Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

KURIKULUM DAN KEBIJAKAN PENDIDIDKAN

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU MATA KULIAH


ADMINISTRASI PENDIDIKAN & SUPERVISI PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU:
BULQIA MAS’UD,S.S.,M.Ed.

OLEH KELOMPOK 7 :
MUSDALIFA.U
NASRITA
JURAID
WAHYUDI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


JURUSAN TARBIYAH DAN KEGURUAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI MAJENE
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Administrasi
pendidikan & supervisi pendidikan dengan waktu yang telah ditentukan. Tulisan ini adalah hasil
pencarian kelompok kami, makalah ini berisikan tentang Kurikulum dan Kebijakan Pendidikan
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya penyusunan
tugas seperti ini, tugas yang kami laksanakan dapat tercatat dengan rapi dan dapat kita pelajari
kembali pada kesempatan yang lain untuk kepentingan proses belajar kita terutama dalam mata
kuliah Administrasi pendidikan & supervisi pendidikan.

Bersama ini kami juga menyampaikan terima kasih kepada bapak/ibu BULQIA
MAS’UD,S.S.,M.Ed. selaku dosen mata kuliah ini, juga rekan-rekan mahasiswa. Semoga segala
yang telah kita kerjakan merupakan bimbingan lurus Yang Maha Kuasa. Dalam penyusunan
tugas ini tentu jauh dari sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran sangat kami harapkan
demi perbaikan dan penyempurnaan tugas ini dan untuk pelajaran bagi kita semua dalam
pembuatan tugas-tugas yang lain di masa mendatang.

Majene, 29 November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………......
DAFTAR ISI...........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………………..
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………….….
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian kurikulum……………………………………………………………….

B. Kebijakan kurikulum di Indonesia………………………………………………….

C. Pengertian kebijakan Pendidikan………………………………………………….

D. Karakteristi kebijakan pendidikan…………………………………………………

E. Implementasi kebijakan pendidikan……………………………………………….

BAB III PENUTUP

A. SIMPULAN………………………………………………………………………….
B. SARAN………………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kurikukulum adalah perangkat mata pelajaran dan program pendidikan yang di berikan
oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisikan rancangan pelajaran yang akan
diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode jenjang pendidikan. Adanya rancangan
kurikulum merupakan ciri utama pendidikan di sekolah. Kurikulum juga merupakan bagian yang
tak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran. Dapat kita bayangkan, bagaimana bentuk
pelaksanaan suatu pendidikan atau pengajaran di sekolah yang tidak memiliki kurikulum.
Kebijakan pendidikan adalah konsep yang sering kita dengar, kita ucapkan, kita lakukan,
tetapi seringkali tidak kita pahami sepenuhnya oleh karena itu, kita lihat terlebih dahulu apa yang
dimaksud dengan kebijakan pendidikan. Kedua kata itu mempunyai makna yang begitu luas dan
bermacam- macam, sehingga perlu ada kesepakatan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan
kedua istilah tersebut. Landasan utama yang mendasari suatu kebijakan adalah pertimbangan
akal. Tentunya suatu kebijakan bukan semata-mata merupakan hasil pertimbangan akal manusia.
Namun demikian, akal manusia merupakan unsur yang dominan di dalam mengambil keputusan
dari berbagai opsi dalam pengambilan keputusan kebijakan. Suatu kebijaksanaan lebih
menekankan kepada faktor-faktor emosional dan irasional. Bukan berarti bahwa suatu
kebijaksanaan tidak mengandung unsur-unsur rasional. Barangkali faktor-faktor rasional tersebut
belum tercapai pada saat itu atau merupakan intuisi.

B. Rumusan Masalah

1. Apa itu kurikilum ?


2. Bagaimana Kebijakan Kurikulum di Indonesia ?
3. Apa itu kebijakan pendidikan ?
4. Bagaimana karakteristik dan implementasi kebijakan pendidikan ?
BAB II
PEMBAHASAN
    
A.  Kurikulum

Kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang berarti berlari


dan currere yang artinya tempat berpacu (Abdullah, 2007: 183). Dalam bahasa Latin
”curriculum” semula berarti a running course, or race course, especially a chariot race
course  dan terdapat pula dalam bahasa Prancis ”courier” artinya ”to run,berlari”. Kemudian
istilah itu digunakan untuk sejumlah “courses” atau matapelajaran yang harus ditempuh untuk
mencapai suatu gelar atau ijasah (Nasution, 2003:9). Dalam bahasa Arab, kurikulum diartikan
dengan manhaj, yakni jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang kehidupan dan
kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan (Raharjo, 2012: 16). Dalam UU Sisdiknas No. 20
Tahun 2003 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan
kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan.
Pengertian kurikulum sebagaimana di atas mencakup semua pengalaman yang
diharapkan dikuasai peserta didik di bawah bimbingan para guru. Pengalaman ini bisa bersifat
intrakurikuler, kokurikuler maupun ekstra kurikuler, baik pengalaman di dalam maupun di luar
kelas. Dengan demikian dapat dipahami bahwa kurikulum mencakup pengertian yang sangat luas
meliputi apa yang disebut dengan kurikulum potensial, kurikulum aktual, dan kurikulum
tersembunyi atau hidden currilum.
Kurikulum merupakan rencana pendidikan yang berpedoman tentang jenis, lingkup, dan
urutan isi, serta proses pendidikan. Seperti penjelasan sebelumnya Pengertian asal kata
curriculum ialah arena perlombaan (race curse) Frasa arena perlombaan sering kali dipandang
sebagai metafora yang bermanfaat bagi perenungan makna kurikulum pendidikan. Esensi
kurikulum ialah program, kurikulum ialah program dalam mencapai tujuan pendidikan. Pada
umumnya isi kurikulum ialah nama-nama mata pelajaran beserta silabinya atau pokok
pembahasan. tetapi, sebenarnya kurikulum tidak harus berupa nama mata pelajaran. ia dapat saja
berupa nama kegiatan, contoh nama mata pelajaran matematika, Biologi, Agama Islam. Contoh
kegiatan: mengelas kuningan,bertanam singkong. Jika kurikulum itu berorientasi kompetensi
maka anda akan menerima kurikulum yang isinya daftar kompetensi serta indikatomya.
Sekalipun isi kurikulum dapat bermacam-macam, namun isi kurikulum tetap saja berupa
program dalam mencapai tujuan pendidikan. Pengertian kurikulum berkembang sejalan dengan
perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dalam pandangan lama kurikulum merupakan
kumpulan sejumlah mata pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan dipelajari oleh siswa.
Pandangan ini menekankan pengertian kurikulum pada segi isi. Dalam pandangan yang muncul
kemudian, penekanan terletak pada pengalaman belajar dengan titik tekan tersebut. kurikulum
diartikan sebagai segala pengalaman yang disajikan kepada para siswa dibawah pengawasan atau
pengarahan sekolah. Kurikulum sebagaimana didefinisikan dari perkembangan teorinya,
memiliki komponen-komponen sebagai bidang studi, yaitu landasan, isi, desain, (curriculum
design), rekayasa, evaluasi dan penelitian, serta pengembangan.Hal penting pertama yang harus
diperhatikan ialah kurikulum itu ditentukan oleh tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
sementara tujuan pendidikan itu mesti ditetapkan berdasarkan kehendak manusia yang membuat
kurikulum itu kehendak manusia, siapa pun, dimana pun, sama, yaitu menghendaki terwujudnya
manusia yang baik itulah yang sering diperdebatkan. Tatkala kita merancang kurikulum
pendidikan, yang terbayang pada kita ialah apa indicator manusia yang baik itu, Berdasarkan
semua agama, semua pandangan filsafat, semua orang, manusia yang baik itu ialah manusia
yang:
a. Akhlak nya baik,
b. Memiliki pengetahuan yang benar, atau ketrampilan kerja kompetitif
c. Menghargai keindahan.
Tiga pilar inilah isi semua kurikulum, akhlak, ilmu atau keterampilan, seni, Akhlak
menjadi iman menjadi core. Dalam pemakaian sehari-hari kata kurikulum sekurang-kurangnya
memiliki tiga pengertian. pertama, kurikulum dalam arti sederet mata pelajaran pada suatu
jenjang dan jenis sekolah. kedua, kurikulum dalam arti silabus, kata kurikulum dalam pengertian
ini digunakan tatkala seorang guru yang baru diangkat, dan yang ketiga, kurikulum dalam arti
program sekolah. inilah pengertian kurikulum yang paling luas dan istilah inilah yang dimaksud
dengan kurikulum tatkala anda belajar ilmu pendidikan.
Terdapat tiga hal dalam pembahasan kurikulum dan pengembangannya
yaitu pertama kurikulum sebagai rencana (as a plan) yang menjadi pedoman (guideline)  dalam
mencapai tujuan yang akan dicapai. Kedua, kurikulum sebagai materi atau isi (curriculum as a
content) yang akan disampaikan kepada peserta didik, dan ketiga,dengan cara apa dan bagaimana
kurikulum disampaikan. Ketiga hal tersebut adalah satu kesatuan dan bersinergi dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum dapat
difahami sebagai sebuah proses peyusunan rencana tentang isi atau materi pelajaran yang harus
dipelajari dan bagimana cara mempelajarinya. Dalam hal ini pengembangan kurikulum adalah
sebuah proses yang terus menerus (continu), dinamis (dynamic), dan kontekstual (contextual).
(Machali, 2014: 5)

B.   Kebijakan Kurikulum di Indonesia

Kebijakan kurikulum di Indonesia secara sederhana dapat dipetakan menjadi tiga bagian
yaitu masa pra kemerdekaan, pasca kemerdekaan, dan reformasi. Berikut ini adalah kaleidoskop
kebijakan kurikulum di Indonesia dari masa pra kemerdekaan dimana pada masa ini sekolah
sudah mulai dikenalkan meski masih sangat terbatas, sampai pada masa reformasi.

1. Kebijakan Kurikulum Pendidikan Masa Pra Kemerdekaan


Kebijakan pendidikan pada masa pra kemerdekaan dipengaruhi oleh kolonialisme,
dimana kebijakan dan praktik pendidikan dikelola dan dikendalikan oleh penjajah. Tujuannya
adalah mendukung dan memperkuat kepentingan kekuasaan penjajah, dan menjadikan pribumi
sebagai abdi penjajah. Untuk memenuhi kebutuhan pegawai dalam pengembangan usaha melalui
kerja paksa, penjajah membutuhkan pegawai rendahan yang dapat membaca dan menulis. Oleh
karena itu, penjajah membentuk lembaga-lembaga pendidikan yang hanya diperuntukkan bagi
kalangan terbatas, yaitu anak-anak golongan ningrat yang selanjutnya diproyeksikan sebagai
pegawai rendahan.
Terdapat dua bentuk kebijakan pendidikan pada masa kolonial ini yaitu. Pertama,
kebijakan Sekolah Kelas Dua yang diperuntukkan bagi anak pribumi dengan lama pendidikan 3
tahun. Kurikulum yang diajarkan meliputi berhitung, menulis dan membaca. Kedua, kebijakan
Sekolah Kelas Satu yang diperuntukkan bagi anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Lama
pendidikannya 4 tahun, kemudian 5 tahun dan terakhir 7 tahun.
2. Kebijakan Kurikulum Pendidikan Pasca Kemerdekaan
Kebijakan kurikulum pendidikan pada masa pasca kemerdekaan, dibatasi sampai pada
masa reformasi yang dimulai pada tahun 1998. Reformasi membawa dampak yang luar biasa
bagi perkembangan pendidikan di Indonesia. Hal ini diawali dengan terbitnya UUSPN Nomor 20
Tahun 2003 beserta turunan perundang-udangannya. Kebijakan kurikulum pendidikan pasca
kemerdekaan dimulai pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, dan 1994.
3. Kebijakan Kurikulum Masa Reformasi
Reformasi membawa dampak besar bagi perkembangan pendidikan nasional. Dengan
UUSPN Nomor 20 Tahun 2003 menjadi babak baru bagi sIstem pendidikan nasional. Kebijakan-
kebijakan pendidikan pun dikeluarkan sebagai amanat undang-undang. Sampai saat ini,
kebijakan terkait dengan kurikulum pendidikan pada masa reformasi dapat dipetakan menjadi
tiga bagian yaitu kebijakan kurikulum 2004 berupa Kurikulum Berbasis Kometensi (KBK),
kurikulum 2006 yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dan
kurikulum 2013. Berbagai perubahan tersebut merupakan bentuk respon dan perkembangan
terhadap berbagai perubahan yang dihadapi baik dalam sistem sosial, politik, budaya, ekonomi,
dan Ilmu pengetahuan dan teknologi.

C. Pengertian Kebijakan Pendidikan

1. Kebijakan pendidikan dalam kebijakan publik

Kebijakan pendidikan adalah kebijakan publik di bidang pendidikan. Sebagaimana


dikemukakan oleh Mark Olsen, Jhon Codd, dan Anne-Mari O’Neil, kebijakan pendidikan
merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi, bagi Negara-bangsa dalam
persaingan global, sehingga kebijakan perlu mendapatkan prioritas utama dalam ere-
globalisasi. Salah satu argument utamanya adalah bahwa globalisasi membawa nilai
demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah demokrasi yang didukung oleh
pendidikan.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, kebijakan pendidikan dipahami sebagai


bagian dari kebijakan publik, yaitu kebijakan public dibidang pendidikan. Maka kebijakan
pendidikan merupakan kebijakan pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan
pembangunan Negara bangsa di bidang pendidikan, sebagai salah satu dari tujuan
pembangunan Negara bangsa secara keseluruhan.
2. Kebijakan Pendidikan dan Gender

Masyarakat manusia secara tradisional didominasi oleh kekuasaan maskulin.


kekuasaan maskulin itu diperkuat oleh berbagai mitos, tradisi untuk membordinasikan
perempuan dalam struktur kehidupan bermasyarakat. Tidak mengherankan apabila
terdapat banyak kebijakan termasuk kebijakan-kebijakan publik dan kebijakan pendidikan
yang merugikan kaum perempuan. Bukankah manusia itu dilahirkan dari seorang
perempuan, dan seorang ibu adalah seorang pendidik alamiah yang utama dan pertama
oleh sebab itu, perempuan, ibu, secara genealogis merupakan salah satu dari stakeholder
pendidikan alamiah disamping keluarga, masyarakat dan Negara.

3. Kebijakan pendidikan berdasarkan hakikat pendidikan

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan


langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam
rangka untuk mewujudkaan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk
suatu kurun waktu tertentu.

Dapat disimpulakan bahwa kebijakan pendidikan adalah suatu produk yang


dijadikan sebagai panduan pengambilan keputusan pendidikan yang legal-netral dan
disesuaikan dengan lingkugan hidup pendidikan secara moderat.

Fungsi kebijakan pendidikan yaitu kebijakan pendidikan dibuat untuk menjadi


pedoman dalam bertindak, mengarahkan kegiatan dalam pendidikan atau organisasi atau
sekolah dengan masyarakat dan pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan kata lain, kebijakan merupakan garis umum untuk bertindak bagi pengambilan
keputusan pada semua jenjang pendidikan atau organisasi.

D. Karakteristik Kebijakan Pendidikan

Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:

1. Memiliki tujuan pendidikan


Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus
memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada
pendidikan.

2. Memenuhi aspek legal-formal

Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan


atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah
berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat
konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia
dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan
suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.

3. Memiliki konsep operasional

Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus
mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah
keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi
kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.

4. Dibuat oleh yang berwenang

Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki
kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan
lingkungan di luar pendidikan. Para administrator pendidikan, pengelola lembaga
pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur
minimal pembuat kebijakan pendidikan.

5. Dapat dievaluasi

Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya
untuk ditindaklanjuti. Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika
mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki. Sehingga, kebijakan pendidikan
memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan
efektif.
6. Memiliki sistematika

Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh karenanya harus
memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya.
Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi
agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya
akibat serangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini
harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan
kecacatan hukum secara internal. Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan
harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan
kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.

E. Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia

Salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan merupakan
hak asasi setiap warga negara Indonesia dan untuk itu setiap warga negara berhak memperoleh
pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang
status sosial, status ekonomi, suku, etnis, agama, dan gender. Pendidikan untuk semua menjamin
keberpihakan kepada peserta didik yang memiliki hambatan fisik ataupun mental, hambatan
ekonomi dan sosial ataupun kendala geografis, dengan menyediakan layanan pendidikan untuk
menjangkau mereka yang tidak terjangkau.

Pendidikan nasional bagi negara berkembang seperti Indonesia merupakan program


besar, yang menyajikan tantangan tersendiri. Hal ini karena jumlah penduduk yang luar biasa
dan posisinya tersebar ke berbagai pulau. Ditambah lagi Indonesia merupakan masyarakat multi-
etnis dan sangat pluralistik, dengan tingkat sosial-ekonomi yang beragam. Hal ini menuntut
adanya sistem pendidikan nasional yang kompleks, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
seluruh rakyat.

Sistem pendidikan semacam itu tidak mungkin dipenuhi tanpa adanya suatu perencanaan
pendidikan nasional yang handal. Perencanaan itu juga bukan perencanaan biasa, tetapi suatu
bentuk perencanaan yang mampu mengatasi perubahan kebutuhan dan tuntutan, yang bisa terjadi
karena perubahan lingkungan global. Globalisasi yang menjangkau seluruh bagian bumi
membuat Inonesia tidak bisa terisolasi. Perkembangan teknologi telekomunikasi dan informasi,
membuat segala hal yang terjadi di dunia internasional juga berpengaruh ke Indonesia.

Dalam mengimplementasikan desentralisasi di bidang pendidikan, sebagai wujud dari


implementasi kebijakan pemerintah maka diterapkanlah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Dengan MBS, maka sekolah-sekolah yang selama ini dikontrol ketat oleh pusat menjadi lebih
leluasa bergerak, sehingga mutu dapat ditingkatkan. Pemberdayaan sekolah dengan memberikan
otonomi yang lebih besar tersebut merupakan sikap tanggap pemerintah terhadap tuntutan
masyarakat, sekaligus sebagai sarana peningkatan efisiensi pendidikan.

Tanggung jawab pengelolaan pendidikan bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh
sekolah dan masyarakat dalam rangka mendekatkan pengambilan keputusan ke tingkat yang
paling dekat dengan peserta didik. MBS ini sekaligus memperkuat kehidupan berdemokrasi
melalui desentralisasi kewenangan, sumber daya dan dana ke tingkat sekolah sehingga sekolah
dapat menjadi unit utama peningkatan mutu pembelajaran yang mandiri (kebijakan langsung,
anggaran, kurikulum, bahan ajar, dan evaluasi). Program MBS sendiri merupakan program
nasional sebagaimana yang tercantum dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 Tahun 2003 Pasal 51 (1): “Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah”

Dalam konteks, MBS memungkinkan organisasi sekolah lebih tanggap, adaptif, kreatif,
dalam mengatasi tuntutan perubahan akibat dinamika eksternal, dan pada saat yang sama mampu
menilai kelebihan dan kelemahan internalnya untuk terus meningkatkan diri.

Tujuan utama MBS adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.
Peningkatan efisiensi diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya yang ada, partisipasi
masyarakat dan penyederhanaan birokrasi.

Peningkatan mutu diperoleh melalui partisipasi orangtua, kelenturan pengelolaan sekolah,


peningkatan profesionalisme guru, serta hal lain yang dapat menumbuhkembangkan suasana
yang kondusif. Pemerataan pendidikan tampak pada tumbuhnya partisipasi masyarakat (stake-
holders), terutama yang mampu dan peduli terhadap masalah pendidikan. Implikasinya adalah
pemberian kewenangan yang lebih besar kepada kabupaten dan kota untuk mengelola
pendidikan dasar dan menengah sesuai dengan potensi dan kebutuhan daerahnya. Juga,
melakukan perubahan kelembagaan untuk memenuhi dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
dalam perencanaan dan pelaksanaan, serta memberdayakan sumber daya manusia, yang
menekankan pada profesionalisme.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang berarti berlari


dan currere yang artinya tempat berpacu (Abdullah, 2007: 183). Dalam bahasa Latin
”curriculum” semula berarti a running course, or race course, especially a chariot race
course  dan terdapat pula dalam bahasa Prancis ”courier”  artinya ”to run,berlari”. Kemudian
istilah itu digunakan untuk sejumlah “courses”  atau matapelajaran yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu gelar atau ijasah (Nasution, 2003:9). Dalam bahasa Arab, kurikulum
diartikan dengan manhaj,  yakni jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada bidang
kehidupan dan kemudian diterapkan dalam bidang pendidikan (Raharjo, 2012: 16). Dalam
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya pada setiap
satuan pendidikan.
kebijakan pendidikan, yaitu kebijakan pendidikan sebagai kebijakan publik dan kebijakan
pendidikan sebagai bagian dari kebijakan publik atau dalam kebijakan publik. Pada
pembahasan disini, kebijakan pendidikan merupakan bagian dari kebijakan publik.
Pemahaman ini dimulai dari ciri-ciri kebijakan publik secara umum.

B. Saran

Sesuai dengan perkembangan dan ilmu pengetahuan sebaiknya kurikulum disesuaikan


dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kurikulum perlu dikembangkan secara dinamis
sesuai dengan tuntutan dan perubahan kurikulum harus mengacu pada sumber hukum yaitu
pancasila dan undang-undang dasar 1945.

Daftar Pustaka

Sulfemi, Wahyu Bagja. (2018) Manajemen Kurikulum Di dalam Sekolah. Bogor: Visi Nusantara
Maju.
Azis A. Rosmiaty. (2019) Ilmu Pendidikan Islam. Ngringinan, Palbapang, Bantul, Yogyakarta:
Sibuku

Hamalik, Oemar. (2007) Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Hamalik, Oemar. (2007) Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. (2008) Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Prenada Media Group.

UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai