Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Pneumonia
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan
dan lain-lain) disebut pneumonitis. Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi
pada parenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut
: virus, bakteri (mikoplasma), Fungi, parasit, atau aspirasi zat asing (betz &
sowden, 2009).
Pneumonia adalah salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan bawah
akut (isnba) dengan batuk dan disertai dengan sesak nafas disebabkan aden
infeksius seperti virus, bakteri, mycoplasma (fungi), dan aspirasi substansi
asing,berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi (Nurarif
& Kusuma, 2013).
Menurut Tierney, McPhee, dan Papadakis (2002), pneumonia dibagi
atas 2 jenis, yaitu:
1. Pneumonia Dapatan pada Komunitas Pneumonia yang didapat di
komunitas didefinisikan sebagai suatu penyakit yang dimulai di luar
rumah sakit atau didiagnosa dalam 48 jam setelah masuk rumah sakit
pada pasien yang tidak tinggal dalam fasilitas perawatan jangka panjang
selama 14 hari atau lebih sebelum gejala.
2. Pneumonia Nosokomial Pneumonia Nosokomial adalah suatu penyakit
yang dimulai 48 jam setelah pasien dirawat di rumah sakit, yang tidak
sedang mengalami inkubasi suatu infeksi saat masuk rumah sakit,
Pneumonia yang berhubungan dengan ventilator berkembang pada
pasien-pasien dengan ventilasi mekanik lebih dari 48 jam setelah
intubasi.

4
5

B. Etiologi Pneumonia
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia
komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan
bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak
disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak
disebabkan oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota
di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan
dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif.
1. Cara Pengambilan Bahan
Cara pengambilan bahan untuk pemeriksaan bakteriologik dapat
secara noninvasif yaitu dibatukkan (dahak), atau dengan cara invasif
yaitu aspirasi transtorakal, aspirasi transtrakeal, bilasan / sikatan bronkus
dan BAL. Diagnosis pasti bila dilakukan dengan cara yang steril, bahan
didapatkan dari darah, cairan pleura, aspirasi transtrakeal atau aspirasi
transtorakal, kecuali ditemukan bakteri yang bukan koloni di saluran
napas atas seperti M. tuberkulosis, Legionella, P. carinii. Diagnosis tidak
pasti (kemungkinan): dahak, bahan yang didapatkan melalui bronkoskopi
(BAL, sikatan, bilasan bronkus dll).
Cara invasif walaupun dapat menemukan penyebab pasti tidak
dianjurkan, hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita rawat
inap dianjurkan, hanya digunakan pada kasus tertentu. Untuk penderita
rawat inap dianjurkan pemeriksaan rutin kultur dahak pada kasus berat,
sebaiknya dilakukan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan Gram
harus dilakukan sebelum pemeriksaan kultur.
2. Cara Pengambilan dan Pengiriman Dahak yang Benar
Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-
kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam
kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril
dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh
lebih dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat
6

dibantu nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi


syarat untuk pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila
ditemukan sel PMN > 25/lpk dan sel epitel < 10/lpk.

C. Tanda dan Gejala


1. Tanda-tanda Pneumonia
Tanda–tanda klinis utama pneumonia menurut (Betz & Sowden,
2009) meliputi hal-hal berikut :
a. Batuk
b. Dispnea (sesak)
c. Takipea (pernafasan sesak dan dangkal)
d. Pucat, tampilan kehitaman,atau sianosis (biasanya tanda lanjut)
e. Melemah atau kehilangan suara nafas
f. Retaksi dinding toraks: interkostal, substernal, diafragma, atau
supraklavikula
g. Napas cuping hidung
h. Nyeri abdomen (disebabkan oleh iritasi diafragma oleh paru
terinfeksi Didekatnya)
i. Batuk paroksismal mirip pertusis (sering terjadi pada anak yang
lebih Kecil)
j. Anak-anak yang lebih besar tidak nampak sakit
k. Demam
l. Ronchi (suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui
saluran nafas yang berisi sekret/eksudat atau akibat saluran nafas
yang menyempit)
m. Sakit kepala
n. Sesak nafas
o. Menggigil
p. Berkeringat
7

2. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:


a. Kulit yang lembab
b. Mual dan muntah

D. Patogenesis Pneumonia
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di
paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat
tergantung pada kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak
permukaan epitel saluran napas. Ada beberapa cara mikroorganisme
mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme
atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5
-2,0 m melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveol dan
selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas
atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari
sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring
terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %) juga pada keadaan penurunan
kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse).
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10 8-
10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat
memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi atau
aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas bagian
8

atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi pada beberapa
penelitian tidak di temukan jenis mikroorganisme yang sama.

