Implementation of REDD+ Activities in Conservation Area of Indonesia)
Implementation of REDD+ Activities in Conservation Area of Indonesia)
Ari Wibowo
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim
Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor, 16118, Indonesia.
E-mail: ariwibowo61@yahoo.com
ABSTRACT
Reducing Emissions from Deforestation and Degradation Plus (REDD+) is a mechanism that is being established at the
global level as a climate change mitigation mechanism in forestry sector. The study was conducted by collecting information related to
the policies and regulations on the implementation of REDD+ activities at the national level, methodological aspects at the global level
and lessons learned from the implementation of Demonstration Activities REDD in the conservation areas. The results showed that
the Government had issued various regulations and technical guidances related to REDD+, including activities in the conservation
area. However, in line with current developments, these regulations need to be updated or revised. The REDD+ implementation
methodology was provided based on the IPCC guidelines, and not specific for the conservation area. Implementation of REDD+
activities in the conservation areas, in addition to reduce emissions but also a chance to gain incentive, could also support forest
sustainability, biodiversity and improve people's welfare. Nevertheless, some obstacles was also encountered in the implementation of
REDD+. Therefore, strategies for the future are very necessary, so that REDD+ could be implemented and could achieve its
objectives, without being fully dependent on the development of negotiations at the global level.
ABSTRAK
Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD+) adalah mekanisme yang sedang dibangun di
tingkat global sebagai kegiatan mitigasi perubahan iklim sektor kehutanan. Kajian ini dilakukan dengan
mengumpulkan informasi tentang ketentuan/peraturan penyelenggaraan kegiatan REDD+ di tingkat nasional,
aspek metodologi di tingkat global serta pembelajaran dari implementasi Demonstration Activities REDD di
kawasan konservasi. Hasil kajian menunjukkan bahwa Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan dan
petunjuk teknis terkait REDD+ termasuk pada kawasan konservasi. Namun sejalan dengan perkembangan yang
terjadi, peraturan ini perlu diperbaharui atau direvisi. Metodologi implementasi REDD+ telah tersedia yang
didasarkan kepada IPCC Guideline, dan tidak spesifik untuk kawasan konservasi. Penyelenggaraan kegiatan
REDD+ di kawasan konservasi, selain menurunkan emisi dan adanya peluang insentif juga dapat menunjang
kelestarian hutan, keanekaragaman hayati dan meningkatkan kehidupan masyarakat. Meskipun demikian
dijumpai hambatan dalam implementasi REDD+, dan diperlukan strategi ke depan agar REDD+ bisa
diterapkan, dan mencapai tujuan tanpa sepenuhnya bergantung kepada perkembangan negosiasi di tingkat
global.
185
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 3, Desember 2016: 185-199
186
Implementasi Kegiatan REDD+ pada Kawasan Konservasi di Indonesia
Ari Wibowo
lapangan cenderung tidak sesuai dengan yang menentukan arah kegiatan yang paling efektif
diharapkan. Evaluasi perlu dilakukan untuk untuk mencapai tujuan.
mengetahui ketersediaan perangkat pendukung
REDD+ dari segi kebijakan dan metodologi di
tingkat nasional dan global, khususnya untuk III. HASIL DAN PEMBAHASAN
kawasan konservasi.
Implementasi berbagai kegiatan DA REDD A. Kebijakan Implementasi REDD+ dan
khususnya di kawasan konservasi seperti di TN Peraturan Terkait Kawasan Konservasi
Meru Betiri, TN Sebangau dan TN Berbak perlu Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
dimanfaatkan sebagai pembelajaran untuk berbagai petunjuk dan peraturan terkait REDD+
mendukung agar implementasi REDD secara luas seperti Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan. P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan
Demonstration Activities Pengurangan Emisi
B. Pengumpulan dan Analisis Data Karbon dari Deforestasi dan Degradasi Hutan,
Data yang dikumpulkan berupa data primer Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut)
dan data sekunder. Data primer meliputi observasi Nomor P.30/Menhut-II/2009 tentang Tata Cara
langsung dan wawancara dengan stakeholder di Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan
tingkat pusat (KLHK) dan pengelola DA REDD Degradasi Hutan (REDD) serta Standar Nasional
di kawasan konservasi. Data sekunder adalah Indonesia (SNI) Nomor 7848 tahun 2013 tentang
berbagai laporan, peraturan dan referensi yang penyelenggaraan DA REDD. Peraturan terkait
berkaitan dengan kegiatan kajian, yang diperoleh REDD+ yang menjadi rujukan adalah Permenhut
dari studi literatur, data dari instansi atau lembaga Nomor P. 20/Menhut-II/2012 tentang
terkait. Data yang dikumpulkan adalah informasi Penyelenggaraan Karbon Hutan. Menindaklanjuti
terkait REDD+, DA REDD+, berbagai Permenhut Nomor P. 20/Menhut-II/2012,
peraturan perundangan di tingkat nasional dan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
global serta berbagai laporan pelaksanaan DA Konservasi Alam (PHKA) telah mengeluarkan
REDD di tingkat tapak. Peraturan Direktur Jenderal PHKA Nomor
Analisis data dilakukan secara deskriptif P.7/IV-Set/2012 tentang tata cara permohonan
untuk memberikan gambaran tentang berbagai dan penilaian registrasi serta penyelenggaraan DA
kebijakan dan peraturan yang telah dikeluarkan di REDD+ di hutan konservasi .
