Anda di halaman 1dari 29

2.1.

Dasar Hukum

Beberapa produk hukum yang digunakan sebagai acuan dan dasar dalam
Penyusunan Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang ini adalah sebagai berikut :

a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2015 tentang Standar
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.31 Tahun 1995 tentang Terminal
Transportasi Jalan;
e. Peraturan Daerah Kabupaten Kayong Utara Nomor 17 Tahun 2011 tentang
Retribusi Terminal.

2.2. Pengertian Terminal

Menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ) dan PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan LLAJ, Terminal adalah
pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan
dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta
perpindahan moda angkutan.

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.31 Tahun 1995, Terminal


adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menaikkan dan menurunkan
penumpang, perpindahan intra atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan
dan keberangkatan kendaraan umum.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 1


Berdasarkan Juknis LLAJ (1995), Terminal Transportasi merupakan :

a. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan
umum.
b. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas.
c. Prasarana angkutan yang merupakan  bagian dari sistem transportasi untuk
melancarkan arus penumpang dan barang.
d. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota.

Sedangkan menurut Warpani (1990) ada beberapa pengertian tentang terminal


adalah sebagai berikut :

a. Titik simpul dalam sitem transportasi, tempat terjadinya putus arus yang merupakan
prasarana angkutan yang berfungsi pokok sebagai pelayanan umum, berupa tempat
kendaraan umum, menaikkan dan menurunkan penumpang dan barang, tempat
perpindahan penumpang dan barang baik intra maupun antar moda kendaraan yang
terjadi sebagai akibat adanya arus pergerakan manusia dan barang serta tuntutan
efisiensi transportasi.
b. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas dan
kendaraan umum.
c. Prasarana angkutan yang merupakan bgaian dari system transportasi untuk
melancarkan arus penumpang dan barang.

2.3. Fungsi Terminal

Menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ) dan PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan LLAJ, fungsi
diselenggarakannya terminal penumpang adalah Untuk mengatur kedatangan dan
keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang, serta perpindahan moda angkutan
yang terpadu dan pengawasan angkutan.

Menurut Warpani (1990), fungsi-fungsi terminal adalah untuk menyediakan


tempat dan kemudahan perpindahan/pergantian moda angkutan yang bergerak pada
jalur khusus ke moda angkutan lain, menyediakan sarana simpul lalu lintas, tempat
konsolidasi lalu lintas dan menyediakan tempat untuk menyimpan kendaraan.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 2


Menurut Morlok fungsi-fungsi dari terminal penumpang angkutan umum adalah
sebagai berikut :
a. memuat penumpang atau barang ke atas kendaraan dan menurunkan atau
membongkarnya;
b. memindahkan penumpang dari satu kendaraan ke kendaraan lain;
c. menampung penumpang atau barang dari waktu tiba sampai dengan berangkat;
d. menyediakan fasilitas / kenyamanan penumpang;
e. tempat awak bus menyiapkan dokumen perjalanan;
f. tempat penjualan tiket dan pemeriksaan (check in) penumpang;
g. tempat menyimpan, memelihara kendaraan dan penentuan tugas awak bus
selanjutnya.

Berdasarkan  Juknis LLAJ (1995), fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau
dari 3 (tiga) unsur kepentingan sebagai berikut :
a. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu,
kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau kendaraan
lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas parkir kendaraan pribadi.
b. Fungsi terminal bagi pemerintah, adalah dari segi perencanaan dan manajemen lalu
lintas untuk menata lalu lintas dan angkutan serta menghindari dari kemacetan,
sumber pemungutan retribusi  dan sebagai pengendali kendaraan umum.
c. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha adalah pengaturan operasi bus,
penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan sebagai fasilitas
pangkalan.
Berdasarkan beberapa kriteria dan fungsi Terminal Penumpang sebagaimana
diuraikan di atas jelas bahwa ada beberapa pihak yang berkepentingan dalam
penyelenggaraan terminal, yaitu Penumpang atau masyarakat sebagai pengguna jasa
(user), para pengusaha angkutan sebagai penyedia jasa (operator) dan Pemerintah
sebagai pengelola dan fungsi manajemen (regulator) agar terciptanya keamanan,
keselamatan, ketertiban dan kelancaran pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. Untuk
mangakomodir dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan dari semua unsure tersebut
maka pembangunan terminal harus benar-benar didahului oleh perencanaan yang
matang.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 3


2.4. Tipe dan Kelas Terminal Penumpang

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan lalu


Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), Terminal Penumpang dibagi menjadi 3 (tiga) tipe
yaitu Terminal Penumpang Tipe A, Terminal Penumpang Tipe B dan Terminal
Penumpang Tipe C.

2.4.1. Terminal Penumpang Tipe A

Beberapa kententuan dan kriteria mengenai Terminal Penumpang Tipe A


sebagaimana diatur dalam PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan LLAJ
adalah sebagai berikut :
a. Terminal yang fungsi utamanya melayani kendaraan umum untuk
Angkutan Lintas Batas Negara (ALBN) dan/atau Angkutan Antar Kota
Antar Provinsi (AKAP) dan dapat dipadukan dengan pelayanan Angkutan
Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), Angkutan Perkotaan, dan/atau
Angkutan Perdesaan.
b. Tipe dan Kelasnya ditetapkan oleh Menteri yang membidangi Sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Menteri Perhubungan).
c. Simpul Terminal Penumpang Tipe A ditetapkan oleh Menteri.
d. Lokasi Terminal Penumpang Tipe A ditetapkan oleh Menteri.
e. Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
pengelolaan Terminal Penumpang Tipe A merupakan urusan atau
kewenangan Pemerintah (pusat).