E. Patologi
Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli
menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan
infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan
fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. Sel-sel PMN mendesak bakteri ke
permukaan alveoli dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui
psedopodosis sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut kemudian dimakan.
Pada waktu terjadi peperangan antara host dan bakteri maka akan tampak 4
zona pada daerah parasitik terset yaitu :
1. Zona luar : alveoli yang tersisi dengan bakteri dan cairan edema.
2. Zona permulaan konsolidasi : terdiri dari PMN dan beberapa eksudasi
sel darah merah.
3. Zona konsolidasi yang luas : daerah tempat terjadi fagositosis yang aktif
dengan jumlah PMN yang banyak.
4. Zona resolusi E : daerah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri
yang mati, leukosit dan alveolar makrofag.
Red hepatization ialah daerah perifer yang terdapat edema dan
perdarahan Gray hepatization ialah konsolodasi yang luas.

F. Klasifikasi Pneumonia
1. Berdasarkan Klinis dan Epideologis :
a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b. Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia / nosocomial
pneumonia)
c. Pneumonia aspirasi
d. Pneumonia pada penderita Immunocompromised pembagian ini
penting untuk memudahkan penatalaksanaan.
9

2. Berdasarkan Bakteri Penyebab


a. Pneumonia bacterial atau tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang
peka, misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus
pada penderita pasca infeksi influenza.
b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
ChlamydiA.
c. Pneumonia virus.
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah
(immunocompromised).
3. Berdasarkan Predileksi Infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada
bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau
segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
misalnya : pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi
bronkus
c. Pneumonia interstisial

G. Diagnosis
1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil,
suhu tubuh meningkat dapat melebihi 400C, batuk dengan dahak
mukoid atau purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan
nyeri dada.
10

b. Pemeriksaan Fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di
paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal
waktu bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada
perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas
bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki
basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Gambaran Radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang
utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat
berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram",
penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab
pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi,
misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh
Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering
memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi
yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus.
b. Pemeriksaan Labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis
etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 2025% penderita yang tidak diobati.
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
11

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi:
1. Efusi pleura (kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan di antara
dua lapisan pleura)
2. Empiema (keadaan terkumpulnya nanah didalam ronggga pleura dapat
setempat atau mengisi seluruh rongga pleura)
3. Abses Paru
4. Pneumotoraks (pengumpulan udara atau gas dalam rongga pleura)
5. Gagal napas
6. Sepsis (keadaan di mana tubuh bereaksi hebat terhadap bakteria atau
mikroorganisme lain)

I. Faktor-faktor risiko terjadinya Pneumonia


1. Faktor Lingkungan
a. Kualitas udara dalam rumah
Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di
dalam rumah mempunyai peran pada risiko kematian balita di
beberapa negara berkembang. Diperkirakan 1,6 juta kematian
berhubungan dengan polusi udara dari dapur. Hasil penelitian
Dherani, dkk (2008) menyimpulkan bahwa dengan menurunkan
polusi pembakaran dari dapur akan menurunkan morbiditas dan
mortalitas pneumonia.
Hasil penelitian juga menunjukkan anak yang tinggal di rumah
yang dapurnya menggunakan listrik atau gas cenderung lebih jarang
sakit ISPA dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah
yang memasak dengan menggunakan minyak tanah atau kayu. Selain
asap bakaran dapur, polusi asap rokok juga berperan sebagai faktor
risiko. Anak dari ibu yang merokok mempunyai kecenderungan
lebih sering sakit ISPA daripada anak yang ibunya tidak merokok
(16% berbanding 11%) (Kartasasmita, 2010).
12

Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk


memasak dan untuk pemanasan dengan konsentrasi tinggi dapat
merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan
balita terkena infeksi bakteri Pneumokokus ataupun Haemophilus
Influenza.
b. Ventilasi dalam Rumah
Ventilasi mempunyai fungsi sebagai sarana sirkulasi udara
segar masuk ke dalam rumah dan udara kotor keluar rumah dengan
tujuan untuk menjaga kelembaban udara didalam ruangan. Rumah
yang tidak dilengkapi sarana ventilasi akan menyebabkan suplai
udara segar didalam rumah menjadi sangan minimal. Kecukupan
udara segar didalam rumah sangat di butuhkan oleh penghuni
didalam rumah, karena ketidakcukupan suplai udara segar didalam
rumah dapat mempengaruhi fungsi sistem pernafasan bagi penghuni
rumah, terutama bagi bayi dan balita. Ketika fungsi pernafasan bayi
atau balita terpengaruh, maka kekebalan tubuh balita akan menurun
dan menyebabkan balita mudah terkena infeksi dari bakteri
penyebab pneumonia.
c. Jenis lantai rumah
Rumah yang tidak menggunakan lantai lebih berisiko
menyebabkan pneumonia daripada rumah yang berlantai ubin
keramik. Karena, rumah yang tidak menngunkan keramik jarang
dipel dengan antiseptic, sehingga jika ada salah satu anggota
keluarga yang memiliki riwayat pneumonia, virus dan bakteri
menempel diatas lantai rumah.
d. Kepadatan hunian rumah
Kepadatan penghuni rumah merupakan luas lantai dalam
rumah dibagi dengan jumlah anggota keluarga penghuni tersebut.
Kepadatan hunian dalam rumah menurut Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan perumahan, luas ruang tidur minimal 8 meter, dan tidak
13

dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang tidur dalam satu ruang tidur,
kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Dengan kriteria tersebut
diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan
aktivitas.
e. Keberadaan Perokok dalam Rumah
Asap rokok yang mencemari di dalam rumah secara terus-
menerus akan dapat melemahkan daya tahan tubuh terutama bayi
dan balita sehingga mudah untuk terserang penyakit infeksi, yaitu
pneumonia (Sugihartono dan Nurjazuli, 2012).
f. Jenis Dinding Rumah
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa risiko balita
terkena pneumonia akan meningkat apabila tinggal di rumah yang
kondisi dinding rumahnya tidak memenuhi syarat. Kondisi dinding
rumah yang tidak memenuhi syarat ini dapat 29 disebabkan karena
status sosio ekonomi yang rendah, sehingga keluarga hanya mampu
membuat rumah dari dinding yang terbuat dari anyaman bambu atau
belum seluruhnya terbuat dari bahan yang tidak mudah terbakar.
Dinding rumah yang yang terbuat dari anyaman bambu maupun dari
kayu umumnya banyak menghasilkan debu yang dapat menjadi
media bagi virus atau bakteri, sehingga mudah terhirup penghuni
rumah yang terbawa oleh angin. Ketika bakteri atau virus terhirup
oleh penghuni rumah, terutama balita maka akan menyebabkan
balita mudah terkena infeksi saluran pernafasan
g. Penggunaan Obat Nyamuk
Obat nyamuk bakar mengandung insektisida yang disebut d-
aletrin 0,25%. Apabila dibakar akan mengeluarkan asap yang
mengandung d-aletrin sebagai zat yang dapat mengusir nyamuk,
akan tetapi jika ruangan tertutup tanpa ventilasi maka orang di
dalamnya akan keracunan d-aletrin. Selain itu, yang dihasilkan dari
pembakaran juga CO dan CO2 serta partikulat-partikulat yang
bersifat iritan terhadap saluran pernafasan. Jadi penggunaan obat anti
14

nyamuk bakar mempunyai efek yang merugikan kesehatan, termasuk


dapat bersifat iritan terhadap saluran 30 pernafasan, yang dapat
menimbulkan dampak berlanjut yaitu mudah terjadi infeksi saluran
pernafasan.
h. Kondisi Jendela Rumah
Jendela merupakan salah satu ventilasi yang berfungsi sebagai
tempat pertukaran udara di dalam rumah atau ruangan. Jendela tidak
akan berfungsi semestinya apabila selalu ditutup ataupun bersifat
permanen yaitu terbuat dari kaca yang tidak dapat dibuka. Jendela
yang permanen akan membuat ruangan menjadi pengap dan lembab.
Ruang tidur yang pengap dan lembab memungkinkan
berkembangnya mikroorganisme patogen, salah satunya
mikroorganisme penyebab pneumonia yaitu pneumokokus. Dengan
daya tahan tubuh balita yang menurun, balita akan mudah terinfeksi
oleh mikroorganisme yang berada di dalam rumah. Oleh karena itu,
jendela hendaknya memenuhi syarat yaitu 10 % dari luas lantai.
Jendela hendaknya juga bersifat tidak permanen agar dapat dibuka
setiap hari sehingga udara dapat keluar masuk dengan lancar.
i. Suhu
Suhu didalam rumah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
gangguan kesehatan bagi penghuni rumah, seperti hypotermia.
Sedangkan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi
sampai dengan heat stroke bagi penghuni rumah. Perubahan suhu
udara didalam rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
penggunaan bahan bakar biomassa, ventilasi yang tidak memenuhi
syarat, kepadatan hunian, bahan dan struktur bangunan, kondisi
geografis, dan kondisi topografi.
j. Kelembaban
Kelembaban di dalam ruang rumah yang terlalu tinggi
maupun terlalu rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan
mikroorganisme. Bakteri gram positif (Pneumokokus) hidup pada
15

kelembaban yang cukup tinggi yaitu sekitar 85% Rh. Dengan


suburnya pertumbuhan mikroorganisme ini, maka dapat
menyebabkan penghuni rumah terkena penyakit infeksi akibat
mikroorganisme. Konstruksi rumah yang tidak baik seperti atap
yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang tidak kedap air, serta
kurangnya pencahayaan baik buatan maupun alami dapat menjadi
penyebab terlalu tinggi atau terlalu rendahnya kelembaban dalam
ruang rumah.
k. Pencahayaan
Nilai pencahayaan (Lux) yang terlalu rendah akan
berpengaruh terhadap proses akomodasi mata yang terlalu tinggi,
sehingga akan berakibat terhadap kerusakan retina pada mata.
Sedangkan nilai pencahayaan (Lux) yang terlalu tinggi akan
mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan. Intensitas cahaya
yang terlalu rendah, baik cahaya yang bersumber dari alamiah
maupun buatan dapat mempengaruhi nilai pencahayaan (Lux).
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri.
Bakteri gram positif dapat hidup dengan baik pada cahaya normal.
Tempat tinggal yang meiliki cahaya normal, dapat meningkatkan
pertumbuhan bakteri gram positif tersebut. Dengan daya tahan
tubuh yang kurang, maka akan rentan terjadi penyakit infeksi
akibat bakteri gram positif