tingkat nasional termasuk pada kawasan
konservasi, serta metodologi yang tersedia di 1. P.20/Menhut-II/2012 Tentang Penyeleng-
tingkat global baik dari mekanisme wajib atau garaan Karbon Hutan, dikeluarkan bulan
sukarela (voluntary). April 2012
Dari berbagai informasi yang diperoleh
termasuk dari lapangan terkait implementasi DA Permenhut ini memuat berbagai ketentuan
REDD di kawasan konservasi, dievaluasi sebagai berikut :
menggunakan metode SWOT (Holt, et al., 2014). · Prinsip Dasar: Penyelenggaraan karbon terdiri
Analisis SWOT dilakukan untuk mengevaluasi dari DA dan implementasi kegiatan karbon
kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), hutan. Kegiatan karbon hutan dapat berupa
peluang (opportunities) dan ancaman (threats) penyimpanan dan/atau penyerapan karbon,
terhadap pelaksanaan suatu kegiatan, yang dalam yang dapat dilaksanakan pada hutan negara
hal iniimplementasi REDD+ di kawasan dengan fungsi hutan produksi; hutan lindung;
konservasi. Humphrey (2005), (Blake dan hutan konservasi; serta hutan hak/ hutan
Wijetilaka, 2015), menjelaskan bahwa Analisis rakyat. Penyelenggara karbon hutan dapat
SWOT dapat dimanfaatkan untuk meng- dilaksanakan oleh Pemerintah; Badan Usaha
eksplorasi solusi baru terhadap permasalahan Milik Negara/Daerah/Swasta; Koperasi; dan
yang timbul, mengidentifikasi hambatan yang Masyarakat. Kriteria Kegiatan DA yaitu,
memengaruhi tercapainya tujuan kegiatan, membangun proses-proses pembuatan atau
187
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 3, Desember 2016: 185-199
188
Implementasi Kegiatan REDD+ pada Kawasan Konservasi di Indonesia
Ari Wibowo
2. Peraturan Direktorat Jenderal PHKA Oktober 2012, yang berisi 12 pasal, sebagai acuan
Nomor P.7/IV-Set/2012 tentang Tata Cara bagi pemrakarsa, mitra dan pemerintah dalam
Permohonan dan Penilaian Registrasi pengajuan registrasi dan penyelenggaraan DA
serta Penyelenggaraan DA REDD+ di REDD+ di kawasan konservasi. Lokasi DA
Hutan Konservasi REDD+ meliputi Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru.
Sebelum dibentuknya KLHK, fungsi
Registrasi oleh pemrakarsa melalui permohonan
pengendalian perubahan iklim dilaksanakan oleh
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
masing-masing eselon I teknis termasuk
kepada Ketua Kelompok Kerja Perubahan Iklim
Direktorat Jenderal PHKA yang membawahi
(Pokja PI) dan Ditjen Planologi.
kawasan konservasi. Dari hasil pelaksanaan DA
Untuk menilai persyaratan DA REDD+ di
REDD di beberapa kawasan Taman Nasional,
kawasan konservasi, telah disusun matriks sebagai
Dirjen PHKA berinisiatif mengeluarkan
berikut:
Perdirjen Nomor P.7/IV-Set/2012 tanggal 31
Tabel 1. Matriks tata cara penilaian permohonan registrasi DA REDD+ di kawasan konservasi
Table 1. Matrix of evaluation procedures for registration of DA REDD in conservation area
Nama Penilai : Tanggal
Instansi
Am-bang batas
Cek List Nilai Ambang Batas
Judul (Title) tercapai ya/tidak
(Check list) (Points) (Treshold)
(Treshold gained yes/no)
Halaman Judul
Halaman depan/Lembar pengesahan/Ringkasan Ada/tidak
Aspek I : Pendahuluan (15) 10 Ya/tidak
1.1. Latar Belakang (5)
1.2. Maksud dan Tujuan (5)
1.3. Lokasi DA REDD+ (5)
Aspek 2: Isi Proposal Permohonan (70) 50 Ya/tidak
2.1. Status lokasi DA REDD+ (10) 7 Ya/tidak
2.1.1. Peta Lokasi Pelaksanaan DA (5)
2.1.2. SK Menhut tentang penunjukkan dan penetapan kawasan hutan (5)
2.2. Rancangan kerjasama dan perkiraan biaya (10) 7 Ya/tidak
2.2.1. Rancangan kerjasama (5)
2.2.2. Perkiraan biaya (5)
2.3. Rancangan kegiatan dan metodologi (10) 8 Ya/tidak
2.3.1. Rancangan kegiatan (5)
2.3.2. Metodologi (5)
2.4. Data dan informasi (15) 10 Ya/tidak
2.4.1. Data perkiraan stok (5)
2.4.2. Data perkiraan serapan (5)
2.4.3. Skenario emisi (REL/RL) (5)
2.5. Sumber dana dan mekanisme insentif (10) 7 Ya/tidak
2.5.1. Informasi sumber dana (5)
2.5.2. Mekanisme insentif (5)
2.6. Kajian Manajemen Resiko (10) 8 Ya/tidak
2.6.1. Informasi jenis dan tingkat ancaman dan resiko terhadap
deforestasi dan degradasi (5)
2.6.2. Mitigasi seriko (5)
2.7. Rencana keberlanjutan (sustainability) 3 Ya/tidak
Aspek 3. Aspek Manajemen (10) 7 Ya/tidak
3.1. Kelembagaan/Tata Kelola (10) 7
3.1.1. Rancangan struktur organisasi DA (5)
3.1.2. Kajian peran serta para pihak (5)
3.2. Pelaporan Ya/tidak
Lampiran 3 Ya/tidak
Dokumen terkait (misal penataan zonasi, dokumen kerja sama dll) (5)
Nilai Akhir Permohonan (100) Ya/tidak 70 Ya/tidak
Keterangan (Remark) : 0 = gagal (fail), 1 = sangat buruk (very bad), 2 = buruk (bad), 3 = sedang/cukup(moderate), 4 = baik (good), 5 = sangat baik (excellent)
Hasil penilaian: < 70: permohonan dikembalikan untuk diperbaiki (application returned for improvement);
> 70 : permohonan bisa diperoses selanjutnya (application proceed)
Sumber (Source): Perdirjen Nomor P.7/IV-Set/2012
189
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 3, Desember 2016: 185-199
Selanjutnya dengan dibentuknya KLHK, dan sehingga kurang didukung. Akibatnya, upaya
berubahnya nomenklatur Dirjen PHKA menjadi konservasi sulit diwujudkan, sementara di dalam
Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya dan sekitar TN sudah terlanjur ada masyarakat
Alam dan Ekosistem (KSDAE), maka Perdirjen yang hidup dan menggantungkan hidup mereka
ini memerlukan penyesuaian yang juga terkait dari kawasan tersebut (Mulyana et al., 2010).
dengan tupoksi Dirjen PPI yang menangani isu Menjawab tantangan itu, Kementerian Kehu-
perubahan Iklim. tanan mengeluarkan Permenhut Nomor P.19/
Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan
3. Peraturan Perundangan untuk Kegiatan di Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian
Kawasan Konservasi Alam yang memungkinkan keterlibatan pihak lain
dalam pengelolaan kawasan konservasi, khusus-
Permenhut Nomor P. 20/Menhut-II/2012
nya dalam TN. Juga Peraturan Menteri Kehutanan
tentang penyelenggaraan karbon hutan menye-
Nomor P.56/Menhut-II/2006 tentang Pedoman
butkan kawasan konservasi adalah layak (eligible)
Zonasi Taman Nasional yang memungkinkan
untuk kegiatan REDD. Dalam pelaksanaannya,
penataan ruang (zonasi) TN, termasuk penetapan
kegiatan REDD juga melibatkan masyarakat, oleh
ruang atau zona khusus untuk masyarakat yang
sebab itu perlu diketahui peraturan perundangan
berada di dalam TN.
yang berhubungan dengan pengelolaan kawasan
Zona khusus diartikan sebagai zona untuk
konservasi, dan keterlibatan masyarakat dalam
mengakomodasi kelompok masyarakat yang telah
kegiatan di kawasan konservasi. Berbagai
tinggal di kawasan taman nasional sebelum
peraturan perundangan yang telah dikeluarkan
ditetapkan dan atau mengakomodasi sarana/
yaitu:
prasarana, seperti telekomunikasi, transportasi,
· UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi dan listrik. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa
Sumber Daya Alam Hayati dan ekosistemnya, kondisi wilayah potensial zona khusus berbeda-
· UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan beda di setiap taman nasional. Karena itu, batasan
mengganti UU Pokok Kehutanan Nomor 5 zona khusus dan kriteria penetapannya
Tahun 1967, seharusnya beragam, sesuai dengan kondisi
· UU Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan setempat dan kesepakatan para pihak. Zona
Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman khusus diharapkan menjadi sarana mengatasi
Hayati, konflik antara masyarakat dengan taman nasional.
· UU Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor Zona khusus ini menawarkan ruang negosiasi
23 Tahun 1997, yang hasilnya diharapkan berupa kesepakatan
· Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun mengenai pengelolaan bersama.
1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam, B. Aspek Metodologi dan Safeguards dalam
· Permenhut Nomor P.19/Menhut-II/2004 Implementasi REDD+
tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan REDD+ sebagai mekanisme global harus
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, memenuhi aspek metodologi yang disepakati.
· Permenhut Nomor. P.56/Menhut-II/2006 Kegiatan REDD+ harus menerapkan prinsip
tentang Panduan Zonasi Taman Nasional. MRV yaitu dapat dukur, dilaporkan dan
Di Indonesia terdapat 534 kawasan kon- diverifikasi. Prinsip metodologi yang menjadi
servasi, termasuk 50 taman nasional, yang secara acuan didasarkan kepada IPCC Guideline (IPCC,
keseluruhan mencakup 26,8 juta hektar. 2006). Beberapa metodologi yang dapat diacu juga
Kebijakan konservasi di Indonesia pada dasarnya telah dikembangkan oleh beberapa standard
cenderung kurang melibatkan masyarakat dan sukarela seperti Verified Carbon Standard (VCS,
tidak mengijinkan adanya aktivitas manusia di 2015), Climate, Community Biology Standard (CCBA,
dalamnya. Konservasi oleh banyak pihak dilihat 2013) dan Plan Vivo (Plan Vivo, 2013) juga Joint
sebagai hambatan terhadap pembangunan Crediting Mechanism (JCM) (Matsumoto, 2014).
190
Implementasi Kegiatan REDD+ pada Kawasan Konservasi di Indonesia
Ari Wibowo
· Jenis sumber karbon (Carbon Pool) dan Jenis · Prinsip 3: Kegiatan REDD+ harus meng-
GRK; yang mengacu kepada IPCC Guideline hormati hak-hak masyarakat adat dan
(IPCC, 2006). masyarakat lokal melalui aksi yang sesuai
· Tingkat emisi referensi (Reference Emission dengan skala dan konteks implementasinya.
Level/REL), yaitu estimasi jumlah emisi gas · Prinsip 4: Kegiatan REDD+ harus secara
rumah kaca di wilayah kegiatan REDD+ yang proaktif dan transparan mengidentifikasi para
dihitung apabila tidak ada kegiatan REDD +. pihak yang relevan dan melibatkan mereka
· Prinsip penambahan (Additionality); yang harus dalam proses perencanaan dan pemantauan-
menunjukkan bahwa kegiatan menghasilkan nya.
penurunan emisi yang tidak akan terjadi apabila · Prinsip 5: Kegiatan REDD+ harus mengem-
kegiatan REDD+ tidak dilaksanakan. bangkan strategi efektif untuk memper-
· Estimasi emisi dari kegiatan REDD+; yang tahankan, menjaga, dan mengembalikan
dasarnya menggunakan data hasil peng- keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem
inderaan jauh (remote sensing) dapat mengacu untuk manfaat sosial dan lingkungan.
kepada GOFGOLD (GOFGOLD, 2010) dan · Prinsip 6: Kegiatan REDD+ harus mengu-
data hasil pengukuran lapangan. Estimasi rangi resiko balik melalui cara yang sesuai
emisi dilakukan untuk menghitung emisi dengan skala dan konteks, dengan penekanan
baseline serta emisi dari hasil kegiatan REDD+ pada tindakan sub-nasional dan inisiatif
selama jangka waktu kegiatan. kebijakan tingkat nasional.
· Kebocoran Emisi (Displacement/leakage) yaitu · Prinsip 7: Monitoring dan pengurangan emisi
emisi yang terjadi di wilayah sekitar akibat dari perpindahan merupakan tanggung jawab
kegiatan REDD+. VCS (2008) mensyaratkan sub-nasional (KPH, kabupaten, provinsi) dan
nilai sekitar 30% sebagai cadangan (buffer). pemerintah nasional, maka kegiatan REDD+
· Periode kegiatan REDD+, dengan minimal harus mencakup strategi untuk mengurangi
jangka waktu 20 tahun dan maksimal 100 tahun perpindahan emisi dan mendukung peman-
(VCS, 2008). Untuk kegiatan DA REDD+ tauan sub-nasional dan nasional.
dengan jangka waktu < 5 tahun, maka kegiatan Safeguard merupakan instrumen perlin-
DA REDD+ tersebut termasuk sebagai dungan yang dimaksudkan untuk mencegah atau
kegiatan pembelajaran REDD+ (SNI 7748, meminimalkan terjadinya dampak negatif dari
2013). adanya suatu kebijakan. Termasuk di dalamnya
Di tingkat global arahan umum dalam adalah perlindungan atas hak para pihak yang
191
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 3, Desember 2016: 185-199
terkena dampak dari adanya proses pembangunan Diperlukan mekanisme insentif yang mendukung
atau yang mungkin terpinggirkan oleh adanya kelestarian kawasan hutan dengan stok karbon
proses tersebut. Dalam konteks REDD+, social tinggi dan tingkat sejarah deforestasi rendah
and environmental safeguard dimaksudkan untuk sehingga kelestarian hutan tetap terjaga tanpa
meminimalkan dampak resiko dari kegiatan harus mengandalkan insentif REDD sebagai
REDD+ serta mengoptimalkan adanya keun- mekanisme global.
tungan tambahan. Masyarakat di sekitar TNMB dapat menjadi
kontributor terhadap keberhasilan program
C. Kegiatan REDD+ di Kawasan Konservasi REDD dan kelestarian hutan, tetapi juga menjadi
ancaman terhadap kelestarian hutan melalui
1. DA REDD+ di TN Meru Betiri
aktivitas pembalakan liar dan perambahan.
DA REDD+ yang dilaksanakan di Taman Diperlukan fasilitasi terhadap masyarakat agar
Nasional Meru Betiri (TNMB), Jawa Timur adalah dapat berpartisipasi dalam pengelolaan kawasan
kerja sama antara Ditjen PHKA (melalui Balai konservasi melalui skema agroforestri di kawasan
TNMB), Badan Penelitian dan Pengembangan zona khusus (zona rehabilitasi) dan fasilitasi lain
Kehutanan (melalui Puslitbang Sosial, Ekonomi, untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
Kebijakan dan Perubahan Iklim) dan ITTO sekitar hutan. Kegiatan DA REDD, telah mem-
dengan dukungan pendanaan dari perusahaan fasilitasi kegiatan budi daya jamur tiram untuk
Seven and i Holdings Company. DA REDD+ di masyarakat sekitar hutan yang mempunyai
TNMB mewakili kegiatan DA di unit manajemen prospek baik untuk dikembangkan (Tim Taman
kawasan konservasi dengan ekosistem tanah Nasional Meru Betiri, 2013).
mineral didominasi oleh hujan tropik (Wibowo,
2015). TNMB ditetapkan menjadi taman nasional 2. DA REDD di TN Sebangau
karena memiliki kekayaan keanekaragamn hayati
Program REDD di TN Sebangau, Kaliman-
dan merupakan habitat terakhir dari harimau jawa
tan Tengah ini diberi judul; Rewetting of Tropical Peat
yang kemungkinan telah punah.
