Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ETIKA KEILMUAN

Dosen Pembimbing: Yessi Marniati, S.T., M.T.

Disusun Oleh Kelompok 3 :


1. M. Abel Kusumawijaya 061830310789
2. M.Fauzi Khaitami 061830310791
3. M. Raihan Ismail 061830310792
4. M. Bintang Satria 061830310793
Kelas : 5LC

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


PROGRAM STUDI D3 TEKNIK LISTRIK
POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA
2020

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk dalam penyusunan makalah ini.
Atas karunian-Nya tak henti-hentinya mengucap syukur atas terselesainya makalah ini yang
berjudul”Manajemen Keuangan”

Selain dalam penulisan makalah ini penulis merasa berhutang budi kepada berbagai
pihak terutama dosen pembimbing Ir. Zainuddin Idris, M.T yang telah memberikan
bimbingan dan arahan, Sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini belum sempurna masih terdapat
kelemahan atau kekurangan, maka penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif
dari pihak manapun demi perbaikan selanjutnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Etika merupakan bahasan yang berbicara tentang nilai etika dan nilai
moral, membicarakan perilaku manusia dalam hidupnya. Sebagai cabang
filsafat, etika sangat menekankan pendekatan kritis dalam melihat nilai etika dan
mengenai norma etika. Etika merupakan sebuah refleksi kritis dan rasional

mengenai nilai etika dan pola perilaku hidup manusia. Etika membicarakan soal
nilai yang merupakan salah satu dari cabang filsafat. Etika bermaksud membantu
manusia untuk bertindak secara bebas dan dapat dipertanggung jawabkan karena
setiap tindakannya selalu dipertanggung jawabkan.
Etika yang sebanding dengan moral dalam ilmu filsafat yaitu mengenai
adat kebiasaan. Lebih jauh, etika dan moral memiliki arti tersendiri dalam
kehidupan manusia yang terwujud dalam pola perilaku masyarakat. Etika
sebagai pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya,
sosial, dan agama.
Melalui belajar dan berpikir berfikir filsafat seperti itulah banyak persoalan
dan pertanyaan-pertanyaan dari yang ada dan yang tidak ada tapi ada bisa dicarikan
jawabannya. Dalam tataran ini cukup dimengerti apabila produk pemikiran filsafat
mempengaruhi dan menjadi idiologi suatu masyarakat dari yang terkecil sampai
dalam bentuknya yang paling besar yaitu Negara. Dalam maknanya seperti itu,
dapatlah dijelaskan bahwa filsafat telah memberikan konsep-kosep metafisik dan
kosmis yang bergerak di jagat raya ini dan merupakan dasar dari perenungan,
pencarian dalam filsafat.
Masalah etika itu sendiri merupakan cabang filsafat yang mencari hakikat nilai-
nilai baik dan jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan tindakan seseorang yang
dilakukandengan penuh kesadaran berdasarkan pertimbangan pemikirannya. Persoalan
etika itu pulamerupakan persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia dalam
segala aspeknya baik individu maupun masyarakat, baik hubungannya dengan Tuhan
maupun dengan sesama manusia dan dirinya.
Oleh karena, etika merupakan salah satu cabang dari kajian filsafat, maka
sangatlah perlu untuk mengupas tuntas tentang permasalahan etika yang bersandarkan
pada ruang lingkup filsafat. Sehingga dapat diketahuilah tentang pandangan para
pemikir atau para ahli filsafat tentang etika. Tujuan etika dalam hal ini adalah untuk
mendapatkan sesuatu yang ideal bagi semua manusia ditempat manapun dalam waktu
apapupun juga mengenail penilaian baik atau buruk. Namun ukuran baik dan buruk
sangat relatif sebab sangat tergantung pada keadaan suatu daerah dan suasana suatu
masa. Etika menentukan ukuran atas perbuatan manusia. Oleh karena itu, dalam
mengusahakan tujuan etika, manusia pada umumnya menjadikan norma yang ideal
untuk mencapai tujuaan tersebut.
Ilmu pengetahuan seharusnya mengandung nilai - nilai etika, moral, norma
dan kesusilaan. Nilai-nilai yang terkandung di dalam ilmu pengetahuan ini seharusnya
mampu menjadi kontrol bagi ilmwuan baik dalam berpikir maupun bertindak. Jika
dalam penerapannya, ilmuwan mengabaikan nilai-nilai tersebut, maka ilmu
pengetahuan akan membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu,
ilmuwan diharapkan mempunyai konsep pemikiran mengenai baik dan buruknya
sesuatu.
Konsep pemikiran yang mengharuskan manusia mampu membedakan hal baik
dan buruk dalam tingkah laku dikenal dengan etika. Menurut filsafat, etika adalah
ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan
amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Dengan
menyertakan nilai-nilai etika, penyimpangan dalam penerapan ilmu pengtahuan
dapat dicegah. Hanya saja dalam penerapan etika ilmu pengetahuan, terdapat
permasalahan terkait perbedaan persepsi mengenai kriteria baik dan buruknya
sesuatu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah makalah adalah sebagai
berikut
a. Pengertian Etika Keilmuan
b. Pembagian Etika Keilmuan
c. Hubungan Etika dan Ilmu
d. Persoalan Etika Ilmu Pengetahuan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Seperti halnya dengan banyak istilah yang menyangkut konteks ilmiah,
istilah "etika" berasal dari bahasa Yunani kuno ethos. Kata ethos dalam bentuk
tunggal mempunyai banyak arti: tempat tinggal yang biasa; pada rumput,
kandang; kebiasaan, adat; akhlak, watak; perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam
bentuk jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan dan arti terakhir inilah
menjadi latar belakang bagi terbentuknya istilah "etika" yang oleh filsuf Yunani
besar Aristoteles (284-322 SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.
Jadi, kita membatasi diri pada asal-usul kata ini, maka "etika" berarti: ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Secara etimologis, ethic berarti system of moral principles atau a system of
moral standard value Secara terminologi etika didefinisikan sebagai: the normatif
science of the conduct of human being living societies. A science which judge this

