Anda di halaman 1dari 5

Saatnya Generasi Literasi Menjadi Pondasi Dalam Memajukan PALI

Oleh : Rifyal Ka’bah

Founder Tanah Abang Menulis

Penukal Abab Lematang Ilir atau lebih familiar dengan sebutan PALI merupakan kabupaten muda
dengan berbagai keunikannya. Tepatnya tanggal 22 April 2020 kemarin kabupaten PALI menginjak
umurnya yang ke-7 tahun, tentu tergolong muda bukan. Hal ini tentunya telah banyak melawati bernagai
gelombang dalam proses pembangunnnya. Meskipun masih terbilang muda, kabupaten ini telah banyak
menorehkan prestasi baik tingkat provinsi maupun nasional. Tak ayal apabila PALI telah dikenal di
berbagai daerah di Indonesia. Bupati dan Wakil Bupati dengan berbagai pprogram kerja telah berusaha
keras dalam upaya pembangunan yang baik di bumi serapat serasan ini. Mulai insfraktur sampai sumber
daya manusia terus diperbaiki kualitasnya. Meskipun demikian, semua capaian yang ada dirasa belum
cukup, masih banyak PR yang harus diselesaikan, salah satunya adalah masalah dunia literasi di
kabupaten PALI. Ya, dunia literasi. Literasi merupakan dunia yang berhubungan dengan membaca,
menulis, dan berdiskusi. Dunia literasi ini berhubungan erat dengan kualitas sumber daya manusis,
sehingga penulis menganggap perlu adanya fokus khusus terhadap kualitas literasi di bumi serapat
serasan ini.

Kenapa harus Literasi? Bukankah banyak sektor yang mampu menunjang kemajuan suatu daerah?
Mungkin akan ada yang bertanya demikian. Benar bahwa literasi bukan satu-satunya sektor yang
menunjang maju atau tidaknya suatu bangsa. Tetapi, perlu diketahui bahwa dunia literasi sangat erat
hubungannya dengan keadaan sumber daya manusia di suatu negara secara umum dan suatu daerah
secara khusus. Bisa kita lihat negara-negara maju di dunia, kalau kita perhatikan lebih cermat dan adil,
hampir seluruh negara maju di dunia memiliki masyarakat yang tingkat literasinya tinggi. Sebut saja
negara Jepang dan Amerika, tingkat membaca atau literasi di kalangan masyarakat mereka relatif tinggi,
serta di negera-negara maju lainnya. Literasi, sebagaimana dikatakan bapak Fedian Lacony dalam
sebuah kesempatan, merupakan proses untuk meningkatkan sumber daya manusia. Selain itu, literasi
juga mampu mendorong untuk berpikir kritis, berwawasan luas, cakap dalam banyak hal, serta manfaat
lainnya. Namun, secara sederhana, dunia literasi paralel dengan peningkatkan kapasitas dan kualitas
sumber daya manusia. Dan SDM yang berkualitas akan melahirkan gagasan dan gerakan dalam
memajukan suatu daerah secara khusus dan suatu negara secara luas. Itu lah kenapa, dunia literasi perlu
ditumbuhkan di bumi serapat serasan ini.

Sayangnya , sampai saat ini dunia literasi seakan-akan dianaktirikan. Pembangunan lebih berfokus
kepada pembangunan dan pengembangan insfrastruktur, sementara dunia literasi mendapatkan jatah
sisa. Akibatnya secara umum tingkat literasi di Indonesia berada jauh di bawah negara-negara lain.
Dilansir dari akun website resmi Kominfo RI, secara umum literasi di Indonesia berada pada tingkat
yang rendah. Hal ini dibuktikan dengan rilisan resmi dari UNESCO yang menyebutkan Indonesia berada
pada urutan kedua dari bawah soal literasi dunia, artinya minat baca sangat rendah. Menurut data
UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1000
orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Sungguh miris. Kemudian dalam riset berbeda
bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State
Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal
minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Bukankah ini
pencapaian yang buruk?

Sementara itu dalam skala nasional, Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan merilis
indeks aktivitas literasi membaca di 34 Provinsi di Indonesia untuk tahun 2019 menempatkan Provinsi
Sumatera Selatan pada peringkat ke 17 dengan indeks literasi 36,06 , Indeks leterasi tersebut masuk
dalam kategori rendah, indeks literasi membaca ini diterbitka oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudyaaan.

Data di atas menunjukan bahwa Indonesia masih kekurangan orang-orang yang melek literasi, termasuk
provinsi Sumsel yang berada pada pertengahan dalam peringkat literasi se-Indonesia. Lantas bagaimana
dengan literasi di kabupaten PALI?

Penulis telah mencari dari berbagai sumber, namun sampai tulisan ini selesai, penulis belum
menemukan data dalam bentuk statistik prihal tingkat literasi masyarakat PALI. Namun, apabila melihat
fakta di lapangan, Penulis menyimpulkan bahwa tingkat literasi kabupaten PALI sampai saat ini masih
tergolong rendah. Hal ini dibuktikan dengan tingkat interaksi anak-anak, remaja, dewasa terhadap buku,
selain buku pelajaran di sekolah, masih rendah, bisa dilihat dalam kehidupan sehari-hari bagaimana
buku hanya dijadikan sebagai simbol bersekolah, bukan dijadikan teman bermain. Fakta di lapangan
juga membuktikan bagaimana rata-rata masyarakat PALI menghabiskan waktu seharian untuk bekerja,
anak-anaknya bermain, remajanya nongkrong sembari main gadget, dan kegiatan lainnya yang tentunya
jauh dari sentuhan literasi. Singkat kata, rata-rata masyarakat di kabupaten PALI tidak menanggap
bahwa literasi ini penting atau sebaliknya tidak mengetahui akan pentingnya literasi bagi kemajuan diri
sendiri.

Kemudian, timbul pertanyaan selanjutnya, apa yang menyebabkan tingkat literasi di kabupaten PALI ini
berada pada tingkat yang rendah?

Ada banyak faktor yang bisa menjadi penyebab rendahnya tingkat literasi di Indonesia, lebih khusus
kalangan masyarakat kabupaten PALI, namun penulis mengambil tiga faktor yang dianggap menjadi
penyebab utama rendahnya tingkat literasi di kabupaten PALI. Yang pertama, kurangnya minat dalam
diri. Literasi merupakan sarana, subjek sekaligus objeknya adalah diri pribadi. Apabila minat dalam diri
kurang, maka hal ini menjadi penghambat dalam proses perkembangan literasi. Semua tahu bahwa
segala sesuatu dimulai dari niat, dari dalam hati, dari minat, dari kemauan. Sehingga apabila keinginan
itu tinggi, maka dengan sendirinya seseorang akan mengembangkan literasi dalam dirinya. Ia akan
berusaha dengan mengorbankan banyak hal. Mencari sumber yang akan mendorong agar minatnya akan
literasi bisa tercapaikan. Tapi, sayangnya, rata-rata masyarakat kita saat ini kurang berminat akan akan
hal ini. Boleh ditanya kepada masyarakat, lebih khusus tanya kepada para pelajar tentang literasi atau
membaca lah, jawaban mereka pasti membaca itu membosankan, tidak berminat, membaca membuat
mengantuk, dan jawaban-jawaban lainnya. Ditambah lagi dengan kemajuan teknologi, dimana rata-rata
masyarakat sudah memegang smartphone masing-masing, kemana-kemana dibawa, yang memudahkan
untuk komunikasi dan hiburan, sehingga keinginan berliterasi semakin terkubur dengan adanya
smartphone di tangan mereka.

Kemudian yang kedua, lingkungan yang tidak mendukung. Lingkungan sangat berpengaruh dalam
proses pembentukan karakter seorang manusia. Seorang ahli pernah mengatakan bahwa lingkungan
menentukan masa depan manusia, apabila lingkungannya baik, maka masa depannya akan baik. Pun
sebaliknya. Karena lingkungan akan membentuk cara pandang, pola kehidupan, tata laku seseorang,
sehingga dari situ akan mempengaruhi bagaimana seseorang menjalani kehidupan sehari-hari. Sialnya
sampai saat ini, rata-rata di desa di kabupetan PALI ini belum ada lingkungan yang memang mendorong
agar berkembangnya dunia literasi, baik dari lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.
Sehingga dapat kita lihat di kalangan masyarakat seolah-olah literasi tidak pernah hadir dalam
kehidupan mereka, serta dianggap tidak penting. Lagi-lagi, lingkungan sosial masyarakat lebih
mendorong kegiatan-kegiatan yang terbilang kurang bermanfaat, seperti para remaja menghabiskan
waktunya nongkrong bermain game sembari menghisap asap rokok, bapak-bapak nongkrong di warung
kopi, ibu-ibu habis waktunya ghibah di pondok, anak-anak bermain di hutan. Sehingga tidak ada
lingkungan yang benar-benar nyaman untuk bertumbuhnya literasi dalam masyarakat. Apalagi, kita lihat
banyak pemudanya lebih memilih mencari uang untuk berjudi, mabuk-mabukan di orgen, ketimbang
berusaha menyiapkan masa depan agar lebih baik lagi.

Dan yang ketiga, fasilitas yang tidak ada. Faktor ketiga ini juga menjadi sangat penting, sebab minat
yang tinggi dan lingkungan yang baik tidak akan berjalan optimal apabila tidak didukung oleh fasilitas
yang memadai yang mampu menunjang berkembangnya dunia literasi. Misalnya keinginan membaca
tinggi, tapi fasilitas tidak ada, itu kan bisa menghambat. Dalam hal ini, peran pemerintah sangat
dibutuhkan berupa penyediaan dan pembangunan fasilitas-fasilitas yang mendorong kemajuan literasi.
Penulis mengapresiasi usaha pemerintah kabupaten PALI yang diinisiasi oleh bapak Ferdian Lacony
selaku wakil bupati dalam mengembangkan literasi di bumi serapat serasan ini, dengan melakukan
program gerakan literasi sampai ke desa, yaitu berupa pembagian buku bacaan dan pembangunan pojok
baca di beberapa desa di kabupaten PALI. Namun, hal itu dirasa belum optimal dalam menunjang
perkembangan literasi, karena pembagian buku dan pembangunan pojok baca penyebarannya belum
merata. Terbukti sampai saat ini, terkhusus di desa tempat penulis tinggal, belum ada satupun pojok baca
yang dibangun. Artinya masih banyak desa yang belum tersentuh program tersebut. Kabupaten PALI
sudah memiliki perpustakaan daerah dan juga perpustakaan keliling, tapi hal itu lagi-lagi belum optimal,
operasinya juga belum mampu menyentuh banyak lapisan masyarakat. Sekali lagi, penulis menekankan
bahwa lingkungan dan fasilitas sangat menentukan kemajuan literasi suatu bangsa.

Tentu masih banyak faktor yang menyebakan rendah minat literasi di kalangan masyarakat PALI. Tapi,
semua akan teratasi apabila semua pihak terkait mencoba fokus dalam pembangunan sektor literasi ini.
Dengan melihat kondisi di atas, penulis mengusulkan beberapa program sederhana yang bisa dilakukan
pemerintah ataupun pihak terkait, harapannya hal ini bisa menjadi awal lahrinya generasi literasi yang
dapat membantu pemerintah dalam membawa PALI menjadi lebih baik lagi. Program-programnya
adalah sebagai berikut:

1. Penanaman Minat Literasi melalui Kampanye oleh Pemerintah


Masyarakat terkadang tidak menyadari betapa pentingnya dunia literasi, apalagi ditambah dengan
kesibukan mengurus kehidupan sehari-hari, membuat dunia literasi menjadi asing bagi kebanyakan
masyarakat. Dalam hal, peran pihak terkait, seperti pemerintah dan lembaga masyaraka lainnya,
perlu untuk mengedukasikan dan mengkampanyekan kepada masyarakat betapa pentingnya dunia
literasi bagi kehidupan. Bentuknya bisa apa saja, dengan memperhatikan juga efektifitasnya.
Edukasi dan kampanye literasi bisa dilakukan dengan cara pemasangan banner yang berkaitan
dengan literasi di pinggir jalan, dipersimpangan jalan, ditempat keramaian yang sering terlihat, di
sekolah, dan ditempat strategis lainnya. Kemudiam pengadaan agenda khusus berupa pelatihan
menulis, edukasi literasi, serta gerakan sederhana lainnya, sehingga masyarakat secara perlahan-
lahan menjadi kenal apa itu literasi, ujung-ujungnya masyarakat akan tertarik. Pemerintah mungkin
sudah berusaha, namun apabila itu hanya sekadar kompetisi seperti reading corner di sekolah atau
perlombaan essay bagi pelajar, penulis rasa itu belum cukup, buktinya sekarang tidak terdengar
lagi. Penanaman minat literasi dalam masyarakat harus didorong oleh banyak pihak, terlebih pihak
pemerintah. Seharusnya pemerintah berupaya agar dunia literasi ini menjadi budaya masyarakat
dengan melibatkan pemuda-pemuda yang peduli akan dunia literasi. Tentunya butuh waktu yang
panjang dan kerja sunguh-sungguh. Tapi, yakinlah apabila pemerintah dan masyarakan yang peduli
akan dunia literasi bekerja sama, kabupaten PALI akan menjadi daerah dengan tingkat literasi
tertinggi di Sumsel, bahkan di tingkat Nasional.
2. Pembangunan Taman Baca di setiap desa di kabupaten PALI
Mungkin pembaca tidak asing lagi dengan istilah taman baca. Ya, tidak berbeda dengan
perpustakaan biasa, ada rak, ada buku, ada kursi, tapi taman baca sistem dan bentuknya lebih
terbuka. Dimana tata letaknya menyesuaikan kondisi alam terbuka desa. Taman baca lebih identik
dengan dunia anak-anak SD dan PAUD, tetapi tidak menutup kemungkinan juga para pelajar dan
masyarakat umum ikut menjadi pembaca apabila tersedia buku-buku yang menarik bagi mereka.
Taman baca ini diharapkan mampu menjadi simbol dan sekaligus inkubator dalam mengembangkan
dunia literasi di setiap desa di kabupaten PALI. Namanya aja taman, pastinya kondisi yang dibuat
akan lebih rileks dan nyaman ketimbang perpustakaan biasa. Tujuannya dari taman baca ini adalah
sebagai daya tarik agar ketertarikan akan dunia literasi meningkat. Kemudian, taman baca ini juga
akan menjadi tempat bermain menyenangkan bagi anak-anak dengan ditemani berbagai buku
bacaan yang akan menumbumkan minat baca sejak usia dini.
3. Pengoptimalan pengelolaan perpustakaan daerah kabupaten PALI
Perpustakaan daerah juga bukan hanya menjadi tempat membaca yang menjenuhkan bagi
pengunjung, tetapi seharunya menjadi tempat yang asyik. Dari penulis amati, rata-rata perpustakaan
di kabupaten PALI, terutama perpustakaan daerah, hanya dijadikan tempat membaca saja. Coba
dalam setiap bulan atau dalam tiga sekali diadakan diskusi dunia literasi, pelatihan menulis, atau
agenda-agenda lainnya sehingga mampu mendorong orang lain agar beminat memanfaatkan
perpustakaan daerah. Kenapa perpustakaan sepi? Biasa dikarenakan pengelolaannya yang tidak
baik, perpustakaan hanya dijadikan simbol tempat menyusun buku, bukan tempat menjadi tempt
yang asyik untuk berdiskusi, mengerjakan tugas, membaca, dan kegiatan yang sama lainnya.
4. Penyebaran Pembangunan Perpustakaan Daerah di Setiap Kecamatan
Penulis juga mengusulkan agar pemerintah berusaha membangun perpustakaan daerah di setiap
kecamatan. Tentunya hal ini perlu pengelolaan yang baik dan khusus sehingga tujuan pembangunan
tersebut berjalan optimal. Tujuan dari pembangunan perpustakaan daerah di setiap kecamatan
adalah agar memudahkan masyarakat, terutama pelajar, untuk mencari sumber ilmu dan tempat
berkumpul yang lebih bermanfaat. Apabila mengandalkan perpustakaan sekolah, tentu ada
waktunya disesuaikan jam sekolah, tidak bisa bebas waktunya. Tapi dengan adanya perpustakaan
daerah, pelajar kapan saja bisa berkunjung perpustakaan, kecuali malam.

Banyak hal yang perlu dilakukan, tapi apabila pemerintah dan pihak terkait, baik tokoh masyarakat,
kaum terdidik, pemuda dan pihak lainnya bersungguh-sungguh dalam mengembangkan dunia literasi di
kabupaten PALI, maka kita sama-sama akan lihat betapa baik hasilnya bagi kabupaten PALI ke depan.
Salam literasi, Kabupaten PALI cemerlang.

Anda mungkin juga menyukai