Oleh: SYAHYUTI
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
BOGOR - 16 Desember 2015
1
Materi presentasi:
1. Penyuluhan modern
2. Modernisasi Penyuluhan dalam UU No 16 tahun
2006: penyuluh SWADAYA dan SWASTA
3. UU 23 tahun 2014: Ancaman Kemunduran
Penyuluhan
4. Rancangan Modernisasi Penyuluhan Pertanian ke
depan
2
Satu,
Penyuluhan MODERN
The first modern agricultural advisory and
instructional service was established in
Ireland during the great potato famine
(1847-1851)
3
Kritik terhadap penyuluhan klasik:
Qamar (2005):
“The fact remains, however, that modernization and reforms
are needed in the existing national extension systems as a
result of the many global forces that are changing socio-
economic and political conditions in the world, creating new
challenges and learning needs for farmers in developing
countries”.
4
Mengapa perlu moderniasi penyuluhan?
(Sumber: Swanson, Burton E.; Robert P. Bentz; and Andrew J. Sofranko (eds). 2004: Improving
Agricultural Extension: A Reference Manual. www.fao.org)
5
Agricultural Extension: Needed Paradigm Shift
(Baldeo Singh, 2009)
9
• Tantangan untuk penyuluhan pertanian ke depan adalah to
integrate public and private sector extension.
10
• Penyuluhan haruslah new ways of working and
learning.
(Sandra Kerka. 1998. Extension Today and Tommorrow. Trends and Issues Alert no. n/a.
http://www.cete.org/...)
(Rivera, W. M. 1997. Agricultural Extension into the Next Decade. European Journal of Agricultural
Education and Extension 4, no. 1 (June 1997): 29-38. (EJ 546 904)
11
Panduan untuk modernizing national extension system di
antaranya adalah Qamar (2005) :
1. Nilai organisasi penyuluhan yang ada apakah cukup mampu menghadapai tantangan
baru petani dan pertanian, apakah masih cukup kuat atau perlu dirstrukturisasi.
2. Lakukan desentraliasi penyuluhan hanya setelah kemampuan staf (capacity buildings)
di daerah ditingkatkan.
3. Perluas mandat penyuluhan untuk mampu melayani berbagai kebutuhan
pembangunan sumberdaya manusia di pedesaan.
4. Rumuskan kebijakan nasional untuk menjamin adanya komitmen politik dan
penganggaran.
5. Berikan pendidikan dan pelatihan untuk tenaga penyuluh.
6. Dukung kebijakan pluraslime dengan melibatkan penyuluh dari kalangan petani dan
swasta.
7. Libatkan penyuluh swasta (private extension) sesuai dengan pertimbangan ekonomi.
8. Kembangkan penyuluhan yang menghargai ide lokal, spesifik lokasi, partisipatif, sensitif
gender, dan metode penyuluhan yang murah.
9. Organisasikan petani ke dalam bentuk organisasi formal (legal associations).
10. Bangun relasi yang efektif dengan institusi penelitian.
12
Buku “Improving Agricultural Extension (FAO):
13
Modern Extension systems
(Ashani H. Ranathunga. Global Trends in Agricultural Extension. http://www.slideshare.net/ASHANIHR/...)
14
Decentralize extension =
15
Key action untuk penyuluhan yang pluralism:
18
Tujuh peran penyuluh sebagai agen pembaruan (Rogers,
2003):
19
Kedua, dari sisi MANAJEMEN : Marsh and Pannell (2005):
-Penyuluhan modern dicirikan oleh
• Organisasi memiliki ciri sebagai
learning organization. adanya integrasi penyuluh swadaya dan
swasta (to integrate public and private
Kerka (1998), penyuluhan modern dicirikan sector extension).
oleh penerapan manajemen baru (new -Dibutuhkan efisiensi dan kelembagaan
ways of working and learning).
yang berkelanjutan (sustainability of
Rivera (1997): institutional arrangements), dengan ciri
-menerapkan metode baru (new delivery minimise transaction costs, serta
methods) karena berkembangnya teknologi “institutional structures to ensure effective
informasi, manejemen baru, serta public sector and private sector links –
organisasi yang bercirikan partisipatif
(participatory learning organization). cooperation and coordination in a
commercial environment”.
