Anda di halaman 1dari 39

Berbagi Pengetahuan

Semoga Bermanfaat :)

Kamis, 20 Juni 2019

PENDIDIKAN DAN PERUBAHAN SOSIAL

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan ada dan hidup di dalam masyarakat, maka keduanya memiliki hubungan ketergantungan
yang erat. Pendidikan mengabdi kepada masyarakat dan masyarakat menjadi semakin berkembang dan
maju melalui pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses pematangan dan pendewasaan masyarakat.
Maka lembaga-lembaga pendidikan harus memahami perannya tidak sekadar menjual jasa tetapi
memiliki tugas mendasar memformat Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.

Masyarakat ternyata tidak statis, tetapi dinamis, bahkan sangat dinamis.Pada masa sekarang ini
masyarakat mengalami perubahan sosial yang sangat pesat.Isu postmodernisasi dan globalisasi
sebenarnya ingin merangkum pemahaman suatu perubahan yang sangat cepat dan dahsyat.
Modernisasi adalah proses perubahan masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat
tradisional menuju modern. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu kondisi meluasnya budaya
yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia.Globaliasi muncul sebagai akibat adanya arus informasi
dan komunikasi yang begitu cepat. Sebagai akibatnya, masyarakat dunia menjadi satu lingkungan yang
seolah-olah saling berdekatan dan menjadi satu sistem pergaulan dan budaya yang sama.

Senge (1990) dalam Maliki (2010:276), perubahan merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan, karena
ia melekat, lahir dalam proses pengembangan masyarakat. Kebutuhan untuk bisa survive dalam
ketidakpastian dan perubahan menjadi tuntutan masa kini. Perubahan terjadi begitu cepat dan luas,
termasuk mengubah dasar-dasar asumsi dan paradigma memandang perubahan.

Perubahan yang terjadi di masyarakat tentunya sangat berpengaruh pada dunia pendidikan.Masalah-
masalah sosial yang muncul di tengah masyarakat juga dialami dunia pendidikan.

Sosiologi pendidikan memainkan perannya untuk ikut memformat pendidikan yang mampu berkiprah
secara kontekstual. Sistem, muatan, proses dan
2

arah pendidikan perlu ditata ulang dan diatur secara khusus sehingga mampu menjawab sekaligus
bermain di arena perubahan sosial tersebut.

B. Rumusan Masalah

a. Apa yang di maksud dengan pendidikan?

b. Apa yang dimaksud dengan perubahan sosial ?

c. Apa saja teori mengenai perubahan sosial ?

d. Apa saja ciri ciri perubahan sosial ?

e. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial ?

f. Bagaimana jenis perubahan sosial ?

g. Bagaimana peran pendidikan sebagai sosial kontrol dan pembaruan masyarakat?

C. Tujuan Masalah

a. Untuk mengetahui maksud dari pendidikan.

b. Untuk mengetahui mengenai perubahan sosial.

c. Untuk mengetahui teori mengenai perubahan sosial.

d. Untuk mengetahui ciri ciri perubahan sosial.

e. Untuk mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi perubahan sosial.

f. Untuk mengetahui jenis perubahan sosial.

g. Untuk mengetahui peran pendidikan sebagai sosial kontrol dan pembaruan masyarakat.

D. Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun dengan sistematika

Pada bab I, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.

Pada bab II, berisi tentang definisi dari pendidikan dan perubahan sosial, teori perubahan sosial, ciri-ciri
perubahan sosial, faktor yang mempengaruhinya, jenis perubahan sosial dan peran pendidikan sebagai
kontrol sosial dan pembaruan masyarakat.

Pada bab III berisi kesimpulan dan saran untuk makalah ini.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan bangsa. Adapun pengertian pendidikan menurut
beberapa ahli adalah sebagai berikut:

1. Menurut Soekidjo Notoatmodjo.

Penddikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik
individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku
pendidikan.

2. John Stuart Mill

Menurutnya pendidikan itu meliputi segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang untuk dirinya atau
yang dikerjakan oleh orang lain untuk dia.

3. John Dewey

Pendidikan adalah suatu proses pembaruan makna pengalaman yang akan terjadi di dalam pergaulan
biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda yang melibatkan pengawasan dan
perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup.

4. Thompson

Pendidikan adalah pengaruh lingkungan terhadap individu untuk menghasilkan perubahan-perubahan


yang tetap dalam kebiasaan prilaku, pikiran dan sifatnya.

5. Plato

Pendidikan ialah membantu perkembangan masing-masing dari jasmani dan akal dengan sesuatu yang
mungkin tercapainya kesempurnaan.

Dengan demikian, esensi pendidikan (usaha sadar) mengandung makna suatu proses
transaksional yang intensional, terjadi di lingkungan ( social budaya)
4

berstruktur yang disebut sekolah atau sejenisnya. Pendidikan sebagai salah satu bagian penting dari
proses pembangunan nasional merupakan salah satu sumber penentu dalam pertumbuhan ekonomi
suatu Negara.

B. Pengertian Perubahan Sosial

Menurut Para Ahli

a. Samuel Koenig : Perubahan sosial menunjukkan pada modifikasi yang terjadi pada pola kehidupan
manusia. Modifikasi tersebut terjadi akibat pengaruh intern dan ekstern.

b. Selo Soemardjan : Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Perubahan tersebut mempengauhi sistem sosial, termasuk nilai-nilai, sikap dan pola
perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat.

c. William F. Ogburn : perubahan sosial terjadi ketika unsur materiel memberi pengaruh pada unsur
imateriel.

d. Kingsley Davis : Perubahan sosial terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Struktur sosial
mencakup lembaga sosial, kelompok sosial, norma-norma sosial, dan stratifikasi sosial. Tiap-tiap struktur
memiliki fungsi dalam masyarakat.

e. Mac lver : Perubahan sosial dikatakan sebagai perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial dan
keseimbangan dalam hubungan sosial. Hubungan antara anggota masyarakat dapat menimbulkan kerja
sama ataupun perselisihan yang menunjukkan keseimbangan dalam hubungan sosial.

f. John Lewis Gillin dan John Philip Gilin : Perubahan sosial merupakan variasi dari cara-cara hidup
yang telah diterima dan dijalankan oleh masyarakat.

Pengertian secara umum, Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi secara terus menerus yang
mencakup sistem sosial (pola pikir, pola perilaku, nilai) dan struktur sosial (lembaga sosial, kelompok,
norma) didalam masyarakat.

C.

Teori Perubahan Sosial


1. Teori Evolusi adalah teori perubahan sosial yang terjadi secara bertahap / berurutan dalam waktu
yang cukup lama.

Menurut Auguste Comte, hukum tiga tahap yang dialami oleh manusia / masyarakat secara revolusioner
:

1. Tahap teologis, pemikiran manusia bahwa semua benda didunia mempunyai jiwa karena kekuatan
gaib yang berada diluar kemampuan manusia.

2. Tahap metafisik, tahap transisi teologis menuju positivis.

3. Tahap positivis, kepercayaan terhadap data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir dalam
segala bidang.

2. Teori Neoevolusi adalah teori bantahan dari evolusi, karena teori ini membahas bahwa perubahan
sosial terjadi tidak secara bertahap tapi secara acak.

3. Teori Revolusi adalah teori perubahan sosial yang terjadi didalam masyarakat secara cepat,
perubahan ini bisa menyebabkan suatu perpecahan / konflik.

4. Teori Sistem adalah teori perubahan sosial yang dibagi menjadi 3 bagian yaitu :

- makro, membahas dunia secara keseluruhan.

- meso, hanya membahas tiap-tiap negara sendiri.

- mikro, membahas tingkatan yang lebih rendah dari meso.

5. Teori Modernitas adalah teori perubahan sosial yang membahas masyarakat moderen, didalam
masyarakat moderen akan ada penemuan-penemuan, lalu penemuan tersebut bisa menyebabkan
proses industrialisasi yang orang-orangnya bersifat kapitalis (orang yang kuat akan semakin kuat, orang
yang lemah akan semakin lemah).

6. Teori Post Modern / Neomodernisasi adalah teori yang membahas tentang kejenuhan masyarakat
moderen, mereka jenuh karena orang-orangnya memiliki sifat egois / individualisme / kapitalisme.

D.

Ciri-Ciri Perubahan Sosial

Berikut ini adalah ciri-ciri dari perubahan social, yaitu:

a. Tidak ada masyarakat yang berhenti berkembang (dinamis), artinya masyarakat itu selalu
berkembang dan berubah.
b. Perubahan pada satu lembaga akan menyebabkan perubahan pada lembaga lainnya. Hal ini
disebabkan oleh lembaga-lembaga sosial bersifat interdependen akan saling memengaruhi sehingga
sulit sekali untuk mengisolir perubahan pada lembaga-lembaga sosial tertentu, proses yang dimulai dari
proses selanjutnya merupakan suatu mata rantai.

c. Perubahan yang cepat (revolusi) dapat menyebabkan disorganisasi dalam

kelompok dan bersifat sementara karena berada dalam proses penyesuaian diri. Disorganisasi tersebut
akan diikuti oleh reorganisasi yang mencakup pemantapan dari kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang baru.

d. Perubahan sosial tidak hanya mencakup materiel / spiritualnya saja tapi

mencakup keduanya karena memiliki hubungan timbal balik.

e. Secara tipologis, perubahan social dapat dikategorikan dalam beberapa bentuk, yaitu sebagai
berikut:

· Proses sosial, yaitu pergantian beragam pengahargaan, fasilitas, dan anggota dari suatu struktur.

· Segmentasi atau pembagian, yaitu pemekaran unit-unit struktural yang tidak terlalu berbeda
dengan unit-unit yang telah ada.

· Perubahan struktur, yaitu timbulnya peran dan organisasi yang baru.

· Perubahan struktur kelompok, yaitu pergantian komposisi kelompok, tingkat kesadaran kelompok,
dan hubungan antarkelompok dalam masyarakat.

E.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sosial

1. Faktor umum yang mempengaruhi perubahan sosial

a) Faktor Internal adalah faktor yang berasal dari masyarakat itu sendiri.

Faktor internal penyebab perubahan sosial :

1. Penemuan Baru

Didalam penemuan baru terdapat :

- Discovery : penemuan yang benar-benar baru dan belum pernah


ada sebelumnya.

- Inovasi : penyempurnaan dari discovery.

- Invention : penemuan baru yang sudah diakui dan digunakan

oleh masyarakat luas.

Penemuan baru didalam masyarakat didorong oleh bebrapa faktor yaitu:

a. Kesadaran individu / masyarakat berkaitan dengan keterbatasan fungsi nilai kebudayaan materiel,
dan imateriel.

b. Kualitas sumberdaya manusia / ahli untuk mengolah sumberdaya alam dan teknologi.

c. Muncul rangsangan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja dalam masyarakat.

2. Dinamika Penduduk / Perubahan Sosial

Dinamika penduduk berkaitan dengan pertambahan / penurunan jumlah penduduk yang dipengaruhi
oleh kematian (mortalitas), kelahiran (fertilitas), perpindahan (migrasi).

3. Konflik Sosial

Konflik sosial mengakibatkan perubahan sosial. Konflik sosial selalu terjadi dalam kehidupan masyarakat
terutama masyarakat multikultural. Banyak penyebab konflik dalam masyarakat, misalnya perbedaan
kepentingan, pola pikir, individu, dan pandangan politik.

4. Pemberontakan

Pemberontakan dapat menyebabkan perubahan besar dalam masyarakat, misalnya Revolusi industri di
inggris.

b) Faktor Eksternal adalah faktor yang berasal dari luar masyarakat.

