Anda di halaman 1dari 49

KAJIAN ISLAM

1. Iman, Islam,Ihsan
2. Islam dan Sains
3. Islam dan Penegakan Hukum
4. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar
5. Fitnah Akhir Zaman

Disusun sebagai tugas terstruktur Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam

Dosen Pengampuh:

Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I., M.Sos

Disusun Oleh:

Nama : BAIQ THESSA PEBRIANDINI


NIM : C1G020060
Fakultas&Prodi: Pertanian &Agribisnis
Semester : 1 (Satu)

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
T.A. 2020/2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur
saya panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan
Inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.

Sholawat dan Salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Rasulullah SAW yang telah
menunnjukan kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam. Namun tidak lepas dari semua itu,saya menyadari
sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan
aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada saya membuka selebar-lebarnya
pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki
artikel ini.

Terima kasih saya sampaikan atas bimbingan Bapak Dr. Taufiq Ramdani, S.Th.I.,
M.Sos sebagai dosen pengampuh mata Kuliah Pendidkan Agama Islam yang telah
membimbing saya dalam menyelesaikan tugas artikel ini.Besar harapan saya tugas ini
akan memberi manfaat bagi banyak orang dan besar keinginan saya dapat menginspirasi
para pembaca kedepannya.

Baiq Thessa Pebriandini,Mataram, 16 Desember 2020

BAIQ THESSA PEBRIANDINI


C1G020060

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER……………………………………………………………....i
KATA PENGANTAR………………………………………………………….......ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..............iii
I. Iman,Islam,Ihsan……………………………………………………………....1
II. Islamdan Sains……………………………………………………………........17
III. Islam danPenegakanHukum………………………………………………...…26
IV. Kewajiban Menegakkan Amar Makruf danNahiMunkar……………………...29
V. FitnahAkhir Zaman………………………………………………………….....38
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………....45
LAMPIRAN………………………………………………………………………...46

iii
BAB 1
IIMAN, ISLAM, DAN IHSAN
Pada dunia pendidikan Islam, materi dalam suatu pembelajaran menjadi salah satu unsur
penting dalam proses pembelajaran. Di Indonesia, materi ilmu agama yang
dimaksudkan adalah Akidah, al-Quran, Hadis, Fikih, Akhlaq, Sejarah Islam, dan Bahasa
Arab. Namun, tetap yang menjadi pondasi ilmu agama Islam adalah pendidikah
akidah.Secara umum, ruang lingkup pengajaran agama Islam itu meliputi rukun Iman
yang enam, yaitu Iman kepada Allah, Iman kepada RasulNya,Iman kepada malaikat-
Nya, Iman kepada kitab-kitab suci yang diturunkan kepada Rasul Allah dan Iman
kepada qadha dan qadar. Tentu saja termasuk segala sesuatu yang berkaitan dengan
iman tersebut seperti masalah kematian, syaithan, jin, iblis, azab kubur, alam barzakh
dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pengajaran ini tentu disesuaikan dengan tingkat
perkembangan peserta didik.

Pendidikan akidah menuntut setiap insan muslim agar mereka dapat mempertahankan
iman dan agama Islam serta keistiqomahannya dalam beribadah.Penulis menfokuskan
konsep Islam, iman dan ihsan menurut perspektif hadis-hadis nabi saw di dalam kitab
matan arba’in an-nawawi.Yang mana, kitab ini merupakan karya syaikh Imam An-
Nawawi yang berisikan pokok-pokok ajaran Islam yang patut diajarkan kepada anak
didik sebagai materi pembelajaran pendidikan Islam. Berdasarkan hadis ke 19 dalam
kitab matan arba’in an-nawawi, bahwa: “Abdullah bin ‘Abbas R.a menceritakan, suatu
hari saya berada di belakang Nabibshallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda, “Nak,
aku ajarkan kepadamu beberapabuntai kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan
menjagamu. Jagalah Allah, niscaya kau dapati Dia di hadapanmu. Jika engkau hendak
meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan,
mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat bersatu untuk
memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa
yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andaipun mereka bersatu untuk melakukan
sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa
yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telahdiangkat dan lembaran-lembaran
telah kering.” H.R. at-Tirmidzi3

1
Hadis di atas menjelaskan tentang materi akidah yang perlu disampaikan kepada anak
didik sejak awal.Dengan meyakini bahwa Allah swt memiliki sifat Maha Pemelihara,
Maha Pelindung, Maha Pengaman, dan Maha segalanya, terhadap setiap hamba-Nya
yang melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya. Hadis ini juga
menganjurkan untuk percaya akan takdir yang telah Allah tetapkan, sehingga sebagai
hamba-nya dapat bersabar, tidak mudah berkeluh kesah, serta senantiasa ikhlas. Maka
dapat disimpulkan, bahwa sebagai seorang muslim, tidak bisa dikatakan sebagai seorang
mukmin, jikalau ia tidak percaya dengan rukun iman yang enam, serta tidaklah ia
sampai ke tahap muhsin jikalau ia tidak menghadirkan Allah dimanapun ia berada dan
terhadap apapun yang ia lakukan.

Dasar agama Islam memiliki tiga tingkatan yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Tiap-tiap
tingkatan memiliki rukun rukun yang membangunnya. Jika Islam dan Iman disebut
secara bersamaan, maka yang dimaksud Islam adalah amalan-amalan yang tampak
(lahir) dan mempunyai lima rukun. Sedangkan yang dimaksud Iman adalah amal-amal
batin yang memiliki enam rukun. Dan jika keduanya berdiri sendiri-sendiri, maka
masing-masing menyandang makna dan hukumnya tersendiri. Ketiga konsep di atas,
yaitu islam, iman dan ihsan telah menjadi pokok ajaran agama Islam sendiri yang juga
sangat berperang penting dalam proses pendidikan Islam. Hal ini dibuktikan dengan
hadis Nabi saw (Hadis No. 2 dalam kitab Matan Arba’in An-Nawawi):

“Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki laki
yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak
padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang
mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua
lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam) seraya
berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam?”, maka bersabdalah
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam: “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada
Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan
Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji
jika mampu“, kemudian dia berkata: “anda benar“. Kami semua heran, dia yang

2
bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “Beritahukan aku
tentang Iman“. Lalu beliau bersabda: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman
kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “anda benar“.
Kemudian dia berkata lagi: “Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “
Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika
engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau”. Kemudian dia berkata:
“Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “Yang
ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya“. Dia berkata: “Beritahukan aku tentang
tanda-tandanya“, beliau bersabda: “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika
engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu
dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “Tahukah engkau
siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui“. Beliau
bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan
agama kalian“. (Riwayat Muslim)

Sesunguhnya, materi-materi yang diuraikan dalam al-Qur’an dan hadis menjadi bahan-
bahan pokok pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan Islam, baik formal
maupun non-formal. Oleh karena itu, materi pendidikan Islam harus dipahami, dihayati,
diyakini, dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam.Namun, fokus penulis adalah
dalam penyampaian materi pendidikan Islam, bagi seorang guru hendaknya
mengkaitkan materi pembelajaran yang disampaikan kepada peserta didik dengan
materi Islam, iman, dan Ihsan.

Maka dari itu, dalam penelitian ini penulis ingin membahas mengenai konsep Islam,
iman dan ihsan sebagai materi pendidikan Islam. Untuk pembahasan ini akan dikaitkan
dalam kitab matan arbainan-nawawiyah. Dalam kitab ini mengumpulkan kurang lebih
42 hadis yang berisikan tentang ajaran-ajaran pokok agama Islam.Hal inilah yang
mendorong penulis untuk menulis proposal tesis ini dengan judul ”Islam, iman dan
ihsan dalam Kitab Matan Arba‘in an-Nawawi (Studi Materi Pembelajaran Pendidikan
Islam dalam Perspektif Hadis Nabi saw)”. Karena menurut penulis,materi pokok akidah

3
tentang Islam, iman dan ihsan seharusnya sudah diperkenalkan kepada anak atau peserta
didik sejak dini dan menjadi point penting yang harus disampaikan kepada peserta
didik, kemudian mengingatkan serta memotivasi sehingga dapat dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Pengertian Islam, iman dan ihsan:

a. Definisi Islam Kata Islam berasal dari Bahasa Arab adalah bentuk masdar dari kata
Yang .‫ اسالما‬- ‫ اسلم – يسلم‬kerja secara etimologi mengandung makna “Sejahtera, tidak
cacat, selamat”. Seterusnya kata salm dan silm, mengandung arti: Kedamaian,
kepatuhan, dan penyerahan diri.5 Dari kata-kata ini, dibentuk kata salam sebagai istilah
dengan pengertian: Sejahtera, tidak tercela, selamat, damai, patuhdan berserah diri.Dari
uraian kata-kata itu pengertian Islam dapat dirumuskan taat atau patuh dan berserah diri
kepada Allah. Pengertian Islam menurut istilah yaitu, sikap penyerahan diri
(kepasrahan, ketundukan, kepatuhan) seorang hamba kepada Tuhannya dengan
senantiasa melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, demi mencapai
kedamaian dan keselamatan hidup, di dunia maupun di akhirat.Islam sebagai agama,
maka tidak dapat terlepas dari adanya unsur-unsur pembentuknya yaitu berupa rukun
Islam, yaitu:
1) Membaca dua kalimat Syahadat
2) Mendirikan shalat lima waktu
3) Menunaikan zakat
4) Puasa Ramadhan
5) Haji ke Baitullah jika mampu

b. Definisi Iman
Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja yang ” ‫ يؤمن‬-‫امن‬
‫ ايمانا‬- ” ,(fi’il) mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.
Imam Al-Ghazali memaknakannya dengan kata tashdiq ( ‫ )التصديق‬yang berarti
“pembenaran”.Pengertian Iman adalah membenarkan dengan hati, diikrarkan dengan
lisan dan dilakukan dengan perbuatan. Iman secara bahasa berasal dari kata Asman-
Yu’minu-limaanan artinya meyakini atau mempercayai. Pembahasan pokok aqidah

4
Islam berkisar pada aqidah yang terumuskan dalam rukun Iman, yaitu:
1) Iman kepada Allah
2) ImankepadaMalaikat-Nya
3) Imankepadakitab-kitab-Nya
4) Iman kepada Rasul-rasul-Nya
5) Iman kepada hari akhir
6) ImankepadaTakdir Allah

c. Definisi Ihsan Kata ihsan berasal dari Bahasa Arab dari kata kerja (fi`il) yaitu :
‫ فعل الحسن‬:artinya‫احسن – يحسن – احسا ن‬
(Perbuatan baik). Para ulama menggolongkan Ihsan menjadi 4 bagian yaitu:
1) Ihsan kepada Allah
2) Ihsan kepada diri sendiri3) Ihsan kepada sesama manusia
4) Ihsan bagi sesama makhluk

Dari penjelasan di aats, dapat disimpulkan bahwa Ihsan memiliki satu rukun yaitu
engkau beribadah kepada Allah swt seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak
melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu. Hal ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu dalam kisah jawaban
Nabi saw kepada Jibri ketika ia bertanya tentang ihsan, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam
menjawab:

َ َ ‫د هللاَ َكأَن‬vَ ُ‫أَ ْن تَ ْعب‬


َ‫ك ت ََراهُ فَإ ِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن تَ َراهُ فَإِن َهُيَ َراك‬

“Engkau beribadah kepada Allah seolaholah engkau melihat-Nya, maka bila engkau
tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”

d. Korelasi Islam, iman dan ihsan


Secara teori iman, Islam, dan ihsan dapat dibedakan namun dari segi prakteknya tidak
dapat dipisahkan. Satu dan lainnya saling mengisi, iman menyangkut aspek keyakinan
dalam hati yaitu kepercayaan atau keyakinan,

5
sedangkan Islam artinya keselamatan, kesentosaan, patuh, dan tunduk dan ihsan artinya
selalu berbuat baik karena merasa diperhatikan oleh Allah.

Beribadah agar mendapatkan perhatian dari sang Khaliq, sehingga dapat diterima
olehnya. Tidak hanya asal menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya saja,
melainkan berusaha bagaimana amal perbuatan itu bisa bernilai plus dihadapan-Nya.
Sebagaimana yang telah disebutkan diatas kedudukan kita hanyalah sebagai hamba,
budak dari Tuhan, sebisa mungkin kita bekerja, menjalankan perintah-Nya untuk
mendapatkan perhatian dan ridho-Nya. Inilah hakikat dari ihsan.

Pengertian Materi Pembelajaran Pendidikan Islam.


