Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN:

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

CIDERA KEPALA RINGAN

Disusun Oleh :
FATMAWATI, S. Kep
NIM: 1941059

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


STIKes TENGKU MAHARATU
2020

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


STIKes TENGKU MAHARATU
LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK PROFESI NERS

NAMA : FATMAWATI, S. Kep


NIM : 1941059
TANGGAL :
RUANG PRAKTIK :
DIAGNOSA MEDIK : CKR

1. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Cidera kepala ringan adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya
trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari
trauma yang terjadi.

B. Etiologi
Cidera kepala ringan dapat disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak misal : kecelakaan,
dipukul dan terjatuh.
2. trauma saat lahir misal : sewaktu lahir dibantu dengan forcep atau vacum.

C. Manifestasi klinis
Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut
dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu dapat
disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting diingat arti
gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual,
muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai tanda-tanda penyakit
dan gambaran penyakit, namun keadaannya reversibilitas.
Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat
(amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum dan
sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah ingatan,
cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan menutupi
diagnosis bila tidak ada kelainan EEG.
Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga beraneka
ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan kesimpulan
mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam atau seharian,
apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan syaraff. Menurut dokter
ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika
coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan
lebih berat dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang
berkepanjangan.

D. Patofisiologi
Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada
seluruh sistem dalam tubuh. Bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan
adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai
pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus – menerus dapat menyebabkan
hipoksia sehingga tekanan intra kranial akan meningkat. Namun bila trauma
mengenai tulang kepala akan meneyebabkan robekan dan terjadi perdarahan juga.
Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan dan kerusakan
jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial tertama motorik
yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas.

E. Klasifikasi
Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua :
1. Cidera kepala terbuka
2. Cidera kepala tertutup

1. Cidera kepala terbuka


Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater disertai
cidera jaringan otak karena impressi fractura berat. Akibatnya, dapat menyebabkan
infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi dengan segera menjauhkan
pecahan tulang dan tindakan seterusnya secara bertahap.
Fractura Basis Cranii
Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala fractura di depan:
1. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal, dan
arachnoidal.
2. Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus maksilaris
masuk ke lapisan selaput otak encepalon.
3. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada orbita mata dan
biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis pula.
Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas menetesnya
cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui tuba eustachii. Gambaran
rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis cranii selalu hanya memperlihatkan
sebagian. Karena itu, dokter-dokter ahli forensik selalu menerima kalau hanya ada
satu tanda-tanda klinik.
Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii antara lain
anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-gerakan biji mata (III,IV,
V); gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan facialis (VII); serta ketulian bukan
karena trauma octavus tetapi karena trauma pada haemotympanon. Pada umumnya,
N. VIII - XII jaringan saraf otak tidak akan rusak pada fractura basis cranii. Kalau
fractura disebut fractura impressio maka terjadi dislocatio pada tulang-tulang sinus
tengkorak kepala. Hal ini harus selalu diperhatikan karena kemungkinan ini akibat
contusio cerebri.

2. Cidera kepala tertutup


Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakan-
keretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian rupa
sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media, yang
menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar dan gambaran
klinik juga cepat merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk
haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum intervalum
(mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis haematoma, sebenarnya
jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi). Dengan tindakan yang cepat dan
tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling sering terdapat di daerah temporal, yaitu
karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabang-cabang a. meningia media
akibat fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr. Capitis).