Swanson et al. (1997):
-sosok baru dunia penyuluhan (new Qamar, 2005:
professionalism in extension) adalah pada
pendekaan partisipatif dan pola partisipasi -desentraliasi merupakan ciri penting
yang baru (new systems of participatory penyuluhan modern, selain partisipatif,
learning) dan kelembagaan baru (new demokratis, dan memiliki semangat
institutional settings).
pluralism.
20
Earnest et al. (1995):
-Penyuluhan mestilah mampu mengekplorasi kegiatan penyuluhan sebagai sebuah “participatory
learning organization” dan mampu melahirkan pemimpin dari masyarakat bersangkutan
Punjabi (2001):
-penyuluh memiliki tugas khusus untuk meningkatkan efisiensi sistem secara keseluruhan melalui
penguatan sinergi antara tiga segmen (penelitian, penyuluhan dan petani )
Patterson (1998):
• Penyuluhan baru harus memperhatikan sistem (managing systems), bukan sekedar orang per orang
(people), dan membantu tercapainya visi komunitas.
• Dibutuhkan perubahan struktur kelembagaan = lingkungan yang mampu mendorong kerjasama dan
koordinasi
• Agen-agen penyuluhan mesti aktif membangun relasi yang formal antara lembaga penelitian dan
konsultasi dengan sektor swasta.
• Penyuluhan perlu memberi perhatian lebih khusus untuk kalangan buruh tani (landless agricultural
labourers), wanita tani, serta kalangan petani muda (rural youth).
• Penyuluh harus mulai memberikan pemahaman tentang perihal komersialisasi (some degree of
commercialization) kepada petani, juga tentang biaya usaha (cost of production), dan bagaimana
membaca pasar (mismatch between demand and supply).
21
Ciri penyuluhan MODERN adalah:
22
• Leeuwis (2006):
-inovasi teknologi datang dari banyak sumber
- adanya perubahan paradigma dari sustainable agriculture and
progress menuju ecological knowledge system
- berkembangnya interdependence model dan innovation system
framework
- yang terlibat tak hanya peneliti dan penyuluh tetapi juga pengguna
teknologinya, perusahaan swasta, NGO, dan juga supportive
structures berupa pasar dan kelembagaan penyedia kredit.
- Pentingnya proses belajar (learning processes).
23
Paradigma penyuluhan LAMA vs BARU (Leeuwis, 2006):
25
Extension Effectiveness Indicators:
(a) Single Indicators (b) Unitary or Composite Indicators
1. Awareness Number of farmers aware of Village Extension
10. Extension Arithmetic average of selected extension
Worker (percentage)
Effectiveness effectiveness indicators, say, Awareness
2. Visit Number of visits by Village Extension Worker to Indicator (know the Village Extension
farmers a) twice a month, b) once a month, and
Worker), Visit Indicator (number of visits
c) no visit (average)
twice a month). Field Indicator (meeting place
3. Field Meetings Number of meetings of Village Extension at farmers' fields), and Regularity Indicator
Worker with farmers in their fields (percentage) (visit on the same day) (Misra, 1994)
4. Regularity Number of meetings of Village Extension
Worker with farmers on the fixed day (ii) Extension Efficiency Indicators
(percentage) 11. Performance Actual number of farmers reached out of the
5. Field Day Number of field days organized by Village Index target number which should be reached
Extension Worker a) in preceding month, b) (Casley and Lury, 1982, p.7) (percentage)
quarterly, and c) annually (average)
6. Demonstration Number of a) method demonstrations, b) result 12. Penetration Index Number of farmers adopting the
demonstrations, and c) method-cum-result recommended practice out of the actual
demonstrations organized by Village Extension number reached (ibid. p.37) (percentage)
Worker(i) in preceding month,(ii) quarterly,
and(iii) annually 13. Achievement Number adopting the recommended practice
Index out of the target number of farmers (ibid.
