Anda di halaman 1dari 6

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun kayu selain dari selulosa,

hemiselulosa dan ekstraktif. Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang hubungannya
erat satu sama lain, mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, namun proporsi karbonnya
lebih tinggi dibanding senyawa karbohidrat.Sifat kimia lignin yang penting untuk diketahui
diantaranya adalah kadar lignin dan reaktifitasnya. Metode Klason merupakan prosedur umum
yang digunakan dalam penentuan kadar lignin. Prosedur ini memisahkan lignin sebagai
material yang tidak larut dengan depolimerisasi selulosa dan hemiselulosa dalam asam sulfat
72% yang diikuti oleh hidrolisis polisakarida terlarut dalam asam sulfat 3% yang dipanaskan.
Bagian dari lignin yang larut menjadi filtrat disebut lignin terlarut asam.

Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak, sebagai material
struktur dinding sel semua tanaman.Selulosa adalah karbohidrat utama yang disintesis oleh
tanaman dan menempati hampir 60% komponen penyusun struktur kayu. Selulosa merupakan
serat-serat panjang yang bersama-sama hemiselulosa, pektin, dan protein membentuk
struktur jaringan yang memperkuat dinding sel tanaman. Jumlah selulosa di alam sangat
berlimpah sebagai sisa tanaman atau dalam bentuk sisa pertanian seperti jerami padi, kulit
jagung, gandum,kulit tebu dan lain-lain tumbuhan.

Secara kimia, selulosa merupakan senyawa polisakarida yang terdapat banyak di


alam.Bobot molekulnya tinggi, strukturnya teratur berupa polimer yang linear terdiri dari unit
ulangan β-D-Glukopiranosa. Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur
kristalin dan amorf serta pembentukan mikro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat
selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas
dan konfigurasi rantainya. Sebagai sumber serat, batang pisang cukup potensial untuk di
kembangkan menjadi pulp karena memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi

Zat ekstraktif merupakan komponen non-struktural pada kayu dan kulit tanaman
terutama berupa bahan organik yang terdapat pada lumen dan sebagian pada dinding sel.
Dengan menggunakan air dingin atau panas dan bahan pelarut organik netral seperti alkohol
atau eter maka dapat dilakukan ekstraksi. Jumlah dan jenis zat ekstraktif terdapat tanaman
tergantung pada letaknya dan jenis tanaman.
1. Selulosa

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir
tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan berkaitan dengan lignin dan
hemiselulosa membentuk lignoselulosa.

2. Lignin

Lignin adalah zat yang bersama-sama dengan selulosa adalah salah satu sel yang
terdapat dalam kayu. Lignin merupakan suatu makromolekul kompleks, suatu polimer
aromatik alami yang bercabang–cabang dan mempunyai struktur tiga dimensi yang terbuat
dari fenil propanoid yang saling terhubung dengan ikatan yang bervariasi.

3. Hemiselulosa

Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polimer gula. Namun, berbeda
dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-
macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon
5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah
kecil ramnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam galaturonat.

4. Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif terdiri dari berbagai jenis komponen senyawa organik seperti minyak
yang mudah menguap, terpen, asam lemak dan esternya, lilin, alkohol polihidrik, mono dan
polisakarida, alkaloid, dan komponen aromatik (asam, aldehid, alkohol, dimer fenilpropana,
stilbene, flavanoid, tannin dan quinon), zat ekstraktif adalah komponen diluar dinding sel kayu
yang dapat dipisahkan dari dinding sel, tidak larut dengan pelarut air atau organik.

5. Abu

Kayu juga mengandung komponen-komponen anorganik. Komponen ini diukur sebagai


kadar abu yang jumlahnya jarang melebihi 1% dari berat kering kayu. Abu ini berasal terutama
dari berbagai garam yang diendapkan dalam dinding sel dan lumen. Abu merupakan senyawa
anorganik di dalam kayu yang dapat dianalisis dengan cara kayu dibakar pada suhu 600-850°C.
Komponen utama abu kayu adalah kalium, kalsium dan magnesium maupun silikon dalam
beberapa kayu tropika.
1. Selulosa

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman dan hampir
tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam melainkan berkaitan dengan lignin dan
hemiselulosa membentuk lignoselulosa (Lynd et al., 2002). Ditambahkan oleh Lee et al. (2009)
yang menerangkan bahwa Selulosa adalah polimer dari rantai unit α-D-1-4 anhidroglukosa
(C6H12O6)n, sebanyak 40-60 % yang terdapat dalam dinding sel pada tumbuhan berkayu.
Beberapa ciri-ciri dari struktur selulosa yang berdasarkan pada karakteristik kimia yang dimiliki
adalah dapat mengembang dalam air, berbentuk kristalin, adanya kelompok fungsional yang
spesifik dan dapat bereaksi dengan enzim selulolitik (Sierra et al., 2007). Selulosa sangat erat
berasosiasi dengan hemiselulosa dan lignin dalam lignoselulosa. Selulosa merupakan
komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel
tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50 % dari berat kering tanaman (Lynd et al., 2002).

Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan β -1,4 glukosida dalam rantai lurus.
Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Selulosa terdiri atas
15-14.000 unit molekul glukosa Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui
ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Coughlan, 1989). Panjang molekul selulosa
ditentukan oleh jumlah unit glukan di dalam polimer, disebut dengan derajat polimerisasi.
Derajat polimerasi (DP) selulosa tergantung pada jenis tanaman dan umumnya dalam kisaran
2.000-27.000 unit glukan. Selulosa terdiri dari daerah kristalin dan daerah amorf (non-
kristalin) yang membentuk suatu struktur dengan kekuatan tegangan tinggi, yang pada
umumnya tahan terhadap hidrolisis enzimatik terutama pada daerah kristalin. Selulosa tidak
larut dalam air dingin maupun air panas serta asam panas dan alkali panas.

Ikatan β-1,4 glukosida pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa
dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis. Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat
difermentasi menjadi etanol.

2. Lignin

Lignin adalah zat yang bersama-sama dengan selulosa adalah salah satu sel yang
terdapat dalam kayu. Lignin merupakan suatu makromolekul kompleks, suatu polimer
aromatik alami yang bercabang–cabang dan mempunyai struktur tiga dimensi yang terbuat
dari fenil propanoid yang saling terhubung dengan ikatan yang bervariasi. Lignin membentuk
matriks yang mengelilingi selulosa dan hemiselulosa, penyedia kekuatan pohon dan pelindung
dari biodegradasi. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis,
maupun kimia (Isroi, 2008a).

Menurut Batubara (2002) Lignin merupakan zat yang keras, lengket, kaku dan mudah
mengalami oksidasi. Ditambahkan pula oleh Ibrahim et al., (2005) dalam Misson et al., (2009)
yang mengemukakan bahwa Lignin merupakan rantai dengan karbon-karbon terikat dan ikatan
lainnya yang terdiri dari jaringan yang dihubungkan dengan polisakarida yang terdapat di
dalam dinding sel. Lignin banyak pada kelompok kayu daun jarum yaitu diatas 26 % sedangkan
pada kayu daun lebar biasanya kurang dari 26 %.
3. Hemiselulosa

Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang merupakan polimer gula. Namun, berbeda
dengan selulosa yang hanya tersusun dari glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-
macam jenis gula. Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula
berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6), misalnya: xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan
sejumlah kecil ramnosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam galaturonat.
Xylosa adalah salah satu gula C-5 dan merupakan gula terbanyak kedua di biosfer setelah
glukosa. Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11 % hingga
37 % (berat kering biomassa).

Struktur hemiselulosa dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan komposisi rantai


utamanya yaitu (1) D- xilan yaitu 1-4β xilosa; (2) D- manan yaitu (1–4)β -D-mannosa; (3) D-
xiloglukan dan (4) D-galaktan yaitu 1-3β -D-galaktosa. Hemiselulosa mudah
disubtitusi dengan berbagai karbohidrat lain atau residu non karbohidrat. Karena berbagai
rantai cabang yang tidak seragam menyebabkan senyawa ini secara parsial larut air.
Perbedaan selulosa dengan hemiselulosa yaitu hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi
rendah (50-200 unit) dan mudah larut dalam alkali, tetapi sukar larut dalam asam, sedangkan
selulosa sebaliknya (Isroi, 2008b).

Kandungan hemiselulosa di dalam biomassa lignoselulosa berkisar antara 11 % hinga


37 % (berat kering tanur). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada selulosa, tetapi gula
C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6 (Isroi, 2008b).

4. Zat Ekstraktif

Zat ekstraktif terdiri dari berbagai jenis komponen senyawa organik seperti minyak
yang mudah menguap, terpen, asam lemak dan esternya, lilin, alkohol polihidrik, mono dan
polisakarida, alkaloid, dan komponen aromatik (asam, aldehid, alkohol, dimer fenilpropana,
stilbene, flavanoid, tannin dan quinon). Zat ekstraktif adalah komponen diluar dinding sel kayu
yang dapat dipisahkan dari dinding sel yang tidak larut menggunakan pelarut air atau organik
(Lewin dan Goldstein, 1991). Kayu teras secara khas mengandung zat ekstraktif jauh lebih
banyak dari pada kayu gubal. Kandungan zat ekstraktif dalam kayu biasanya kurang dari 10 %
(SjÖstrÖm, 1995).

Kandungan dan komposisi zat ekstraktif berubah-ubah diantara spesies kayu, dan
bahkan terdapat juga variasi dalam satu spesies yang sama tergantung pada tapak geografi
dan musim. Sejumlah kayu mengandung senyawa-senyawa yang dapat diekstraksi yang
bersifat racun atau mencegah bakteri, jamur dan rayap. Selain itu zat ekstraktif juga dapat
memberikan warna dan bau pada kayu (Fengel dan Wegener, 1995).
5. Abu

Kayu juga mengandung komponen-komponen anorganik. Komponen ini diukur


sebagai kadar abu yang jumlahnya jarang melebihi 1% dari berat kering kayu. Abu ini berasal
terutama dari berbagai garam yang diendapkan dalam dinding sel dan lumen (Sjostrom, 1995).
Fengel dan Wegener (1995) menyatakan bahwa komponen abu utama dalam kayu adalah Ca
(hingga 50%), K dan Mg, yang diikuti oleh Mn, Na, P dan Cl. Selain itu juga masih terdapat
unsur-unsur lain yang disebut sebagai unsur runut dengan konsentrasi di dalam kayu tidak
lebih dari 50 ppm. Mineral tidak hanya terikat dalam diding sel tetapi juga diendapkan dalam
rongga sel parenkim dan dalam serat libriform. Endapan mineral kebanyakan terdiri atas
kalsium karbonat, kalsium oksalat dan silikat yang mempunyai bentuk yang berbeda-beda.
Kristal yang muncul dalam kayu setelah terserang oleh jamur atau bakteri disebabkan oleh
hasil metabolik mikroorganisme tersebut (Fengel dan Wegener, 1995).

Abu merupakan senyawa anorganik di dalam kayu yang dapat dianalisis dengan cara
kayu dibakar pada suhu 600-850°C. Komponen utama abu kayu adalah kalium, kalsium dan
magnesium maupun silikon dalam beberapa kayu tropika (Fengel dan Wegener, 1995). Diukur
sebagai abu yang jarang melebihi 1% dari berat kayu kering
a. Komponen Penyusun Dinding Sel
Adalah komponen kimia yang menyatu di dalam dinding sel. Tersusun atas banyak
komponen yang tergabung dalam karbohidrat dan lignin. Karbohidrat yang telah bebas dari
lignin dan ekstraktif disebut juga dengan holoselulosa. Holoselulosa sebagian besar tersusun
atas selulosa dan hemiselulosa. Selulosa merupakan komponen terbanyak dalam menyusun
kimia kayu, dan secara umum merupakan komponen yang bermanfaat.

 Selulosa: merupakan zat penyusun serat yang dibutuhkan didalam pembuatan


pulp dan kertas, menentukan ikatan kekuatan kertas
 Hemiselulosa: merupakan zat yang mendukung kekuatan kayu, sehingga
keberadaannya sangat menentukan manfaat kayu selain untuk pulp dan kertas misalnya
untuk konstruksi.

b. Komponen Pengisi Rongga Sel


Zat pengisi rongga sel sering disebut dengan komponen ekstraneus, yang dominan diisi oleh
zat ekstraktif. Zat ekstraktif merupakan kumpulan banyak zat seperti: gula, tepung/pati,
tanin, resin, pektin, zat warna kayu, asam-asam, minyak-minyak, lemak dalam kayu dan
sebagainya.

Ada dua keungkinan kondisi ekstraktif ini yaitu:

a. apabila tersusun lebih banyak jenis karbohidratnya maka suatu jenis kayu mudah diserang
cendawan dan serangga lain perusak kayu, dan perlu diawetkan secara tradisional atau
buatan apabila dikehendaki masa pakai yang lebih lama.

b. Apabila tersusun lebih banyak jenis minyal-minyak, asam-asam dan garam-garam yang
bersifat racun, maka kayu mempunyai sifat keaweten dan belum/tidak perlu diawetkan lagi,
tetapi kalau masih ingin diawetkan dapat dilakukan dengan pengawetan buatan (kimawi).

Anda mungkin juga menyukai