Faktor eksternal penyebab perubahan sosial :

1. Pegaruh Kebudayaan Masyarakat Lain Pertemuan dua kebudayaan atau lebih yang memiliki
perbedaan latar belakang budaya dapat menyebabkan perubahan sosial budaya. Perubahan tersebut
dapat terbentuk melalui proses asimilasi (penggabungan bebrapa budaya menjadi budaya baru), atau
akulturasi (penggabungan beberapa budaya tanpa menghilangkan budaya aslinya).
- Apabila pengaruh kebudayaan bersifat damai dan tanpa paksaan disebut penetration passifique.
Hasil dari pengaruh tersebut dinamakan demonstration effect.

- Apabila kebudayaan masuk dengan paksaan dinamakan penetration violent.

- Apabila hubungan antar kebudayaan saling menolak karena kedudukan yang seimbang disebut
cultural animosity.

2. Peperangan

Peperangan yang muncul antar kelompok / antar negara dapat mengakibatkan perubahan sosial, karena
pihak yang menang dalam peperangan memiliki keleluasaan untuk menguasai pihak yang kalah.

3. Bencana Alam

Dapat menyebabkan masyarakat disuatu wilayah harus berpindah tempat tinggal sehingga
mengakibatkan perubahan sistem hidup dan perubahan struktural.

2. Faktor pendorong perubahan sosial

a) Kontak dengan kebudayaan lain

Kontak budaya yang mengarah pada interaksi memberi dampak positif, yaitu mengurangi prasangka
negatif terhadap kebudayaan lain dan mencegah konflik sosial.

b) Sistem pendidikan yang maju

Pendidikan penting bagi masyarakat karena dapat membuka pikiran dan wawasan untuk melakukan
perubahan sosial kearah kemajuan.

c) Sikap menghargai hasil karya

Penghargaan dapat memberi semangat untuk berinovasi.

d) Keinginan untuk maju

Perubahan terjadi karena adanya keinginan, pengharapan. Dorongan dalam diri sendiri untuk
memperbaiki keadaan merupakn salah satu faktor pendorong perubahan sosial.
e) Sistem lapisan terbuka masyarakat

Sistem lapisan sosial terbuka memberi kesempatan setiap orang yang berkompeten untuk melakukan
perubahan status sosial dalam hibupnya.

f) Peduduk yang heterogen

Penduduk heterogen memiliki kesempatan lebih besar untuk melakukan kontah budaya dengan
masyarakat lain.

g) Ketidakpuasan masyarakat terhadap berbagai bidang kehidupan

h) Orientasi pada masa depan

Masyarakat yang berorientasi pada masa depan selalu mengedepankan sikap terbuka untuk menerima
dan menyesuaikan nilai sosial berdasarkan perkembangan budaya global.

3.

10

Faktor penghambat perubahan sosial

a. Kontak sosial dengan masyarakat lain yang kurangMasyarakat yang tinggal didaerah terpencil
sering mengalami keterbatasan akses jangkauan publik seperti sarana transportasi dan komunikasi.

b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat

Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat dapat dipengaruhi oleh, sikap hidup masyarakat yang
tidak ingin berkembang, keterbatasan ekonomi untuk menempuh pendidikan yang lebih baik, akses
pendidikan yang tidak merata.

c. Sikap masyarakat tradisional Masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat, mereka
dipimpin oleh kepala adat yang memberi batasan-batasan tertentu agar nilai-nilai adat tetap terjaga. Hal
ini mengakibatkan masyarakat sulit berubah menuju kehidupan yang lebih moderen.
d. Keinginan yang tertanam kuatOrang yang memiliki kedudukan tinggi memiliki keinginan untuk
mempertahankan kedudukan tersebut. Sikap tersebut dipengaruhi keinginan untuk tetap memperoleh
fasilitas yang disediakan organisasi kerja. Hal tersebut dapat menghambat perubahan status masyarakat
yang memiliki kedudukan lebih rendah untuk masuk pada kedudukan yang lebih tinggi.

e. Perasaan takut terjadi kegoyahan pada kebudayaan sendiri

Masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan rendah sering mengalami ketakutan ketika ada hal baru
yang masuk dalam kebudayaannya. Ketakutan tersebut disebabkan kekhawatiran terjadinya
keguncangan pada kebudayaan yang dianggap sudah mapan dan berkembang dengan baik.

f. Stereotip terhadap nilai budaya

Perasangka buruk / stereotip berkembang karena masyarakat selalu memberi penilaian negatif terhadap
budaya baru yang masuk.

Adat kebiasaan yang tertanam kuatAdat kebiasaan yang tertanam kuat menyebabkan perubahan sosial
sulit terwujud karena mendorong pola pikir masyarakat bertahan pada konsep hidup konservatif.

F. Jenis Perubahan Sosial

Berikut ini adalah jenis-jenis perubahan social, diantaranya:

a. Berdasarkan Prosesnya

1) Perubahan yang direncanakanMerupakan perubahan yang terorganisasi, pihak yang menginginkan


perubahan melakukan perencanaan terlebih dahulu untuk mewujudkan perubahan sosial didalam
masyarakat.

2) Perubahan yang tidak direncakanaknTerjadi diluar rencana / perkiraan masyarakat dan dapat
mengakibatkan dampak yang merugikan bagi masyarakat.

b. Berdasarkan Waktunya

1) Perubahan secara cepat

Perubahan sosial yang terjadi dalam waktu singkat, cepat dan mendasar. Perubahan ini diiringi dengan
suatu konflik karena tidak semua masyarakat siap menerima.
2) Perubahan secara lambat

Tiga teori berkaitan dengan perubahan secara lambat / evolusi

a. Unilinier Theories of Evolution, manusia dan masyarakat mengalami perkembangan sesuai tahap-
tahap tertentu.

b. Universal Theory of Evolution, perkembangan masyarakat tidak melalui tahap-tahap tertentu yang
tetap.

c. Multilinied Theories of Evolution, terdapat tahap-tahap perkembangan tertentu yang didapat


melalui penelitian.

3) Berdasarkan Dampaknya

a. Perubahan kecil Perubahan dalam lingkup sempit yang terjadi dalam masyarakat, hanya
berdampak pada sebagian kecil masyarakat.

b.

Perubahan besarPerubahan yang memiliki pengaruh besar terhadap struktur sosial yang ada dalam
masyarakat.

4) Berdasarkan Caranya

a. Perubahan dengan kekerasanPerubahan sosial yang dilakukan dengan cara-cara kekerasan baik
fisik maupun psikis demi tercapainya perubahan yang diinginkan.

b. Perubahan tanpa kekrasan Perubahan yang dilakukan dengan jalan damai dan simpatik untuk
mencapai perubahan yang diinginkan.

G. Peran Pendidikan Sebagai Sosial Kontrol dan Pembaruan Masyarakat

1. Peran pendidikan sebagai sosial control

Pendidikan merupakan tanggung jawab antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Aktivitas
pendidikan bukan sekedar mengalihkan informasi atau pengetahuan, melainkan memberikan
pengetahuan sekaligus mengimplikasikan nilai (baik-buruk) dan sekaligus pula menggunakan cara atau
jalan yang normative baik. Pendidikan merupakan institusi yang mendapa perhatian besar dari para ahli
sosiologi. Pokok bahasan utama ialah institusi pendidikan formal, dan institusi pendidikan formal
terpenting dalam masyarakat ialah sekolah yang menawarkan pendidikan formal mulai dari jenjang
dasar sampai perguruan tinggi.
Sekolah merupakan suatu lembaga dengan organisasi yang tersusun dengan rapi. Sekolah
berperan sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas mendidik dan
mengajar serta memperbaiki dan memperluas tingkah laku peserta didik yang dibawa keluarganya.
Disamping itu sekolah bertugas melayani kepentingan bangsa seperti yang ditetapkan oleh pemerintah
karena pemerintah mengatur segala sesuatu yang berhubungan dan menyangkut kepentingan bangsa
dan rakyat, seperti penyelenggaraan sekolah. Agen sosialisasi berikut dalam masyarakat yang telah
mengenalnya adalah system pendidikan formal. Pendidikan formal mempersiapkan individu untuk

13

penguasaan peran-peran baru di kemudian hari, dikala seseorang tidak tergantung lagi kepada orang
tuanya.

Sejumlah ahli memusatkan perhatian mereka pada perbedaan antara sosialisasi yang
berlangsung dalam keluarga dengan sosialisasi pada system pendidikan formal. Robert Dreeben (1968)
yang dipelajari anak sekolah selain membaca, menulis dan berhitung adalah aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme dan spesifisitas. Dari Dreeben
kita bisa melihat bahwa sekolah merupakan suatu jenjang peralihan antara keluarga dan masyarakat.
Sekolah memperkenalkan aturan baru yang di perlukan bagi anggota masyarakat, dan aturan baru
tersebut sering berbeda dan bahkan dapat bertentangan dengan aturan-aturan juga di pelajari sesame
sosialisasi berlangsung di rumah.

Sebagaimana pemikiran Dreeben mengenai sosialisasi di sekolah, maka pesan-pesan yang


disampaikan oleh agen sosialisasi yang berlainan tidak selamanya mungkin bertentangan dengan apa
yang diajarkan di sekolah.maka pesan-pesan yang disampaikan oleh agen sosialisasi yang berlainan tidak
selamanya mungkin bertentangan dengan apa yang diajarkan di sekolah. Hal serupa berlaku pula untuk
agen-agen sosialisasi lainnya. Kelakuan yang dilarang oleh keluarga maupun sekolah seperti merokok,
minuman keras, pelanggaran susila atau penyalahgunaan narkoba di pelajari anak dari agen sosialisasi
lain seperti teman bermain dan media masa. Sekolah berusaha mendorong siswanya untuk mentaati
aturan sekolah, berprestasi, berlaku jujur. Teman sekolah mendorong siswanya untuk berbuat curang di
kala ujian atau ulangan, untuk membolos sambil memiliki surat sakit dengan memalsukan tanda tangan
orang tuas, melakukan pemerasan atau pencurian dengan kekerasan terhadap siswa lain, media masa
sering menayangkan gaya hidup yang tidak dapat di terima oleh keluarga disekolah.

Apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen sosialisasi dalam masyarakat sepadan dan
tidak saling bertentangan, melainkan saling mendukung maka proses sosialisasi diharapkan dapat
berjalan relative lancar. Namun dalam masyarakat yang didalamnya terdapat agen sosialisasi dengan

14

pesan yang bertentangan dijumpai kecenderungan bahwa warga masyarakat yang menjalani proses
sosialisasi sering mengalami konflik pribadi. Seorang anak sering harus memilh antara mentaati orang
tua atau mengikuti teman lainnya misalnya merokok, keluar malam tanpa izin orang tua dan apapun
yang diambilnya akan mempertentangkan dengan salah satu agen sosialisasi. Konflik pribadipun terjadi
manakala seseorang disosialisasikan kerena mempelajari peran baru, dan aturan dalam proses sosialisasi
ini bertentangan dengan sosialisasi yang pernah dialaminya di masa lampau.

Mengenai konsep sosialisasi Durkheim menyebutkan bahwa fakta social dapat kita ketahui
bahwa kekuatan paksaan dari luar yang dijalankannya atau yang dapat dijalankannya terhadap individu.
Beliau mengemukakan juga bahwa fakta social berada diluar individu dan memiliki daya paksa untuk
mengendalikan individu tersebut mentaati sejumlah aturan yang terdapat dalam masyarakat bahwa
masyarakat menjalankan pengendalian (social control) terhadap individu.