a. Epiduralis haematoma
Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto rontgen
kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah pengawasan terhadap pasien.
Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah CT scan atau Angiografi. Kadangkala kita
sangat terpaksa melakukan "Burr hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi
epiduralis haematoina. Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab
terapi untuk epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera
ditangani.
b. Subduralis haematoma akut
Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh
darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau jembatan vena bagian atas
pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat,
karena tekanan jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga
antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda
meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian
akut haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam sampai 1 atau 2
hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang memberi gejala epileptiform pada
perdarahan dasar duramater. Akut hematoma subduralis pada trauma kapitis dapat juga
terjadi tanpa Fractura Cranii, namun pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka.
Pasien segera pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang
pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering
dijumpai kombinasi dengan intracerebral haematoma sehingga mortalitas subdural
haematoma akut sangat tinggi (80%).
c. Subrachnoidalis Haematoma
Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada
permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari
adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna
“pelebaran pembuluh darah”. Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi gangguan
ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut Intracerebralis Haematoma terjadi
karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan
pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam
subkorteks. Selaput otak menjadi pecah pula karena tekanan pada durameter bagian
bawah melebar sehingga terjadilah "subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.

d. Contusio Cerebri
Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe centralis
- kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syaraf-syaraf otak,
gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada
kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan
timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda
gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru - jantung yang mulai dengan
bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat
profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas).

E. Pemeriksaan diagnostik
1. Spinal X ray
Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan
atau ruptur atau fraktur).

2. CT Scan
Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram
Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid
jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas
terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray
Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

F. Pengobatan
Penderita trauma saraf spinal akut yang diterapi dengan metilprednisolon
(bolus 30 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan infus 5,4 mg/kg berat badan per jam
selama 23 jam), akan menunjukkan perbaikan keadaan neurologis bila preparat itu
diberikan dalam waktu paling lama 8 jam setelah kejadian (golden hour). Pemberian
nalokson (bolus 5,4 mg/kg berat badan dilanjutkan dengan 4,0 mg/kg berat badan per
jam selama 23 jam) tidak memberikan perbaikan keadaan neurologis pada penderita
trauma saraf spinal akut.
Metilprednisolon yang diberikan secara dini dan dalam dosis yang akurat,
dapat memperbaiki keadaan neurologis akibat efek inhibisi terjadinya reaksi
peroksidasi lipid. Dengan kata lain, metilprednisolon bekerja dengan cara:
▪ Menyusup masuk ke lapisan lipid untuk melindungi fosfolipid dan komponen
membran lain dari kerusakan.
▪ Mempertahankan kestabilan dan keutuhan membran.
▪ Mencegah perembetan kerusakan sel-sel lain di dekatnya.
▪ Mencegah berlanjutnya iskemia pascatrauma.
▪ Memutarbalikkan proses akumulasi kalsiun intraseluler.
▪ Menghambat pelepasan asam arakhidonat.

H. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial.
3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra
kranial.
4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik.
5. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan elektrolit
meningkat.
7. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan.
8. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan medula
oblongata.

I. Intervensi

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Gangguan Gangguan perfusi jaringan - Pantau status neurologis Mengkaji adanya
perfusi jaringan tidak dapat diatasi setelah secara teratur. kecenderungan pada
b/ d oedema dilakukan tindakan tingkat kesadaran dan
cerebri, keperawatan selama 2x 24 jam potensial peningkatan TIK
meningkatnya dengan KH : dan bermanfaat dalam
aliran darah ke - Mampu mempertahankan menentukan lokasi,
otak. tingkat kesadaran perluasan dan
- Fungsi sensori dan motorik perkembangan kerusakan
membaik. SSP
Menentukan tingkat
kesadaran

- Evaluasi kemampuan Mengukur kesadaran


membuka mata (spontan, secara keseluruhan dan
rangsang nyeri). kemampuan untuk
berespon pada rangsangan
eksternal.

- Kaji respon motorik Dikatakan sadar bila


terhadap perintah yang pasien mampu meremas
sederhana. atau melepas tangan
pemeriksa.

