Anda di halaman 1dari 103

PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN DASAR

GROCERIES DENGAN METODE ECONOMIC ORDER


QUANTITY (EOQ) DI GRAND ROYAL PANGHEGAR
BANDUNG

PROYEK AKHIR

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat


dalam menempuh studi pada
Program Diploma IV

Oleh :
DIPO RAMAN SERSAN
Nomor Induk : 201621676

PROGRAM STUDI
ADMINISTRASI HOTEL
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA
BANDUNG
2017
Bandung, …. Agustus 2017

Mengesahkan :

KETUA SEKOLAH TINGGI PARIWISATA BANDUNG

Dr. Anang Sutono, MM. Par., CHE.


NIP. 19650911 199203 1 001
ABSTRAK

Persediaan bahan dasar groceries merupakan aktiva lancar perusahaan


yang paling signifikan karena dengan adanya persediaan maka perusahaan dapat
menjalankan aktivitas operasionalnya. Kekurangan persediaan dapat
mengakibatkan proses produksi terhambat. Sedangkan kelebihan persediaan dapat
menimbulkan pemborosan karena perusahaan perlu mengeluarkan modal lebih
besar untuk biaya persediaan.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah Grand Royal
Panghegar Bandung telah melakukan pengendalian persediaan bahan dasar
groceries dengan baik. Metode pengendalian persediaan bahan dasar yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode economic order quantity (EOQ)
menghitung kuantitas ekonomis pemesanan berdasarkan prediksi permintaan dan
biaya yang optimum antara ordering cost, carrying cost, safety stock, dan reorder
point. Setelah melakukan penelitian, Grand Royal Panghegar Bandung mengalami
kelebihan persediaan bahan dasar groceries. Jumlah persediaan dapat
dikendalikan dengan menggunakan metode EOQ agar menghasilkan hasil yang
lebih ideal, efektif dapat memenuhi semua permintaan tamu dan efisien dapat
mencapai tujuan perusahaan dengan sumber daya yang minimal, serta tidak terjadi
penumpukkan modal perusahaan.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai EOQ seperti contoh untuk
SW Whole Corn yaitu 39 Can dengan frekuensi 16 kali, Gula Pasir yaitu 56 Kg
dengan frekuensi 25 kali, dan Tepung Terigu yaitu 3 Bal dengan frekuensi 14 kali.
Total biaya pemesanan adalah Rp 324.000,-, biaya penyimpanan adalah
Rp.11.604.600,-, tingkat persediaan pengaman adalah 48,45 items, dan titik
pemesanan kembali adalah 145,45 items yang berarti menunjukkan hasil yang
relatif rendah.
Dari hasil perhitungan akhir, ditarik kesimpulan bahwa hasil perhitungan
setelah metode EOQ tersebut dapat mempengaruhi biaya dan titik pemesanan
kembali yang ideal, menyesuaikan terhadap persediaan bahan dasar groceries di
store. Hal ini dilakukan agar ada keseimbangan antara jumlah pembelian dan
pemakaian untuk menghindari kekosongan maupun penumpukan di store.

Kata kunci: Pengendalian persediaan, metode economic order quantity (EOQ),,


bahan dasar groceries, biaya pemesanan, biaya penyimpanan, nilai persediaan
pengaman, titik pemesanan kembali.

i
ABSTRACT

Inventory of groceries are company’s most significant current asset


because only with the existence of inventory that the company can run its
operating activity. The uncertainty of demand, the unreliability of suppliers are
reasons why company wants to have inventory. Inventory deficiency can delay the
production process. While excess of inventory can result in waste because the
company needs to spend higher capital for inventory cost.
The purpose of this research is to find out whether Grand Royal
Panghegar Bandung has successfully controlled the inventory of groceries. The
method used to control the inventory of groceries in this research is economic
order quantity (EOQ). This is a method that calculates quantity of economic order
based on demand forecasting and optimum cost between ordering cost, carrying
cost, safety stock, and reorder point. After having researched, Grand Royal
Panghegar Bandung was found out to experience the excess of groceries
inventory. Number of inventory controlled by using economic order quantity
method in order to produce more ideal result, was effectively meeting all guests’
needs and efficiently able to reach company’s goal with minimum resource, and
cumulation of company’s capital did not occur.
The result of analysis calculation using EOQ method shows that for
example SW Whole Corn was 39 Can with frequency 16 times, Gula Pasir was 56
Kg with frequency 25 times, and Tepung Terigu was 3 Bal with frequency 14
times. The total ordering cost was Rp.324.000,-, carrying cost was
Rp.11.604.600,-, level of safety stock was 48,45 items, and reorder point was
145,45 items showing a relatively lower result.
From the result of final calculation, it is concluded that the result of
calculation after EOQ was done can put an effect on ideal cost and reorder point,
adjusting to the inventory of groceries in store. This is done to make a balance
between the number of purchase and usage to prevent the absence or the excess in
store.

Keywords: Inventory control, economic order quantity (EOQ) method, groceries,


ordering cost, carrying cost, safety stock, reorder point.

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala

hikmat dan anugerah yang telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

proyek akhir ini, dengan judul “PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN

DASAR GROCERIES DENGAN METODE ECONOMIC ORDER

QUANTITY (EOQ) DI GRAND ROYAL PANGHEGAR BANDUNG.”

Penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti

proyek akhir pada Program Diploma IV program studi Administrasi Hotel di

Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

Ucapan terima kasih dari penulis kepada seluruh pihak yang selama ini

telah memberikan bimbingan, bantuan dan dukungan penuh sehingga penulis

dapat menyelesaikan proyek akhir ini.

Ucapan terima kasih penulis kepada :

1. Bapak Dr. Anang Sutono, MM. Par., CHE. selaku Ketua Sekolah Tinggi

Pariwisata Bandung.

2. Bapak Sumaryadi, MM. selaku Plh. Kepala Bagian Administrasi

Akademik dan Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

3. Bapak I Gusti Agung Wahyu Adrian, MM.Par., M.Sc selaku Ketua

Program Studi Administrasi Hotel Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.

4. Bapak Edison, S.Sos., MM. selaku Pembimbing I atas ilmu, saran, dan

waktu untuk berdiskusi yang sangat bermanfaat bagi penulis sehingga

dapat menyelesaikan proyek akhir ini.

iii
5. Bapak Pudin Saepudin, S.ST.Par., MP. Par. selaku Pembimbing II yang

telah memberikan saran secara detail dan dukungan dalam menyelesaikan

proyek akhir ini tepat waktu.

6. Seluruh dosen pengajar Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung yang telah

memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman selama penulis mengikuti

kegiatan perkuliahan.

7. Bapak A. Nainggolan dan Mama R. Manullang selaku orang tua yang

selalu memberikan doa dan dukungan untuk melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi, yang mana penulis ada sampai di D4 ini.

8. Ibu Rinrin, Ibu Putri, Bapak Dani, selaku pihak Manajemen dari Grand

Royal Panghegar Bandung yang telah memberikan ijin serta data-data

yang diperlukan dalam menyelesaikan proyek akhir ini.

9. Seluruh sahabat yang telah memberikan dukungan selama ini dan rekan

seperjuangan kelas Ekstensi ADH 2016.

10. Seluruh pihak yang turut memberikan perhatian dalam menyelesaikan

proyek akhir namun belum dapat penulis sebutkan seluruhnya dalam

kesempatan ini.

Di dalam proyek akhir ini penulis menyadari bahwa masih ada

kekurangan, oleh sebab itu penulis meminta maaf atas segala kekurangan dan

kesalahan tersebut baik dalam penulisan isi, nama atau gelar, dalam proyek akhir

ini.

iv
Akhir kata penulis berharap agar proyek akhir ini dapat dijadikan sebagai

sumber informasi yang berguna bagi pengguna proyek akhir di masa yang akan

datang.

Bandung, ... Agustus 2017

Penulis

v
DAFTAR ISI

ABSTRAKSI......................................................................................................... i

ABSTRACT ......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................ ...........vi

DAFTAR TABEL ............................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 6

C. Rumusan dan Batasan Masalah .............................................................. 7

1. Rumusan Masalah ............................................................................. 7

2. Batasan Masalah ............................................................................... 7

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................ 8

1. Tujuan ............................................................................................... 8

2. Kegunaan .......................................................................................... 8

E. Metodologi Penelitian ............................................................................. 8

1. Jenis Penelitian.................................................................................. 8

vi
2. Objek Penelitian ................................................................................ 9

3. Variabel Penelitian ............................................................................ 9

4. Populasi dan Sampel ....................................................................... 10

5. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 11

6. Teknik Analisa Data ....................................................................... 13

F. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 14

G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 15

BAB II LANDASAN TEORI

A. Manajemen Persediaan ......................................................................... 17

1. Pengertian Persediaan .................................................................... 17

2. Fungsi Persediaan .......................................................................... 18

3. Jenis-jenis persediaan ..................................................................... 21

B. Pengendaliaan Persediaan (Inventory Control) .................................... 22

1. Pengertian Pengendalian Persediaan ............................................... 22

2. Tujuan Pengendalian Persediaan .................................................... 23

C. Biaya Pemesanan dan Biaya Pemesanan .............................................. 27

1. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) ................................................. 28

2. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost) .............................................. 29

D. Nilai Persediaan Pengaman (Safety Stock) ........................................... 30

E. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)........................................... 32

vii
BAB III TINJAUAN OBJEK PENELITIAN

A. Tinjauan Umum Grand Royal Panghegar Bandung ............................ 34

1. Sejarah............................................................................................. 34

2. Profil ............................................................................................... 36

3. Visi dan Misi ................................................................................... 37

4. Fasilitas ........................................................................................... 38

5. Struktur Organisasi ......................................................................... 42

B. Tinjauan Data Mengenai Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan .. 44

1. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) ................................................. 44

2. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost) .............................................. 45

C. Tinjauan Data Mengenai Nilai Persediaan Pengaman (Safety Stock) ... 55

1. Usage Rate ..................................................................................... 55

2. Lead Time........................................................................................ 56

3. Anticipated Lead Time Demand...................................................... 56

D. Tinjauan Data Mengenai Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) .. 57

BAB IV ANALISIS PERMASALAHAN

A. Analisis Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan ............................ 59

1. Analisis Biaya Pemesanan (Ordering Cost) ................................... 59

2. Analisis Biaya Penyimpanan (Carrying Cost) ................................ 61

B. Analisis Nilai Persediaan Pengaman (Safety Stock) ............................. 65

C. Analisis Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point) ............................ 66

viii
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ........................................................................................... 67

B. Rekomendasi ......................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 71

LAMPIRAN ....................................................................................................... 74

ix
DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1.1. Nilai Pembelian dan Pemakaian Bahan Dasar Groceries Periode Agustus-

Oktober 2016 ............................................................................................. 5

1.2. Matriks Operasional Variabel .................................................................. 10

3.1. Tipe Kamar Grand Royal Panghegar ...................................................... 39

3.2. Meeting Room Grand Royal Panghegar .................................................. 40

3.3. Biaya Pemesanan Sampel Bahan Dasar Groceries Periode Agustus–

Oktober 2016 ........................................................................................... 45

3.4. Nilai Persediaan Sampel Bahan Dasar Groceries Periode Agustus–Oktober

2016 ......................................................................................................... 46

3.5. Biaya Penyimpanan Sampel Bahan Dasar Groceries Periode Agustus–

Oktober 2016 ........................................................................................... 47

3.6. Hasil Perhitungan EOQ Sampel Bahan Dasar Groceries Periode Agustus–

Oktober 2016 ........................................................................................... 49

3.7. Frekuensi Pembelian Aktual dan EOQ Periode Agustus–Oktober 2016 . 50

3.8. Hasil Perhitungan Biaya Aktual dan EOQ Sampel Bahan Dasar Groceries

Periode Agustus–Oktober 2016 ................................................................ 51

3.9. Total Pembelian EOQ Periode Agustus–Oktober 2016 .......................... 54

3.10. Total Cost EOQ Periode Agustus–Oktober 2016 ..................................... 54

3.11. Nilai Safety Stock Sampel Bahan Dasar Groceries Periode Agustus–

Oktober 2016 .......................................................................................... 57

x
3.12. Nilai Reorder Point Sampel Bahan Dasar Groceries Periode Agustus–

Oktober 2016 .......................................................................................... 58

xi
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

3.1. Sturktur Organisasi Grand Royal Panghegar ........................................... 43

xii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman

I. Pedoman Wawancara .................................................................................. 74

II. Data Pembelian dan Pemakaian Bahan Dasar Groceries Grand Royal

Panghegar Periode Agustus–Oktober 2016 ................................................. 75

III. Surat Keterangan Penelitian ........................................................................ 80

IV. Biodata Penulis ............................................................................................ 81

V. Hasil Turnitin

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Potensi pariwisata yang dimiliki suatu negara berdampak baik pada

perkembangan industri pariwisata. Sektor pariwisata menjadi andalan negara

Indonesia di saat turunnya expor Indonesia baik migas maupun non migas akibat

perdagangan dunia yang melemah untuk mendulang perolehan devisa negara hal

tersebut disampaikan oleh Soebagyo (2012:153). Maka dari itu, menurut penulis

bahwa pariwisata Indonesia dapat memberikan kontribusi karena memiliki potensi

besar mulai dari keindahan alam, keragaman budaya, dan keunikan makanan yang

dimiliki daerah.

Kota Bandung menjadi salah satu lokasi wisata yang menarik diantara

beberapa kota di Indonesia. Bandung telah populer menjadi destinasi wisata dunia

sebagai kota wisata warisan budaya. Pada awalnya, Bandung sangat terkenal

sebagai tempat yang menawarkan banyak daya tarik wisata untuk wisata alam dan

wisata budaya disampaikan oleh Wardhani (2012:371). Menurut penulis terdapat

banyak potensi selain wisata alam dan budaya, Bandung berkembang

menawarkan aktivitas baik dalam pendidikan, wisata sejarah, wisata ilmiah,

wisata belanja dan wisata kuliner. Daya tarik wisata tersebut menjadikan Bandung

mendapat banyak kunjungan baik domestik maupun mancanegara. Hal tersebut

1
2

dapat menambah pertumbuhan ekonomi daerah, salah satu penunjang pariwisata

adalah industri perhotelan.

Industri perhotelan dengan pariwisata saling berkaitan erat, karena hotel

memiliki peranan penting dalam industri pariwisata sebagai jasa akomodasi

dikelola secara komersil yang membantu wisatawan untuk melakukan kegiatan

wisata. Pengertian hotel menurut Putri (2016:12) Hotel merupakan jenis usaha

yang dikelola secara profesional, menyediakan pelayanan jasa penginapan,

makanan dan minuman serta fasilitas lainnya, diperuntukkan untuk masyarakat

umum. Oleh karena itu, dengan adanya akomodasi akan berpengaruh pada

banyaknya wisatawan yang menginap untuk berkunjung ke daerah wisata.

Dewasa ini hotel sebagai sarana akomodasi tidak hanya untuk menginap,

namun berkembang menjadi tempat pertemuan bisnis, seminar, dan tempat resepsi

pernikahan. Pertumbuhan dunia bisnis perhotelan semakin meningkat, dapat di

lihat dari banyaknya hotel berdiri sampai saat ini mendorong manajemen agar

berinovasi dalam mengembangkan produk yang ditawarkan.

Untuk dapat mempertahankan kelangsungan usaha dalam persaingan bisnis

yang ketat, hotel perlu meningkatkan daya saing perusahaan. Hotel harus terus

berupaya meningkatkan customer value dengan cara meningkatkan kecepatan

respon terhadap permintaan tamu, meningkatkan kualitas produk dan jasa yang

dihasilkan. Dalam menujang aktivitas tersebut, hotel perlu mengelola persediaan

secara efektif dan efisien. Yang mana efektif adalah dapat memenuhi semua

permintaan tamu, dan yang dimaksud efisien adalah dapat mencapai tujuan hotel

dengan sumber daya yang minimal. Seperti pernyataan Irham Fahmi (2012:1)
3

Bagian produksi sering dilihat sebagai salah satu fungsi manajemen yang

menetapkan penciptaan produk, turut mempengaruhi peningkatan dan penurunan

penjualan. Maksudnya, produk yang dihasilkan harus selalu mengikuti standar

pasar yang diinginkan, bukan diproduksi atas dasar mengejar target semata. Oleh

sebab itu, dalam operasional hotel bagian produksi memiliki peran penting

mendorong keberhasilan bisnis, salah satunya dengan menjaga ketersediaan

barang demi kelancaran operasional dan mengejar produktivitas yang

berkelanjutan.

Ketepatan dalam pengadaan bahan makanan akan meningkatkan

kepercayaan tamu terhadap hotel melalui konsistensi kualitas, dan konsistensi

penyajian produk. Oleh karenanya, untuk mewujudkan persediaan yang terlaksana

dengan baik serta stabil, konsep manajemen persediaan perlu diterapkan. Menurut

Witjaksono (2005:167) bahwa manajemen persediaan yang baik merupakan hal

penting yang tidak dapat diabaikan, dan hal itu dituangkan dalam suatu kebijakan

mengenai persediaan.

Persediaan sebagai kekayaan hotel yang sangat diandalkan karena dengan

adanya persediaan maka hotel dapat menjalankan aktivitas operasionalnya.

Ketidaktepatan permintaan, ketidakandalan pemasok, dan keuntungan pemesanan

dalam jumlah banyak menjadi alasan hotel harus memiliki persediaan. Menurut

Richardus (2003:4) pengendalian persediaan merupakan kegiatan yang

berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penentuan

kebutuhan material sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasi


4

dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain pihak investasi persediaan material

dapat ditekan secara optimal.

Dalam persediaan terdapat modal kerja, yang mana seharusnya modal yang

digunakan untuk membeli persediaan dapat digunakan untuk berinvestasi dalam

hal lain. Nilai dalam persediaan menggambarkan investasi hotel dalam bentuk

barang, maka nilai persediaan yang terlalu besar dapat menyebabkan penghasilan

yang berkurang atau penumpukkan modal kerja karena dana persediaan yang

tertanam tidak tidak dapat digunakan untuk berinvestasi dalam bentuk lain yang

lebih menguntungkan. Oleh sebab itu, sangat penting hotel menjaga tingkat

persediaan barang dengan menentukan seoptimum mungkin agar tidak

mengganggu penjualan dan operasional hotel.

Persediaan dapat berupa persediaan bahan baku, bahan pendukung, maupun

barang jadi. Dimana pada hotel barang tersebut dapat berupa makanan, minuman

untuk dijual sehingga menambah pendapatan hotel. Bahan makanan dapat di

klasifikasikan menjadi 2 jenis, yaitu perishable food (bahan makanan yang mudah

rusak) seperti: daging, unggas, dairy product, sayuran & buah-buahan dan non

perishable food (bahan makanan yang tidak mudah rusak) seperti: sereal, gula,

tepung, selai, kacang-kacangan & makanan dalam kemasan. Persediaan dapat

diolah menjadi barang jadi maupun barang setengah jadi yang dapat disimpan

kembali untuk mengantisipasi permintaan tamu, yang mana disampaikan

Widanaputra dkk (2009:103) bahwa besar kecilnya persediaan (inventory) sangat

bergantung pada fasilitas yang dimiliki, jumlah kamar, dan tingkat perputaran

persediaan. Maka dari itu, persediaan bahan baku makanan di hotel harus
5

disesuaikan dengan kebutuhan agar stock barang dapat terjaga dan memenuhi

kepuasan tamu.

Persediaan harus di jaga kuantitas dan kualitasnya dengan mengupayakan

ketersediaan barang namun tidak menyimpan barang terlalu lama yang akan

menyebabkan kerusakan pada bahan makanan tersebut dan menghindari

kesalahan prediksi pemesanan, oleh karena itu diperlukan perhitungan yang tepat

dalam mengelola stock barang. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam

mengelola persediaan di foodservice operations menurut Spears dan Gregoire

(2003:169-171), yaitu metode Economic Order Quantity (EOQ). Yang mana

economic order quantity menghitung jumlah ekonomis pemesanan.

Berdasarkan tinjauan teori di atas, diperlukan perencanaan dalam penentuan

jumlah bahan makanan yang akan dibeli agar terjaga persediaannya. Berikut ini

tabel mengenai angka pembelian dan pemakaian bahan dasar groceries di Grand

Royal Panghegar Bandung.

Tabel 1.1
Nilai Pembelian dan Pemakaian Bahan Dasar Groceries
Periode Agustus - Oktober 2016

Agustus September Oktober Total


No. Description Unit Price (Rp)
Pembelian Pemakaian Pembelian Pemakaian Pembelian Pemakaian Pembelian Pemakaian
1 SW Whole Corn Can 16,000 276 231 147 222 216 166 639 619
2 Gula Pasir Kg 18,000 495 455 595 495 345 450 1435 1400
3 Tepung Terigu Bal 175,000 17 16 14 13 10 12 41 41
4 Santan Kara 1L Ltr 35,000 198 228 264 234 282 237 744 699
5 Koko Krunch 330gr Pack 36,000 124 91 118 110 90 109 332 310
6 Ajinomoto Kg 36,000 76 66 66 80 87 73 229 219
7 Bihun AAA Pak 9,500 360 284 264 240 216 286 840 810
8 Bio Bianca Zeelandia Kg 130,000 30 22 10 25 20 19 60 66
9 Cholatta Dark Pack 52,000 48 52 48 61 104 72 200 185
10 Cholatta White Pack 56,000 48 20 24 31 24 29 96 80
Sumber: Data Grand Royal Panghegar, 2017

Hasil wawancara awal penulis dengan purchasing di Grand Royal

Panghegar Bandung, periode pengadaan bahan makanan groceies selama ini


6

dilakukan satu bulan dua kali, metode yang pernah ditetapkan sebelumnya adalah

min-max. Namun dalam tiga tahun terakhir, tidak ada ketetapan dalam

menentukan batas optimal dari satu jenis barang, karena seringnya terjadi

kebutuhan mendesak maka pemesanan selalu dilebihkan sehingga hal tersebut

mengakibatkan pemesanan dilakukan dengan jumlah banyak dan fluktuatif, ini

menyebabkan jumlah barang yang berlebihan di akhir periode. Hal tersebut

menimbulkan resiko pada penumpukan modal perusahaan, karena dana yang

tertanam dalam persediaan tidak dapat digunakan untuk berinvestasi dalam bentuk

lain yang lebih menguntungkan.

Berdasarkan data tersebut, maka disimpulkan bahwa pemesanan yang

dilakukan belum optimal, oleh sebab itu dilakukan penelitian pengendalian

persediaan melalui metode Economic Order Quantity (EOQ) untuk mengetahui

jumlah pemesanan ekonomis. Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba

mengangkat uraian diatas dan mengambil penelitian dengan judul

“PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN DASAR GROCERIES

DENGAN METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) DI GRAND

ROYAL PANGHEGAR BANDUNG”.

B. Identifikasi Masalah

Masalah persediaan bahan dasar makanan merupakan salah satu masalah

penting dalam hotel, suatu sistem pengendalian pada persediaan dapat

mengantisipasi permintaan tamu. Dari hasil penelitian awal dan teori dasar yang
7

telah diuraikan sebelumnya, penulis mengidentifikasikan masalah dalam beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan

(carrying cost) bahan dasar groceries yang ada di Grand Royal

Panghegar Bandung ?

2. Bagaimana nilai persediaan pengaman (safety stock) bahan dasar

groceries yang ada di Grand Royal Panghegar Bandung ?

3. Berapa titik pemesanan kembali (reorder point) bahan dasar groceries

yang dibutuhkan oleh Grand Royal Panghegar Bandung ?

C. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis dapat melakukan

perumusan terhadap masalah persediaan bahan makanan groceries yang

belum efisien dan efektif dikarenakan nilai batas dalam pembelian barang

makanan belum optimal. Perencanaan yang matang dari section yang

bersangkutan merupakan cara untuk memaksimalkan tingkat efisiensi dan

efektivitas pembelian bahan makanan groceries di Grand Royal Panghegar

Bandung.

2. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah penulis membatasi

penelitian ini dengan memfokuskan pada bahan dasar groceries yang

dibatasi lagi menurut jenis bahan makanan groceries yang sering digunakan
8

setiap hari untuk kebutuhan operasional. Membatasi masalah pada sistem

pembelian yang belum efisien pada jenis bahan dasar groceries yang

diterapkan oleh pihak manajemen di Grand Royal Panghegar Bandung

terhadap faktor yang paling mempengaruhi persediaan bahan dasar

groceries.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui pengendalian persediaan bahan dasar groceries

dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ),

mengetahui berapa besar biaya pemesanan (ordering cost) dan

biaya penyimpanan (carrying cost).

b. Untuk mengetahui nilai persediaan pengaman (safety stock) bahan

dasar groceries.

c. Untuk mengetahui titik pemesanan kembali (reorder point).

2. Kegunaan Penelitian

a. Untuk mengkaji bahan pembelajaran sub keilmuan.

b. Sebagai bahan pertimbangan dan rekomendasi bahan kajian bagi

Grand Royal Panghegar Bandung untuk memperbaiki sistem pada

manajemen persediaan bahan dasar groceries.


9

E. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yaitu cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan

dan manfaat tertentu. Hal tersebut disampaikan oleh Sugiono (2015:18).

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Deskriptif. Menurut

Sugiono (2015:336) mengungkapkan penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang bersifat menggambarkan suatu fenomena, peristiwa, dan

gejala baik menggunakan data kualitatif maupun kuantitatif. Berdasarkan

permasalahan, penelitian ini akan menyajikan, menganalisa, dan

menginterpretasikan data dengan skala ratio. Penelitian ini fokus untuk

mengetahui nilai variabel tanpa membandingkan dengan variabel lain.

2. Objek Penelitian

Royal Panghegar Hotel Bandung merupakan objek penelitian yang

diangkat oleh penulis. Adapun koresponden dalam penelitian ini adalah

pihak accounting bagian purchasing, store keeper serta bagian cost control.

3. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Sugiono (2006:42) adalah segala sesuatu

yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, yang kemudian dapat

ditarik kesimpulannya. Variabel pada penelitian ini adalah variabel

independen dikenal sebagai variabel bebas. Berikut merupakan penyusunan


10

MOV atau Operasional Variabel Penelitian berdasarkan pada teori

manajemen persediaan oleh Richardus (2003:60).

Tabel 1.2
Matriks Operasional Variabel

Variabel Sub Variabel Indikator Skala


Biaya Pemesanan
nxP
(Ordering Cost )
Biaya Penyimpanan
C xA
(Carrying Cost )
Metode EOQ Ratio
Persediaan Pengaman
50% x Anticipated Lead Time Demand
(Safety Stock)
Titik Pemesanan Kembali
Anticipated Lead Time Demand + Safety Stock
(Reorder Point)

Keterangan :

n = Frekuensi optimal dalam periode

P = Biaya pemesanan per pesanan

C = Biaya penyimpanan barang per periode

A = Biaya persediaan barang per periode

ALTD = Antisipasi kebutuhan persediaan

SS = Persediaan pengaman

4. Populasi dan Sampel

Sugiyono menjelaskan definisi populasi dan sampel (2009:90)

merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang

memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang dapat ditetapkan oleh

peneliti untuk kemudian dipelajari dan kemudian ditarik inti sarinya.


11

Sedangkan sampel merupakan bagian dari jumlah serta karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut.

Berdasarkan pengertian di atas, pada penelitian ini mengambil

persediaan bahan makanan groceries di Grand Royal Panghegar sebagai

populasi. Karena keterbatasan maka tidak semua yang ada pada populasi

penulis pelajari, namun mengambil sample dari populasi tersebut. Sample

yang di ambil yaitu bahan dasar groceries yang tingkat pemakaiannya tinggi

atau pembeliannya besar. Teknik sampling yang digunakan yaitu

Proportionate stratified random sampling, yaitu teknik yang memiliki

anggota atau unsur tidak homogen dan berstrata secara proporsional,

Sugiono (2015:93).

5. Teknik Pengumpulan Data

Proses. pengumpulan data merupakan hal penting dalam melaksanakan

penelitian, karena itulah dasar dalam menemukan masalah yang akan

diselesaikan yaitu dengan pengumpulan informasi. Ada dua jenis data yang

digunakan, pertama yaitu data primer dilakukan melalui observasi dan

wawancara kepada pihak purchasing dan store. Selanjutnya yang kedua

yaitu data sekunder yang berupa dokumen berisi data yang diambil langsung

dari pihak Grand Royal Panghegar Bandung dan studi kepustakaan untuk

mendapatkan teori sebagai referensi dari para ahli melalui buku-buku

maupun media website.


12

a. Data Primer

1) Observasi

Suatu proses dengan merasakan dan memahami fenomena yang

terjadi berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah dimiliki

sebelumnya kegunaannya agar mendapatkan informasi yang

diperlukan untuk sebuah penelitian. Menurut Idrus (2009:101)

Pengamatan atau observasi merupakan kegiatan pencatatatan

fenomena yang dilakukan secara sistematis. Peneliti melakukan

pengamatan langsung terhadap objek penelitian untuk

mendapatkan data dan mengetahui kondisi lapangan.

2) Wawancara

Sugiono mendefinisikan wawancara (2013:72) merupakan

pertemuan dua orang untuk saling bertukar informasi serta ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam

suatu topik tertentu. Untuk mengetahui hal-hal lebih mendalam

peneliti melakukan wawancara kepada Purchasing dan Storekeeper

sebagai studi pendahuluan ke lapangan sehingga menemukan

permasalahan yang harus diteliti.

b. Data Sekunder

1) Studi Kepustakaan

`Merupakan cara membandingkan antara kenyataan atau data

lapangan dengan teori yang mendukung analisis dalam

pembahasan masalah. Teori-teori yang digunakan relevan sebagai


13

bahan referensi yang berhubungan dengan masalah dalam

penelitian.

2) Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi yang dilakukan dengan mengumpulkan data

aktual berupa dokumen dari bagian purchasing, dan store keeper

yang menunjukan jumlah pembelian dan pemakaian bahan dasar

groceries yang terjadi di Grand Royal Panghegar Bandung.

6. Teknik Analisa Data

Menurut Sugiono (2010:169) Analisa data adalah mengelompokkan

data, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, dan melakukan perhitungan

untuk menjawab rumusan masalah. Dapat disimpulkan bahwa data yang

didapat di lokasi penelitian kemudian akan diolah dan hasil data olahan

tersebut kemudian akan di analisa agar di dapatkan jawaban untuk rumusan

masalah yang diteliti. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa

deskriptif yang bersifat mendeskripsikan dan memberi gambaran dari hasil

penelitian agar menjadi informatif.

Dalam penelitian ini, pengendalian biaya persediaan dianalisis

menggunakan metode economic order quantity dengan membandingkan

data-data yang telah dikumpulkan dengan teori terkait. Dalam penelitian ini

akan dapat diketahui persediaan bahan baku groceries yang akan diterapkan

dengan metode economic order quantity agar dapat diketahui nilai ekonomis
14

pemesanan yang ideal. Perhitungan metode economic order quantity dengan

rumus yang dikemukakan oleh Richardus (2003 : 52-53) :

= nxP

=CxA

= % 𝐴 𝐿

= 𝐴 𝐿 +

Keterangan :

n = Frekuensi optimal dalam periode

P = Biaya pemesanan per pesanan

C = Biaya penyimpanan barang per periode

A = Biaya persediaan barang per periode

ALTD = Antisipasi kebutuhan persediaan

SS = Persediaan pengaman

F. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Grand Royal Panghegar Bandung yang

berada di Jl. Merdeka No. 2, Bandung 40111, Jawa Barat–Indonesia.

Telp : (022)423 2286

Website : www.grandroyalpanghegar.com

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan berkisar 5 bulan dari Januari 2017 sampai

Mei 2017.
15

G. Sistematika Penulisan

Sistematika pada penulisan dalam Proyek Akhir adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab yang berisikan pendahuluan dalam penulisan ini

disusun dari latar belakang masalah, identifikasi masalah,

rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan

penelitian, metodologi penelitian, lokasi penelitian dan

waktu penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI

Bab ini akan membahas teori mengenai manajemen

persediaan yang terdiri dari pengertian persediaaan

(inventory), fungsi persediaan, jenis-jenis persediaan.

Kemudian, berikutnya membahas pengendalian persediaan,

pengertian dan tujuan pengendalian persediaan serta

Economic Order Quantity (EOQ). Selanjutnya membahas

tentang biaya pemesanan, biaya penyimpanan, persediaan

pengaman dan titik pemesanan kembali.

BAB III TINJAUAN OBJEK PENELITIAN

Bab ini merupakan bab tinjauan umum objek yaitu Grand

Royal Panghegar Bandung tentang sejarah, lokasi, visi dan

misi, serta fasilitas hotel. Selanjutnya mengemukakan data


16

hasil penelitian lapangan/pengumpulan data sesuai dengan

identifikasi masalah dan batasan masalah.

BAB IV ANALISIS PERMASALAHAN

Bab ini akan menerapkan teknik analisa yang telah

dikemukakan dalam metodologi berdasarkan identifikasi

masalah dengan menggunakan data yang telah terkumpul.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab ini merupakan bab yang berisi kesimpulan hasil

penelitian yang diambil dari intisari analisa permasalahan.

Serta memberikan rekomendasi dalam mengatasi

permasalahan yang diteliti.


BAB II

LANDASAN TEORI

A. Manajemen Persediaan

Manajemen persediaan diperlukan untuk mengelola persediaan, yang mana

persediaan merupakan jenis aktiva lancar yang jumlahnya cukup besar dalam

suatu perusahaan. Hal tersebut karena persediaan adalah faktor penting dalam

menentukan kelancaran operasional, dengan mengelola persediaan yang cukup

maka perusahaan dapat memenuhi kebutuhan tamu yang memerlukan barang yang

dihasilkan.

1. Pengertian Persediaan

Industri bisnis terutama hotel memerlukan berbagai jenis barang atau

bahan untuk keperluan penunjang bisnisnya. Adapun beberapa definisi

mengenai persediaan atau dikenal inventory, antara lain :

Richardus (2003:4) yaitu sejumlah material yang biasanya disimpan dan

dirawat menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan supaya barang

dalam keadaan siap pakai untuk keperluan operasional. Marian C. Spears

(2000:321) mengemukakan Inventory is a note of material assets owned by

an organization. Chase, Jacobs, Aquilano (2004:589) berpendapat bahwa

Inventory is the stock of any item or resource used in an organization … in

services, inventory generally refers to the tangible goods to be sold and the

supplies necessary to administer the services.

17
18

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

persediaan (inventory) merupakan sejumlah barang yang dimiliki

perusahaan yang disimpan dan dirawat dalam tempat penyimpanan tertentu

agar siap pakai dalam proses operasional untuk memenuhi permintaan tamu.

2. Fungsi Persediaan

Terdapat beberapa fungsi atau tujuan dari persediaan, yaitu sebagai

berikut :

Menurut Heizer dan Render (2011:500) fungsi persediaan :

1) To “decouple” or separate various parts of the production process.

For example, if a firms supplies fluctuate, extra inventory may be

necessary to decouple the production process from suppliers.

2) To decouple the firm from fluctuations in demand and provide a

stock of goods that will provide a selection for customer. Such

investoris are typical in retail establishments.

3) To take advantage of quantity discount, because purchases in large

quantities may reduce the cost of goods or their delivery.

4) To hedges against inflation and upward price changes.

William (2005:485) mengemukakan beberapa fungsi diantaranya :

1) To meet anticipate demand

Persediaan ini mengacu pada anticipation stock karena disediakan

untuk memenuhi permintaan yang diharapkan.


19

2) To smooth production requirements

Perusahaan yang mengalami pola permintaan musiman biasanya

menambah persediaan selama pra musim untuk memenuhi

permintaan yang tinggi selama periode musiman.

3) To decouple components of the production distribution system

Pada umumnya suatu perusahaan menggunakan persediaan sebagai

penopang berjalannya operasional untuk mempertahankan

kelangsungan produksi yang dapat terganggu karena beberapa

hambatan.

4) To protect against stockout

Permintaan yang tidak terduga dan pengiriman yang kadang

terlambat meningkatkan resiko kekurangan barang. Resiko

kekurangan barang dapat dikurangi dengan memiliki safety stock.

5) To take advantage of order cycle

Untuk meminimalkan biaya persediaan dan pembelian, perusahaan

biasanya membeli barang dengan kuantitas yang melebihi

kebutuhan yang mendesak.

6) To hedge agains price increases

Adanya perkiraan perusahaan akan terjadinya kenaikan harga yang

tinggi sehingga membeli dengan jumlah yang lebih besar dari

biasanya.
20

7) To permit operation

Proses produksi memerlukan waktu artinya tidak secara instan,

maka barang perlu disimpan di gudang guna menyalurkan

persedian ke seluruh sistem produksi-distribusi.

8) To take advantage of quantity discounts

Pemasok umumnya akan memberikan diskon untuk pembelian

barang dengan jumlah yang besar.

Richardus (2003:4) menyebutkan adapun tujuan diadakannya

persediaan antara lain:

1) Memenuhi kebutuhan normal;

2) Memenuhi kebutuhan mendadak;

3) Memungkinkan pembelian atas dasar jumlah ekonomis.

Dari teori di atas, persediaan barang diharapkan dapat memberikan

fleksibilitas dalam hal pengadaan untuk memenuhi kebutuhan dan

pembelian dengan jumlah ekonomis. Tidak praktis apabila barang datang

disaat waktu mendesak. Oleh sebab itu hotel harus mengadakan persediaan

agar dapat memenuhi permintaan tamu yang tidak dapat diprediksi.

Sehingga hotel dapat merespon permintaan tamu dengan baik.

3. Jenis–Jenis Persediaan

Barang persediaan yang digunakan untuk pelaksanaan operasinya

mencakup 3 (tiga) bidang menurut Irham Fahmi (2012:109) antara lain :


21

1) Persediaan dalam bentuk barang mentah,

2) Persediaan dalam bentuk barang setengah jadi atau barang dalam

proses, dan

3) Persediaan dalam bentuk barang jadi.

Heizer dan Render (2011:501) mengkasifikasi persediaan menjadi 4

tipe, diantaranya :

1) Raw Material

Bahan yang biasanya sudah dibeli namun belum masuk pada tahap

proses produksi.

2) Work-in-process (WIP) inventory

Produk yang sudah bukan merupakan raw material namun belum

menjadi finished products.

3) MROs

MROs adalah persediaan yang dikhususkan untuk proses

maintenance/repair/operating yang diperlukan untuk menjaga

perlengkapan dan proses produktif.

4) Finished-goods inventory

Produk akhir yang siap jual.

Dalam industri perhotelan, persediaan yang biasanya tersedia di store

seperti: persediaan dalam bentuk mentah atau bahan dasar makanan

perishable dan non perishable, serta bahan pendukung atau barang jadi.
22

B. Pengendalian Persediaan (Inventory Control)

1. Pengertian Pengendalian Persediaan

Inventory control atau yang dikenal pengendalian persediaan berfungsi

untuk menjamin penyediaan barang dalam jumlah yang selalu mencukupi

kebutuhan usahanya serta meningkatkan efisiensi operasional suatu hotel.

Irham Fahmi menjelaskan pengertian inventory control (2012:109)

merupakan kemampuan suatu perusahaan dalam mengelola dan mengatur

tiap kebutuhan barang, baik berupa barang jadi, barang setengah jadi,

ataupun barang mentah agar selalu tersedia dalam kondisi pasar yang stabil

maupun berfluktuasi. Sedangkan pengertian lainnya Richardus (2003:4)

mengemukakan bahwa pengendalian tingkat persediaan (inventory control)

merupakan kegiatan yang berhubungan mulai dari perencanaan, pelaksanaan

dan pengawasan penentuan kebutuhan material sedemikian rupa sehingga di

satu pihak kebutuhan operasional dapat dipenuhi pada waktunya dan di lain

pihak investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian pengendalian (inventory

control) adalah proses perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan dalam

pemenuhan kebutuhan barang secara bersama dalam mengatur dan

mengelola kebutuhan operasi agar dapat dipenuhi pada waktunya dan

investasi persediaan material dapat ditekan secara optimal untuk mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Menyediakan barang dalam jumlah yang

mencukupi agar operasional dapat terlaksana dengan baik merupakan salah

satu fungsi manajemen persediaan.


23

2. Tujuan Pengendalian Persediaan

Suatu perusahaan yang menjalankan inventory control memiliki tujuan

tertentu, menurut Assauri (2004:169) mengatakan persediaan yang

dilaksanakan baik dari bahan mentah sampai barang jadi memiliki fungsi

berikut ini:

1) Menghilangkan resiko keterlambatan barang datang/bahan yang

dibutuhkan perusahaan bisnis.

2) Menghilangkan resiko kualitas yang kurang baik dari material yang

dipesan sehingga harus dikembalikan.

3) Menyimpan bahan-bahan yang dihasilkan musiman sehingga dapat

digunakan jika tidak ada dipasaran.

4) Mempertahankan stabilitas operasional ataupun menjamin

kelancaran arus produksi.

5) Memberikan pelayanan kepada tamu dengan memberikan jaminan

tersedianya produk yang ditawarkan sesuai permintaan tamu.

Menurut Agus Sartono (2008:444) Persediaan bahan baku memberikan

fleksibelitas dalam pengadaan, tanpa persediaan yang cukup perusahaan

harus selalu menyiapkan dana yang cukup untuk setiap waktu membeli

bahan baku yang diperlukan. Teori tersebut memberikan pengertian bahwa

pembelian yang sedikit-sedikit akan menyebabkan biaya pemesanan

membengkak, namun sebaliknya jika perusahaan dapat mengatur jumlah


24

pembelian dan frekuensi pemesanan dilakukan dengan teratur maka akan

didapatkan biaya yang lebih rendah.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari

pengendalian perusahaan adalah menghilangkan resiko kemungkinan yang

akan terjadi, menjaga barang tetap ada di luar musimnya serta memberikan

pelayanan terbaik dengan menjamin ketersediaan barang kepada

pelanggannya untuk memenuhi permintaan tamu sesuai dengan produk yang

diminta di waktu yang tepat dengan kuantitas yang tepat pula, dan dengan

total biaya seminimum mungkin.

Menurut Spears dan Gregoire (2003:169-171) terdapat 3 alat yang dapat

di gunakan dalam inventory control yang biasa digunakan di foodservice

operations, yaitu:

1) ABC Method,

2) Minimum-Maximum Method, and

3) Economic Order Quantity (EOQ).

Adapun definisi Economic Order Quantity (EOQ) menurut Joel G.

Siegel dan Jae K. Shim (1999:159) merupakan model matematik yang

menentukan jumlah barang yang harus dipesan untuk memenuhi permintaan

yang diproyeksikan, dengan biaya persediaan yang diminimalkan. Menurut

Horngren,et,al. (2012:726) menyatakan bahwa “The economic order

quantity (EOQ) is a decision model that, under a given set of assumptions,

calculates the optimal quantity of inventory to order.”


25

Berdasarkan pendapat diatas, disimpulkan bahwa Economic Order

Quantity merupakan metode yang dapat digunakan dalam menentukan

persediaan optimal atau memprediksi jumlah pesanan paling ekonomis.

Beberapa anggapan menurut Horngren,et.al. (2012:726) tentang EOQ,

yaitu :

1) Versi paling simple dalam EOQ model mengasumsikan hanya ada

ordering costs dan carrying costs.

2) Kuantitas yang sama dipesan pada tiap titik pemesanan kembali.

3) Permintaan, biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui

dengan pasti. Lama waktu pemesanan pembelian, waktu antara

menempatkan pemesanan dan pengiriman, juga diketahui dengan

pasti.

4) Biaya pembelian tiap unit tidak terpengaruh dengan kualitas

pemesanan.

5) Tidak terjadinya stockouts. Asumsi ini didasarkan karena biaya

stockout sangat tinggi sehingga manajer menjaga persediaan

secara memadai untuk menghindarinya.

Richardus mengemukakan (2003:54) bahwa Metode EOQ didasarkan

pada pemikiran yang logis jika makin sering pengisian kembali persediaan

dilakukan, maka persediaan rata-rata akan semakin kecil, dan menyebabkan

biaya penyediaan barang akan semakin kecil juga. Tetapi di lain pihak,

makin sering pengisian kembali persediaan dilakukan, maka biaya

pemesanan akan semakin besar pula. Atas dasar tersebut maka diperlukan
26

metode seperti Economic Order Quantity untuk mencari titik keseimbangan

yang dimaksud.

Horngren,et,al. (2012:727) mengemukakan relevant cost dalam EOQ

bahwa “EOQ is the order quantity that minimize the relevant ordering and

carrying cost. Annual relevant cost are at minimum at the EOQ at which the

relevant ordering and carrying cost are equal.”

Dari pemaparan teori di atas terdapat 2 biaya dalam EOQ yaitu biaya

memesanan (ordering cost) dan biaya penyimpanan (carrying cost).

didapatkan rumusan untuk menentukan nilai ekonomis suatu barang maka

dibuat formula penghitungan ideal yang dijelaskan oleh Richardus

(2003:60) dalam menghitung EOQ berikut ini :

× ×𝐴 𝐼
EOQ = √

× ×𝐴
n=√

Keterangan :

n = Frekuensi optimal dalam periode

A = Nilai pemakaian barang selama periode

P = Biaya pemesanan per pesanan

C = Biaya penyimpanan barang per periode


27

C. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) dan Biaya Penyimpanan (Carrying

Cost)

Persediaan menimbulkan biaya bagi hotel. Hotel harus mengelola

persediaannya untuk meminimalkan tingkat persediaan sehingga biaya hotel dapat

diturunkan menjadi seminimal mungkin.

Hogrngren,et.al. (2012:725) menyatakan biaya-biaya terkait dalam

pangambilan keputusan mengenai besarnya persediaan, diantaranya :

1) Purchasing Cost, adalah harga beli barang dari pemasok, termasuk

biaya angkutan masuk.

2) Ordering Cost, yaitu biaya yang timbul pada saat menyiapkan dan

mengeluarkan purchase order, menerima dan menginspeksi barang yang

termasuk dalam pesanan, dan mencocokkan invoice, purchase order,

dan delivery record untuk melakukan pembayaran.

3) Carrying Cost, biaya yang timbul ketika menyimpan persediaan barang

untuk dijual.

4) Stockout Costs, biaya yang timbul ketika perusahaan kehabisan item

tertentu ketika adanya permintaan atas item tersebut.

5) Cost of Quality, biaya yang terjadi ketika fitur dan karakteristik dari

suatu produk atau jasa tidak sesuai dengan keputusan pelanggan.

6) Shrinkle Cost, biaya yang muncul ketika terjadi pencurian dari pihak

luar, penggelapan oleh karyawan, salah mengklasifikasikan, dan

kesalahan dalam administrasi.


28

Menurut Irham Fahmi (2012:120) secara umum mengklasifikasikan biaya

persediaan dalam menentukan pembelian menjadi 3, yaitu :

1) Biaya Total (total cost), adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan

dalam suatu masa yang terjadi.

2) Biaya Pesanan (ordering cost), adalah keseluruhan biaya yang

dikeluarkan selama dalam proses pembelian.

3) Biaya Penyimpanan (carrying cost), adalah biaya-biaya yang

dikeluarkan sehubungan dengan penyimpanan.

Heizer dan Render (2011:506) mengemukakan biaya persediaan menjadi :

1) Holding Cost atau Carrying Cost

Biaya untuk menyimpan persediaan. Biaya yang termasuk adalah seperti

housing cost (buiding rent or depreciation, operation cost, taxes,

insurance) berkisar antara 3-10%.

2) Ordering Cost

Biaya dalam proses melakukan pemesanan barang.

Dari penjelasan diatas, diketahui biaya yang terkandung dalam model

Economic Order Quantity untuk menentukan persediaan yaitu biaya pemesanan

dan biaya penyimpanan.

1. Biaya Pemesanan (Ordering Cost)

Pengertian biaya pesan oleh Agus Sartono (2008:446) adalah semua

biaya yang timbul sebagai akibat pemesanan, biaya itu meliputi biaya sejak
29

dilakukan pemesanan hingga pesanan itu sampai di gudang. Tiap kali

memesan, tidak tergantung dari jumlah pesanan. Sehingga, semakin sering

memesan maka semakin besar pula biaya pemesanan ini. Formula

penghitungan ideal yang dijelaskan oleh Richardus (2003:60) dalam

menghitung Ordering Cost berikut ini :

=nxP

Keterangan :

n = Frekuensi optimal dalam periode

P = Biaya pemesanan per pesanan

2. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)

Model pembelian barang dapat diterapkan guna mengendalikan jumlah

persediaan bahan dasar yang dibeli. Menurut Wiyasha (2011:46) Model

deterministic yang lazim diterapkan adalah economic order quantity, pada

model ini yang pasti yaitu jumlah kebutuhan, biaya pengadaan bahan dasar

makanan, atau penjualan dalam kurun waktu tertentu. Adapun biaya yang

berhubungan dengan pengadaan persediaan bahan dasar disebut holding cost

atau carrying cost, dan harga tiap-tiap unit bahan makanan sesuai dengan

kebutuhan.

Jumlah pembelian bahan dasar makanan atau groceries harus

dikendalikan agar didapat jumlah persediaan yang ekonomis. Carrying cost

atau holding cost dikemukakan oleh Wiyasha (2011:47) merupakan biaya


30

yang terjadi karena memiliki persediaan bahan makanan. Biaya yang

termasuk carrying cost di antaranya: biaya penyimpanan, biaya

pemeliharaan tempat penyimpanan bahan makanan, biaya kerusakan dan

kehilangan bahan makanan. Biaya ini dinyatakan dalam persentase atas nilai

bahan makanan. Formula penghitungan yang ideal dalam menghitung

Carrying Cost berikut ini :

=CxA

Keterangan :

C = Biaya penyimpanan barang per periode

A = Biaya persediaan barang per periode

D. Nilai Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Safety stock atau dikenal dengan persediaan pengaman, menurut Irham

Fahmi (2012:121) safety stock adalah kemampuan perusahaan guna menciptakan

kondisi persediaan yang selalu aman atau penuh pengamanan dengan harapan

perusahaan untuk menghindari kekurangan persediaan.

Dari teori di atas disimpulkan bahwa safety stock merupakan persediaan

tambahan yang disiapkan ketika demand dan lead time bervariasi untuk menjaga

barang sewaktu-waktu ada tambahan kebutuhan atau keterlambatan barang,

sebagai proteksi terhadap kemungkinan habisnya persediaan ataupun jika

pemasok gagal mengirimkan barang tepat waktu. Hotel perlu menciptakan kondisi
31

persediaan yang aman sehingga kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi dan

mengurangi resiko kekurangan persediaan.

Menurut Kasmir dan Jakfar (2003:240) terdapat faktor-faktor penentu dalam

menghitung besarnya safety stock, antara lain :

1) Penggunaan bahan baku rata-rata,

2) Faktor waktu,

3) Biaya yang digunakan.

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya safety stock menurut

Farah Margareta (2004:146) yaitu :

1) Sulit/tidaknya bahan/barang tersebut diperoleh,

2) Kebiasaan pemasok menyerahkan barang/bahan,

3) Besar/kecilnya jumlah barang/bahan yang dibeli setiap saat, dan

4) Sering/tidaknya mendapat pesanan mendadak.

Formula dalam menghitung safety or minimum stock level menurut PA

Ilham Hanggi W. (2011) yaitu :

= % 𝐴 𝐿

Adapun perhitungan yang digunakan dalam menentukan besarnya nilai

pemakaian rata-rata dan tenggang waktu pemesanan, rumusan yang digunakan

untuk pemakaian rata-rata dan angka dalam bentuk bulan adalah sebagai berikut:

𝐼
=
𝑊
32

𝑊
𝐿 =

𝐴 𝐿 = 𝐿

Keterangan :

Usage Rate = Nilai pemakaian rata-rata

Frequency = Frekuensi pembelian

Number of Days or Weeks = Jumlah hari selama periode

Anticipated Lead Time Demand = Antisipasi kebutuhan persediaan

E. Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Titik pemesanan kembali (Reorder Point) merupakan batas dimana

pemesanan itu dilakukan guna menciptakan keadaaan persediaan yang terkendali.

Andrew H. Feinstein dan John M Stefanelli (2011:168) mengemukakan bahwa “

The lowest amount of stock on hand that you feel comfortable with, the point that

you will not go below before ordering more stock.”. Adapun pengertian dari

Irham Fahmi (2012:122) reorder point merupakan titik dimana suatu perusahaan

atau institusi bisnis harus memesan barang guna menciptakan kondisi persediaan

yang tetap terkendali.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa reorder point berfungsi

sebagai titik minimum/aman dalam persediaan. Jika jumlah persediaan berada di


33

bawah titik ini artinya persediaan dalam keadaan tidak aman dan harus dilakukan

pembelian kembali agar menghindari terjadinya kekosongan barang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Reorder Point menurut William

(2005:505) yaitu :

1) The rate of demand (usually based on forecast),

2) The lead time,

3) The extend of demand and/or lead time variability,

4) The degree of stockout risk acceptable to management.

Untuk menentukan Reorder Point dapat dihitung dengan formula menurut

Muller (2003 : 123) sebagai berikut :

= 𝐿 +

atau

= 𝐴 𝐿 +

Keterangan :

Usage Rate = Nilai pemakaian rata-rata

Lead Time = Tenggang waktu

Safety Stock = Persediaan pengaman

Anticipated Lead Time Demand = Antisipasi kebutuhan persediaan


BAB III

TINJAUAN OBJEK PENELITIAN

A. Tinjauan Umum Grand Royal Panghegar Bandung

1. Sejarah

Pada tahun 1922 berdiri sebuah hotel dengan nama Hotel Van Hengel

oleh Ibu Marie Meister, saat itu hotel hanya berkapasitas 40 buah kamar

dengan keadaan bangunan yang terpisah-pisah dan tamu yang menginap

adalah long staying guest atau dalam jangka waktu panjang. Hotel saat itu

menyewakan kamar secara bulanan, yang mana harga sewa kamar disatukan

dengan biaya makan dan minum dengan sebutan Hotel Pension Hengel.

Pada tahun 1943 Bapak H.E.K.Rukhiyat bekerja di Hotel Van Hengel

memegang tugas pembukuan perusahaan. Tahun 1955 saat konferensi Asia

Afrika Pak Rukhiyat diminta untuk bekerja kembali di Van Hengel

sepenuhnya. Beliau mendapat kepercayaan besar untuk menduduki posisi

Bapak Popta (mantan suami dari Ibu Meister).

Tahun 1956, hotel diadikan sebuah Naamloze Vennotschap dengan

penambahan kamar menjadi 48 buah. Dibawah pengelolaan Ibu Meister,

hotel telah terkenal sebagai hotel yang sangat memuaskan di dalam

pelayanan, kondisi makanan dan minuman yang memenuhi selera tamu.

34
35

Tahun 1959, Ibu Meister kembali ke Italia namun dua tahun kemudian

pada tahun 1960 saham hotel dibeli oleh Bpk. Rukhiyat yang sebelumnya

merupakan salah satu karyawan hotel.

Kemudian tahun 1962 seluruh saham hotel dibeli oleh Bpk. Rukhiyat

yang sekaligus menjadi pemilik tunggal perusahaan tersebut sampai saat ini.

Menyesuaikan dengan letak hotel yang terletak dijantung kota Parahyangan,

maka pada tahun 1963 nama hotel diganti menjadi Hotel Panghegar. Nama

tersebut berasal dari bahasa sunda yang berarti bersih dan menyenangkan,

sejak saat itu pula fasilitas hotel mulai ditingkatkan dengan melengkapi

kamar dengan membangun kamar mandi di tiap-tiap kamar.

Pada tahun 1968 Bpk. Rukiyat mendapat kesempatan memperoleh

Kredit PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) untuk membongkar hotel

dan berhasil menambah jumlah kamar menjadi 60 kamar dengan fasilitas

standar hotel internasional.

Panghegar Hotel membuka kesempatan untuk memperoleh kembali

kredit dari BAPINDO (Bank Pembangunan Indonesia) dana tersebut

digunakan untuk merenovasi 20 kamar yang lama serta mendirikan

bangunan berlantai 6 dengan 114 kamar standar yang bertaraf internasional.

Pelayanan kamar ditingkatkan dengan penyediaan telepon, televisi,

barbershop, dan conference room. Fasilitas hotel seperti coffeeshop, bar,

serta swimming pool, dapat digunakan oleh tamu hotel maupun untuk

umum. Tahun 1976 dibangun kembali kamar sehingga berjumlah 125 kamar

yang dilengkapi dengan lift service.


36

Selanjutnya tahun 1982 kembali diadakan renovasi gedung dengan

merombak 32 kamar dan mendirikan gedung baru dengan 9 lantai sehingga

mencapai jumlah 233 kamar standar. Sebagian kamar digunakan sebagai

office, maka kamar yang beroperasional sejumlah 201 buah kamar. Bulan

Mei 1984 gedung baru diresmikan oleh Bapak A. Taher (Menteri

PARPOSTEL) bertepatan dengan ulang tahun Hotel Panghegar yang ke 60.

Lalu tahun 2006 kembali diadakan renovasi dengan membongkar

coffeeshop, bar, dan lobby lounge.

Logo Panghegar diganti pada 8 Agustus 2005 menjadi lambang Payung

yang bertuliskan The Family Choice arti dan makna dari logo panghegar

menggambarkan bahwa Hotel Panghegar merupakan tempat yang

memberikan keteduhan, naungan, dan ketentraman agar tamu yang

menginap dapat memperoleh kesegaran baru.

2. Profil

Grand Royal Panghegar termasuk kedalam jaringan PT. Hotel

Panghegar atau Panghegar Group yang memiliki beberapa bidang, seperti :

Panghegar Tour & Travel, Panghegar Kana Legency, Panghegar Kana

Property, PT. Hegar Printing, PT. Panghegar Golden Bridge, PT. Mardhika

Citra Prima, Lembaga Pendidikan Terapan Panghegar, Panghegar Laundry

(Wet Klin), Van Hengel Catering, Condotel, Panghegar Hospitality

Management, Maya Royale, Kana SPA, Panghegar Resort Dago Golf

Hotel&Spa, Panghegar Garut Hot Spring&Spa, dan Panghegar Uluwatu

Cliff Beach, Resort&Spa.


37

Grand Royal Panghegar merupakan salah satu heritage hotel yang

terletak di jantung pusat bisnis kota Bandung sehingga memiliki daya tarik

wisata yang menjadikan hotel ini dapat mempertahankan eksistensi

perusahaan sebagai salah satu hotel berbintang di Bandung, yang mana

memiliki kekayaan budaya tradisional sunda dan art-deco design.

Lokasi yang sangat strategis berada di dekat Jl. Braga yang dapat dilalui

dengan berjalan kaki, sekitar 2 km menuju Clothing Outlet di Jl. Riau, 3 km

menuju pusat perbelanjaan dan kuliner Paris Van Java Mall maupun Pasar

Baru, dan 4 km untuk dapat sampai ke Bandung’s Indoor Theme Park.

Grand Royal Panghegar Bandung adalah hotel berbintang 5 yang

terletak di jalan Merdeka No.2. Dapat menghubungi melalui no.telp ke

(022)4232286 atau dengan facsimile ke (022)24231583 dan website

www.grandroyalpanghegar.com.

3. Visi dan Misi

a) Visi

Menjadi perusahaan yang terdepan dikelasnya. Selalu mengemban

usaha yang berkelanjutan dengan kebersamaan dan kekeluargaan

yang profesional.

b) Misi

1) Mengembangkan usaha yang prima dengan kompetensi dan

sumber daya yang dimiliki.

2) Menjadi kebanggaan sebagai perusahaan nasional yang

profesional, kreatif dan inovatif dengan memajukan kearifan


38

lokal untuk menciptakan kepuasan pelanggan, serta

menghasilkan produk dan jasa yang memiliki keunggulan

kompetitif.

3) Memberikan nilai plus kepada shareholder, karyawan dan

masyarakat, untuk memberikan kontribusi bagi ekonomi

nasional.

4. Fasilitas

a) Room

Grand Royal Panghegar memiliki 434 kamar, yang mana

diantaranya adalah 189 hotel, 141 apartemen, 70 condotel, dan 34

office. Grand Royal Panghegar termasuk kedalam kategori resident

hotel dan Family Hotel&Business.


39

Tabel 3.1
Tipe Kamar Grand Royal Panghegar

Room Type Size No. of Rooms


Deluxe 30 m² 124
Executive 41 m² 8
Condotel 34 m² 224
Service Apartment 42 m² 20
Executive Condotel 45 m² 28
Condotel Loft 58 m² 16
Junior Suite 60 m² 4
Executive Suite 71 m² 8
Emerald Suite 87 m² 16
Sumber : HRD Grand Royal Panghegar

Pada setiap kamar di Grand Royal Panghegar ilengkapi dengan

fasilitas-fasilitas, diantanya LCD IPTV, air conditioning, IP phone,

tea/coffee making facilities, hairdryer, mini bar, safe deposit box,

laundry and room service, dan internet access connection.


40

b) Meeting Room

Tabel 3.2
Meeting Room Grand Royal Panghegar

Capacity / Pax
Function Room Total (m²)
Theater Class Room U-Shape Standing Restaurant Style
The Amartapura Ballroom 1278 1385 692 - 1661 639
Amartapura A 216 252 126 108 302 116
Amartapura B 234 273 137 117 328 126
Amartapura C 261 305 152 131 365 141
Amartapura D 288 336 168 144 403 155
Amartapura E 252 294 147 126 353 136
Ayodya ABCD 266 266 133 114 319 123
Ayodya A 71 60 36 20 85 33
Ayodya B 71 71 36 30 85 33
Ayodya C 71 71 36 30 85 33
Ayodya D 52 52 30 30 35 33
Madhukara AB 163 163 81 70 195 75
Madhukara A 84 70 40 30 101 39
Madhukara B 79 70 40 30 95 36
Suralaya 54 54 27 23 65 25
Tangkuban Perahu 63 50 40 30 60 30
Pangrango 45 30 20 20 25 20
Patuha 45 30 20 20 25 20
Palasari 40.5 25 15 15 20 20
Private 30.6 - - 10 - -
Sumber : HRD Grand Royal Panghegar

c) Food and Beverage Outlets

 Pakuan Café, the daily brekfast, lunch, and dinner with

interactive open kitchen

Pakuan Café merupakan restaurant yang memiliki kapasitas

200 seats yang dibuka pada pukul 06.00 – 23.00 dan bersifat

non formal yang menyediakan berbagai jenis makanan dan

minuman mulai dari Chineese Food, European Food, dan

Oriental Food dengan harga terjangkau. American Service

adalah pelayanan yang digunakan.


41

 Panyawangan Restaurant

Restaurant dengan kapasitas 60 kursi yang berada di lantai 9.

Panyawangan Restaurant merupakan salah satu ciri khas hotel

yang memiliki restaurant berputar. Restaurant ini telah

mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia

(MURI). Pengunjung yang datang dapat menikmati sajian

makan malam dan disuguhkan pemandangan kota Bandung.

 Paseban Deco, Music & Sports Bar

Paseban Bar adalah bar yang dibuka untuk umum menyajikan

minuman non beralkohol maupun minuman beralkohol. Bar ini

memiliki hiburan berupa fasilitas untuk berkaraoke serta live

band.

d) Other Facilities

Grand Royal Panghegar selain menyediakan kamar, makanan dan

minuman, tersedia fasilitas-fasilitas yang dimiliki, yaitu sebagai

berikut :

 Room Service

Beroperasi selama 24 jam melayani makanan dan minuman

sehingga memudahkan tamu untuk menikmati makanan dan

minuman di kamarnya.
42

 Business Center

Merupakan sarana penunjang di hotel untuk keperluan tamu

yang bersifat kepentingan bisnis, tamu yang berkaitan dengan

administrasi kesekretariatan.

 Sky Lounge

Merupakan fasilitas untuk tamu yang menginap di tipe kamar

executive yang difungsikan untuk breakfast dan check in tamu.

 Tennis Court

 Panghegar Spa

 Drug Store

 Shopping Arcade

 Mosque

 Parking Lot

 Taxi Service

5. Struktur Organisasi

Industri perhotelan merupakan perusahaan yang berskala besar, dalam

menjalankan proses operasionalnya dibutuhkan managemen yang kuat.

Salah satu wujud manajemen hotel dapat tergambar dengan struktur

organisasi. Struktur organisasi dalam industri perhotelan menunjukkan garis

dan hirarki yang ada dan berlaku pada sebuah hotel. Di dalam struktur

organisasi menunjukkan berbagai macam tingkat posisi dengan pembagian

kerja dan arah tanggung jawab. Grand Royal Panghegar memiliki struktur

organisasi berikut :
Gambar 3.1
Struktur Organisasi Grand Royal Panghegar

Sumber : HRD Grand Royal Panghegar

43
Dari data di atas dapat dilihat gambaran besar struktur organisasi Grand

Royal Panghegar dipimpin oleh General Manager, Executive Assistant

Manager, yang membawahi beberapa Department, termasuk Accounting

Department. Yang mana berfungsi membuat catatan segala transaksi-

transaksi yang terjadi secara teratur sehingga pada setiap periode baik akhir

bulan, akhir tahun mampu memberikan informasi laporan tentang posisi

keuangan hotel yang menyangkut asset, uang, dan modal perusahaan.

B. Tinjauan Data Mengenai Biaya Pemesanan (Ordering Cost) dan Biaya

Penyimpanan (Carrying Cost)

Dalam memprediksi jumlah pesanan yang digunakan untuk operasional

dengan menggunakan metode persediaan EOQ, terdapat 2 biaya yaitu biaya

pemesanan dan biaya penyimpanan. Biaya-biaya tersebut akan menjadi acuan

dalam menentukan nilai ekonomis dalam pemesanan.

1. Biaya Pemesanan (Ordering Cost)

Biaya ini dikeluarkan saat melakukan persiapan pemesanan barang

kepada pemasok seperti biaya administrasi dalam pembuatan Purchase

Request (PR) atau Daily Market List (DML), Purchase Order (PO), dan

biaya operating expense. Grand Royal Panghegar menetapkan operating

expense sebesar Rp.2.000,- setiap pemesanan, biaya tersebut meliputi biaya

komunikasi dan alat tulis yang digunakan sebesar Rp.1.500,- serta biaya

pembuatan PO sebesar Rp.500,- pada setiap pemesanan.

Berikut hasil perhitungan untuk ordering cost pada tabel dibawah ini :

44
45

Tabel 3.3
Biaya Pemesanan Sampel Bahan Dasar Groceries
Periode Agustus-Oktober 2016

Operating
No. Item Unit PO Total (Rp)
Expanses
1 SW Whole Corn Can Rp 1,500 Rp 500 Rp 2,000
2 Gula Pasir Kg Rp 1,500 Rp 500 Rp 2,000
3 Tepung Terigu Bal Rp 1,500 Rp 500 Rp 2,000
4 Santan Kara 1L Ltr Rp 1,500 Rp 500 Rp 2,000
5 Koko Krunch 330gr Pack Rp 1,500 Rp 500 Rp 2,000
6 Ajinomoto Kg Rp 1,500 Rp 500 Rp 2,000
7 Bihun AAA Pak Rp 1,500 Rp 500 Rp 2,000
8 Bio Bianca Zeelandia Kg Rp 1,500 Rp 500 Rp 2,000
9 Cholatta Dark Pack Rp 1,500 Rp 500 Rp 2,000
10 Cholatta White Pack Rp 1,500 Rp 500 Rp 2,000
Sumber: Purchasing Grand Royal Panghegar, 2017

2. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)

Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan atas investasi persediaan

sebagai nilai pemeliharaan untuk menyimpan persediaan dalam gudang.

Sebelum menghitung carrying cost, berikut ini adalah nilai persediaan yang

menunjukkan besarnya investasi yang terdapat di gudang.


46

Tabel 3.4
Nilai Persediaan Sampel Bahan Dasar Groceries
Periode Agustus-Oktober 2016

Inventory
No. Description Unit Price Item Amount
Value
1 SW Whole Corn Can Rp 16,000 24 Rp 384,000
2 Gula Pasir Kg Rp 18,000 55 Rp 990,000
3 Tepung Terigu Bal Rp 175,000 2 Rp 350,000
4 Santan Kara 1L Ltr Rp 35,000 42 Rp 1,470,000
5 Koko Krunch 330gr Pack Rp 36,000 16 Rp 576,000
6 Ajinomoto Kg Rp 36,000 10 Rp 360,000
7 Bihun AAA Pak Rp 9,500 24 Rp 228,000
8 Bio Bianca Zeelandia Kg Rp 130,000 10 Rp 1,300,000
9 Cholatta Dark Pack Rp 52,000 12 Rp 624,000
10 Cholatta White Pack Rp 56,000 12 Rp 672,000
Total 207 Rp 6,954,000
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2017

Nilai persediaan di atas dapat dihitung dengan mengalikan antara

besarnya jumlah persediaan yang ada di gudang dengan harga masing-

masing barang. Sebagai contoh SW Whole Corn jumlah persediaan di

gudang adalah 24 Can dan harga per Can adalah Rp.16.000,- maka nilai

persediaannya adalah 24 Can dikalikan dengan Rp.16.000,- dan hasilnya

adalah Rp.384.000,-. Sementara jumlah persediaan untuk Gula Pasir adalah

55 Kg dikalikan dengan Rp.18.000,- dan hasilnya adalah Rp.990.000,-.

Perhitungan tersebut dilakukan ke semua sampel, yang mana hasilnya

digunakan untuk biaya penyimpanan pada Tabel 3.5.

Dari nilai persediaan tersebut, kemudian akan dicari carrying cost.

Pihak Grand Royal Panghegar menetapkan besarnya biaya penyimpanan

yaitu sebesar 10% dari nilai persediaan barang di gudang. Hasil perhitungan
47

untuk total carrying cost maupun carrying cost per unit dapat dilihat pada

tabel sebagai berikut :

Tabel 3.5
Biaya Penyimpanan Sampel Bahan Dasar Groceries
Periode Agustus-Oktober 2016

Inventory Carrying Cost Carrying Cost


No. Description
Value 10% (unit)
1 SW Whole Corn Rp 384,000 Rp 38,400 Rp 1,600
2 Gula Pasir Rp 990,000 Rp 99,000 Rp 1,800
3 Tepung Terigu Rp 350,000 Rp 35,000 Rp 17,500
4 Santan Kara 1L Rp 1,470,000 Rp 147,000 Rp 3,500
5 Koko Krunch 330gr Rp 576,000 Rp 57,600 Rp 3,600
6 Ajinomoto Rp 360,000 Rp 36,000 Rp 3,600
7 Bihun AAA Rp 228,000 Rp 22,800 Rp 950
8 Bio Bianca Zeelandia Rp 1,300,000 Rp 130,000 Rp 13,000
9 Cholatta Dark Rp 624,000 Rp 62,400 Rp 5,200
10 Cholatta White Rp 672,000 Rp 67,200 Rp 5,600
Total Rp 6,954,000 Rp 695,400 Rp 56,350
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2017

Dari tabel tersebut dapat di lihat nilai persediaan selama periode 3 bulan

yang di dapatkan dari Tabel 3.4 selanjutnya dikalikan dengan 10% sehingga

menghasilkan carrying cost (10%), sedangkan untuk carrying cost (unit)

didapatkan dari hasil pembagian carrying cost (10%) dengan jumlah

persediaan barang. Sebagai contoh nilai persediaan SW Whole Corn yaitu

Rp.384.000,- dikalikan dengan presentase penyimpanan sebesar 10%, maka

hasil carrying cost (10%) adalah Rp.38.400,- dan carrying cost (unit)

didapat dari membagi carrying cost (10%) Rp.38.400,- dengan jumlah

persediaan 24, maka hasilnya adalah Rp.1.600,-.


48

Data-data yang telah didapatkan, kemudian akan dilakukan

penghitungan dengan menggunakan metode EOQ. Metode EOQ ini akan

mengoptimalkan barang yang akan di pesan dan di simpan agar

mendapatkan nilai seekonomis mungkin yang sesuai dengan kebutuhan

operasional, seperti yang telah di ungkapkan Richardus Eko Indrajit

(2003:60) yang peneliti paparkan di Bab II. Berikut adalah contoh

perhitungan EOQ dalam unit untuk barang SW Whole Corn :

× ×𝐴 𝐼
EOQ = √

× . × 9
=√
.

. .
=√
.

=√ , = ,

Penghitungan yang telah dijabarkan di atas dimasukkan ke dalam tabel

berikut ini :
49

Tabel 3.6
Hasil Perhitungan EOQ Sampel Bahan Dasar Groceries
Periode Agustus-Oktober 2016

Ordering Cost Carrying Cost EOQ


No. Description Issued Item
(Unit) (Unit) (Unit)
1 SW Whole Corn 619 Rp 2,000 Rp 1,600 39
2 Gula Pasir 1,400 Rp 2,000 Rp 1,800 56
3 Tepung Terigu 41 Rp 2,000 Rp 17,500 3
4 Santan Kara 1L 699 Rp 2,000 Rp 3,500 28
5 Koko Krunch 330gr 310 Rp 2,000 Rp 3,600 19
6 Ajinomoto 219 Rp 2,000 Rp 3,600 16
7 Bihun AAA 810 Rp 2,000 Rp 950 58
8 Bio Bianca Zeelandia 66 Rp 2,000 Rp 13,000 5
9 Cholatta Dark 185 Rp 2,000 Rp 5,200 12
10 Cholatta White 80 Rp 2,000 Rp 5,600 8
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2017

Setelah didapatkan hasil EOQ untuk SW Whole Corn dalam dalam unit

sejumlah 39 Can. Adapun diperlukan perhitungan frekuensi pemesanan

berdasarkan pemakaian total tiap item dalam periode dibagi dengan jumlah

unit EOQ untuk masing-masing item.

𝑇 𝑎 𝑖 𝑎𝑖 𝑒 𝑎 𝑎𝑖𝑎
Frekuensi =
𝐸 𝑖

9
=
9

= 15,87 = 16

Dari perhitungan di atas diketahui frekuensi pembelian untuk SW

Whole Corn adalah sebanyak 15,87 kali atau dibulatkan menjadi 16 kali
50

pemesanan dalam periode selama 3 bulan. Berikut dapat dilihat hasil

perhitungannya :

Tabel 3.7
Frekuensi Pembelian Aktual dan EOQ
Periode Agustus-Oktober 2016

Frekuensi Frekuensi
No. Description
EOQ Aktual
1 SW Whole Corn 16 24
2 Gula Pasir 25 30
3 Tepung Terigu 14 29
4 Santan Kara 1L 25 29
5 Koko Krunch 330gr 16 20
6 Ajinomoto 14 20
7 Bihun AAA 14 20
8 Bio Bianca Zeelandia 13 16
9 Cholatta Dark 15 16
10 Cholatta White 10 12
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2017

Tabel frekuensi di atas menunjukkan frekuensi pemesanan EOQ dan

aktual, yang mana frekuensi EOQ di dapatkan dari perhitungan sebelumnya

dan frekuensi aktual di dapatkan dari data Grand Royal Panghegar.

Seluruh perhitungan yang didapatkan akan di akan diterapkan pada

setiap sampel bahan dasar groceries, sebagai berikut :


Tabel 3.8
Hasil Perhitungan Biaya Aktual dan EOQ Sampel Bahan Dasar Groceries
Periode Agustus-Oktober 2016

Ordering Cost Ordering Cost Carrying Cost Carrying Cost


No. Description Variance Variance
EOQ Aktual EOQ Aktual
1 SW Whole Corn Rp 32,000 Rp 48,000 Rp 16,000 Rp 998,400 Rp 1,022,400 Rp 24,000
2 Gula Pasir Rp 50,000 Rp 60,000 Rp 10,000 Rp 2,520,000 Rp 2,583,000 Rp 63,000
3 Tepung Terigu Rp 28,000 Rp 58,000 Rp 30,000 Rp 735,000 Rp 717,500 Rp (17,500)
4 Santan Kara 1L Rp 50,000 Rp 58,000 Rp 8,000 Rp 2,450,000 Rp 2,604,000 Rp 154,000
5 Koko Krunch 330gr Rp 32,000 Rp 40,000 Rp 8,000 Rp 1,094,400 Rp 1,195,200 Rp 100,800
6 Ajinomoto Rp 28,000 Rp 40,000 Rp 12,000 Rp 806,400 Rp 824,400 Rp 18,000
7 Bihun AAA Rp 28,000 Rp 40,000 Rp 12,000 Rp 771,400 Rp 798,000 Rp 26,600
8 Bio Bianca Zeelandia Rp 26,000 Rp 32,000 Rp 6,000 Rp 845,000 Rp 780,000 Rp (65,000)
9 Cholatta Dark Rp 30,000 Rp 32,000 Rp 2,000 Rp 936,000 Rp 1,040,000 Rp 104,000
10 Cholatta White Rp 20,000 Rp 24,000 Rp 4,000 Rp 448,000 Rp 537,600 Rp 89,600
Total Rp 324,000 Rp 432,000 Rp 108,000 Rp 11,604,600 Rp 12,102,100 Rp 497,500
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2017

51
Tabel 3.8 dapat dilihat hasil penghitungan ordering cost aktual dan

EOQ, carrying cost EOQ dan aktual serta variance keduanya. Ordering cost

berdasarkan EOQ di dapatkan dari hasil perkalian antara ordering cost

setiap kali pemesanan Rp2.000,- dengan frekuensi EOQ sedangkan ordering

cost aktual di dapatkan dari data Grand Royal Panghegar, sedangkan

Kolom variance ordering cost merupakan selisih biaya keduanya. Contoh

perhitungan ordering cost EOQ untuk kategori SW Whole Corn adalah

sebagai berikut :

EOQ =

= .

= .

Adapun perhitungan carrying cost berdasarkan EOQ di dapatkan dari

hasil perkalian antara carrying cost yaitu sebesar 10%, nilai pemesanan

ekonomis, dan frekuensi EOQ sedangkan carrying cost aktual di dapatkan

dari data Grand Royal Panghegar. Kolom variance carrying cost merupakan

selisih biaya keduanya. Contoh carrying cost EOQ perhitungan untuk

kategori SW Whole Corn adalah sebagai berikut :

EOQ = %

= .

= .

52
53

Selanjutnya dapat dihitung pembelian dan total cost dengan metode

EOQ sebagai contoh kategori SW Whole Corn dengan menggunakan

formula berikut ini :

1) Pembelian EOQ dalam unit

EOQ =

= Can

2) Total Cost EOQ dalam rupiah

= +

= . + .

= . .

Dari perhitungan tersebut diketahui jumlah pembelian EOQ untuk SW

Whole Corn adalah sebanyak 624 Can dengan total cost Rp.1.030.400,-

dalam periode selama 3 bulan. Berikut dapat dilihat hasil perhitungannya :


54

Tabel 3.9
Total Pembelian Aktual dan EOQ
Periode Agustus-Oktober 2016

Pembelian Pembelian
No Item Variance
EOQ Aktual
1 SW Whole Corn 624 639 15
2 Gula Pasir 1,400 1,435 35
3 Tepung Terigu 42 41 (1)
4 Santan Kara 1L 700 744 44
5 Koko Krunch 330gr 304 332 28
6 Ajinomoto 224 229 5
7 Bihun AAA 812 840 28
8 Bio Bianca Zeelandia 65 60 (5)
9 Cholatta Dark 180 200 20
10 Cholatta White 80 96 16
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2017

Tabel 3.10
Total Cost EOQ
Periode Agustus-Oktober 2016

Ordering Cost Carrying Cost


No Item Total Cost
EOQ EOQ
1 SW Whole Corn Rp 32,000 Rp 998,400 Rp 1,030,400
2 Gula Pasir Rp 50,000 Rp 2,520,000 Rp 2,570,000
3 Tepung Terigu Rp 28,000 Rp 735,000 Rp 763,000
4 Santan Kara 1L Rp 50,000 Rp 2,450,000 Rp 2,500,000
5 Koko Krunch 330gr Rp 32,000 Rp 1,094,400 Rp 1,126,400
6 Ajinomoto Rp 28,000 Rp 806,400 Rp 834,400
7 Bihun AAA Rp 28,000 Rp 771,400 Rp 799,400
8 Bio Bianca Zeelandia Rp 26,000 Rp 845,000 Rp 871,000
9 Cholatta Dark Rp 30,000 Rp 936,000 Rp 966,000
10 Cholatta White Rp 20,000 Rp 448,000 Rp 468,000
Total Rp 324,000 Rp 11,604,600 Rp 11,928,600
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2017
55

Tabel total cost di atas menunjukkan biaya yang dikeluarkan

perusahaan untuk biaya pemesanan dan biaya penyimpanan EOQ, yang

mana biaya tersebut adalah biaya persediaan selama satu periode atau 3

bulan.

C. Tinjauan Data Mengenai Nilai Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Safety stock atau persediaan pengaman berfungsi untuk menjaga dan

memenuhi kuantitas persediaan agar tidak mengalami kehabisan barang pada saat

proses pemesanan berlangsung atau barang yang dipesan masih dalam tahap

proses pengiriman. Sebelum menghitung safety stock, diperlukan terlebih dahulu

data awal yaitu usage rate, lead time dan anticipate lead time demand.

1. Usage Rate

Usage Rate atau nilai pemakaian rata-rata merupakan nilai pemakaian

dari sampel groceries rata-rata selama periode 3 bulan. Usage Rate

digunakan untuk mengetahui seberapa banyak jumlah pemakaian selama 3

bulan jika di rata-ratakan. Contoh sampel SW Whole Corn, berikut

perhitungannya :

𝐼
= 𝑊

9
=
9

= 6,73 Can

Dari hasil perhitungan di atas dapat dilihat nilai pemakaian rata-rata SW

Whole Corn adalah 6,73 Can atau dibulatkan menjadi 7 Can.


56

2. Lead Time

Lead time atau tenggang waktu adalah waktu yang diperlukan pada saat

pemesanan dilakukan hingga barang yang di pesan di terima. Di Grand

Royal Panghegar jangka waktu dijadwalkan datang dalam 2 hari, maka lead

time = 2.

3. Anticipated Lead Time Demand

Anticipated lead time demand merupakan antisipasi kebutuhan

persediaan barang pada saat tenggang waktu berjalan.

𝐴 𝐿 = 𝐿

= Can

Dari data-data di atas, selanjutnya dapat dihitung tingkat persediaan

atau safety stock agar menjaga kuantitas barang pada saat proses pemesanan

barang sedang berjalan. Safety stock digunakan untuk menghindari

kehabisan barang di saat pemesanan barang masih dalam tahap proses.

Seperti SW Whole Corn sebagai contoh perhitungan safety stock sebagai

berikut :

= % 𝐴 𝐿

= %

= Can
57

Nilai persediaan pengaman yang di anjurkan untuk bahan dasar SW

Whole Corn adalah sebesar 7 Can. Semua perhitungan diatas akan

diterapkan pada sampel bahan dasar groceries lainnya, dan hasilnya ada

pada tabel berikut ini :

Tabel 3.11
Nilai Safety Stock Sampel Bahan Dasar Groceries
Periode Agustus-Oktober 2016

Anticipate Lead
No Item Unit Usage Rate Lead Time Safety Stock
Time Demand
1 SW Whole Corn Can 7 2 14 7
2 Gula Pasir Kg 15 2 30 15
3 Tepung Terigu Bal 0.45 2 1 0.45
4 Santan Kara 1L Ltr 8 2 16 8
5 Koko Krunch 330gr Pack 3 2 6 3
6 Ajinomoto Kg 2 2 4 2
7 Bihun AAA Pak 9 2 18 9
8 Bio Bianca Zeelandia Kg 1 2 2 1
9 Cholatta Dark Pack 2 2 4 2
10 Cholatta White Pack 1 2 2 1
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2017

D. Tinjauan Data Mengenai Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Dalam perhitungan metode EOQ sebelumnya telah muncul biaya-biaya

pemesanan dan seberapa banyak pemesanan harus dilakukan, namun belum

terlihat titik dimana harus dilakukan pemesanan kembali. Oleh sebab itu Reorder

Point perlu dihitung, yang mana sebagai acuan dalam menentukan waktu yang

tepat melakukan pemesanan kembali. Seperti contoh sampel SW Whole Corn

sebagai contoh perhitungan berikut ini :


58

= 𝐴 𝐿 +

= +

Nilai pemesanan kembali untuk jenis barang SW Whole Corn yang

disarankan adalah sebesar 21 Can. Berikut data hasil perhitungan lengkap titik

pemesanan kembali bahan dasar groceries :

Tabel 3.12
Nilai Reorder Point Sampel Bahan Dasar Groceries
Periode Agustus-Oktober 2016

Anticipate Lead
No Item Unit Safety Stock Reorder Point
Time Demand
1 SW Whole Corn Can 14 7 21
2 Gula Pasir Kg 30 15 45
3 Tepung Terigu Bal 1 0.45 1.45
4 Santan Kara 1L Ltr 16 8 24
5 Koko Krunch 330gr Pack 6 3 9
6 Ajinomoto Kg 4 2 6
7 Bihun AAA Pak 18 9 27
8 Bio Bianca Zeelandia Kg 2 1 3
9 Cholatta Dark Pack 4 2 6
10 Cholatta White Pack 2 1 3
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2017
BAB IV

ANALISIS PERMASALAHAN

Pada Bab ini penulis akan mengulas analisis permasalahan berdasarkan

identifikasi masalah dalam penelitian. Identifikasi masalah yang di angkat yaitu

bagaimakah biaya pemesanan dan biaya penyimpanan bahan dasar groceries di

Grand Royal Panghegar Bandung, persediaan pengaman bahan dasar groceries di

Grand Royal Panghegar Bandung, dan titik pemesanan kembali bahan dasar

groceries di Grand Royal Panghegar Bandung. Analisa yang dilakukan mengenai

bagaimana hasil perhitungan penerapan metode EOQ pada bab sebelumnya

terhadap kondisi aktual di Grand Royal Panghegar Bandung.

A. Analisa Biaya Pemesanan (Ordering Cost) dan Biaya Penyimpanan

(Carrying Cost)

Pada tabel 3.3 sampai dengan 3.5 menggambarkan kondisi pemesanan dan

penyimpanan persediaan dari sampel groceries periode Agustus 2016 sampai

dengan Oktober 2016 di Grand Royal Panghegar. Penetapan jumlah pesanan akan

mempengaruhi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, biaya tersebut akan

menjadi biaya yang dikeluarkan hotel sehingga hotel harus menentukan kapan,

dan berapa pemesanan dilakukan yang seekonomis mungkin.

1. Analisa Biaya Pemesanan (Ordering Cost)

Dari data ordering cost dapat dilihat di halaman 45 pada tabel 3.3.

dengan perhitungan ordering cost pembelian ada di halaman 52 dan

59
60

hasilnya pada tabel 3.8, dari tabel tersebut diketahui kolom ordering cost

EOQ, ordering cost aktual, dan variance keduanya.

Pada kolom ordering cost EOQ dan ordering cost aktual dapat dilihat

nilainya secara berurutan untuk 10 bahan dasar groceries yaitu SW Whole

Corn setelah EOQ Rp.32.000,- dengan frekuensi pemesanan 16 kali

sedangkan aktual Rp.48.000,- frekuensi pemesanan 24 kali, dengan selisih

Rp 16.000,-. Gula Pasir setelah EOQ Rp.50.000,- dengan frekuensi

pemesanan 25 kali sedangkan aktual Rp.60.000,- frekuensi pemesanan 30

kali, dengan selisih Rp.10.000,-. Tepung Terigu setelah EOQ Rp.26.000,-

dengan frekuensi pemesanan 13 kali sedangkan aktual Rp.58.000,- frekuensi

pemesanan 29 kali, dengan selisih Rp.32.000,-. Santan Kara 1L setelah

EOQ Rp.50.000,- dengan frekuensi pemesanan 25 kali sedangkan aktual

Rp.58.000,- frekuensi pemesanan 29 kali, dengan selisih Rp.8.000,-. Koko

Krunch 330gr setelah EOQ Rp.34.000,- dengan frekuensi pemesanan 17

kali sedangkan aktual Rp.40.000,- frekuensi pemesanan 20 kali, dengan

selisih Rp.6.000,-. Ajinomoto setelah EOQ Rp.28.000,- dengan frekuensi

pemesanan 14 kali sedangkan aktual Rp.40.000,- frekuensi pemesanan 20

kali, dengan selisih Rp.12.000,-. Bihun AAA setelah EOQ Rp.28.000,-

dengan frekuensi pemesanan 14 kali sedangkan aktual Rp.40.000,- frekuensi

pemesanan 20 kali, dengan selisih Rp.12.000,-. Bio Bianca Zeelandia

setelah EOQ Rp.30.000,- dengan frekuensi pemesanan 15 kali sedangkan

aktual Rp.32.000,- frekuensi pemesanan 16 kali, dengan selisih Rp.2.000,-.

Chollata Dark setelah EOQ dan aktual adalah sama senilai Rp.32.000,-
61

dengan frekuensi pemesanan 16 kali. Chollata White setelah EOQ

Rp.22.000,- dengan frekuensi pemesanan 11 kali sedangkan aktual

Rp.24.000,- frekuensi pemesanan 12 kali, dengan selisih Rp.2.000,-. Total

ordering cost setelah EOQ Rp.324.000,- sedangkan total aktual

Rp.432.000,- dengan selisih Rp.108.000,-. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa data aktual di dalam menentukan frekuensi pemesanan melebihi

batas EOQ.

Setelah penulis melakukan analisa terhadap biaya pemesanan tabel 3.8

menunjukkan hasil bahwa ordering cost EOQ bernilai lebih rendah dan

frekuensi lebih sedikit daripada ordering cost aktual. Kondisi ini berarti

pengendalian persediaan dengan metode EOQ menghasilkan biaya

pemesanan (ordering cost) lebih kecil dan ekonomis dibandingkan dengan

keadaan aktual.

2. Analisa Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)

Untuk mendapatkan carrying cost diawali dengan menghitung nilai

persediaan, yang mana nilai persediaan dapat dilihat pada tabel 3.4. dan

perhitungan untuk carrying cost di halaman 46 hasilnya ada pada tabel 3.5.

Selanjutnya dapat mulai dihitung total carrying cost pembelian, cara

perhitungannya dapat dilihat di halaman 52 dan hasilnya ada pada tabel 3.8.

Dari tabel tersebut dapat diketahui carrying cost per unit untuk 10 bahan

dasar groceries. Besarnya nominal secara berurutan adalah SW Whole Corn

Rp.1.600,-, Gula Pasir Rp.1.800,-, Tepung Terigu.Rp 17.500,-, Santan Kara

1L Rp.3.500,-, Koko Krunch 330gr Rp.3.600,-, Ajinomoto Rp.3.600,-,


62

Bihun AAA Rp.950,-, Bio Bianca Zeelandia Rp.13.000,-, Chollata Dark.Rp

5.200,-, dan Chollata White Rp.5.600,-. Dari data tersebut dapat dianalisa

bahwa tiap bahan dasar memiliki carrying cost yang berbeda-beda. Biaya

ini merupakan biaya pemeliharaan yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk

persediaannya. Oleh sebab itu jika pembelian dilakukan secara berlebihan

akan menyebabkan penumpukan persediaan di gudang, dan semakin besar

juga biaya yang akan dikeluarkan untuk carrying cost. Maka perlu diadakan

perencanaan pembelian salah satunya dengan metode EOQ

Hasil perhitungan carrying cost EOQ dengan carrying cost aktual

didapatkan selisih yang disebut dengan variance carrying cost dapat dilihat

pada tabel 3.8. Untuk kategori SW Whole Corn setelah EOQ Rp.998.400,-

sedangkan aktual Rp.1.022.400,-, dengan selisih Rp.24.000. Gula Pasir

setelah EOQ Rp.2.520.000,- sedangkan aktual Rp.2.583.000,-, dengan

selisih Rp.63.000,-. Tepung Terigu setelah EOQ Rp.735.000,- sedangkan

aktual Rp.717.500,-, dengan selisih Rp.(17.500) ,-. Santan Kara 1L setelah

EOQ Rp.2.450.000,- sedangkan aktual Rp.2.604.000,-, dengan selisih

Rp.154.000,-. Koko Krunch 330gr setelah EOQ Rp.1.094.400,- sedangkan

aktual Rp.1.195.200,-, dengan selisih Rp.100.800,-. Ajinomoto setelah EOQ

Rp.806.400,- sedangkan aktual Rp.824.400,-, dengan selisih Rp.18.000,-.

Bihun AAA setelah EOQ Rp.771.400,- sedangkan aktual Rp.798.000,-,

dengan selisih Rp.26.600,-. Bio Bianca Zeelandia Rp.845.000,- sedangkan

aktual Rp.780.000,-, dengan selisih Rp.(65.000),-. Chollata Dark setelah

EOQ Rp.936.000,- sedangkan aktual Rp.1.040.000,-, dengan selisih


63

Rp.104.000,-. Chollata White setelah EOQ Rp.448.000,- sedangkan aktual

Rp.537.500,-, dengan selisih Rp.89.600,-. Total carrying cost setelah EOQ

Rp.11.604.600,- sedangkan total aktual Rp.12.102.100,-, dengan selisih Rp

495.500,-.

Dari tabel 3.8 tersebut dapat dilihat bahwa carrying cost EOQ

nominalnya lebih kecil dibandingkan dengan keadaan carrying cost aktual.

Kondisi ini berarti penerapan dengan metode persediaan EOQ menghasilkan

biaya penyimpanan (carrying cost) lebih kecil dan ekonomis dibandingkan

dengan keadaan aktual.

Selanjutnya untuk perhitungan Total Pembelian dapat dilihat di

halaman 53 dan hasilnya di halaman 54 pada tabel 3.9, data menunjukkan

terjadi kelebihan di dalam menentukan jumlah pembelian ideal bahan dasar

groceries dalam periode 3 bulan yang mana untuk kategori SW Whole Corn

pembelian EOQ sebesar 624 Can namun pembelian aktual sebesar 639 Can

sehingga terjadi kelebihan pemesanan sebesar 15 Can. Gula Pasir pembelian

EOQ sebesar 1.400 Kg namun pembelian aktual sebesar 1.435 Kg sehingga

terjadi kelebihan pemesanan sebesar 35 Can. Tepung Terigu pembelian

EOQ sebesar 42 Bal namun pembelian aktual sebesar 41 Bal sehingga

selisih pemesanan sebesar (1) Bal. Santan Kara 1L pembelian EOQ sebesar

700 Liter namun pembelian aktual sebesar 744 Liter sehingga terjadi

kelebihan pemesanan sebesar 44 Liter. Koko Krunch pembelian EOQ

sebesar 304 Pack namun pembelian aktual sebesar 332 Pack sehingga terjadi

kelebihan pemesanan sebesar 28 Pack. Ajinomoto pembelian EOQ sebesar


64

224 Kg namun pembelian aktual sebesar 229 Kg sehingga terjadi kelebihan

pemesanan sebesar 5 Kg. Bihun AAA pembelian EOQ sebesar 812 Pack

namun pembelian aktual sebesar 840 Pack sehingga terjadi kelebihan

pemesanan sebesar 28 Pack. Bio Bianca Zeelandia pembelian EOQ sebesar

65 Kg namun pembelian aktual sebesar 60 Pack sehingga terjadi selisih

pemesanan sebesar (5) Kg. Chollata Dark pembelian EOQ sebesar 180 Pack

namun pembelian aktual sebesar 200 Pack sehingga terjadi kelebihan

pemesanan sebesar 20 Pack. Chollata White pembelian EOQ sebesar 80

Pack namun pembelian aktual sebesar 96 Pack sehingga terjadi kelebihan

pemesanan sebesar 16 Pack. Kemudian hasil perhitungan Total Cost untuk

10 bahan dasar groceries secara berurutan adalah SW Whole Corn

Rp.1.030.000,-, Gula Pasir Rp.2.570.000,-, Tepung Terigu Rp.763.000,-,

Santan Kara 1L Rp.2.500.000,-, Koko Krunch 330gr Rp.1.126.400,-,

Ajinomoto Rp.834.400,-, Bihun AAA Rp.799.400,-, Bio Bianca Zeelandia

Rp.871.000,-, Chollata Dark Rp.966.000,- dan Chollata White Rp.468.000,-.

Setelah melakukan uji coba penerapan metode EOQ terhadap bahan-

bahan groceries tersebut, penulis menemukan bahwa dengan kondisi hasil

selisih ini berarti penerapan EOQ mendapatkan pembelian dengan jumlah

yang ekonomis sehingga beban biaya yang dikeluarkan oleh hotel menjadi

lebih rendah dibandingkan data aktual sebelumnya. Analisa ini berfungsi

agar hotel dapat melakukan perencanaan pembelian menjadi ekonomis

sesuai dengan kebutuhan dan tidak berlebihan sesuai dengan fungsinya.


65

B. Analisia Nilai Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Dalam menjaga persediaan untuk kebutuhan operasional agar tetap aman,

diperlukan persediaan pengaman (safety stock) . Untuk mendapatkan nilai safety

stock diperlukan nilai usage rate, lead time dan anticipate lead time demand. Cara

perhitungannya dapat dilihat pada halaman 55-56, yang mana cara perhitungan

tersebut diterapkan pula pada 10 sampel bahan dasar groceries yang akan

digunakan, sehingga didapatkan hasil seperti pada tabel 3.11. Dari tabel tersebut

menunjukkan bahwa tenggang waktu (lead time) pemesanan barang yaitu 2 hari,

yang mana waktu tersebut diperlukan dalam proses pemesanan sampai barang

diterima. Kolom selanjutnya terdapat pemakaian rata-rata (usage rate) yang

berbeda dari tiap-tiap bahan groceries, dan anticipated lead time demand

merupakan nilai antisipasi kebutuhan saat tenggang waktu sedang berjalan. Hasil

perhitungan menunjukkan nilai safety stock untuk 10 bahan dasar groceries secara

berurutan dalam satu periode, yaitu 3 bulan atau selama 92 hari adalah SW Whole

Corn sejumlah 7 Can. Gula Pasir sejumlah 15 Kg, Tepung Terigu sejumlah 0,45

Bal, Santan Kara 1L sejumlah 8 Liter, Koko Krunch 330gr sejumlah 3 Pack,

Ajinomoto sejumlah 2 Kg, Bihun AAA sejumlah 9 Pack, Bio Bianca Zeelandia

sejumlah 1 Kg, Chollata Dark sejumlah 2 Pack, dan Chollata White sejumlah 1

Pack. Angka tersebut adalah jumlah ideal persediaan pengaman tersebut

diperlukan untuk mengantisipasi kebutuhaan disaat pemesanan sedang dilakukan,

sehingga tidak terjadi kekosongan barang di gudang.


66

C. Analisa Titik Pemesanan Kembali (Reorder Point)

Dalam menetapkan order time pemesanan selain safety stock, dipengaruhi

pula oleh reorder point. Setelah didapatkan nilai safety stock, selanjutnya reorder

point maka akan diketahui order time yang tepat. Untuk perhitungan reorder point

dapat dilihat pada halaman 58. Cara perhitungan tersebut diterapkan pada 10

sampel bahan dasar groceries yang akan digunakan, sehingga di dapatkan hasil

pada Tabel 3.12. Dari tabel tersebut dapat diketahui anticipate lead time demand,

safety stock, dan nilai reorder point untuk 5 bahan dasar groceries. Titik

pemesanan kembali (reorder point) secara berurutan adalah SW Whole Corn

sejumlah 21 Can, Gula Pasir sejumlah 45 Kg, Tepung Terigu sejumlah 1,45 Bal,

Santan Kara 1L sejumlah 24 Liter, Koko Krunch 330gr sejumlah 9 Pack,

Ajinmoto sejumlah 6 Kg, Bihun AAA sejumlah 27 Pack, Bio Bianca Zeelandia

sejumlah 3 Kg, Chollata Dark sejumlah 6 Pack, dan Chollata White sejumlah 3

Pack. Nilai tersebut merupakan jumlah ideal untuk pemesanan selanjutnya

barang-barang kebutuhan groceries untuk memenuhi kembali persediaan bahan

dasar di gudang sehingga kegiatan operasional dapat berjalan dengan baik tanpa

adanya kekurangan barang ataupun penumpukkan barang di akhir periode. Sebab

persediaan harus dikelola sebaik mungkin supaya menguntungkan dan

menghindari penumpukkan modal hotel.


BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian persediaan yang dilakukan dengan metode

Economic Order Quantity pada sampel 10 bahan dasar groceries dari

bulan Agustus 2016 sampai dengan Oktober 2016 maka diketahui

selisih/variance jumlah pembelian ekonomis selama periode tersebut.

Hasil perhitungan menunjukkan economic order quantity untuk 10

bahan dasar groceries adalah SW Whole Corn sejumlah 39 Can dengan

total cost Rp.1.030.000,-, Gula Pasir sejumlah 59 Kg dengan total cost

Rp.2.570.000,-, Tepung Terigu sejumlah 3 Bal dengan total cost

Rp.763.000,-, Santan Kara 1L sejumlah 28 Liter dengan total cost

Rp.2.500.000,-, Koko Krunch 330gr sejumlah 19 Pack dengan total

cost Rp.1.126.400,-, Ajinomoto sejumlah 16 Kg dengan total cost

Rp.834.400,-, Bihun AAA sejumlah 58 Pack dengan total cost

Rp.799.400,-, Bio Bianca Zeelandia sejumlah 5 Kg dengan total cost

Rp.871.000,-, Chollata Dark sejumlah 12 Pack dengan total cost

Rp.966.000,-, dan Chollata White sejumlah 8 Pack dengan total cost

Rp.468.000,-. Dari tabel 3.8 menunjukkan biaya pembelian metode

EOQ tersebut bernilai lebih rendah daripada aktual. Hal itu berarti

pemesanan yang dilakukan pihak Grand Royal Panghegar Bandung

belum optimal jika dibandingkan dengan pemesanan setelah EOQ. Oleh

67
68

sebab itu penerapan EOQ akan menghasilkan jumlah pemesanan

menjadi ekonomis dan pihak hotel akan mengeluarkan biaya yang

relatif lebih rendah dibanding biaya aktual sebelumnya.

2. Nilai persediaan pengaman (safety stock) akan mempengaruhi order

time, namun belum diadakannya penetapan nilai tersebut, dengan

perhitungan ini hotel akan lebih mudah dalam merencanakan

pembelian. Hasil perhitungan menunjukkan nilai safety stock yang ideal

untuk 5 bahan dasar groceries adalah SW Whole Corn yaitu 7 Can,

Gula Pasir yaitu 15 Kg, Tepung Terigu yaitu 0,45 Bal, Santan Kara 1L

yaitu 8 Ltr, Koko Krunch 330gr yaitu 3 Pack, Ajinomoto yaitu 2 Kg,

Bihun AAA yaitu 9 Pack, Bio Bianca Zeelandia yaitu 1 Kg, Chollata

Dark yaitu 2 Pack, dan Chollata White yaitu 1 Pack. Nilai tersebut di

kategorikan aman saat bahan dasar groceries berada dalam tahap

pemesanan.

3. Titik pemesanan kembali (reorder point) akan menjadi acuan berapa

jumlah ideal pemesanan kembali dilakukan, namun hotel belum

menggunakan titik ideal ini. Nilai reorder point pada sampel bahan

dasar groceries yang ideal adalah SW Whole Corn sejumlah 21 Can,

Gula Pasir sejumlah 45 Kg, Tepung Terigu sejumlah 1,45 Bal, Santan

Kara 1L sejumlah 24 Ltr, Koko Krunch 330gr sejumlah 9 Pack,

Ajinomoto sejumlah 6 Kg, Bihun AAA sejumlah 27 Pack, Bio Bianca

Zeelandia sejumlah 3 Kg, Chollata Dark sejumlah 6 Pack, dan Chollata

White sejumlah 3 Pack. Perhitungan tersebut dilakukan agar


69

menghindari terjadinya kekurangan maupun kelebihan bahan dasar

groceries di gudang. Sebab jalannya operasional akan terhambat

apabila terjadi kekurangan persediaan sedangkan persediaan yang

berlebihan akan mengakibatkan hotel mengeluarkan biaya yang lebih

berlebih atau besar.

B. Rekomendasi

Adapun rekomendasi penelitian berdasarkan hasil kesimpulan yang didapat

sebagai berikut :

1. Pihak Grand Royal Panghegar dapat menerapkan metode EOQ dalam

menentukaan jumlah pemesanan dan frekuensinya. Pentingnya

merencanakan pembelian dengan memperhatikan jumlah pemesanan

ekonomis mengingat persediaan barang merupakan salah satu

pengeluaran hotel yang besar, maka dengan pemesanan jumlah

ekonomis akan menekan biaya-biaya seperti biaya pemesanan (ordering

cost) dan penyimpanan (carrying cost) yang akan dikeluarkan hotel

untuk persediaan. Jumlah pemesanan (order size) yang ideal/ekonomis

didapatkan dari perhitungan setelah menggunakan metode EOQ.

2. Pihak Grand Royal Panghegar dapat menetapkan nilai persediaan

pengaman (safety stock) dalam mengelola persediaan agar tidak terjadi

kehabisan barang diakhir periode dan menjaga persediaan dalam

kondisi yang aman selama masa pemesanan dilakukan.

3. Pihak Grand Royal Panghegar dapat menetapkan titik pemesanan

kembali (reorder point) persediaan yang ideal sesuai dengan kebutuhan


70

operasional sehingga menguntungkan perusahaan serta terhindar dari

kebutuhan operasional yang mendadak, kekurangan stock barang

maupun jumlah pemesanan berlebihan yang akan berakibat pada

penumpukkan modal perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA

Soebagyo. (2012). Strategi Pengembangan Pariwisata di Indonesia. Liquidity,

Vol.1, No.2, hlm. 153-158.

Wardhani, A. D. (2012). Evolusi Aktual Aktivitas Urban Tourism di Kota

Bandung dan Dampaknya Terhadap Pembentukan Tempat-Tempat

Rekreasi. Pembangunan Wilayah & Kota, Volume 8 (4):371-382.

Andrew H. Feinstein., J. M. (2011). Purchasing Selection And Procurement For

The Hospitality Industry 8th Edition. New Jersey: John wiley and Sons

Inc.

Assauri, Sofjan. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Lembaga

Fakultas Ekonomi UI.

Armanto, Witjaksono. (2005). Akutansi Biaya. Edisi Pertama. Yogyakarta.

Penerbit: Graha Ilmu.

Chase, Richard B.; F. Robert Jacobs; Nicholas J Aquilano. 10th Edition. (2004).

Operations Management for Competitive Advantage. New York:

McGraw-Hill Companies, Inc.

Fahmi, I. (2012). Manajemen Produksi dan Operasi. Bandung: Alfabeta.

Horngren, Charles T.; Datar, S.M.; M. Rajan. 14th Edition. (2012). Cost

Accounting: A Managerial Emphasis. New Jersey: Prentice Hall-Inc.

Heizer, Jay; Barry Render. 10th Edition. (2011). Operations Management. New

Jersey: Prentice Hall-Inc.

71
72

Idrus, Muhammad. (2009). Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga.

Kasmir dan Jakfar. (2003). Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta: Prenada Media.

Khan, M. Y. (2004). Financial Management. New Delhi: Tata McGraw-Hill

Publishing Company Limited.

Lal, Jawahar. (2009). Cost Accounting. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publishing

Company Limited.

Margareta, Farah. (2004). Teori dan Aplikasi, Manajemen Keuangan, Investasi

dan Sumber Dana Jangka Pendek. Jakarta: Grasindo.

Putri, Emita D. H. (2016). Pengantar Akomodasi dan Restoran. Yogyakarta:

Deepublish.

Richardus Eko Indrajit., R. D. (2003). Manajemen Persediaan. Jakarta: Grasindo.

Sartono, Agus. (2008). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.

Stevenson, William J. (2005). Operations Management. Eight Edition, New York:

McGrawHill, Inc.

Sulastiyono, Agus. (2004). Manajemen Penyelenggaraan Hotel. Bandung:

Alfabeta.

Spears, M. C., & Gregoire, M. B. (2003). Foodservice Organizations. New Jersey:

Prentice-Hall, Inc.

Spears, Marian C. (2000). Foodservice Organizations. New Jersey: Prentice-Hall,

Inc.

Siegel, Joel G. dan Shim, Jae K. (1999). Kamus Istilah Akuntansi dan Keuangan.

Jakarta: Elex Media Komputindo.


73

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung:

Alfabeta.

Sugiyono. (2015). Cara Mudah Menyusun: Skripsi, Tesis, dan Disertasi.

Bandung: Alfabeta.

Widana Putra. (2009). Akutansi Perhotelan Pendekatan SIA. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Wiyasha, I. (2011). F&B Cost Control : Untuk Hotel dan Restoran. Yogyakarta:

Andi.
74

LAMPIRAN I

PEDOMAN WAWANCARA

Pewawancara : Dipo Raman Sersan

Narasumber : Bapak Dani

Jabatan : Purchasing

Tempat : Grand Royal Panghegar Bandung

Waktu : Februari 2017

Tujuan : Untuk mendapatkan informasi tentang pengendalian


bahan dasar groceries di Grand Royal Panghegar Bandung

Pertanyaan :

1. Adakah metode yang digunakan dalam pengendalian persediaan


barang di Grand Royal Panghegar Bandung ?
2. Bagaimana penentuan angka pemesanan bahan dasar groceries di
Grand Royal Panghegar Bandung ?
3. Berapakah frekuensi yang di butuhkan dalam periode pemesanan
bahan dasar groceries di Grand Royal Panghegar Bandung ?
4. Berapalamakah lead time atau waktu pemesanan hingga datangnya
barang yang di pesan dalam pembelian Grand Royal Panghegar
Bandung ?
5. Bagaimanakah cara mengantisipasi apabila terjadi keterlambatan
barang dasar groceries Grand Royal Panghegar Bandung ?
6. Bagaimanakah tindakan yang dilakukan pihak Grand Royal Panghegar
Bandung apabila terjadi penumpukan barang atau barang yang
mendekati masa expired date bahan dasar groceries di store ?
81

LAMPIRAN III
BIODATA PENULIS
A. Data Pribadi
Nama : Dipo Raman Sersan
NIM : 201621676
Tempat/Tgl. Lahir : Bandung, 25 Januari 1994
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Kp. Cilebak, Ds. Rancamanyar, Kab. Bandung
B. Data Orang Tua
Nama Ayah : A. Nainggolan
Pekerjaan : Wirausaha
Nama Ibu : R. Manullang
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kp. Cilebak, Ds. Rancamanyar, Kab. Bandung
C. Pendidikan
Nama Sekolah Tempat Tahun Kelulusan Keterangan
SD Negeri Rancamanyar III Bandung 1998 – 2004 Lulus
SMP Negeri 38 Bandung 2004 – 2007 Lulus
SMK Angkasa 1 Bandung 2007 – 2010 Lulus
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung 2010 – 2013 Lulus
Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung 2016 – 2017 Lulus

D. Pengalaman Kerja

Nama Perusahaan Tempat Jabatan Tahun Keterangan

Four Seasons Hotel Jakarta Trainee 2012 Sertifikat

Sheraton Hotel
Tangerang FB Service 2013 Sertifikat
Bandara
Aston Sunset
Lombok Purchasing 2015 Sertifikat
Beach Resort
PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN DASAR
GROCERIES DENGAN METODE ECONOMIC ORDER
QUANTITY (EOQ) DI GRAND ROYAL PANGHEGAR
BANDUNG
ORIGINALITY REPORT

% 22
SIMILARIT Y INDEX
% 15
INT ERNET SOURCES
% 1
PUBLICAT IONS
% 16
ST UDENT PAPERS

PRIMARY SOURCES

1 Submitted to Sekolah Tinggi Pariwisata


Bandung % 9
Student Paper

2 222.124.203.59
Int ernet Source % 1
3 repository.unhas.ac.id
Int ernet Source % 1
4 repository.ipb.ac.id
Int ernet Source % 1
5 www.nou.edu.ng
Int ernet Source % 1
6 www.docstoc.com
Int ernet Source % 1
7 ariphtarif.wordpress.com
Int ernet Source % 1
8 www.slideshare.net
Int ernet Source % 1
blog.binadarma.ac.id
9 Int ernet Source <%1
docslide.us
10 Int ernet Source <%1
Submitted to Surabaya University
11 Student Paper <%1
Submitted to Universitas Pendidikan
12
Indonesia
<%1
Student Paper

13
repository.uinjkt.ac.id
Int ernet Source <%1
14
Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
<%1
Student Paper

15
www.coursehero.com
Int ernet Source <%1
16
digilib.unila.ac.id
Int ernet Source <%1
17
virtualhotelinstitute.com
Int ernet Source <%1
18
blogtiara.wordpress.com
Int ernet Source <%1
19
Submitted to Kennesaw State University
Student Paper <%1
20
Submitted to National Taiwan University
Student Paper <%1
asnitablog.blogspot.com
21 Int ernet Source <%1
repository.usu.ac.id
22 Int ernet Source <%1
Submitted to RDI Distance Learning
23 Student Paper <%1
www.ejournal-s1.undip.ac.id
24 Int ernet Source <%1
Submitted to Universitas Negeri Surabaya
25
The State University of Surabaya
<%1
Student Paper

Submitted to Universitas Muhammadiyah


26
Surakarta
<%1
Student Paper

27
Submitted to Manuel S. Enverga University
Student Paper <%1
28
contohaku1.blogspot.com
Int ernet Source <%1
29
elib.unikom.ac.id
Int ernet Source <%1
30
www.studyblue.com
Int ernet Source <%1
31
repository.unpas.ac.id
Int ernet Source <%1
32
drsutartodata.blogspot.com
Int ernet Source <%1
Submitted to GradeGuru
33 Publication <%1
34
Submitted to iGroup
Student Paper <%1
35
ml.scribd.com
Int ernet Source <%1
36
eprints.uny.ac.id
Int ernet Source <%1
37
ejournal.unsrat.ac.id
Int ernet Source <%1
38
www.interdynamic.net
Int ernet Source <%1
39
www.ilab.gunadarma.ac.id
Int ernet Source <%1
40
pt.scribd.com
Int ernet Source <%1
41
fitrianalina.blogspot.com
Int ernet Source <%1
42
www.balietnik.com
Int ernet Source <%1
43
secure.jdeducation.com
Int ernet Source
<%1
44
supplychainindonesia.com
Int ernet Source <%1
es.scribd.com
45 Int ernet Source <%1
ejournal.adbisnis.fisip-unmul.ac.id
46 Int ernet Source <%1
www.raharja.ac.id
47 Int ernet Source <%1
www.jdih.setjen.kemendagri.go.id
48 Int ernet Source <%1
widuri.raharja.info
49 Int ernet Source <%1
www.citeulike.org
50 Int ernet Source <%1
51
panghegarproperty.com
Int ernet Source <%1
52
zaifbio.wordpress.com
Int ernet Source <%1
53
repository.upi.edu
Int ernet Source <%1

EXCLUDE QUOTES OFF EXCLUDE MATCHES OFF


EXCLUDE OFF
BIBLIOGRAPHY

Anda mungkin juga menyukai