Mengingat adanya berbagai mekanisme pengendalian social tersebut, Burger berpendapat


bahwa setiap individu dalam masyarakat berada di pusat seperangkat lingkaran konsentris yang masing-
masing membeli suatu system pengendalian social, masing-masing diantara kita tentu akan mengalami
bahwa kita dikendalikan oleh system pengendalian social yang berlaku dalam berbagai kelompok seperti
keluarga, sekolah dan tempat kerja, lingkungan keluarga dan lain sebagainya. Roucek berpendapat
bahwa pengendalian social dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara, menurutnya ada pengendalian
social yang dijalankan melalui institusi da nada yang tidak, ada yang dilakukan secara lisan da nada
secara simbolik, ada yang dilakukan secara kekerasan, menggunakan hukuman, menggunakan imbalan,
da nada yang bersifat formal dan informal. Berdasarkan hal tersebut, terdapat pengaruh sekolah
terhadap masyarakat yaitu:

· Mengajarkan sikap positif dan konstruktif terhadap warga masyarakat sehingga tercipta interaksi
social yang harmonis ditengah-tengah masyarakat. Hal ini sesuai dengan peranan sekolah, agar
mengajarkan

pada peserta didik agar mempunyai sikap mental pembangunan, yaitu sikap aktif terhadap hidup,
menilai tinggi karya yang baik, menghargai agama dan falsafah Negara.

· Mencerdaskan kehidupan masyarakat. Sekolah sebagai konseptor yaitu warga yang cerdas yang
mampu meneruskan kebudayaan yang telah diseleksi kepada generasi mudsa, agar mereka memelihara
dan menjamin kelangsungan hidup masyarakat. Sekolah membimbing dan mengajari warga masyarakat
supaya menjadi orang cerdas. Dengan kata lain sekolah tidak dapat terpisah dari masyarakat begitu pula
sebaliknya.

· Mengajarkan kepada masyarakat untuk mampu mengevaluasi secara kritis, nilai kebiasaan, sikap,
pengetahuan dan keterampilan yang sesuai dengan agama dan falsafah Negara. Hal ini sesuai dengan
peranan sekolah selaku evaluator, yaitu peserta didik tidak begitu saja menerima nilai, sikap, kebiasaan,
pengetahuan dan keterampilan generasi sebelumnya.

· Mengajarkan materi yang sesuia dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan kepada warga
masyarakat sehingga mereka mampu mengadakan inovasi untuk meningkatkan kehidupan mereka
kearah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan peranan sekolah sebagai innovator, yaitu sekolah mampu
mengubah dan mengembangkan kurikulum, strategi mengajr, kualitas pendidik dan peserta didik serta
sarana dan prasarana sesuai dengan tuntuta teknologi dan ilmu pengetahuan.

Selain itu terdapat pengaruh timbal balik antara sekolah dan masyarakat, diantaranya:

a) Masyarakat yang menentukan arah dan tujuan pendidikan. Hal ini sesuai dengan peranan
masyarakat, yaitu masyarakat yang mengawasi pendidikan agar sekolah tetap mendukung cita-cita
kebutuhan dan dinamika masyarakat.

b) Masyarakatlah yang mempengaruhi proses pendidikan di sekolah. Hal ini sesuai dengan peraan
masyarakat, yaitu:

· Masyarakatlah yang ikut mendirikan dan membiayai sekolah;

Masyarakatlah yang ikut menyediakan tempat pendidikan seperti gedung, museum, perpustakaan,
panggung kesenian dan kebun sekolah;

· Masyarakatlah yang menyediakan nas=rasumber untuk sekolah, mereka dapat du=iundang


kesekolah memberikan keterangan-keterangan mengenai sutau masalah yang sedang dipelajari siswa.

· Masyarakatlah sebagai sumber palajaran/laboratorium tempat belajar, disamping buku-buku


pelajaran, masyarakat memberi bahan pelajaran yang banyak sekali antara lain alam, industry,
perumahan, transfor, perkebunan dan perusahaan pemerintah.

2. Peran Pendidikan Sebagai Pembaruan Masyarakat

Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi antara manusia dewasa dengan si anak didik secara
tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memberikan dukungan terhadap
perkembangan anak seutuhnya. Tidak dapat dipungkiri pendidikan memiliki peran strategis dan vital
bagi kelangsungan suatu bangsa. Pendidikan yang kehilangan pijakan akan tergilas oleh perubahan yang
sedang terjadi. Pendidikan harus mampu menghadapi perubahan, baik itu pada perubahan yang
mengangkut nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam
masyarakat, maupun berkaitan dengan kekuasaan dan wewenang (politik). Pendidikan justru harus
mampu menjadi agen perubahan, bukan menjadi korban perubahan.

Pendidikan adalah serangkaian kegiatan komunikasi antara manusia dewasa dengan si anak didik
secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka memberikan dukungan terhadap
perkembangan anak seutuhnya. Tidak dapat dipungkiri pendidikan memiliki peran strategis dan vital
bagi kelangsungan suatu bangsa. Pendidikan yang kehilangan pijakan akan tergilas oleh perubahan yang
sedang terjadi. Pendidikan harus mampu menghadapi perubahan, baik itu pada perubahan yang
mengangkut nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, lembaga kemasyarakatan, lapisan dalam
17

masyarakat, maupun berkaitan dengan kekuasaan dan wewenang (politik). Pendidikan justru harus
mampu menjadi agen perubahan, bukan menjadi korban perubahan.

Rogers dan Shoemaker (dalam Nasution, 2004:129), mengemukakan bahwa agen pembaharu berfungsi
sebagai mata rantai komunikasi antardua (atau lebih) sistem sosial, yaitu menghubungkan antara suatu
sistem sosial yang mempelopori perubahan tadi dengan sistem sosial masyarakat yang dibinanya dalam
usaha perubahan tersebut. Hal itu tercermin dalam peranan utama seorang agen perubahan yaitu: (1)
Sebagai katalisator, menggerakkan masyarakat untuk mau melakukan perubahan; (2) Sebagai pemberi
pemecahan persoalan; (3) sebagai penghubung (linker) dengan sumber-sumber yang diperlukan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi; dan (4) Sebagai pembantu proses perubahan: membantu dalam
proses pemecahan masalah dan penyebaran inovasi, serta memberi petunjuk mengenai bagaimana: (a)
mengenali dan merumuskan kebutuhan; (b) mendiagnosa permasalahan dan menentukan tujuan; (c)
mendapatkan sumber-sumber yang relevan; (d) memilih atau menciptakan pemecahan masalah; dan (e)
menyesuaikan dan merencanakan pentahapan pemecahan masalah.

Rogers mengemukakan ada tujuh langkah kegiatan agen pembaharu dalam pelaksanaan tugasnya
memperkenalkan inovasi tunggal kepada sistem klien, yaitu:

Membangkitkan kebutuhan untuk berubah pada klien. Dalam tujuan untuk memulai proses perubahan,
agen perubahan mengusulkan alternatif baru dari masalah yang terjadi, menguraikan dengan baik dan
jelas pentingnya masalah tersebut untuk diatasi, dan meyakinkan klien bahwa mereka mampu untuk
menghadapi masalah tersebut. Pada tahap ini agen pembaharu menentukan kebutuhan klien dan juga
membantu caranya menemukan masalah atau kebutuhan dengan cara konsultatif

Untuk memantapkan hubungan pertukaran informasi. Agen perubahan dapat meningkatkan hubungan
dengan klien dengan sikap dapat dipercaya (credible), kompeten, dan terpercaya (trustworthy) dan juga
empati terhadap

18

kebutuhan dan masalah klien. Klien harus menerima agen perubahan sebelum mereka akan menerima
inovasi yang dipromosikannya. Inovasi dinilai pada dasar bagaimana agen perubahan itu dirasakan oleh
klien.

Untuk menganalisis masalah klien. Agen perubahan bertanggungjawab untuk menganalisis masalah
yang dihadapi para klien untuk menentukan mengapa alternatif yang ada tidak cocok dengan kebutuhan
mereka. Dalam menuju kesimpulan analisis, agen perubahan harus melihat situasi dengan empatik dari
sudut pandang klien.

Untuk menumbuhkan niat berubah pada klien. Setelah agen perubahan menggali berbagai macam cara
yang mungkin dapat dicapai oleh klien untuk mencapai tujuan, maka agen perubahan bertugas untuk
mencari cara memotivasi dan menarik perhatian agar klien timbul kemauannya untuk berubah atau
membuka dirinya untuk menerima inovasi.
Mewujudkan niat klien ke dalam tindakan. Agen perubahan mencoba untuk mempengaruhi sikap klien
dalam menyesuaikan saran/rekomendasi berdasarkan kebutuhan para klien. Jaringan interpersonal
mempengaruhi dari pengamatan jarak dekat yang paling penting pada tahap persuasi dan keputusan
dalam proses pengambilan keputusan inovasi.

Untuk menstabilkan adopsi dan mencegah diskontinyu. Agen perubahan mungkin secara efektif
menstabilkan tingkah laku baru sampai menguatkan pesan kepada klien yang telah mengadopsi, dengan
demikian seperti “membekukan” tingkah laku/sikap baru dari klien. Bantuan ini diberikan ketika seorang
klien sedang berada pada tahap implementasi atau konfirmasi dalam proses keputusan inovasi.

Mengakhiri hubungan ketergantungan. Tujuan akhir dari agen perubahan adalah untuk
mengembangkan sikap memperbaharui diri (self-renewing) dalam bagian dari klien. Ketika perubahan
telah terjadi pada klien dan dipandang telah stabil, maka seorang agen perubahan harus dapat menarik
dirinya untuk keluar dari urusan dengan mengembangkan kemampuan klien untuk menjadi change
agent bagi dirinya sendiri.

19

Lembaga pendidikan membutuhkan agen-agen perubahan yang dapat mendorong perubahan (drive to
change), bukannya dipimpin oleh perubahan (lead by change), atau menolak perubahan (resist to
change). Agen perubahan yang dibutuhkan adalah agen perubahan yang memiliki pengetahuan tentang
perubahan serta pengetahuan terhadap aspek dasar perubahan sebagai sesuatu yang kritis bagi proses
perencanaan, kepemimpinan, pengelolaan, dan evaluasi perubahan. Beberapa unsur yang termasuk
dalam agen pembaharu dalam inovasi pendidikan adalah sebagai berikut.

Guru

Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh
dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan
proses belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya
kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk kewibawaan guru antara
lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi
siswa, hubungan antara individu, baik dengan siswa maupun antara sesama guru dan unsur lain yang
terlibat dalam proses pendidikan seperti administrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha serta
masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.

Peranan guru sebagai agen perubahan dapat diidentifikasi sebagai berikut: (a) menumbuhkan
kebutuhan dalam diri klien, (b) membangun hubungan pertukaran informasi, (c) mendiagnosa masalah
klien, (d) menumbuhkan niat berubah pada klien, (e) menerjemahkan niat klien ke dalam tindakan, (f)
menstabilkan adopsi dan mencegah diskontinu adopsi dan (g) mencapai hubungan terminal dengan
klien (yaitu ketika klien berubah menjadi agen perubahan). Dengan demikian, keterlibatan guru mulai
dari perencanaan inovasi pendidikan sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran
yang sangat besar bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa keterlibatan guru, maka sangat
mungkin inovasi yang dilakukan tidak akan berjalan bahkan akan memunculkan resistensi
20

karena guru menganggap inovasi tersebut bukan miliknya yang harus dilaksanakan, tetapi sebaliknya
dianggap mengganggu ketenangan dan kelancaran tugas mereka.