2.4.2. Terminal Penumpang Tipe B

Beberapa kententuan dan kriteria mengenai Terminal Penumpang Tipe B


sebagaimana diatur dalam PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan LLAJ
adalah sebagai berikut :
a. Terminal yang fungsi utamanya melayani kendaraan umum untuk
Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan dapat dipadukan
dengan pelayanan Angkutan Perkotaan dan/atau Angkutan Perdesaan.
b. Tipe dan Kelasnya ditetapkan oleh Gubernur.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 4


c. Simpul Terminal Penumpang Tipe B ditetapkan oleh Gubernur.
d. Lokasi Terminal Penumpang Tipe B ditetapkan oleh Gubernur.
e. Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
pengelolaan Terminal Penumpang Tipe B merupakan urusan atau
kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi.

2.4.3. Terminal Penumpang Tipe C

Beberapa kententuan dan kriteria mengenai Terminal Penumpang Tipe C


sebagaimana diatur dalam PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan LLAJ
adalah sebagai berikut :
a. Terminal yang fungsi utamanya melayani kendaraan umum untuk
Angkutan Perkotaan dan/atau Angkutan Perdesaan.
b. Tipe dan Kelasnya ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
c. Simpul Terminal Penumpang Tipe C ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
d. Lokasi Terminal Penumpang Tipe C ditetapkan oleh Bupati/Walikota.
e. Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
pengelolaan Terminal Penumpang Tipe C merupakan urusan atau
kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

2.4.4. Pembagian Kelas Terminal

Pembagian kelas terminal juga diatur diatur dengan PP Nomor 79 Tahun


2013 tentang Jaringan LLAJ, dimana untuk Terminal Penumpang Tipe A dan
Tipe B diklasifikasikan ke dalam kelas berdasarkan intensitas kendaraan yang
dilayani. Masing-masing Tipe Terminal tersebut dapat diklasifikasikan lagi
menjadi 3 (tiga) kelas yaitu Kelas 1, Kelas 2 dan Kelas 3.
Tipe dan kelas Terminal dapat berubah sesuai dengan kebutuhan
pelayanan angkutan. Klasifikasi Terminal ditetapkan melalui kajian teknis
terhadap intensitas kendaraan yang dilayani meliputi tingkat permintaan
angkutan, keterpaduan pelayanan angkutan, jumlah trayek, jenis pelayanan
angkutan dan fasilitas utama dan fasilitas penunjang Terminal.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 5


2.5. Fasilitas Terminal

Sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang
LLAJ dan PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan LLAJ, dimana dipersyaratkan
bahwa setiap penyelenggara terminal penumpang wajib menyediakan fasilitas terminal
yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan. Fasilitas terminal tersebut
adalah Fasilitas Utama dan Fasilitas Penunjang.

2.5.1. Fasilitas Utama

Fasilitas utama merupakan fasilitas yang mutlak atau harus ada pada
Terminal Penumpang untuk pelaksanaan fungsi pokok terminal yang terdiri
terdiri dari :
a. jalur keberangkatan;
b. jalur kedatangan;
c. ruang tunggu penumpang, pengantar, dan/atau penjemput;
d. tempat naik turun penumpang;
e. tempat parkir kendaraan;
f. fasilitas pengelolaan lingkungan hidup;
g. perlengkapan jalan;
h. media informasi;
i. kantor penyelenggara Terminal; dan
j. loket penjualan tiket.

Fasilitas utama yang berupa jalur keberangkatan, jalur kedatangan, tempat


naik turun penumpang dan tempat parkir kendaraan dapat ditempatkan dalam
satu area. Luasan, desain, dan jumlah fasilitas utama yang di tempatkan dalam
satu area tersebut harus mempertimbangkan :
a. kebutuhan pelayanan angkutan orang;
b. karakteristik pelayanan;
c. pengaturan waktu tunggu kendaraan;
d. pengaturan pola parkir; dan
e. dimensi kendaraan.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 6


2.5.2. Fasilitas Penunjang

Fasilitas penunjang merupakan fasilitas yang disediakan di Terminal


Penumpang sebagai penunjang kegiatan pokok terminal. Fasilitas penunjang
dapat berupa :
a. fasilitas penyandang cacat dan ibu hamil atau menyusui;
b. pos kesehatan;
c. fasilitas kesehatan;
d. fasilitas peribadatan;
b. pos polisi;
c. alat pemadam kebakaran; dan
d. fasilitas umum, yang meliputi :
o toilet;
o rumah makan;
o fasilitas telekomunikasi;
o tempat istirahat awak kendaraan;
o fasilitas pereduksi pencemaran udara dan kebisingan;
o fasilitas pemantau kualitas udara dan gas buang;
o fasilitas kebersihan;
o fasilitas perbaikan ringan kendaraan umum;
o fasilitas perdagangan, pertokoan; dan/atau
o fasilitas penginapan.

Jumlah dan jenis fasilitas penunjang disesuaikan dengan tipe dan


klasifikasi terminal. Penyediaan dan pengelolaan fasilitas umum dapat
dikerjasamakan dengan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Penyediaan fasilitas bagi penumpang penyandang cacat dan ibu hamil atau
menyusui disesuaikan dengan kebutuhan terkait dengan luasan dan jenis fasilitas
yang akan disediakan. Untuk memberikan informasi kepada pengguna terminal,
fasilitas bagi penyandang cacat dan ibu hamil/menyusui wajib dilengkapi dengan
rambu dan/atau petunjuk.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 7