J. Epidemiologi Pneumonia
Menurut Riskesdas tahun 2007, pneumonia merupakan penyakit
penyebab kematian tertinggi kedua setelah diare pada balita. Hal ini
menunjukkan bahwa pneumonia menjadi masalah kesehatan masyarakat
utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka kematian pada balita di
Indonesia. Kejadian pneumonia pada balita di Indonesia diperkirakan 10%
sampai 20% berakibat kematian setiap tahun. Secara teoritis penderita
pneumonia akan meninggal bila tidak diberikan pengobatan secara optimal.
16

Diperkirakan akan terdapat 250.000 kematian anak balita akibat pneumonia


setiap tahun (Departemen Kesehatan, 2004).

HASIL WAWANCARA DAN OBSERVASI TERHADAP LIMA ORANG


PENDERITA PNEUMONIA

A. Responden 1
Responden pertama bernama Putri Nazilah Elmiyati, berusia 21 tahun
yang bertempat tinggal di Jl.Serayu Jangjang Arjawinangun Cirebon. Putri
meupakan salah satu mahasiswi aktif di Universitas Siliwangi. Putri menjadi
salah satu penderita Pneumonia diantara anggota keluarganya. Ayah dan ibu
Putri tidak memiliki penyakit pneumonia, tetapi kini Putri dan adiknya
memiliki penyakit yang sama yaitu Pneumonia. Putri menderita pneumonia
sejak di sekolah menengah pertama. Putri sejak kecil tinggal be rpindah-
pindah. Sejak kecil Putri tinggal di daerah Yogyakarta. Lalu berpindah ke
Bandung hingga saat ini tinggal di salah satu kosan yang ada di sekitar
Uiversitas Siliwangi. Putri tinggal bersama orangtua, adik-adiknya dan
sodara-sodara lainnya, sehingga rumah tersebut diisi oleh 9 orang. Rumah
tersebut merupakan rumah yang bangunannya terbuat dari tembok dan lantai
keramik.
Putri mengetahui bahwa penyakitnya terjadi akibat infeksi yang terjadi
di paru-parunya. Infeksi ini terjadi kaerna virus atau bakteri, tetapi Putri tidak
mengetahui secara jelas apa penyebab dia sakit Pneumonia. Putri sering
mengalami gejala-gejala Pneumonia, tetapi tidak selalu mengalami demam
saat divonis mengalami Pneumonia atau saat Pneumonianya kambuh. Putri
terkadang hanya merasakan batuk, pilek, sakit tenggorokan, demam,
menggigil, pucat, gelisah, sesak nafas, dan mual muntah. Jika gejala tersebut
terjadi Putri sudah mengetahui bahwa Ia akan divonis Pneumonia kambuh.
Ketika gejala tersebut kambuh maka Putri akan segera ke rumah sakit atau
klinikuntuk berobat. Halini karena gejala yang dirasakan sangat menyiksa
apalagi ketika sesak nafas. Dia juga merasa takut setiap gejal tersebut muncul,
17

karena Putri mengetahui bahwa Pneumonia dapat menyebabkan kematian,


terlebih dia merasakan sesak yang sangat berat. Putri tidak setuju dengan
statment bahwa Pneumonia banyak menyerang bayi dan balita. Hal ini karena
pengalaman yang Ia rasakan saat masa-masa sekolah menengah pertamalah
yang rentan, rentan terkena bebagai macam penyakit karena imun tubuh yang
mudah berubah dan juga paparan semakin banyak. Adik Putri yang memiliki
riwayat penyakit yang sama sepertinya disebabkan karena penularan dari
Putri. Putri tidak mengetahui bahwa Pneumonia dapat menular melalui udara.
Rumah yang diisi oleh 9 orang menjadi tempat yang baik untuk
penularan. Terlebih suda ada seseorang yang positif menderita Pneumonia.
Setiap orang tidur di dalam kamar yang berukuran 4x3m dengan penghuni 2
orang setiap orang. putri lupa akan luas rumahnya tetapi hal ini tidak Putri
jadikan masalah, karena ketidaktahuannya bahwa Pneumonia menular.
Penularan bakteri Pneumonia bisa melalui udara yang dihirup dalam satu
ruangan yang sama dengan penderita. Jumlah anggota keluarga yang banyak
ini juga dipengaruhi oleh kebiasaan merokok salah satu anggota keluarga.
Putri dan adiknya sering terpapar oleh asap rokok yang dikeluarkan oleh
anggota keluarga yang merokok. Rokok yang diisap lebih dari 1 batang yang
menyebabkan semakin pengapnya udara yang ada di dalam rumah.
Rumah yang menjadi tempat tinggal Putri memiliki ventilasi untuk
sirkulasi udara yang dapat dibuka tutup. Ventilasi ini ada tetapi Putri meraa
bahwa perpindahan udara atau sirkulasi udara di rumahnya sangatlah buruk.
Putri tidak merasakan udara segar saat berada di dalam rumah. Selain itu
besar ventilasi tidak sesuai aturan pemerintah yaitu sebesar 10% luas lantai
rumah. Sirkulasi udara yang tidak baik menciptakan resiko yang semakin
tinggi untuk seseorang mengalami penyakit menular. Terutama penyakit
menular yang disebarkan melalui udara, yang sejatinya udara sangat
dibutuhkan oleh semua orang untuk bertahan hidup.
Sesuai dengan teori Putri yang masih berada di dalam usia produktif
terpapar bakteri hingga akhirnya menderita Pneumonia. Penumonia
menyerang daya tahan tubuh yang lemah hingga dapat menginfeksi paru-
18