2. Kepala Sekolah

Kepala sekolah hendaknya dapat menjadi change maker di lembaga yang dipimpinnya. Kepala sekolah
mempunyai tanggungjawab besar sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dalam pengembangan
sekolahnya agar semakin berkualitas dan dapat mempunyai daya saing tinggi dengan kemajuan sain dan
teknologi yang terus menerus berkembang dengan semakin pesat. Selain itu, kepala sekolah menjadi
penghubung antara administrator pendidikan dengan guru dan masyarakat di sekitarnya.

Harold Geneen dalam Sergiovani (1987) menyatakan “It is clear that principals must manage, manage,
manage and lead, lead, and lead”. Ini menunjukkan bahwa kepala sekolah bertugas memanajemen dan
memimpin pembaharuan di sekolah. Pemahaman kepala sekolah terhadap hakekat perubahan menjadi
keharusan agar mampu melakukan perubahan sekaligus menjadi agen perubahan di sekolah. Hanson
(1991) menyatakan bahwa ”change is the process of implementing an innovation in an organization.
Perubahan pada program pendidikan akan akan berimplikasi pada adanya perubahan pada komponen-
komponen sekolah. Karena sebagai sistem perubahan pada salah satu komponen sekolah maka akan
terjadi perubahan pada komponen lain. Misalkan perubahan pada komponen managemen akan terjadi
perubahan pada komponen guru, sarana, dana, dan layanan pendidikan.

Dalam membangun kualitas mental guru, kedudukan dan peran kepala sekolah adalah sangat sentral.
Kepala sekolah harus mampu memainkan peran baru (new rules), ketrampilan baru (new skills), dan
mampu mengaplikasikan sarana baru dari permasalahan yang timbul (new tools). Kepala sekolah harus:
(a) berperan sebagai perancang (designer) kebijakan strategis terhadap aplikasi keenam konsep
tersebut; (b) berfikir

21

integral dalam mencermati tantangan pendidikan ke depan (visioner).; (c) mampu membangkitkan
learning organization; (d) mendorong setiap guru untuk mengembangkan potensi profesinya secara
maksimal; dan (e) terbuka pada kritik dan saran yang konstruktif; transparan dan tanggungjawab dalam
pengelolaan sumber daya sekolah.

3. Dinas Pendidikan

Tugas Dinas Pendidikan setempat adalah untuk mengarahkan pengembangan dan pelaksanaan suatu
rencana, menunjukkan dan memasukan seluruh perubahan pada tingkat wilayah, sekolah, dan kelas.
Dinas Pendidikan setempat merupakan unsur penting untuk melakukan perubahan dalam wilayahnya.
Mereka berperan pada tiga tahap utama dari perubahan, yaitu keputusan inisiasi atau mobilisasi,
implementasi, dan institusionalisasi.
Hal-hal yang perlu dilakukan para administrator level kabupaten untuk mendorong proses inovasi
adalah: 1) sesuai dengan kebutuhan dan dapat diuji, 2) menentukan inovasi tertentu sesuai kebutuhan,
3) mengklarifikasi dan mendukung peran kepala sekolah serta administrator lainnya dalam implementasi
program pembaharuan, 4) menjamin dukungan implementasi pembaharuan, 5) memungkinkan adanya
redefinisi dan adaptasi inovasi tertentu, dan 6) mengkomunikasikan dan memelihara dukungan orang
tua dan dewan pendidikan (Zakso, 2010:17).

4. Pengawas Pendidikan

Sejalan dengan pergeseran paradigma supervisi dari kontrol menuju membantu, hendaknya peran
pengawas dalam memfasilitasi perubahan pada guru bersifat transformasional; bukan transaksional.
Pengawas transaksional biasanya memberikan reward pada guru yang memiliki kinerja bagus dan
sebaliknya memberikan teguran atau punishment bagi yang berkinerja rendah. Sedangkan pengawas
transformasional bersifat lebih memanusiakan guru dan memberdayakan guru (self-empowering).

Pengawas transformasional adalah pengawas yang membuat guru menyadari betapa pentingnya
pekerjaan dan kinerja mereka terhadap

22

sekolah dan menyadari akan kebutuhan untuk perbaikan diri sendiri dan pengawas yang bisa
memotivasi guru untuk bekerja lebih baik demi sekolah. Peran pengawas dalam proses ini adalah: (a)
mampu menstimulasi guru secara intelektual, (b) selalu mempertimbangkan perkembangan dan inovasi,
(c) menyadarkan guru akan arti penting mereka di sekolah, (d) menyadarkan guru untuk selalu
berkembang, (e) membuat guru bekerja keras demi kemajuan sekolah.

Selain keempat komponen tersebut, siswa dan orang tua dianggap sebagai agen pembaharu. Hal ini
dikarenakan proses perubahan dalam inovasi pendidikan, pada umunya ditujukan untuk meningkatkan
prestasi siswa. Tetapi seringkali, inovator jarang memikirkan siswa sebagai partisipan dalam suatu
proses perubahan dan kehidupan organisasi. Mereka dianggap sebagai objek perubahan bukan sebagai
subjek. Padahal jika siswa berpikir bahwa guru tidak memahami mereka, maka biasanya akan timbul
kesenjangan komunikasi diantara mereka, dan hanya sejumlah kecil siswa ikut berpartisipasi dalam
perubahan tersebut.

Sedangkan pada sisi orang tua, kebanyakan orang tua memperhatikan dan tertarik dalam program dan
perubahan yang bersangkutan dengan siswa. Namun dalam pelaksanaanya sering terdapat beberapa
rintangan yang dihadapi keterlibatan orang tua. Rintangan ini dikategorikan dalam rintangan
fenomenologis dan logistis. Rintangan fenomenologis berhubungan dengan kurang pengetahuan dan
pemahaman bahwa administratur dan orang tua memiliki dunia yang berbeda. Sedangkan rintangan
logistis atau teknis berkaitan dengan kurangnya waktu, kesempatan. Aktivitas atau bentuk keterlibatan
orang tua akan lebih efektif untuk tercapainya perubahan sebagai implementasi inovasi di sekolah.
Keberhasilan pembaharuan pendidikan sesungguhnya sangat tergantung apa yang dipikirkan dan
diperbuat oleh guru. Hal ini sejalan dengan pendapat Fullan dalam Zakso (2010:15) yang menyatakan
bahwa improvements in schools will not occur without changes in the qualities of learning experiences
on the part of those who run the schools. Beberapa langkah strategis yang dapat dilakukan dalam
meningkatkan peran guru sebagai agen perubahan (agent of change) antara lain:

23

Membangun kualitas mentalitas positif guru

Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan ’motivasi berprestasi’ dan sejenisnya secara periodik,
misalnya pembinaan dan pelatihan ESQ. Meskipun setiap guru secara teoritik telah mengetahui sebagian
teori-teori psikologi pembelajaran, namun tetap memerlukan penyegaran orientasi dan wawasan hidup
prospektif dari para pakar psikologi atau para motivator dalam menghadapi beragam persoalan
pekerjaan sebagai pendidik. Dalam hal ini fokus pelatihan lebih ditekankan pada upaya membangun
konsistensi diri sebagai pendidik sepanjang karir profesinya untuk mengembangkan tentang: (a) prinsip
selalu belajar (learning principle); (b) prinsip kebutuhan untuk berprestasi (need achievement principle);
(c) prinsip kepemimpinan (leadership principle); (d) prinsip orientasi hidup ke depan (vision principle);
dan prinsip menjadi pencerah dalam kehidupan kelompok (well organized principle) (Seligman, 2005).

2. Mendorong akselerasi pemahaman inovasi pembelajaran dan pemanfaatan TIK.

Menyikapi kondisi guru yang masih belum memahami beragam inovasi pembelajaran dan arti
pentingnya pemanfaatan kemajuan teknologi pembelajaran, maka strategi yang dapat dilakukan adalah
setiap satuan pendidikan harus mempunyai ’tim ahli inovasi pembelajaran’. Beberapa aktivitas yang
dapat dilakukan oleh tim ahli inovasi pembelajaran dalam meningkatkan kualitas guru adalah: (a)
melakukan diskusi kolegial tentang pengembangan penguasaan konsep-konsep keilmuan dan
perkembangan teknologi terkini; (b) melakukan penyusunan bahan ajar atau modul dan melakukan
pelatihan penggunaan multi media berbasis IT; (c) melakukan kegiatan penelitian tindakan kelas; (d)
melibatkan guru dalam proses evaluasi diri sekolah (school self evaluation); dan (e) memberikan
masukan tentang penerapan metode pembelajaran yang menegakkan pilar-pilar pembelajaran, yaitu:
learning to know, learning to do, learning together, dan learning to be. .

24

3. Membangun mentalitas kerjasama sebagai team work yang kokoh.

Semua guru pada satuan pendidikan dalam proses layanan pendidikan harus menyatu bagaikan satu
bangunan kokoh (kesatuan sistem). Proses interaksi dissosiatif sesama pendidik dalam pemberian
layanan pendidikan harus diminimalisir. Oleh karena itu, dalam konteks pemberian layanan
pembelajaran di satuan pendidikan yang berkualitas, seharunya setiap guru senantiasa belajar untuk
memajukan satuan pendidikannya melalui enam konsep yaitu: (a) system thinking; (b) mental models;
(c) personal mastery; (d) team learning and teaching; (e) shared vision; dan (f) dialog.

4. Pemantauan dan pembinaan terhadap kinerja guru.


Dinas Pendidikan Kota atau Kabupaten, melalui pengawas sekolah terus melakukan pemantauan atau
pembinaan terhadap kinerja guru dalam mengimplementasikan empat kompetensi dasar guru
profesional. Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh pengawas dalam proses pembinaan guru
agar mampu menjadi salah satu agent of change pembelajaran di sekolah, yaitu sosok pribadi seorang
pengawas sebagai pembina kinerja guru profesional harus betul-betul berkualitas, antara lain: (a)
memahami secara teoritis dan aplikatif tentang beragam teori psikologi pembelajaran; (b) berwawasan
integral, demokratik, visioner dan mempunyai keunggulan IESQ; (c) memiliki kemampuan multi, baik
menyangkut disiplin keilmuan tertentu, managerial, komunikator/motivator, dan humanis; (d)
menguasai secara konseptual dan aplikatif tentang penelitian pendidikan dengan beragam strategi atau
pendekatan pembelajaran.

Dalam rangka memudahkan aktivitas guru untuk mewujudkan beragam kompetensi profesinya, maka
pemerintah dan warga masyarakat harus tetap punya komitmen dalam penyediaan sarana dan
prasarana pembelajaran dengan baik, karena ketersediaan sarana dan prasarana pembelajaran secara
baik akan mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran siswa di sekolah. Ketika sarana dan
prasarana pembelajaran tersedia dengan baik, kesejahteraan guru terjamin dan diikuti dengan

25

tumbuhnya sikap mental positif pada diri setiap guru sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka
diasumsikan guru akan mampu meningkatkan kualitas profesionalnya sehingga guru akan mampu
berperan sebagai agen perubahan (agent of change) pembelajaran siswa di sekolah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pembaharu dalam proses inovasi pendidikan

Menurut Rogers, faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan agen pembaharu, berkenaan dengan
hal-hal sebagai berikut:

Usaha dari agen perubahan itu sendiri

Satu faktor dalam kesuksesan agen perubahan adalah dari banyaknya waktu yang dihabiskan dalam
aktivitas komunikasi dengan klien. Kesuksesan agen perubahan dalam menjaga adopsi inovasi oleh klien
merupakan sesuatu yang positif berhubungan dengan usaha agen dalam menghubungi/melakukan
mengkontak dengan klien.