7. Supervision Number of supervisory visits from Agricultural
p.37) (percentage). Note that (13) =(12) x (11)
Extension Officers to Village Extension Worker
in the field per month (average)
8. Research-Extension Number of research-extension linkage
Linkage workshops organized per month (average) Extension Productivity Indicators
9. Farmer Training Number of farmers trained in farmers' training 1. Yield Yield per hectare for main crop(s) (average)
centres (institutionalized training courses) per 2. Productivity Index Increase in yield over base year compared with
year (average) base year (percentage) 26
Extension Capability Indicators:
1. Coverage Area under cultivation per Extension Worker
2. Intensity Number of Farm Families per Extension Worker
3. Competence Number of Graduate Extension Workers out of total number of Extension Workers (percentage)
4. Subject-Matter Specialist Number of Subject-Matter Specialists per hundred Extension Workers
5. Research-Extension Ratio Number of Agricultural Scientists per hundred Extension Workers
6. Monitoring Number of Monitoring Unit Personnel per thousand Extension Workers
7. Gender Ratio Number of Female Extension Personnel out of total number of Extension
Personnel (percentage)
8. Equity Number of Small and Marginal Farmers out of total number of Contact Farmers (percentage)
9. Mass Contact Number of group meetings held per month per Extension Worker in a year(average)
10. Computerization Number of personal computers in Extension Organization per thousand Extension Personnel
11. Print Media Number of leaflets/pamphlets distributed per month per Extension Worker in a year (average)
12. Audio-Visual Media Number of audio-visual (cinema/television) shows organized per month per Extension Worker in a year
(average)
13. Training Number of Extension Personnel out of total number of Extension Personnel trained in specialized training
courses in a year (percentage)
14. Finance Budgetary expenditure on Agricultural Extension out of total budgetary expenditure on agriculture per year
(percentage)
15. Investment Expenditure on Agricultural Extension as percentage of Agricultural Gross Domestic Product per year
16. Transport Number of(i) bicycles, (h) motorcycles, and (iii) 4-wheel vehicles, per thousand Extension Workers
27
Dua,
Modernisasi Penyuluhan Pertanian
Indonesia dalam UU No 16 tahun 2006
tentang SP3
28
Paradigma penyuluhan modern pada UU
NO 16 - 2006:
1. Demokrasi dan partisipasi.
Pasal 2: “Penyuluhan diselenggarakan berasaskan demokrasi, manfaat,
kesetaraan, keterpaduan, keseimbangan, keterbukaan, kerja sama, partisipatif,
kemitraan, berkelanjutan, berkeadilan, pemerataan, dan bertanggung gugat”.
30
Penyuluh pertanian SWADAYA dan
SWASTA
Penyuluh swadaya =
Penyuluh swasta =
33
Enam keunggulan penyuluh swadaya
(hasil riset Indraningsih dkk., 2013):
34
Siapa penyuluh swasta?
Kategori pelaku:
1. Private bisnis (penyedia input, perusahaan
pengolahan, dan pemasaran). Saat ini
penyuluh swadaya sudah ada yang
menajalankannya.
2. Non profit sector (perguruan tinggi, NGO, dll)
3. Pay for service (dibayar oleh organisasi
petani, bisa Gapoktan, atau asosiasi
komoditas)
35
Menurut Schwartz Menurut Qamar
(1994: “The Role Of The Private Sector In Agricultural (2005: Modernizing National Agricultural
Extension: Economic Analysis And Case Studies”), Extension Systems A Practical Guide for Policy-
Makers of Developing Countries.
Private extension adalah:
Private extension adalah:
1. Perguruan tinggi
2. Public 1. perusahaan swasta (private
3. Contract farming schemes companies)
2. NGO
4. Input supply companies
3. asosiasi petani
(private extension as part of
4. organisasi komunitas petani
commercial firm activities)
(rural community
5. NGO organizations)
5. perguruan tinggi
(agricultural academic
institutions), dan
6. kantor penelitian pertanian.
36
• Shahbaz, Babar and Salaman Ata
(2014: Enabling Agricultural Policies for benefiting Smallholders in Dairy, Citrus
and Mango Industries of Pakistan. Agricultural Extension Service in p[akistan:
Chalenges, Caontraints and Ways-forward).
37
Khusus untuk commercial firms:
40
Pengalaman negera-negara lain
(laporan FAO, 2005):
44
PPL kurang mengembangkan organisasi petani
(Syahyuti et al., 2014)
45
Meningkatkan produksi komoditas VS
kesejahteraan petani:
UU No 16 tahun 2006
UU No 19 tahun 2013
UU No 6 tahun 2014
UU No 18 tahun 2012
UU no 12 tahun 1992
UU No 18 tahun 2002
47
UU 23 tahun 2014 tentang PEMDA
Klasifikasi Urusan Pemerintahan:
Urusan Pemerintahan
Urusan Pemerintahan =
50
Penentuan Pembagian Urusan
51
Bagaimana keberadaan Kantor Penyuluhan Pertanian
di Provinsi dan Kabupaten Pasca UU 23-2014 ?
52
LOGIKA kebijakan dalam UU 23-2014:
3. Di setiap level
1. Frasa Pemda akan ada 3
“penyuluhan 2. Sesuai dengan 3. Perpres baru: kantor :
pertanian” tidak ada Pasal 15 ayat 2 dan penyuluhan Propinsi: Dinas
dalam UU 23-2014. 3, maka dapat pertanian menjadi Pertanian + BKP +
Bukan bagian dari disusun PERPRES URUSAN Bakorluh
Pertanian dan Pemetaan Urusan pemerintah Kabupaten: Dinas
Ketahanan Pangan Pertanian + BKP +
Bapeluh
53
UU 23 tahun 2014 ttg PEMDA:
Kementerian Pertanian memiliku dua Lampiran I : “Pembagian Urusan
URUSAN:
Pemerintahan Bidang Pangan”
Lampiran AA: “Pembagian Urusan terdiri atas 4 sub urusan:
Pemerintahan Bidang Pertanian” terdiri
atas 7 sub urusan : 1. penyelenggaraan pangan
berdasarkan kedaulatan dan
1. sarana pertanian
kemandirian,
2. prasarana pertanian
3. kesehatan hewan dan kesehatan
2. penyelenggaraan ketahanan
masyarakat veteriner pangan,
4. pengendalian dan 3. penanganan kerawanan pangan,
penanggulangan bencana dan
pertanian
5. perizinan usaha pertanian
4. keamanan pangan.
6. karantina pertanian
7. varietas pertanian.
54
UU No 23 tahun 2014:
• Pasal 15:
(1) Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi
serta Daerah kabupaten/kota tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Undang-Undang ini,
(2) Urusan pemerintahan konkuren yang tidak tercantum dalam Lampiran Undang-Undang ini
menjadi kewenangan tiap tingkatan atau susunan pemerintahan yang penentuannya
menggunakan prinsip dan kriteria pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13.
• Pasal 345:
(1) Pemerintah Daerah wajib membangun manajemen pelayanan publik dengan mengacu pada
asas-asas pelayanan publik
(2) Manajemen pelayanan publik meliputi salah satunya adalah penyuluhan kepada masyarakat
(ayat 2 point e).
• Minimal 2 tahun sampai terbitnya Perpres (Okt 2016), Bakorluh dan Bapeluh TETAP mengelola
55
penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan.
Kebijakan-Kebijakan yang mendukung eksistensi kelembagaan
penyuluhan:
56
UU No 6 tahun 2014 tentang DESA:
• Pasal 1: Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
• Pasal 80, ayat 4, point c: Prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa
dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa yang meliputi
pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif.
• Pasal 112 ayat 3: Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota memberdayakan masyarakat Desa dengan:
(a) Menerapkan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi tepat guna,
dan temuan baru untuk kemajuan ekonomi dan pertanian masyarakat Desa;
(b) Meningkatkan kualitas pemerintahan dan masyarakat Desa melalui pendidikan, pelatihan,
dan Penyuluhan.
• Pasal 26
Ayat 1: “Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan
Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa”
Ayat 2 point l: “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Desa
berwenang: memanfaatkan teknologi tepat guna”
57
UU No 18 tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, Dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi:
• Pasal 1: “Penerapan adalah pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan/atau ilmu pengetahuan dan
teknologi yang telah ada ke dalam kegiatan perekayasaan, inovasi, serta difusi teknologi”.
• Pasal 5 ayat 1: “Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
berfungsi membentuk pola hubungan yang saling memperkuat antara unsur penguasaan, pemanfaatan, dan
pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam satu keseluruhan yang utuh untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4”.
• Pasal 9 ayat 1: “Badan usaha sebagai salah satu unsur kelembagaan dalam Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu”.
• Pasal 15 ayat 1: “Jaringan Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi berfungsi membentuk jalinan hubungan interaktif yang memadukan unsur-unsur kelembagaan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan kinerja dan manfaat yang lebih besar dari keseluruhan yang
dapat dihasilkan oleh masing-masing unsur kelembagaan secara sendirisendiri”
• Pasal 18 ayat 1: “Pemerintah berfungsi menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitas,
serta menciptakan iklim yang kondusif bagi perkembangan Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia”.
• Pasal 21
• Ayat 1: “Pemerintah dan pemerintah daerah berperan mengembangkan instrumen kebijakan untuk melaksanakan
fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1)”.
• Ayat 2: “Instrumen kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan sebagai bentuk kemudahan dan
dukungan yang dapat mendorong pertumbuhan dan sinergi semua unsur Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi”.
58
UU No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman:
• Pasal 57:
• Ayat 1: Pemerintah menyelenggarakan penyuluhan budidaya tanaman
serta mendorong dan membina peranserta masyarakat untuk melakukan
kegiatan penyuluhan dimaksud.
• Bagian Penjelasan:
“Teknologi tepat yang telah ditemukan perlu disebarluaskan kepada
masyarakat, khususnya para petani, agar mereka dapat memanfaatkannya.
Penyebarluasan tersebut dilakukan baik melalui jalur pendidikan sekolah
maupun jalur pendidikan luar sekolah seperti penyuluhan, pelatihan, dan
lain-lain”.
59
UU No 19 tahun 2013 ttg Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani:
• Pemberdayaan Petani = “segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Petani untuk
melaksanakan Usaha Tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan
dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian,
konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan,
teknologi dan informasi, serta penguatan Kelembagaan Petani”.
• Pasal 7 ayat 3 point b: strategi pemberdayaan petani dilakukan melalui penyuluhan dan
pendampingan.
• Keberadaan kelembagaan penyuluhan di daerah dalam Pasal 46:
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memberi fasilitas penyuluhan dan pendampingan
kepada Petani
(2) Pemberian fasilitas penyuluhan berupa pembentukan lembaga penyuluhan dan penyediaan penyuluh, dan
(3) Lembaga penyuluhan dibentuk oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
• Pasal 98: masyarakat dalam Pemberdayaan Petani dapat berperan serta dalam
menyelenggarakan: pendidikan nonformal, pelatihan dan pemagangan, serta penyuluhan (=
Penyuluh SWADAYA dan SWASTA).
• Bagian penjelasan : ....beberapa kegiatan yang diharapkan mampu menstimulasi petani agar
lebih berdaya, antara lain, berupa pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan,
serta pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian.
60
UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan:
61
Empat,
Rancangan Modernisasi PENYULUHAN
PERTANIAN ke Depan
62
Apakah Perlu SATU PENYULUH = SATU DESA ?
65
Pencapaian target penyuluhan
PPL
SWASTA
PPL
Pemerin
tah 66
Agenda ke depan:
1. Penelitian (policy research) untuk pola yang lebih
sesuai di Indonesia (level kebijakan, dan level lapang)
2. Rumusan pembagian peran antara penyuluh
3. Rumusan kebijakan/pedoman (Perpres, Permentan,
buku pedoman, dll)
4. Membangun struktur keorganisasian yang efektif
5. Penyuluhan pertanian adalah PENDIDIKAN nonformal
= maka berhak memperoleh dukungan pembiayaan
dari 20% APBN (?)
6. Dan lain-lain
67
Demikian,
Terima
kasih