Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

POSTOPERASI

DISUSUN OLEH :

HELENA SINTHEA SERIN

17061032

FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS KATOLIK DE LA SALLE MANADO

2020

LAPORAN PENDAHULUAN
POST OPERASI

A. Definisi Post Operasi


Post Operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang dimulai saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya (Uliyah &
Hidayat , 2008). Tahap Pasca Operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan
bedah ke unit Pasca Operasi dan berakhir saat pasien pulang.

B. Jenis – Jenis Operasi


- Menurut fungsinya (tujuannya), Potter dan Perry (2006) membagi menjadi :
1. Diagnostik : Biopsi, laparotomy eksplorasi
2. Kuratif (ablative) : Tumor , appendikom
3. Reparatif : mamoplasti, perbaikan wajah
4. Rekonstruksi : mamoplasti, perbaikan wajah
5. Paliatif : menghilangkan nyeri
6. Transplantasi penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau struktur
tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).

- Menurut Luas atau Tingkat Resiko :


1. Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko
yg tinggi terhadap kehilangan hidup klien.
2. Minor
Operasi pada bagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi lebih
kecil dibandingkan dengan operasi mayor.

C. Jenis Anastesi
Menurut Keat Sally 2013, pasien yang mengalami pembedahan akan menerima salah satu
anastesi dari tiga jenis anastesi, yaitu sebagai berikut :
a. Anastesi umum
Pasien yang mendapatkan anastesi umum akan kehilangan seluruh sensasi dan
kesadarannya. Relaksasi otot akan mempermudah manipulasi anggota tubuh. Pasien
juga mengalami amnesia yang terjadi selama pembedahan. Pembedahan yang
menggunakan anestesi umum melibatkan prosedur mayor dan membutuhkan
manipulasi jaringan yang luas (keat sally,2013).
b. Anastesi regional
Anestesi regional adalah anestesi local dengan menyuntikan agen anestesik disekitar
saraf sehingga area yang disarafi teranastesi (Smeltzer 2003). Infiltrasi obat anestesi
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Keat sally, 2013) :
1. Anestesi spinal dimasukan ke dalam cairan serebrospinal pada ruang sub
arachnoid spinal dilakukan dengan pungsi lumbal. Anestesi akan menyebar dari
ujung prosesus sipoideus ke bagian kaki.
2. Anestesi epidural lebih aman dari pada anestesi spinal karena obat disuntikan ke
dalam epidural diluar durameter dan kandungan anestesinya tidak sebesar anestesi
spinal. Karena menghilangkan sensasi didaerah vagina dan perineum, maka
anestesi epidural merupakan pilihan terbaik dalam proses kebidanan.
3. Anestesi kaudal merupakan jenis anestesi epidural yang diberikan secara local
pada dasar tulang belakang. Efek anestesinya hanya mempengaruhi daerah pelvis
dan kaki.
c. Anastesi local
Anestesi local menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan. Obat
anestesi menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Pasien
akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motoric dan otonom (Keat
Sally,2013).

Sedangkan berdasarkan cara pemberiannya, obat anestesi dibagi atas anestesi inhalasi
dan anestesi intravena :

a. Anestesi inhalasi
Anestesi inhalasi konvesional seperti eter, siklopropan, dan kloroform toksik .
b. Anestesi intravena
Beberapa obat anestesi diberikan secara intravena baik tersendiri maupun dalam
bentuk kombinasi dengan anestesik lainnya untuk mempercepat tercapainya stadium
anestesi ataupun sebagai obat penenang pada penderita gawat darurat. Termasuk
dalam anestesi intravena yaitu : barbiturate (thiopental, metoheksital),
benzodiazepine ( midazolam, diazepam),opioid (neuroleptic), dll.

Anestesi memiliki efek samping, yaitu :


- Cukup sering terjadi : dengan angka kejadian 1:100 pasien, prosedur anestesi bisa
menyebabkan resiko efek samping berupa mual, muntah, batuk kering, mata kabur,
nyeri kepala, nyeri punggung, gatal – gatal, lebam diarea injeksi, dan hilangnya
ingatan sementara.
- Jarang : dengan angka kejadian 1:1.000 pasien, anestesi dapat menyebabkan infeksi
dada, inkontinensia urine, nyeri otot, perubahan mood.
- Sangat jarang : dengan angka kejadian 1: 10.000 pasien diantaranya dapat
menyebabkan cedera pada mata, alergi obat, cedera saraf, kelumpuhan dan kematian.

D. Komplikasi Post Operasi


Menurut Baradero (2008) komplikasi post operasi yang akan muncul antara lain
yaitu hipotensi dan hipertensi.Hipotensi didefinisikan sebagai tekanan darah rendah
(systole kurang dari 70 MmHg). Hipotensi disebabkan oleh hipovolemia yg diakibatkan
oleh perdarahan dan overdosis obat anestetika. Hipertensi disebabkan oleh analgesic dan
hypnosis yg tidak adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yg
tidak adekuat. Sedangkan menurut Majid (2011) Komplikasi Post Operasi adalah
perdarahan dengan manifestasi klinis yaitu gelisah , merasa haus, kulit dingin, nadi
meningkat, suhu tubuh turun,pernafasan cepat dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat
dan lemah.

Komplikasi yang dapat terjadi pada post operasi , antara lain :

1. Syok
Syok adalah kompilkasi pasca operasi yang paling serius. Digambarkan sebagai tidak
memadainya oksigenasi selular . Meskipun terdapat banyak jenis syok, definisi dasar
tentang syok secara umum berpusat pada suatu ketidakadekuatan aliran darah ke
organ-organ ini untuk menggunakan oksigen dan nutrien lain.

