarga mereka yang hanya kadang-kadang memberikan dukungan

kepada mereka seperti dukungan informasi (misalnya minum obat),

dukungan fasilitas (misalnya keluarga kadang-kadang berperan aktif

dalam setiap pengobatan dan perawatan responden), dukungan emosional

(misalnya keluarga hanya kadang-kadang mendampingi responden dalam

perawatan). Hal ini sejalan dengan pernyataan Septia, A., Rahmalia, S.,

Sabrian, F (2014) bahwa penderita yang mendapatkan dukungan keluarga

negatif mempunyai 4,3 kali untuk tidak patuh dalam meminum obat jika

dibandingkan penderita yang memperoleh dukungan positif. Selain itu

pernyataan Friedman (1998) dalam Ulfah, M (2013) bahwa seseorang

yang hidup dalam lingkungan yang bersifat suportif, kondisinya jauh

lebih baik daripada mereka yang tidak memiliki lingkungan suportif.

Begitupun sebaliknya dukungan emosional yang tidak baik dari keluarga

akan membuat pasien tidak menjalani pengobatan secara teratur.

Berdasarkan uji statistik menggunakan fisher’s exact test diperoleh nilai p

= 0,019 (nilai p < 0,05) dan nilai φ = 0,512. Hal ini menunjukkan

bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan


tuberkulosis diWilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe

Kepulauandengan besar hubungan dalam kategori kuat.Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Septia, A., Rahmalia, S., Sabrian,

F (2014) bahwa ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan

minum obat pada penderita TB Paru di Rumah Sakit Umum Daerah

Arifin Achmad dengan kategori hubungan kuat.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti dapat

disimpulkan bahwa :

1. Tidak ada hubungan perilaku penderita dengan kepatuhan pengobatan

tuberkulosis diWilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe

Kepulauan dengan besar tidak adanya hubungan dalam kategori kuat.

2. Ada hubungan dukungan keluarga dengan kepatuhan pengobatan

tuberkulosis diWilayah Kerja Puskesmas Langara Kabupaten Konawe

Kepulauan dengan besar hubungan dalam kategori kuat.

B. Saran

1. Bagi Pihak Puskesmas

Diharapkan kepada pihak Puskesmas Langarakhususnya programmer

tuberkulosis paru agar memberikan konseling tentang pentingnya

dukungan keluarga selama masa pengobatan tuberkulosis paru sehingga

kepatuhan pasien saat selama berobat dapat meningkat.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan agar hasil penelitian ini dijadikan sebagai bahan bacaan

terkait hubungan perilaku penderita dan dukungan keluarga dengan

kepatuhan pengobatan tuberkulosis.

3. Bagi Profesi Keperawatan


Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk

meningkatkan asuhan keperawatan khususnya keperawatan keluarga

terkait kepatuhan pengobatan tuberkulosis.

4. Bagi Pasien dan Keluarga

Diharapkan kepada penderita agar selalu patuh terhadap pengobatan

dan kepada keluarga agar selalu mendukung penderita selama masa

pengobatan.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan kepada peneliti selanjutnya yang akan melakukan

penelitian yang sama tentang kepatuhan pengobatan tuberkulosis paru agar

dapat mengambil variabel yang lain misalnya pengetahuan dan peran

keluarga.

Anda mungkin juga menyukai