Tabel 2.1
Fasilitas Terminal Penumpang dan Dimensinya

N
JENIS FASILITAS DIMENSI
O
FASILITAS UTAMA
1. Jalur Kerangkatan Kendaraan Umum AKAP 42 M2/kendaraan
2. Jalur Kedatangan Kendaraan Umum AKDP 27 M2/kendaraan
3. Jalur Tunggu Kendaraan Umum AKOT/ADES 20 M2/kendaraan
Sesuai dengan cara parkir
4. Ruang Tunggu Penumpang. 1 M2/pnp
5. Jalur Lintasan
6. Bangunan Kantor Terminal, Menara Sesuai dengan jumlah pegawai
Pengawasan, Pos Pemeriksaan KPS, Loket
Penjualan Tiket
7. Tempat Istirahat Kendaraan Angkutan Umum. AKAP 42 M2/kendaraan
AKDP 27 M2/kendaraan
AKOT/ADES 20 M2/kendaraan
Sesuai dengan cara parkir
8. Menara Pengawas Sesuai dengan jumlah pengawas
9. Loket Penjualan Karcis
10. Rambu-Rambu lalu Lintas, Papan Informasi,
Rambu Penunjuk Jurusan, Tarif dan Jadwal
Perjalanan
11. Tempat Parkir Kendaraan Pribadi dan Taksi. Taksi 20 M2/kendaraan
Kend pribadi 20 M2/kendaraan
Sesuai dengan cara parkir
FASILITAS PENUNJANG
1. Kamar Kecil / Toilet 80 % dari musholla
2. Musholla Jumlah jalur 1-5, luas 17,5 M2
Jumlah jalur 2-10, luas 35 M2
Jumlah jalur 11-15, luas 52,5 M2
Jumlah jalur 16-20, luas 70 M2
Jumlah jalur > 20, luas 87,5 M2
3. Kios/Kantin 60% x Ruang Tunggu Penumpang.
4. Ruang Pengobatan 45 M2
5. Ruang Informasi Dan Pengaduan 12 M2
6. Telepon Umum
7. Taman 30% dari Luas Lahan Keseluruhan
CADANGAN PENGEMBANGAN
8. Cadangan Pengembangan 100% dari Luas Lahan Keseluruhan

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 8


Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 9
2.6. Hubungan Terminal Penumpang Dengan Jaringan Transportasi Jalan (LLAJ)

Sebagai simpul jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, Terminal Penumpang
menunjukkan sumber aktivitas pergerakan orang yang merupakan unsur Jaringan
Transportasi Jalan yang sangat penting disamping unsur ruang kegiatan, ruang lalu
lintas dan struktur kotanya. Hubungan Terminal Penumpang dengan Jaringan
Transportasi Jalan (JTJ) dapat digambarkan sebagaimana pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2
Unsur-unsur Jaringan Transportasi Jalan
No Unsur JTJ JTJ Primer I JTJ Primer II
Simpul dan atau ruang Simpul dan atau ruang kegiatan
1 Batasan
kegiatan yang disusun yang disusun mengikuti
mengikuti ketentuan tata ruang ketentuan tata ruang dan struktur
dan wilayah tingkat nasional pengembangan wilayah tingkat
regional
 Terminal Tipe A  Terminal Tipe B
2 Simpul
 Pelabuhan Sungai Utama  Pelabuhan Sungai Pengumpul
Transportasi
 Stasiun KA Besar  Stasiun KA Sedang
 Pelabuhan Penyeberangan  Pelabuhan Penyeberangan
 Pelabuhan Laut  Pelabuhan Laut
 Bandara  Bandara
 Kawasan Andalan Nasional  Kawasan Andalan Provinsi
3 Ruang Kegiatan
Strategis Nasional Strategis bagi Kepentingan
 Kawasan Andalan Provinsi Provinsi
Strategis Bagi Kepentingan  Kawasan Andalan Kabupaten
Nasional Strategis Bagi Kepentingan
 Kawasan Andalan Propinsi
Kabupaten Strategis bagi
Kepentingan Nasional
 Arteri & Kolektor Primer  Kolektor Primer
4 Ruang Lalu Lintas
 Lokal Primer bernilai  Lokal Primer bernilai Provinsi
Nasional  Jalan Provinsi
 Jalan Nasional  Jalan Kabupaten bernilai
 Jalan Provinsi bernilai Provinsi
nasional  Jalan Kelas III
 Jalan kelas I , II dan Jalan
kelas III bernilai Nasional
5 Struktur Kota  Ibukota Provinsi  Ibukota Kabupaten/Kota
 Ibukota kabupaten yang  Ibukota kabupaten yang
bernilai strategis secara bernilai strategis secara
nasional propinsi
 Ibukota kabupaten dengan  Ibukota kabupaten dengan
simpul transportasi, ruang simpul transportasi, ruang
kegiatan dan ruang lalu kegiatan dan ruang lalu lintas
lintas sesuai kriteria JTJ sesuai kriteria JTJ Primer II
Primer I

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 10


2.7. Penentuan Lokasi Terminal

Ada dua pendekatan dalam penentuan lokasi terminal dan sebaran lokasinya.
Konsep pertama adalah central terminating, yaitu pengembangan satu terminal yang
terpadu di tengah kota yang melayani semua jenis angkutan. Kedua adalah nearside
terminating, yaitu mengembangkan beberapa terminal di pinggiran kota. Central
terminating lebih tepat untuk diterapkan bagi kota-kota yang sedang berkembang,
sedangkan nearside terminating angkutan antar kota berakhir di pinggiran kota
kemudian perjalanan dilanjutkan dengan angkutan kota, dipergunakan untuk kota-kota
lama, cocok untuk mengatasi kemacetan di pusat kota.

Konsep Central Terminating Konsep Nearside Terminating

Studi perencanaan lokasi terminal merupakan tahapan yang cukup penting dalam
perencanaan terminal, karena terminal yang baik adalah terminal yang secara sistem
jaringan mampu berperan dalam melancarkan pergerakan sistem transportasi secara
keseluruhan. Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan lokasi
terminal adalah :
a. Tipe terminal yang akan
dibangun;
b. Komponen pergerakan
yang akan dilayani (loading, unloading, transfer, kiss & ride, park & ride dll);
c. Tipe lintasan rute yang
akan dilayani (trunk routes, collector routes atau local routes);
d. Jumlah lintasan rute yang
akan dilayani;
e. Kondisi dan karakteristik
tata guna lahan pada daerah sekitar terminal;

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 11


f. Kondisi dan karakteristik
prasarana jaringan jalan;
g. Kondisi dan karakteristik
lalu lintas jaringan jalan di sekitar lokasi terminal.