paru. Putri hingga saat ini sering merasakan gejala dan tanda saat imun
tubuhnya lemah. Imun tubuh Putri yang sangat mudah berubah menyebabkan
Ia sering mengalami kekambuhan hingga harus melakukan pengobatan.

B. Responden 2
Responden kedua yaitu Yudis dengan usia 26 tahun dan bertempat
tinggal di Cipari Tengah, Mangkubumi, Tasikmalaya. Yudis merupakan
seorang pekerja di salah satu perusahaan. Yudis tinggal dengan anggota
keluarganya yang berjumlah 6 orang. Rumah yang cukup besar ditempati oleh
Yudis dan keluarga. Setiap kamar di dalam rumah Yudis di isi oleh 2 orang.
setiap kamar memang memiliki jendela tetapi sayangnya jendela tersebut
tidak bisa untuk dibuka. Luas kamar yang tidak terlalu sempit namun juga
tidak terlalu lebar menjadi tempat istrahat Yudis dan adiknya. Rumah Yudis
juga memiliki beberapa jendela tetapi sayangnya tidak bisa di tutup buka,
Yudis juga tidak mengetahui bahwa ventilasi sebagai tempat keluar masuknya
udara. Ventilasi rumahnya juga tidak memenuhi syarat dari pemerintah yaitu
kurang dari 10% luas lantai.
Yudis sudah menderita Pneumonia sejak kecil. Besar kemungkinan
Yudis tertular dari sang ibu. Ibu Yudis adalah satu dari penderita Pneumonia
di keluarganya. Ibunya sudah sakit sejak Yudis masih kecil hingga pada
akhirnya ibu Yudis meninggal dunia. Menurut dokter yang menanganinya Ibu
Yudis sudah mengalami komplikasi penyakit akibat penyakit Pneumonia
yang dideritanya. Sejak kecil Yudis sudah tinggal serumah dengan ibunya
bahkan terjadi kontak langsung setiap hari dengan sang ibu. Meliat kondisi ini
kami yakin bahwa Yudis mengalami sakit akiba penularan bakteri atau virus
dari sang ibu. Sejak kecil tubuh Yudis sudah terpapar oleh virus atau bakteri
Pneumonia yang menyebabkan resiko yang besar akan tertular. Kondisi imun
tubuh Yudis yang lemah saat masih kecil menyebabkan virud dan bakteri
mudah sekali berkembang. Hingga saat ini Yudis masih merasakan sakitnya
saat Pneumonia menyerang tubuhnya atau terjadi kekambuhan.
19

Kondisi rumah dengan dinding dan lantai yang sudah tidak


menyebabkan kelembaban tetapi terganggu dengan tidak adanya fasilitas
ventilasi udara dan tempat masuknya cahaya matahari. Selain itu Yudis
merupakan seorang perokok aktif yang sudah terbiasa merokok di dalam
rumahnya. Faktor risiko Yudis untuk mengalamikomplikasi semakin
meningkat. Yudis mampu menghabiskan hingga 1½ bungkus rokok perhari,
hampir semua pengisi rumah Yudis seorang perokok aktif kecuali para
wanita. Asap rokok selalu memenuhi rumah Yudis, tanpa ventilasi yang baik
secara langsung Yudis membunuh dirinya sendiri dan orang di sekitarnya
dengan asap rokok. Adik Yudis yang juga divonis mengidap penyakit
Pneumonia setiap hari tidur satu kamar dengan Yudis dan selalu ada disekitar
Yudis saat merokok. Yudis dan anggota keluarga lainnya tidak menerapkan
PHBS di rumahnya, sehingga rumahnya nampak kotor, pengap dan lembab.
Sesuai dengan teori semakin banyak faktor risiko yang diterima atau dimiliki
seseorang maka akan semakin besar kemungkinan orang tersebut terkena
penyakit yang sama.
Pengetahuan Yudis mengenai Pneumonia cukup baik. Yudis
mengetahui bahwa Pneumonia adalah salah satu peyakit infeksi di paru-paru.
Penyakit ini disebabkan virus atau bakteri. Yudis juga mengetahui gejala saat
akan mengalami sakit kembali atau kekambuhan penyakit Pneumonia, gejala
tersebut juga dialami Yudis seperti gejala demam, batuk, pilek, sakit
tenggorokan, menggigil, pucat, gelisah, sesak nafas, mual muntah dan gejala
lainnya yang membuat dirinya tersiksa. Jika gejala sudah Yusdis rasakan,
maka Yudis akan segera berobat. Yudis juga sadar bahwa penyakitnya
merupakan salah satu penyebab kematian, hal ini terbukti dari kondisi sang
ibu yang meninggal divonis karena sakit Pneumonia. Yudis mengatakan tidak
hanya pada bayi dan balita Pneumonia menyerang, tetapi pada berbagai usia
dengan imun yang rendah. Yudis juga mengetahui bahwa penyakitnya
merupakan salah satu penyakit menular, tetapi tetap saja dia masih merokok
sembarangan dan tidak ada usaha lain untuk mencegah kekambuhan.
20