conduct to be right or wrong, to be good or bad. Secara singkat etika didefinisikan


sebagai ilmu pengetahuan tentang kesusilaan (moral). Kata yang cukup dekat dengan
"etika" adalah "moral". Kata terakhir ini berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores)
yang berarti juga: kebiasaan, adat. Dalam bahasa Inggris dan banyak bahasa lain,
termasuk bahasa Indonesia (pertama kali dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1988), kata mores masih dipakai dalam arti yang sama. Jadi, etimologi kata "etika"
sama dengan etimologi kata "moral", karena keduanya berasal dari kata yang berarti
adat kebiasaan. Hanya bahasa asalnya berbeda; yang pertama berasal dari bahasa
Yunani, sedang yang kedua dari bahasa Latin. Moral adalah ajaran-ajaran wejangan-
wejangan khutbah- khutbah patokan-patokan tentang bagaimana manusia hams hidup
dan bertindak agar ia menjadi manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral dapat
berupa ajaran agama, nasihat para bijak, orang tua, guru dan sebagainya. Pendek kata
sumber ajaran moral meliputi agama, tradisi, adat-istiadat dan ideologi-ideologi
tertentu.
Jadi etika terdiri dari :
a. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak sesuai
pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya
b. Etika adalah adalah nurani (batin), bagaimana harus bersikap etis dan baik yang
sesungguhnya timbul dari kesadaran diri
c. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar – tawar lagi, kalau perbuatan baik
mendapat pujian dan yang salah harus mendapat sanksi
d. Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain yang hadir.
Berdasarkan sudut pandang filsafat, etika berarti ilmu yang menyelidiki mana
yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Menggunakan akal pikiran secara mendalam,
kritis, logis dan sistematis untuk melahirkan karya cipta demi meningkatkan
kesejahteraan merupakan tujuan dari ilmu pengetahuan. Dalam penerapannya ilmu
pengetahuan seharusnya mengacu kepada nilai-nilai etika, seperti bertanggung jawab,
terbuka, dan tidak melanggar moral dan akhlak. Dengan mengamalkan nilai-nilai etika
dalam ilmu pengetahuan, seorang ilmuan diharapkan mampu bersikap ilmiah.
Masalah etika itu sendiri merupakan cabang filsafat yang mencari hakikat
nilai-nilai baik dan jahat yang berkaitan dengan perbuatan dan tindakan seorang yang
dilakukan dengan penuh kesadaran berdasarkan pertimbangan pemikirannya. Persoalan
etika merupakan persoalan yang berhubungan dengan eksistensi manusia dalam segala
aspeknya baik individu maupun masyarakat, baik hubungannya dengan tuhan maupun
dengan sesama manusia dan dirinya.
Sebagai salah satu cabang aksiologi ilmu yang banyak membahas masalah
nilai-baik atau buruk etika mengandung tiga pengertian: Kata etika bisa dipakai dalam
arti nilai-nilai atau norma-norma moral yang menjadi pegangan seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
1. Etika berarti kumpulan asas atau nilai moral. Misalnya kode etik.
2. Etika merupakan ilmu tentang yang baik atau yang buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan
nilai- nilai tentang yang dianggap baik atau buruk) yang begitu saja diterima
dalam suatu masyarakat seringkali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi
suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika dalam hal ini sama dengan
filsafat moral. Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tingkah laku moral
dapat dihampiri berdasarkan atas tiga macam pendekatan, yaitu: Etika Deskriptif,
Etika Normatif, dan Metaetika.