- Pantau TTV dan catat Peningkatan tekanan darah


hasilnya. sistemik yang diikuti
dengan penurunan tekanan
darah diastolik merupakan
tanda peningkatan TIK .
Peningkatan ritme dan
disritmia merupakan tanda
adanya depresi atau trauma
batang otak pada pasien
yang tidak mempunyai
kelainan jantung
sebelumnya.
Nafas yang tidak teratur
menunjukan adanya
peningkatan TIK

- Anjurkan orang terdekat Ungkapan keluarga yang


untuk berbicara dengan menyenangkan klien
klien tampak mempunyai efek
relaksasi pada beberapa
klien koma yang akan
menurunkan TIK

- Kolaborasi pemberian Pembatasan cairan


cairan sesuai indikasi diperlukan untuk
melalui IV dengan alat menurunkan Oedema
kontrol cerebral: meminimalkan
fluktuasi aliran vaskuler,
tekanan darah (TD) dan
TIK
Gangguan rasa Rasa nyeri berkurang setelah - Teliti keluhan nyeri, Mengidentifikasi
nyaman nyeri b/ dilakukan tindakan catat intensitasnya, karakteristik nyeri
d peningkatan keperawatan selama 2 x 24 jam lokasinya dan lamanya. merupakan faktor yang
tekanan intra dengan KH : penting untuk menentukan
kranial. - pasien mengatakan nyeri terapi yang cocok serta
berkurang. mengevaluasi keefektifan
- Pasien menunjukan skala dari terapi.
nyeri pada angka 3. - Catat kemungkinan Pemahaman terhadap
- Ekspresi wajah klien rileks. patofisiologi yang khas, penyakit yang
misalnya adanya infeksi, mendasarinya membantu
trauma servikal. dalam memilih intervensi
yang sesuai.

- Berikan kompres dingin Meningkatkan rasa


pada kepala nyaman dengan
menurunkan vasodilatasi.
Perubahan Fungsi persepsi sensori - Evaluasi secara teratur Fungsi cerebral bagian atas
persepsi sensori kembali normal setelah perubahan orientasi, biasanya terpengaruh lebih
b/ d penurunan dilakukan perawatan selama 3x kemampuan berbicara, dahulu oleh adanya
kesadaran, 24 jam dengan KH : alam perasaan, sensori gangguan sirkulasi,
peningkatan - mampu mengenali orang dan proses pikir. oksigenasi. Perubahan
tekanan intra dan lingkungan sekitar. persepsi sensori motorik
kranial. - Mengakui adanya dan kognitif mungkin akan
perubahan dalam berkembang dan menetap
kemampuannya. dengan perbaikan respon
secara bertahap

- Kaji kesadaran sensori Semua sistem sensori


dengan sentuhan, panas/ dapat terpengaruh dengan
dingin, benda tajam/ adanya perubahan yang
tumpul dan kesadaran melibatkan peningkatan
terhadap gerakan. atau penurunan sensitivitas
atau kehilangan sensasi
untuk menerima dan
berespon sesuai dengan
stimuli.

- Bicara dengan suara Pasien mungkin


yang lembut dan pelan. mengalami keterbatasan
Gunakan kalimat pendek perhatian atau pemahaman
dan sederhana. selama fase akut dan
Pertahankan kontak penyembuhan. Dengan
mata. tindakan ini akan
membantu pasien untuk
memunculkan komunikasi.

- Berikan lingkungan Mengurangi kelelahan,


tersetruktur rapi, nyaman kejenuhan dan
dan buat jadwal untuk memberikan kesempatan
klien jika mungkin dan untuk tidur REM
tinjau kembali. (ketidakadaan tidur REM
ini dapat meningkatkan
gangguan persepsi
sensori).

- Gunakan penerangan Memberikan perasaan


siang atau malam. normal tentang perubahan
waktu dan pola tidur.