Secara teoritis, tahapan tahapan yang perlu dilakukan dalam penentuan lokasi
terminal adalah :
a. Estimasik Tipe Terminal yang akan dibangun;
b. Estimasi kebutuhan luas lahan yang diperlukan. Estimasi dapat dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan perkiraan jumlah lintasan bus yang akan dilayani.
Selanjutnya diestimasikan secara lebih rinci jumlah bus dan jumlah penumpang per
hari yang akan dilayani. Dari data tersebut dapat diestimasi luas lahan yang
diperlukan untuk masing-masing komponen prasarana terminal;
c. Identifikasi beberapa alternatif lokasi terminal didasarkan pada jumlah dan jenis
lintasan yang mungkin dilayani dan luasan lahan yang dibutuhkan.
d. Selanjutnya untuk masing-masing alternatif lokasi terminal, perlu dilakukan hal-hal
sebagai berikut :
o Identifikasi kondisi dan karakteristik tata guna lahan dan cek luasan lahan yang
mungkin tersedia;
o Identifikasi karakteristik dan kondisi jaringan jalan di sekitar lokasi terminal;
o Identifikasi karakteristik dan kondisi lalu lintas yang ada pada jaringan jalan;
o Estimasi karakteristik lalu lintas yang akan dibangkitkan oleh terminal tersebut.
o Identifikasi sistem sirkulasi keluar-masuk bus dan kendaraan lain dari dan ke
jaringan jalan di sekitar lokasi terminal;
o Pembebanan (traffic assignment) dari volume lalu lintas yang dibangkitkan
pada jaringan jalan yang ada di sekitar lokasi.
o Identifikasikan titik-titik mana dalam jaringan jalan sekitar yang diperkirakan
rawan terhadap kemacetan ataupun gangguan lalu lintas. Berikan beberapa
solusi yang dimungkinkan untuk mengantisipasi permasalahan yang ada.
e. Evaluasi secara menyeluruh terhadap semua alternatif untuk menentukan alternatif
terbaik berdasarkan kriteria tertentu.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 12


Pemilihan titik lokasi rencana pembangunan terminal haruslah
mempertimbangkan kesinambungan aktivitas lalu lintas sekitar dan kelestarian
lingkungan. Konsep pemilihan lokasi terminal angkutan jalan seperti yang diatur dalam
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.31 Tahun 1995 tentang Terminal
Transportasi Jalan adalah sebagai berikut :

a. Sesuai dengan RUTR/RTRW;


b. Kepadatan Lalu Lintas dan Kapasitas Jalan sekitar;
c. Keterpaduan Moda;
d. Topografi;
e. Kelestarian Lingkungan;
f. Terletak pada jaringan trayek angkutan ALBN dan AKAP untuk Terminal Tipe A,
jaringan AKDP untuk Terminal Tipe B, dan jaringan angkutan pedesaan untuk
Terminal Tipe C.
g. Mempunyai akses ke jalan arteri dengan kelas jalan minimal III.A untuk Terminal
Tipe A, kelas III.B untuk Terminal Tipe B, dan setinggi-tingginya Kelas III.A
untuk Terminal Tipe C.
h. Jarak minimal antar Terminal Tipe A adalah 20 Km untuk pulau Jawa, 30 Km
untuk pulau Sumatera, dan 50 Km pada pulau lainnya.
i. Jarak minimal antar Terminal Tipe B dan atau dengan Terminal Tipe A adalah
15 Km untuk pulau Jawa, 30 Km untuk pulau Sumatera dan pulau lainnya.
j. Tersedia lahan seluas minimal 5 Ha untuk Terminal Tipe A di pulau Jawa,
minimal 3 Ha untuk Terminal Tipe B di pulau Jawa dan Tipe A di luar pulau Jawa.
k. Jalan akses ke jalan utama minimal 100 meter untuk Terminal Tipe A di pulau
Jawa, 50 meter untuk Terminal Tipe A di luar pulau Jawa, 50 meter untuk Terminal
Tipe B di pulau Jawa, dan 30 meter untuk Terminal Tipe B di luar pulau Jawa.

Pemilihan lokasi rencana pembangunan terminal harus sesuai dengan Rencana


Tata Ruang Kota/Kabupaten atau Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan
sebagai dasar perencanaan dan penggunaan ruang yang resmi pada kota/kabupaten atau
wilayah dimana terminal akan dibangun. Pemilihan lokasi rencana di luar wilayah yang
telah ditetapkan RTRK atau RTRW akan mengakibatkan dampak yang kurang baik dan
akan merubah tatanan ruang kota atau wilayah.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 13


Terminal merupakan sumber pembangkit dan penarik angkutan sehingga bisa
dikatakan sebagai pembangkit dan penarik lalu lintas. Oleh sebab itu pemilihan lokasi
terminal harus direncanakan dengan sebaik mungkin sehingga tidak menimbulkan
dampak bagi lalu lintas di sekitar lokasi terminal yang baru.

Pembangunan terminal angkutan pada suatu lokasi tentunya akan berdampak


terhadap lingkungan karena pemakaian lahan maupun dampak lingkungan karena
bertambahnya aktifitas terutama polusi udara karena kegiatan lalu lintas. Oleh sebab itu
lokasi rencana pembangunan terminal harus mempertimbangkan lingkungan alam
dimana terminal akan dibangun. Lokasi terminal hendaknya menghindari lokasi
kawasan yang dilindung karena alasan kelestarian lingkungan.

Pemilihan titik lokasi rencana pembangunan terminal juga harus


mempertimbangkan kondisi topografi. Kondisi topografi akan sangat mempengaruhi
kelancaran dan kemudahan pengaturan lalu lintas kendaraan baik di luar maupun di
dalam terminal.

Keterpaduan moda adalah kondisi yang harus dipertibangkan dalam perencanaan


terminal. Terminal angkutan jalan seharusnya ditempatkan pada lokasi dimana
keterpaduan moda angkutan dapat diciptakan dengan baik misalnya dengan angkutan
penyeberangan, angkutan sungai, angkutan kereta api dan lain-lain. Keterpaduan antar
moda akan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.

Pertimbangan lain dalam penentuan lokasi rencana pembangunan terminal adalah


kesesuaian lintasan pelayanan misalnya untuk Terminal Tipe A harus berakses ke
jaringan angkutan AKAP, Terminal Tipe B harus berakses kepada jaringan trayek
AKDP.

Beberapa ketentuan dan kriteria yang menyangkut penetapan lokasi terminal


telah diatur dengan PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan sebagai acuan atau pedoman terbaru yang harus dipenuhi dan dipatuhi.
Kriteria dan ketentuan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Dalam penetapan lokasi Terminal penumpang harus memperhatikan rencana
kebutuhan Simpul Terminal.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 14


b. Lokasi Terminal penumpang harus terletak pada Simpul Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang diperuntukkan bagi pergantian antar moda dan/atau intermoda
pada suatu wilayah tertentu.

c. Lokasi Terminal penumpang ditetapkan dengan memperhatikan :


o Tingkat aksesibilitas pengguna jasa angkutan;
o Kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
o Kesesuaian Lahan dengan rencana pengembangan dan/atau Kinerja Jaringan
Jalan dan Jaringan Trayek;
o Kesesuaian dengan Rencana Pengembangan dan/atau Pusat Kegiatan;
o Keserasian dan Keseimbangan dengan kegiatan lain;
o Permintaan Angkutan;
o Kelayakan Teknis, Finansial, dan Ekonomi;
o Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
o Kelestarian Fungsi Lingkungan Hidup.

2.8. Pembangunan Terminal

Sesuai dengan ketentuan yang diatur dengan PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dipersyaratkan bahwa Pembangunan
Terminal harus dilengkapi dengan Rancang Bangun, Buku Kerja Rancang Bangun,
Rencana Induk Terminal, Analisa Dampak Lalu Lintas (andalalin) dan kajian/izin
lingkungan (Amdal, UKL, UPL) dengan beberapa kriteria dan ketentuan sebagai
berikut :
a. Rancang Bangun Terminal merupakan dokumen yang memuat desain tata letak
fasilitas terminal.
b. Buku Kerja Rancang Bangun Terminal merupakan dokumen teknis yang memuat
rancangan detail desain Terminal yang meliputi paling sedikit struktur bangunan,
mekanikal elektrikal, lansekap, arsitektural, serta rencana anggaran biaya.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 15


c. Rancang Bangun dan Buku Kerja Rancang Bangun Terminal digunakan sebagai
dokumen acuan dalam pembangunan terminal dan pembuatannya harus
memperhatikan prakiraan volume angkutan yang dilayani, sinkronisasi tata letak
fasilitas terminal penumpang, pola pergerakan kendaraan dan pola pergerakan
orang di dalam terminal, manajemen dan rekayasa lalu lintas di dalam dan di sekitar
terminal dan arsitektural dan lansekap terminal.
d. Penyusunan Rancang Bangun Terminal harus dibuat sehingga terminal dapat
bermanfaat semaksimal mungkin untuk pelayanan angkutan orang.
e. Rencana Iinduk Terminal merupakan dokumen rencana pengembangan setiap
terminal penumpang di masa yang akan datang.
f. Rencana Induk Terminal memuat paling sedikit hal-hal sebagai berikut :
o kondisi saat ini;
o rencana pengembangan fasilitas utama;
o rencana pengembangan fasilitas penunjang;
o perubahan pola pergerakan kendaraan dan orang di dalam terminal;
o perubahan pola pergerakan lalu lintas di luar terminal;
o perubahan pemanfaatan tata ruang di sekitar terminal.
g. Rencana Induk Terminal) disusun oleh pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah
provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
h. Masa berlaku Rencana Induk Terminal adalah untuk jangka waktu 20 (dua puluh)
tahun.
i. Analisa dampak lalu lintas dan izin lingkungan terminal disusun dan diterbitkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.9. Perencanaan Tata Letak dan Desain Komponen Prasarana Terminal

Jika lokasi terminal telah ditentukan pada tahap sebelumnya atau telah ditentukan
karena alasan lainnya, maka pada lokasi tersebut perlu dilakukan perencanaan yang
lebih rinci mengenai tata letak dan perencanaan komponen-komponen, karena tata letak
sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas sistem terminal secara
keseluruhan. Suatu sistem tata letak yang baik adalah sistem tata letak yang
menghasilkan situasi situasi sebagai berikut :

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 16


a. Interaksi antara satu lintasan bus dengan lintasan bus lainnya dapat dilakukan
dengan baik, sehingga penumpang yang ingin melakukan transfer dapat dengan
mudah dilakukan;
b. Interaksi antara lalu lintas bus yang keluar/masuk terminal dengan baik, sehingga
tidak menyebabkan gangguan yang signifikan bagi kelancaran lalu lintas ataupun
kelancaran lalu lintas bus itu sendiri;
c. Interaksi antara penumpang dengan bus dapat dilakukan dengan mudah, sehingga
penumpang yang datang ke terminal dengan moda apapun (berjalan kaki, kiss &
ride, park & ride) dapat dengan mudah mencari lintasan bus yang diinginkan dan
juga penumpang yang baru turun dari bus dapat dengan mudah keluar dan
melanjutkan perjalanannya dengan moda lain.
d. Sirkulasi bus dapat dilakukan secara efektif dan efisien tanpa harus menyebabkan
bus harus mengalami delay yang berlebihan;
e. Sirkulasi kendaraan pribadi atau kendaraan lain non bus yang masuk/keluar terminal
dapat dilakukan dengan efektif dan efisien, sehingga tidak menyebabkan delay
ataupun menyebabkan gangguan pada lalu lintas lainnya.

Untuk menghasilkan sistem tata letak yang baik, maka komponen prasarana
terminal yang harus mendapat perhatian utama adalah :
a. jalur masuk dan jalur keluar untuk bus;
b. ramp untuk bus keluar dari atau masuk ke terminal dari jaringan jalan sekitar;
c. loading bay/bus bay/berth;
d. unloading platform untuk penumpang turun dari bus;
e. loading platform untuk penumpang yang akan naik ke bus
f. loading queue;
g. platform untuk penumpang menunggu;
h. platform untuk kiss & ride;
i. areal parkir untuk kendaraan pengantar/penjemput atau kendaraan milik penumpang;
j. jalur masuk dan keluar bagi kendaraan non bus;
k. fasilitas pelengkap lainnya, yaitu areal khusus untuk penyimpanan bus atau
perawatan bus, kios tempat penjualan tiket, papan informasi dan ruang kontrol.

Terdapat 4 (empat) tahapan yang perlu dilakukan dalam penentuan tata letak dan
desain fasilitas prasarana terminal yang antara laian adalah identifikasi karakteristik

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 17


dan pola pergerakan, identifikasi sistem/mekanisme operasional terminal, evaluasi
alternatif sistem operasi terminal yang terbaik dan penentuan dimensi rinci masing-
masing komponen.

2.9.1. Identifikasi Karakteristik dan Pola Pergerakan

Tujuan dari tahapan ini adalah mengidentifikasikan besaran dasar dan


karakteristik dari pergerakan-pergerakan yang akan diantisipasi dalam
terminal, meliputi pergerakan bus, penumpang dan kendaraan non bus. Adapun
analisa yang dilakukan meliputi :
a. penentuan klasifikasi dan fungsi terminal yang akan dibangun;
b. identifikasi komponen pergerakan yang akan diantisipasi;
c. prediksi dan estimasi banyaknya lintasan rute yang akan dilayani;
d. prediksi dan estimasi banyaknya penumpang yang akan dilayani untuk
masing-masing lintasan rute, baik besaran rata-rata maupun untuk kondisi
jam sibuk;
e. prediksi dan estimasi banyaknya penumpang yang akan menggunakan pola
“pedestrian”, pola “park & ride” dan pola “kiss & ride”;
f. prediksi pola besaran arrival rate dari bus untuk masing-masing lintasan
rute;
g. prediksi pola dan besaran arrival rate dari calon penumpang untuk
masing-masing tipe penumpang.

2.9.2. Identifikasi Sistem/Mekanisme Operasional Terminal

Sasaran yang ingin dicapai pada tahap ini adalah mendapatkan beberapa
alternatif dari sistem/mekanisme operasional terminal, meliputi pola interaksi
antara lintasan bus, pola interaksi antara bus dan penumpang, pola interaksi
antara penumpang dan penumpang dan pola sirkulasi, baik penumpang, pejalan
kaki, bus dan kendaraan lainnya. Adapun analisa yang dilakukan meliputi :
a. penentuan banyaknya lajur bus yang diperlukan, baik untuk jalur akses
maupun jalur keluar;
b. penentuan banyaknya platform/lajur bus dan bus bay yang diperlukan
dalam terminal;

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 18


c. penentuan pola penempatan lintasan rute dalam platform/lajur bus;
d. penentuan pola dan sistem sirkulasi bus;
e. penentuan pola dan sistem sirkulasi pejalan kaki;

f. penentuan pola dan sistem sirkulasi kendaraan non bus;


g. penentuan pola penempatan/tata letak masing-masing komponen prasarana
terminal berdasarkan pola dan sistem sirkulasi yang dicanangkan diatas.

2.9.3. Evaluasi Alternatif Sistem Operasi Terminal Yang Terbaik

Dari semua alternatif sistem operasional terminal yang telah dihasilkan


pada tahap sebelumnya, dilakukan evaluasi dalam usaha mendapatkan
alternatif yang terbaik. Kriteria utama yang diterapkan dalam menentukan
alternatif terbaik adalah efisiensi dan efektivitas pergerakan didadalam
terminal, dan pergerakan dari dan ke terminal. Metode analisa yang digunakan
adalah teori antrian dan/atau model simulasi. Aspek-aspek yang dianalisia pada
tahap evaluasi ini meliputi :
a. estimasi panjang antrian bus dan delay yang terbentuk pada masing-
masing lajur/platform;
b. estimasi panjang antrian dan waktu menunggu rata-rata yang dirasakan
penumpang pada masing-masing platform;
c. estimasi panjang antrian dan delay rata-rata yang dirasakan kendaraan non
bus di daerah park & ride dan kiss & ride;
d. estimasi waktu total transfer rata-rata yang dirasakan penumpang yang
melakukan transfer dan estimasi biaya.

2.9.4. Penentuan Dimensi Rinci Masing-Masing Komponen

Dari alternatif sistem operasional terminal yang terbaik, selanjutnya


dilakukan perhitungan dan analisas untuk menentukan besaran/dimensi rinci
dari masing-masing komponen prasarana terminal. Hasil yang diperoleh dari
tahapan ini adalah desain rinci dari seluruh komponen prasarana terminal.
Dalam penentuan dimensi rinci dari masing-masing komponen prasarana
terminal ini masukan dasar yang digunakan dalam analisa adalah :

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 19


a. pola, besaran kuantitatif dan karakteristik pergerakan dari masing-masing
entities (penumpang, bus dan kendaraan non bus);
b. standar desain dan standar geometrik yang berlaku.

a. Dimensi Dasar Komponen Prasarana Terminal

Dimensi dasar komponen-komponen prasarana di terminal bus


sangat dipengaruhi oleh besarnya bus yang akan dilayani, kemudahan
manuver, jumlah bus dan jumlah penumpang. Dimensi dasar secara umum
dari komponen-komponen prasarana terminal bus adalah :
o Lajur masuk/keluar untuk bus dengan lebar 3,5 meter dapat digunakan
untuk bus yang memiliki lebar 2,8 meter.
o Dimensi dasar untuk lebar lajur bus dalam terminal hendaknya dua
kali lajur bus biasa, atau cukup untuk menampung dua bus sekaligus,
baik untuk manuver maupun penyimpanan bus sementara. Untuk lajur
bus yang terletak di daerah unloading platform, lebar lajur bus dibuat
untuk cukup menampung dua bus, agar bus yang sudah kosong segera
dapat pergi, tanpa harus menunggu bus yang didepannya yang sedang
menurunkan penumpang;
o Clearence yang disediakan untuk manuver bus dari lajur bus di
terminal ke lajur bus untuk keluar hendaknya dibuat dengan
memperhatikan ukuran bus maksimum. Maksudnya agar bus dapat
berputar dengan mudah;
o Headroom yang cukup hendaknya disediakan agar bus dapat dengan
mudah memasuki terminal. Headroom clearence minimal yang
diperlukan adalah 4 meter, sedangkan side clearence minimal 40 cm.
o Ramp masuk dan ramp keluar hendaknya disediakan, terutama di
pertemuan antara lajur masuk/keluar bus dengan jaringan jalan.
Dimensi standar yang berlaku pada buku standar geometrik jalan
perkotaan Ditjen Bina Marga dapat digunakan.
o Dimensi unloading platform hendaknya adalah sedemikian sehingga
mampu menampung volume penumpang yang turun dari bus pada jam
sibuk, dan juga mampu menampung masuk dan keluarnya bus dari

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 20


bus bay. Perlu diperhatikan di sini apakah unloading platform
diizinkan untuk digunakan oleh bus yang sedang menunggu kosong.

o Dimensi loading platform harus ditentukan secara cermat dan


seksama, terutama agar mampu mengantisipasi lonjakan penumpang
pada jam sibuk. Lebar minimal loading platform adalah 2,5 meter.
Tetapi untuk platform yang diperkirakan akan timbul antrian yang
panjang akan membutuhkn lebar minimal 3-5 meter.

b. Dimensi Bus Way

Penentuan jumlah bus bay yang diperlukan untuk suatu lintasan rute
tertentu secara teoritis sebenarnya harus dilakukan dengan model simulasi,
tetapi pendekatan dengan model matematik sederhana juga dapat
dilakukan, misalnya berdasarkan teori antrian. Dengan menggunakan teori
antrian sederhana diperoleh bahwa kapasitas dari suatu berth tunggal
tergantung pada waktu naik dan turun penumpang per penumpang dan
jumlah penumpang yang dilayani. Hubungan matematisnya adalah sebagai
berikut :
3600 B
L=
Aa + Bb+ C
dimana :
L = jumlah penumpang yang dilayani di platform/berth per jam
B = jumlah penumpang yang naik per bus
b = waktu naik per penumpang (boarding time)
A = jumlah penumpang yang turun per bus
a = waktu turun per penumpang (alighting time)
C = clearence time antara dua bus

Selanjutnya jika diketahui jumlah penumpang naik ke bus per jam


yang melalui platform/berth, maka jumlah berth yang diperlukan dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 21


P ( bpS +C )
N=
3600S

dimana :
N = jumlah berth yang diperlukan
P = jumlah penumpang maksimum per jam yang harus dilayani
P = prosentase jumlah penumpang yang naik ke bus dari jumlah
maksimum per jam
S = kapasitas bus

Waktu naik dan turun bus per penumpang harus diketahui terlebih
dahulu untuk dapat menggunakan ruus diatas. Besarnya waktu naik dan
turun bus per penumpang ini dapat diketahui berdasarkan hasil survei,
dalam hal ini sangat tergantung pada jumlah pintu dan pengaturan pintu
masuk dan keluar. Sebagai ilustrasi contoh kasus berikut.

Untuk suatu lintasan bus tertentu telah ditetapkan akan


menggunakan lajur dan bus bay tersendiri di terminal. Dari hasil analisa
sebelumnya telah diestimasikan bahwa jumlah penumpang yang akan naik
bus per jam adalah 900 penumpang/jam, jumlah penumpang yang akan
naik ke bus rata-rata yang turun dari bus sebanyak 10 orang. Diasumsikan
clearence time antara bus yang satu dengan bus lainnya adalah 30 detik.
Berdasarkan hasil pengamatan sebelumnya waktu naik penumpang rata-
rata per penumpang adalah 3 detik dan waktu turun per penumpang adalah
2 detik. Dari rumus pertama, maka penumpang yang dapat dilayani per
berth per jam adalah L = 800. Maka jumlah berth yang dibutuhkan adalah
900/800 = 1,2, biasanya dibulatkan menjadi 2.

Jika selanjutnya persamaan kedua digunakan, maka perlu diketahui


terlebih dahulu besarnya P dan p. Katakanlah diasumsikan besarnya P
adalah 2800 penumpang per jam dan besarnya p = 30,5, maka jumlah
berth yang diperlukan adalah :

N = [2800 (3 x 0,3 x 70 + 30)] / (3600 x 70) = 1,3

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 22


dan dibulatkan ≈ 2

c. Karakteristik Geometrik Loading Berth

Dimensi dan tata letak loading berth (loading platform atau bus bay)
tergantung pada :
o luasan dan bentuk lahan yang tersedia untuk areal terminal;
o ukuran bus yang akan dilayani;
o jumlah penumpang yang akan dilayani.

Tata letak dari loading berth dapat diatur dalam 2 (dua) bentuk, yaitu
paralel dan sawtooth. Pada tata letak dengan bentuk paralel bus harus
berbelok sedikit untuk dapat maju ke depan pada saat harus meninggalkan
berth, sehingga diperlukan jarak yang cukup antar bus agar bus dengan
mudah berbelok sedikit dan maju. Bentuk tata letak paralel dapat dilihat
pada beberapa gambar berikut, sedangkan dimensi dasar dari berth dapat
dilihat pada beberapa tabet berikut.

