Anda di halaman 1dari 4

ANALASISS PENGELOLAAN

DANA KAPITASI DI PUSKESMAS

Disusun Oleh :

Kelompok III

1. Hadi Galih Hanissyam (142012018060)


2. Isti Fitri sari (142012018061)
3. Laila Oktari (142012018062)
4. Marissa Nur Azizah (142012018065)

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

T.A. 2019
KPK: Pengelolaan Dana Kapitasi Kesehatan di Puskesmas Rawan Korupsi
Kompas.com - 04/02/2018, 19:29 WIB BAGIKAN:

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi


(KPK) Laode M Syarief menyesalkan munculnya kasus suap yang melibatkan Bupati
Jombang Nyono Suharli Wihandoko. Laode mengatakan, sumber suap diduga berasal
dari kutipan pungli perizinan dan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi yang
seharusnya menjadi hak masyarakat. "Jika dimanfaatkan dengan baik dan benar untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP)," ujar
Laode saat memberikan keterangan pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan,
Minggu (4/2/2018). Berdasarkan Pasal 1 angka 6 Perpres 32 Tahun 2014, dana
kapitasi adalah besaran pembayaran per bulan yang dibayar kepada fasilitas kesehatan
tingkat pertama (FKTP) berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa
memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. (Baca juga:
Kronologi Operasi Tangkap Tangan Bupati Jombang Terkait Kasus Suap) Laode
menuturkan, sektor kesehatan juga menjadi salah satu fokus kerja KPK. Kerawanan
potensi korupsi dalam pengelolaan dana kapitasi telah dikaji KPK pada 2015. KPK, kata
Laode, menemukan sejumlah kelemahan. Salah satunya soal efektivitas dana kapitasi
dalam meningkatkan mutu layanan yang masih rendah. Padahal, dana yang disalurkan
sangat besar, yakni mencapai Rp 8 triliun per tahun. Menurut Laode, salah satu sebab
rendahnya efektivitas dana kapitasi disebabkan tidak adanya alat pengawasan dan
pengendalian dana kapitasi. "Saat ini terdapat hampir 18.000 FKTP di seluruh Indonesia
dengan rata-rata pengelolaan dana kapitasi sekitar Rp 400 juta per tahun tiap FKTP,"
kata Laode. (Baca juga: Bupati Jombang Pakai Uang Suap untuk Kampanye Pilkada
2018) Kasus suap yang melibatkan Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dan Plt
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Inna Silestyanti menjadi contoh potensi
korupsi terhadap dana kapitasi.

Komentar Lihat Foto Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang sebesar
Rp 25 juta dan USD 9.500 saat menggelar operasi tangkap tangan Bupati Jombang
Nyono Suharli Wihandoko pada Sabtu (4/2/2018). KPK menangkap Nyono di Stasiun
Balapan, Solo pada Sabtu (3/2/2018) yang saat itu hendak menuju Jombang. Nyono
diduga menerima suap dari  Inna Silestyanti. Total uang suap yang diterima Nyono
mencapai Rp 275 juta. "Diduga pemberian uang dari IS ke NSW agar bupati
menetapkannya sebagai kepala dinas kesehatan karena dia (Inna) masih Plt," ucap
Laode. (Baca juga: Plt Kadis Kesehatan Jombang Pakai Kode Arisan untuk Kumpulkan
Uang Suap) Uang suap tersebut, lanjut Laode, berasal dari pungutan liar jasa pelayanan
kesehatan atau dana kapitasi dari 34 Puskesmas di Jombang. Diketahui, pungutan liar
itu sudah dikumpulkan sejak Juni 2017 dengan jumlah total sekitar Rp 434 juta. Setelah
terkumpul dana itu kemudian dibagi. Sebanyak 1 persen untuk Paguyuban Puskesmas
se-Jombang, 1 persen untuk Kepala Dinas Kesehatan dan 5 persen untuk Bupati. Atas
dana yang terkumpul tersebut, Inna telah menyerahkan sebesar Rp 200 juta kepada
Nyono pada Desember 2017. Selain itu, Inna juga membantu penerbitan izin
operasional sebuah rumah sakit swasta di Jombang dan meminta pungli izin. "Dari
pungli itu diduga Inna menyerahkan uang sebesar Rp 75 juta kepada Nyono pada 1
Februari 2018," kata Laode. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan keduanya sebagai
tersangka. Inna sebagai pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau
Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Sementara Nyono disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12
huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo
Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul
"KPK: Pengelolaan Dana Kapitasi Kesehatan di Puskesmas Rawan
Korupsi", https://nasional.kompas.com/read/2018/02/04/19291071/kpk-pengelolaan-
dana-kapitasi-kesehatan-di-puskesmas-rawan-korupsi?page=2.
Penulis : Kristian Erdianto
Upaya pemerintah

1. Membuat UU tentang pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a


atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Membuat UU Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1
ke-1 KUHP.

Saran

Upaya tersebut belum efektif karena salah satu sebab rendahnya efektivitas dana
kapitasi disebabkan tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi. Saat
ini terdapat hampir 18.000 FKTP di seluruh Indonesia dengan rata-rata pengelolaan
dana kapitasi sekitar Rp 400 juta per tahun tiap FKTP. Harusnya pemerintah memberi
sarana pengawasan dan dan pengendalian agar dana kapitasi dapat di kontrol dan
dipergunakan dengan semestinya.

Anda mungkin juga menyukai