REFERAT Karakteristik Daerah Ubahan Pro PDF
REFERAT Karakteristik Daerah Ubahan Pro PDF
REFERAT
Oleh:
12012060
Makalah ini adalah makalah referat yang bertujuan untuk latihan presentasi yang bersumber
dari
Atmasari Rura, Priyo Widekso, Arif Purnomo, Jesse Umbal, 2011, Application of an
Analytical Spectral Device (ASD) in Alteration Mapping of the Seruyung Project, East
Kalimantan, Indonesia, Majalah Geologi Indonesia, v.26, no.3 (Desember 2011), pp. 155-171
sehingga buah pikiran yang dituangkan dalam makalah ini hampir seluruhnya adalah buah
pikiran dari sumber
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1
2.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, muncul
persoalan yaitu,
1. Apakah karakteristik daerah ubahan Projek Seruyung?
2. Bagaimana penggunaan Analytical Spectral Device (ASD) pada pemetaan
daerah ubahan Projek Seruyung?
4.1 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan makalah ini antara lain :
1. Mengetahui karakteristik daerah ubahan pada Projek Seruyung.
2. Memahami penggunaan Analytical Spectral Device (ASD) pada pemetaan
daerah ubahan Projek Seruyung?
2
6.1 Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini terbagi menjadi lima bab dengan pembahasan seperti berikut :
BAB I Bab ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan masalah, ruang lingkup
kajian, tujuan, metode pengumpulan data, dan sistematika pembahasan.
BAB II Bab ini memaparkan fisiografi daerah penelitian, tatanan tektonik daerah
penelitian, dan tatanan stratigrafi daerah penelitian
BAB III Bab ini menjelaskan proses ubahan hidrotermal dan aplikasi Analytical Spectral
Device (ASD TerraSpec)
BAB IV Bab ini merupakan analisis dan pembahasan terhadap data- data dan hasil
penelitian.
BAB V Bab ini berisi kesimpulan terhadap hasil penelitian.
3
BAB II
GEOLOGI REGIONAL
Gambar 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan dan Lokasi Daerah Seruyung (Bakhtiar, 2006).
4
2.2 Tatanan Tektonik Daerah Penelitian
Daerah Serayung yang merupakan bagian dari Cekungan Tarakan, terpisahkan dari
Cekungan Kutai oleh Tinggian Mangkalihat. Pada bagian barat dibatasi oleh Tinggian
Sekatak-Berau, dan pada batas bagian utara dibatasi oleh Tinggian Semporna.
Gambar 2.2 Kerangka tektonik Kalimantan dan daerah sekitarnya (Satyana, 1998)
Aktivitas magmatik pada bagian timurlaut Pulau Kalimantan terlihat jelas pada
Neogen. Subduksi lempeng Proto China yang berarah selatan pada kala Miosen Tengah
hingga Miosen Akhir menghasilkan magmatisme pada daerah Semporna dan Semenanjung
Dent. Subduksi pada awalnya didahului oleh terjadinya kolisi sekitar Miosen Akhir yang
menghasilkan batuan granit pada Gunung Kinabalu (Setijadji, Basuki N.I, 2010). Batuan
tertua Daerah Seruyung adalah sekuen batuan sedimen berumur Pra-Tersier hingga
Paleogen yang mengalami intrusi pada masa Kenozoikum, seumur dengan hampir
Tinggian di Kalimantan Tengah. Fasa termuda dari aktivitas magmatic di Kalimantan
adalah aliran lava basaltic yang terjadi pada kala Plio-Pleistosen yang nampak pada
Cekungan Tarakan yaitu Kunak basalt pada Semporna dan Semenanjung Dent.
5
2.2 Tatanan Stratigrafi Daerah Penelitian
Cekungan Tarakan terendapkan di atas basement berumur Pra-Tersier. Cekungan
Tarakan terbagi atas beberapa sub-cekungan antara lain Sub-cekungan Tidung, Sub-
cekungan Berau, Sub-cekungan Tarakan, dan Sub-cekungan Muara. Batas-batas antar sub-
cekungan tidak nampak jelas , beberapa diantaranya dibatasi oleh sumbu lipatan atau zona
sesar.
Gambar 2.3 Letak sub-cekungan yang ada di Cekungan Tarakan (Satyana, 1998)
1. Formasi Benggara
Formasi Benggara tersusun dari perselingan batulempung, batulanau, serpih
dan sisipan tuf. Batuan pada formasi ini berumur Pra-Tersier dan memiliki
banyak gores-garis dan urat kuarsa. Formasi ini ditemukan di Sub-cekungan
Tidung.
6
2. Formasi Sembakung
Adanya proses transgresi pada umur Eosen Tengah menyebabkan formasi
Sembakung terendapkan diatas Formasi Danau. Formasi yang berumur
Eosen ini tersusun atas perselingan batupasir, batugamping, batulempung,
batulanau, serpih dan batugamping foraminifera.
3. Formasi Jelai
Formasi Jelai berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal dapat ditemukan di
bagian barat dari Sub-cekungan Tidung. Lithologi penyusun dari formasi
ini adalah breksi vulkanik. Breksi ini terdiri dari fragmen batuan beku
bersifat basa dengan batulanau tufan sebagai matriksnya.
4. Formasi Naintupo
Formasi yang terletak di Sub-Cekungan Muara memiliki litologi serpih
akibat adanya kontak antara Formasi Tabalar dan Formasi Birang (yang
hampir sama dengan Formasi Naintupo). Selain itu kehadiran serpih juga
diakibatkan adanya siklus regresi-transgresi pada Miosen Tengah-
Pleistosen.
5. Formasi Meliat
Formasi ini diendapkan pada awal Miosen tengah dengan litologi penyusun
adalah dominasi batupasir berukuran halus hingga kasar dengan fragmen
kuarsa.
6. Formasi Tabul
7. Formasi Sinjin
Formasi Sinjin terdiri dari perselingan tuf, breksi tuf, aglomertat, dan lava
piroksen
8. Formasi Sajau
Formasi Sajau disebut juga Formasi Tarakan berumur Miosen Akhir hingga
Pliosen, terdiri dari batupasir, serpih, dan lapisan batubara dan terendapkan
pada lingkungan pengendapan delta
7
Gambar 2.4 Kolom Stratigrafi daerah Tarakan dan Sebatik (Hidayat S, 1995)
8
FORAM-ZONE
PLANKTONIK
Chrono-Stratigraphy Lithostratigraphy Global Relative Change of
Coastal Onlap
M.Yrs System Series Barito Kutai Tarakan (Vail et al., 1977)
W E W EW E Landward Basinward
N 23 0.8
Quarternary Pleistocene Handil Dua Attaka Bunyu N 22
1.65 1.65
N 21 3.0
cene
Plio-
E L
3.50 N 20
Sepinggan Lst 4.2
N 19
TB 3
Kampung Baru Tarakan N 18
5.20 5.5
Dahor N 17
Late
NEOGENE
Domaring N 16
Balikpapan
Tabul N 15
Group
10.20 N 14 10.20 10.2
Meruat Meliat
Middle
N 13
Miocene
N 12 12.5
Meliat Ss
Warukin N 11
TB 2
13.8
Latih N 10
N9
15.5
Pulau Balang N8
16.20 16.5
Naintupo N7
Bebulu N6
Early
Tubalor
Klinjau
20.00
N5 20.00 21.0
T E R T I A R Y
22.0
TB 1
N4
25.20 25.5
Late
26.5
Oligocene
P 22
Pamaluan
Berai Mesaloi 28.4
Marah
P 21
30.00 30.00 30.0
Early
P 20
P 19
TA 4
33.0
Seilor
Atan Beds
PALEOGENE
P 18
36.00 36.0
P 17
Late
37.0
P 16
38.0
Sulau P 15
39.40 39.40 39.4
P 14
?
Eocene
P 13
Middle
Sembakung
TA 3
Boh Beds P 12 42.5
? ? ?
? P 11
44.0
Tanjung
P 10
48.5
49.00 ? P9 49.00
Early
Keham Halo P8
TA 2
P7
54.00 P6
? P5
Paleo-
Late
cene
P4
P3
109.50 109.5
+++++ ++++ +++++
PRE-TERTIARY +++++ +++++ +++++
Gambar 2.5 Litostratigrafi Cekungan Tarakan (Courtney, 1991, dalam Bachtiar, 2006)
9
BAB III
LANDASAN TEORI
Sistem endapan epitermal terbagi menjadi dua jenis (White dan Hedenquist, 1990)
yaitu eptermal sulfide tinggi (high sulphidation) dan epitermal sulfide rendah (low
sulphidation). Kedua jenis ini terbentuk akibat perbedaan larutan kimia yang sangat
terlihat dan pengaruh air meteoric. Sistem epitermal sulfida rendah dicirikan oleh larutan
hidrotermal yang bersifat netral dan mengisi celah-celah batuan. Asosiasi mineral adalah
kuarsa adularia, karbonat, dan serisit.
Gambar 3.2 Sistem epitermal sulfida tinggi dan epitermal sulfida rendah (sumber:
http://valentinomalau31.blogspot.com/)
Sistem epitermal sulfide tinggi terbentuk dari reaksi antara batuan induk dengan
magma asam panas dan fluida bergerak secara vertical. Bergeraknya fluida ini dipengaruhi
oleh adanya zona sesar atau rekahan, fluida mengalir dengan cepat dan bercampur dengan
air meteorik, sehingga dihasilkan larutan dalam kondisi asam.
11
Tabel 3.1 Perbedaan Epitermal Sulfida Tinggi dan Epitermal Sulfida Rendah (White dan Hedenquist, 1990)
12
Dicirikan dengan kehadiran biotit, K-Feldspar, Magnetit, Aktinolit, dan
klinopiroksen.
4. Skarn, merupakan zona yang berada didekat kontak antara intrusi larutan
hidroterma dengan litologi gampingan. Terbentuk pada temperature 300°C-
700°C. Mineral penciri adalah garnet, magnesit, wollastonit, scapolite, epidot,
amfibol, dan kalsit.
5. Filik, merupakan zona ubahan yang ditandai dengan kehadiran mineral ubahan
seperti serisit, kuarsa, pirit, dan anhidrit. Terbentuk pada pH yang sama dengan
Zona Argilik namun dengan temperature yang sedikit lebih tinggi (>200°C-
250°C). Biasanya terbentuk pada daerah permeable dan dekat dengan jalur urat.
6. Propilitik, merupakan zona ubahan yang terbentuk pada pH netral hingga alkali
dengan temperature (<200°C- 250°C). Mineral penciri adalah epidot dan klorit.
Mineral penyerta lain adalah kuarsa, adularia, serisit dan anhidrit.
13
3.2 Aplikasi Analytical Spectral Device (ASD TerraSpec)
Pemetaan geologi berdasarkan berbagai metode eksplorasi akan sangat baik bila
ditunjang oleh kemajuan teknologi yang berkembang saat ini. Salah satunya adalah
pemanfaaaran spektroskopi nirkabel. Analisis dari spektroskopi ini akan menghasilkan
data yang lebih spesifik dan kuantitatif. Spektroskopi akan mengidentifikasi jarak
spektrum dan ciri-ciri fisik dari batuan dan tanah yang berbeda dari mineralogi dan
penanda ubahannya. Spektroskopi mengukur energy ikatan yang bergetar di panjang
gelombang diskrit yang spesifik pada energy ikatan pada setiap mineral.
Prisip dasar dari analisis spektrum mineral adalah pola dan panjang gelombang
yang teridentifikasi akan menunjukan ciri khusus dari mineral. Pola ini dipengaruhi oleh
komposisi, orientasi, dan derajat kristalisasi dari mineral. Spektrum khusus dari masing-
masing mineral akan mempermudah eksplorasi dalam menaksir komposisi dari kumpulan
mineral. Untuk membedakan spektrum pada material geologi, interval pajang gelombang
yang paling sering digunakan adalah visible and near-infrared (VNIR), short-wavelength
infrared (SWIR), dan thermal infrared (TIR), sedangkan untuk melihat karakteristik
pemendaran digunakan sinar ultraviolet (UV)
Gambar 3.4 Plot daerah dengan spektrum elektromagnetik yang penting untuk reflektansi spektroskopi (Hauff,
2005, dalam Rura A, 2010)
14
Pada pemetaan Projek Seruyung teknologi yang digunakan adalah Analytical
Spectral Device (ASD) TerraSpec Pro yang mampu menganalisis sampel tanah (soil),
batuan, maupun core. Tiga komponen utama dari ASD adalah spektrometer, mineral probe,
dan laptop.
Gambar 3.5 Analisis sampel core dan soil menggunakan instrument dari ASD spektrometer, mineral probe,
laptop, dan spectralon standar.
Sampel untuk analisis pemetaan daerah ubahan berupa tanah, batuan, dan log hasil
coring. Mulanya sampel dikeringkan untuk menguapkan air agar tidak mempengaruhi
pengambilan data. Sampel batuan berasal dari semua singkapan yang diketahui pada
daerah penelitian. Sedangkan sampel core didapatkatkan dari hasil lubang bor pada daerah-
daerah yterpilih yang sudah diplot sebelumnya. Sedangkan sampel tanah berasal dari
daerah terpilih maupun acak sekitar daerah eksplorasi.
Proses selanjutnya adalah sampel dianalisis dalam ruangan yang sudah dibersihkan
dari kontaminan dan telah dipastikan bahwa tidak ada sinar yang masuk. Sinar yang masuk
akan mempengaruhi hasil refleksi dan mampu mendegradasi hasil perhitungan spektrum.
Hasil dari pengukuran selanjutnya akan ditabulasikan melalui Microsoft Exel dan
dianalisis melalui penggunaan software pendukung ASD untuk pembuatan zonasi dan
grafik.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Alunit ditemukan hampir disemua sampel terukur. Hal ini diketahui dari ciri khas
panjang gelombang duplet alunit pada 1425 - 1439 μm dan 1478 - 1495μm. Jenis alunit
dominan adalah potassium alunit yang berasosiasi dengan larutan hidrotermal yang berasal
dari magama berkomposisi asam. Pembentukan alunit umumnya berasosiasi dengan
pembentukan kaolinit, silika, dan kuarsa.
Silika dan kuarsa yang teramati pada analisis ASD menjadi mineral ubahan
dominan bersama dengan alunit. Pada sampel singkapan, tanah, dan core dominansi silika
dan kuarsa terutama berada pada daerah Main Silica Cap. Mineralisasi emas-sulfida
umumnya berasosiasi dengan unit volkanik yang memilikai vuggy silica dan tekstur
silicified breccia. Kehadiran silika dan kuarsa berasosiasi dengan kehadiran alunit dan
kalolinit.
Zona vuggy dan massive silika memiliki asosiasi mineral utama yang dicirikan
dengan kehadiran silika-kuarsa, alunit, dan sulfida. Kehadiran zona ini terutama terdapat
pada pucak Gunung Seruyung sebagai daerah Main Silica Cap. Mineralisasi emas biasanya
selalu berasosiasi dengan kehadiran zona ini.
Pola ubahan yang terdapat pada Projek Seruyung adalah asimetrik dengan zona
Argilik lanjut yang melingkupi berbentuk seperti ‘kecebong’. Bentuk seperti ini adalah
indikasi dari kemunculan larutan hidrotermal yang secara kuat dipengaruhi oleh struktur
dan litologi sekitar. Kumpulan ubahan mengikuti pola distribusi dari zona vuggy massive
silica yang tinggi secara progressive menurun sampai zona argilik.
17
Massive Slica ) dan yang paling rendah berada pada zona argilik lanjut. Kehadiran emas
berkadar rendah pada zona Argilik Lanjut ditandai dengan adanya alunit yang disertai
dengan silisifikasi sepanjang struktur.
Dalam zona Argilik hampir tidak ditemukan kandungan emas. Kehadiran piropillit
dan dickit menandakan bahwa zona ini tidak membawa kandungan emas secara langsung,
namuan kehadiran mineral ubahan ini mengindikasikan bahwa batas daerah dengan
prospek emas ada pada batas-batas daerah ini. Hubungan spasial ini dapat digunakan untuk
menentukan arah dari kemungkinan emas berkadar tinggi.
18
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Pemetaan zona ubahan Projek Seruyung yang terletak di Kabupaten Malinau Utara,
Provinsi Kalimantan Utara akan jauh lebih baik apabila kita mengetahui batas-batas zona
ubahan dengan lebih jelas. Oleh karena itu, dilakukan analisis dengan menggunakan
spektrometer ASD. Mineral ubahan yang teridentifikasi adalah alunit, kuarsa, silika,
kaolinit, dan piropillit. Sedangkan dickit, illit, dan illit-smektit adalah mineral minor yang
ditemukan pada bagian bawah lubang bor. Kehadiran potassium alunit dan piropillit
mengindikasikan asal larutan hidrotermal berasal dari magma yang berkomposisi asam dan
berasosiasi dengan proses mineralisasi dan ubahan.
Zona ubahan pada daerah penelitian dikenali dari kumpulan mineral penciri.
Terdapat tiga zona yaitu, vuggy dan massive silica, yang dibungkus dengan zona argilik
lanjut, dan zona terluar adalah argilik. Zona propilitik teramati pada sekeliling zona argilik
hanya ditemukan pada bagian bawah lubang bor (bagian bawah core). Pola ubahan bersifat
asimetrik dan memanjang, hal ini mengindikasikan bahwa larutan hidrotermal dipengaruhi
oleh struktur dan unit lithologi yang sesuai. Dilihat dari bentuk, sebaran kumpulan mineral
ubahan, dan distribusi zona tipe endapan pada daerah penelitian adalah epitermal sulfidasi
tinggi.
19
DAFTAR PUSTAKA
Bachtiar, A. 2006. Pengantar Kuliah Geologi Indonesia, Program Studi Teknik Geologi,
FIKTM-ITB.
Pirajno, F., 1992, Hydrothermal Mineral Deposits, Principles and Fundamental Concepts
for the Exploration Geologist, Springer-Verlag, Berlin, Heidelberg, 709 hal.
Satyana, A. H., Nugroho, D. dan Surantoko, I. 1999. Tectonic controls on the hydrocarbon
habitats of the Barito Kutei, and Tarakan Basins, Eastern Kalimantan, Indonesia:
major dissimilarities in adjoining basins, Journal of Asian Earth Sciences 17, hal.
99-122.
Setijadji, L.D., Basuki, N.I. dan Prihatmoko, S. 2010. Kalimantan Mineral Resources: An
Update on Exploration and Mining Trends, Synthesis on Magmatism History and
Proposed Models for Metallic Mineralization, Proceedings PIT IAGI Lombok
2010.
20
LAMPIRAN
21