2. Orientasi klien

Posisi agen perubahan sosial adalah pertengahan antara agensi perubahan dan sistem klien. Agen
perubahan adalah subjek kebutuhan untuk peran persaingan, seorang agen perubahan sering
diharapkan untuk menjanjikan dalam perilaku pasti oleh agensi perubahan, dan pada waktu yang sama
klien mengharapkan agen perubahan untuk mewujudkan tindakan-tindakan yang benar-benar berbeda.
Kesuksesan agen perubahan dalam menjamin adopsi inovasi dari klien secara positif berhubungan untuk
orientasi seorang klien lebih daripada orientasi agensi perubahan.
3. Kesesuaian inovasi dengan kebutuhan klien

Sebuah peranan penting dan sulit untuk agen perubahan untuk mendiagnosis kebutuhan para klien.
Kesuksesan Agen perubahan dalam menjamin adopsi inovasi dari klien secara positif berhubungan untuk
derajat dimana sebuah program difusi sesuai dengan kebutuhan para klien.

4. Empati dari agen perubahan

26

Empati dapat diartikan sebagai derajat untuk individu yang dapat meletakan dirinya sendiri ke dalam
peran dari orang lain. Empati dari agen perubahan dengan klien adalah ketika klien mengalami kesulitan
secara ekstrim yang berbeda dari agen perubahan, diharapkan agen perubahan lebih sukses jika mereka
mendapatkan empati dengan klien mereka. Kesuksesan agen perubahan dalam menjamin adopsi inovasi
secara positif berhubungan untuk empati dengan para klien.

5. Homofilitasnya dengan klien

Homophily adalah interaksi yang terjadi antara individu yang memiliki kesamaan pada pandangan,
pengetahuan dan lainnya. Sedangkan heterophily adalah kebalikan dari homophily yaitu merupakan
interaksi antar individu yang memiliki perbedaan. Agen perubahan memiliki banyak perbedaan dalam
banyak hal dari kliennya dan mereka memiliki kontak dengan kilen yang memiliki lebih banyak kesamaan
pada diri mereka.

6. Kredibilitas agen perubahan

Meskipun asisten agen perubahan kurang memiliki kredibilitas kompetensi, yang didefinisikan sebagai
sejauh mana sumber komunikasi atau saluran dianggap berpengetahuan dan ahli, mereka memiliki
keuntungan khusus yaitu kredibilitas keamanan, sejauh mana sumber komunikasi atau saluran dianggap
sebagai dipercaya. Sumber heterophilous/saluran (seperti agen perubahan profesional) dianggap
memiliki kredibilitas kompetensi, sedangkan sumber homophilous/saluran (seperti asisten) dianggap
memiliki kredibilitas keamanan. Seorang agen perubahan yang ideal akan memiliki keseimbangan antara
kompetensi dan kredibilitas keamanan.

7. Sejalan dengan pemimpin opini

Pemimpin opini adalah sejauh mana seorang individu dapat mempengaruhi individu lain secara
informal. Kampanye difusi akan lebih berhasil jika agen perubahan mengidentifikasi dan memobilisasi
para pemimpin opini. Waktu dan energi dari agen perubahan adalah sumber daya yang langka. Dengan
memfokuskan kegiatan komunikasi pada pemimpin

27

opini dalam suatu sistem sosial, agen perubahan dapat memanfaatkan sumber daya yang langka ini dan
mempercepat laju difusi suatu inovasi di antara klien.
8. Kemampuan evaluasi klien

Salah satu masukan unik agen perubahan untuk proses difusi kompetensi teknis. Tetapi jika agen
perubahan membutuhkan pendekatan jangka panjang untuk melakukan perubahan, ia harus berusaha
untuk meningkatkan kompetensi teknis klien dan kemampuan klien untuk mengevaluasi potensi inovasi
sendiri. Sayangnya, seringkali agen perubahan lebih peduli dengan tujuan-tujuan jangka pendek seperti
peningkatan laju adopsi inovasi. Sebaliknya, dalam banyak kasus, kemandirian klien harus menjadi
tujuan utama dari agen perubahan, sehingga dapat menghentikan ketergantungan klien terhadap agen
perubahan. Tujuan ini, jarang dicapai oleh sebagian besar agen-agen perubahan, mereka biasanya lebih
mementingkan untuk mempromosikan adopsi inovasi, daripada mencari klien untuk diajarkan
keterampilan dasar tentang bagaimana untuk mengevaluasi inovasi bagi diri mereka sendiri.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pendidikan (usaha sadar) mengandung makna suatu proses transaksional yang intensional, terjadi di
lingkungan ( social budaya) berstruktur yang disebut sekolah atau sejenisnya. Pendidikan sebagai salah
satu bagian penting dari proses pembangunan nasional merupakan salah satu sumber penentu dalam
pertumbuhan ekonomi suatu Negara.

2. Perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi secara terus menerus yang mencakup sistem sosial
(pola pikir, pola perilaku, nilai) dan struktur sosial (lembaga sosial, kelompok, norma) didalam
masyarakat.

3. Sekolah berperan sebagai lembaga yang membantu lingkungan keluarga, maka sekolah bertugas
mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperluas tingkah laku peserta didik yang dibawa
keluarganya. Disamping itu sekolah bertugas melayani kepentingan bangsa seperti yang ditetapkan oleh
pemerintah karena pemerintah mengatur segala sesuatu yang berhubungan dan menyangkut
kepentingan bangsa dan rakyat, seperti penyelenggaraan sekolah. Agen sosialisasi berikut dalam
masyarakat yang telah mengenalnya adalah system pendidikan formal. Pendidikan formal
mempersiapkan individu untuk penguasaan peran-peran baru di kemudian hari, dikala seseorang tidak
tergantung lagi kepada orang tuanya.

4.

28

Agen pembaharu dalam inovasi pendidikan adalah sekelompok orang yang mempelopori,
menggerakkan, dan menyebarluaskan proses perubahan pendidikan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan. Guru menjadi faktor utama dalam proses inovasi karena merekalah yang berperan penting
dalam menyebarluaskan gagasan perubahan yang terkait dengan kurikulum dan pembelajaran kepada
siswa. Kepala sekolah berperan dalam mempengaruhi, menggerakkan dan mengkoordinir proses inovasi
pendidikan di sekolahnya. Pengawas pendidikan berperan dalam menstimulasi guru untuk
melaksanakan

29

proses inovasi, sedangkan dinas pendidikan berperan dalam hal keputusan inisiasi atau mobilisasi,
implementasi, dan institusionalisasi.

B. Saran

Berdasarkan materi tersebut diharapkan kita sebagai calon guru khususnya harus bisa menyiapkan
berbagai tantangan untuk menciptakan generasi bangsa yang kompeten. Kita sebagai guru harus
menjadi agent of change dalam mendidik dan memberikan wawasan terhadap generasi berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwikarta, S., (1988), Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis tentang Hubungan Pendidikan dengan
Masyarakat, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan

Iis Amlia. (2014). Hub. Konsep Perubahan Sosial. [Online]. Tersedia: Diakses 18 Februari 2015.

Elfiyania.(2012).AgenPembaharu.https://keindahanmatematika.wordpress.com/2014/01/27/agen-
pembaharu/ [Online}. Tersedia Diakses 18 Februari 2014

30

Nasution, 2004. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. PT. Bumi Aksara, Jakarta.

Rinita Rosalinda Dewi di 7:49 AM

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar


Beranda

Lihat versi web

Profil Penulis

Foto saya

Rinita Rosalinda Dewi

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

GONJANG-GANJING MENCARI ILMU

Do what you love. Love what you do...

Home

Tuesday, 27 January 2015

PROFESIONALISME GURU DAN GLOBALISASI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini, Indonesia harus mampu meningkatkan mutu pendidikan, sehingga tidak kalah
bersaing dengan negara lain. Negara kita harus mencetak orang-orang yang berjiwa mandiri dan mampu
berkompetisi di tingkat dunia. Saat ini, Indonesia membutuhkan orang-orang yang dapat berfikir secara
efektif, efisien dan juga produktif. Hal tersebut dapat diwujudkan jika kita mempunyai tenaga pendidik
yang handal dan mampu mencetak generasi bangsa yang pintar dan bermoral.
Guru merupakan komponen pendidikan yang sangat berperan penting dalam kegiatan belajar mengajar.
Kedudukan guru merupakan posisi yang penting dalam dunia pendidikan khususnya di lembaga
pendidikan formal. Oleh karena itu, kebijakan sertifikasi bagi guru dan dosen memang suatu langkah
yang strategis untuk dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Kompetensi guru merupakan seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar
dapat mewujudkan kinerja secara tepat dan efektif. Sedangkan guru yang profesional adalah guru yang
memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga mampu melaksanakan
tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.

Guru merupakan orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Sudah selayaknya
seorang guru itu diberikan kesejahteraan berupa sertifikasi. Dapat dipahami bahwa sertifikasi adalah
proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu
memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan yang layak.

B. Rumusan Masalah

Apa pengertian dari profesionalisme guru?

Apa saja persyaratan profesionalisme guru?

Apa pengertian dari globalisasi?

Apa saja tantangan profesionalisme guru dalam era globalisasi?

C. Tujuan

Untuk memahami pengertian dari profesionalisme guru.

Untuk mengetahui persyaratan profesionalisme guru.

Untuk mengetahui pengertian globalisasi.

Untuk mengetahui tantangan profesionalisme dalam era globalisasi.

BAB II

PEMBAHASAN
1. Profesionalisme Guru

A. Pengertian Profesionalisme Guru

Ahmad Tafsir mendefinisikan bahwa profesionalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap
pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional. Istilah profesional aslinya adalah kata sifat dari
kata ”profession” (pekerjaan) yang berarti sangat mampu melakukan pekerjaan. Sebagai kata benda,
profesional lebih berarti orang yang melaksanakan sebuah profesi dengan menggunakan profesi sebagai
mata pencaharian.(Mc. Leod,1989)

Dalam kamus bahasa Indonesia edisi kedua (1991), guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya
(mata pencahariannya) mengajar. Dalam bahasa Arab disebut ” Mu’alim”, dalam bahasa inggris
”teacher” memiliki arti sederhana yakni ” A person whose occuption is teaching others” ( Mc.
Leod,1989) artinya seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain.

Undang–undang No.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, yakni sebagaimana tercantum dalam bab 1
ketentuan umum pasal 1 ayat 1 sebagai berikut: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama,
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan dasar dan menengah.

Di dalam UU sistem pendidikan nasional tahun 2003 pada pasal 39 ayat 2 menjelaskan:

Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran,menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.

Profesionalisme guru merupakan kondisi,arah, nilai,tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan
dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi
mata pencaharian. Adapun guru yang profesional itu sendiri adalah guru yang berkualitas, berkompeten,
dan guru yang dikehendaki untuk mendatangkan prestasi belajar serta mampu mempengaruhi proses
belajar siswa yang nantinya akan menghasilkan prestasi belajar siswa yang lebih baik.

Secara sederhana pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh
mereka yang secara khusus disiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang
karena tidak dapat atau tidak memperoleh pekerjaan yang lainnya.

B. Persyaratan Profesionalisme Guru

Seorang pendidik/guru diharuskan memiliki suatau persyaratan profesioanal yang kompleks. Myra
Pollanck Sadkar dan Dapid Miller Sadkar (1991) mengatakan: bahwa seorang yang dikatakan profesional
adalah orang yang dipandang ahli dalam bidangnya,dimana yang bersangkutan bisa membuat
keputusan dengan independen dan adil jika seorang menjadi profesional,haruslah membuat suatu
langkah penawaran kolektif dengan membangun proses-proses yang baru,institusi yang baru,prosedur
yang baru yang menggiring pada suatu pemahaman pada apa sesungguhnnya yang diinginkan
pendididk: status,dignitas,profesional,dan konpensasi yang logis dalam suatu pekerjaan profesional.
Proses pembelajaran di sekolah/madrasah sesungguhnya merupakan upaya merealisasikan kurikulum
ideal/konsep/tekstual (ideal curriculum) ke kurikulum aktual (actual curriculum). Kurikulum tipe
pertama, ideal curriculum, merupakan kurikulum yang masih dalam bentuk teks, ideal di cita-citakan
dan belum dilaksanakan. Sedangkan kurikulum tipe kedua,actual curriculum, kurikulum yang
diaplikasikan dalam proses pembelajaran di kelas. Yang paling menentukan keberhasilan dalam
pembelajaran di kelas adalah sejauh mana adanya kesenjangan (gap) antara kurikulum ideal dan
kurikulum aktual. Ketika pelaksanaan kurikum aktual dalam pembelajaran di kelas, seorang pendidik
sesunggunya memiliki tanggung jawab terdepan terhadap sukses tidaknya sebagai pengembang
kurikulum (curriculum developer).

Agar suatu proses pembelajaran berkualitas dan relevan, up to date, dengan kebutuhan sumber daya
manusia (man-power) teraplisasi dengan baik, seorang pendidik diharapkan selalu melakukan intropeksi
dan meningkatkan sejumlah kompetensi dimiliki dan memerhatikan tentang pentingnya profesionalisme
dalam menjalankan tugasny. Seorang pendidik selanjutnya diharapkan dapat memerhatikan tentang
perubahan paradigma pembelajaran, yakni dari paradikma “lama” ke paradigma “baru”. Perlu
memahami tentang globalisasi yang dapat berdampak terhadap kemajuan peradaban dunia, yang
merupakan suatu pelajaran penting bagi pendidik yang senantiasa perlu melakukan mengedepankan
profesionalisme dan responsif terhadap setiap permasalahan pembelajaran, dan inovatif terhadap
perubahan sosial pendidikan yang sentiasa dinamis.

Upaya memperbaiki kualitas dan profeionalisme pendidik di sekolah/madrasah karenanya memang


patut terus menjadi perhatian. Sebagai respons terhadap globalisasi dan tuntunan kebutuhan terhadap
kualitas pembelajaran dalam menciptakan anak didik yang berkualitas, berkompetitif dan mandiri di
kemudian hari, sebagai persyaratan seorang pendidik profesional perlu terus menerus di perbaiki.
Seperti diungkapkan Sudarwan Damin (2002) bahwa ketika persaingan dalam aneka perspektif sosional,
ekonomi, teknologi dan kemanusiaan semakin bereskelasi secara masif, persyaratan kemampuan yang
diperlukan orang untuk melakukan aneka pekerjaan semakin meningkat. Pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang diperoleh di bangku sekolah sering kali tidak memadai lagi karena tuntunan persyaratan
kerja bereskalasi ekstra tinggi sementara menu sajian di sekolah teramat lambat pemutakhirannya.
Lingkup pengetahuan dan keterampilan yang dapat di perlukan guru pun terbatas oleh kalender kerja, di
samping kemampuan guru sendiri yang tidak tanpa batas.

Dilihat dari tugas dan tanggung jawabnya, tenaga kependidikan ternyata bahwa untuk menyandang
pekerjaan dan jabatan tersebut dituntut beberapa persyaratan. Menurut Muhammad Ali ( 1985 : 35 )
sebagai berikut:

1. Menuntut adanya keteramplilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam.

2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.

3. Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai.

4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.


5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya.

Untuk itulah seorang guru harus mempersiapkan diri sebaik– baiknya untuk memenuhi panggilan
tugasnya, baik berupa im-service training (diklat/penataran) maupun pre service training (pendidikan
keguruan secara formal).

2. Globalisasi

A. Pengertian Globalisasi

Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara
mendunia melalui media cetak maupun elektronik.

Antara globalisasi dan demokrasi telah menarik perhatian banyak ilmuan abad ke-21. Globalisasi diyakini
sebagai suatu pendorong gelombang demokratisasi dunia. Huntington menyebutnya sebagai the Third
Wave untuk menggambarkan gelombang demokratisasi dunia di Negara dunia ketiga. Data kuantitatif
menunjukan bahwa sekarang ini tidak kurang dari 117 negara dari 191 negara telah melakukan
pemilihan umm multiparatai. Hal ini mennjukan bawha sistem politik demokrasi (dengan menggunakan
ukuran ini) telah dianut oleh banyak negara, demikian diungkapkan Jaan Aart scolte.

Nurcholish Madjid menuturkan modernisasi berarti rasionalisme untuk memperoleh daya-guna yang
maksimal dalam berpikir dan bekerja demi kebahagiaan umat. Lanjut Madjid, modernisasi berarti
berpikir dan bekerja menurut fitrah atau sunnatullah (hukum ilahi) yang hak, sebab alam adalah hak.
Sunnatullah telah mengejawantahkan dirinya dalam alam, sehingga untk menjadi modern, manusia
harus mengerti terlebih dahulu hukum yang berlaku di ala. Permahaman manusia tentang hukum-
hukum alam inilah yang kemudian malahirkan ilmu pengetahuan. Akibatnya, sering dikatakan bahwa
modern berarti ilmiah. Oleh karena ilmu pengetahuan ilmiah diperoleh manusia melalui akal (rasio),
modern dapat pula berarti rasional. Disebut modern, seorang dapat berpikir dan bertindak secara ilmiah
dan rasional.

Dalam Oxford Advanced Learner`s Dictionary of Current English disebutkan bahwa istilah globalisasi
berasal dari kata global yang dalam bahasa inggris berarti embracingthe whole of a group of items
(merangkul keseluruhankelompok yang ada). Supriyoko (1993) menunjukan bawha dalam globalisasi
terdapat saling ketergantungan (interdenpendency) dalam masalah sosial kultural dan politik suatu
bangsa akan saling mengait dengan bangsa lain sebagai contoh hasil KTT bumi (Declaration of Rio:
Principles of Forestry) di Brazil berpengaruh pada kebijakan perutangan di negara lain. Conyoh lain,
sikapAmerika Serikat terhadap negara-negara Arab, khususnya Irak dan Iran; dan sikap Eropa terhadap
Bosnia pada beberapa waktu yang lalu sangat memengaruhi kebijakan polotik negara lain.

Bertalian dengan permasalahan perubahan iklim Global di abad ke-21 kian nyata, seperti terlihat pada
konferensi para pihak tentang perubahan iklim (COP) ke-16,pada 8 Desember 2010, di Cancun, Meksiko,
telah berhasil memecahkan kebekuan diantara negara kaya dan miskin. Negara maju dan negara miskin
telah sepakat memperlambat perubahan iklim, dan akan ada kemitraan dalam pendanaan yang
digunakan untuk mitigasi, adaptasi, dan transfer teknologi. Sebelumnya, negosiasi berlangsung alot
setelah beberapa negara industri yang menjadi kunci seperti Jepang, Rusia, dan Amerika Serikat
menyatakan tidak akan melanjutkan komitmen kedua protokol Kyota. Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-
moon menegaskan, mulai 2020 negara maju harus bisa menggalang dana Us$ 100 milyar (sekitar 900
triliun) pet tahun untuk membantu negara miskin dalam melawan pemanasan global sesuai dengan
kesepakatan COP-15 di Kopenhagen, Denmark, 2009.

B. Tantangan Profesionalisme Guru

Globalisasi sebagai suatu produk pembangunan dimotori Barat selaku pemegang konstelasi dunia dalam
sains-iptek dan ekonomi. Namun, perlu disadari bahwa keberhasilan Barat menjadi pihak paling
berpengarh di dunia sesungguhnya tidak terlepas dari keberadaan dan peranan lembaga pendidikan.
Jadi, persoalan globalisasi tidak terlepas dari keberadaan lembaga pendidikan selaku pencetak Sumber
Daya Manusia (SDM). Munculnya kategori negara berkembang (developing countries) dan negara-
negara maju (developed countries), pada dasarnya sebagai konsekuensi atas perbedaan tingkat kualitas
SDM untuk keperluan modernisasi. Sebagaimana moderisasi, globalisasi merupakan kehalusan sejarah.
Globalisasi merupakan bagian dari dinamika peradaban manuusia. Islam memandang menuntut ilmu
dengan orang yang berjuang di jalan Allah (fi sabilillah). Manusia harus berupaya mengejar ilmu tentang
bagaimana sesungguhnya syariat dan akhlak Islam. Seorang mewujudkan dimensi praktik agama
(syari`ah) dan dimensi pengalaman (akhlak), dia harus mendahlukan dimensi pengetahuan (ilmu). Sebab
dimensi ilmu merupakan prasyarat bagi terlaksananya dimensi peribadatan dan dimensi pengalaman.

Sering dengan berkembannya aktivitas manusia, era globalisasi pun mengandung banyak
kecenderungan. Pengklasifikasian atas kecenderungan yang muncul sangat tergantung pada cara
seorang memahami dinamika dunia, dan sejauh mana dia merasa terlibat di dalam kondisi global. Emil
Salim(2005) mengatakan globalisasi memiliki beberapa kecenderungan berikut: perkembangan
globalisasi ekonomi perkembangan teknologi yang cepat, perubahan demografi, perubahan politik, dan
perubahansistem nilai. Supriyoko (1993) menyatakan kensep dasar globalisasi dapat dilihat dari aspek:
ketergantungan (interdependency) dalam masalah sosial, politik dan budaya; peran strategis informasi ;
dan era industri sebagai kemajuan suatu bangsa.

Sebutan era informasi menggaris bawahi peran strategis dan informasi, yakni bahwa kendali atas dunia
benar-benar ditentukan oleh pihak yang menguasai informasi. Terlebih lagi, informasi telah menafikan
sekat-sekat geografis yang ada di dunia. Beberapa bukti bisa diilustrasikan di sini: pernyataan politik
para pemimpin dunia dapat dinikmati dalam waktu yang nyaris bersama oleh segala masyarakat di
seantero dunia; peristiwa politik seperti Pemilu Umum di amerika Serikat (AS) atau meninggalnya artis
penyanyi Michael Jakcson (27 Juni 2009) dapat diketahui secara cepat oleh masyarakat dunia melalui
internet atau TV; pertandingan sepak bola Liga Italia Inggris dapat ditonton oleh masyarakat dunia
secara langsung melalui saluran TV; sama halnya bencana Tsunami di Aceh (2004) menewaskan ribuan
penduduk, dan banjir dan longsor tanah yang menewaskan ratusan penduduk Wasior Papua Barat
(2010), gempa di Mentawi-Sumatera Barat (2010), dan meletusnya Gunung Merapi-Yogyakarta (2010)
dapat dilihat masyarakat dunia dengan cepat, melalui media elektronik TV dan internet.
Perubahan dan perkembangan industri merupakan kemajuan bangsa di dunia, dan ini tidak dapat
dilepaskan dari pergeseran konsentrasi sumber investasi. Sumber investasi negara praindustri
terkonsentrasi pada pertanian (land), negara-negara industri pada permesinan (machinery), dan negara
pasca-industri pada pengetahuan (knowledge). Kemajuan suatu negara sekaligus memberi peluang bagi
negara tersebut untuk mengalami perubahan status. Misalnya, dari status negara agraris menjadi
negara industri, dari negara industri menjadi negara pasca-industi. Indonesia, hingga kini, masih
dikategorikan sebagai negara agraris dan dapat jga sebagai negara praindustri (preindustrial country).

Aspek perubahan demografi merupakan salah satu kecendrungan lain di era-globalisasi. Kini, penduduk
dunia mengalami pertumbuhan sekitar dua kali lipat dari jumlah penduduk tahun 1950 yang berjumlah
kurang lebih 2,5 miliar. Berbagai persoalan pun muncul akibat perkembangan dan pertumbuhan
penduduk yang cepat, seperti ancaman bahaya kelaparan, ekologi, polusi, dan hal-hal lain berkaitan
dengan kesejahteraan hidup manusia. P. Kennedy mensinyalir, diduga tidak kurang dari 1 miliar orang di
dunia menderita kelaparan karena kekurangan makanan.

Sama halnya dengan Kennedy, masalah kemiskinan memang telah lama menjadi perhatian sejumlah
pihak. Pada 2000, Sekjen Persatuan Bangsa-Bangsa (United Nations), Kofi Annan, telah memprakarsai
program Millinium Development Goals (MDGs) untuk mengentaskan kemiskinan di negara-negara
berkembang (developing countries) dan negara terbelakang (under developing countries) dan dalam
tempo waktu 15 tahun. Dalam kenyataannya, angka kemiskinan dunia tidak berkurang dan justru
bertambah sekitar 100 juta jiwa, dari sekitar 2 jiwa miliar sebelumnya hingga kini (2010) menjadi 2,1
miliar jiwa.

Aspek lain yang menjadi keresahan masyarakat dunia adalah bertalian dengan rusaknya lingkungan.
Kerusakan lingkungan tampak sudah mengglobal dan lebih transparan. Negara maju sering berpendapat
bahwa negara berkembang sebagai pelaku kerusakan lingkungan karena tindakan penebangan hutan
untuk sumber ekonomi atau devisa negara. Hal itu telah memunculkan reaksi keras dari negara
berkembang dan justru menuding sebaliknya bahwa polusi (pollution) di muka bumi sebagian besar
justru dilakukan negara maju (developed countries), melalui berbagai pabriknya sebagai sumber
pencemaran. Tuding menuding antara negara berkembang dan negara maju sebenarnya hanya
menimbulkan kelelahan belaka dan sering kali tampa adanya solusi. Suatu hal pasti bahwa isu ekologi
sudah menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat pada negara mana pun di dunia, karena isu
ekologi sesungguhnya adalah isu ekologi-nasional dan mondial.

Disadari atau tidak, baik negara maju maupun negara berkembang, sebetulnya telah merusak
lingkungan, pada level yang mendasar sekalipun, dengan peran berbeda. Di negara berkembang terjadi
penebangan hutan besar-besaran (illegal logging) dan tanpa terkontrol, perusahaan penggalian tambang
yang tidak terkendali, dan pencemaran air laut yang merusak ekosistem. Negara maju memiliki peran
berbeda, di mana hasil penebangan hutan sering kali atas permintaan atau setidaknya diekspor ke
negara maju. Kerusakan lingkungan tidak terlepas dari peran negara maju maupun negara berkembang.
Suatu hal yang perlu disadari bahwa penebangan hutan berlevih dapat menimbulkan tanah longsor yang
berdampak pada kerugian harta benda dan nyawa manusia. Selain itu,kerusakan pada suatu negara
akan berdampak pada negara lain. Sebagai ilustrasi, pembakaran hutan pada suatu negara akan
berdampak pada polusi udara atas asap bekas pembakaran. Jadi, suatu hal yang penting adalah perlunya
upaya mengatasi kerusakan ekologi (darat, udara,laut), sebagaimana upaya dunia mengatasi kerusakan
ekologi seperti diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi berdasarkan Declaration of Rio
tentang Principle of Forestry.

Perhatian terhadap Global Warming, sebagai bentuk nyata terhadap proses kerusakan ekologi. Kepada
generasi dunia yang akan hidup pada abad mendatang perlu dibekali dengan penguatan sains-teknologi
dan spiritual-keagamaan yang diharapkan dapat memecahkan berbagai permasalaha kehidupan
masyarakat dunia yang semaakin kompleks. Selain pentingnya subtansi kurikulum yang dapat menjawab
tantangan zaman lagi generasi anak didik mendatang tidak ada pilihan lain, kecuali, pendidik/guru dalam
proses pembelajaran di sekolah/madrasah perlunya mengedepankan kualitas tugas dalam propesi
dalam diembangnya. Kehidupan masa depan membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang harus
di miliki anak didik yang akan hidup pada zaman berbeda, di mana dunia senantiasa dinamis yang
membutuhkan adaptasi (dengan pengetahuan dan keterampilan) pada era globalisasi.

Globalisasi telah mengubah cara hidup manusia sebagai individu, sebagai warga masyarakat dan warga
bangsa. Tidak seorang pun dapat menghindari dari arus globalisasi. Setiap individu dihadapkan pada dua
pilihan: pertama, dia menempatkan dirinya dan berperan sebagai pemain dalam arus perubahan
globalisasi; dan kedua, dia menjadi korban globalisasi. Arus globalisasi juga masuk dalam wilayah
pendidikan dengan berbagai implikasi dan dampaknya, positif dan negatif. Dalam konteks ini, tugas
dalam peranan seorang pendidikan/guru sebagai ujung tombak dunia pendidikan di sekolah/madrasah
sangat terdepan dalm menciptakan SDM yang dapat berkompetitif dengan negara bangsa lain dalam
suatu mayarakat dunia.

Sejalan dengan berkembang sains-teknologi dan meluasnya pengaruh globalisasi, pendidik senantiasa
dituntut dapat mengimbangi perkembangan sains-teknologi yang terus berkembang. Seorang pendidik
diharapkan mampu pula menghasilkan anak didik sebagai SDM yang memiliki kompetensi tinggi dan siap
menghadapi tantangan hidup dengan penuh percaya diri. Untuk mencipatakan SDM berkualitas
tersebut, seperti diungkapkan Louis V. Gerstner, Jr, dkk(1995), dibutuhkan “sekolah unggul” atau
sekolah berkualitas yang memiliki ciri-ciri:

1. Kepala sekolah yang dinamis dan komunikatif dengan kemerdekaan memimpin menuju visi
keunggulan pendidikan.

2. Memiliki visi, misi, dan strategi untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan dengan jelas.

3. Pendidik yang kompeten yang senantiasa bergairah dalam melaksanankan tugas dengan
profesional dengan inovatif.

4. Siswa-siswa yang sibuk, bergairah, dan kerja keras dalam proses pembelajaran.

5. Masyarakat dan orang tua yang berperan dalam menunjang pendidikan.

Sejumlah kecenderungan dan tantangan globalisasi yang harus diantisipasi pendidik dengan pentingnya
mengedepankan profesionalisme. Pertama, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu
cepat dan mendasar. Dengan kondisi ini, seorang pendidik diharapkan dengan menyesuaikan diri
dengan responsif, arief, dan bijaksana. Responsif artinya pendidik harus bisa mengusai dengan baik
produk iptek, terutama yang berkaitan dengan dunua pendidikan, seperti pembalajaran dengan
menggunakan multimedia. Tanpa penguasaan iptek yang baik, pendidik akan tertinggal dan menjadi
korban iptek.

Kedua, krisis “moral” yang melanda bangsa dan negara Indonesia akibat pengaruh iptek dan globalisasi
telah menjadi penggeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat. Nilai-nilai tradisional yang
sangat menjungjung tinggi moralitas bisa saja dapat bergeser dengan seiring dengah pengaruh iptek dan
globalisasi. Di kalangan remaja sangat begitu terasa akan pengaruh iptek dan globalisasi. Pengaruh
hiburan baik berasal dari meedia cetak maupun media elektronik yang menjurus pada hal-hal pornografi
telah menjadikan sebagian remaja tergoda dalam suatu “pilihan” kehidupan yang menjurus pada
pergaulan bebas dan materialisme. Mereka sebenarnya hanya menjadi korban dari globalisasi yang
selalu menuntut kepraktisan, kesenangan balaka (hedonisme) dan budaya cepat saji (instant).

Ketiga, krisis sosial, seperti kriminalitas, kekerasan, pengangguran, dan kemiskinan yang terjadi dalam
masyarakat dunia. Akibat perkembangan industri dan kepitalisme maka muncul masalah-masalah sosial
yang ada dalam masyarakat. Tidak semua lapisan masyarakat bisa mengikuti dan menikmati dunia
industri dan kapitalisme. Mereka yang lemah secara pendidikan, akses, dan ekonomi akan menjadi
korban ganasnya industralisasi dan kapitalisme, ini merupakan tentangan bagi guru dalam merespons
realitas ini, terutama dalam kaitannya dengan unia pendidikan. Sekolah sebagai lembaga pendidikan
yang formal dan sudah mendapat kepercayaan (trust) dari masyarakat harus mampu menghasilkan
peserta didik yang siap hidup dalam kondisi dan situasi bagaimanapun. Dunia pendidikan harus menjadi
solusi dari suatu masalah sosial (kriminalitas,kekerasan, penganggura, dan kemiskinan)bukan menjadi
bagian bahkan penyebab dari masalah sosial tersebut.

Keempat, krisis identitas sebagai bangsa, sebagai bangsa dan negara di tengah bangsa lain di dunia
membutuhkan identitas kebangsaan (nasionalisme) yang tinggi dari warga negara Indonesia. Semangat
nasionalisme dibutuhkan tetep eksisnya bangsa dan negara Indonesia. Nasionalisme tinggi dari warga
negara akan mendorong jiwa berkorban untuk bangsa dan negara sehingga akan membuat perilaku
positif dan terbaik untuuk bangsa dan negara. Dalam dekade terakhir, ada kecenderungan menipisnya
jiwa nasionalisme di kalangan generasi muda. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti
kurang apresiasinya generasi muda terhadap “kebudayaan asli” bangsa Indonesia, pola dan hidup
remaja yang kebarat-baratan, dan beberapa idikator lainnya. Melihat realitas perilaku generasi muda ini,
pendidik/guru sebagai penjaga nilai-nilai termasuk nilai nasionalisme harus mampu memberikan
kesadaran kepada generasi muda akan pentingnya jiwa nasionalisme dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Kelima, adanya perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun dunia. Kondisi ini
membutuhkan kesiapan yang matang terutama dari segi SDM. Indonesia, ke depan, membutuhkan SDM
yang andal dan unggul yang siap bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Dunia pendidikan mempunyai
peranan yang penting dan strategi dalam menciptakan SDM yang berkualitas.dibutuhkan pendidik/guru
yang visioner, kompeten, berdedikasi tinggi dan berkomitmen agar mampu membekali peserta didik,
output, dengan sejumlah kompetensi yang diperlukan dalam kehidupan di tengah masyarakat sedang
dan terus berubah.

Bertalian dengan perubahan paradigma tersebut, setidaknya terdapat tiga acuan dasar pendidikan
nasional. Pertama, acuan filosofis, yakni yang mampu mengembangkan kreativitas, kebudayaan, dan
peradaban; mendukung desiminitas nilai keunggulan mengembangkan nilai-nilai demokrassi,
kemanusian,keadilan, dan keagamaan; dan mengembangkan secara berkelanjutan kinerja dan kreatif
dan produktif yang koheren dengannilai-nilai moral. Kedua, acuan nilai kultural, yakni nilai inti ideal
acuan pendidikan yaitu nilai pemberdayaan untuk kemandirian dan keunggulan; pada tingkat
instrumental, ekonomi, kecakapan, kesadaran berdemokrasi, kreativitas, daya saing, estetika, kearifan,
moral, harkat martabat, dan kebanggan; pada tingkat operasioal pentingnya kerja keras, sportivitas,
kesiapan bersaing, bekerja sama, dan disiplin diri. Ketiga, acuan lingkungan strategis yakni masih
berlangsungnya beragam krisis, reformasi total terhadap birokrasi, ekonomi, sosial, politik, huku, dan
kehidupan beragama; pendidikan dengan standar global; dan penggunaan berbagai cara belajar dengan
mendaya gunakan beragam sumber belajar.

