Laporan Pendahuluan Postoperasi
Laporan Pendahuluan Postoperasi
POSTOPERASI
DISUSUN OLEH :
17061032
FAKULTAS KEPERAWATAN
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
POST OPERASI
C. Jenis Anastesi
Menurut Keat Sally 2013, pasien yang mengalami pembedahan akan menerima salah satu
anastesi dari tiga jenis anastesi, yaitu sebagai berikut :
a. Anastesi umum
Pasien yang mendapatkan anastesi umum akan kehilangan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi otot akan mempermudah manipulasi anggota tubuh. Pasien
juga mengalami amnesia yang terjadi selama pembedahan. Pembedahan yang
menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor dan membutuhkan
manipulasi jaringan yang luas (keat sally,2013).
b. Anastesi regional
Anestesi regional adalah anestesi local dengan menyuntikan agen anestesik disekitar
saraf sehingga area yang disarafi teranastesi (Smeltzer 2003). Infiltrasi obat anestesi
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Keat sally, 2013) :
1. Anestesi spinal dimasukan ke dalam cairan serebrospinal pada ruang sub
arachnoid spinal dilakukan dengan pungsi lumbal. Anestesi akan menyebar dari
ujung prosesus sipoideus ke bagian kaki.
2. Anestesi epidural lebih aman dari pada anestesi spinal karena obat disuntikan ke
dalam epidural diluar durameter dan kandungan anestesinya tidak sebesar anestesi
spinal. Karena menghilangkan sensasi didaerah vagina dan perineum, maka
anestesi epidural merupakan pilihan terbaik dalam proses kebidanan.
3. Anestesi kaudal merupakan jenis anestesi epidural yang diberikan secara local
pada dasar tulang belakang. Efek anestesinya hanya mempengaruhi daerah pelvis
dan kaki.
c. Anastesi local
Anestesi local menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan. Obat
anestesi menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Pasien
akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motoric dan otonom (Keat
Sally,2013).
Sedangkan berdasarkan cara pemberiannya, obat anestesi dibagi atas anestesi inhalasi
dan anestesi intravena :
a. Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi konvesional seperti eter, siklopropan, dan kloroform toksik .
b. Anestesi intravena
Beberapa obat anestesi diberikan secara intravena baik tersendiri maupun dalam
bentuk kombinasi dengan anestesik lainnya untuk mempercepat tercapainya stadium
anestesi ataupun sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat. Termasuk
dalam anestesi intravena yaitu : barbiturate (thiopental, metoheksital),
benzodiazepine ( midazolam, diazepam),opioid (neuroleptic), dll.
1. Syok
Syok adalah kompilkasi pasca operasi yang paling serius. Digambarkan sebagai tidak
memadainya oksigenasi selular . Meskipun terdapat banyak jenis syok, definisi dasar
tentang syok secara umum berpusat pada suatu ketidakadekuatan aliran darah ke
organ-organ ini untuk menggunakan oksigen dan nutrien lain.
2. Hemorhagi (perdarahan)
Hemorhagi dikelompkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Hemorhagi primer : terjadi pada waktu pembedahan
2) Hemorhagi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan
pembuluh darah yang tidak terkait.
3) Hemorhagi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan karena pembuluh
darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi
oleh selang drainage.
3. Trombosis vena profunda (TVP)
Adalah trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial. Dua
komplikasi serius dari TVP adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
4. Embolisme pulmonal
Suatu embolus adalah benda asing (bekuan darah, udara, lemak) yang terlepas dari
tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran darah. Ketika embolus menjalar
kesebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyubat arteri pulmonal. Gejala
yang ditimbulkan mendadak dan sangat tiba-tiba, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada
dada dan menjadi sesak napas, diaforetik, cemas dan sianosis, pupil dilatasi, nadi
menjadi cepat dan tidak teratur, kematian mendadak dapat terjadi.
5. Kompikasi pernapasan
Komplikasi pernapasan merupakan masalah yang paling sering dan paling sering
dihadapi oleh pasien bedah.
6. Retensi urine
Retensi urine dapat terjadi setelah segala prosedur pembbeddahan-pembedahan,
retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus, dan vagina dan
setelah hemiorafi dan pembedahan pada abdomen bagian bawah. Penyebabnya
diduga adalah spasme spinkter kandung kemih.
7. Kompikasi gastrointestinal
Kompikasi yang timbul akibat gangguan ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk,
tergantung pada letak dan keluasan pembedahan. Sebagai contoh, bedah mulut dapat
menyebabkan masalah mengunyah dan menelan, sehingga diet harus dimodifikasi
untuk bisa menyesuaikan kesulitan ini. Prosedur pembedahan lainnya, seperti
gastrektomi, reseksi usus halus, ileostomi dan kolostomi, mempunyai efek yang lebih
drastis pada sistem gastrointestinal dan membutuhkan pertimbangan diet yang lebih
mendalam.
1) Pasien yang belum sadar secara utuh atau belum pulih dari pengaruh anestesia,
posisi kepala diatur sedemikian rupa agar kelapangan jalan napas tetap adekuat
sehingga ventilasi terjamin.
2) Gerakan pada saat memindahkan pasien dapat menimbulkan atau menambah rasa
nyeri akibat tindakan pembedahan dan bisa terjadi dislokasi sendi.
3) Pada pasien yang sirkulasinya belum stabil bisa terjadi syok atau hipotensi.
4) Pasien yang dilakukan blok spinal, posisi penderita dibuat sedemikian rupa agar
aliran darah dari daerah tungkai ke proksimal lancar.
5) Yakinkan bahwa infus, pipa nasogastrik dan kateter urin tetap berfungsi dengan
baik atau tidak lepas.
6) Mendorong bed pasien dengan baik dan tidak tergesa-gesa karena hal tersebut
dapat mengakibatkan rasa nyeri dari daerah bekas operasi, perubahan posisi
kepala, sehingga dapat menimbulkan masalah ventilasi, muntah atau regurgitasi,
dan kegoncangan sirkulasi.
Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan (Post op), yaitu :
Status kesadaran pasien, kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan TTV,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskuler, dan lokasi pembedahan disekitarnya.
1) Meningkatkan proses penyembuhan luka serta dalam memanagemen nyeri dapat
dilakukan dengan cara merawat luka, dan memperbaiki asupan makanan yang
tinggi protein dan vitamin C yang dapat membantu pembentukan kolagen dan
mempertahankan integritas dinding kapiler.
2) Mempertahankan Sistem Respirasi pasien yang utuh dengan cara latihan nafas ,
yaitu tarik nafas yang dalam dengan mulut, tahan nafas selama 3 detik, kemudian
hembuskan.
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara memberikan
asupan cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh pasien dan monitor input serta
output dan mempertahankan asupan nutrisi yang cukup.
4) Mempertahankan eliminasi, dengan cara monitor output urine serta mencegah
terjadinya retensi urine
5) Mempertahankan aktifitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum
ambulatory.
6) Mengurangi kecemasan pada pasien dengan cara melakukan komunikasi secara
terapeutrik
- Adapun untuk monitoring pasca bedah berdasarkan priortas dan sistematis dapat
dilihat dari :
B1 : Breath : Sistem Pernafasan : Observasi jika adanya Obstruksi jalan
nafas, hipoventilasi, pneumo/ hematothorax, apnue, hipoksemia.
B2 : Bleed : Kardio Vaskuler : Observasi jika adanya Hipotensi,
Hipertensi, Bradicardi, distrhmia, infrak miocard.
B3 : Brain : Susunan Syaraf Pusat : Observasi jika adanya penururnan
kesadaran dan kejang
B4 : Bladder : Sistem Urogenital : Observasi anuguria, poliguri, oliguria,
dan hematuria.
B5 : Bowel : Sisem Trac. Digestivus : Observasi : Peningkatan /
penurunan peristaltic usus serta nyeri.
B6 : Bone : Tulang Kerangka
- Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka Pasca Operasi
Yang harus diperhatikan pada perawatan luka Pasca Op yaitu membersihkan dan
membalut luka yang memiliki tepian kulit yang berada dalam aposisi yang baik maka
hal tersebut dapat memicu kesembuhan yang cepat, dengan cara mengurangi resiko
infeksi. Pengkajian luka harus memperhatikan kondisi klinis pasien, waktu dan sifat
operasi serta tampilan luka. Dalam perawatan luka, untuk membalut kembali luka
tersebut maka harus memperhatikan pembersihan luka sebagai berikut :
1. Membersihkan debris luka
2. Membuang jaringan yang mengelupas atau jaringan nekrosis.
- Kemudian dalam prosedur untuk membuka jahitan , klip , atau staples dilakukan
sesuai dengan hasil pengkajian pada luka. Jahitan dapat dibuka jika luka sudah
sembuh, sering kali 5 – 10 hari post operasi. Jahitan yang dibiarkan terlalu lama dapat
memperhambat penyembuhan luka. Dalam membuka jahitan luka post op meskipun
set pembuka / gunting dalam keadaan steril, tetapi prosedur terkadang hanya bersifat
bersih, dengan menggunakan sarung tangan. Bengkok untuk meletakan klip / staples
sehingga dapat dibuang dengan benar.
Mengangkat jahitan memiliki tujuan yaitu untuk memastikan bahwa tidak ada
bagian luar jahitan yang tertarik kedalam :
1. Angkat dan tahan bagian luar jahitan menggunakan pingset pada tangan non
dominan
2. Dengan tangan dominan, potong benang dibawah simpul sedekat mungkin dengan
kulit menggunakan gunting atau pemotong jahitan
3. Cabut secara perlahan benang dari kulit
- Prosedur untuk melepas staples :
1. Pegang pembuka staples seperti sebuah gunting
2. Masukan bagian bawah bilah ke bawah staplest
3. Tekan gagang pembuka klip secara bersamaan, staples akan terangkat dari kulit
4. Angkat dengan hati – hati
- Beberapa perawatan luka Post op yang dilakukan :
1. Post chemical peeling dan dermabrasi :
a. Pada superficial resurfacing umumnya tidak melewati epidermis.
Biasanya timbul eritem ringan dan deskuamasi 14 hari kemudian.
Mencuci muka dengan sabun yang ringan secara teratur, memakai
pelembab secara rutin dan tabir surya selama periode penyembuhun.
b. Pada medium-depth and deep resurfacing, terjadi edem hebat yang
menghilang perlahan-lahan. Eritem yang timbul menandakan proses
remodeling kolagen. Occlisive dressing tidak diperlukan karena epidermis
tidak terangkat selama intraoperatif, dan berfungsi sebagai suatu
biologic dressing sampai peeling terjadi. Pasien diinstruksikan
mengkompres daerah tersebut dengan air hangat 4 x sehari kemudian
diolesi emolien. Dapat juga digunakan larutan asam asetat 0,25% untuk
mengkompres karena larutan yang sedikit asam bersifat fisiologik
untuk penyembuhan jaringan dan bersifat debridant ringan juga
mempunyai efek anti bakterial, terutama Pseudomonas dan organisme
negatif Gram. Occlusive emolient seperti petrolatum, Aquaphor, ktim
Eucerin, akan mempercepat proses re-epitelisasi. Emolien juga
membantu dalam debridemenl luka, mencegah pembentukan krusta dan
infeksi. Karena edem, dapat diberi aspirin atau obat anti-inflamasi
nonsteroid (NSAID) sebelum dan sesudah operasi. Skedul follow-up visit
yang teratur diperlukan untuk memonitor kelainan post operatif. Pada
prosedur deep resurfacing, follow-up dilakukan sehari kemudian dan
beberapa kali follow-up dalam seminggu. Setiap visit pasien
diinstruksikan untuk merawat luka seperti pada medium-depth
resurfacing, hanya eritem dan edem yang terjadi lebih hebat dan
menetap. Dapat diberikan NSAID, atau injeksi steroid intra muskulur
pada hari perlama post operatif. Pruritus dapat terjadi dalam periode
penyembuhan. Hal ini dapat dikurangi dengan pemakaian emolien, ice
pack, NSAID, dan anti histamin. Milia yang timbul diatasi dengan
ekstraksi menggunakan jarum.
c. Pada prosedur medium-depth antl deep resurfacing secaramanual
dengan dermasanding atau dermabrasion karena tidak rnenghasilkan
residual epidermis, jadi diperlukan occlusive dressing atau occlusive
biosynthelic dressing yang dioleskan segera setelah prosedur dan diganti
setiap hari. selama 2 - 3 hari post operatif. Muka dibersihkan dengan
kompres saline dan olesi pelembab dengan iidi kapas. Prosedur ini
membutuhkan analgesia dan sedasi. Pasien diinstruksikan secara teratur
mengoleskan salaf di sekitar mulut dan kelopak mata. Occlusive
biosynthelic dressing ( juga digunakan setelah Baker-Gordon phenol peel)
akan meningkatkan sintesis kolagen, mempercepat re-epitelisasi,
mengurangi perasaan kurang nyaman dan tidak perlu dilakukan kompres
berulang oleh pasien selama hari pertama post operatif.
Hari ketiga setelah deep mechanical atau chemical resurficing, pasien
merawat luka secara terbuka, mengompres muka dengan asam asetat
0,25% 4 - 6 x sehari selanjutnya diolesi dengan salaf. Pada hari ke 7 - 14
post operatif, re-epitelisasi biasanya sudah komplit dansalaf diganti
dengan krim seperti krim Eucerin. Hindari sinar matahari selama 3 - 6
bulan. Pasien dapat menggunakan tabir surya dan terapi retinoid
beberapa minggu setelah reepitelisasi.
2. Post sclerotherapy dan umbulatory phlebectomy :
Post operative compression sangat penting pada managemen insufisiensi
vena. Post operatif, diaerah tersebut dibersihkan dan diolesi salep antibiotik.
Kaki kemudian ditutup dengan perban dan dibalut dengan elastic
compression dressing mulai dari dorsum kaki sampai ke bokong. Dressing
ini membantu hemostasis sehingga mengurangi edem pada kaki dan tungkai
dan mempercepat penyembuhan luka. Bandage diganti 24 -48 jam kemudian
dan secara bertahap dipakai compression stocking selama 2 - 4 minggu.
Pasien dianjurkan untuk berjalan, untuk membantu membentuk tekanan pada
bebat, sehingga menimbulkan fungsi normal memompa otot betis dan
mengurangi komplikasi tromboembolik dan pasien dapat kembali berjalan
secara normal.
3. Post liposuction :
Pada tempat masuk kanula, umumnya dibiarkan terbuka, tidak dijahit. Bila
dijahit cenderung menimbulkan edem, bruising dan sedikit jaringan yang keluar
dari subkutaneus. Daerah tersebut dapat diolesi salaf antibiotik dan ditutup
dengan absorbent pads. Saat ini banyak absorment pads yang tersedia yang dapat
menyerap cairan yang banyak. Alternatif dapat dipakai diaper atau sanitary
napkins. Selanjutnya beberapa lapis absorbent pads direkatkan dengan plester,
setelah itu digunakan compression garment atau compression bandage. Ini
bertujuan untuk mengurangi bruising dan edem didaerah insersi kanul. Penting
untuk menggunakan compression segera setelah liposuction. Kebanyakan cairan
masih keluar 24-48 jam setelah liposuction. Absorptive pads dan bandage
diganti setiap hari. Latihan ringan dapat dimulai 24 – 48 jam setelah liposuction.
Penting melakukan aktifitas setelah liposuction. Gerakan ini mempercepat
pengeluaran cairan dan re-modeling jaringan subkutaneus. Sering timbul
pembengkakan dan perasaan kurang kenyal dibawah kulit dan sensasi yang
kurang. Hal ini biasanya pulih setelah 4-6 minggu. Juga disampaikan pada
pasien bahwa hasil akhir belum tampak sebelum 6-12 bulan dan perbaikan
bentuk terjadi secara bertahap. Pasien kontrol sehari sehari setelah liposuction.
Hal ini penting untuk mencek masalah pada pasien. Kunjungan selanjutnya 1
minggu kemudian. Pasien dianjurkan melakukan latihan dan mempunyai
kebiasaan hidup yang sehat. Follow-up berikutnya 3 bulan dan 6 bulan
kemudian.
4. Post flaps :
Perawatan post flaps bervariasi. Ada yang mengganti dan membersihkan luka
sekali sehari dan ada yang beberapa kali sehari. Ada juga yang menggunakan
bandage dan dibuka 1-2 hari kemudian dan membiarkan benang kontak dengan
udara. Ada juga yang menggunakan bandage selama seminggu. Penting
mencegah perdarahan post operatif. 48 jam pertama adalah periode terjadinya
perdarahan dan timbul hematom. Untuk mengurangi komplikasi ini, penting
dilakukan hemostatis intra operatif dan gunakan pressure garments atau plester
untuk menekan luka. Hal ini tidak diperlukan lagi setelah 24-48 jam. Pada pasien
dengan resiko perdarahan, pemakaian pressure garment dapat lebih lama. Hal ini
yang penting adalah mencegah terjadinya infeksi, melindungi jaringan flap
terhadap lingkungan seperti kontaminasi, trauma fisik, temperatur yang ekstrim,
gerakan yang berlebihan, regangan pada jahitan dan radiasi UV. Dalam hal ini
yang terbaik adalah dengan menutup luka.
Pada reconstruction flap, bandage yang ringan diletakkan diatas salaf antibiotik
yang dioleskan diatas incision lines dan diatasnya ditutup dengan plester
hipoalergenik atau absorbent gauze diletakkan diatas bandage pertama kemudian
diplester, hal ini akan memberi tekanan kebawah. Bandage tidak boleh basah
selama 1 minggu. Bandage kedua diganti 24-48 jam setelah operasi dan biarkan
bandage pertama tetap pada tempatnya selama seminggu. Pasien kontrol
seminggu kemudian untuk mengganti bandage, membuka jahitan dan
mengevaluasi luka apakah ada hematom atau infeksi. Kulit dibersihkan dan
diolesi salaf antibiotika, ditutup perban dan plester hipoalergenik selama 1
minggu dan diganti lagi seminggu kemudian. Selanjutnya jika ada masalah
pasien disarankan untuk kedokter. Evaluasi akhir yaitu 3 bulan kemudian. Revisi
minor mungkin saja diperlukan untuk hasil estetik dan fungsional yang optimal.
5. Post graft :
Setelah pressure dressing diangkat, pasien disarankan mengikuti instruksi
perawatan luka secara hati-hati. Daerah donor dan sekitarnya dibersihkan secara
hati-hati dengan hidrogen perioksida kemudian diolesi salaf antibiotik 2x sehari.
Jaringan graft jangan diganggu sampai dressing diangkat 1 minggu kemudian
dan seluruh jahitan dibuka kemudian dapat diberi steri-strips. Idealnya graft
berwarna pink. Tapi warna graft dapat bervariasi dari pink, merah, biru tua atau
ungu bergantung luasnya revaskularisasi graft. Pasien harus memperhatikan
mengenai perubahan warna ini. Kebiruan suatu tanda adanya ekimosis dan
bukannya kegagalan graft. Hitam berarti nekrosis. Setelah benang diangkat,
krusta dibersihkan dengan hidrogen perioksida, kemudian diolesi vaselin atau
salaf antibiotik. Pasien dinasehati bahwa suplai vaskular dari graft masih rapuh
sampai beberapa minggu, jadi hindari trauma seperti menyiram luka secara
langsung waktu mandi dan aktifitas yang berlebihan selama 1-2 minggu. Pada
split thickness skin graft : selama 24 jam pertama, banyak cairan serosanguinus
menumpuk dibawah dressing donor. Beritahu pasien menganai hal ini sehingga
tidak mengagetkan. Jika hal ini terjadi dapat dilakukan drainage dan berikan
dressing baru. Dressing dibiarkan pada tempatnya sampai penyembuhan
sempurna. Bergantung ketebalan graft, re-epitelisasi sempurna terjadi dalam 7-
21 hari.
6. Post operasi kuku :
Dressing yang tepat dapat mengurangi nyeri, berdenyut-denyut dan komplikasi
post operatif. Salaf antibiotika dioleskan pada tempat operasi dan ditutup dengan
non-stick dressing seperti vaseline gauze atau telfa. Dressing yang tebal
digunakan untuk menyerap cairan dan berfungsi sebagai pelindung. Dressing
dan plester tidak boleh terlalu ketat untuk mecegah edem. NSAID dan analgesik
dapat membantu perasaan kurang nyaman dan inflamasi. Jaga dressing agar
tetap kering. Untuk mengurangi nyeri, pasien disarankan berbaring selama 24-48
jam dan kaki ditinggikan 30 derajat. Perdarahan pada dressing menyebabkan
bandage lengket pada tempat operasi. Sebelum bandage diangkat, sebaiknya
bandage direndam dulu, misalnya dengan klorhensidin untuk melonggarkannya
dan mengurangi perasaan tidak nyaman.
7. Post mosh surgery :
Second intetion healing biasanya dilakukan pada luka yang cekung dengan hasil
kosmetik yang bagus, juga digunakan pada tumor yang rekuren. Bersihkan luka
2x sehari dengan saline atau air sabun dan oleskan salaf antibiotik atau jeli
petroleum, ditutup dengan non-adherent dressing selama 3-6 bulan waktu
penyembuhan. Pada operasi yang luas antibiotik dapat diberikan sebagai
profilaksis. Jika ada nyeri beri asetaminopen atau analgesik.
Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan kondisi pasien
pasca operasi, perlu diperhatikan hal – hal berikut ini :
K. Pemulihan post op
Pemulihan pasien post operasi membutuhkan waktu rata-rata 45 menit, sehingga
pasien akan merasakan nyeri yang hebat rata-rata pada dua jam pertama sesudah operasi
karena pengaruh obat anastesi sudah hilang (Mulyono, 2008). Pasca pembedahan (pasca
operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75% penderita mempunyai pengalaman yang
kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat. (Sutanto, 2004 cit
Novarizki, 2009). Hal tersebut merupakan stressor bagi pasien dan akan menambah
kecemasan serta keteganggan karena rasa nyeri menjadi pusat perhatiannya. Tingkat dan
keparahan nyeri pasca operatif tergantung pada fisiologis dan psikologis individu dan
toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart, 2002)
Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan kebutuhan pasien dan
membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam
manajemen nyeri (Lawrence,2002). Menurut Simpson (2001), keahlian perawat dalam
berbagai strategi penanganan rasa nyeri adalah hal yang sangat penting, tapi tidak semua
perawat meyakini atau menggunakan pendekatan non farmakologis untuk menghilangkan
rasa nyeri ketika merawat pasien post operasi karena kurangnya pengenalan teknik non
farmakologis, maka perawat harus mengembangkan keahlian dalam berbagai strategi
dalam penanganan rasa nyeri. Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang
digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien.
Manajemen nyeri yang tepat haruslah mencakup penanganan secara keseluruhan, tidak
hanya terbatas pada pendekatan farmakologi saja, karena nyeri juga dipengaruhi oleh
emosi dan tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis besar ada dua manajemen
untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi.
Dan menurut International for Study of Pain (IASP)2012, mendefinisikan nyeri
sebagai situasi tidak menyenangkan yang bersumber dari area tertentu, yang disebabkan
oleh kerusakan jaringan dan yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu dari orang
yang bersangkutan. Nyeri bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri
yang sama (Potter&Perry, 2006).
Nyeri ada dua macam yaitu nyeri akut dan nyeri kronis, nyeri yang sering terjadi
pada post operasi adalah nyeri akut (Potter&Perry, 2006).Nyeri akut adalah pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan, nyeri akut muncul akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri post operasi yang dirasakan pasien dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain yaitu usia, jenis kelamin, perhatian, kebudayaan, makna
nyeri, ansietas, keletihan, gaya koping dan dukungan keluarga (Potter &Perry, 2006).
Apabila nyeri pada pasien post operasi tidak segera ditangani akan mengakibatkan proses
rehabilitasi pasien akan tertunda, hospitalisasi pasien menjadi lebih lama, tingkat
komplikasi yang tinggi dan membutuhkan lebih banyak biaya. Hal ini karena pasien
memfokuskan seluruh perhatiannya pada nyeri yang dirasakan (Smeltzer &Bare, 2008).
Nyeri post operasi memerlukan tindakan yang tepat. Maka dalam hal ini Peran
perawat dalam penatalaksanaan nyeri post operasi yaitu meliputi pengkajian nyeri,
memberikan tindakan mandiri perawat, kolaborasi dan evaluasi nyeri. Dalam pengkajian
nyeri pasien post operasi yang digunakan perawat yaitu mengkaji dengan instrumen
OPQRSTUV (onset, proviking, quality, region, severity, treatment, understanding, value)
(Tamsuri, 2007).Pentingnya perawat melakukan pengkajian nyeri adalah untuk
menentukan tindakan selanjutnya. Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan mengkaji
nyeri pasien, mengobservasi reaksi nonverbal pasien, menggunakan teknik komunikasi
terapeutik, mengontrol lingkungan pasien (Nursing Intervention and Classification
2013;Sandika et al,2015).
Dalam pemberian tindakan perawat dalam mengurangi nyeri, perawat dapat
memberikan tindakan non farmakologi dan farmakologi. Tindakan non farmakologi
meliputi mengkaji nyeri, memberikan tindakan, memonitor nyeri yang dirasakan pasien,
memberikan tindakan untuk mencegah komplikasi, mengedukasi pasien dan keluarga
(Yuceer, 2011). Sedangkan tindakan farmakologi yaitu perawat melakukan tindakan
kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian analgesik (Tamsuri, 2007).Tindakan perawat
lainnya adalah mengevaluasi kembali nyeri yangdirasakan pasien post operasi (Yuceer,
2011). Semua tindakan perawat ini sangat penting karena dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien post operasi (Sandika et al,2015).
ASUHAN KEPERAWATAN
POSTOPERASI
1. Pengkajian
a. Anamnesa
Identitas pasien seperti nama pasien, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat rumah,
No. RM. Sedangkan penanggung jawab (orang tua, keluarga terdekat) seperti
b. Riwayat Kesehatan
b. Pemeriksaan Fisik
1) B 1 : Breating (Pernafasan)
Untuk mengukur Pola napas, bunyi napas, bentuk dada simetris atau
tidak, ada atau tidak gerakan cuping hidung, ada atau tidak Cyanosis.
2) B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler/Sirkulasi)
4) B 4 : Bladder (Perkemihan)
Terpasang kateter urine atau tidak, urine (jumlah, warna), ada atau tidak
5) B 5 : Bowel (Pencernaan)
Rongga mulut ada lesi atau tidak, adanya dehidrasi atau tidak. Bising usus.
6) B 6 : Bone (Muskuloskeletal)
Warna kulit, suhu, integritas kulit, adanya lesi atau decubitus atau tidak.
c. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan radiografi
2) Urinalisa
4) Terapi Bedah
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi :
pengalaman nyeri.
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
Kriteria Hasil :
Intervensi :
(NIC, 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Ns.Fitrian Rayasari, M.Kep.,Sp.KMB.2018. Pre Operatif, Intra Operatif, Post Operatif Care
[PPT]. Jakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Nazwar Hamdani,
Edtor. Bantul (ID): MediAction