Swamp Forest in Sebangau National Park. Pelaksana
Kegiatan DA REDD yang telah dilaksanakan
Kegiatan REDD+ yaitu Balai TN Sebangau dan
selama 4 tahun (2010–2014) difokuskan pada dua
WWF Indonesia, yang didasarkan pada program
komponen utama, yaitu komponen measurable,
kerja sama jasa lingkungan di TN Sebangau antara
reportable dan verifiable (MRV) dalam pemantauan
Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawa-
karbon hutan serta komponen pelibatan masya-
san Konservasi dan Hutan Lindung (PJLK2HL)
rakat masyarakat. Komponen MRV dalam
dan WWF Indonesia. Lokasi kegiatan berada di
pemantauan karbon termasuk kegiatan peng-
TN Sebangau, dengan luas areal 48.000 ha. Taman
hitungan karbonmelalui pembuatan petak ukur
Nasional Sebangau memiliki luasan 568.700 ha,
permanen (PUP), perhitungan baseline atau reference
merupakan habitat tertinggi untuk orang utan di
level, serta penerapan metodologi REDD+ yang
Indonesia yang mencapai 6.000 orang utan dan
mengacu kepada voluntary standard (VCS).
ekosistem gambut dengan kedalaman antara 4-12
Kegiatan terkait masyarakat dilakukan melalui
meter (Warta, 2015).
sosialisasi, penyuluhan, pelatihan, bimbingan
Kegiatan DA REDD+ di laksanakan sejak
teknis dan bantuan lainnyadengan melibatkan
tahun 2011 di kawasan konservasi gambut TN
LSM lokal.
Sebangau dilakukan melalui pendekatan pem-
Hasil kegiatan telah didapatkan informasi
basahan (rewetting) gambut. Metodologi yang
mengenai karbon stok di kawasan konservasiyang
diterapkan mengacu kepada metodologi VCS dan
relatif tinggi yaitu 146 ton C/ha di zona rimba
CCBS (WWF Indonesia, 2012). Kegiatan yang
(Pramudita et al., 2011) serta tingkat sejarah
dilakukan pada luas kawasan 46.000 ha akan
deforestasi yang rendah yaitu 28 ha per tahun
menghasilkan perkiraan penurunan emisi sebesar
(Cerindo and CCCPRD, 2015). sehingga
834.500 ton CO2-e selama 30 tahun. Kegiatan ini
additionality untuk kegiatan REDD+ juga rendah.
telah divalidasi oleh VCS dan mencapai tingkat gold
192
Implementasi Kegiatan REDD+ pada Kawasan Konservasi di Indonesia
Ari Wibowo
untuk standard CCBS (TUV SUD South Asia Ltd., hutan sekitarnya di Provinsi Jambi (Balai Taman
2014). Estimasi penurunan emisi ini menunjukkan Nasional Berbak, 2012).
bahwa kawasan gambut dengan sumber karbon Permasalahan kelestarian hutan dan ancaman
berada pada tanah gambut menjadi potensial keberhasilan implementasi REDD yang dihadapi
untuk implementasi kegiatan REDD+. oleh TN Berbak antara lain kebakaran hutan,
Program REDD+ sangat mendukung klaim lahan, aktivitas ilegal (perburuan, pencarian
kelestarian ekosistem gambut di TN Sebangau, ikan/getah jelutung/illegal logging), dan penurunan
karena besarnya ancaman yang disebabkan oleh water level/kanalisasi. Upaya untuk mengatasi
pembuatan kanal-kanal ilegal, kebakaran, kebakaran hutan dilakukan dengan pembentukan
perambahan, illegal logging, perburuan satwa dan daerah operasi (Daops) Manggala Agni, pem-
perubahan penggunaan dan status lahan. Dari berdayaan masyarakat peduli api (MPA) dan
hasil pelaksanaan kegiatan DA REDD di TN Brigade Pengendalian Kebakaran Hutan
Sebangau memberikan pembelajaran yaitu (1) (Brigdalkar) tingkat desa. Permasalahan klaim
lahan gambut merupakan sumber kehidupan, (2) lahan diatasi dengan pengusulan penetapan
kelestarian taman nasional perlu dijaga diantara- kawasan TNB, penegakan hukum, rekonstruksi
nya dengan upaya rewetting dan tindakan lainnya, batas serta pemeliharaan dan sosialisasi batas.
(3) pentingnya melakukan integrasi kawasan Sedangkan untuk mengatasi kegiatan ilegal
gambut pada lanskap besar pembelajaran (4) dibentuk tim Tiger Protection and Patrol Unit (TPPU)
pemanfaatan dan pengelolaan lahan dapat serta meningkatkan penegakan hukum. Juga
dioptimalkan dengan cara-cara yang lestari dan dilakukan kajian water level untuk program
(5), perlunya memobilisasi sumber-sumber normalisasi parit dan program blocking canal untuk
pendanaan (Warta, 2016). mengatasi permasalahan water level/kanalisasi
(Lembang, 2016).