Dalam pembangunan SDM dikelompokkan pada dimensi pekerjaan dan angkatan kerja, serta ilmu
pengetahuan dan kualitas hidup. Dimensi tersebut saling mendukung dan bertalian erat satu dengan lain
dalam rangka peningkatan kualitas SDM. Setiap dimensi memiliki karakter dan masalah tersendiri yang
memerlukan penyelesaian secara efisien dan efektif (pekerjaan dan angkatan kerja, serta Iptek dan
kualitas hidup). Dimensi tersebut saling mendukung bertalian erat satu dengan lain dalam rangka
peningkatan kualitas SDM. Setiap dimensi memeiliki karakter dan masalah tersendiri yang memerlukan
penyelesaian secara efisien dan efektif.

Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan nasional, diperlukan pendidik/guru profesional yang
mencukupi dan dapat menggerakan dinamika kemajuan pendididikan nasional diperlukan suatu proses
yang berkesinambungan, tepat sasaran dan efektif. Dalam kenyataannya masih banyak guru yang belum
memenuhi syarat untuk disebut sebagi guru profesional. Keyataan ini tentu saja menjadi pekerjaan
rumah yang sangat berat bagi pemerintah.

Dalam meningkatkan kualitas pendidik/guru dilakukan dengan melakukan program sertifikasi guru yang
berlangsung saat ini, kualifikasi menjadi salah satu syarat utama selain penilaian portofolio. Tantangan
berikutnya adalah tuntunan masyarakat dimana pendidik/guru di tuntut benar-benar profesional dalam
menjalankan tugasnya. Karena itulah, perlu dicermati kebijakan pemerintah atau undang-undang No.
14/2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 7 dan pasal 20 diamanatkan :

Pasal 7

Pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri dilakukan secara demokratis,
berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.

Pasal 20
Dalam melaksanakan tugas profesional, guru berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan
kualifikasi akademik dan kompetensi cara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.

Pendidik, dalam hal ini,merupakan seorang yang paling bertanggung jawab dalam peningkatan kualitas
pendidikan. Dalam sejarah peradaban dunia, guru berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas
SDM. Pendidik berhadapan langsung dengan peserta didik di kelas melalui proses pembelajaran di kelas.
Ditangan pendidik dihasilkn peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian),
kematangan emosional, moral dan mental spiritual. Dari peran dan fungsi pendidik, dihasilkan generasi
masa depan yang siap hidup dengan tantangan zaman berbeda. Karena itu, diperlukan sosok
pendidik/guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi dan dedikasi tinggi dalam menjalankan
profesinya. Pendidik/guru adalah “kurikulum berjalan” yang menentukan kualitas pembelajaran.

Fuad Hasan, mantan Mendiknas RI, pernah mengatakan sebaik apa pun kurikulum dan sistem
pendidikan yang ada tanpa di dukung oleh mutu pendidik/guru yang memenuhi syarat, semuanya akan
sia-sia. Kenyataan akan menunjukkan bahwa kualitas pendidik/guru di Indonesia masih banyak aspek
yang perlu dibenahi. Boediono dan Don Adam (1997) mengatakan proses rencana pendidikan 25 tahun
ke-2 (1993-2018) meliputi empat hal penting yang saling berkolerasi: peranan tim komite, kapabilitas
istem pendidikan, perubahan sosial dan industri dan menetapkan tujuan dan target pendidikan nasional
jangka panjang.

Seorang yang memilih profesi pendidik dalam pilihan kehidupannya, idealnya yang bersangkutan harus
mengembangkan tiga kemampuan utama, yaitu: pribadi, professional, dan social. Dalam proses
pembelajaran keberhasilan seorang guru terletak pada antara lain: kepribadian, penguasaan metode,
frekuensi dan intensitas aktivitas interaktif guru dan siswa, wawasan, penguasaan materi, dan
penguasaan proses pembelajaran. Karena itu, persyaratan menjadi guru tidak hanya kecerdasan,
terampil, pintar, dan professional, tetapi juga perlu memiliki keunggulan akhlakul karimah.

Idealnya, seorang pendidik perlu memiliki beberapa karakteristik:

1. Memiliki komitmen terhadap profesionalitas, yang melekat pada dirinya sikap dedikatif.

2. Menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan,
menjelaskan dimensi teoretis dan praktisnya, atau sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan,
internalisasi, dan ‘amaliyah (implementasi).

3. Mendidik dan menyiapkan anak didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur serta
memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam
sekitarnya.

4. Mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri, atau menjadi pusat panutan atau teladan dan
konsultan bagi peserta didiknya.

5. Memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memengaruhi pengetahuan dan keahliannya
serta berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didik.
6. Bertanggung jawab dalam membangun peradaban bangsa berkualitas di masa depan.

Dalam UU No. 14 Tahun 2005 dikatakan bahwa profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan
yang khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip:

a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealism.

b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak
mulia.

c. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas.

d. Memiki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.

e. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.

f. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan profesi kerja.

g. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar


sepanjang hayat.

h. Memiliki jaminan perlindungan hokum dalam menjalankan tugas keprofesionalan.

i. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
tugas keprofesionalan pendidik/guru.

E. Mulyasa (2008: 20-30), bagi seseorang dalam melaksanakan tugasnya, sedikitnya ada tujuh kesalahan
yang sering dilakukan pendidik/guru dalam pembelajaran:

1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran.

2. Menunggu peserta didik berperilaku negatif.

3. Menggunakan destructive discipline.

4. Mengabaikan perbedaan peserta didik.

5. Merasa paling pandai dan tahu.

6. Tidak adil (diskriminatif).

7. Memaksa hak peserta didik.

Globalisasi dan kecenderungannya, telah mendorong terjadinya perubahan paradigm guru, dari
paradigma “lama” ke yang “baru”, di mana seorang pendidik diharapkan:

1. Tidak terjebak pada rutinitas belaka, tetapi selalu mengembangkan dan memperdayakan diri
secara terus-menerus untuk meningkatkan secara kualifikasi dan kompetensinya, baik melalui
pendidikan formal maupun pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan sejenisnya.
2. Mampu menyusun dan melaksanakan strategi dan model pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif,
efektif dan menyenangkan (PAIKEM) yang menggairahkan motivasi belajar peserta didik.

3. Mengurangi dominasi dalam pembelajaran sehingga pemberian kesempatan pada peserta didik
agar lebih berani, mandiri, dan kreatif dalam proses pembelajaran.

4. Memperkaya bahan pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan sumber belajar yang lebih
bervariasi.

5. Menyukai apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagi suatu profesi yang
menyenangkan.

6. Mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir sehingga memiliki wawasan
yang luas dan tidak tertinggal dengan informasi terkini.

7. Mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat luas dengan selalu menunjukkan sikap
dan perbuatan terpuji dan memiliki integritas yang tinggi.

8. Mempunyai visi ke depan dan mampu membaca tantangan zaman sehingga siap menghadapi
perubahan dunia yang tak menentu yang membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik.

Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Jansen H. Sinamo (2008), dengan istilah mentalitas
professional bahwa pada abad ke 21 sangat menonjol dicirikan oleh globalisasi yang serba kompetitif
dengan perubahan yang terus dan cepat. Tidak terbayang lagi ada organisasi, termasuk lembaga
pendidikan, dapat bertahan tanpa didukung profesionalisme. Sinamo menulis setidaknya ada tujuh
mentalitas professional yang harus dimiliki oleh kalangan professional:

1. Mentalitas mutu, seorang professional menampilkan kinerja yang baik.

2. Mentalitas altruistic, seorang professional selalu dimotivasi oleh keinginan mulia berbuat baik.

3. Mentalitas melayani, melayani konstituen dengan optimal.

4. Mentalitas pembelajar, menerima pendidikan dan pelatihan secara mendalam sebelum menjadi
professional.

5. Mentalitas pengabdian, adanya rasa keterpanggilan untuk mengabdi pada bidang yang telah
dipilihnya.

6. Mentalitas kreatif, selalu menginginkan kreativitas, berdaya cipta dan inovatif.

7. Mentalitas etis, tidak mengkhianati etika dan moralitas profesinya.

Agar Indonesia menjadi negara maju dan berperadaban ke depan, perhatian terhadap kebijakan
pendidikan nasional harus menjadi terdepan dalam prioritas pembangunan. Kualitas pendidikan tidak
terlepas dari peranan kualitas proses pembelajaran, yang dalam pelaksanaannya lebih ditentukan
pendidik/guru berkualitas dan professional. Agar proses pembelajaran berkualitas dan tetap relevan, up
to date terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka menciptakan SDM, man-power, yakni anak didik
sebagai generasi masa depan yang berkualitas, pendidik hendaknya perlu menyadari, introspeksi diri
dengan mengedepankan pentingnya profesionalisme, dan beradaptasi dalam iklim sosial-pendidikan
yang dinamis, dan perlu melihat inovasi terhadap teknik pembelajaran. Selain itu, yang tidak kalah
pentingnya adalah diperlukan seorang pendidik dengan perlunnya meningkatkan kreatif, inovatif, dan
bermentalitas professional.

BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Profesionalisme guru merupakan kondisi,arah, nilai,tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan
dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi
mata pencaharian.

Dilihat dari tugas dan tanggung jawabnya, pendidik dituntut untuk memiliki beberapa persyaratan untuk
menjadi guru yang profesional yaitu, sebagai berikut:

1. Menuntut adanya keteramplilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang
mendalam.

2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya.

3. Menuntut tingkat pendidikan keguruan yang memadai.

4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya.

5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupannya.

Globalisasi adalah proses penyebaran unsur-unsur baru khususnya yang menyangkut informasi secara
mendunia melalui media cetak maupun elektronik.

Tantangan profesionalisme guru dalam globalisasi: 1. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang begitu cepat dan mendasar. 2. krisis “moral”. 3. krisis sosial. 4. krisis identitas sebagai bangsa. 5.
adanya perdagangan bebas, baik tingkat ASEAN, Asia Pasifik, maupun dunia.

2. 2. Saran

Makalah ini masih mempunyai banyak kelemahan dan kekurangan. Maka dari itu, kepada para pembaca
yang ingin mendalami masalah tentang profesionalisme guru dan globalisasi, setelah membaca makalah
ini membaca dari sumber lain yang lebih lengkap.
Marilah kita belajar untuk menjadi seorang calon guru yang profesional dan mampu menghadapi segala
perubahan yang diakibatkan oleh arus globalisasi.

DAFTAR PUSTAKA

Idi,Abdullah. 2011. Sosiologi Pendidikan: Individu, Masyarakat, dan Pendidikan.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Alimudin.2009.ProfesionalismeGuru.http://alimudinmakalh.blogspot. com/2009/04/profesionalisme-
guru.html. Tanggal: 23 Juni 2014.

Gonjang Ganjing Mencari Ilmu at Tuesday, January 27, 2015

Share

No comments:

Post a comment

Home

View web version

About Me

My photo

Gonjang Ganjing Mencari Ilmu

View my complete profile


Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai