Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN PRAKTEK PEMINATAN PERAWATAN LUKA PADA Tn.

T
DENGAN ULKUS DIABETIK DI RUANG BAJI KAMASE
RS LABUANG BAJI MAKASSAR
TAHUN 2020

Disusun Oleh :
1. Hasrullah Damir
2. Sudarmadi Arif R
3. Adri Yusdi
4. Syamsul Bachri
5. Mardiana
6. Syaiful Fajrin
7. Fransiskus Marus
8. Maristela Masye Mangundap
9. Ritha Baharuddin

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES GUNUNG SARI
MAKASSAR
2020
LEMBAR PERSETUJUAN LAPORAN PRAKTEK PEMINATAN

KELOMPOK 4 1
DI RUANG BAJI KAMASE RS LABUANG BAJI MAKASSAR
TAHUN 2020

Makassar,13 November 2020


Disahkan Oleh :

CI. LAHAN CI. INSTITUSI

Mahyudin, S.Kep, Ns, M.Kes Mahyudin, S.Kep, Ns, M.Kes

BAB I

KELOMPOK 4 2
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya
komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufisiensi dan neuropati, yang
lebih lanjut terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat
berkembang menjadi infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Healthy,
2012).
Ulkus diabetikum adalah keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi
ke jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM) akibat
abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer. (Rizky Loviana Roza,
Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan Andalas.)
Ulkus diabetikum adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus
berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan
setempat (Healthy, 2012).
Salah satu komplikasi diabetes melitus yang sering dijumpai adalah terjadinya
ulkus pada kaki atau sering disebut sebagai kaki diabetik. Manifestasi gangguan kaki
pada penderita DM antara lain ulkus yang terkadang tidak disadari oleh penderita
sehingga menimbulkan infeksi, gangren dan artropati Charcot. Kejadian ulkus kaki
mencapai sekitar 15% dari seluruh penderita diabetes mellitus. Catatan yang
menyebutkan bahwa dalam perjalanan penyakit sekitar 14-24% di antara penderita kaki
diabetika tersebut memerlukan tindakan amputasi.
Diabetes mellitus merupakan kumpulan gejala metabolic yang ditandai oleh adanya
peningkatan kadar glukosa darah sebagai akibat defesiensi insulin baik absolut maupun
relative (Smeltzer dab Bare, 2013).
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa penderita diabetes mellitus
(DM) di dunia saat ini mencapai lebih dari 2030 juta jiwa. Jumlah itu diperkirakan akan
meningkat menjadi 3050 juta jiwa pada 3025 karena setiap tahunnya ada sekitar enam
penderita diabetes mellitus (DM) baru di dunia (Soegondo, 2011).
WHO mencatat bahwa Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita
diabetes terbesar di dunia setelah India, China dan Amerika Serikat. Selain itu,

KELOMPOK 4 3
peningkatan penderita DM tipe 2 paling banyak di alami Negara-negara berkembang
termasuk Indonesia (Tandra, 2008).
RIKESDAS tahun 2013 makassar menduduki urutan ke 26 dari seluruh provinsi
seluruh Indonesia di mana masyarakat perkotaan lebih tinggi di bandingkan masyarakat
perkotaan.
Sekitar 60,3% pasien diabetes mellitus (DM) mengalami neuropati yang sangat beresiko
mengakibatkan munculnya ulkus (borok) kaki, yang disebut neuropathic foot ulcus dan
juga infeksi, yang lama kelamaan bias menjalar ke tulang dan terjadi osteomyelitis
(infeksi dan kerusakan tulang) yang memerlukan tindakan amputasi (Tanra, 2008).
Perawatan luka merupkam upaya penanganan gangguan dan meningkatkan
sirkulasi darah pada kaki diabetes. Salah satu tindakan yang harus dilakukan dalam
perawatan kaki untuk mengetahui adanya kelainan kaki secara dini adalah dengan
melakukan senam kaki diabetes, disamping memotong kuku kaki yang benar,
pemakaian alas kaki yang baik, dan menjaga kebersihan kaki (Soegono, 2011).
Menurut penelitian debridement sebagai tatalaksana ulkus kaki diabetic. Jenis
debridement yang dilakukan adalah surgical debridement, tindakan ini untuk
membuang jaringan nekrotik dan hyperkeratosis hingga mencapai jaringan yang sehat.
Selanjutnya luka di tutup dengan kasa steril dan di balut dengan elastic perban
(Wesnawa, D 2013).

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

KELOMPOK 4 4
Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan mahasiswa mampu untuk
mengetahui dan memahami tentang Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami
Ulkus Diabetik dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

Diharapkan pada penulisan ini, Mahasiswa keperawatan mampu :

a. Menjelaskan konsep dasar medis pada pasien dengan penyakit Ulkus Diabetikum
mulai dari defenisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi, pemeriksaan diagnostic,
dan penatalaksanaan medis.

b. Mengkaji klien dengan masalah utama pada pasien Ulkus Diabetikum

c. Merumuskan diagnose keperawatan klien dengan masalah pada pasien ulkus


diabetikum

d. Melaksanakan tindakan keperawatan klien dengan masalah pada pasien ulkus


diabetikum

e. Mengimplementasikan rencana keperawatan klien dengan masalah utama pada


pasien ulkus diabetikum

f. Mengevaluasi tindakan keperawatan klien dengan masalah utama pada pasien


ulkus diabetikum

C. Manfaat

Dengan adanya laporan akhir ners ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa
peminatan perawatan luka, profesi ners juga sebagai acuan atau kerangka dan pedoman
kerja di rumah sakit nantinya, dengan adanya laporan ners ini juga, pasien memperoleh
perawatan dengan penuh perhatian dan dilaksanakan secara berkesinambungan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

KELOMPOK 4 5
A. KONSEP DASAR MEDIS

1. Definisi

Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan


absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001: 543).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman
saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah
satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni,
2010).
Diabetes mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan
absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001: 543).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus
adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya
kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga
merupakan salah satu jaringan kulit yang paling dalam di kaki pada pasien Diabetes
Mellitus (DM) akibat abnormalitas saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer.
(Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan
Andalas)
Sebuah ulkus didefinisikan sebagai daerah diskontuinitas permukaan epitel
(Price & Neile,at a glance ilmu bedah edisi ketiga,2006)

2. Etiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1224), penyebab dari diabetes mellitus adalah:
a.      Diabetes Tipe I
1).       Faktor genetik.
2).      Faktor imunologi.
3).       Faktor lingkunngan.
b.      Diabetes Tipe II
1).       Usia.
2).      Obesitas.
3).       Riwayat keluarga.
4).      Kelompok genetik.
KELOMPOK 4 6
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi
factor endogen dan ekstrogen.
1.      Faktor endogen
a.       Genetik, metabolik.
b.      Angiopati diabetik.
c.       Neuropati diabetik.
2.      Faktor ekstrogen
a.       Trauma.
b.      Infeksi.
c.       Obat.
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus Diabetikum adalah angipati,
neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau
menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa
yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan
mengakibatkan terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi pada
pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya
sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan
terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan
terjadinya luka yang sukar sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan
komplikasi yang menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau
neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap penyembuhan
Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).

3.Patofisiologi

Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1223), patofisiologi dari diabetes mellitus adalah :
a.      Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia
puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu,

KELOMPOK 4 7
glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap
berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul
dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan
ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih
lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak
yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik
yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda dan gejala seperti nyeri
abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton dan bila tidak ditangani
akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.

b.   Diabetes tipe II


Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam
sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel
ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria. polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau
pandangan yang kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).

KELOMPOK 4 8
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular)
disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Ulkus Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek terhadap saraf
perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan adanya tekanan mekanik
terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang mengalami beban terbesar. Neuropati
sensoris perifer memungkinkan terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan
penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini. Drainase
yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya sebagai konsekuensi
sistem imun yang abnormal, bakteria sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke
jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).

4. Klasifikasi

Menurut Wagner kaki diabetik dibagi menjadi :


a. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh disertai dengan pembentukan
kalus ”claw”
1) Derajat I : ulkus superfisial terbatas pada kulit
2) Derajat II : ulkus dalam dan menembus tendon dan tulang

3) Derajat III : abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis

4) Derajat IV : gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selullitis

5) Derajat V : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah


(Made Agustya Darmaputra Wesnawa. S.Ked Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana Denpasar-Bali)

Klasifikasi Edmonds (2004 – 2005) :


KELOMPOK 4 9
1) Stage 1 : Normal foot
2) Stage 2 : High Risk Foot

3) Stage 3 : Ulcerated Foot

4) Stage 4 : Infected Foot

5) Stage 5 : Necrotic Foot

6) Stage 6 : Unsalvable Foot


(Mayfield JA, Reiber E, Sanders LJ, Janisse D, Pogach LM. Preventive foot care in
people with diabetes. 1998)

Klasifikasi Liverpool
1) Klasifikasi primer :
 Vascular
 Neuropati

 Neuroiskemik
2) Klasifikasi sekunder :
 Tukak sederhana, tanpa komplikasi
 Tukak dengan komplikasi
(Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal
Kesehatan Andalas)

KELOMPOK 4 10
Advertisement
REPORT THIS AD

Berdasarkan Infection :

KELOMPOK 4 11
1. No symptoms or signs of infection
2. Infection of skin and subcutaneous tissue only

3. Erythema > 2 cm or infection involving subcutaneous structure, no systemic sign of


inflammatory response

4. Infection with systemic manifestation : fever, leucocytosis, shift to the left metabolic
instability, hypotension, azotemia(peningkatan kreatinin)

Berdasarkan Impaired sensation :


1 = Absent
2 = Present (Waspadji, 2006)
(Made Agustya Darmaputra Wesnawa. S.Ked Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Denpasar-Bali)

5. Manifestasi klinik
Ulkus diabetikum akibat mikriangiopati disebut juga ulkus panas walaupun
nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan teraba hangat oleh peradangan dan
biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses mikroangiopati menyebabkan
sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis
5P yaitu:
1) Pain (nyeri)
2) Paleness (kepucatan)

3) Paresthesia (kesemutan)

4) Pulselessness (denyut nadi hilang)

5) Paralysis (lumpuh)

Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
1) Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
2) Stadium II : terjadi klaudikasio(rasa sakit) intermiten.

3) Stadium III : timbul nyeri saat istirahat.

4) Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).

KELOMPOK 4 12
(Smeltzer dan Bare, buku ajar keperawatan medical bedah 2001: 1220
6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Anamnesa & pengkajian luka


Wawancara tentang pemakaian alas kaki, pernah terekspos dengan zat kimia, adanya
kalus dan deformitas, gejala neuropati dan gejala iskemi, riwayat luka atau ulkus.

Pengkajian pernah adanya luka dan ulkus meliputi lokasi, durasi, ukuran, dan
kedalaman, penampakan ulkus, temperatur dan bau

b. Pemeriksaan fisik
Inspeksi pada kulit yaitu status kulit seperti warna, turgor kulit, pecah-pecah;
berkeringat; adanya infeksi dan ulserasi; adanya kalus atau bula; bentuk kuku; adanya
rambut pada kaki.

Inspeksi pada otot seperti sikap dan postur dari tungkai kaki; deformitas pada kaki
membentuk claw toe atau charcot joint; keterbatasan gerak sendi; tendon; cara
berjalan; dan kekuatan kaki.

KELOMPOK 4 13
c.Pemeriksaan Neurologis

Dapat menggunakan  monofilamen ditambah dengan tunning fork 128-Hz, pinprick


sensation, reflek kaki untuk kedalaman luka, mengukur getaran, tekanan dan sensasi.

d. Pemeriksaan aliran darah dengan menggunakan palpasi denyut nadi pada arteri kaki,
capillary refiling time, perubahan warna, atropi kulit dan kuku dan pengukuran ankle
brachial index (ABI). Ankle brachial index (ABI), ABI didapatkan dari tekanan
sistolik ankle dibagi tekanan sistolik brachialis. Nilai normal ABI >0,9-1,3. ABI
merupakan pemeriksaan noninvasif yang  dengan mudah dilakukan dengan
menggunakan alat Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa
sampai nadi pada brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan
perlahan sampai Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang
sama dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler
dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior.Nilai dibawah 0,9 itu
diindikasikan bawah pasien penderita diabetes melitus memiliki penyakit kaki
diabetik dengan melihat gangguan aliran darah pada kaki.

e. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dibutuhkan untuk mengetahui status klinis pasien, yaitu:
pemeriksaan glukosa darah baik glukosa darah puasa atau sewaktu,
glycohemoglobin(HbA1c), Complete Blood Count (CBC), urinalisis, dan lain- lain.

f. Pemeriksaan Radiologis

KELOMPOK 4 14
1). Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan
sendi Charcot serta adanya ostomielitis.
2). Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI):
meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan
pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis
abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.
3). Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false
positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed
ciprofolxacin  sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis.

7. Penatalaksanaan klinis
a. Prinsip Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum
Tujuan utama pengelolaan yaitu untuk mengakses proses kearah penyembuhan luka
secepat mungkin karena perbaikan dari ulkus dapat menurunkan kemungkinan
terjadinya amputasi dan kematian pasien diabetes.

Secara umum pengelolaannya meliputi penanganan iskemia, debridemen, penanganan


luka, menurunkan tekanan plantar pedis (off-loading), penanganan bedah, penanganan
komorbiditas dan menurunkan risiko kekambuhan serta pengelolaan infeksi.

(Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu.


Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)

b. Penanganan Iskemia

Perfusi arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus dinilai
awal pada pasien. Penilaian kompetensi vaskular pedis pada UKD (ulkus kaki
diabetik) seringkali memerlukan bantuan pemeriksaan penunjang seperti MRI
angiogram, doppler maupun angiografi.

Pemeriksaan sederhana seperti perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior dan
dorsalis pedis dapat dilakukan pada kasus UKD kecil yang tidak disertai edema
ataupun selulitis yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak akan sembuh bahkan dapat
menyerang tempat lain di kemudian hari bila penyempitan pembuluh darah kaki tidak

KELOMPOK 4 15
diatasi.( Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara
Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)

c. Debridemen

Debridemen merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik, karena


luka tidak akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan fistula.
Tindakan debridemen juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada luka sehingga
dapat mempercepat penyembuhan, menghilangkan jaringan kalus serta mengurangi
risiko infeksi lokal.

Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini
melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan
melisiskan jaringan nekrotik.( Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki
Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97)

d. Perawatan luka

Prinsip perawatan luka yaitu menciptakan lingkungan moist wound healing atau
menjaga agar luka senantiasa dalam keadaan lembab.

Bila ulkus memproduksi sekret banyak maka untuk pembalut (dressing) digunakan
yang bersifat absorben. Sebaliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang
mampu melembabkan ulkus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus
yang dapat mempertahankan kelembaban.

Disamping bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut juga


selayaknya mempertimbangkan ukuran, kedalaman dan lokasi ulkus.

Untuk pembalut ulkus dapat digunakan pembalut konvensional yaitu kasa steril yang
dilembabkan dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern yang tersedia saat ini.
Beberapa jenis pembalut modern yang sering dipakai dalam perawatn luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, dan sebagainya.

Pemilihan pembalut yang akan digunakan hendaknya senantiasa mempertimbangkan


cost effective dan kemampuan ekonomi pasien.(Langi, Yuanita A. 2011.

KELOMPOK 4 16
Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2).
Hal: 97)

e. Jenis-jenis pembalut modern

(Kartika, Ronald W. 2015. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. CDK-
230. Vol 42 (7). Hal: 549-550)

1) Hydrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri. Berbahan
dasar gliserin/air yang dapat memberikan kelembapan; digunakan sebagai dressing
primer dan memerlukan balutan sekunder (pad/kasa dan transparent film).

Topikal ini tepat digunakan untuk luka nekrotik/berwarna hitam/kuning dengan


eksudat minimal atau tidak ada

2). Film Dressing


Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan untuk
luka-luka superfi sial dan non-eksudatif atau untuk luka post-operasi. Terbuat dari
polyurethane film yang disertai perekat adhesif; tidak menyerap eksudat.

Indikasi : luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.

Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak.

3). Hydrocolloid
            Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembap,
melindungi luka dari trauma dan menghindarkan luka dari risiko infeksi, mampu
menyerap eksudat tetapi minimal; sebagai dressing primer atau sekunder, support
autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough. Terbuat dari pektin,
gelatin, carboxy-methylcellulose, dan elastomers.

Indikasi : luka berwarna kemerahan dengan epitelisasi, eksudat minimal.

Kontraindikasi : luka terinfeksi atau luka grade III-IV.

4). Calcium Alginate


KELOMPOK 4 17
Digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan balutan sekunder.
Membentuk gel di atas permukaan luka; berfungsi menyerap cairan luka yang
berlebihan dan menstimulasi proses pembekuan darah. Terbuat dari rumput laut
yang berubah menjadi gel jika bercampur dengan cairan luka.

Indikasi : luka dengan eksudat sedang sampai berat.

Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering.

Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita, mudah diangkat dan dibersihkan.

5). Foam/absorbant dressing


Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat banyak
(absorbant dressing), sebagai dressing primer atau sekunder. Terbuat dari
polyurethane; non-adherent wound contact layer, highly absorptive.

Indikasi: eksudat sedang sampai berat.

Kontraindikasi: luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam

6). Dressing Antimikrobial


Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofiber dengan spektrum luas termasuk
bakteri MRSA (methicillin-resistant Staphy-lococcus aureus). Balutan ini
digunakan untuk luka kronis dan akut yang terinfeksi atau berisiko infeksi.
Balutan antimikrobial tidak disarankan digunakan dalam jangka waktu lama dan
tidak direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%
7). Antimikrobial Hydrophobic
Terbuat dari diakylcarbamoil chloride, non-absorben, non-adhesif. Digunakan
untuk luka bereksudat sedang – banyak, luka terinfeksi, dan memerlukan balutan
sekunder.

8). Medical Collagen Sponge

KELOMPOK 4 18
Terbuat dari bahan collagen dan sponge. Digunakan untuk merangsang percepatan
pertumbuhan jaringan luka dengan eksudat minimal dan memerlukan balutan
sekunder.

e. Menurunkan Tekanan Pada Plantar Pedis (off-loading)


Tindakan off-loading merupakan salah satu prinsip utama dalam penatalaksanaan
ulkus kronik dengan dasar neuropati. Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi
tekanan pada telapak kaki. Tindakan off-loading dapat dilakukan secara parsial
maupun total. Mengurangi tekanan pada ulkus neuropati dapat mengurangi trauma
dan mempercepat proses penyembuhan luka.

Kaki yang mengalami ulkus harus sedapat mungkin dibebaskan dari penekanan.
Sepatu pasien harus dimodifikasi sesuai dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus. Metode
yang dipilih untuk off-loading tergantung dari karakteristik fisik pasien, lokasi luka,
derajat keparahan dan ketaatan pasien. Beberapa metode off-loading antara lain: total
non-weight bearing, total contact cast, foot cast dan boots, sepatu yang dimodifikasi
(half shoe, wedge shoe), serta alat penyanggah tubuh seperti cruthes dan walker.

(Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu.


Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 98)

f. Penanganan Bedah
Jenis tindakan bedah tergantung dari berat ringannya ulkus. Tindakan elektif
ditujukan untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas seperti pada kelainan spur
tulang, hammertoes atau bunios. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk
mencegah terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami
neuropati dengan melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon.

Bedah kuratif diindikasikan bila ulkus tidak sembuh dengan perawatan konservatif,
misalnya angioplasti atau bedah vaskular. Bedah emergensi adalah tindakan yang
paling sering dilakukan, dan diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan
proses infeksi, misalnya ulkus dengan daerah infeksi yang luas atau adanya gangren
gas. Tindakan bedah emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan
nekrotik.

KELOMPOK 4 19
(Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu.
Jurnal Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 98)

g. Penanganan Komorbiditas
Diabetes merupakan penyakit sistemik multiorgan sehingga komorbiditas lain harus
dinilai dan dikelola melalui pendekatan tim multidisiplin untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Komplikasi kronik lain baik mikro maupun makroangiopati yang
menyertai harus diidentifikasi dan dikelola secara holistik. Kepatuhan pasien juga
merupakan hal yang penting dalam menentukan hasil pengobatan.

h. Pengelolaan Infeksi
Infeksi  disebut  mengancam  bila  ulkus diabetik berupa  ulkus yang dalam  sampai 
mengenai tulang dengan selulitis yang lebih dari 2 cm dan/atau  disertai  gambaran 
klinis  infeksi sistemik  berupa  demam,  edema,  limfangitis, hiperglikemia,
leukositosis dan iskemia. Perlu diperhatikan, tidak semua  pasien diabetes dengan
infeksi yang relatif berat akan menunjukkan tanda  dan gejala sistemik seperti 
tersebut  diatas. Jika  ulkus  mencapai tulang atau sendi, kemungkinan besar  akan
terjadi osteomielitis.

Pasien  dengan  infeksi  yang  mengancam ekstremitas harus dirawat di rumah sakit 
untuk  manajemen  yang  tepat.  Debridemen  dilakukan  sejak  awal  dengan  tetap
memperhitungkan ada/tidaknya kompetensi vaskular. Jaringan yang diambil dari 
luka  dikirim  untuk  kultur. Tindakan  ini mungkin  perlu  dilakukan  berulang  untuk
mengendalikan  infeksi. Terapi  empiris untuk infeksi berat harus berspektrum luas
dan  diberikan  secara  intravena  dengan mempertimbangkan  faktor  lain  seperti 
biaya,  toleransi  pasien,  alergi,  potensi  efek yang merugikan ginjal atau hati,
kemudahan pemberian dan pola resistensi antibiotik setempat. Bila terjadi  infeksi 
berulang  meskipun  terapi antibiotik  tetap  diberikan,  perlu  dilakukan kultur ulang
jaringan untuk menyingkirkan infeksi superimposed.

Lamanya pemberian antibiotik tergantung pada  gejala  klinis, luas dan dalamnya
jaringan yang terkena serta beratnya infeksi. Pada  infeksi  ringan  sampai  sedang
antibiotik  dapat  diberikan  1-2  minggu,  sedangkan pada  infeksi yang lebih berat
antibiotik  diberikan  2-4  minggu.

KELOMPOK 4 20
Debridemen yang adekuat, reseksi atau amputasi jaringan  nekrosis  dapat 
mempersingkat  waktu pemberian  antibiotik. Pada  kasus  osteomielitis,  jika  tulang 
terinfeksi  tidak  di evakuasi, maka  antibiotik  harus  diberikan  selama 6-8 minggu,
bahkan beberapa literatur  menganjurkan  sampai  6  bulan. Jika semua  tulang  yang 
terinfeksi  dievakuasi, antibiotik  dapat  diberikan  lebih  singkat, yaitu  1-2  minggu 
dan  ditujukan  untuk  infeksi jaringan lunak.( Langi, Yuanita A. 2011.
Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal Biomedika. Vol 3 (2).
Hal: 98)

KELOMPOK 4 21
KELOMPOK 4 22
(Lipsky, Benjamin A, dkk. 2012. Infectious Disease Society of America Clinical
Practice Guideline for the Diagnoses and Treatment of Diabetic Foot Infections. CID.
2012:54)

i. Proses Penyembuhan Luka


Proses penyembuhan luka di bagi atas beberapa fase yaitu:
1) fase inflamasi dimana fase ini berlangsung sampai hari ke-5 masih terjadi
perdarahan dan peradangan dan belum ada kekuatan pertautan luka.
2) fase poliferasi dimana pada fase ini luka di isi oleh sel-sel radang, fibrolas, serat
kolagen, kapiler baru sehingga membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan
tak rata atau di sebut dengan jaringan granulasi atau proses pendewasaan jaringan

3) fase reabsobsi atau remodeling dimana pada fase ini tanda radang sudah hilang,
parut di sekitarnya pucat, tak ada rasa sakit dan gatal. Proses penyembuhan luka
baik dan berhasil apa bila penata laksanaan secara medis dilakukan sesuai dengan
prosedur apalagi penatalaksanaan di lakukan pada kondisi luka yang sudah
terinfeksi harus di perhatikan (Mansyoer 2000, p.473).

(Adriani, Teti mardianti. Penggunaan balutan modern (hydrocoloid) untuk


penyembuhan luka diabetes melitus tipe 2. Jurnal IPTEKS Terapan Research of
Applied Science and Education V10.i1 (18-23). 2016))

j. Pencegahan Luka
Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci dalam menghindari amputasi. Pasien
diajarkan untuk memperhatikan kebersihan kaki, memeriksa kaki setiap hari,
menggunakan alas kaki yang tepat, mengobati segera jika terdapat luka, pemeriksaan
rutin ke podiatri, termasuk debridemen pada kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke
dalam. Sepatu dengan sol yang mengurangi tekanan kaki dan kotak yang melindungi
kaki berisiko tinggi merupakan elemen penting dari program pencegahan.
 
8. Komplikasi
Menurut Subekti (2002: 161), komplikasi akut dari diabetes mellitus adalah sebagai
berikut :
a.      Hipoglikemia

KELOMPOK 4 23
Hipoglikemia adalah keadaan kronik gangguan syaraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa koma
dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obat hiperglikemik
oral golongan sulfonilurea.
b.      Hiperglikemia Secara anamnesis ditemukan adanya masukan kalori yang
berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut.
Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat. Ulkus Diabetik
jika dibiarkan akan menjadi gangren, kalus, kulit melepuh, kuku kaki yang
tumbuh kedalam, pembengkakan ibu jari, pembengkakan ibu jari kaki, plantar
warts, jari kaki bengkok, kulit kaki kering dan pecah, kaki atlet, (Dr. Nabil RA).

Ulkus diabetikum merupakan komplikasi kronis lanjutan dari diabetes mellitus.

Komplikasi pada ulkus diabetikum sendiri mengarah pada tingkat keparahan


(grade) yang ada. Hal ini dapat diakibatkan oleh perawatan luka yang tidak
dilakukan dengan baik dan pengobatan yang tidak maksima Keadaan selanjutnya
dapat lebih parah jika luka tidak cepat diatasi dan bahkan terjadi infeksi. Jaringan
yang nekrotik dapat meluas sehingga fungsi jaringan tersebut terganggu dan
beresiko untuk dilakukan amputasi.

KELOMPOK 4 24
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges (2000: 726), data pengkajian pada pasien dengan Diabetes Mellitus
bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan pengaruh
fungsi pada organ, data yang perlu dikaji meliputi :
a.      Aktivitas / istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan, kram otot
Tanda : Penurunan kekuatan otot, latergi, disorientasi, koma
b.      Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, ulkus pada kaki, IM akut
Tanda : Nadi yang menurun, disritmia, bola mata cekung
c.      Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuri ), nyeri tekan abdomen
Tanda : Urine berkabut, bau busuk ( infeksi ), adanya asites.
d.      Makanan / cairan
Gejala : Hilang nafsu makan, mual / muntah, penurunan BB, haus
Tanda : Turgor kulit jelek dan bersisik, distensi abdomen
e.      Neurosensori
Gejala : Pusing, sakit kepala, gangguan penglihan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, latergi, aktivitas kejang
f.      Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi
g.      Pernafasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batu dengan / tanpa sputum
Tanda : Lapar udara, frekuensi pernafasn
h.      Seksualitas
Gejala : Impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita
i.      Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga DM, penyakit jantung, strok, Hipertensi
KELOMPOK 4 25
2.    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan Diabetes Millitus secara teori mnurut (Carpenito, Lyna juall.
2000).
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
b. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada
ekstrimitas.
c. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.
d. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
e. Ganguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.
f. Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tingginya
kadar gula darah.
g.      Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
h.      Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

3.     Intervensi Keperawatan


a.      Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
1).       Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
2).      Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosi.
3).       Kulit sekitar luka teraba hangat.
4).      Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
e.       Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1)      Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.

KELOMPOK 4 26
2)      Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan
kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ),
hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di
belakang lutut dan sebagainya.
Rasional: meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi
oedema.
3)      Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi
kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan
obat vasokontriksi.
Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis,
merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi
untuk
mengurangi efek dari stres.
4)      Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator,
pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah
sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah
secara
rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk
memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.

b.      Diagnosa no. 2


Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangrene pada
ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :
1).       Berkurangnya oedema sekitar luka.
2).      Pus dan jaringan berkurang
3).       Adanya jaringan granulasi.
4).      Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1)      Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

KELOMPOK 4 27
Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan
membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2)      Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel
pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka
dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus
pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus
untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotic yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darah untuk mengetahui perkembangan penyakit.

c.      Diagnosa no. 3


Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :
1).       Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau hilang.
2).      Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi nyeri
3).       Elspresi wajah klien rileks.
4).      Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.(S : 36 – 37,5 0C, N:
60 – 80 x /menit, T : 120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan :
1)      Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2)      Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan
mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak
bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3)      Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa
nyeri.

KELOMPOK 4 28
4)      Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
5)      Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada
otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6)      Lakukan massage saat rawat luka.
Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus.
7)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.

d.      Diagnosa no. 4


Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang
optimal.
Kriteria Hasil :
1).       Pergerakan paien bertambah luas
2).      Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk,
berdiri, berjalan ).
3).       Rasa nyeri berkurang.
4).      Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan
kemampuan.
Rencana tindakan :
1)      Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.
2)      Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar
gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif
dalam tindakan keperawatan.
3)      Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui
kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4)      Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

KELOMPOK 4 29
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5)      Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan
tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk
melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.

e.      Diagnosa no. 5


Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
1).       Berat badan dan tinggi badan ideal.
2).      Pasien mematuhi dietnya.
3).       Kadar gula darah dalam batas normal.
4).      Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien
sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2)      Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya
hipoglikemia/hiperglikemia.
3)      Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan
merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4)      Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang
ditetapkan.
5)      Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam
jaringan sehingga gula darah menurun, pemberian diet yang sesuai dapat
mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f.      Diagnosa no. 6

KELOMPOK 4 30
Potensial terjadinya penyebaran infeksi (sepsis) berhubungan dengan tinggi
kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :
1).       Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2).      Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S: 36 -37,50C )
3).       Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1)      Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat
membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2)      Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri
selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah
infeksi kuman.
3)      Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional : Untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4)      Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang
ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya
tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga
memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan
menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan akan lebih
cepat.

g.      Dianosa no. 7


Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil:

KELOMPOK 4 31
1).      Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya
dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2).      Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang
diperoleh.
Rencana Tindakan :
1)      Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu
mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui
pasien/keluarga.
2)      Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan
kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan
pasien.
3)      Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien
dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga
tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4)      Jelasakan prosedur yang akan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan
libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secara langsung
dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif
dan cemasnya berkurang.
5)      Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada /
memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah
diberikan.

BAB III
KELOMPOK 4 32
LAPORAN ANALISA KASUS

ULKUS DIABETIK

Kelompok : 4

Ruangan : Baji Kamase

Tanggal Pengkajian : 9 November 2020

A. IDENTITAS DIRI KLIEN

Nama : Tn ” T ” Tgl masuk RS : 7 November 2020

TTL : 31 /12/1965 Sumber Informasi : Pasien, keluarga,


RM

Umur : 55 Tahun Keluarga yg dapat dihubungi : Ny.”M”

Alamat : Jl.A.Paccerakkang Pendidikan : SMA

Status Perkawian : Menikah Pekerjaan : IRT

Agama : Islam Alamat : Jl.A.Pacerakkang

Suku : Toraja NO RM. :

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pembuat meja kayu

B. RIWAYAT KESEHATAN

1. Keluhan utama : luka pada plantar kaki kiri yang lambat sembuhnya

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Klien masuk rumah sakit pada tanggal 7 November 2020 dengan diagnose medis
Diabetes Melitus tipe 2 sejak 5 tahun yang lalu Klien di rawat dengan keluhan terdapat
luka pada plantar kaki kiri yang lambat sembuhnya. Luka timbul tanpa disadari, Kulit
kaki terlihat kering , fissure, callus, drainage luka, purulent, bau. Permukaan kulit
teraba hangat ,tercium bau. Klien mengatakan berprofesi sebagai pembuat meja kayu,
klien mengatakan merasa menginjak serpihan rotan dan bagian kecil kayu masuk

KELOMPOK 4 33
kedalam kulit kaki. klien mengatakan saat mengeluarkan rantingnya menggunakan
jarum pentul akhirnya luka menjadi meluas sejak 3 minggu.

3. Keluhan saat dikaji :

Pada saat pengkajian tanggal 9 November 2020 klien masih mengeluh terdapat luka
pada plantar kaki kiri yang lambat sembuhnya. Luka timbul tanpa disadari, Kulit kaki
terlihat kering , fissure, callus, drainage luka, purulent, bau. Permukaan kulit teraba
hangat ,tercium bau. Klien mengatakan di rumah luka di rawat dengan merendam pada
larutan rivanol . Klien mengatakan  minta dibantu ke kamar mandi untuk kebutuhan
eliminasi. Tercium bau . Klien menggunakan terapi OHO (hipoglikemi oral).
Menformin namun tidak teratur . Perawat menginformasikan agar klien sementara tidak
turun dari tempat tidur karena ada luka dikakinya.

4. Terapi yang dijalani :

Saat ini klien hanya minum obat sesuai dengan instruksi dokter.

C. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

1. Riwayat penyakit sebelumnya

Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di Rumah Sakit Karena sakit yang sama

2. Riwayat kesehatan keluarga

Klien mengatakan, bapak mengalami sakit yang sama dengan dirinya, dan ibu klien
meninggal karena factor usia

GI : Kakek dan nenek dari ayah dan ibu klien meninggal karena faktot usia

GII : Ayah klien meninggal karena penyakit yang sama dengannya dan Ibunya
meninggal karena faktor usia

G III : klien sendiri telah mengalami penyakit diabetes melitus ± 5 Tahun yang lalu
dan memberat 3 bulan yang lalu.

D. ASPEK PSIKOSOSIAL

KELOMPOK 4 34
1. Persepsi klien saat ini :

o Hal yang dipikirkan saat ini :

Klien memikirikan tentang kesehatannya, dia hanya ingin cepat sembuh .

o Harapan setelah menjalani perawatan :

Klien hanya berharap bisa sembuh dan segera pulang ke rumah.

2. Social/ interaksi

o Hubungan klien dengan keluarga :

Klien dapat berinteraksi baik dengan keluarga, dan selama sakit banyak keluarga yang
datang mengunjunginya.

o Hubungan klien dengan tetangga :

Klien mengatakan di wilayah tempat tinggalnya, klien dapat berinteraksi dengan


tetangga di sekitarnya.

o Dukungan keluarga :

Klien mengatakan semua keluarga selalu memberikan dukungan dan support selama
sakit.

o Reaksi saat interaksi :

Klien tampak ramah dan bisa bersosialisasi dengan orang-orang sekitar .

3. Spiritual / kepercayaan

o Kegiatan yang dilakukan selama sakit :

Selama sakit klien hanya bisa berdoa agar dirinya cepat sembuh

o Tanggapan mengenai kondisi saat ini terkait dengan kepercayaan klien :

Klien hanya mengganggap ini adalah cobaan dari Tuhan.

KELOMPOK 4 35
E. AKTIVITAS SEHARI-HARI

1. Pola Nutrisi :

Sebelum Sakit

Selama Sakit

- Frekuensi 3X/hari

- Jenis makanan : Nasi, sayur,lauk.

- Makanan yang disukai: semua jenis makanan.

- Porsi makan di habiskan

- Nafsu makan baik.

- Makanan pantangan tidak ada

- Frekuensi : 3x sehari

- Jenis makanan : bubur

- Porsi makan tidak dihabiskan

- Buburnya tidak di habiskan

- Nafsu makan kurang

- klien hanya makan 3 – 4 sendok makan.

2. Pola Eliminasi BAB

Sebelum Sakit

Selama Sakit

- Frekuensi 1x/hari

- Waktu : pagi

- Konsistensi : Padat pasta

- Frekuensi 1x/ 2-3 hari


KELOMPOK 4 36
- Waktu : tidak menentu.

- Konsistensi : lunak

3. Pola Eliminasi BAK

Sebelum sakit

Selama sakit

- Frekuensi 4-5 x/hari

- Warna : kuning

- Bau : amoniak

- Tanpa kateter

- 1300 ml /24 jam

- Warna : kuning keruh

- menggunakan kateter

- Bau : amoniak

4. Pola Tidur dan Istirahat

Sebelum Sakit

Selama Sakit

- Frekuensi 2x/hari

- Waktu : siang dan malam

- Jam tidur : 14:00 pada siang hari dan jam 21:00 pada malam hari

- Kebiasaan pengantar tidur tidak ada

- Frekuensi : tidak menentu

- Kebiasaan pengantar tidur tidak ada.

KELOMPOK 4 37
5. Pola Aktifitas Dan Latihan

Sebelum Sakit

Selama Sakit

- Olahraga : klien jarang olahraga

- Kegiatan di waktu luang : kumpul sama keluarga

- Klien tidak melakukan pekerjaannya, klien hanya beristrahat di tempat tidur.

- Klien mengatakan aktivitasnya di bantu

- Semua kebutuhan klien di bantu oleh keluarga

6. Pola Pekerjaan

Sebelum sakit

Selama sakit

- Jenis pekerjaan : pembuat meja kayu

- Jumlah Jam Kerja: tidak menentu

- Klien tidak melaksanakan aktivitas sehari-hari pada saat sakit hanya berbaring di
tempat tidur

F. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kesadaran : Composmentis (GCS :15) Keadaan umum : lemah

2. Tanda-tandaVital :

TD : 160/110 mmHg N : 100 x/i

P : 28 x/i S : 36,5 º C

3. Antropometri :

KELOMPOK 4 38
BB : 70 kg

TB : 170 kg

4. System pernapasan

a. Hidung : tidak ada pernapasan cuping hidung

b. Leher : tak ada pembesarn tiroid

c. Dada : bentuk dada normal chest

d. Saturasi o2 : 99%

5. Sister cardiovaskuler :

a. Congjungtiva : tidak tampak anemis

b. CRT : kurang dari 3 detik

c. Pulsasi nadi perifer ; nadi teraba kuat :100x/menit

6. Sistem pencernaan :

a. Bibir, mukosa :tampak lembab

b. Keadaan mulut : tampak baik

c. Inspeksi abdomen : tampak asites

7. System indera

a. Mata

o Inspeksi

1) Konjungtiva : Tidak anemis

2) Ukuran pupil : Mengecil bila terkena cahaya

b. Hidung

o Inspeksi :

KELOMPOK 4 39
Bentuk hidung simetris kanan dan kiri

o Palpasi :

Sinus baik, tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri tekan

c. Telinga

o Keadaan daun telinga : baik

o Fungsi pendengaran : baik

8. System syaraf

a. Fungsi cerebral :

o Status mental : baik

o Tingkat kesadaran : composmentis

b. Fungsi motorik

o Kekuatan otot

5 5

5 5

c. Fungsi sensorik

o Suhu : 36,5 C

o Nyeri : klien mengatakan kadang-kadang nyeri pada bagian abdomen

9. Ekstremitas

a. Ekstremitas atas : klien dapat menggerakkan kedua tangannya

b. Ekstremitas bawah : tampak luka pada plantar kaki kiri

10. Genetalia

Tidak di kaji

KELOMPOK 4 40
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan labolatorium tanggal 7 November 2020

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Albumin 2,3 mg/dl 3,5-5,9 mg/dl

HB 11 g/dl 14-18 g/dl

HT 35% 40-54%

GDS 320 mg/dl 70-140 mg/dl

Leukosit 11000/ul 5000-10000/ul

LED 30 mm/jam 0-20 mm/jam

Kesan : Gula darah sewaktu meningkat

H. TERAPI MEDIS

Tanggal 10 November 2020

1. Metformin 500 mg/12 jam Oral

Metformin adalah obat yang digunakan untuk menurunkan kadar gula darah
yang meningkat pada penderita diabetes. Obat ini dapat digunakan sebagai obat
tunggal atau dikombinasikan dengan obat penurun gula darah yang lain. Pada diabetes
tipe 2, hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas untuk mengatur kadar gula
dalam darah tidak dapat digunakan oleh tubuh secara optimal. Akibatnya, kadar gula
darah mengalami peningkatan.Metformin bekerja dengan cara meningkatkan
efektivitas tubuh dalam menggunakan insulin untuk menekan peningkatan kadar gula
darah. Namun perlu diketahui, obat ini tidak dapat diberikan pada penderita diabetes
tipe 1 yang organ pankreasnya sudah tidak memproduksi insulin.Pada beberapa kasus,
metformin juga digunakan untuk mengatasi penyakit PCOS. Akan tetapi penggunaan
metformin pada penderita PCOS masih perlu diteliti lebih lanjut.

2. Glimeperid 2 mg/24 jam oral

KELOMPOK 4 41
Glimeperid adalah obat untuk mengendalikan kadar gula darah yang tinggi pada
penderita diabetes tipe 2. Untuk meningkatkan efektivitasnya, penggunaan glimeperid
dengan pengaturan pola makan dan olahraga yang teratur.

I. KLASIFIKASI DATA

1. Data Subjektif :

- Klien mengatakan berprofesi sebagai pembuat meja kayu

Data Objektif :

- Kulit kaki terlihat kering , fissure, callus, drainage luka, purulent, bau

2. Data Subjektif :

- klien mengeluh terdapat luka pada plantar kaki kiri yang lambat sembuhnya.

Data Objektif :

- Tercium bau

3. Data Subjektif :

- klien mengatakan luka timbul tanpa di sadari.

Data Objektif :

- Permukaan kulit teraba hangat

4. Data Subjektif :

- klien mengatakan merasa menginjak serpihan rotan dan bagian kecil kayu masuk
kedalam kulit kaki.

Data Objektif :

–    Albumin serum : 2,3 mg/dl

–     HB : 11 mg/dl

KELOMPOK 4 42
–     HT : 35 %

–     GDS : 320 mg/dl

–     Leukosit : 11000/ul

–       LED : 30

5. Data Subjektif :

- klien mengatakan saat mengeluarkan rantingnya menggunakan jarum pentul


akhirnya luka menjadi meluas sejak 3 minggu.

Data Objektif :

- Klien menggunakan terapi OHO (hipoglikemi oral)


6. Data Subjektif :

- Klien mengatakan di rumah luka di rawat dengan merendam pada larutan rivanol

Data Objektif :

- Klien menggunakan Menformin namun tidak teratur

7. Data Subjektif :

- Klien mengatakan  minta dibantu ke kamar mandi untuk kebutuhaneliminasi

Data Objektif :

- Perawat menginformasikan agar klien sementara tidak turun dari tempat tidur karena
ada luka dikakinya

J. ANALISA DATA
NO DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
1 DS: Gangguan perfusi Diabetes
1 jaringan perifer Melitus
1.      Klien mengatakan berprofesi sebagai

KELOMPOK 4 43
pembuat meja kayu

2.      klien mengeluh terdapat luka pada


plantar kaki kiri yang lambat
sembuhnya.

3.      klien mengatakan luka timbul tanpa di


sadari.

4.      klien mengatakan merasa menginjak


serpihan rotan dan bagian kecil kayu
masuk kedalam kulit kaki

5.      klien mengatakan saat mengeluarkan


kayunya menggunakan jarum pentul
akhirnya luka menjadi meluas sejak 3
minggu.
2
6.      Diagnosa medis : DM Tipe2 sejak
Kerusakan Perubahan
DS : integritas kulit hormonal
1.      Klien mengatakan berprofesi sebagai
pembuat meja kayu
2.  klien mengeluh terdapat luka pada
plantar kaki kiri yang lambat sembuhnya.
3.  klien mengatakan luka timbul tanpa di
sadari.
4.      klien mengatakan merasa menginjak
serpihan rotan dan bagian kecil kayu masuk
kedalam kulit kaki
5.      klien mengatakan saat mengeluarkan
kayunya menggunakan jarum pentul
akhirnya luka menjadi meluas sejak 3 minggu.
6.      Diagnosa medis : DM Tipe2 sejak 5
tahun yang lalu

DO :

1.      Kulit kaki terlihat kering , fissure,


callus, drainage luka, purulent, bau

2.      Tercium bau

KELOMPOK 4 44
3.      Hasil pemeriksaan lab :

–          Albumin serum : 2,3 mg/dl

–          HB : 11 mg/dl

–          HT : 35 %

–          GDS : 320 mg/dl

–          Leukosit : 11000/ul

–          LED : 30
3
Risiko Infeksi
Tingginya
DS :
kadar
1. Perawat menginformasikan agar klien
glukosa
sementara tidak turun dari tempat tidur
darah
karena ada luka dikakinya
2.     klien mengatakan merasa menginjak
serpihan rotan  dan bagian kecil kayu masuk
kedalam kulit kaki .
3.     klien mengatakan saat mengeluarkan
kayunya menggunakan jarum pentul
akhirnya luka menjadi meluas sejak 3 minggu.
4.     Klien mengatakan di rumah luka di
rawat dengan merendam pada larutan rivanol

DO :

1.      Kulit kaki terlihat kering , fissure,


callus, drainage luka, purulent, bau

2.      Tercium bau

3.      Permukaan kulit teraba hangat

4.      Hasil pemeriksaan lab :

–          GDS : 320 mg/dl

–          LED : 30

4 5.      Diagnose medis DM Tipe 2 sejak 5


KELOMPOK 4 45
tahun yg lalu Hambatan Gangguan
mobilitas fisik metabolisme
DS :
1.      Klien mengatakan  minta dibantu ke
kamar mandi untuk kebutuhan eliminasi

DO :

1.     Perawat menginformasikan agar klien


sementara tidak turun dari tempat tidur
karena ada luka dikakinya

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kerusakan integritas kulit b.d perubahan hormonal


2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d diabetes mellitus
3. Risiko infeksi b.d tingginya kadar glukosa darah
4. Hambatan mobilitas fisik b.d Gangguan metabolisme

KELOMPOK 4 46
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama pasien : Tn “T ” Kelompok : 4

Ruang : Baji Kamase

No.RM :

No Hari/Tgl Tujuan dan kriteria Intervensi


Diagnosa Hasil

1. Kerusakan Setelah dilakukan 1.   Pengecekan kulit


integritas kulit tindakan keperawatan
1.      Periksa kulit dan selaput
b.d perubahan 7×24 jam masalah
lendir terkait dengan adanya
hormonal kerusakan integritas
kemerahan, kehangatan
kulit teratasi, dengan
ekstrim,edema atau drainase
kriteria :
1.      Tidak ada
2.      Monitor warna dan suhu
drainase purulen
kulit
2.      Tidak ada
KELOMPOK 4 47
peningkatan suhu kulit
3.      Lakukan langkah-langkah
3.      Tidak ada bau
untuk mecegah kerusakan lebih
luka
lanjut misalnya: melapisi Kasur,
4.      Ukuran luka
menjadwalkan reposisi.
berkurang
5.      Hasil lab :
Perawatan luka
Leukosit : 5000-
10000 / mm3 1.      Angkat balutan dan plester
perekat
LED : <20mm/jam
2.      Monitor karakteristik luka,
Albumin : 3,4-5,4 g/DL
termasuk drainase warna,ukuran
dan bau
HT : 37-43%

3.      Bersihkan dengan normal


saline atau pembersih yang tidak
beracun dengan tepat

4.      Berikan perawatan ulkus


pada kulit yang diperlukan

5.      Oleskan salep yang sesuai


dengan luka atau lesi

6.      Berikan balutan yang sesuai


dengan jenis luka

7.      Perkuat balutan


luka,pertahankan teknik balutan
steril ketika melakukan
perawatan luka

8.      Ganti balutan sesuai dengan


jumlah eksudat dan drainase

9.      Periksa luka setiap kali


KELOMPOK 4 48
perubahan balutan dengan cairan
yang sesuai
 

Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi : isufisiensi


 
tindakan keperawatan vena
2
Ketidakefektifan 7×24 jam masalah
1.      Periksa denyut nadi
perfusi jaringan gangguan perfusi jaringan
perifer,edema, waktu pengsian
perifer b.d teratasi, dengan kriteria :
kapiler,warna, dan suhu
diabetes
1.      Suhu kulit dalam
mellitus 2.      Inspeksi kulit untuk adanya
batas normal
luka pada arteria tau kerusakan

2.      Turgor kulit elastis jaringan

3.      Tekstur kulit lembut 3.      Ubah posisis pasien


setidaknya setiap 2jam
4.      Integritas kulit tidak
terganggu 4.      Instruksikan pasien
mengenai factor-faktor yang
5.      Hasil lab : mengganggu sirkulsi
darah(misalnya:merokok,pakaian
Hb : 14 – 16 gr/dL
ketat, terlalu lama pada suhu

GDS: <200 mg/dL dingin)

5.      Instruksikan pasien


mengenai perawatan kaki yang
tepat

6.      Pelihara hidrasi yang


memadai untuk menurunkan
kekentalan darah kemudian
lakukan perawatan luka

Perawatan sirkulasi : insufisiensi


vena

KELOMPOK 4 49
1.      Lakukan penilaian sirkulasi
perifer secara komprehensif
misalnya: mengecek nadi
perifer,edema,waktu pengisian
kapiler,warna dan suhu kulit.

Kolaborasi:
1. Kolaborasi dengan dokter
pemberian metformin sesuai
indikasi
Kontrol infeksi
Setelah dilakukan
tindakan 1.      Bersihkan lingkungan
keperawatan 2×24 dengan baik setelah digunakan
jam masalah untuk setiap pasien
3. Risiko infeksi
resiko infeksi
2.      Ganti peralatan perawatan
teratasi, dengan
perpasien sesuai protocol institusi
kriteria :
.
1.      Hasil lab :
3.      Ajarkan cara cuci tangan
Leukosit : 5000- bagi tenaga kesehatan
10000 / mm3
4.      Pastikan teknik perawatan
LED : <20mm/jam luka yang tepat

GDS : <200  

2.      Tidak ada


kemerahan Perlindungan infeksi

3.      Tidak ada 1.      Monitor adanya tanda dan


peningkatan suhu gejala infeksi sistemik dan local
kulit
2.      Monitor kerentangan

KELOMPOK 4 50
4.      Tidak terasa
terhadap infeksi
nyeri

3.      Monitor hitung mutlak


granulosit,WBC dan hasil-hasil
diferensial

4.      Anjurkan asupan cairan


dengan tepat

5.      Tingkatkan asupan nutrisi


yang cukup .

Setelah dilakukan
tindakan Terapi latihan ambulasi
keperawatan
selama 3x24jam, 1.      Tempatkan saklar posisi

masalah hambatan tempat tidur yang mudah di

mobilitas fisik jangkau


4.
teratasi. Dengan
2.      Bantu pasien untuk duduk
Hambatan kriteria hasil :
mobilitas fisik di sisi tempat tidur untuk
b.d gangguan
1.      Tidak ada memfasilitasi penyesuaian sikap
metabolisme
nyeri sendi tubuh

2.      Otot tidak Peningkatan mekanika tubuh

kaku
1.      Bantu pasien/keluarga

3.      Ekstremitas untuk mengidentifikasikan

klien dapat latihan postur (tubuh) yang

digerakan secara sesuai

penuh
2.      Bantu pasien untuk

4.      Dapat melakukan latihan fleksi untuk

melakukan menfasilitasi mobilisasi

perpindahan punggung,sesuai indikasi

KELOMPOK 4 51
3.      Bantu untuk menghindari
duduk dalam posisi yang sama
dalam jangka waktu yang lama

Kolaborasi :

1.      Dengan fisioterapi dalam


mengembangkan peningkatan
mekanika tubuh, sesuai indikasi

BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan pengkajian dan memberikan asuhan keperawatan pada Tn.T


dengan gangguan system Endokrin : Ulkus Diabetik di ruang perawatan Baji Kamase tanggal
9 November 2020 kemudian akan diperbandingkan adanya kesenjangan antara teori dan
praktek dalam ruang lingkup asuhan keperawatan dan pengkajian samapai evaluasi.

A. Pengkajian

Merupakan tahap awal dalam mengumpulkan data pada klien. Pada tahap pengkajian
pada Tn.T yang menjadi sumber informasi dalam pengumpulan data adalah klien, dan
keluarganya di ruang perawatan Baji Kamase.

KELOMPOK 4 52
B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus dengan gangguan yaitu :


Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan perubahan hormonal,
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan diabetes melitus,
Resiko infeksi berhubungan dengan tingginya kadar glukosa darah, dan hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan metabolisme.

C. Rencana Asuhan Keperawatan

Rencana keperawatan disusun berdasarkan landasan teori yang disesuaikan dengan


kondisi klien berdasarkan masalah yang ditemukan pada saat pengkajian.

D. Implementasi

Pelaksanaan implementasi dilakukan selama 2 hari dan sesuai dengan intervensi


yang ada. Adapun dalam pelaksanaan implementasi ada diagnosa keperawatan yang
belum berhasil maka akan ditindak lanjuti sesuai dengan perkembangan klien.

E. Evaluasi

Langkah akhir dan proses keperawatan adalah evaluasi untuk menilai sejauh
mana keberhasilan asuhan keperawatan yang telah diberikan pada klien. Berdasarkan
hasil evaluasi yang dilakukan oleh penulis pada tanggal 10 November 2020 dapat
disimpulkan bahwa 4 diagnosa keperawatan yang diangkat semua masalah belum
teratasi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

KELOMPOK 4 53
Setelah melaksanakan praktek profesi peminatan Perawatan Luka ( Ulkus
Diabetik ) terhadap klien dengan gangguan Metabolisme karbohidrat khususnya pada
Tn.T di ruang perawatan Baji Kamase, saya menyimpulkan sebagai berikut :

1. Dalam penerapan asuhan keperawatan secara sistematis dari pengkajian sampai


evaluasi pada Tn.T dengan gangguan system Endokrin ditemukan 4 diagnosa, yaitu :
Kerusakan Integritas kulit, Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, Resiko infeksi,
dan hambatan mobilitas fisik.

2. Setelah dilakukan implementasi terhadap masalah-masalah keperawatan diatas dan


dilakukan evaluasi kurang lebih 1 jam, 4 masalah yang diangkat semua belum
teratasi.

B. Saran

1. Pelaksanaan asuhan keperawatan akan berhasil apabila ada kerjasama yang baik
antara sesama perawat, tim medis dan tenaga kesehatan lainnya karena itu
hendaknya kerjasama yang baik senantiasa dipelihara dan terus dipertahankan.

2. Dalam peningkatan kualitas Ners dalam praktek profesi keperawatan bagian


peminatan Perawatan Luka, disarankan kepada tim profesi keperawatan Perawatan
Luka baik yang ada pada institusi maupun yang ada di lahan agar bimbingan skill
secara nyata dan langsung serta berkesinambungan dilahan praktek agar lebih
ditingkatkan lagi untuk pencapaian target seperti yang diharapkan. Dengan
demikian akan meningkatkan profesionalitas mahasiswa dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Price, A.S (1995). Patofisologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (edisi 4),
Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. (2002). Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8.
Jakarta: EGC
Doenges, M.E.et all. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. (edisi 3). Jakarta: EGC

KELOMPOK 4 54
Evelyn C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi; untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia

Mayfield JA, Reiber E, Sanders LJ, Janisse D, Pogach LM. Preventive foot care in
people with diabetes. 1998.

Rizky Loviana Roza, Rudy Afriant, Zulkarnain Edward .2015. Jurnal Kesehatan
Andalas.

(Smeltzer dan Bare, buku ajar keperawatan medical bedah 2001: 1220)

Syaifuddin (2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3),


Jakarta: EGC

SILMAN, RM. DIABETIK ULSER. CITED JUN 2008. AVAILABLE at: URL
http://www.emedicine.com

Langi, Yuanita A. 2011. Penatalaksanaan Ulkus Kaki Diabetes Secara Terpadu. Jurnal
Biomedika. Vol 3 (2). Hal: 97

Kartika, Ronald W. 2015. Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. CDK-
230. Vol 42 (7). Hal: 549-550

(Lipsky, Benjamin A, dkk. 2012. Infectious Disease Society of America Clinical


Practice Guideline for the Diagnoses and Treatment of Diabetic Foot Infections. CID.
2012:54)

KELOMPOK 4 55

Anda mungkin juga menyukai