3. DA REDD di TN Berbak Implementasi REDD+ di TN Berbak
Kegiatan DA REDD di TN Berbak diberi dilakukan melalui berbagai kegiatan sesuai
judul: Berbak Carbon Value Initiative Project. kriteria DA, yaitu menentukan sumber emisi dan
Kegiatan DA REDD ini dimulai sejak Tahun 2011 penghitungan baseline, kajian kelembagaan
dengan dilakukannya penandatanganan Nota pengelola REDD tingkat tapak, sosialisasi
Kesepahaman antara Dirjen PHKA dengan REDD+, proses persetujuan atas dasar informasi
Zoolological Society of London (ZSL), dan diawal tanpa paksaan (Padiatapa) atau Free Prior
penandatanganan MoU antara TN Berbak dan Informed Concent (FPIC), monitoring keaneka-
ZSL tentang Pelaksanaan persiapan program ragaman hayati kunci (burung, primata gibon,
REDD+. Zoolological Society of London adalah harimau sumatera) dan fenologi hutan gambut,
lembaga yang memrakarsai kegiatan REDD di TN pemantauan subsidensi dan permukaan air
Berbak. gambut, memelihara stok dan serapan karbon,
TN Berbak memiliki kekayaan dan keunikan pengendalian kebakaran, pembentukan, Tim
keanekaragaman hayati yang tinggi termasuk WCCRT (Wildlife Conflict and Crime Response Team),
harimau sumatera dan jenis-jenis burung migran patroli hutan, dan rehabilitasi kawasan (dengan
dan endemik. Kawasan ini merupakan perwakilan Program Rehabilitasi Hutan dan Lahan), serta
bentang alam ekosistem hutan gambut yang masih kegiatan lain (Lembang, 2016).
tersisa dan luas di pantai timur Pulau Sumatera. Merujuk Nomenklatur Voluntary Carbon
Disamping itu, TN Berbak adalah lahan basah Standard (VCS) – Guidance for AFOLU (Agriculture,
yang memiliki kepentingan internasional, Forest and other Land Use) Projects (VCS, 2008), TN
sehingga telah diakui dan ditetapkan Konvensi Berbak berpotensi besar untuk menerapkan 2
Ramsar. TN Berbak mengandung cadangan (dua) tipe Proyek REDD+, yaitu i). Pembasahan
karbon 25.998.500 ton C mempunyai kontribusi Kembali dan Konservasi Gambut (Peat Rewetting
ekologis yang penting dalam mitigasi perubahan and Conservation, PRC), dan ii) Pencegahan Mosaik
iklim dibandingkan dengan kawasan-kawasan Deforestasi dan Degradasi Tidak Terencana
193
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 3, Desember 2016: 185-199
(Avoiding Unplanned Mosaic Deforestation and konservasi (misal Metodologi, Safeguards, Benefit
Degradation, AUMDD) (D'Archy et al., 2012). sharing)
Hasil observasi terakhir menunjukkan bahwa · Kurangnya fasilitasi di tingkat nasional oleh
saat ini kegiatan REDD+ di lapangan tidak pusat dan daerah serta tidak adanya insentif
berjalan karena belum jelasnya implementasi yang nyata dan mekanisme insentif masih
selanjutnya oleh pihak ZSL. Kegiatan yang masih belum dirumuskan dengan jelas. Sementara
berjalan hanya pemantauan harimau. Terlihat keberlanjutan program REDD+ pasca
bahwa kegiatan REDD di lapangan sangat bantuan donor umumnya tidak pasti.
tergantung dari pendanaan oleh donor. Kordinasi · Ancaman terhadap kelestarian hutan dari
dan fasilitasi oleh pemerintah pusat dan daerah deforestasi dan degradasi masih tinggi.
terlihat sangat lemah terkait kegiatan REDD dan
keberlanjutan kedepan. Peluang
· Pelaksanaan DA REDD memberikan peluang
untuk pengelolaan hutan yang lebih baik.
· Berkurangnya gangguan hutan sehingga
kelestarian hutan dapat diwujudkan.
D. Hasil Analisis SWOT, Pembelajaran dan · Peluang insentif terhadap pengelola dan
Strategi ke depan dari Implementasi masyarakat.
REDD+ di Kawasan Konservasi · Pelaksanaan DA REDD dapat menjadi
1. Hasil Analisis SWOT pembelajaran untuk diterapkan di tempat lain
dan untuk implementasi penuh REDD.
Dari hasil kajian terhadap implementasi
REDD dapat dilakukan analisis SWOT untuk
Ancaman
mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan
hambatan pelaksanaan REDD, sebagai berikut: · Mekanisme REDD yang dikembangkan di
Kekuatan : tingkat global dan nasional belum berjalan
sesuai dengan harapan.