- Kolaborasi pada ahli Pendekatan antar disiplin


fisioterapi, terapi ilmu dapat menciptakan
okupasi, terapi wicara rencana panatalaksanaan
dan terapi kognitif. terintegrasi yang berfokus
pada masalah klien

Gangguan Pasien dapat melakukan - Periksa kembali Mengidentifikasi


mobilitas fisik mobilitas fisik setelah kemampuan dan keadaan kerusakan secara
b/d spastisitas mendapat perawatan dengan secara fungsional pada fungsional dan
kontraktur, KH : kerusakan yang terjadi. mempengaruhi pilihan
kerusakan saraf - tidak adanya kontraktur, intervensi yang akan
motorik. footdrop. dilakukan.
- Ada peningkatan kekuatan
dan fungsi bagian tubuh - Pertahankan kesejajaran Penggunaan sepatu tenis
yang sakit. tubuh secara fungsional, hak tinggi dapat membantu
- Mampu seperti bokong, kaki, mencegah footdrop,
mendemonstrasikan tangan. Pantau selama penggunaan bantal,
aktivitas yang penempatan alat atau gulungan alas tidur dan
memungkinkan tanda penekanan dari bantal pasir dapat
dilakukannya alat tersebut. membantu mencegah
terjadinya abnormal pada
bokong.

- Berikan/ bantu untuk Mempertahankan mobilitas


latihan rentang gerak dan fungsi sendi/ posisi
normal ekstrimitas dan
menurunkan terjadinya
vena statis.

- Bantu pasien dalam Proses penyembuhan yang


program latihan dan lambat seringakli
penggunaan alat menyertai trauma kepala
mobilisasi. Tingkatkan dan pemulihan fisik
aktivitas dan partisipasi merupakan bagian yang
dalam merawat diri sangat penting.
sendiri sesuai Keterlibatan pasien dalam
kemampuan. program latihan sangat
penting untuk
meningkatkan kerja sama
atau keberhasilan program.
Resiko tinggi Tidak terjadi infeksi setelah - Berikan perawatan Cara pertama untuk
infeksi b/ d dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik, menghindari nosokomial
jaringan trauma, keperawatan selama 3x 24 jam pertahankan teknik cuci infeksi.
kerusakan kulit dengan KH : tangan yang baik.
kepala. - Bebas tanda- tanda infeksi
- Mencapai penyembuhan - Observasi daerah kulit Deteksi dini perkembangan
luka tepat waktu yang mengalami infeksi memungkinkan
kerusakan, daerah yang untuk melakukan tindakan
terpasang alat invasi, dengan segera dan
catat karakteristik pencegahan terhadap
drainase dan adanya komplikasi selanjutnya.
inflamasi.
Menurunkan pemajanan
- Batasi pengunjung yang terhadap pembawa kuman
dapat menularkan infeksi infeksi.
atau cegah pengunjung
yang mengalami infeksi
saluran nafas atas.
Terapi profilaktik dapat
- Kolaborasi pemberian digunakan pada pasien
atibiotik sesuai indikasi. yang mengalami trauma,
kebocoran LCS atau
setelah dilakukan
pembedahan untuk
menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial.

Gangguan Setelah dilakukan tindakan - Kaji tanda klinis Deteksi dini dan intervensi
keseimbangan keperawatan selama 3 x 24 jam dehidrasi atau kelebihan dapat mencegah
cairan dan ganguan keseimbangan cairan cairan. kekurangan / kelebihan
elektrolit b/ d dan elektrolit dapat teratasi fluktuasi keseimbangan
haluaran urine dengan KH : cairan.
dan elektrolit - Menunjukan membran
meningkat. mukosa lembab, tanda vital - Catat masukan dan Kehilangan urinarius dapat
normal haluaran urine haluaran, hitung menunjukan terjadinya
adekuat dan bebas oedema. keseimbangan cairan, dehidrasi dan berat jenis
ukur berat jenis urine. urine adalah indikator
hidrasi dan fungsi renal.

- Berikan air tambahan/ Dengan formula kalori


bilas selang sesuai lebih tinggi, tambahan air
indikasi diperlukan untuk
mencegah dehidrasi.

- Kolaborasi pemeriksaan Hipokalimia/ fofatemia


lab. kalium/fosfor serum, dapat terjadi karena
Ht dan albumin serum. perpindahan intraselluler
selama pemberian makan
awal dan menurunkan
fungsi jantung bila tidak
diatasi.