2. Hemorhagi (perdarahan)
Hemorhagi dikelompkan menjadi 3 jenis, yaitu:
1) Hemorhagi primer : terjadi pada waktu pembedahan
2) Hemorhagi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan
tekanan darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan
pembuluh darah yang tidak terkait.
3) Hemorhagi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan karena pembuluh
darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi
oleh selang drainage.
3. Trombosis vena profunda (TVP)
Adalah trombosis pada vena yang letaknya dalam dan bukan superfisial. Dua
komplikasi serius dari TVP adalah embolisme pulmonari dan sindrom pasca flebitis.
4. Embolisme pulmonal
Suatu embolus adalah benda asing (bekuan darah, udara, lemak) yang terlepas dari
tempat asalnya dan terbawa disepanjang aliran darah. Ketika embolus menjalar
kesebelah kanan jantung dan dengan sempurna menyubat arteri pulmonal. Gejala
yang ditimbulkan mendadak dan sangat tiba-tiba, nyeri seperti ditusuk-tusuk pada
dada dan menjadi sesak napas, diaforetik, cemas dan sianosis, pupil dilatasi, nadi
menjadi cepat dan tidak teratur, kematian mendadak dapat terjadi.
5. Kompikasi pernapasan
Komplikasi pernapasan merupakan masalah yang paling sering dan paling sering
dihadapi oleh pasien bedah.
6. Retensi urine
Retensi urine dapat terjadi setelah segala prosedur pembbeddahan-pembedahan,
retensi terjadi paling sering setelah pembedahan pada rektum, anus, dan vagina dan
setelah hemiorafi dan pembedahan pada abdomen bagian bawah. Penyebabnya
diduga adalah spasme spinkter kandung kemih.
7. Kompikasi gastrointestinal
Kompikasi yang timbul akibat gangguan ini dapat terjadi dalam beberapa bentuk,
tergantung pada letak dan keluasan pembedahan. Sebagai contoh, bedah mulut dapat
menyebabkan masalah mengunyah dan menelan, sehingga diet harus dimodifikasi
untuk bisa menyesuaikan kesulitan ini. Prosedur pembedahan lainnya, seperti
gastrektomi, reseksi usus halus, ileostomi dan kolostomi, mempunyai efek yang lebih
drastis pada sistem gastrointestinal dan membutuhkan pertimbangan diet yang lebih
mendalam.

E. Persiapan Post Operasi


Persiapan Post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan
intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan pasca anaestesi dan
berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada fase ini
lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini.
Pada persiapan post operasi akan terarah pada fase perawatan masa post operasi dan
dalam fase tersebut fokus pengkajian terarah pada :
- Efek dari agen anastesi
- Memantau fungsi vital
- Mencegah komplikasi

Dan intervansi keperawatan yang dapat dilakukan yaitu : meningkatkan kesembuhan


pasien, melakukan penyuluhan kesehatan kepada keluarga dan pasien, adanya perawatan
tindak lanjut dan rujukan untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta proses pemulangan
pasien.

Beberapa poin yang ada dalam persiapan post operasi yaitu :


- Pemindahan pasien dari kamar operasi
Pemindahan pasien dilaksanakan dengan hati-hati mengingat :

1) Pasien yang belum sadar secara utuh atau belum pulih dari pengaruh anestesia,
posisi kepala diatur sedemikian rupa agar kelapangan jalan napas tetap adekuat
sehingga ventilasi terjamin.
2) Gerakan pada saat memindahkan pasien dapat menimbulkan atau menambah rasa
nyeri akibat tindakan pembedahan dan bisa terjadi dislokasi sendi.
3) Pada pasien yang sirkulasinya belum stabil bisa terjadi syok atau hipotensi.
4) Pasien yang dilakukan blok spinal, posisi penderita dibuat sedemikian rupa agar
aliran darah dari daerah tungkai ke proksimal lancar.
5) Yakinkan bahwa infus, pipa nasogastrik dan kateter urin tetap berfungsi dengan
baik atau tidak lepas.
6) Mendorong bed pasien dengan baik dan tidak tergesa-gesa karena hal tersebut
dapat mengakibatkan rasa nyeri dari daerah bekas operasi, perubahan posisi
kepala, sehingga dapat menimbulkan masalah ventilasi, muntah atau regurgitasi,
dan kegoncangan sirkulasi.

- Serah terima pasien di ruang pulih


Menurut Brunner dan Suddarth bahwa dalam serah terima pasien pasca operatif
meliputi diagnosis medis dan jenis pembedahan, usia, kondisi umum, tanda-tanda
vital, jalan napas, obat-obat yang digunakan, masalah yang terjadi selama
pembedahan, cairan yang diberikan, jumlah perdarahan, informasi tentang dokter
bedah dan anesthesia.
Hal-hal yang perlu disampaikan pada saat serah terima adalah:
1) Masalah-masalah tatalaksana anesthesia seperti : resiko reflex vagal yang
merupakan suatu mekanisme tubuh yang ditimbulkan karena adanya rangsangan
terhadap saraf vagus. Saraf vagus adalah bagian dari 12 sistem saraf kepala yang
berfungsi dalam pengaturan berbagai macam organ yang ada dalam tubuh
manudia seperti jantung, paru – paru, kerongkongan dan juga organ pencernaan.
Saraf vagus ini merupakan saraf yang berfungsi dalam system saraf otomatis atau
disebut Autonomic Nervous System. Salah satu respond an reflex vasovagal ini
merupakan respon yang berefek pada jantung yang dapat mengakibatkan jantung
menjadi lebih lambat dalam memompa darah sehingga tekanan darah ikut turun
dan aliran darah yang sampai ke otak akan berkurang. Dan yang perlu juga
diperhatikan pada saat serah terima yaitu dan pengobatan dan reaksi alergi yang
mungkin terjadi.
2) Tindakan pembedahan yang dikerjakan, penyulit-penyulit saat pembedahan,
termasuk jumlah perdarahan.
3) Jenis anestesia yang diberikan dan masalah-masalah yang terjadi, termasuk cairan
elektrolit yang diberikan selama operasi, diuresis serta gambaran sirkulasi dan
respirasi.
4) Posisi pasien di tempat tidur.
5) Hal-hal lain yang perlu mendapatkan pengawasan khusus sesuai dengan
permasalahan yang terjadi selama anestesi/operasi.
6) Dan apakah pasien perlu mendapatkan penanganan khusus di ruangan terapi
intensif (sesuai dengan instruksi dokter)

F. Perawatan masa Post Operasi


Perawatan Post Operasi adalah untuk pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi
pasien kembali normal.periode post operatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada
ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal.
Perawatan Post Operasi adalah perawatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
setelah tindakan operasi sebagai tindak lanjut.
Pada perawatan post operatif perlu untuk Memberi dukungan pada pasien,
Menghilangkan rasa sakit, Antisipasi dan atasi segera komplikasi, proses penyembuhan
luka, pemenuhan nutrisi pada pasien , serta Memelihara komunikasi yang baik dengan
tim. Komunikasi yang tidak baik merupakan masalah yang sering menyebabkan
kegagalan dalam perawatan post operatif dan adanya Rencana perawatan. Menyesuaikan
perawatan dengan kebutuhan pasien. Setiap pasien membutuhkan modifikasi yang sesuai
dengan protokol perawatan, yang mempunyai problem unik tersendiri.
Perawatan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang tindih pada status fungsional
pasien. Fase pertama , stabilisasi perioperative yang menggambarkan perhatian para ahli
bedah terhadap permulaan fungsi fisiologi normal, utamanya pada system respirasi,
kardiovaskuler, dan saraf. Pada pasien yang berumur lanjut kemungkinan akan memiliki
komplikasi yang lebih banyak dan prosedur pembedahan yang lebih kompleks serta
periode waktu pemulihan yang lebih panjang. Periode ini meliputi pemulihan dari
anesthesia dan stabilisasi homeostatis , dengan permulaan intake oral. Biasanya periode
pemulihan 24 – 28 jam. Fase Kedua, Pemulihan postoperative biasanya berakhir 1 – 4
hari. Fase ini dapat terjadi di rumah sakit dan dirumah. Selama masa ini, pasien akan
mendapatkan diet teratur, ambulasi, dan perpindahan pengobatan nyeri dari parenteral ke
oral. Sebagian besar komplikasi post operasi bersifat sementara pada fase ini. Fase
ketiga, dikenal dengan istilah “kembali normal” , yang berlangsung pada 1 – 6 minggu
terakhir. Perawatan selama fase ini muncul secara primer dalam keadaan rawat jalan.
Selama fase ini, pasien secara gradual meningkatkan kekuatan dan beralih dari masa sakit
ke aktivitas normal.

 Pedoman Perawatan Post Operasi


Setelah Operasi selesai, pasien harus dalam pengawasan hingga sadar. Dalam hal ini
perawat berperan untuk menjaga agar Sistem Respirasi pasien tetap terkontrol. Pada
pasien Post operasi akan diberikan IVFD naCl 0,9% atau glukosa 5% , hal ini
dikarenakan setelah operasi pasien kehilangan sejumlah cairan sehingga perlunya
untuk menjaga keseimbangan cairan dengan bantuan IVFD yg ada agar tidak
terjadinya dehidrasi. Tetapi sebaliknya tetap harus dalam instruksi dokter agar cairan
yang diberikan tidak berlebihan agar tidak terjadinya edema paru. Akan tetapi pasien
yang menjalani operasi kecil biasanya tidak diberikan IVFD.

 Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan (Post op), yaitu :
Status kesadaran pasien, kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan TTV,
keseimbangan elektrolit, kardiovaskuler, dan lokasi pembedahan disekitarnya.
1) Meningkatkan proses penyembuhan luka serta dalam memanagemen nyeri dapat
dilakukan dengan cara merawat luka, dan memperbaiki asupan makanan yang
tinggi protein dan vitamin C yang dapat membantu pembentukan kolagen dan
mempertahankan integritas dinding kapiler.
2) Mempertahankan Sistem Respirasi pasien yang utuh dengan cara latihan nafas ,
yaitu tarik nafas yang dalam dengan mulut, tahan nafas selama 3 detik, kemudian
hembuskan.
3) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara memberikan
asupan cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh pasien dan monitor input serta
output dan mempertahankan asupan nutrisi yang cukup.
4) Mempertahankan eliminasi, dengan cara monitor output urine serta mencegah
terjadinya retensi urine
5) Mempertahankan aktifitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum
ambulatory.
6) Mengurangi kecemasan pada pasien dengan cara melakukan komunikasi secara
terapeutrik

- Adapun untuk monitoring pasca bedah berdasarkan priortas dan sistematis dapat
dilihat dari :
 B1 : Breath : Sistem Pernafasan : Observasi jika adanya Obstruksi jalan
nafas, hipoventilasi, pneumo/ hematothorax, apnue, hipoksemia.
 B2 : Bleed : Kardio Vaskuler : Observasi jika adanya Hipotensi,
Hipertensi, Bradicardi, distrhmia, infrak miocard.
 B3 : Brain : Susunan Syaraf Pusat : Observasi jika adanya penururnan
kesadaran dan kejang
 B4 : Bladder : Sistem Urogenital : Observasi anuguria, poliguri, oliguria,
dan hematuria.
 B5 : Bowel : Sisem Trac. Digestivus : Observasi : Peningkatan /
penurunan peristaltic usus serta nyeri.
 B6 : Bone : Tulang Kerangka

G. Tujuan Perawatan / pengawasan Post operasi


Tujuan perawatan post operatif adalah untuk menghilangkan rasa nyeri,
mengidentifikasi masalah – masalah dan mengatasinya sedini mungkin, seperti
didalamnya meliputi proses penyembuhan luka, kebutuhan nutrisi, dan sebagainya.
Mengantisipasi dan mencegah terjadinya komplikasi lebih baik dari pada sudah terjadi
komplikasi . Tujuan perawatan pasca operasi juga adalah pemulihan kesehatan fisiologi
dan psikologi. Adapun didalamnya yaitu tujuan dalam pengawasan terhadap anastesi
yang diberikan setelah operasi dilangsungkan.
Tujuan perawatan pasca anestesia yaitu untuk memulihkan kesehatan fisiologi dan
psikologi antara lain:

1) Mempertahankan jalan napas, dengan mengatur posisi, memasang sunction dan


pemasangan mayo/gudel.
2) Mempertahankan ventilasi/oksigenasi, dengan pemberiam bantuan napas melalui
ventilator mekanik atau nasal kanul.
3) Mempertahankan sirkulasi darah, dapat dilakukan dengan pemberian cairan plasma
ekspander.
4) Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien,
seperti kesadaran. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat pengaruh
anestesia sehingga perlu dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat
penting untuk dilakukan observasi terkait dengan kondisi perdarahan yang dialami
pasien.
5) Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output cairan. Cairan harus balance
untuk mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru
kelebihan cairan yang mengakibatkan menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin
terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
6) Mempertahankan kenyamanan dan mencegah resiko injuri
Pasien post anestesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko
besar untuk jatuh. Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side
railnya. Nyeri biasanya sangat dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan
yang tepat juga kolaborasi dengan medis terkait dengan agen pemblok nyerinya.

H. Penanganan Post Operasi


Pasien dengan masalah kesehatan membutuhkan perawatan post operatif dalam
ICU untuk mendapatkan ventilasi jangka panjang dan monitoring sentral. Ketika pasien
diserahterimakan kepada perawat , maka hal ini harus disertai dengan laporan verbal
mengenai kondisi pasien tersebut berupa kesimpulan operasi dan instruksi pasca operasi.
Instruksi pasca operasi harus sesuai dengan elemen berikut :
1. Tanda – tanda vital
Evaluasi tekanan darah, temperature, nadi, dan laju pernapasan dilakukan setiap 15 –
30 menit sampai pasien stabil kemudian setiap jam setelah itu paling tidak untuk
mengobservasi kembali paling tidak 4 – 6 jam. Beberapa perubahan yang ditemukan
secara signifikan harus dilaporkan sesegera mungkin.
2. Perawatan Luka
Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan meminimalkan
komplikasi serta biaya perawatan. Focus utama dalam penanganan luka adalah
dengan evakuasi semua hematoma dan seroma dan mengobati infeksi yang ada.
Perhatikan jika adanya perdarahan yang terlalu banyak dengan cara inspeksi lapisan
dinding abdomen atau perineal. Kemudian melakukan pemeriksaan hematocrit sehari
setelah pembedahan. Luka abdomen harus diinspeksi setiap hari. Dan pada umumnya
balutan luka jahitan pada kulit dilepaskan 3 – 5 hari Post Operasi dan digantikan
dengan steri – strips. Dan balutan luka ini harus diganti setiap hari dan diganti
menggunakan bahan hidrasi yang baik. Pada luka yang nekrosis , digunakan balutan
tipis untuk mengeringkan dan mengikat jaringan sekitarnya ke balutan dalam setiap
penggantian balutan.
3. Penanganan Nyeri
Pengontrolan nyeri dilakukan dengan menggunakan analgetik secara intravena atau
intatrakea utamanya untuk pembedahan abdomen terbuka.
4. Posisi tempat Tidur
Pasien post operasi biasanya ditempatkan pada posisi miring untuk mengurangi
inhalasi muntah atau mucus. Tetapi ada juga pasien post op yang dianjurkan dokter
untuk ada dalam posisi berbaring.
5. Selang Drainase
Jika pasien post op dianjurkan untuk menggunakan selang drainase , maka
Hubungkan bladder dengan kateter untuk system drainase berdasarkan gravitasi.
6. Penggantian Cairan
7. Diet
Tujuan utama dalam pemberian diet / nutrisi yang tepat setelah operasi adalah untuk
meningkatkan fungsi imun dan mempercepat penyembuhan luka yang meminimalisir
ketidakseimbangan metabolic. Nutrisi yang biasanya disarankan yaitu yang
mengandung protein tinggi , seperti : telur, ikan, daging. Karena protein sangat
diperlukan dalam proses penyembuhan luka.

I. Tanda – tanda Perdarahan Post Operasi


1. Penurunan TD (Normal : sistol 110/120 – 139 dan diastole : 70/80 – 90 MmHg
2. Meningkatnya nadi ( normal : 60 – 100x/m
3. Pucat
4. Kulit lebih dingin dan lembab dari biasanya terutama tangan dan kaki (normal : kulit
teraba hangat)
5. Kecepatan denyut nadi lebih cepat dari biasanya dan denyutan lemah
6. Pernapasan meningkat
7. Oliguria (normal : 0,5 – 1 c/kgBB/jam
8. Nyeri
9. Perembesan darah dari luka operasi

J. Perawatan Luka Post Operasi


Luka operasi adalah luka yang disebabkan karena tindakan pembedahan / operasi.
Misalnya : operasi saecar, operasi usus buntu , dll. Dan luka operasi biasanya akan
mengalami penyembuhan luka setidaknya dalam waktu 3 minggu.

- Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan luka Pasca Operasi
Yang harus diperhatikan pada perawatan luka Pasca Op yaitu membersihkan dan
membalut luka yang memiliki tepian kulit yang berada dalam aposisi yang baik maka
hal tersebut dapat memicu kesembuhan yang cepat, dengan cara mengurangi resiko
infeksi. Pengkajian luka harus memperhatikan kondisi klinis pasien, waktu dan sifat
operasi serta tampilan luka. Dalam perawatan luka, untuk membalut kembali luka
tersebut maka harus memperhatikan pembersihan luka sebagai berikut :
1. Membersihkan debris luka
2. Membuang jaringan yang mengelupas atau jaringan nekrosis.

- Prosedur teknik pembalutan aseptic :


1. Mengkonfirmasi identitas pasien
2. Mengidentifikasi waktu yang tepat dalam penggantian balutan
3. Mendapatkan persetujuan dari pasien dan jelaskan pentingnya pembalutan luka
post operasi
4. Siapkan alat diatas troli :
- Sarung tangan
- Apron
- Larutan NaCl 0,9%
- Set balutan steril
- Plester dan gunting
- Bengkok
- Kasa steril
- Kantong sampah
- Spidol permanen hitam
5. Siapkan pasien dengan posisi yang aman dan nyaman
6. Menempatkan kantong sampah terkontaminasi sekali pakai dalam jangkauan
7. Membuka bak instrument balutan steril
8. Jaga privasi pasien
9. Gunakan sarung tangan steril
10. Mengangkat dan membuang balutan luka secara hati –hati , melembabkan balutan
luka jika balutan tersebut menempel pada kulit pasien untuk memudahkan
pengangkatan balutan
11. Mengobservasi jika adanya eksudat dan bau dalam balutan yang telah terpakai,
serta mencatat kondisi kulit disekitar luka
12. Membersihkan luka dengan normal saline, lakukan perawatan luka dengan satu
kali apusan dari dalam keluar / dari atas kebawah / dari kanan ke kiri, dsb.
kemudian ganti kembali kasa baru jika akan melakukan kembali pembersihan
pada luka post op.
13. Melakukan pengkajian luka :
14. Mengevaluasi penampilan klinis luka dengan memperkirakan presentase jenis
jaringan luka (Kuning / mengelupas , merah / granulasi, hitam / nektorik, pink /
epitelisasi, hijau / jaringan terinfeksi)
15. Mengkaji tepi luka post op
16. Mengkaji jika adanya eksudat (jenis, jumlah, warna, konsistensi dan bau)
17. Mengevaluasi kondisi kulit disekitar ( maserasi, eritema, edema, kehangatan)
18. Mengkaji jika adanya nyeri (kualitas)
19. Menutup luka dengan balutan yang sesuai
20. Merapihkan peralatan
21. Cuci tangan
22. Dokumentasikan hasil dari penggantian balutan luka post op

- Kemudian dalam prosedur untuk membuka jahitan , klip , atau staples dilakukan
sesuai dengan hasil pengkajian pada luka. Jahitan dapat dibuka jika luka sudah
sembuh, sering kali 5 – 10 hari post operasi. Jahitan yang dibiarkan terlalu lama dapat
memperhambat penyembuhan luka. Dalam membuka jahitan luka post op meskipun
set pembuka / gunting dalam keadaan steril, tetapi prosedur terkadang hanya bersifat
bersih, dengan menggunakan sarung tangan. Bengkok untuk meletakan klip / staples
sehingga dapat dibuang dengan benar.

Mengangkat jahitan memiliki tujuan yaitu untuk memastikan bahwa tidak ada
bagian luar jahitan yang tertarik kedalam :

1. Angkat dan tahan bagian luar jahitan menggunakan pingset pada tangan non
dominan
2. Dengan tangan dominan, potong benang dibawah simpul sedekat mungkin dengan
kulit menggunakan gunting atau pemotong jahitan
3. Cabut secara perlahan benang dari kulit
- Prosedur untuk melepas staples :
1. Pegang pembuka staples seperti sebuah gunting
2. Masukan bagian bawah bilah ke bawah staplest
3. Tekan gagang pembuka klip secara bersamaan, staples akan terangkat dari kulit
4. Angkat dengan hati – hati
- Beberapa perawatan luka Post op yang dilakukan :
1. Post chemical peeling dan dermabrasi :
a. Pada superficial resurfacing umumnya tidak melewati epidermis.
Biasanya timbul eritem ringan dan deskuamasi 14 hari kemudian.
Mencuci muka dengan sabun yang ringan secara teratur, memakai
pelembab secara rutin dan tabir surya selama periode penyembuhun.
b. Pada medium-depth and deep resurfacing, terjadi edem hebat yang
menghilang perlahan-lahan. Eritem yang timbul menandakan proses
remodeling kolagen. Occlisive dressing tidak diperlukan karena epidermis
tidak terangkat selama intraoperatif, dan berfungsi sebagai suatu
biologic dressing sampai peeling terjadi. Pasien diinstruksikan
mengkompres daerah tersebut dengan air hangat 4 x sehari kemudian
diolesi emolien. Dapat juga digunakan larutan asam asetat 0,25% untuk
mengkompres karena larutan yang sedikit asam bersifat fisiologik
untuk penyembuhan jaringan dan bersifat debridant ringan juga
mempunyai efek anti bakterial, terutama Pseudomonas dan organisme
negatif Gram. Occlusive emolient seperti petrolatum, Aquaphor, ktim
Eucerin, akan mempercepat proses re-epitelisasi. Emolien juga
membantu dalam debridemenl luka, mencegah pembentukan krusta dan
infeksi. Karena edem, dapat diberi aspirin atau obat anti-inflamasi
nonsteroid (NSAID) sebelum dan sesudah operasi. Skedul follow-up visit
yang teratur diperlukan untuk memonitor kelainan post operatif. Pada
prosedur deep resurfacing, follow-up dilakukan sehari kemudian dan
beberapa kali follow-up dalam seminggu. Setiap visit pasien
diinstruksikan untuk merawat luka seperti pada medium-depth
resurfacing, hanya eritem dan edem yang terjadi lebih hebat dan
menetap. Dapat diberikan NSAID, atau injeksi steroid intra muskulur
pada hari perlama post operatif. Pruritus dapat terjadi dalam periode
penyembuhan. Hal ini dapat dikurangi dengan pemakaian emolien, ice
pack, NSAID, dan anti histamin. Milia yang timbul diatasi dengan
ekstraksi menggunakan jarum.
c. Pada prosedur medium-depth antl deep resurfacing secaramanual
dengan dermasanding atau dermabrasion karena tidak rnenghasilkan
residual epidermis, jadi diperlukan occlusive dressing atau occlusive
biosynthelic dressing yang dioleskan segera setelah prosedur dan diganti
setiap hari. selama 2 - 3 hari post operatif. Muka dibersihkan dengan
kompres saline dan olesi pelembab dengan iidi kapas. Prosedur ini
membutuhkan analgesia dan sedasi. Pasien diinstruksikan secara teratur
mengoleskan salaf di sekitar mulut dan kelopak mata. Occlusive
biosynthelic dressing ( juga digunakan setelah Baker-Gordon phenol peel)
akan meningkatkan sintesis kolagen, mempercepat re-epitelisasi,
mengurangi perasaan kurang nyaman dan tidak perlu dilakukan kompres
berulang oleh pasien selama hari pertama post operatif.
Hari ketiga setelah deep mechanical atau chemical resurficing, pasien
merawat luka secara terbuka, mengompres muka dengan asam asetat
0,25% 4 - 6 x sehari selanjutnya diolesi dengan salaf. Pada hari ke 7 - 14
post operatif, re-epitelisasi biasanya sudah komplit dansalaf diganti
dengan krim seperti krim Eucerin. Hindari sinar matahari selama 3 - 6
bulan. Pasien dapat menggunakan tabir surya dan terapi retinoid
beberapa minggu setelah reepitelisasi.
2. Post sclerotherapy dan umbulatory phlebectomy :
Post operative compression sangat penting pada managemen insufisiensi
vena. Post operatif, diaerah tersebut dibersihkan dan diolesi salep antibiotik.
Kaki kemudian ditutup dengan perban dan dibalut dengan elastic
compression dressing mulai dari dorsum kaki sampai ke bokong. Dressing
ini membantu hemostasis sehingga mengurangi edem pada kaki dan tungkai
dan mempercepat penyembuhan luka. Bandage diganti 24 -48 jam kemudian
dan secara bertahap dipakai compression stocking selama 2 - 4 minggu.
Pasien dianjurkan untuk berjalan, untuk membantu membentuk tekanan pada
bebat, sehingga menimbulkan fungsi normal memompa otot betis dan
mengurangi komplikasi tromboembolik dan pasien dapat kembali berjalan
secara normal.
3. Post liposuction :
Pada tempat masuk kanula, umumnya dibiarkan terbuka, tidak dijahit. Bila
dijahit cenderung menimbulkan edem, bruising dan sedikit jaringan yang keluar
dari subkutaneus. Daerah tersebut dapat diolesi salaf antibiotik dan ditutup
dengan absorbent pads. Saat ini banyak absorment pads yang tersedia yang dapat
menyerap cairan yang banyak. Alternatif dapat dipakai diaper atau sanitary
napkins. Selanjutnya beberapa lapis absorbent pads direkatkan dengan plester,
setelah itu digunakan compression garment atau compression bandage. Ini
bertujuan untuk mengurangi bruising dan edem didaerah insersi kanul. Penting
untuk menggunakan compression segera setelah liposuction. Kebanyakan cairan
masih keluar 24-48 jam setelah liposuction. Absorptive pads dan bandage
diganti setiap hari. Latihan ringan dapat dimulai 24 – 48 jam setelah liposuction.
Penting melakukan aktifitas setelah liposuction. Gerakan ini mempercepat
pengeluaran cairan dan re-modeling jaringan subkutaneus. Sering timbul
pembengkakan dan perasaan kurang kenyal dibawah kulit dan sensasi yang
kurang. Hal ini biasanya pulih setelah 4-6 minggu. Juga disampaikan pada
pasien bahwa hasil akhir belum tampak sebelum 6-12 bulan dan perbaikan
bentuk terjadi secara bertahap. Pasien kontrol sehari sehari setelah liposuction.
Hal ini penting untuk mencek masalah pada pasien. Kunjungan selanjutnya 1
minggu kemudian. Pasien dianjurkan melakukan latihan dan mempunyai
kebiasaan hidup yang sehat. Follow-up berikutnya 3 bulan dan 6 bulan
kemudian.
4. Post flaps :
Perawatan post flaps bervariasi. Ada yang mengganti dan membersihkan luka
sekali sehari dan ada yang beberapa kali sehari. Ada juga yang menggunakan
bandage dan dibuka 1-2 hari kemudian dan membiarkan benang kontak dengan
udara. Ada juga yang menggunakan bandage selama seminggu. Penting
mencegah perdarahan post operatif. 48 jam pertama adalah periode terjadinya
perdarahan dan timbul hematom. Untuk mengurangi komplikasi ini, penting
dilakukan hemostatis intra operatif dan gunakan pressure garments atau plester
untuk menekan luka. Hal ini tidak diperlukan lagi setelah 24-48 jam. Pada pasien
dengan resiko perdarahan, pemakaian pressure garment dapat lebih lama. Hal ini
yang penting adalah mencegah terjadinya infeksi, melindungi jaringan flap
terhadap lingkungan seperti kontaminasi, trauma fisik, temperatur yang ekstrim,
gerakan yang berlebihan, regangan pada jahitan dan radiasi UV. Dalam hal ini
yang terbaik adalah dengan menutup luka.
Pada reconstruction flap, bandage yang ringan diletakkan diatas salaf antibiotik
yang dioleskan diatas incision lines dan diatasnya ditutup dengan plester
hipoalergenik atau absorbent gauze diletakkan diatas bandage pertama kemudian
diplester, hal ini akan memberi tekanan kebawah. Bandage tidak boleh basah
selama 1 minggu. Bandage kedua diganti 24-48 jam setelah operasi dan biarkan
bandage pertama tetap pada tempatnya selama seminggu. Pasien kontrol
seminggu kemudian untuk mengganti bandage, membuka jahitan dan
mengevaluasi luka apakah ada hematom atau infeksi. Kulit dibersihkan dan
diolesi salaf antibiotika, ditutup perban dan plester hipoalergenik selama 1
minggu dan diganti lagi seminggu kemudian. Selanjutnya jika ada masalah
pasien disarankan untuk kedokter. Evaluasi akhir yaitu 3 bulan kemudian. Revisi
minor mungkin saja diperlukan untuk hasil estetik dan fungsional yang optimal.
5. Post graft :
Setelah pressure dressing diangkat, pasien disarankan mengikuti instruksi
perawatan luka secara hati-hati. Daerah donor dan sekitarnya dibersihkan secara
hati-hati dengan hidrogen perioksida kemudian diolesi salaf antibiotik 2x sehari.
Jaringan graft jangan diganggu sampai dressing diangkat 1 minggu kemudian
dan seluruh jahitan dibuka kemudian dapat diberi steri-strips. Idealnya graft
berwarna pink. Tapi warna graft dapat bervariasi dari pink, merah, biru tua atau
ungu bergantung luasnya revaskularisasi graft. Pasien harus memperhatikan
mengenai perubahan warna ini. Kebiruan suatu tanda adanya ekimosis dan
bukannya kegagalan graft. Hitam berarti nekrosis. Setelah benang diangkat,
krusta dibersihkan dengan hidrogen perioksida, kemudian diolesi vaselin atau
salaf antibiotik. Pasien dinasehati bahwa suplai vaskular dari graft masih rapuh
sampai beberapa minggu, jadi hindari trauma seperti menyiram luka secara
langsung waktu mandi dan aktifitas yang berlebihan selama 1-2 minggu. Pada
split thickness skin graft : selama 24 jam pertama, banyak cairan serosanguinus
menumpuk dibawah dressing donor. Beritahu pasien menganai hal ini sehingga
tidak mengagetkan. Jika hal ini terjadi dapat dilakukan drainage dan berikan
dressing baru. Dressing dibiarkan pada tempatnya sampai penyembuhan
sempurna. Bergantung ketebalan graft, re-epitelisasi sempurna terjadi dalam 7-
21 hari.
6. Post operasi kuku :
Dressing yang tepat dapat mengurangi nyeri, berdenyut-denyut dan komplikasi
post operatif. Salaf antibiotika dioleskan pada tempat operasi dan ditutup dengan
non-stick dressing seperti vaseline gauze atau telfa. Dressing yang tebal
digunakan untuk menyerap cairan dan berfungsi sebagai pelindung. Dressing
dan plester tidak boleh terlalu ketat untuk mecegah edem. NSAID dan analgesik
dapat membantu perasaan kurang nyaman dan inflamasi. Jaga dressing agar
tetap kering. Untuk mengurangi nyeri, pasien disarankan berbaring selama 24-48
jam dan kaki ditinggikan 30 derajat. Perdarahan pada dressing menyebabkan
bandage lengket pada tempat operasi. Sebelum bandage diangkat, sebaiknya
bandage direndam dulu, misalnya dengan klorhensidin untuk melonggarkannya
dan mengurangi perasaan tidak nyaman.
7. Post mosh surgery :
Second intetion healing biasanya dilakukan pada luka yang cekung dengan hasil
kosmetik yang bagus, juga digunakan pada tumor yang rekuren. Bersihkan luka
2x sehari dengan saline atau air sabun dan oleskan salaf antibiotik atau jeli
petroleum, ditutup dengan non-adherent dressing selama 3-6 bulan waktu
penyembuhan. Pada operasi yang luas antibiotik dapat diberikan sebagai
profilaksis. Jika ada nyeri beri asetaminopen atau analgesik.
Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan kondisi pasien
pasca operasi, perlu diperhatikan hal – hal berikut ini :

a. Makan makanan bergizi tinggi protein


b. Istirahat yang cukup
c. Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa.
d. Control secara teratur untuk evaluasi luka post op
e. Minum obat sesuai anjuran dokter

Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh :

1. Vaskularisasi, mempengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran


darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel
membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami
kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan
yang lama.
3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau
kematangan usia. Namun , pada pasien dengan lanjut usia maka system perbaikan sel
menurun sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
4. Penyakit lain, contohnya penderita Diabetes mellitus dapat memperhambat proses
penyembuhan luka.
5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena
kandungan zat gizi yang terdapat didalamnya. Sebagai contoh : vitamin A diperlukan
untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen, vitamin
B kompleks sebagai kofaktor pada system enzim yang mengukur metabolism protein,
karbohidrat, dan lemak. Vitamin C dapat berfungsi sebagai fibroblast, dan mencegah
adanya infeksim serta membentuk kapiler – kapiler darah. Dan vitamin K yang
membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembekuan darah.
6. Kegemukan, obat – obatan , merokok,dan stress juga dapat memperngaruhi proses
penyembuhan luka.

K. Pemulihan post op
Pemulihan pasien post operasi membutuhkan waktu rata-rata 45 menit, sehingga
pasien akan merasakan nyeri yang hebat rata-rata pada dua jam pertama sesudah operasi
karena pengaruh obat anastesi sudah hilang (Mulyono, 2008). Pasca pembedahan (pasca
operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75% penderita mempunyai pengalaman yang
kurang menyenangkan akibat pengelolaan nyeri yang tidak adekuat. (Sutanto, 2004 cit
Novarizki, 2009). Hal tersebut merupakan stressor bagi pasien dan akan menambah
kecemasan serta keteganggan karena rasa nyeri menjadi pusat perhatiannya. Tingkat dan
keparahan nyeri pasca operatif tergantung pada fisiologis dan psikologis individu dan
toleransi yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart, 2002)
Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan kebutuhan pasien dan
membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam
manajemen nyeri (Lawrence,2002). Menurut Simpson (2001), keahlian perawat dalam
berbagai strategi penanganan rasa nyeri adalah hal yang sangat penting, tapi tidak semua
perawat meyakini atau menggunakan pendekatan non farmakologis untuk menghilangkan
rasa nyeri ketika merawat pasien post operasi karena kurangnya pengenalan teknik non
farmakologis, maka perawat harus mengembangkan keahlian dalam berbagai strategi
dalam penanganan rasa nyeri. Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang
digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien.
Manajemen nyeri yang tepat haruslah mencakup penanganan secara keseluruhan, tidak
hanya terbatas pada pendekatan farmakologi saja, karena nyeri juga dipengaruhi oleh
emosi dan tanggapan individu terhadap dirinya. Secara garis besar ada dua manajemen
untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi.
Dan menurut International for Study of Pain (IASP)2012, mendefinisikan nyeri
sebagai situasi tidak menyenangkan yang bersumber dari area tertentu, yang disebabkan
oleh kerusakan jaringan dan yang berkaitan dengan pengalaman masa lalu dari orang
yang bersangkutan. Nyeri bersifat subjektif dan tidak ada individu yang mengalami nyeri
yang sama (Potter&Perry, 2006).
Nyeri ada dua macam yaitu nyeri akut dan nyeri kronis, nyeri yang sering terjadi
pada post operasi adalah nyeri akut (Potter&Perry, 2006).Nyeri akut adalah pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan, nyeri akut muncul akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri post operasi yang dirasakan pasien dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain yaitu usia, jenis kelamin, perhatian, kebudayaan, makna
nyeri, ansietas, keletihan, gaya koping dan dukungan keluarga (Potter &Perry, 2006).
Apabila nyeri pada pasien post operasi tidak segera ditangani akan mengakibatkan proses
rehabilitasi pasien akan tertunda, hospitalisasi pasien menjadi lebih lama, tingkat
komplikasi yang tinggi dan membutuhkan lebih banyak biaya. Hal ini karena pasien
memfokuskan seluruh perhatiannya pada nyeri yang dirasakan (Smeltzer &Bare, 2008).
Nyeri post operasi memerlukan tindakan yang tepat. Maka dalam hal ini Peran
perawat dalam penatalaksanaan nyeri post operasi yaitu meliputi pengkajian nyeri,
memberikan tindakan mandiri perawat, kolaborasi dan evaluasi nyeri. Dalam pengkajian
nyeri pasien post operasi yang digunakan perawat yaitu mengkaji dengan instrumen
OPQRSTUV (onset, proviking, quality, region, severity, treatment, understanding, value)
(Tamsuri, 2007).Pentingnya perawat melakukan pengkajian nyeri adalah untuk
menentukan tindakan selanjutnya. Pengkajian nyeri dapat dilakukan dengan mengkaji
nyeri pasien, mengobservasi reaksi nonverbal pasien, menggunakan teknik komunikasi
terapeutik, mengontrol lingkungan pasien (Nursing Intervention and Classification
2013;Sandika et al,2015).
Dalam pemberian tindakan perawat dalam mengurangi nyeri, perawat dapat
memberikan tindakan non farmakologi dan farmakologi. Tindakan non farmakologi
meliputi mengkaji nyeri, memberikan tindakan, memonitor nyeri yang dirasakan pasien,
memberikan tindakan untuk mencegah komplikasi, mengedukasi pasien dan keluarga
(Yuceer, 2011). Sedangkan tindakan farmakologi yaitu perawat melakukan tindakan
kolaborasi dengan dokter yaitu pemberian analgesik (Tamsuri, 2007).Tindakan perawat
lainnya adalah mengevaluasi kembali nyeri yangdirasakan pasien post operasi (Yuceer,
2011). Semua tindakan perawat ini sangat penting karena dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan pasien post operasi (Sandika et al,2015).
ASUHAN KEPERAWATAN
POSTOPERASI

1. Pengkajian

a. Anamnesa

Identitas pasien seperti nama pasien, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat rumah,

No. RM. Sedangkan penanggung jawab (orang tua, keluarga terdekat) seperti

namanya, pendidikan terakhir, jenis kelamin, No. HP.

b. Riwayat Kesehatan

Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit Dahulu, Riwayat Penyakit

Keluarga. Bisa menggunakan PQRST yaitu :

1) P (Provokes) : Penyebab timbulnya nyeri.


2) Q (Quality) : Rasanya nyeri seperti ditekan, ditusuk atau diremas- remas.
3) R (Region) : Lokasi nyeri berada di bagian tubuh mana.

4) S (Saverity) : Skala nyeri.

5) T (Time) : Nyeri dirasakan sering atau tidak.

b. Pemeriksaan Fisik

Dalam pemeriksaan fisik ini menggunakan pengkajian 6 B yaitu :

1) B 1 : Breating (Pernafasan)

Untuk mengukur Pola napas, bunyi napas, bentuk dada simetris atau

tidak, ada atau tidak gerakan cuping hidung, ada atau tidak Cyanosis.
2) B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler/Sirkulasi)

Untuk mengetahui Bunyi Jantung, Irama Jantung, Nadi, Tekanan Darah.

3) B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik) Untuk

mengukur nilai GCS, Kesadaran.

4) B 4 : Bladder (Perkemihan)

Terpasang kateter urine atau tidak, urine (jumlah, warna), ada atau tidak

distensi kandung kemih.

5) B 5 : Bowel (Pencernaan)

Rongga mulut ada lesi atau tidak, adanya dehidrasi atau tidak. Bising usus.

6) B 6 : Bone (Muskuloskeletal)

Warna kulit, suhu, integritas kulit, adanya lesi atau decubitus atau tidak.

c. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan radiografi

2) Urinalisa

3) Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urine.

4) Terapi Bedah

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri fisik.

b. Resiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

c. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.

d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

3. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri Akut berhubungan dengan angen injury fisik.


Kriteria Hasil :

1) Mampu mengontrol nyeri

2) Rasa nyeri berkurang

3) Mampu mengenal nyeri

Intervensi :

1) Kaji Skala Nyeri

2) Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan.

3) Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengkaji

pengalaman nyeri.

4) Ajarkan pasien pengobatan non farmakologi.

5) Kolaborasikan pemberian analgetik.

b. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

Kriteria Hasil :

1) Bebas dari tanda-tanda infeksi.

2) Mampu mencegah timbulnya infeksi.

3) Jumlah leukosit dalam jumlah normal.

4) Menunjukkan perilaku hidup sehat.

Intervensi :

1) Monitor kerentanan terhadap infeksi.

2) Inspeksi kondisi luka atau insisi bedah.

3) Berikan perawatan luka.

4) Jika ada tanda-tanda infeksi kolaborasikan dengan dokter.


c. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status terkini.

Kriteria Hasil :

1) Mampu mengontrol cemas

2) Vital sign dalam batas normal

Intervensi :

1) Identifikasi tingkat kecemasan

2) Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya

3) Motivasi keluarga untuk meneani

4) Gunakan pendekatan yang menenangkan

d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.

Kriteria Hasil :

1) Mengetahui makan-makanan yang boleh dikonsumsi.

2) Mengetahui tujuan dari diet yang dianjurkan.

Intervensi :

1) Kaji pengetahuan diet yang dianjurkan.

2) Berikan penyuluhan diet pada pasien post operasi.

(NIC, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Ns.Fitrian Rayasari, M.Kep.,Sp.KMB.2018. Pre Operatif, Intra Operatif, Post Operatif Care
[PPT]. Jakarta (ID): Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Jilid 2. Nazwar Hamdani,
Edtor. Bantul (ID): MediAction

Anda mungkin juga menyukai