· REDD merupakan mekanisme global mitigasi
perubahan iklim sektor kehutanan yang sangat · Masih kurangnya pemahaman sebagian
didukung oleh kebijakan nasional, karena masyarakat terhadap pentingnya pelestarian
sesuai dengan prinsip kelestarian hutan dan hutan dan masalah gangguan hutan yang masih
adanya peluang insentif. menjadi ancaman seperti terutama kegiatan
ilegal, kebakaran dan kegiatan lain
· Selain berkontribusi terhadap penurunan
emisi, REDD+ juga memberikan manfaat · Kurangnya antusiasme dalam implementasi
terhadap kelestarian keanekaragaman hayati REDD.
dan masyarakat · REDD+ merupakan mekanisme yang
· Sebagai mekanisme global, penyelenggaraan berhubungan dengan penggunaan lahan dan
DA REDD banyak didanai dari hibah. Sebagai kehutanan, oleh sebab itu sangat erat terkait
pemilik hutan yang luas, termasuk kawasan dengan masyarakat yang ada di kawasan hutan
konservasi, Indonesia banyak menarik minat dan di sekitar hutan yang masih tergantung
dunia untuk pelaksanaan kegiatan REDD. kepada sumber daya hutan serta dengan isu
kelestarian lingkungan. (Murphy, 2011)
· Hutan terjaga dan masyarakat lebih sejahtera
mengidentikasi beberapa potensi dampak
dan adanya peluang insentif.
negatif atau resiko akibat pelaksanaan
Kelemahan REDD+ yaitu konversi hutan alam yang dapat
· Mekanisme REDD+ masih dalam tahap mengakibatkan kerusakan ekosistem dan
pengembangan di tingkat global kehilangan keanekaragaman hayati, hilangnya
· Kurangnya petunjuk/guidance dalam imple- wilayah tradisional, hilangnya hak masyarakat
mentasi REDD termasuk untuk kawasan terhadap lahan, wilayah atau sumber daya,
194
Implementasi Kegiatan REDD+ pada Kawasan Konservasi di Indonesia
Ari Wibowo
hilangnya pengetahuan ekologi, gangguan atau tetapi, masyarakat juga berpotensi sebagai
kehilangan sumber kehidupan masyarakat penyebab kerusakan hutan dan ketidak
tradisional, permasalahan akibat ketidakadilan berhasilan peogram REDD melalui aktivitas
dalam distribusi manfaat REDD+, per- ilegal mereka.
tentangan dengan kerangka kebijakan nasional, · Kawasan konservasi berpotensi untuk dapat
berkurangnya manfaat hutan lainnya akibat menjalan program REDD+. Namun demi-
upaya peningkatan manfaat karbon serta kian, nilai insentifnya tidak hanya didasarkan
kebocoran dan kurang permanen dalam kepada nilai penurunan emisi tetapi juga
penurunan emisi dan serapan. termasuk kelestarian keanekaragaman hayati
dan masyarakat sekitar yang mendapatkan
2. Pembelajaran dan Strategi Kedepandari manfaat dari REDD.
implementasi REDD+ di kawasan konser- · Skema REDD yang ada saat ini nampak
vasi menguntungkan untuk wilayah dengan
Dari pelaksanaan REDD sejauh ini dapat sejarah deforestasi tinggi. Sementara untuk
diambil pembelajaran (lesson learned) terutama wilayah yang tingkat deforestasi historisnya
terkait implementasi REDD di kawasan rendah, seperti di beberapa taman nasional,
konservasi sebagai berikut : skema REDD tidak banyak memberikan
· Mekanisme REDD telah membuka pema- manfaat karena rendahnya additionality.
haman baru bahwa hutan tidak hanya · Untuk aspek pendanaan, selama ini banyak
berfungsi sebagai penghasil kayu dan hasil kegiatan DA REDD+ dibiayai oleh donor.
lainnya tetapi juga sebagai kontributor Setelah proyek berakhir, mekanisme
terhadap emisi dan karenanya berpotensi pembiayaan REDD ke depan masih belum
sebagai penurun emisi di tingkat global. jelas. Kemudian, ketidakjelasan mekanisme
Potensi hutan yang dimiliki Indonesia telah benefit sharing apabila ada insentif, misalnya
menarik banyak minat dunia terhadap upaya kegiatan REDD melalui skema voluntary Plan
kelestarian hutan dan penurunan emisi yang Vivo, VCS atau CCBS.
dibuktikan dengan banyaknya bantuan atau
Dengan adanya peluang dan hambatan serta
inisiatif dari negara lain atau donor inter-
pembelajaran dari implementasi REDD, dapat
nasional.
dikemukakan strategi kedepan untuk keberhasilan
· REDD+ sebagai sebuah konsep yang relatif implementasi REDD khususnya di kawasan
baru, memberikan peluang adanya menuju konservasi sebagai berikut :
pengelolaan hutan yang lestari. Disamping itu
· Masih perlu disosialisasikan ke semua
adanya peluang insentif telah menimbulkan
stakeholder terkait mekanisme REDD, termasuk
harapan yang relatif berlebihan sampai di
peluang dan tantangan untuk menyamakan
tingkat tapak, sementara di tingkat global
persepsi berbagai tingkat stakeholder.
mekanisme ini masih dalam tahapan
pengembangan. · Pelaksanaan REDD masih memerlukan
arahan/guidance yang lebih jelas, misalnya
· Implementasi REDD selama ini mengacu
terkait kewajiban registrasi oleh KLHK,
kepada mekanisme global yang masih belum
mekanisme MRV dari tingkat tapak sampai ke
pasti. Ketidakpastian mekanisme ini ber-
nasional, metodologi yang dapat diterapkan di
dampak sampai ketingkat tapak, yaitu semakin
kawasan konservasi, hak atas karbon, benefit
berkurangnya antusiasme karena terutama
sharing, dan mekanisme safeguards. Aturan yang
skema insentif yang tidak sesuai dengan yang
ada misalnya Permenhut Nomor P. 20/
diharapkan.
Menhut-II/2012 yang hanya mengijinkan
· Masyarakat yang ada disekitar kawasan kon- 49% ER (emission reduction) untuk dijual masih
servasi berpotensi untuk mensukseskan perlu dipertegas lagi.
program REDD dan kelestarian hutan. Akan
· Berbagai aturan dan kelembagaan terkait
195
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 3, Desember 2016: 185-199
196
Implementasi Kegiatan REDD+ pada Kawasan Konservasi di Indonesia
Ari Wibowo
197
Jurnal Analisis Kebijakan Vol. 13 No. 3, Desember 2016: 185-199
IPCC. (2014). Climate change 2014: Mitigation of (2011). Potensi karbon di Taman Nasional Meru
climate change, contribution of working group III to Betiri. (Laporan Teknis No 16, Desember
the fifth assessment report of the intergovernmental 2011). Bogor: Puslitbang Perubahan Iklim
panel on climate change. (Edenhofer, O., Pichs- dan Kebijakan.
Madruga, R., Sokona, Y., …., Zwickel, T.
Pustanling. (2013). Principles and indicators for
(Eds.)). Cambridge: Cambridge University
providing information on REDD+ in Indonesia.
Press.
SIS-REDD+. Jakarta: Pustanling.
Kementerian Kehutanan. (2014). Statistik
Tim Taman Nasional Meru Betiri. (2013). Pelatihan
kehutanan 2013. Jakarta: Kementerian
pembuatan bibit jamur tiram bagi masyarakat desa
Kehutanan.
penyangga Taman Nasional Meru Betiri. (Laporan
Lembang, A. R. (2016). Penyiapan perangkat dan Teknis No 25). Bogor Program ITTO PD
pembelajaran dari demonstration activities 519/08 Rev.1 (F) dan Puslitbang Perubahan
(DA) REDD+: Berbak carbon value Iklim dan Kebijakan.
initiative project A REDD+ preparation. In
TUV SUD South Asia Pvt. Ltd. (2014). Validation
Berbak ecosystem. In E. Rachmawaty (Ed.),
report rewetting of tropical peat swamp forest in
Periodic review implementasi REDD+ pada
Sebangau National Park, Central Kalimantan,
demonstration activities (DA) REDD+ lainnya.
Indonesia, (November). Pune, India: Environ-
Jakarta: Direktorat Mitigasi Perubahan Iklim
mental Technology, Carbon Management
Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan
Service.
Iklim Kementerian Lingkungan Hidup Dan
Kehutanan. UN-REDD. (2013). REDD+ related projects in
Indonesia. (Flyer). Jakarta: UN-REDD
Matsumoto, M. (2014, February). Development of
Programme Indonesia.
REDD+ guidelines for JCM. Paper presented in
International Seminar “REDD+ Implemen- VCS. (2008). Voluntary Carbon Tool for AFOLY
tation and Sustainable Forest Management”. Methodological Issues. Verifed Carbon Standard.
Tokyo: United Nation University. VCS. (2015). VCS Standard, VCS Version 3
Mulyana, A., Moeliono, M., Minnigh, P., Requirements Document (VCS Version 3).
Indriatmoko, Y., Limberg, G., Utomo, N.A., Verifed Carbon Standard.
Iwan, R., Saparuddin, dan Hamzah. (2010). Warta, Z. (2015). Penyiapan perangkat dan
Kebijakan pengelolaan zona khusus. pembelajaran dari demonstration activities (DA)
Dapatkah meretas kebuntuan dalam menata REDD+: Rewetting of tropical peat swamp forest
ruang Taman Nasional di Indonesia? Brief in Sebangau National Park. In E. Rachmawaty
CIFOR 01. (Ed.). Periodic review implementasi REDD+ pada
Murphy, D. (2011). Safeguards and multiple benefits in demonstation activites (DA) REDD+ dan kegiatan
a REDD+ mechanism. Manitoba, Canada: rerkait REDD+ lainnya. Jakarta: Direktorat
International Institute for Sustainable Mitigasi Perubahan Iklim Direktorat Jenderal
Development. Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian
Lingkungan Hidup Dan Kehutanan.
Plan Vivo. (2013). The plan vivo standards for
community payments for ecosystem services Warta, Z. (2016). Restorasi gambut kawasan gambut
programmes. Edinburgh: Plan Vivo TN Sebangau: Pembelajaran. (Bahan Diskusi
Foundation. Implementasi DA REDD). Bogor: Puslit-
bang Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan
Pramudita, S., Atmojo, N. D., Sucipto, A.,
Perubahan Iklim.
Astanafa, D., Firnandus, A. E., & Efendi, K.
198
Implementasi Kegiatan REDD+ pada Kawasan Konservasi di Indonesia
Ari Wibowo
Wibowo, A. (2015). Implementation of demonstration WWF Indonesia. (2012). Rewetting of tropical peat
activity of REDD+ in Meru Betiri National Park, swamp forest in Sebangau National Park, Central
East Java, Indonesia. (A Technical Report of Kalimantan, Indonesia, (Project Description,
the Public Private Partnership Under the VCS). Verifed Carbon Standard.
ITTO PD 519-08). Bogor: Ministry of
Forestry Indonesia in Cooperation with
ITTO.
199