Gangguan Pasien tidak mengalami - Kaji kemampuan pasien Faktor ini menentukan
kebutuhan gangguan nutrisi setelah untuk mengunyah dan terhadap jenis makanan
nutrisi b/ d dilakukan perawatan selama 3 menelan, batuk dan sehingga pasien harus
kelemahan otot x 24 jam dengan KH : mengatasi sekresi. terlindung dari aspirasi.
untuk menguyah - Tidak mengalami tanda-
dan menelan tanda mal nutrisi dengan - Auskultasi bising usus, Fungsi bising usus pada
nilai lab. Dalam rentang catat adanya penurunan/ umumnya tetap baik pada
normal. hilangnya atau suara kasus cidera kepala. Jadi
- Peningkatan berat badan hiperaktif. bising usus membantu
sesuai tujuan. dalam menentukan respon
untuk makan atau
berkembangnya
komplikasi seperti paralitik
ileus.

- Jaga keamanan saat Menurunkan regurgitasi


memberikan makan pada dan terjadinya aspirasi.
pasien, seperti
meninggikan kepala
selama makan atatu
selama pemberian
makan lewat NGT.

- Berikan makan dalam Meningkatkan proses


porsi kecil dan sering pencernaan dan toleransi
dengan teratur. pasien terhadap nutrisi
yang diberikan dan dapat
meningkatkan kerjasama
pasien saat makan.

- Kaji feses, cairan Perdarahan subakut/ akut


lambung, muntah darah. dapat terjadi dan perlu
intervensi dan metode
alternatif pemberian
makan.

- Kolaborasi dengan ahli Metode yang efektif untuk


gizi. memberikan kebutuhan
kalori.
Gangguan pola Tidak terjadi gangguan pola - Pantau frekuensi, irama, Perubahan dapat
nafas b/ d nafas setelah dilakukan kedalaman pernafasan. menunjukan komplikasi
obstruksi tindakan keperawatan selama Catat ketidakteraturan pulmonal atau menandakan
trakeobronkial, 2x 24 jam dengan KH : pernafasan. lokasi/ luasnya keterlibatan
neurovaskuler, - Memperlihatkan pola nafas otak. Pernafasan lambat,
kerusakan normal/ efektif, bebas periode apneu dapat
medula sianosis dengan GDA menendakan perlunya
oblongata. dalam batas normal pasien. ventilasi mekanis.

- Angkat kepala tempat Untuk memudahkan


tidur sesuai aturan posisi ekspansi paru dan
miring sesuai indikasi. menjegah lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas.

- Anjurkan pasien untuk Mencegah/ menurunkan


latihan nafas dalam yang atelektasis.
efektif jika pasien sadar.

- Auskultasi suara nafas. Untuk mengidentifikasi


Perhatikan daerah adanya masalah paru
hipoventilasi dan adanya seperti atelektasis, kongesti
suara- suara tambahan atau obstruksi jalan nafas
yang tidak normal. yang membahayakan
(krekels, ronki dan oksigenasi serebral atau
whiszing). menandakan adanya
infeksi paru (umumnya
merupakan komplikasi
pada cidera kepala).

- Kolaborasi untuk Menentukan kecukupan


pemeriksaan AGD, oksigen, keseimbangan
tekanan oksimetri. asam-basa dan kebutuhan
akan terapi.

- Berikan oksiegen sesuai Mencegah hipoksia, jika


indikasi. pusat pernafasan tertekan.
Biasanya dengan
mnggunakan ventilator
mekanis

DAFTAR PUSTAKA

Arief mansjoer. 2000. Kapita Selekta kedokteran. Edisi 3, jakarta FKUI.


Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah. Edisi 8, Vol. 3, jakarta,
EGC.
Doengoes. E. marlynn, dkk. 2000. Rencana Asuhan keperawatan, jakarta, EGC.
Elisabeth j.corwin . 2001. buku  saku patofisiologi.jakarta EGC.
Price, S & Wilson, L. M. 1995. “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit”,
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai