Dasar Hukum
Beberapa produk hukum yang digunakan sebagai acuan dan dasar dalam
Penyusunan Rencana Induk Terminal Tipe B Teluk Batang ini adalah sebagai berikut :
a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan;
c. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2015 tentang Standar
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM.31 Tahun 1995 tentang Terminal
Transportasi Jalan;
e. Peraturan Daerah Kabupaten Kayong Utara Nomor 17 Tahun 2011 tentang
Retribusi Terminal.
Menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ) dan PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan LLAJ, Terminal adalah
pangkalan Kendaraan Bermotor Umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan
dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta
perpindahan moda angkutan.
a. Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan
umum.
b. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas.
c. Prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk
melancarkan arus penumpang dan barang.
d. Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota.
a. Titik simpul dalam sitem transportasi, tempat terjadinya putus arus yang merupakan
prasarana angkutan yang berfungsi pokok sebagai pelayanan umum, berupa tempat
kendaraan umum, menaikkan dan menurunkan penumpang dan barang, tempat
perpindahan penumpang dan barang baik intra maupun antar moda kendaraan yang
terjadi sebagai akibat adanya arus pergerakan manusia dan barang serta tuntutan
efisiensi transportasi.
b. Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas dan
kendaraan umum.
c. Prasarana angkutan yang merupakan bgaian dari system transportasi untuk
melancarkan arus penumpang dan barang.
Menurut UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(LLAJ) dan PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan LLAJ, fungsi
diselenggarakannya terminal penumpang adalah Untuk mengatur kedatangan dan
keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang, serta perpindahan moda angkutan
yang terpadu dan pengawasan angkutan.
Berdasarkan Juknis LLAJ (1995), fungsi Terminal Angkutan Jalan dapat ditinjau
dari 3 (tiga) unsur kepentingan sebagai berikut :
a. Fungsi terminal bagi penumpang, adalah untuk kenyamanan menunggu,
kenyamanan perpindahan dari satu moda atau kendaraan ke moda atau kendaraan
lain, tempat fasilitas-fasilitas informasi dan fasilitas parkir kendaraan pribadi.
b. Fungsi terminal bagi pemerintah, adalah dari segi perencanaan dan manajemen lalu
lintas untuk menata lalu lintas dan angkutan serta menghindari dari kemacetan,
sumber pemungutan retribusi dan sebagai pengendali kendaraan umum.
c. Fungsi terminal bagi operator/pengusaha adalah pengaturan operasi bus,
penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak bus dan sebagai fasilitas
pangkalan.
Berdasarkan beberapa kriteria dan fungsi Terminal Penumpang sebagaimana
diuraikan di atas jelas bahwa ada beberapa pihak yang berkepentingan dalam
penyelenggaraan terminal, yaitu Penumpang atau masyarakat sebagai pengguna jasa
(user), para pengusaha angkutan sebagai penyedia jasa (operator) dan Pemerintah
sebagai pengelola dan fungsi manajemen (regulator) agar terciptanya keamanan,
keselamatan, ketertiban dan kelancaran pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan. Untuk
mangakomodir dan memenuhi kebutuhan dan kepentingan dari semua unsure tersebut
maka pembangunan terminal harus benar-benar didahului oleh perencanaan yang
matang.
Sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang
LLAJ dan PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang Jaringan LLAJ, dimana dipersyaratkan
bahwa setiap penyelenggara terminal penumpang wajib menyediakan fasilitas terminal
yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan. Fasilitas terminal tersebut
adalah Fasilitas Utama dan Fasilitas Penunjang.
Fasilitas utama merupakan fasilitas yang mutlak atau harus ada pada
Terminal Penumpang untuk pelaksanaan fungsi pokok terminal yang terdiri
terdiri dari :
a. jalur keberangkatan;
b. jalur kedatangan;
c. ruang tunggu penumpang, pengantar, dan/atau penjemput;
d. tempat naik turun penumpang;
e. tempat parkir kendaraan;
f. fasilitas pengelolaan lingkungan hidup;
g. perlengkapan jalan;
h. media informasi;
i. kantor penyelenggara Terminal; dan
j. loket penjualan tiket.
Penyediaan fasilitas bagi penumpang penyandang cacat dan ibu hamil atau
menyusui disesuaikan dengan kebutuhan terkait dengan luasan dan jenis fasilitas
yang akan disediakan. Untuk memberikan informasi kepada pengguna terminal,
fasilitas bagi penyandang cacat dan ibu hamil/menyusui wajib dilengkapi dengan
rambu dan/atau petunjuk.
N
JENIS FASILITAS DIMENSI
O
FASILITAS UTAMA
1. Jalur Kerangkatan Kendaraan Umum AKAP 42 M2/kendaraan
2. Jalur Kedatangan Kendaraan Umum AKDP 27 M2/kendaraan
3. Jalur Tunggu Kendaraan Umum AKOT/ADES 20 M2/kendaraan
Sesuai dengan cara parkir
4. Ruang Tunggu Penumpang. 1 M2/pnp
5. Jalur Lintasan
6. Bangunan Kantor Terminal, Menara Sesuai dengan jumlah pegawai
Pengawasan, Pos Pemeriksaan KPS, Loket
Penjualan Tiket
7. Tempat Istirahat Kendaraan Angkutan Umum. AKAP 42 M2/kendaraan
AKDP 27 M2/kendaraan
AKOT/ADES 20 M2/kendaraan
Sesuai dengan cara parkir
8. Menara Pengawas Sesuai dengan jumlah pengawas
9. Loket Penjualan Karcis
10. Rambu-Rambu lalu Lintas, Papan Informasi,
Rambu Penunjuk Jurusan, Tarif dan Jadwal
Perjalanan
11. Tempat Parkir Kendaraan Pribadi dan Taksi. Taksi 20 M2/kendaraan
Kend pribadi 20 M2/kendaraan
Sesuai dengan cara parkir
FASILITAS PENUNJANG
1. Kamar Kecil / Toilet 80 % dari musholla
2. Musholla Jumlah jalur 1-5, luas 17,5 M2
Jumlah jalur 2-10, luas 35 M2
Jumlah jalur 11-15, luas 52,5 M2
Jumlah jalur 16-20, luas 70 M2
Jumlah jalur > 20, luas 87,5 M2
3. Kios/Kantin 60% x Ruang Tunggu Penumpang.
4. Ruang Pengobatan 45 M2
5. Ruang Informasi Dan Pengaduan 12 M2
6. Telepon Umum
7. Taman 30% dari Luas Lahan Keseluruhan
CADANGAN PENGEMBANGAN
8. Cadangan Pengembangan 100% dari Luas Lahan Keseluruhan
Sebagai simpul jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, Terminal Penumpang
menunjukkan sumber aktivitas pergerakan orang yang merupakan unsur Jaringan
Transportasi Jalan yang sangat penting disamping unsur ruang kegiatan, ruang lalu
lintas dan struktur kotanya. Hubungan Terminal Penumpang dengan Jaringan
Transportasi Jalan (JTJ) dapat digambarkan sebagaimana pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Unsur-unsur Jaringan Transportasi Jalan
No Unsur JTJ JTJ Primer I JTJ Primer II
Simpul dan atau ruang Simpul dan atau ruang kegiatan
1 Batasan
kegiatan yang disusun yang disusun mengikuti
mengikuti ketentuan tata ruang ketentuan tata ruang dan struktur
dan wilayah tingkat nasional pengembangan wilayah tingkat
regional
Terminal Tipe A Terminal Tipe B
2 Simpul
Pelabuhan Sungai Utama Pelabuhan Sungai Pengumpul
Transportasi
Stasiun KA Besar Stasiun KA Sedang
Pelabuhan Penyeberangan Pelabuhan Penyeberangan
Pelabuhan Laut Pelabuhan Laut
Bandara Bandara
Kawasan Andalan Nasional Kawasan Andalan Provinsi
3 Ruang Kegiatan
Strategis Nasional Strategis bagi Kepentingan
Kawasan Andalan Provinsi Provinsi
Strategis Bagi Kepentingan Kawasan Andalan Kabupaten
Nasional Strategis Bagi Kepentingan
Kawasan Andalan Propinsi
Kabupaten Strategis bagi
Kepentingan Nasional
Arteri & Kolektor Primer Kolektor Primer
4 Ruang Lalu Lintas
Lokal Primer bernilai Lokal Primer bernilai Provinsi
Nasional Jalan Provinsi
Jalan Nasional Jalan Kabupaten bernilai
Jalan Provinsi bernilai Provinsi
nasional Jalan Kelas III
Jalan kelas I , II dan Jalan
kelas III bernilai Nasional
5 Struktur Kota Ibukota Provinsi Ibukota Kabupaten/Kota
Ibukota kabupaten yang Ibukota kabupaten yang
bernilai strategis secara bernilai strategis secara
nasional propinsi
Ibukota kabupaten dengan Ibukota kabupaten dengan
simpul transportasi, ruang simpul transportasi, ruang
kegiatan dan ruang lalu kegiatan dan ruang lalu lintas
lintas sesuai kriteria JTJ sesuai kriteria JTJ Primer II
Primer I
Ada dua pendekatan dalam penentuan lokasi terminal dan sebaran lokasinya.
Konsep pertama adalah central terminating, yaitu pengembangan satu terminal yang
terpadu di tengah kota yang melayani semua jenis angkutan. Kedua adalah nearside
terminating, yaitu mengembangkan beberapa terminal di pinggiran kota. Central
terminating lebih tepat untuk diterapkan bagi kota-kota yang sedang berkembang,
sedangkan nearside terminating angkutan antar kota berakhir di pinggiran kota
kemudian perjalanan dilanjutkan dengan angkutan kota, dipergunakan untuk kota-kota
lama, cocok untuk mengatasi kemacetan di pusat kota.
Studi perencanaan lokasi terminal merupakan tahapan yang cukup penting dalam
perencanaan terminal, karena terminal yang baik adalah terminal yang secara sistem
jaringan mampu berperan dalam melancarkan pergerakan sistem transportasi secara
keseluruhan. Aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan lokasi
terminal adalah :
a. Tipe terminal yang akan
dibangun;
b. Komponen pergerakan
yang akan dilayani (loading, unloading, transfer, kiss & ride, park & ride dll);
c. Tipe lintasan rute yang
akan dilayani (trunk routes, collector routes atau local routes);
d. Jumlah lintasan rute yang
akan dilayani;
e. Kondisi dan karakteristik
tata guna lahan pada daerah sekitar terminal;
Secara teoritis, tahapan tahapan yang perlu dilakukan dalam penentuan lokasi
terminal adalah :
a. Estimasik Tipe Terminal yang akan dibangun;
b. Estimasi kebutuhan luas lahan yang diperlukan. Estimasi dapat dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan perkiraan jumlah lintasan bus yang akan dilayani.
Selanjutnya diestimasikan secara lebih rinci jumlah bus dan jumlah penumpang per
hari yang akan dilayani. Dari data tersebut dapat diestimasi luas lahan yang
diperlukan untuk masing-masing komponen prasarana terminal;
c. Identifikasi beberapa alternatif lokasi terminal didasarkan pada jumlah dan jenis
lintasan yang mungkin dilayani dan luasan lahan yang dibutuhkan.
d. Selanjutnya untuk masing-masing alternatif lokasi terminal, perlu dilakukan hal-hal
sebagai berikut :
o Identifikasi kondisi dan karakteristik tata guna lahan dan cek luasan lahan yang
mungkin tersedia;
o Identifikasi karakteristik dan kondisi jaringan jalan di sekitar lokasi terminal;
o Identifikasi karakteristik dan kondisi lalu lintas yang ada pada jaringan jalan;
o Estimasi karakteristik lalu lintas yang akan dibangkitkan oleh terminal tersebut.
o Identifikasi sistem sirkulasi keluar-masuk bus dan kendaraan lain dari dan ke
jaringan jalan di sekitar lokasi terminal;
o Pembebanan (traffic assignment) dari volume lalu lintas yang dibangkitkan
pada jaringan jalan yang ada di sekitar lokasi.
o Identifikasikan titik-titik mana dalam jaringan jalan sekitar yang diperkirakan
rawan terhadap kemacetan ataupun gangguan lalu lintas. Berikan beberapa
solusi yang dimungkinkan untuk mengantisipasi permasalahan yang ada.
e. Evaluasi secara menyeluruh terhadap semua alternatif untuk menentukan alternatif
terbaik berdasarkan kriteria tertentu.
Sesuai dengan ketentuan yang diatur dengan PP Nomor 79 Tahun 2013 tentang
Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dipersyaratkan bahwa Pembangunan
Terminal harus dilengkapi dengan Rancang Bangun, Buku Kerja Rancang Bangun,
Rencana Induk Terminal, Analisa Dampak Lalu Lintas (andalalin) dan kajian/izin
lingkungan (Amdal, UKL, UPL) dengan beberapa kriteria dan ketentuan sebagai
berikut :
a. Rancang Bangun Terminal merupakan dokumen yang memuat desain tata letak
fasilitas terminal.
b. Buku Kerja Rancang Bangun Terminal merupakan dokumen teknis yang memuat
rancangan detail desain Terminal yang meliputi paling sedikit struktur bangunan,
mekanikal elektrikal, lansekap, arsitektural, serta rencana anggaran biaya.
Jika lokasi terminal telah ditentukan pada tahap sebelumnya atau telah ditentukan
karena alasan lainnya, maka pada lokasi tersebut perlu dilakukan perencanaan yang
lebih rinci mengenai tata letak dan perencanaan komponen-komponen, karena tata letak
sangat berpengaruh terhadap efisiensi dan efektivitas sistem terminal secara
keseluruhan. Suatu sistem tata letak yang baik adalah sistem tata letak yang
menghasilkan situasi situasi sebagai berikut :
Untuk menghasilkan sistem tata letak yang baik, maka komponen prasarana
terminal yang harus mendapat perhatian utama adalah :
a. jalur masuk dan jalur keluar untuk bus;
b. ramp untuk bus keluar dari atau masuk ke terminal dari jaringan jalan sekitar;
c. loading bay/bus bay/berth;
d. unloading platform untuk penumpang turun dari bus;
e. loading platform untuk penumpang yang akan naik ke bus
f. loading queue;
g. platform untuk penumpang menunggu;
h. platform untuk kiss & ride;
i. areal parkir untuk kendaraan pengantar/penjemput atau kendaraan milik penumpang;
j. jalur masuk dan keluar bagi kendaraan non bus;
k. fasilitas pelengkap lainnya, yaitu areal khusus untuk penyimpanan bus atau
perawatan bus, kios tempat penjualan tiket, papan informasi dan ruang kontrol.
Terdapat 4 (empat) tahapan yang perlu dilakukan dalam penentuan tata letak dan
desain fasilitas prasarana terminal yang antara laian adalah identifikasi karakteristik
Sasaran yang ingin dicapai pada tahap ini adalah mendapatkan beberapa
alternatif dari sistem/mekanisme operasional terminal, meliputi pola interaksi
antara lintasan bus, pola interaksi antara bus dan penumpang, pola interaksi
antara penumpang dan penumpang dan pola sirkulasi, baik penumpang, pejalan
kaki, bus dan kendaraan lainnya. Adapun analisa yang dilakukan meliputi :
a. penentuan banyaknya lajur bus yang diperlukan, baik untuk jalur akses
maupun jalur keluar;
b. penentuan banyaknya platform/lajur bus dan bus bay yang diperlukan
dalam terminal;
Penentuan jumlah bus bay yang diperlukan untuk suatu lintasan rute
tertentu secara teoritis sebenarnya harus dilakukan dengan model simulasi,
tetapi pendekatan dengan model matematik sederhana juga dapat
dilakukan, misalnya berdasarkan teori antrian. Dengan menggunakan teori
antrian sederhana diperoleh bahwa kapasitas dari suatu berth tunggal
tergantung pada waktu naik dan turun penumpang per penumpang dan
jumlah penumpang yang dilayani. Hubungan matematisnya adalah sebagai
berikut :
3600 B
L=
Aa + Bb+ C
dimana :
L = jumlah penumpang yang dilayani di platform/berth per jam
B = jumlah penumpang yang naik per bus
b = waktu naik per penumpang (boarding time)
A = jumlah penumpang yang turun per bus
a = waktu turun per penumpang (alighting time)
C = clearence time antara dua bus
dimana :
N = jumlah berth yang diperlukan
P = jumlah penumpang maksimum per jam yang harus dilayani
P = prosentase jumlah penumpang yang naik ke bus dari jumlah
maksimum per jam
S = kapasitas bus
Waktu naik dan turun bus per penumpang harus diketahui terlebih
dahulu untuk dapat menggunakan ruus diatas. Besarnya waktu naik dan
turun bus per penumpang ini dapat diketahui berdasarkan hasil survei,
dalam hal ini sangat tergantung pada jumlah pintu dan pengaturan pintu
masuk dan keluar. Sebagai ilustrasi contoh kasus berikut.
Dimensi dan tata letak loading berth (loading platform atau bus bay)
tergantung pada :
o luasan dan bentuk lahan yang tersedia untuk areal terminal;
o ukuran bus yang akan dilayani;
o jumlah penumpang yang akan dilayani.