Materi pendidikan berarti mengorganisir bidang ilmu pengetahuan yang membentuk
basis aktivias lembaga pendidikan, bidang-bidang ilmu pengetahuan ini satu dengan
lainnya dipisah-pisah namun merupakan satu kesatuan terpadu. Materi pendidikan harus
mengacu pada tujuan, bukan sebaliknya tujuan mengarah kepada suatu materi, oleh
karenanya materi pendidikan tidak boleh berdiri sendiri sendiri terlepas dari kontrrol
tujuannya. Adapun maksud dari materi Pendidikan Islam Pespektif Hadis Nabi saw
bahwa materi-materi yang diuraikan di dalam hadis Nabi banyak juga menjadi bahan-
bahan pokok pelajaran yang disajikan dalam proses pendidikan Islam, baik formal
maupun non-formal. Oleh karena itu, materi pendidikan Islam harus dipahami, dihayati,
diyakini, dan diamalkan dalam kehidupan umat Islam.

Biografi Imam an-Nawawi dan Karya-karyanya.


Nama lengkap al-Nawawi adalah al-Imam Syarifuddin al-Nawawi.11 Dilahirkan di
sebuah perkampungan yang bernama “Nawa” pada Bulan Muharram tahun 631 H di
perkampungan “Nawa” dari dua orang tua yang shalih. Beliau dianggap sebagai Syaikh
di dalam madzhab Syafi’i. Seorang alim ulama fiqh dan ahli hadisyang terkenal pada
zamannya. Ayahnya bernama Syaraf Ibn Murry seorang pemilik toko di Nawa. Ibnu al-
Athar, salah seorang murid setia Imam al-Nawawi memuji ayahnya sebagai syeikh
waliyyullah yang zahid lagi wara’.

Para ahli fiqih sepakat, bahwa Imam al-Nawawi adalah seorang yang ‘alim, wara’,

6
zuhud, dhabit dan bertaqwa. Sebagai seorang wara’, misalnya beliau megambil sikap
tidak mau memakan buah-buahan Damaskus karena merasa ada syubhat seputar
kepemilikan lahan dan kebun-kebunya di sana. Imam Nawawi berguru pada syaikh Ar-
Ridha bin al-Burhan, Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad Al-Anshari, Zainuddin bin
Abdul Daim, Imaduddin Abdul Karim Al-Khurasani, Zainuddin Khalaf bin Yusuf,
Taqiyyuddin bin Abil Yasar, Jamaluddin bin As-Shayarfi, Syamsuddin bin Abi Umar
dan ulama ulama lainnya yang sederajat.Adapun murid-murid Imam Nawawi yang
menjadi ulama terkenal setelah beliau adalah Al-Khatib Shadr Sulaiman Al Ja’fari,
Syihabuddin Ahmad bin Ja’wan, Syihabuddin Al-Arbadi, Alauddin bin Al-Atthar, Ibnu
Abi Al-Fath dan AlMazi serta Ibnu Al-Atthar.

Imam Nawawi meninggalkan banyak sekali karya ilmiah yang terkenal. Karya-karya
imam Nawawi tersebut kebanyakan telah ditemukan di perpustakaan-perpustakaan baik
di dunia Barat maupun Timur. Diantara karya tersebut dibagi pada beberapa aspek di
bidang Hadis dan Ilmu Hadis, Kitab shahih Muslim bi Syarh an Nawawi, Kitab
Riyaadhun min Kalam Sayyid al-Mursalin, Kitab Al-Arba‘in An-Nawawiyyah, Kitab
Al-Arba‘in an-Nawawiyyah, al-Irsyaad fi ‘Ulum al-hadits, dan masih banyak kitab
hadis lainnya. Adapun pada aspek fiqh, yakni: Kitab al-Majmu’,Kitab Raudhah ath
thalibin, Kitab Minhaju ath-thalibin, dan lainnya. Kitab yang berisi tentang biografi dan
sejarah, yaitu: Kitab labaqat al-Fuqaha’ dan Kitab Tahdzib al-Asma’ wa al-Lughah.
Kitab yang berisi tentang bahasa, yakni Kitab Taqrir alfa al-Tanbih dan Kitab Tahzib al-
Asma’ wa al-Lughah. Kitab yang berisi tentang bidang pendidikan dan etika, yakni
Kitab Adab al-Hamalah al-Quran dan Kitab Bustan al-‘arifin.

Latar Belakang Penulisan Kitab Matan Arba‘in an-Nawawi.


Kitab Al-Arba‘in An-Nawawiyyah terdiri atas empat puluh dua hadis yang setiap hadis
merupakan kaidah (pondasi) agung di antara kaidah-kaidah agama Islam yang
dinyatakan oleh para ulama sebagai poros Islam atau sebagai setengah bagian dari
ajaran Islam, atau sepertiganya, atau sebutan lain yang semisal dengannya. Hadis
Arba‘in merupakan kumpulan hadishadis nabi pilihan yang memiliki keutamaan dalam
pembahasan yang singkat dan padat berkaitan dengan
kehidupan beragama, ibadah, muamalah dan syariah. Kitab AlArba‘in An-Nawawiyyah

7
diawali dengan mukaddimah dari Imam al-Nawawi, kemudian tiap-tiap hadis tidak
dibuatkan tema pokok tersendiri artinya dalam Kitab al-Arba‘in An-Nawawiyyah Imam
Nawawi pada tiap hadis tidak diberi judul secara spesifik, tapi hanya disebutkan “hadis
pertama”, hadis kedua”, dan seterusnya hinga akhir, sehingga pembaca tidak
mengetahui tema dalam hadis tersebut tanpa membacanya terlebih dahulu.

Namun, dari kandugan hadis-hadisnya bisa diberikan judul-judul sebagai berikut: Niat
dan ikhlas, Pembahasan seputar Islam, Iman, Ihsan, dan tanda kiamat, Rukun Iman,
Penciptaan manusia dan ketentuan nasibnya, Kemungkaran dan Bid‘ah, Halal, haram
dan syubhat, Agama adalah Nasihat, Kesucian setiap Muslim, Pembebanan sesuai
kemampuan, Do‘a dan kaitannya dengan Makan yang Halal lagi Thayyib,Wara‘ dan
Meninggalkan Syubhat, Meninggalkan Hal-hal yang tidak berguna, Bagian dari
Kesempurnaan Iman, Kapan Darah Muslim halal ditumpahkan, Kemurahan Hati dan
Diam, Larangan Marah, Berbuat Baik dalam segala Hal, Takwa dan Akhlak yang Baik,
Bantuan Allah dan Penjagaan-Nya, Rasa Malu dan Iman, Iman dan Istiqamah, Jalan ke
Surga dengan melaksankan Syari’at, Sarana-sarana Kebaikan, Haram berbuat zhalim,
Kiat-kiat mendapatkan pahala yang banyak, di antara Jalan jalan Kebaikan, Kebaikan
dan Dosa, Berpegang pada Sunnah serta Menjahui Penyelisihan dan Bid‘ah, Pintu-pintu
Kebaikan dan Bahaya Lisan, Hak-Hak Allah, Keutamaan Zuhud, Jangan Menimbulkan
Bahaya dan Jangan Balas Membahayakan Orang lain, Bukti dan Sumpah, Mengubah
Kemungkaran, Adab-Adab Kemasyarakatan, Amal Kebajikan dan Balasannya,
Keridhaan Allah dan Kemurahan-Nya, Ibadah sebagai Sarana untuk Mendekatkan Diri
kepada Allah swt, Sesuatu yang tidak Mengandung Dosa, Dunia sebagai Sarana menuju
Akhirat dan Luasnya Ampunan Allah ‘azza wa jalla.

Islam, iman dan ihsan dalam Kitab Matan Arba‘in an-Nawawi.


Islam yang berasal dari bahasa arab aslama, berarti menerima, menyerah, atau tunduk.
Maka kata muslim (sebutan bagi pemeluk agama Islam) juga berhubungan dengan kata
islam yang berarti orang yang berserahdirikepada Allah. Islam memiliki rukun-rukun
atau pilar-pilar yang harus ditunaikan oleh seorang muslim. Sebagaimana Rasulullah
saw juga telah merincikan 5 rukun yang menjadi pondasi Islam.Hal ini didukung oleh
hadis yang ke-3 dalam kitab matan Arba’in an-Nawawi yang Artinya: “Dari Abu

8
‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia
mengatakan: aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Islam
dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak disembah)
melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah;
menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa
Ramadhan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

a. Diawali dengan mengucapkan dua


‫ ) أشهد أن ال اله اال هللا‬kalimat syahadat denganmaksud , (‫وأشهد ان محمد رسول هللا‬
bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah saja, Dia-lahIlah yang haqq,
sedangkanilah selain Nya adalah bathil. Kemudian dilanjutkan dengan kesaksian
bahwasanya Muhammad itu adalah Rasulullah (utusan Allah), dengan membenarkan
semua apa yang diberitakannya, dan mentaati semua perintahnya serta menjauhi semua
yang dilarang dan dicegahnya. Pengamalan dari dua kalimat syahadat tentunya
berkaitan dengan amalan dan ibadah yang dilakukan seorang hamba. Agar amalan
seorang muslim diterima di sisi Allah ta’ala, Imam an-Nawawi menambakan bahwa ada
dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

1). Dengan niat yang Ikhlas karena Allah. Rasulullah saw telah menyebutkan pada hadis
pertama di dalam kitab matan arba’in an-Nawawi bahwa: Dari Amirul Mu’minin, Abi
Hafs Umar bin Al Khattab radiallahu’anhu, dia berkata: Saya mendengar Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang
(akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin
mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan)
Allah dan RasulNya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau
karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang
dia niatkan.” (Riwayat dua imam hadits, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il bin
Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dan Abu Al Husain, Muslim bin Al
Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi An Naishaburi dan kedua kitab Shahihnya yang
merupakan kitab yang paling shahih yang pernah dikarang) .
2). Setiap amalan bersumber dari kitabullah dan sunnah Rasulullah. Hal ini dijelaskan di

9
dalam hadis ke-5 bahwa:
“Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahu’anha dia berkata:
Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini
yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhari dan Muslim), dalam
riwayat Muslim disebutkan: “Siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang
bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.”

b. Kewajiban untuk menegakkan shalat fardhu 5 waktu dan menunaikannya secara


sempurna dengan syarat rukunnya. hadis ke-29 dalam kitab matan arba’in an-Nawawi
tentang keutamaan shalat: “Dari Mu’az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata: Beliau
(Rasulullah) berkata: Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan
puncaknya adalah Jihad. .... (Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shahih)

Rasul saw juga menyebutkan pada hadis ke-23 bahwa:“Dari Abu Malik Al Haritsy bin
‘Ashim Al ‘Asy’ary radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa
sallam bersabda : ... Sholat adalah cahaya, .....” (Hadis Riwayat Muslim)

c. Kewajibanmengeluarkan zakat bagi yang sudah mencapai batas nishab zakat


danhaulnya.Rasulullah saw telah menjelaskan pada hadis ke-8 dalam kitab matan
arba’in akibat tidak menunaikan kewajiban shalat dan zakat:Dari Ibnu Umar
radhiallahuanhuma sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Aku diperintahkan untuk
memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan
bahwa Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika
mereka melakukan hal itu maka darah dan harta mereka akan dilindungi kecuali dengan
hak Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah ta’ala.” (Riwayat Bukhari dan
Muslim)17

d. BerpuasapadaBulanRamadhanwaji bbagisetiapmuslim. Sebagaimana hadis ke-29


tentang keutamaan puasa secara umum dan puasa ramadhan secara khusus bahwa:
“Dari Mu’az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata : Saya berkata : Ya Rasulullah,
beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam surga dan
menjauhkan saya dari neraka, beliau bersabda: Engkau telah bertanya tentangsesuatu

10
yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah ta’ala, :
Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun, menegakkan shalat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi haji. Kemudian beliau (Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda: Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu
pintu surga?; Puasa adalah benteng, Sodaqoh akan mematikan (menghapus) kesalahan
sebagaimana air mematikan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam (qiyamullail),
kemudian beliau membacakan ayat (yang artinya) : “Lambung mereka jauh dari tempat
tidurnya….”........ (Riwayat Turmuzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shahih)

e. Menunaikanibadah hajiwajibbagi yang mampu.Menjadi kewajiban bagi setiap


muslim yang mampu melaksanakannya, baik mampu
dalam halmateri ataupun fisik. Membahas tentang konsep keimanan yang terdapat pada
kitab matan Arba’in an-Nawawi, penulis akan menyajikan hadis kedua sebagai
berikut:“Dari Umar radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam suatu hari tiba tiba datanglah seorang laki-laki
yang mengenakan baju yang sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak
padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang
mengenalnya. Hingga kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua
lututnya kepada kepada lututnya (Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam) seraya
berkata: “ Ya Muhammad, beritahukan aku tentang Islam ?”, maka bersabdalah
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam : “ Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak
ada Ilah (Tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah
utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan pergi
haji jika mampu “, kemudian dia berkata: “ anda benar “. Kami semua heran, dia yang
bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya lagi: “ Beritahukan aku
tentang Iman “. Lalu beliau bersabda: “ Engkau beriman kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir dan engkau beriman
kepada takdir yang baik maupun yang buruk “, kemudian dia berkata: “ anda benar“.
Kemudian dia berkata lagi: “ Beritahukan aku tentang ihsan “. Lalu beliau bersabda: “
Ihsan adalah engkau berib adah kepada Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika
engkau tidak melihatnya maka Dia melihat engkau” . Kemudian dia berkata: “
Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”. Beliau bersabda: “ Yang

11
ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “ Beritahukan aku tentang
tanda-tandanya “, beliau bersabda: “ Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika
engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba,
(kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya “, kemudian orang itu berlalu
dan aku berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah) bertanya: “ Tahukah engkau
siapa yang bertanya ?”. aku berkata: “ Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui “. Beliau
bersabda: “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian (bermaksud) mengajarkan
agama kalian“. (HR. Muslim)

Hadis di atas merangkum tentang penjelasan Islam, iman dan hakikat dari ihsan.
Penjelasan tentang rukun Islam telah penulis bahas pada pembahasan sebelumnya
tentang konsep Islam. Sama halnya dengan Islam yang memiliki 5 rukun, keimanan
juga memiliki 6 rukun yang mesti diimani dan diamalkan oleh setiap mukmin (orang
yang beriman). 6 rukun tersebut telah Rasulullah saw sebutkan tatkala Jibril bertanya
apa itu iman, kemudian beliau menjawab:”Yaitu kamu beriman kepada Allah, malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, hari akhir dan kamu beriman kepada qadar yang
baik dan yang buruk.” (HR. Muslim)

Adapun rincian dari keenam rukun tersebut adalah:

a. Iman kepada Allah;Imam Nawawi menjelaskan bahwa beriman kepada Allah ‘azza
wa jalla mencakup 4 hal, yakni:
1) Berimandenganwujud Allah ta’ala
2) Beriman kepada rububiyyah Allah swt
3) Beriman kepada uluhiyyah Allah swt, dengan maksud membenarkan dan meyakini
bahwa hanya Allah, Tuhan yang berhak disembah, dan semua sesembahan selain-Nya
adalah bathil. Sebagaimana Rasulullah saw telah sebutkan di dalam hadis ke-28 bahwa:
“Dari Mu’az bin Jabal radhiallahuanhu dia berkata : Saya berkata : Ya Rasulullah,
beritahukan saya tentang perbuatan yang dapat memasukkan saya ke dalam surga dan
menjauhkan saya dari neraka, beliau bersabda: Engkau telah bertanya tentang sesuatu
yang besar, dan perkara tersebut mudah bagi mereka yang dimudahkan Allah ta’ala, :
Beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya sedikitpun,.....” (Riwayat Turmuzi

12
dan dia berkata: Haditsnya hasan shahih)
4) Beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat-Nya Rasulullah saw telah menyebutkan di
dalam hadis ke-23 bahwa: “Dari Abu Malik Al Harits bin ‘Ashim Al ‘Asy’ary
radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Bersuci adalah bagian dari iman, Al Hamdulillah dapat memenuhi timbangan,
Subhanallah dan Al Hamdulillah dapat memenuhi antara langit dan bumi, Sholat adalah
cahaya, shadaqah adalah bukti, Al Quran dapat menjadi saksi yang meringankanmu atau
yang memberatkanmu. Semua manusia berangkat menjual dirinya, ada yang
membebaskan dirinya (dari kehinaan dan azab) ada juga yang menghancurkan dirinya.”
(Riwayat Muslim).

b. Iman kepada para malaikat-Nya; Sebagaimana salah satu hadis pada kitab matan
arba‘in yang berkaitan dengan iman kepada Malaikat adalah hadis kedua yang
mengkisahkan kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad saw dengan menjel-ma
sebagai seorang laki-laki yang tidak dikenal, bertujuan untuk memberikan pengajaran
kepada para sahabat.

c. Iman kepada kitab-kitabNya; Potongan hadis ke-23 menyebut-kan tentang al-Quran


bahwa:“Dari Abu Malik Al Hari tsy bin ‘Ashim
Al ‘Asy’ary radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam
bersabda: ...dan al-Quran dapat menjadi saksi yang meringankanmu atau yang
memberatkanmu. .....” (Hadis Riwayat Muslim) Dalam mengimani al-Quran sebagai
Kitab Allah, ada beberapa nasihat yang harus diperhatikan dan dilakukan seorang
hamba. Hal ini berkaitan dengan hadis ke-7 yang
berbunyi: “Dari Abu Ruqayyah Tamim Ad Daari radhiallahuanhu, sesungguhnya
Rasulullah saw bersabda : Agama adalah nasehat kami berkata : Kepada siapa? beliau
bersabda : Kepada Allah, kitabNya, Rasul-Nya dan kepada pemimpan kaum muslimin
dan rakyatnya )”. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

d. Iman kepada Rasul-rasulNya; Sebagaimana yang telah disebutkan pada hadis ke-7,
bahwa agama Islam merupakan nasehat untuk beberapa hal, dianataranya adalah
nasehat untuk Rasul Allah. Hal ini diwujudkan dengan melaksana-kan syari’at Islam

13
hanya dengan mengikuti petunjuk Nabi saw dan senantiasa berpegang teguh pada
sunnahnya. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan di dalam hadis ke-28 bahwa:
“Dari Abu Najih Al Irbadh bin Sariah radhiallahuanhu dia berkata : Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam memberikan kami nasehat yang membuat hati kami
bergetar dan air mata kami bercucuran. Maka kami berkata : Ya Rasulullah, seakan-
akan ini merupakan nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat. Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada
Allah ta’ala, tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin
kalian adalah seorang budak. Karena di antara kalian yang hidup (setelah ini) akan
menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap
ajaranku dan ajaran Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah
(genggamlah dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara
yang diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat “
(Riwayat Abu Daud dan Turmuzi, dia berkata: hasan shahih)

e. Iman kepada Hari Akhir; Pada hadis kedua telah disebutkan oleh Rasul “Dari Umar
radhiallahuanhu juga dia berkata : Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah saw suatu
hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang sangat putih dan
berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan jauh dan tidak
ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga kemudian diaduduk
dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada lututnya (Rasulullah)…
Kemudian diaberkata: “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan kejadiannya)”.
Beliau bersabda: “ Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya “. Dia berkata: “
Beritahukan aku tentang tanda-tandanya “, beliau bersabda: “Jika seorang hamba
melahirkan tuannya dan jika engkau melihat seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin
dan penggembala domba, (kemudian) berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, “.
(HR. Muslim)20

f. Iman kepada takdirnya, yang baik ataupun yang buruk; Hal ini berkaitan dengan awal
mula penciptaan manusia di dalam rahim, sampai pada saat ditiupkan padanya ruh serta
ditetapkan takdir untuknya. Sebagaimana telah Rasulullah saw sebutkan pada hadis ke-4
bahwa:“Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata:

14
Rasulullah saw menyampai kan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan
dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya
sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah
selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari.
Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia
diperintahkan untuk menetapkan
empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau
kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada ilah selain-Nya, sesungguhnya diantara
kalian ada yang melakukanperbuatan ahli syurga hingga jarak antara dirinya dan syurga
tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan
baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam
neraka. sesungguhnya diantara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga
jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya
ketentuan, dia melakukan perbuatan
ahli syurga maka masuklah dia ke dalam syurga.”(Riwayat Bukhari dan Muslim).

Menurut Imam Nawawi, maksud hadis ini adalah tidak mungkin bagi manusia di dunia
ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk surga atau neraka, akan tetapi amal
perbuatan merupakan sebab untuk memasuki keduanya. Karena pada hakikatnya amal
perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah manusia tidak terpedaya dengan
kondisinya
saat ini, justru harus selalu mohon kepada Allah agar diberi keteguhan dan akhir yang
baik (husnul khotimah). Seorang mukmin hendaknya ia tenang dalam masalah rezki dan
qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-
ngejarnya dan mencurahkan hatinya karenanya. Kehidupan ada di tangan Allah.
Seseorang tidak akan mati kecuali dia telah menyempurna kan umurnya.

Dapat diambil kesimpulan, bahwa ihsan memiliki dua sisi yaitu:


a. Ihsan adalah kesempurnaan dalam beramal sambil menjaga keiklasan dan jujur dalam
beramal
b. Ihsan adalah sensntiasa memaksimalkan amalan-amalan sunnah yang dapat mendekat
diri kepada Allah Swt. selama hal itu adalah sesuatu yang diridhai-Nya dan dianjurkan

15
untuk melaksanakannya.
Dalamranahedukasi (pendidikan), ihsân sangat erat kaitannya, bahkan sama artinya,
dengan kata “afektif”. Sama halnya dengan ihsân, afektif-pun akan berbicara tentang
kebaikan yang bersumber dari hati. Oleh karenanya pendidikan karakter berbasis Ihsân
sama halnya dengan pendidikan hati. Sebagaimna kita ketahui bahwa hati adalah pusat
untuk bertindak. Jika hati kita baik maka sikap kita secara otomatis akan menjadi baik.
Begitu pula sebaliknya.

Maka dapat disimpulkan, bahwa ihsan adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah,
dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan
berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada tingkat
tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih mulia
dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam seluruh sisi dan
nilai hidupnya.

16
BAB 2
ISLAM DAN SAINS
A. Defenisi Sains Perbincangan pada bab tiga ini akan diarahkan kepada integrasi
sains dan agama yang difokuskan pada defenisi sains, pendekatan Al-Qur’an
terhadap sains, serta kedudukan sains dalam Islam serta urgensinya. Menurut
Agus Purwanto dalam bukunya Ayat-Ayat Semesta: Sisi Al- Qur’an yang
Terlupakan, Mizan, Bandung, 2008, jumlah ayat kauniyah ada 800 ayat.
Sementara menurut Syeikh Tantawi, ayat kauniyah berjumlah 750 ayat. Tidak
kalah menariknya adalah, dari 114 surah Al-Qur’an hanya 15 surat yang tidak
ada ayat kauniyahnya, hal ini menunjukkan pentingnya ayat kauniyah bagi
kehidupan umat Islam. Oleh sebab itu, sudah saatnya jika para ilmuwan muslim
kembali menggali ayat-ayat kauniyah, melakukan penelitian guna menyingkap
mukjizat sains dalam Al-Qur’an. Sepantasnyalah dalam bidang pendidikan sejak
tingkat yang paling dasar sampai pendidikan tinggi harus mampu
mengintegralkan penafsiran ilmiah Al- Qur’an dengan mata pelajaran yang
memiliki keterkaitan, misalnya fisika, biologi, sejarah dan sebagainya. Bahkan
lebih dari itu, melalui Al-Qur’an memotivasi untuk melakukan penelitian-
penelitian terhadap fenomena alam. Sains menurut bahasa berasal dari bahasa
Ingrias science, sedangkan kata science berasal dari bahasa Latin scientia.1
Yang berasal dari kata scine yang artinya adalah mengetahui.2 Kata sains dalam
bahasa Ingris diterjemahkan sebaga al-‘ilm dalam bahasa Arab.3 Dari segi
istilah sains dan ilmu bermakna pengetahuan namun demikian menurut Sayyid
Hussen Al-Nasr kata science dalam bahasa Inggris tidak dapat diterjemahkan
kedalam bahasa Arab sebagai AlIlm, karena konsep ilmu pengetahuan yang
dipahami oleh barat ada perbedaannya dengan ilmu pengetahuan menurut
perspektif Islam.4 Ada beberapa pendapat tentang difenisi sains menurut Istilah,
namun secara umum dapat diartikan sebagai keutamaan dalam mencari
kebenaran.5 Di dalam the New Colombia Encyclopedia, sains diartikan sebagai
satu kumpulan ilmu yang sistematis mengenai metapisik yang bernyawa dan
yang tidak bernyawa, termasuk sikap dan kaedah-kaedah yang digunakan untuk
mendapatkan ilmu tersebut. Oleh sebab itu sains adalah merupakan sejenis
aktivitas dan juga hasil dari aktivitas tersebut.6 Tidak jauh berbeda apa yang

17
dikatakan oleh R.H.Bube, menurutnya sains adalah pengetahuan yang berkaiatan
dengan alam semula jadi yang diperoleh melalui interaksi akal dengan alam.7
Berdasarkan defenisi diatas dapat ditegaskan bahwa sains adalah suatu proses
yang terbentuk dari interaksi akal dan panca indera manusia dengan alam
sekitarnya. Dengan arti kata, objek utama kajian sains adalah alam empirik
termasuk juga manusia.8 Sedangan objek sains yang utama adalah mencari
kebenaran.

Sains dalam pengertian khusus mempunyai peran penting dalam kehidupan seorang
muslim, ia disejajarkan dengan ilmu-ilmu keislaman yang lain, dan bila
diklasifikasikan maka sains ini termasuk fardu kifayah, karena dapat memberikan
dampak positif bagi peningkatan keimanan seseorang, hal ini dapat dilihat pada
beberapa hal berikut:
a. Memperteguh Keyakinan Terhadap Allah Terbentuknya alam semesta ini dengan
berbagai fenomenanya merupakan kunci hidayah Allah, demikian dikatakan oleh
Sayyid Qutb dalam kitab fi Zilal al-Qur’an.10 Menurut Yusuf Qardhawi, hal
tersebut merupakan kitab Allah yang terbentang untuk manusia membaca
kekuasaan dan kebesaran Nya.11 Sekalipun Tuhan merupakan tema sentral dalam
al-Qur’an, namun tidak pernah memberikan gambaran figurative tentang
penciptaan, namun hanya menyebut tanda-tandanya saja. Keadaan seperti ini
membawa implikasi bahwasanya untuk memahami sifat Tuhan , seseorang perlu
mengkaji dan menggenal semua aspek ciptaannya. Seperti telah dijelaskan sains
adalah pengkajian terhadap penomena alam dengan mengunakan metode ilmiah,
sains mempunyai korelasi dengan proses pengenalan manusia terhadap sifat-sifat
Tuhan. Setiap benda dan setiap penomena alam menjadi bukti kewujudan dan
kekuasaan Allah Sains mempunyai peran memperteguh keyakinan manusia
terhadap Allah. Sains telah membuktikan bahwa jagad raya ini bersifat tertib,
dinamis dan segala elemennya saling berkaitan dengan cara yang rapi dan teratur.
Penemuan seperti ini membuktikan kekuasaan Allah sebagai Rab semesta alam.
b. Menyingkap Rahasia Tasyri’ Sebagian hikmah dan maslahah disebalik
disyariatkannya suatu hukum didalam Al-Qur’an dapat diungkapkan melalui sains.
Sains dapat membuktikan bahwa hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an

18
adalah mengenai realitas kehidupan dan kondisi alam yang sebenarnya. Sebagai
contoh dapat dilihat tentang hukum khamar, Al-Qur’an mengharamkan karena
memberi efek negatif terhadap sistem dan organ tubuh manusia, dengan
menggunakan sains, akan dapat dilihat lebih jelas sejauh mana dampak negatif
yang ditimbulkannya, sehingga pantas diharamkan.
Namun demikian perlu digaris bawahi, bahawa agama tidak boleh hanya difahami
melalui teori sains semata, sebab sikap sains ini tidak sama dengan sikap ibadah ,
Tuhan tidak akan dapat dikenali dan agama tidak dapat dihayati hanya dengan
teori-teori sains belaka, namun jika sains dijadi pendukung untuk memahami
agama lebih dalam lagi, tentu akan dapat memberi kesan yang lebih fositif lagi
terhadap hukum-hukum agama serta lebih memberi keyakinan bagi orang Islam
untuk mengamalkannya.
c. Bukti Kemu’jizatan Al-Qur’an. Untuk membuktikan kemu’jizatan Al-Qur’an, sains
juga dianggap sebagai sesuatu yang penting, sebab banyak perkara yang waktunya
belum samapai telah disebutkan dalam Al-Qur’an. Ketika Al-Qur’an turun,
kondisi manusia untuk memahami penomena alam yang disinyalis oleh Al-Qur’an
belum lagi memadai, hal ini dapat dilihat tentang asal usul kejadian manusia,
seperti yang disinyalis dalam surah al-An’am(6) ayat 2 yang menyatakan manusia
berasal dari tanah. Dalam kajian sains, bahwa yang dimaksud dengan tanah pada
ayat tersebut adalah tanah yang terdiri beberapa unsur tertentu. Menurut analisa
kimia terdapat 105 unsur pada tanah yang semuanya ada pada diri manusia
walaupun kadarnya berbeda- beda, selain itu ada unsur-unsur kecil lainnya yang
tidak dapat dideteksi. Oleh sebab itu penemuan sains amat penting untuk
menghayati maha bijaksananya Allah.
d. Menyempurnakan Tanggung Jawab Peribadatan. Dalam menjalani kehidupan
manusuia butuh beberapa bantuan, pengetahuan tentang sains merupakan salah
satu yang dibutuhkan, begitu pula dalam hal hubungannya dengan Allah sebagai
tuhan semasta, pengetahuan tentang sains juga dibutuhkan. Shalat sebagai ibadah
yang wajib ditunaikan diperintahkan untuk menghadap kiblat, Untuk menentukan
arah kiblat diperlukan ilmu geografi dan astronomi, begitu juga terhadap penetuan
waktu-waktu menjalankan shalat serta penentuan awal dan akhir bulan Ramadan.
Dengan demikian sains diperlukan dalam ibadah puasa ramadhan. Dalam masalah

19
zakat pengetahuan tentang matemateka tidak dapat dikesampingkan begitu saja,
begitu juga dengan ibadah haji , diperlukan arah penunjuk jalan serta transportasi
yang dijadikan alat angkutan dari berbagai penjuru dunia menuju kota Makkah,
yang semua itu memerlukan sains. Dengan menggunakan sains para dokter dapat
mendeteksi dan selanjutnya menggobati berbagai macam penyakit dan kesehatan
akan dapat terjaga dengan baik sehingga manusia akan dapat beribadah kepada
tuhannya secara sempurna.64) Dengan demikian dapatlah difahami bahwa sains
merupakan salah satu sarana penunjang untuk kesejahteraan kehidupan manusia
serta penunjang kesempurnaan ibadah seorang hamba terhadap tuhannya. Dari
penjelasan-penjelasan diatas dapat diketahui bahwa sains juga merupakan sesuatu
yang urgensi untuk memenuhi tuntutan agama. Didalam Al-Qur’an Allah
menganjurkan orang-orang Islam untuk 33 mempersiapkan diri dengan kekuatan
seoptimal mungkin, sama ada kekuatan mental maupun matrial untuk
mempertahankan diri dari ancaman musuh, sebagaimana yang dijelaskan dalam al-
Qur’an ayat 60 surah Al- An’am. Kekuatan material seperti peralatan perang
adalam menuntut kepada kecanggihan dan ketrampilan umat Islam dalam bidang
sains dan teknologi. Alam semesta ini diciptakan Allah untuk kepentingan dan
kebutuhan hidup manusia sebagaimana dijelaskan pada ayat 20 surah
Lukman(Q.S.31:20). Dalan rangka mendapatkan berbagai fasilitas diperlukan
pengolahan terhadap sumber daya alam yang dikurnikan oleh Allah, dan untuk
memperoleh hasil yang maksimal tentunya diperlukan berbagai ilmu pengetahuan,
terutama ilmu pengatahuan tentang sains dan teknologi 66) . Pemanfaatan sumber
daya alam adalah sebagaian dari pada aktivitas sains. Dalam kontek ini, menurut
Muhammad Qutb, pada prinsipnya sains adalah merupakan suatu cara
melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Allah kepada umat manusia

B. Pendekatan Al-Qur’an Terhadap Sains Dalam kajian sains, Al-Qur’an telah


memberikan dasar yang jelas, banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyentuh
berbagai bidang dalam disiplin sains. Dalam buku Quranic Sicences, Afzalu
Rahman telah menyebutkan sebanyak 27 cabang ilmu sains yang disentuh oleh
Al-Qur’an. Diantaranya kosmologi, astronomi, astrologi, fisika, kimia serta
betani dan lain sebaginya.14 Hal ini menjadi bukti terhadap relevansi sains

20
dalam agama. Selain itu Al-Qur’an selalu menganjurkan manusia untuk
mengasah dan menggunakan nalar . Suatu hal yang perlu diingat bahwa Al-
Qur’an bukanlah kitab sains, maka cara pendekatannya tidak sama dengan cara
sains moderen. Pendekatan sains memisahkan sesuatu dari semua yang ada
kemudian menganalisa secara terperinci, sedangkan al-Qur’an berbicara tentang
sains dalam bentuk holistic dan global serta ditempatkan pada berbagai surah di
antaranya ayat 44, 73, 242, surah al-Baqarah, begitu pula ayat 118 surah Ali
Imran, ayat 61 surah al-Nur dan ayat 30 surah al-Mukminun. .Penekanan sains
dalam al-Qur’an lebih dititik beratkan pada penomena-penemena alam, objek
utama pemaparan ayat-ayat seperti ini adalah sebagai tanda keesaan dan
kekuasaan Khalik, Bahkan, perbincangan tentang ayat-ayat ini merupakan tema
utama dalam al-Qur’an. Dengan demikian dapat dipahami bahwa terdapat
kaiatan yang kuat antara al-Qur’an dengan penomena alam. Dalam konteks
tersebut menurut Sayyid Husin al-Nasr, kedua-duanya merupakan ayat Allah.
Alam merupakan kitab yang terbentang lebar (Al-Kitab al-Maftuh) yang tidak
ditulis dan dibaca, diibaratkan sebuah teks, alam bagaikan sehamparan bahan-
bahan yang penuh dengan lambang-lambang (ayat) yang mesti difahami
menurut maknanya. al-Qur’an merupakan kitab yang dibaca( al-Kitab al-
Maqru’) yaitu teks dalam bentuk kata- kata yang dipahami oleh manusia.
C.

Ayat-ayat al-Qur’an yang ada kaitannya dengan sains, dapat diklassifikasikan kepada
dua ketegori. Yang pertama adalah ayat-ayat yang menjelaskan secara umum ,
sama ada yang berhubungan dengan biologi, fisika,geografi atau astonomi dalam
lain sebagainya. Sedangkan yang kedua, adalah ayat-ayat yang menjelaskan secara
khusus dan terperinci, seperti tentang uraiannya mengenai masalah reproduksi
manusia.(Q.S. 23:12-14). Ayat-ayat tersebut secara umum menyentuh tentang
penomena alam semesta jadi. Seperti yang telah disebutkan bahwa pemaparan
fenomena-fenomena tersebut dilakukan oleh al-Qur’an bertujuan mengajak
manusia mengenal Penciptannya menerusi esensi yang wujud pada alam tersebut.
Objek ini lah yang menjadi titik perbedaan kajian sains sekuler dengan kajian
sarjana muslim. Sekularisme memandang dunia secara fisik dan mengabaikan
metafisik secara mendalam, padahal antara dunia fisik mempunyai kaitan yang

21
erat dengan metafizik dan penciptanya. Dalam upaya mengajari manusia
memahami dan mengenal kekuasan dan keagungan Tuhannya, al-Qur’an telah
menekankan akan arti pentingnya manusia menggunakan akal fikiran serta panca
indra. Bahkan al-Qur’an mengibaratkan manusia yang tidak menggunakan fikiran
dan panca indranya laksana binatang ternak ,bahkan lebih jelek dari itu
(Q.S:7:179). Oleh sebab itu manusia selalu diingatkan untuk sentiasa membuat
observasi, berfikir secara reflektif, membuat penganalisaan yang kritis serta
membuat pertimbangan yang matang. Secara umum kajian sains menggunakan
dua metode, yaitu observasi dan eksprimen dimana kedua-duanya akan melibatkan
fungsi akal dan panca indraAkal bukanlah hanya satu objek yang terletak di kepala
sebagaimana otak. Akal merupakan daya untuk merasa atau berfikir yang bisa
memberikan kekuatan kepada manusia untuk memperhati dan mengkaji, memilih
dan membuat keputusan terhadap sesuatu perkara atau langkah-langkah serta
berbagai macam persoalan yang dihadapi untuk mencapai apa yang diinginkan.
Al-Qur’an menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi, manusia dimotivasi
untuk menggunakannya. Berbagai potensi alam disediakan oleh Allah untuk
digarap dengan menggunakan akal fikiran. Terdapat sejumlah kata yang
digunakan oleh Allah dalam Al-Qur’an yang mengandung perintah menggunakan
akal fikiran, seperti kata ‫ اولو‬-‫ اولواالبصار‬-‫ تذكر اولز االباب‬-‫– فقه‬. ‫ تدبر – تفكر‬-‫ نظر‬-‫عقل‬
‫ النهى‬.
Al-Qur’an menekankan tentang arti pentingnya membuat penelitian secara cermat
terhadap penomena alam untuk mendapatkan dan memperkembangakan suatu ide.
Sedangkan manusia diperintahkan untuk memikirkan apa saja yang ada dilangit
dan di bumi. Ayat-ayat Al-Qur’an yang secara konsep mendorong manusia
menggunakan fikiran, terutama terhadap penomena-penomena alam, secara tidak
langsung telah memperkenalkan metode induksi, dimana manusia diajak untuk
memahami unsur-unsur alam dengan lebih dalam melalui kewujudan jagad raya
ini. Hal tersebut bertujuan untuk memperkokoh kewujudan dan kekuasan Allah.
Dengan demikian baik secara eksplisit maupun implisit Al- Qur’an telah banyak
memberi penekanan tentang kaedah-kaedah empirik untuk mengungkapkan
rahasia-rahasia kosmos yang tersusun sifatnya. Berdasarkan kepada wacana sains
dalam Al-Qur’an, dapat difahami bahwa Al-Qur’an memiliki peran penting serta

22
motivator penggerak aktivitas sarjana 37 muslim dalam bidang ilmu pengetahuan,
sejalan dengan faktor-faktor lain khususnya kepentingan ilmu sains dalam
kehidupan manusia. Kemudian jika dilihat pada ayat-ayat Al-Qur’an yang
bertemakan sains, akan nampak bahwa pengerakan sains menurut pendekatan Al-
Qur’an bukan hanya untuk sains itu sendiri atau hanya untuk kesenangan manusia
saja, tapi ada lebih penting dari itu, yaitu memahami ayat-ayat Allah untuk agar
manusia lebih mengenal Khaliknya. Al-Qur’an Al-Karim, yang terdiri atas 6.236
ayat itu, menguraikan berbagai persoalan hidup dan kehidupan, antara lain
menyangkut alam raya dan fenomenanya. Uraian-uraian sekitar persoalan tersebut
sering disebut ayat-ayat kauniyah. Tidak kurang dari 750 ayat yang secara tegas
menguraikan hal-hal di atas. Jumlah ini tidak termasuk ayat-ayat yang
menyinggungnya secara tersirat. Tetapi, kendatipun terdapat sekian banyak ayat
tersebut, bukan berarti bahwa Al-Qur’an sama dengan kitab Ilmu Pengetahuan,
atau bertujuan untuk menguraikan hakikat-hakikat ilmiah. Ketika Al-Qur’an
memperkenalkan dirinya sebagai tibyanan likulli syay'i (QS 16:89), bukan
maksudnya menegaskan bahwa ia mengandung segala sesuatu, tetapi bahwa dalam
Al-Qur’an terdapat segala pokok petunjuk menyangkut kebahagiaan hidup
duniawi dan ukhrawi. Al-Ghazali dinilai sangat berlebihan ketika berpendapat
bahwa "segala macam ilmu pengetahuan baik yang telah, sedang dan akan ada,
kesemuanya terdapat dalam Al-Qur’an". Dasar pendapatnya ini antara lain adalah
ayat yang berbunyi, Pengetahuan Tuhan kami mencakup segala sesuatu (QS 7:89).
Dan bila aku sakit Dialah Yang Menyembuhkan aku (QS 26:80). Tuhan tidak
mungkin dapat mengobati kalau Dia tidak tahu penyakit dan obatnya. Dari ayat ini
disimpulkan bahwa pasti Al-Qur’an, yang merupakan Kalam/Firman Allah, juga
38 mengandung misalnya disiplin ilmu kedokteran. Demikian pendapat Al-
Ghazali dalam Jawahir Al-Qur'an. Di sini, dia mempersamakan antara ilmu dan
kalam, dua hal yang pada hakikatnya tidak selalu seiring. Bukankah tidak semua
apa yang diketahui dan diucapkan?! Bukankah ucapan tidak selalu
menggambarkan (seluruh) pengetahuan? Al-Syathibi, yang bertolak belakang
dengan Al-Ghazali, juga melampaui batas kewajaran ketika berpendapat bahwa
"Para sahabat tentu lebih mengetahui tentang kandungan Al-Qur’an" tetapi dalam
kenyataan tidak seorang pun di antara mereka yang berpendapat seperti di atas.

23
"Kita," kata Al-Syathibi lebih jauh, "tidak boleh memahami Al-Qur’an kecuali
sebagaimana dipahami oleh para sahabat dan setingkat dengan pengetahuan
mereka." Ulama ini seakan-akan lupa bahwa perintah Al-Quran untuk memikirkan
ayat-ayat nya tidak hanya tertuju kepada para sahabat, tetapi juga kepada generasi-
generasi sesudahnya yang tentunya harus berpikir sesuai dengan perkembangan
pemikiran pada masanya masing-masing. D. Al-Quran Dan Alam Raya Seperti
dikemukakan di atas bahwa Al-Qur’an berbicara tentang alam dan fenomenanya.
Paling sedikit ada tiga hal yang dapat dikemukakan menyangkut hal tersebut : 1.
Al-Qur’an memerintahkan atau menganjurkan kepada manusia untuk
memperhatikan dan mempelajari alam raya dalam rangka memperoleh manfaat
dan kemudahan-kemudahan bagi kehidupannya, serta untuk mengantarkannya
kepada kesadaran akan Keesaan dan Kemahakuasaan 39 Allah SWT. Dari
perintah ini tersirat pengertian bahwa manusia memiliki potensi untuk mengetahui
dan memanfaatkan hukum-hukum yang mengatur fenomena alam tersebut.
Namun, pengetahuan dan pemanfaatan ini bukan merupakan tujuan puncak
(ultimate goal). 2. Alam dan segala isinya beserta hukum-hukum yang
mengaturnya, diciptakan, dimiliki, dan di bawah kekuasaan Allah SWT serta
diatur dengan sangat teliti. Alam raya tidak dapat melepaskan diri dari ketetapan-
ketetapan tersebut kecuali jika dikehendaki oleh Tuhan. Dari sini tersirat bahwa: a.
Alam raya atau elemen-elemennya tidak boleh disembah, dipertuhankan atau
dikultuskan. b. Manusia dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang adanya
ketetapan- ketetapan yang bersifat umum dan mengikat bagi alam raya dan
fenomenanya (hukum-hukum alam). c. Redaksi ayat-ayat kauniyah bersifat
ringkas, teliti lagi padat, sehingga pemahaman atau penafsiran terhadap ayat-ayat
tersebut dapat menjadi sangat bervariasi, sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
pengetahuan masing-masing penafsir. Dalam kaitan dengan butir ketiga di atas,
perlu digaris bawahi beberapa prinsip dasar yang dapat, atau bahkan seharusnya,
diperhatikan dalam usaha memahami atau menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
mengambil corak ilmiah. Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah : a. Setiap Muslim,
bahkan setiap orang, berkewajiban untuk mempelajari dan memahami Kitab Suci
yang dipercayainya, walaupun hal ini bukan berarti 40 bahwa setiap orang bebas
untuk menafsirkan atau menyebarluaskan pendapat-pendapatnya tanpa memenuhi

24
seperangkat syarat-syarat tertentu. b. Al-Qur’an diturunkan bukan hanya khusus
ditujukan untuk orang-orang Arab ummiyyin yang hidup pada masa Rasul . dan
tidak pula hanya untuk masyarakat abad ke-20, tetapi untuk seluruh manusia
hingga akhir zaman. Mereka semua diajak berdialog oleh Al-Qur’an serta dituntut
menggunakan akalnya dalam rangka memahami petunjuk-petunjuk-Nya. Dan
kalau disadari bahwa akal manusia dan hasil penalarannya dapat berbeda-beda
akibat latar belakang pendidikan, kebudayaan, pengalaman, kondisi sosial, dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), maka adalah wajar apabila
pemahaman atau penafsiran seseorang dengan yang lainnya, baik dalam satu
generasi atau tidak, berbeda-beda pula. c. Berpikir secara kontemporer sesuai
dengan perkembangan zaman dan iptek dalam kaitannya dengan pemahaman Al-
Qur’an tidak berarti menafsirkan Al-Qur’an secara spekulatif atau terlepas dari
kaidah-kaidah penafsiran yang telah disepakati oleh para ahli yang memiliki
otoritas dalam bidang ini. d. Salah satu sebab pokok kekeliruan dalam memahami
dan menafsirkan Al- Qur’an adalah keterbatasan pengetahuan seseorang
menyangkut subjek bahasan ayat-ayat Al-Qur’an. Seorang mufasir mungkin sekali
terjerumus kedalam kesalahan apabila ia menafsirkan ayat-ayat kauniyah tanpa
memiliki pengetahuan yang memadai tentang astronomi, demikian pula dengan
pokok-pokok bahasan ayat yang lain.
Dalam kaitannya dengan prinsip-prinsip pokok di atas, ulama-ulama tafsir
memperingatkan perlunya para mufasir, khususnya dalam menafsirkan ayat-ayat
Al-Qur’an dengan penafsiran ilmiah, untuk menyadari sepenuhnya sifat
penemuan-penemuan ilmiah, serta memperhatikan secara khusus bahasa dan
konteks ayat-ayat Al-Quran.

25
BAB 3
ISLAM DAN PENEGAKKAN HUKUM
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat kepada yang
berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya
kamu menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah sebaik-baik yang memberi
pengajaran
kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. – (Q.S An-Nisa:
58)

Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu para penegak keadilan, menjadi saksi
karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap kedua orangtua dan kaum
kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatan (untuk kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena

ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau
enggan untuk menjadi saksi, maka ketahuilah bahwa Allah Mahateliti terhadap segala
sesuatu yang kamu kerjakan. – (Q.S An-Nisa: 135)

Ada sejumlah ayat dalam alquran yang secara jelas dan tegas memerintahkan kita untuk
menegakkan keadilan dengan sebenar-benarnya. Ini membuktikan bahwa keadilan
merupakan salah satu isu penting yang diperhatikan dalam islam. Sebagai seorang
muslim, tentu saja kita harus bisa menyerap pesan-pesan keadilan yang tersebar dalam
ayat-ayat alquran. Berikut ini beberapa ayat alquran tentang .Berbagai masalah hukum,
mulai dari kekerasan dalam rumah tangga, pungutan liar, penistaan agama, hingga
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) datang silih berganti. Diperlukan kecepatan
dalam
menyelesaikannya. Jika lamban, satu masalah belum selesai maka akan tumbuh masalah
baru yang lebih banyak dan pelik.

Penegakan supremasi hukum adalah keniscayaan. Tegaknya supremasi hukum akan

26
melahirkan suatu kepastian. Kepastian tentang yang benar (al-haq) dan mana yang salah
(al-bathil).

Dari penglihatan sehari-hari, sering kali kita menyaksikan keadilan masih lebih
berpihak kepada orang berduit, sehingga muncul istilah yang dipelesetkan, kasih uang
habis perkara, atau istilah wani piro.Dalam masalah hukum, rakyat kecil sering kali
terpinggirkan. Persoalan sederhana ditangani secara berlebihan. Persoalan yang
seharusnya diselesaikan menurut ukurannya, malah menjadi lebar dan luas hanya karena
tidak mampu menempatkan persoalan secara
proporsional.

Keadilan menuntut kejujuran dan objektivitas, artinya tidak berpihak kecuali kepada
kebenaran dan rasa keadilan itu sendiri. Berkaitan dengan penegakan hukum, Rasulullah
SAW berpesan secara khusus kepada penegak hukum agar dapat menjalankan tugasnya
dengan baik dan benar.

Pertama, memutuskan perkara secara adil. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
yang menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari
keburukan." (HR Tirmidzi).

Kedua, tipologi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga, dua di neraka
dan satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia
mengetahui mana yang benar maka ia masuk neraka. Seorang hakim yang bodoh lalu
menghancurkan hak-hak manusia maka ia masuk neraka. Dan, seorang hakim yang
menghukumi dengan benar maka ia masuk surga." (HR Tirmidzi).

Ketiga, tidak meminta jabatan hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa
mengharap menjadi seorang hakim maka (tugas dan tanggung jawab) akan dibebankan
kepada dirinya. Dan barang siapa tidak menginginkannya maka Allah akan menurunkan
malaikat untuk menolong dan membimbingnya dalam kebenaran." (HR Tirmidzi).

Keempat, jangan silau menjadi hakim. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang

27
diberi jabatan hakim atau diberi kewenangan untuk memutuskan suatu hukum di antara
manusia, sungguh ia telah dibunuh tanpa menggunakan pisau." (HR Tirmidzi).Oleh
karena itu, kita sangat menaruh hormat kepada setiap aparat penegak hukum yang masih
tegar dan setia membela kebenaran dan keadilan.

28
BAB 4
Kewajiban Menegakkan Amar Makruf dan Nahi Munkar

Amar makruf nahi mungkar (bahasa Arab: ‫األمر بالمعروف والنهي عن المنكر‬, al-amr bi-l-
maʿrūf wa-n-nahy ʿani-l-munkar) adalah sebuah frasa dalam bahasa Arab yang berisi
perintah menegakkan yang benar dan melarang yang salah. Dalam ilmu fikih klasik,
perintah ini dianggap wajib bagi kaum Muslim.
Dalil amar ma'ruf nahi munkar adalah pada surah Luqman, yang berbunyi sebagai
berikut:

“ Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah manusia mengerjakan yang baik dan
laranglah mereka dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa
yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).” (Luqman 17) ”
Amar ma'ruf nahi munkar dilakukan sesuai kemampuan, yaitu dengan tangan
(kekuasaan) jika dia adalah penguasa/punya jabatan, dengan lisan atau minimal
membencinya dalam hati atas kemungkaran yang ada, dikatakan bahwa ini adalah
selemah-lemahnya iman seorang mukmin. Tidak diragukan lagi bahwa amar ma’ruf
nahi mungkar adalah upaya menciptakan kemaslahatan umat dan memperbaiki
kekeliruan yang ada pada tiap-tiap individunya. Dengan demikian, segala hal yang
bertentangan dengan urusan agama dan merusak keutuhannya, wajib dihilangkan demi
menjaga kesucian para pemeluknya.
Persoalan ini tentu bukan hal yang aneh karena Islam adalah akidah dan syariat yang
meliputi seluruh kebaikan dan menutup segala celah yang berdampak negatif bagi
kehidupan manusia.
Amar ma’ruf nahi mungkar merupakan amal yang paling tinggi karena posisinya
sebagai landasan utama dalam Islam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara
mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.” (Ali
Imran: 110)

29
Jika kita perhatikan dengan saksama, sebenarnya diutusnya para rasul dan
diturunkannya Al-Kitab adalah dalam rangka memerintah dan mewujudkan yang
ma’ruf, yaitu tauhid yang menjadi intinya, kemudian untuk mencegah dan
menghilangkan yang mungkar, yaitu kesyirikan yang menjadi sumbernya.
Jadi, segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang disampaikan melalui rasul-Nya
adalah perkara yang ma’ruf. Begitu pula seluruh larangan-Nya adalah perkara yang
mungkar. Kemudian, Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan amar ma’ruf nahi mungkar
ini sebagai sifat yang melekat dalam diri nabi-Nya dan kaum mukminin secara
menyeluruh.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi
penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan
mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, serta taat
kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71)
Siapa pun meyakini bahwa kebaikan manusia dan kehidupannya ada dalam ketaatan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan hal
tersebut tidak akan sempurna tercapai melainkan dengan adanya amar ma’ruf nahi
mungkar. Dengan hal inilah umat ini menjadi sebaik-baik umat di tengah-tengah
manusia.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu)
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar….” (Ali Imran:
110)
Hukum Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah kewajiban bagi tiap-tiap muslim yang memiliki
kemampuan. Artinya, jika ada sebagian yang melakukannya, yang lainnya terwakili.
Dengan kata lain, hukumnya fardhu kifayah.
Namun, boleh jadi, hukumnya menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu dan tidak
ada lagi yang menegakkannya. Al-Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan, “Amar
ma’ruf nahi mungkar menjadi wajib ‘ain bagi seseorang, terutama jika ia berada di suatu
tempat yang tidak ada seorang pun yang mengenal (ma’ruf dan mungkar) selain dirinya;

30
atau jika tidak ada yang dapat mencegah yang (mungkar) selain dirinya. Misalnya, saat
melihat anak, istri, atau pembantunya, melakukan kemungkaran atau mengabaikan
kebaikan.” (Syarh Shahih Muslim)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Amar ma’ruf nahi mungkar
adalah fardhu kifayah. Namun, terkadang menjadi fardhu ‘ain bagi siapa yang mampu
dan tidak ada pihak lain yang menjalankannya.”
Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdillah bin Baz rahimahullah mengemukakan hal yang
sama, “Ketika para da’i sedikit jumlahnya, kemungkaran begitu banyak, dan kebodohan
mendominasi, seperti keadaan kita pada hari ini, maka dakwah (mengajak kepada
kebaikan dan menjauhkan umat dari kejelekan) menjadi fardhu ‘ain bagi setiap orang
sesuai dengan kemampuannya.”
Dengan kata lain, kewajibannya terletak pada kemampuan. Dengan demikian, setiap
orang wajib menegakkannya sesuai dengan kemampuan masing-masing.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu, dengarlah serta
taatlah dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa dijaga dirinya
dari kekikiran, mereka itulah orang yang beruntung.” (at-Taghabun: 16)
Kemampuan, kekuasaan, dan kewenangan adalah tiga hal yang terkait erat dengan
proses amar ma’ruf nahi mungkar. Yang memiliki kekuasaan tentu saja lebih mampu
dibanding yang lain sehingga kewajiban mereka tidak sama dengan yang selainnya.
Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa amar ma’ruf nahi mungkar tidak wajib bagi tiap-
tiap individu (wajib ‘ain), namun secara hukum menjadi fardhu kifayah. Inilah pendapat
yang dipegangi mayoritas para ulama, seperti al-Imam al-Qurthubi, Abu Bakar al-
Jashash, Ibnul Arabi al-Maliki, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain rahimahumullah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah
orang-orang yang beruntung.”(AliImran: 104)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫ك أَضْ َعفُ اإْل ِ ي َم‬


‫ان‬ َ ِ‫َم ْن َرأَى ِم ْن ُك ْم ُم ْن َكرًا فَ ْليُ َغيِّرْ هُ بِيَ ِد ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْست َِط ْع فَبِلِ َسانِ ِه فَإ ِ ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَبِقَ ْلبِ ِه َو َذل‬
“Siapa di antara kalian yang melihat suatu kemungkaran, maka cegahlah dengan

31
tangannya. Jika belum mampu, cegahlah dengan lisannya. Jika belum mampu, dengan
hatinya, dan pencegahan dengan hati itu adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim no.
70 dan lain-lain)
Syarat dan Etika Beramar Ma’ruf Nahi Mungkar
Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan kita agar kita beribadah dan menjalankan
ketaatan kepada-Nya sebaik mungkin. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“(Dialah) yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.” (al-Mulk: 2)
Amar ma’ruf nahi mungkar adalah ibadah, ketaatan, dan amal saleh. Karena itu, harus
dilakukan dengan benar dan penuh keikhlasan agar menjadi amalan saleh yang diterima.
Al-Imam Fudhail Ibnu Iyadh rahimahullah mengemukakan bahwa suatu amalan
meskipun benar tidak akan diterima jika tidak ada keikhlasan, begitu pun sebaliknya.
Keikhlasan berarti semata-mata karena Allah subhanahu wa ta’ala, sedangkan
kebenaran berarti harus berada di atas sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Para penegak amar ma’ruf nahi mungkar hendaknya memerhatikan dan memenuhi
beberapa syarat berikut.
Syarat pertama: Ilmu dan pemahaman sebelum memerintah dan melarang.
Apabila tidak ada ilmu, dapat dipastikan yang ada adalah kebodohan dan
kecenderungan mengikuti hawa nafsu. Padahal siapa saja yang beribadah kepada
Allah subhanahu wa ta’ala tanpa ilmu, maka kerusakan yang diakibatkannya jauh lebih
dominan daripada kebaikan yang diharapkan.
Dalam kaitannya dengan amar ma’ruf nahi mungkar, ilmu yang harus dimiliki meliputi
tiga hal, antara lain: Mengetahui yang ma’ruf dan yang mungkar serta dapat
membedakan antara keduanya; Mengetahui dan memahami keadaan objek yang
menjadi sasarannya; serta mengetahui dan menguasai metode atau langkah yang tepat
dan terbaik sesuai dengan petunjuk jalan yang lurus (ketentuan syariat). Tujuan
utamanya adalah supaya tercapai maksud yang diinginkan dari proses amar ma’ruf nahi
mungkar dan tidak menimbulkan kemungkaran yang lain.
Syarat kedua: Lemah lembut dalam beramar ma’ruf dan bernahi mungkar.
Penyambutan yang baik, penerimaan, dan kepatuhan adalah harapan yang tidak
mustahil apabila proses amar ma’ruf nahi mungkar selalu dihiasi oleh kelembutan.
Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan dalam sabdanya:

32
ِ ‫ْطي َعلَى ْال ُع ْن‬
ُ‫ف َو َما اَل يُ ْع ِطي َعلَى َما ِس َواه‬ ِ ‫ق َويُ ْع ِطي َعلَى ال ِّر ْف‬
ِ ‫ق َما اَل يُع‬ َ ‫ق يُ ِحبُّ ال ِّر ْف‬
ٌ ‫إِ َّن هللاَ َرفِي‬
“Sesungguhnya Allah Mahalembut dan menyukai sikap lemah lembut dalam tiap
urusan. Allah subhanahu wa ta’ala akan memberikan kepada sikap lemah lembut
sesuatu yang tidak akan diberikan kepada sikap kaku atau kasar dan Allah subhanahu
wa ta’ala akan memberikan apa-apa yang tidak diberikan kepada selainnya.” (HR.
Muslim “Fadhlu ar-Rifq” no. 4697, Abu Dawud “Fi ar-Rifq” no. 4173, Ahmad no. 614,
663, 674, dan 688, dan ad-Darimi “Bab Fi ar-Rifq” no. 2673)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ُ‫ع ِم ْن َش ْي ٍء إِاَّل َشانَه‬ َ ‫إِ َّن ال ِّر ْف‬
ُ َ‫ق اَل يَ ُكونُ فِي َش ْي ٍء إِاَّل َزانَهُ َواَل يُ ْنز‬
“Tidaklah sikap lemah lembut itu ada dalam sesuatu, melainkan akan menghiasinya,
dan tidaklah sikap lemah lembut itu dicabut dari sesuatu, melainkan akan
menghinakannya.” (HR. Muslim no. 4698, Abu Dawud no. 2119, dan Ahmad no.
23171, 23664, 23791)
Al-Imam Sufyan ibnu Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidak boleh beramar ma’ruf
dan bernahi mungkar selain orang yang memiliki tiga sifat: lemah lembut, bersikap adil
(proporsional), dan berilmu yang baik.”
Termasuk sikap lemah lembut apabila senantiasa memerhatikan kehormatan dan
perasaan manusia. Oleh karena itu, dalam beramar ma’ruf nahi mungkar hendaknya
mengedepankan kelembutan dan tidak menyebarluaskan aib atau kejelekan. Kecuali,
mereka yang cenderung senang dan bangga untuk menampakkan aibnya sendiri dengan
melakukan kemungkaran dan kemaksiatan secara terang-terangan. Sebab itu, tidak
mengapa untuk mencegahnya dengan cara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Siapa yang menasihati saudaranya dengan
sembunyi-sembunyi, sungguh ia benar-benar telah menasihatinya dan menghiasinya.
Siapa yang menasihati saudaranya dengan terang-terangan (di depan khalayak umum),
sungguh ia telah mencemarkannya dan menghinakannya.” (Syarh Shahih Muslim)
Syarat ketiga: Tenang dan sabar menghadapi kemungkinan adanya gangguan setelah
beramar ma’ruf nahi mungkar.
Gangguan seolah-olah menjadi suatu kemestian bagi para penegak amar ma’ruf nahi
mungkar. Oleh karena itu, jika tidak memiliki ketenangan dan kesabaran, tentu
kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar daripada kebaikan yang diinginkan.
Al-Imam ar-Razi rahimahullah menjelaskan bahwa orang yang beramar ma’ruf nahi

33
mungkar itu akan mendapat gangguan, maka urusannya adalah bersabar.
Al-Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga mengemukakan bahwa para rasul adalah
pemimpin bagi para penegak amar ma’ruf nahi mungkar. Allah subhanahu wa
ta’ala telah memerintah mereka semua agar bersabar, seperti firman-Nya:
“Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang
memiliki keteguhan hati, dan janganlah engkau meminta agar azab disegerakan untuk
mereka. Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, merasa seolah-olah tinggal (di
dunia) hanya sesaat saja pada siang hari. Tugasmu hanya menyampaikan. Maka tidak
ada yang dibinasakan, selain kaum yang fasik (tidak taat kepada Allah subhanahu wa
ta’ala).” (al-Ahqaf: 35)
“Dan karena Rabbmu, bersabarlah!” (al-Mudatstsir: 7)
“Dan bersabarlah (Muhammad) menunggu ketetapan Rabbmu, karena sesungguhnya
engkau berada dalam pengawasan Kami, dan bertasbihlah dengan memuji Rabbmu
ketika engkau bangun.” (at-Thur: 48)
Allah subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan wasiat Luqman kepada putranya dalam
firman-Nya:
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma’ruf dan
cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,
sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (Luqman: 17)
Seseorang yang beramar ma’ruf nahi mungkar berarti telah memosisikan dirinya
sebagai penyampai kebenaran. Padahal tidak setiap orang ridha dan suka dengan
kebenaran. Oleh karena itu, ia pasti akan mendapat gangguan, dan itu menjadi cobaan
serta ujian baginya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan,
‘Kami telah beriman’, dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-
orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti
mengetahui orang-orang yang dusta.” (al-‘Ankabut: 2—3)
perlu adanya segolongan umat Islam yang bergerak dalam bidang dakwah yang selalu
memberi peringatan, bilamana nampak gejalagejala perpecahan dan penyelewengan.
Karena itu pada ayat ini diperintahkan agar supaya di antara umat Islam ada segolongan
umat yang terlatih di bidang dakwah yang dengan tegas menyerukan kepada kebaikan,

34
menyuruh kepada yang makruf (baik) dan mencegah dari yang mungkar (keji). 8
Dengan demikian umat Islam akan terpelihara daripada perpecahan dan infiltrasi pihak
manapun. Menganjurkan berbuat kebaikan saja tidaklah cukup tetapi harus dibarengi
dengan menghilangkan sifat-sifat yang buruk. Siapa saja yang ingin mencapai
kemenangan. maka ia terlebih dahulu harus mengetahui persyaratan dan taktik
perjuangan untuk mencapainya, yaitu: kemenangan tidak akan tercapai melainkan
dengan kekuatan, dan kekuatan tidak akan terwujud melainkan dengan persatuan.
Persatuan yang kokoh dan kuat tidak akan tercapai kecuali dengan sifat-sifat keutamaan.
Tidak terpelihara keutamaan itu melainkan dengan terpeliharanya agama dan akhirnya
tidak mungkin agama terpelihara melainkan dengan adanya dakwah. Maka kewajiban
pertama umat Islam itu ialah menggiatkan dakwah agar agama dapat berkembang baik
dan sempurna sehingga banyak pemeluk-pemeluknya. Dengan dorongan agama akan
tercapailah bermacam-macam kebaikan sehingga terwujud persatuan yang kokoh kuat.
Dari persatuan yang kokoh tersebut akan timbullah kemampuan yang besar untuk
mencapai kemenangan dalam setiap perjuangan. Mereka yang memenuhi syarat-syarat
perjuangan itulah orang-orang yang sukses dan beruntung. Kamu adalah umat yang
terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah
dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah
itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik. (QS.3:110) Ayat ini mengandung suatu dorongan
kepada kaum mukminin supaya tetap memelihara sifat-sifat utama itu dan supaya
mereka tetap mempunyai semangat yang tinggi. Umat yang paling baik di dunia adalah
umat yang mempunyai dua macam sifat, yaitu mengajak kebaikan serta mencegah
kemungkaran, dan senantiasa beriman kepada Allah. Semua sifat itu telah dimiliki oleh
kaum muslimin di masa nabi dan telah menjadi darah daging dalam diri mereka karena
itu mereka menjadi kuat dan jaya. Dalam waktu yang singkat mereka telah dapat
menjadikan seluruh tanah Arab tunduk dan patuh di bawah naungan Islam, hidup aman
dan tenteram di bawah panji-panji keadilan, padahal mereka sebelumnya adalah umat
yang berpecah belah selalu berada dalam suasana kacau dan saling berperang antara
sesama mereka. Ini adalah berkat 9 keteguhan iman. dan kepatuhan mereka
menjalankan ajaran agama dan berkat ketabahan dan keuletan mereka menegakkan
amar makruf dan mencegah kemungkaran. Iman yang mendalam di hati mereka selalu

35
mendorong untuk berjihad dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan
sebagaimana tersebut dalam firman Allah yang artinya:
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, hanyalah orang-orang yang beriman kepada
Allah dan rasul Nya. kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan
harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar". (Q.S
Al Hujurat: 15) Jadi ada dua syarat untuk menjadi sebaik-baik umat di dunia,
sebagaimana diterangkan dalam ayat ini, pertama iman yang kuat dan; kedua
menegakkan amar makruf dan mencegah kemungkaran. Maka setiap umat yang
memiliki kedua sifat ini pasti umat itu jaya dan mulia dan apabila kedua hal itu
diabaikan dan tidak diperdulikan lagi, maka tidak dapat disesalkan bila umat itu jatuh ke
lembah kemelaratan. Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Ahli Kitab itu jika beriman
tentulah itu lebih baik bagi mereka. Tetapi sedikit sekali di antara mereka yang beriman
seperti Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya, dan kebanyakan mereka adalah
orangorang yang fasik tidak mau beriman. mereka percaya kepada sebagian kitab dan
kafir kepada sebagiannya yang lain, atau mereka percaya kepada sebagian Rasul seperti
Musa dan Isa dan kafir kepada Nabi Muhammad saw.
Ada 73 golongan yang disebutkan dalam sebuah hadis yang akan selamat di hari akhir.
Riwayat hadis tersebut sangat terkenal di antara umat Islam dan sering disampaikan
dalam majelis-majelis taklim.
Riwayat hadis tersebut, yaitu dari Imam Thabrani, Orang- orang Yahudi bergolong-
golong terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, orang Nasrani bergolong- golong
menjadi 71 atau 72 golongan, dan umatku (kaum Muslimin) akan bergolong-golong
menjadi 73 golongan. Yang selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka.
Ditanyakan, Siapakah yang selamat itu? Rasulullah SAW menjawab, Ahlusunnah wal
jamaah. Dan kemudian ditanyakan lagi, Apakah Ahlusunnah wal jamaah itu? Beliau
menjawab, Apa yang aku berada di atasnya, hari ini, dan beserta para sahabatku
(diajarkan oleh Rasulullah SAW dan diamalkan beserta para sahabat).
"Amar makruf nahi mungkar adalah membantah dan menjelaskan kesalahan yang
menyelisihi kebenaran, ujar Ustaz Sofyan saat mengisi materi kajian dengan tema 6
Prinsip Utama Ahlusunnah wal Jamaah (dari kitab Sittu Duror min Ushuli Ahlil Atsar),
belum lama ini.
Ustaz Sofyan menegaskan, upaya mengingatkan kebenaran juga termasuk dari prinsip

36
ajaran Islam.Ia mengatakan, melaksanakan amar makruf nahi mungkar akan menjadikan
seseorang menjadi umat yang mulia.
Mereka juga akan termasuk orang dalam golongan yang beruntung. Sebagaimana dalam
surah Ali Imron ayat 104, Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Keberadaan manusia di muka bumi mempunyai tanggung jawab yang sangat besar.
Terlebih, dia menjelaskan, sebagaimana disebutkan dalam Alquran surah al- Baqarah
ayat 30 bahwa manusia di dunia sebagai khalifah di bumi.
Mengajak seseorang untuk melakukan kebaikan dan mencegah melakukan
kemungkaran, merupakan investasi jangka panjang. Amar makruf nahi mungkar yang
dilaksanakan oleh seseorang selamanya akan mendapatkan posisi yang mulia.
Seperti Rasulullah SAW dan para sahabat. Mereka mendapatkan kedudukan yang mulia
hingga sekarang.Para sahabat selalu menyampaikan setiap perintah Rasulullah kepada
umat Islam lainnya. Sehingga, pahala akan terus mengalir kepada mereka.
Ustaz Sofyan juga mengajak umat Islam agar tidak mengajarkan kesesatan kepada
orang lain. Pasalnya, mereka akan ikut menanggung dosa pada setiap kesesatan yang
dikerjakan oleh seseorang.Untuk itu, ia menegaskan, mereka juga termasuk orang-
orang yang tidak berada pada posisi umat yang mulia.
Ia mengingatkan, di era media sosial (medsos) merupakan ujian tersendiri bagi seorang
Muslim. Seseorang dengan mudah melakukan dosa konten-konten negatif yang
disebarkan melalui medsos. Karena itu, umat Islam harus bijak menggunakan medsos.
Di era medsos ini mempermudah berita tersebar menjadi viral.
"Ini lebih berbahaya. Di upload dan disebarkan semua menjadi berdosa," tuturnya.
Dalam posisi ini, melaksanakan amar makruf nahi mungkar jelas sangat dibutuhkan.
Tujuannya, agar dosa seseorang tidak bertambah akibat dampak buruk dari
ketidakmampuan menggu- nakan medsos.Perintah amar makruf nahi mungkar bentuk
kasih sayang Allah kepada manusia.
Tujuan lainnya adalah untuk menyelematkan umat agar tak terjerumus kepada
kesesatan. Termasuk, untuk menjaga keaslian agama Islam. Karenanya mengingatkan
setiap kesalahan wajib dilakukan bagi setiap Muslim. Kendati demikian, mengingatkan
seseorang juga harus menggunakan cara supaya mereka tidak merasa direndahkan

37
BAB 5
FITNAH AKHIR ZAMAN

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang artinya: “Akan datang kepada
manusia tahun-tahun yang penuh dengan tipuan. Ketika itu pendusta dibenarkan
sedangkan orang yang jujur didustakan. Pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang
amanah justru dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah berbicara. Ada
yang bertanya, ‘Apa yang dimaksud Ruwaibidhah?’. Rasulullah menjawab, “Orang
fasik dan bodoh yang turut campur dan berbicara dalam urusan orang banyak”.(HR.Abu
Hurairah RA)

Akhir zaman adalah waktu terakhir adanya dunia ini, sebelum terjadinya kiamat. Yang
mana tanda tanda kiamat kecil (sugro) sudah banyak terjadi, jika tanda kiamat kecil
sudah
terjadi semuanya maka muncullah tanda kiamat besar (kubro), setelah tanda kiamat
besar terpenuhi maka terjadilah hari kiamat.
Walaupun waktu terjadinya kiamat tidak ada yang tahu, tapi tanda tanda kiamat yang di
sebutkan dalam hadits sudah banyak kita jumpai, dan inilah tanda tanda akhir zaman.
Dan kita sekarang pada masa ini, sudah masuk ke dalam akhir zaman, seperti yang di
jumpai dalam banyak hadits yang menerangkan tentang akhir zaman, di antaranya
adalah hadits yang di riwayatkan oleh Imam Muslim dari Anas Radhiyallahu anhu, dia
berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang Artinya: “Jarak
diutusnya aku dan hari Kiamat seperti dua (jari) ini.’” Anas Radhiyallahu anhu berkata,
“Dan beliau menggabungkan jari telunjuknya dengan jari tengah.” [HR Muslim]Kata
fitnah berarti musibah, cobaan, dan ujian. Kata ini disebutkan secara berulang didalam
al-Qur’an pada hampir 70 ayat (lihat al-Mu’jam al-Mufahras), dan seluruh
maknanyaberkisar pada ketiga makna di atas. Kata fitnah bisa juga bermakna sesuatu
yang mengantarkankepada adzab Allah, seperti firman-Nya: “Ketahuilah, bahwa
mereka telah terjerumus ke dalam fitnah…” (QS. at-Taubah: 49)

38
Di sisi lain, kata fitnah bermakna ujian, sebab keduanya bisa digunakan dalam konteks
kesulitan maupun kesenangan yang diterima seseorang. Hanya saja, makna “kesulitan”
lebih sering digunakan. Allah berfirman (yang artinya): “Dan Kami akan menguji kamu
dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya)…” (QS. al-
Anbiyaa’: 35) (Mufradat Alfazh al-Qur’an al-Karim karya ar-Raghib al-Ashfahani)

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwasanya pengertian fitnah adalah hal-hal dan
kesulitan-kesulitan yang Allah timpakan kepada hamba-hamba-Nya sebagai ujian dan
cobaan yang mengandung hikmah. Biasanya fitnah terjadi secara umum, namun ada
juga fitnah yang terjadi secara khusus. Pada akhirnya, berkat karunia Allah, fitnah itu
diangkat sehingga meninggalkan dampak yang baik bagi orang-orang yang berbuat
kebaikan dan yang beriman,sebaliknya meninggalkan dampak yang buruk bagi mereka
yang berbuat kejahatan dan tidak
beriman. Wallaahu a’lam. (Fitnah Akhir Zaman/al-Fitnah wa Mauqif al-Muslim
minhaa)

A. Hadits Fitnah Akhir Zaman


1. Dari Tsauban Ra. berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda;
“Hampir tiba suatu zaman di mana bangsa-bangsa dari seluruh dunia akan
datang
mengerumuni kamu bagaikan orang-orang yang kelaparan mengerumuni tempat
hidangan mereka”.

Maka salah seorang sahabat bertanya, “Apakah karena jumlah kami sedikit pada
hari itu?” Nabi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab, “Bahkan
kamu pada hari itu banyak sekali, tetapi kamu umpama buih di waktu banjir, dan
Allah akan mencabut rasa gentar terhadap kamu dari hati musuh-musuh kamu,
dan Allah akan melemparkan ke dalam hati kamu penyakit ‘wahn‘. Seorang
sahabat bertanya: “Apakah ‘wahn’ itu, ya Rasulullah?”. Rasulullah menjawab:
“Cinta dunia dan takut mati”.[HR. Abu Daud

39
2. Dari Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy, beliau berkata: “Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masuk ke dalam rumahnya dengan keadaan cemas
sambil bersabda, “La ilaha illallah, celaka (binasa) bangsa Arab dari kejahatan
(malapetaka) yang sudah hampir menimpa mereka, Pada hari ini telah terbuka
bagian dinding Ya’juj dan Ma’juj seperti ini”, dan Baginda menemukan ujung ibu
jari dengan ujung jari yang sebelahnya (jari telunjuk) yang dengan itu
mengisyaratkan seperti bulatan. Saya lalu bertanya, “Ya Rasulullah! Apakah kami
akan binasa, sedangkan dikalangan kami masih ada orang-orang yang shaleh?”
Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Ya, kalau kejahatan sudah
terlalu banyak dilakukan.” [HR. Bukhari dan Muslim]

3. Dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash Ra. ia berkata, Aku mendengar Rasullullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bahwasanya Allah Subhanahu wa Ta’ala
tidak akan mencabut (menghilangkan) ilmu dengan sekaligus dari (dada) manusia.
Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menghilangkan ilmu agama dengan mematikan
para ulama.

Apabila sudah ditiadakan para ulama, orang banyak akan memilih orang-orang
jahil sebagai pemimpinnya. Apabila pemimpin yang jahil itu ditanya, mereka akan
berfatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan orang lain.” [HR. Muslim]

4. Dari Ali bin Abi Thalib Ra, Bahwasanya kami sedang duduk bersama
Rasulullah Shallallahu‘Alaihi wa Sallam di dalam masjid. Tiba-tiba datang
Mus’ab bin Umair Ra dan tidak ada di badannya kecuali hanya selembar
selendang yang bertambal dengan kulit.

Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melihat kepadanya. Baginda


menangis dan meneteskan air mata karena mengenangkan kemewahan Mus’ab
ketika berada di Mekkah dahulu (karena sangat dimanjakan oleh ibunya), dan
karena memandang nasib Mus’ab sekarang (ketika berada di Madinah sebagai
seorang Muhajirin yang meninggalkan segala harta benda dan kekayaan di
Mekkah).

40
Kemudian Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Bagaimanakah
keadaan kamu pada suatu hari nanti, pergi di waktu pagi dengan satu pakaian, dan
pergi
di waktu sore dengan pakaian yang lain pula. Dan bila diberikan satu hidangan,
diletakkan
pula satu hidangan yang lain. Dan kamu menutupi (menghias) rumah kamu
sebagaimana kamu memasang kelambu Ka’bah?. Maka jawab sahabat, “Wahai
Rasulullah, tentunya keadaan kami di waktu itu lebih baik dari pada keadaan kami
di hari ini. Kami akan memberikan perhatian sepenuhnya kepada masalah ibadah
saja dan tidak bersusah payah lagi untuk mencari rezeki”. Lalu Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Tidak! Keadaan kamu hari ini adalah lebih baik
daripada keadaan kamu pada hari itu”. [HR. Tirmizi]Diantara fitnah akhir zaman
yang dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam adalah:

1). Fitnah dalam agama, yaitu dengan mudahnya manusia berpindah dari agama
Islam. Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam menjelaskan: “Cepat-cepatlah
kalian beramal
shalih sebelum datang fitnah, seperti malam yang gelap. Seorang pada pagi
harinya dalam keadaan mukmin, kemudian pada sore harinya menjadi kafir. Pada
sore harinya dalam keadaan mukmin, pada pagi harinya menjadi kafir; dia menjual
agamanya dengan benda-benda dunia.” (HR. Muslim)

2). Fitnah kebodohan, kerakusan, dan kekacauan dengan dicabutnya ilmu agama
dari hati manusia. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Zaman semakin
dekat, ilmu dicabut, muncul fitnah-fitnah, tersebar kebakhilan-kebakhilan, banyak
terjadi al-haraj. Para sahabat bertanya, 'Apakah al-haraj itu, ya Rasulullah?” beliau
menjawab, ‘Pembunuhan.' (Muttafaqun ‘alaih)

Ilmu akan dicabut dari hati manusia dengan cara diwafatkannya para ulama’ ahli
ilmu

41
agama. Maka setelah itu akan terjadilah kebodohan dimana-mana dan akan ada
muncul da’i-da’i yang menyeru ke dalam neraka jahanam.

3). Diangkatnya amanah dari manusia.


Hal ini merupakan tanda-tanda telah dekatnya hari kiamat. Sebagaimana yang
telah di kabarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam yang ketika itu
datang seorang Badui kepada beliau dan berkata, “Kapankah hari kiamat akan
terjadi?” Beliau menjawab dengan sabdanya: “Apabila telah disia-siakannya
amanah, maka tunggulah hari kiamat! Orang tersebut kembali bertanya,
‘Bagaimana disia-siakannya, wahai Rasulullah?’ beliau menjawab, ‘Apabila suatu
perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tungguhlah hari
kiamat.’” (HR.Bukhari)

Pada kenyataan yang bisa kita amati adalah dengan dicabutnya sifat amanah dari
pundak pundak para pemimpin. Kepemimpinan merupakan amanah yang sangat
besar. Sebagaimana sabda shallahu ’alaihi wasallam: “Setiap kalian adalah
pemimpin, dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban terhadap apa yang
pimpin.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hal tersebut telah muncul di zaman ini seperti yang bisa kita amati seksama, yaitu
banyaknya para pemimpin yang tidak melaksanakan amanahnya dengan baik.
Mereka malahmenyelewengkan amanah itu untuk kepentingan dirinya sendiri dan
keluarganya seperti halnya korupsi yang telah merajalela dimana-mana. Hal itu
termasuk bentuk penyelewengan amanah yang seharusnya disampaikan kepada
rakyat.

4). Fitnah harta.


Macam-macam fitnah tersebut merupakan sebagian dari tanda-tanda hari kiamat.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam bersabda: “Sesungguhnya di antara tanda hari kiamat ialah; diangkat
ilmu (agama), tersebar kejahilan (terhadap agama), arak diminum (secara leluasa),
dan zahirnya zina (secara terang terangan)”. (HR. al-Bukhari no. 78 dan Muslim

42
no. 4824)

Fitnah-fitnah tersebut mulai muncul setelah wafatnya Umar bin al-Khattab.


Karena beliau merupakan dinding pembatas antara kaum Muslimin dengan fitnah
tersebut, sebagaimana yang diterangkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
beliau berkata kepada ‘Umar: “Sesungguhnya antara kamu dan fitnah itu terdapat
pintu yang akan hancur.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka kita semua harus berhati-hati pada fitnah-fitnah tersebut, karena hal tersebut
akan menghancurkan semua umat. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa
ta’ala: “Dan takutlahkepada fitnah yang tidak hanya menimpa orang yang zhalim
di antara kalian semata dan ketahuilah, bahwa Allah memiliki adzab yang sangat
pedih.” (QS. al-Anfal: 25)

5).Fitnah Dajjal
Para ulama berpendapat bahwa tidaklah seorang Nabi di mana pun berada dari
zaman Nabi Adam ‘alaihis salam hingga Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
semuanya sudah memperingatkan bahayanya fitnah dajjal.

Dari Anas bin Malik dalam kitab Muslim bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Tidak setiap makhluk itu dari zaman Nabi Adam sampai akhir
zaman, fitnah yang terbesar yaitu fitnah dajjal.”.

B. Cara Menghindari Fitnah Al-Masih Dajjal

1. Berpegang teguh dengan Nabi Muhammad


Dikisahkan, ketika Nabi Muhammad sedang duduk bersama sahabat –
sahabatnya yang
sedang berbincang mengenai dajjal. Lalu, seorang sahabat bertanya kepada
Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang bagaimana cara untuk menghindari fitnah

43
Dajjal.

Kemudian, Rasulullah mengatakan, “Berpegang teguhlah kepada ajaran Allah.


Dajjal berada di Bumi selama 40 hari yang dimana satu hari terasa seperti satu
tahun dan dalam sehari ia bisa ke seluruh penjuru dunia kecuali Mekah dan
Madinah. Kecepatan ia dalam mengunjungi seluruh penjuru bumi bagaikan
hujan yang lebat kemudian dihembuskan oleh angin.”

Ada seorang mukmin yang datang kepada Dajjal dan mengatakan dengan keras,
“Saya ingin bertemu Dajjal musuhnya Allah dan saya ingin bertemu penipu
penyihir ini!” Maka
bala tentara Dajjal berkata kepada orang tersebut, “Buat apa engkau ingin
menemui Tuhan kami, mengapa engkau tidak beriman kepada Tuhan kami?”
Maka dia dipukuli oleh bala tentara Dajjal di punggungnya, lututnya, dan semua
anggota badannya. Setelah dipukuli dan diikat, barulah bala tentara membawa
dirinya kepada Dajjal. Lalu orang mukmin tersebut berteriak, “Jangan kalian
ikuti!” Kemudian Dajjal marah dan mereka menggergaji mukmin dari kepalanya
hingga terbelah. Lalu badannya dipisahkandan Dajjal melewati tubuh mayit
mukmin tersebut dan menghidupkannya kembali dan berkata, “Bangkitlah
engkau.”

2. Baca doa setelah tasyahud akhir sebelum salam setelah membaca tasyahud
akhir, sebelum salam berdoalah untuk meminta perlindungan dari fitnah dajjal.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda, yang artinyanya, "Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari siksa kubur, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah al - Masih
Dajjal, aku berlindung kepada-Mu dari fitnah kehidupan dan sesudah mati. Ya
Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan dosa dan
kerugian." (HR. Bukhari dan Muslim)

44
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka

https://muslim.or.id/425-islam-iman-ihsan.html diakses pada tanggal 15 des 2020

https://umma.id/article/share/id/1002/272772

https://almanhaj.or.id/2708-amar-maruf-nahi-mungkar-menurut-hukum-islam.htm

http://agungsyifaul.blogspot.com/2012/02/epistemologi-islam.html?m=1

https://m.republika.co.id/berita/plokyw313/landasan-agama-dalam-pengembangan-
sains-islam-seperti-apa

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Islam_dan_ilmu_pengetahuan

https://www.neliti.com/id/publications/76085/islam-dan-ilmu-pengetahuan-pengaruh-
temuan-sains-terhadap-perubahan-islam

https://www.neliti.com/id/publications/22774/penegakan-hukum-dalam-perspektif-
hukum-islam

Hamzah, Andi Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, 2005.

Natsir,M Demokrasi dibawah Hukum, Media Dakwah, Jakarta Cet.III 2002.

Hutabarat, Ramly Hukum dan Demokrasi menurut M.Natsir, Biro Riset DDII Jakarta,
1999.

Natsir, Chaidar, Republika Minggu, 7 Maret 2010

Abdul MajidKhon, HadisTarbawi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2012

Abdullah AS, AchyarZein, SalehAdri, At-Tahdis, Journal of Hadist Studies, Vol. 1 No. 2
Juli-Desember, 2017

Abu ZakariyyaYahya bin Syaraf al-Din al-Nawawi al-Syafi’iy, Imam al-Nawawi, Riyadh
al-Shalihin, Indonesia al-Haramian Jaya
Indonesia, 2004,

AlfiahdanZalyana, HadisTarbawi, Yogyakarta: Nusa Media Yogyakarta, 2011

Muhyi Ad-Diin, MatanArba’in An-Nawawiyah, Beirut: MuassasahAr-Risalah, 1978

ZakiahDarajat, MetodeKhususPengajaran Agama Islam Cet. II, Jakarta: SinarGrafika


Offset, 1995

45
LAMPIRAN

46

Anda mungkin juga menyukai