Pengetahuan yang baik tidak cukup tetapi harus ada kemauan dan
praktek untuk merealisasikannya. Yudis dengan kejadian ibunya meninggal
akibat Pneumonia tidak bisa melakukan pencegahan untuk itu. terlihat dari
kebiasaan merokok dan tidak melakukan PHBS terutama di rumahnya. Yudis
seharusnya mampu menjaga diri agar tidak menularkan pada orang lain dan
menjaga rang lain agar tidaktertular dengan penyakitnya.

C. Responden 3
Responden ketiga yaitu Rizki Maulana Akbar yang merupakan salah
satu siswa SMA di Tasikmalaya. Rizki di usia 19 tahun sudah divonis
mengalami Pneumonia. Rizki merupakan adik dari responden kedua yaitu
Yudis. Rizki tinggal disalah satu rumah yang beralamatkan di Cipari Tengah,
Mangkubumi, Tasikmalaya bersama orangtua, kakak dan sodara lainnya.
Rizki sudah sejak kecil mengidap penyakit Pneumonia. Ibunya seorang
pasien Pneumonia dan bahkan Ia tidur di dalam kamar yang sama dengan
kakanya Yudis yang sudah terlebih dahulu sakit. Luas kamar yang cukup
untuk berdua memang sudah baik tetapi sayangnya pencahayaan dan udara
segar tidak dapat masuk, karena jendela sebagai ventilasi tidak dapat dibuka
tutup. Tidak adanya ventilasi menyebabkan kamar menjadi pengap, lembab
dan menjadi media penularan virus dan bakteri dengan cepat.
Rizki mengetahui bahwa penyakitnya terjadi akibat serangan virus atau
bakteri dan menyebabkan infeksi pada paru-parunya. Rizki juga mengetahui
tanda dan gejala saat seseorang terkena Pneumonia. Demam selalu
dirasakannya saat akan sakit. Tidak hanya itu Rizki juga mengetahui tanda
dan gejala bagi penderita Pneumonia diantaranya demam, batuk, pilek, sakit
tenggorokan, menggigil, pucat, gelisah, sesak nafas, mual muntah dan gejala
lainnya. Saat beberapa tanda dan gejala dirasakan Rizki, maka Rizki akan
segera melakukan pengobatan ke rumah sakit atau klinik terdekat. Respon ini
dilakukan karena Rizki mengetahui bahwa Pneumonia dapat menyebabkan
kematian, seperti yang dialami oleh sang ibu. Rizki tidak mengetahui bahwa
sebenarnya Pneumonia lebih berbahaya dan lebih sering menyerang bay atau
21

balita. Hal ini karena imun mereka belum kuat, secara tidak lamgsung Rizki
tidak megrtahui bahwa Pneumonia menyerang sistem imun tubuh. Tetapi
Rizki mengetahui bahwa penyakitnya dapat menular dan ditularkan melalaui
udara yang dihirup di saat yang bersamaan.
Rizki yang terpapar virus dan bakteri dari sang ibu saat kecil diperparah
paparan dari sang kakak yaitu Yudis yang sudah awal divonis Pneumonia.
Sejak kecil Rizki sudah melakukan kontak langsung dengan para penderita.
Hal ini dianggap biasa karena batuk-batuk yang dialami tidak mengandung
darah dan masyarakat masih cuek dengan penyakit ini. Paparan Rizki
semakin bertambah dengan adanya anggota keluarga lain yang merokok di
rumah. Beberapa orang laki-laki yang ada di rumahnya adalah perokok aktif
yang mampu menghabiskan berbungkus-bungkus rokok. Paparan asap rokok
meningkatkan resiko kekambuhan penyakit pada Rizki.
Rumah yang cukup besar ini dihuni oleh 6 orang dengan 3 kamar yang
setiap kamar diisi oleh 2 orang. Dibagian depan rumah terdapat jendela dan
disetiap kamar terdapat jendela. Semua jendela hanyalah hiasan karena fungsi
jendela sebagai ventilasi dan tempat masuknya sinar matahari tidak bekerja.
Jendela tersebut tidak bisa di buka tutup bahkan tidak adanya udara bebas
yang keluar masuk. Ventilasi ini juga tidak memenuhi syarat yaitu kurang
dari 10% luas lantai. Jenis dinding dan lantai yang digunakan sudah baik
tidak menyebabkan kelembaban, tetapi ventilasi sangat kurang. Ventilasi
yang baik tidak akan cukup untuk menghentikan penyebaran virus atau
bakter, tetapi harus mampu melakukan pola hidup sehat dan bersih (PHBS) di
rumah. Kondisi yang bersih dan segala faktor paparan dihilangkan maka akan
menurunkan angka kesakitan. Hal ini sesuai dengan teori yaitu semakin besar
dan banyak paparan maka risiko untuk sakit semakin besar.

