Ablasi Retina
Ablasi Retina
Ablasi retina adalah penyakit mata akibat lepasnya lapisan tipis di dalam mata yang disebut
retina. Kondisi ini tergolong darurat dan dapat menyebabkan kebutaan permanen jika tidak
segera ditangani.
Retina mata merupakan bagian penting yang berfungsi memproses cahaya yang ditangkap oleh
mata. Setelah ditangkap, cahaya tersebut diubah menjadi sinyal listrik dan diteruskan ke otak.
Sinyal ini kemudian diproses di dalam otak dan diinterpretasikan sebagai gambar yang dilihat
oleh mata.
Jika retina terlepas dari posisinya, tentu penglihatan akan terganggu. Gangguan penglihatan ini
bisa terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung seberapa besar bagian retina yang terlepas.
Ablasi retina bisa terjadi pada siapa pun, khususnya orang-orang yang berusia 50 tahun ke atas.
Ablasi retina atau ablasio retina tidak menimbulkan rasa sakit. Hilangnya penglihatan dapat
terjadi secara tiba-tiba, atau didahului sejumlah gejala di bawah ini:
Ablasi retina terjadi ketika retina mata terlepas dari pembuluh darah yang menyalurkan oksigen
dan nutrisi. Berikut ini adalah 3 kondisi yang dapat menyebabkan retina terlepas:
Terdapat robekan kecil di dalam retina. Robekan ini membuat cairan di bagian tengah
bola mata (cairan vitreus) merembes masuk dan menumpuk di belakang retina. Cairan
yang menumpuk akan membuat seluruh lapisan retina terlepas dari dasarnya. Pada
umumnya, robekan pada retina mata terjadi akibat berubahnya jaringan seiring
pertambahan usia. Orang dengan mata minus (rabun jauh) atau pernah menjalani operasi
katarak juga berisiko mengalami robekan pada retina.
Menumpuknya cairan vitreus tanpa disertai robekan pada retina. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh cedera, tumor, peradangan, dan penyakit degenerasi makula.
Terbentuk jaringan parut di permukaan retina. Kondisi ini membuat retina tertarik
dan lepas. Kondisi ini lebih sering dijumpai pada penderita diabetes dengan gula darah
yang tidak terkontrol dengan baik.
Terdapat sejumlah faktor yang meningkatkan risiko seseorang terserang ablasi retina, antara lain:
Untuk menentukan diagnosis ablasi retina, dokter mata atau dokter mata ahli vitreo-retina akan
melakukan pemeriksaan oftalmoskopi dengan alat khusus untuk untuk melihat bagian dalam
mata. Jika oftalmoskopi tidak dapat mengamati kondisi retina dengan jelas, misalnya akibat
perdarahan di mata, dokter akan melakukan USG mata.
Kriopeksi. Prosedur ini dilakukan dengan cara membekukan robekan di retina, agar
retina tetap menempel pada dinding mata.
Terapi laser (fotokoagulasi). Sinar laser akan membakar jaringan di sekitar robekan
retina. Laser juga akan membantu retina tetap menempel.
Jika retina sudah terlepas, dokter akan mengatasinya dengan pembedahan atau operasi. Jenis
operasi yang dilakukan tergantung kepada keparahan kondisi pasien. Operasi tersebut antara lain:
Ablasi retina tidak selalu dapat dicegah. Namun demikian, risiko terjadinya ablasi retina dapat
dikurangi melalui beberapa langkah berikut ini:
Segera periksa ke dokter mata apabila muncul floaters, kilatan cahaya, atau terdapat
perubahan apa pun pada lapang pandang.
Rutin memeriksakan mata minimal satu kali setiap tahun. Pemeriksaan harus dilakukan
lebih sering jika menderita diabetes.
Rutin mengontrol kadar gula dan tekanan darah, agar kondisi pembuluh darah retina tetap
sehat.
Gunakan pelindung mata saat berolahraga atau saat melakukan aktivitas yang berisiko
mencederai mata.