Tata letak dari loading berth dapat diatur dalam 2 (dua) bentuk, yaitu
paralel dan sawtooth. Pada tata letak dengan bentuk paralel bus harus
berbelok sedikit untuk dapat maju ke depan pada saat harus meninggalkan
berth, sehingga diperlukan jarak yang cukup antar bus agar bus dengan
mudah berbelok sedikit dan maju. Bentuk tata letak paralel dapat dilihat
pada beberapa gambar berikut, sedangkan dimensi dasar dari berth dapat
dilihat pada beberapa tabet berikut.
Gambar 2.1
Tata Letak Loading Berth Paralel
Tabel 3.1
Standar Geometrik untuk Loading Berth Paralel
Bus Standar L = 12.0 m Bus Gandengan L = 18.0 m
W W
M A M A
Min Rec Min Rec
23 11 6.50 7.00 29 11 6.50 7.00
22 10 6.75 7.25 28 10 6.75 7.25
21 9 6.75 7.25 27 9 6.75 7.25
20 8 7.00 7.50 26 8 7.70 7.50
19 7 7.00 7.50 25 7 7.00 7.50
18 6 7.25 7.75 24 6 7.25 7.75
Tabel 2.4
Standar Geometrik untuk Loading Berth Sawtooth
Gambar 2.4
Tata Letak Loading Berth Bentuk Sawtooth
W W+D
M E D P
Min Rec Min Rec
A. Bus Standar L = 12.0 m
20 7 1.00 1.53 7.25 7.50 8.25 8.50
20 7 1.25 1.91 7.25 7.50 8.50 8.75
20 7 1.50 2.29 7.25 7.50 8.75 9.00
20 7 1.75 2.67 7.25 7.50 9.00 9.25
20 7 2.00 3.04 7.25 7.50 9.25 9.50
19 6 1.00 1.46 7.25 7.50 8.25 8.50
19 6 1.25 1.81 7.25 7.50 8.50 8.75
19 6 1.50 2.18 7.25 7.50 8.75 9.00
19 6 1.75 2.53 7.25 7.50 9.00 9.25
19 6 2.00 2.89 7.25 7.50 9.25 9.50
18 6 1.00 1.38 7.50 7.75 8.50 8.75
18 6 1.25 1.72 7.50 7.75 8.75 9.00
18 6 1.50 2.06 7.50 7.75 9.00 9.25
18 6 1.75 2.40 7.50 7.75 9.25 9.50
18 6 2.00 2.74 7.50 7.75 9.50 9.75
B. Bus Gandengan L = 18.0 m
25 7.5 1.00 1.53 7.50 7.75 8.50 8.75
25 7.5 1.25 1.95 7.50 7.75 8.75 9.00
25 7.5 1.50 2.30 7.50 7.75 9.00 9.25
24 6.5 1.00 1.46 7.75 8.00 8.75 9.00
24 6.5 1.25 1.81 7.75 8.00 9.00 9.25
24 6.5 1.50 2.20 7.75 8.00 9.25 9.50
d. Turning Circle
Gambar 3.4
Daerah Turning Circle untuk Bus
Untuk kecepatan bus sama atau lebih kecil dari 20 km/jam, maka
besaran standar geometrik dari “turning circle” dapat dilihat pada Tebel
2.6 berikut.
Jarak
Jumla Panjan
Tipe Bus Lebar Antar R1 R2 R3
h Seat g
Roda
Standar Bus 70 12.2 2.3 7.3 12.9 11.3 5.4
Midi bus 50 10.7 2.3 6.0 11.0 9.6 5.4
Bus gandeng 120 18.3 2.3 7.3 12.8 11.1 6.2
Wc=U +C +Fa +Z
keterangan :
Wc = lebar curve
U = lebar trak kendaraan
C = lateral clearence
Fa = lebar untuk overhang depan
Z = besaran empiris yang mempresentasikan tingkat kesulitan
Lebar trak kendaraan adalah lebar maksimum antara roda dalam dan
roda luar, dimana secara matematis diberikan dengan rumus berikut :
0. 5
U=u+R−( R 2−L2 )
keterangan :
u = lebar trak normal (2.6 meter)
R = radius dalam
L = whell base
2 0. 5
Fa=[ R + A ( 2L+ A ) ] −R
keterangan :
A = front overhang
0. 5
Z =0 .1V/R