D. Responden 4
Responden keempat yaitu Rita yang berusia 49 tahun dan bertempat
tinggal di Jl. Singa II Perum TNI AD Kelurahan Kahuripan Kecamatan
Tawang Gunung Roay Kota Tasikmalaya. Ibu Rita merupakan ibu rumah
22

tangga yang memiliki 3 anak yaitu Yushan, Jaka dan Ari. Ibu Rita tinggal
dengan anggota keluarganya yang berjumlah 4 orang. Rumah Ibu Rita terdiri
dari 3 kamar dan setiap kamarnya di isi oleh 2 orang. Namun setiap kamar
tidak memiliki ventilasi yang seharusnya. Udara yang masuk hanya melalui
pintu yang terbuka saja. Luas kamar yang tidak terlalu sempit namun juga
tidak terlalu lebar menjadi tempat istrahat Ibu Rita dan anaknya yang masih
Sekolah Dasar (SD). Rumah Ibu Rita juga memiliki beberapa jendela tetapi
sayangnya tidak bisa di buka tutup. Ventilasi di rumah tersebut tidak
memenuhi syarat dari pemerintah yaitu kurang dari 10% luas lantai.
Ibu Rita sudah menderita Pneumonia sejak SMP kelas VIII atau kelas 2.
Dan sampai saat ini penyakit tersebut masih diderita oleh Ibu Rita. Sampai
akhirnya Ibu Rita menikah dan memiliki anak. Anak pertama Ibu Rita yaitu
Yushan tertular penyakit tersebut, karena Ibu Rita memberi ASI kepada
Yushan akibatnya penyakit tersebut tertular kepada anaknya dari ASI yang
diberikan oleh Ibu Rita. Dan sampai saat inipun anak Ibu Rita masih
mengidap penyakit tersebut, namun mereka sudah tidak tinggal serumah lagi.
Kejadian tersebut hanya terjadi pada anak pertamanya, karena sebelumnya
Ibu Rita tidak mengetahui bahwa dari ASI dapat menjadi tempat penularan
penyakit tersebut. Meskipun sekarang Ibu Rita tinggal serumah dengan anak
ketiganya yaitu Ari, namun Ari tidak memiliki atau tidak tertular oleh
penyakit tersebut. Selain itu, Ibu Rita tinggal dengan salah satu anggota
keluarganya yang merokok. Ibu Rita sering terserang penyakit Pneumonia,
hal tersebut terjadi jika Ibu Rita menghirup debu dan asap rokok terlalu lama.
Namun kesakitan itu bisa langsung hilang bila Ibu Rita meminum obatnya.
Kejadian tersebut sering terjadi sejak dulu namun Ibu Rita tidak melakukan
penangan lebih lanjut. Meliat kondisi ini kami yakin bahwa Ibu Rita
mengalami sakit akibat penularan bakteri atau virus yang dihirupnya. Sejak
kecil tubuh Ibu Rita sudah terpapar oleh virus atau bakteri Pneumonia yang
menyebabkan resiko yang besar. Kondisi imun tubuh Ibu Rita yang lemah
saat masih kecil menyebabkan virus dan bakteri mudah sekali berkembang.
23

Hingga saat ini Ibu Rita masih merasakan sakit saat Pneumonia menyerang
tubuhnya atau terjadi kekambuhan.
Kondisi rumah yang berdempetan mengakibatkan kurangnya cahaya
matahari masuk yang dapat berdampak pada kelembaban dirumah Ibu Rita.
Selain itu, kurangnya udara masuk dan didukung dengan ventilasi yang tidak
memadai, mengakibatkan virus dan bakteri mudah berkembangbiak. Ibu Rita
dan anggota keluarga lainnya tidak menerapkan PHBS di rumahnya, sehingga
rumahnya nampak kotor, pengap dan lembab. Sesuai dengan teori semakin
banyak faktor risiko yang diterima atau dimiliki seseorang maka akan
semakin besar kemungkinan orang tersebut terkena penyakit yang sama.
Pengetahuan Ibu Rita mengenai Pneumonia cukup baik. Ibu Rita
mengetahui bahwa Pneumonia adalah salah satu peyakit infeksi di paru-paru.
Penyakit ini disebabkan virus atau bakteri. Ibu Rita juga mengetahui gejala
saat akan mengalami sakit kembali atau kekambuhan penyakit Pneumonia,
gejala tersebut juga dialami Yudis seperti gejala demam, batuk, pilek, sakit
tenggorokan, menggigil, pucat, gelisah, sesak nafas, mual muntah dan gejala
lainnya yang membuat dirinya tersiksa. Jika gejala tersebut sudah diraskan
oleh Ibu Rita, maka Ibu Rita segera meminum obatnya jika obat tersebut
sudah habis, Ibu Rita langsung pergi ke dokter. Ibu Rita juga sadar bahwa
penyakitnya merupakan salah satu penyebab kematian. Ibu Rita mengatakan
tidak hanya pada bayi dan balita Pneumonia menyerang, tetapi pada berbagai
usia dengan imun yang rendah. Ibu Rita juga mengetahui bahwa penyakitnya
merupakan salah satu penyakit menular, namun Ibu Rita masih tidak menjaga
jarak dengan anaknya yang masih kecil. Pengetahuan yang baik tidak cukup
tetapi harus ada kemauan dan praktek untuk merealisasikannya. Ibu Rita
seharusnya mampu menjaga diri agar tidak menularkan pada orang lain dan
menjaga orang disekitarnya agar tidak tertular oleh penyakitnya.