Gambar 2.1
Tata Letak Loading Berth Paralel

Tabel 3.1
Standar Geometrik untuk Loading Berth Paralel
Bus Standar L = 12.0 m Bus Gandengan L = 18.0 m
W W
M A M A
Min Rec Min Rec
23 11 6.50 7.00 29 11 6.50 7.00
22 10 6.75 7.25 28 10 6.75 7.25
21 9 6.75 7.25 27 9 6.75 7.25
20 8 7.00 7.50 26 8 7.70 7.50
19 7 7.00 7.50 25 7 7.00 7.50
18 6 7.25 7.75 24 6 7.25 7.75

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 23


17 5 7.25 7.75 23 5 7.25 7.75
16 4 7.50 8.00 33 4 7.50 8.00
15 3 7.75 8.50 - - - -

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 24


Gambar 2.3
Tata Letak Loading Berth Bentuk Sawtooth

Tabel 2.4
Standar Geometrik untuk Loading Berth Sawtooth

Bus Standar L = 12.0 m Bus Gandengan L = 18.0 m


W W
M A M A
Min Rec Min Rec
19 8 7.00 8.00 27 10 8.00 9.00
18 7 7.50 8.25 26 9 8.50 9.25
17 6 7.50 8.50 25 8 8.50 9.50
16 5 8.00 9.00 24 7 8.75 9.50
15 4 8.50 9.00 23 6 9.00 9.75
14 3 9.00 9.50 22 5 9.00 10.00

Gambar 2.4
Tata Letak Loading Berth Bentuk Sawtooth

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 25


Tabel 2.5
Standar Geometrik untuk Loading Berth Swatooth

W W+D
M E D P
Min Rec Min Rec
A. Bus Standar L = 12.0 m
20 7 1.00 1.53 7.25 7.50 8.25 8.50
20 7 1.25 1.91 7.25 7.50 8.50 8.75
20 7 1.50 2.29 7.25 7.50 8.75 9.00
20 7 1.75 2.67 7.25 7.50 9.00 9.25
20 7 2.00 3.04 7.25 7.50 9.25 9.50
19 6 1.00 1.46 7.25 7.50 8.25 8.50
19 6 1.25 1.81 7.25 7.50 8.50 8.75
19 6 1.50 2.18 7.25 7.50 8.75 9.00
19 6 1.75 2.53 7.25 7.50 9.00 9.25
19 6 2.00 2.89 7.25 7.50 9.25 9.50
18 6 1.00 1.38 7.50 7.75 8.50 8.75
18 6 1.25 1.72 7.50 7.75 8.75 9.00
18 6 1.50 2.06 7.50 7.75 9.00 9.25
18 6 1.75 2.40 7.50 7.75 9.25 9.50
18 6 2.00 2.74 7.50 7.75 9.50 9.75
B. Bus Gandengan L = 18.0 m
25 7.5 1.00 1.53 7.50 7.75 8.50 8.75
25 7.5 1.25 1.95 7.50 7.75 8.75 9.00
25 7.5 1.50 2.30 7.50 7.75 9.00 9.25
24 6.5 1.00 1.46 7.75 8.00 8.75 9.00
24 6.5 1.25 1.81 7.75 8.00 9.00 9.25
24 6.5 1.50 2.20 7.75 8.00 9.25 9.50

d. Turning Circle

Sistem sirkulasi di dalam terminal merupakan aspek penting untuk


menghasilkan pergerakan yang efisien dan efektif sehingga pengaturan
yang berkenaan dengan sirkulasi bus sangat diperlukan. Salah satu aspek
penting berkaitan dengan masalah sirkulasi bus ini adalah “turning circle”
atau daerah putaran bus yang dipengaruhi oleh ukuran dan kecepatan bus.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 26


Suatu bus dengan ukuran tertentu yang sedang berputar akan
membentuk “turning circle” seperti terlihat pada gambar dibawah berikut.
Terlihat bahwa daerah clearence yang harus disediakan turning movement
ini adalah suatu daerah dengan jari-jari dalam sebesar R3 dan jari-jari
sebesar R2.

Gambar 3.4
Daerah Turning Circle untuk Bus

Untuk kecepatan bus sama atau lebih kecil dari 20 km/jam, maka
besaran standar geometrik dari “turning circle” dapat dilihat pada Tebel
2.6 berikut.

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 27


Tabel 3.5
Besaran Standar Geometrik Untuk “Turning Circle”

Jarak
Jumla Panjan
Tipe Bus Lebar Antar R1 R2 R3
h Seat g
Roda
Standar Bus 70 12.2 2.3 7.3 12.9 11.3 5.4
Midi bus 50 10.7 2.3 6.0 11.0 9.6 5.4
Bus gandeng 120 18.3 2.3 7.3 12.8 11.1 6.2

Sedangkan untuk kecepatan bus melebihi 20 km/jam, dimensi


geometrik dari “turning circle” ditentukan berdasarkan rumus matematis
berikut :

Wc=U +C +Fa +Z

keterangan :
Wc = lebar curve
U = lebar trak kendaraan
C = lateral clearence
Fa = lebar untuk overhang depan
Z = besaran empiris yang mempresentasikan tingkat kesulitan

Lebar trak kendaraan adalah lebar maksimum antara roda dalam dan
roda luar, dimana secara matematis diberikan dengan rumus berikut :

0. 5
U=u+R−( R 2−L2 )

keterangan :
u = lebar trak normal (2.6 meter)
R = radius dalam
L = whell base

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 28


Sedangkan besarnya Fa dihitung dengan rumus sebagai berikut :

2 0. 5
Fa=[ R + A ( 2L+ A ) ] −R

keterangan :
A = front overhang

Dan besarnya Z dihitung dari rumus berikut :

0. 5
Z =0 .1V/R

Contoh perhatikan kondisi berikut :


Kecepatan rata-rata bus saat berbelok adalah 30 km/jam, radius dalam
maksimum adalah 20 meter, maka berdasarkan rumus-rumus di atas :

U = 2.6 + 20 – [400 – (7.3)2] 0.5 = 3.98 m


Fa = [400 + 2.5 (2 x 7.3 + 2.5)] 0.5 – 20 = 1.04 m
Z = 0.1 (30)/(20) 0.5

Maka untuk lebar curve untuk lajur tunggal adalah :

Wc = 3.98 + 0.75 + 1.04 + 0.67


= 6.44

Penyusunan Studi Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang II - 29

Anda mungkin juga menyukai