E. Responden 5
Responden kelima bernama Anna Amalia Dewi dan berusia 20 tahun
yang bertempat tinggal di Jl. Singa II Perum TNI AD Kelurahan Kahuripan
24

Kecamatan Tawang Gunung Roay Kota Tasikmalaya. Anna menjadi salah


satu penderita Pneumonia diantara anggota keluarganya. Ayah dan ibu Putri
tidak memiliki penyakit pneumonia, hanya Anna yang memiliki penyakit
tersebut. Anna menderita pneumonia sejak di Sekolah Menengah Pertama
(SMP). Anna tinggal bersama 12 orang anggota keluarganya. Keadaan rumah
yang cukup luas dan setiap kamarnya ada yang berisi 1 orang dan ada yang 2
orang. Rumah tersebut merupakan rumah yang bangunannya terbuat dari
tembok dan lantai keramik.
Anna mengetahui bahwa penyakitnya terjadi akibat infeksi yang terjadi
di paru-parunya. Infeksi ini terjadi kaerna virus atau bakteri, tetapi Anna tidak
mengetahui secara jelas apa penyebab dia sakit Pneumonia. Anna sering
mengalami gejala-gejala Pneumonia, tetapi tidak selalu mengalami demam
saat divonis mengalami Pneumonia atau saat Pneumonianya kambuh. Putri
terkadang hanya merasakan batuk, pilek, sakit tenggorokan, demam,
menggigil, pucat, gelisah, sesak nafas, dan mual muntah. Jika gejala tersebut
terjadi Anna sudah mengetahui bahwa penyakitnya kambuh. Ketika gejala
tersebut kambuh maka Anna segera ke rumah sakit atau klinik untuk berobat.
Hal ini karena gejala yang dirasakan sangat menyiksa apalagi ketika sesak
nafas. Dia juga merasa takut setiap gejala tersebut muncul, karena Anna
mengetahui bahwa Pneumonia dapat menyebabkan kematian, terlebih dia
merasakan sesak yang sangat berat. Anna setuju dengan statment bahwa
Pneumonia banyak menyerang bayi dan balita. Namun Anna tidak
mengetahui bahwa Pneumonia merupakan penyakit menular dan penyakit
yang dapat ditularkan.
Rumah yang di isi oleh 12 orang menjadi tempat yang mudah untuk
terjadi penularan. Terlebih suda ada seseorang yang positif menderita
Pneumonia. Setiap orang tidur di dalam kamar yang berukuran 20x30m 2
dengan penghuni 2 orang setiap kamar dan 1 orang setiap kamar. Penularan
bakteri Pneumonia bisa melalui udara yang dihirup dalam satu ruangan yang
sama dengan penderita. Jumlah anggota keluarga yang banyak ini juga dapat
menyebabkan penularan virus semakin mudah. Terlebih lagi ada anggota
25

keluarga yang memiiki kebiasaan merokok dan biasa menghabiskan lebih dari
1 batang setiap harinya. Anna terpapar oleh asap rokok tersebut. Rokok yang
di hisap lebih dari 1 batang yang menyebabkan semakin pengapnya udara
yang ada di dalam rumah.
Rumah yang menjadi tempat tinggal Anna memiliki ventilasi untuk
sirkulasi udara yang dapat dibuka tutup. Selain itu, kamar yang ditempati oleh
Anna juga memiliki ventilasi yang cukup. Ventilasi ini ada tetapi Anna
merasa bahwa perpindahan udara atau sirkulasi udara di rumahnya sangatlah
buruk. Anna tidak merasakan udara segar saat berada di dalam rumah.
Sirkulasi udara yang tidak baik menciptakan resiko yang semakin tinggi
untuk seseorang mengalami penyakit menular. Terutama penyakit menular
yang disebarkan melalui udara, yang sejatinya udara sangat dibutuhkan oleh
semua orang untuk bertahan hidup.
Sesuai dengan teori yang telah dijelaskan, Anna yang masih berada di
dalam usia produktif terpapar bakteri hingga akhirnya menderita Pneumonia.
Penumonia menyerang daya tahan tubuh yang lemah hingga dapat
menginfeksi paru-paru.

Anda mungkin juga menyukai