1. Etika Deskriptif
Adalah cara melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas seperti: adat
kebiasaan, anggapan tentang baik atau buruk, tindakan yang diperbolehkan atau
tidak. Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu,
kebudayaan atau sub-kultur tertentu. Oleh karena itu etika deskriptif ini tidak
memberikan penilaian apa pun, ia hanya memaparkan. Etika deskriptif lebih bersifat
netral. Misalnya: Penggambaran tentang adat mengayau kepala pada suku primitif.

2. Etika Normatif
Mendasarkan pendiriannya atas norma. Ia dapat mempersoalkan norma yang
diterima seseorang atau masyarakat secara lebih kritis. Ia bisa mempersoalkan
apakah norma itu benar atau tidak. Etika normatif berarti sistemsistem yang
dimaksudkan untuk memberikan petunjuk atau penuntun dalam mengambil
keputusan yang menyangkut baik atau buruk. Etika normatif ini dibagi menjadi dua,
yaitu:
a. Etika umum, yang menekankan pada tema-tema umum seperti: Apa yang
dimaksud norma etis? Mengapa norma moral mengikat kita? Bagaimana hubungan
antara tanggungjawab dengan kebebasan?. Etika umum, berbicara mengenai
kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis, bagaimana
manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip- prinsip moral
dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur
dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat
dianalogikan dengan ilmu pengetahuan yang membahas mengenai pengertian
umum dan teori-teori. Dengan kata lain, etika umum memiliki landasan dasar
seperti norma moral, agama, hak dan kewajiban.
b. Etika khusus, upaya untuk menerapkan prinsip-prinsip etika umum ke dalam
perilaku manusia yang khusus. Etika khusus juga namakan etika terapan. Etika
khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang
kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud: Bagaimana saya
mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan
khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip
moral dasar. Namun, penerapan itu juga dapat berwujud: Bagaimana saya menilai
perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang
dilatarbelakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis. Cara
bagaimana manusia mengambil keputusan atau tindakan, dan teori serta prinsip moral
dasar yang ada dibaliknya. Dalam perkembangannya, etika khusus akan berkembang
menjadi etika individual dan etika sosial.
a. Etika Individual
Etika individual menyangkut sikap dan kewajiban individu terhadap dirinya sendiri.
b. Etika Sosial
Etika sosial berbicara mengenai sikap dan kewajiban individu sebagai seorang
anggota masyarakat atau kelompok tertentu.

Dalam penerapannya, etika sosial akan memunculkan kajian-kajian atas etika, seperti
etika keluarga, etika masyarakat, dan etika profesi.

3. Etika Metaetika,
yaitu kajian etika yang ditujukan pada ungkapan- ungkapan etis. Bahasa etis atau
bahasa yang dipergunakan dalam bidang moral dikaji secara logis. Metaetika
menganalisis logika perbuatan dalam kaitan dengan "baik" atau "buruk".
Perkembangan lebih lanjut dari metaetika ini adalah Filsafat Analitik.
Etika tidak hanya berkutat pada hal-hal teoritis, namun juga terkait erat dengan
kehidupan konkret, oleh karena itu ada beberapa manfaat etika yang perlu
diperhatikan dalam kaitannya dengan kehidupan konkret, yaitu:
1. Perkembangan hidup masyarakat yang semakin pluralistik menghadapkan
manusia pada sekian banyak pandangan moral yang bermacam-macam, sehingga
diperlukan refleksi kritis dari bidang etika. Contoh: etika medis tentang masalah
aborsi, bayi tabung, kloning, dan lain-lain.
2. Gelombang modemisasi yang melanda di segala bidang kehidupan
masyarakat, sehingga cara berpikir masyarakat pun ikut bernbah. Misalnya: cara
berpakaian, kebutuhan fasilitas hidup modem, dan lain-lain.
3. Etika juga menjadikan kita sanggup menghadapi ideologi-ideologi asing
yang berebutan mempengarnhi kehidupan kita, agar tidak mudah terpancing.
Artinya kita tidak boleh tergesa gesa memeluk pandangan baru yang belum jelas,
namun tidak pula tergesa-gesa menolak pandangan baru lantaran belum terbiasa.
4. Etika diperlukan oleh penganut agama manapun untuk menemukan dasar
kemantapan dalam iman dan kepercayaan sekaligus memperluas wawasan terhadap
semua dimensi kehidupan masyarakat yang selalu berubah.
2.2 Aliran-Aliran Etika
a. Hedonisme
Hedonisme bertolak dari pendirian bahwa menurut kodratnya manusia
mengusahakan kenikmatan, yang dalam bahasa Yunani disebut "hedone"; dari kata
inilah timbul istilah "hedonisme". Secara negatif usaha ini terungkap dalam sikap
menghindari rasa sakit, dan secara positif terungkap dalam sikap mengejar apa saja
yang dapat menimbulkan rasa nikmat. Namun hedonisme tidak sekadar menetapkan
kenyataan kejiwaan ini, melainkan juga berpendapat bahwa kenikmatan benar-benar
merupakan kebaikan yang paling berharga atau yang tertinggi bagi manusia, sehingga
dengan demikian adalah baik baginya apabila mengusahakan kenikmatan.
Seseorang dikatakan baik bila perilakunya dibiarkan ditentukan oleh pertanyaan
bagaimana caranya agar dirinya memperoleh kenikmatan yang sebesar-besamya;
dengan bersikap dengan itu ia bukan hanya hidup sesuai dengan kodratnya, melainkan
juga memenuhi tujuan hidupnya. Keberatan terhadap aliran ini tidak dapat dihindari,
karena seperti telah dikatakan, hedonisme menjadikan tujuan hidup tergantung pada
keadaan lahiriah, sedangkan kesusilaan berarti penentuan diri sendiri. Dengan kata lain,
sifat susila suatu perbuatan tidak tergantung pada banyaknya kenikmatan yang
dihasilkannya, melainkan tergantung pada kecenderungan batiniah yang merupakan
asalnya.
Di samping itu dalam hedonisme lenyaplah hubungan dengan pihak lain, yang
merupakan ciri pengenal bagi kesusilaan. Setiap orang mengusahakan kenikmatan bagi
dirinya masing-masing; barang siapa mengatakan bahwa orang seharusnya juga
memberikan kenikmatan bagi orang lain, berarti mengakui ukuran yang berbeda dari
ukuran kenikmatan. Dan bila ia tambahkan bahwa pengabdian kepada sesama manusia
itu kalau perlu dengan mengorbankan kenikmatan bagi diri sendiri, maka sebagai
seorang hedonis ia sepenuhnya akan mengalami pertentangan dengan dirinya sendiri.
b. Utilisme
Aliran dijabarkan dari kata Latin "utilis", yang berarti bermanfaat. Utilisme
mengatakan bahwa ciri pengenal kesusilaan ialah manfaat suatu perbuatan. Suatu
perbuatan dikatakan baik, jika membawa manfaat, dikatakan buruk, jika menimbulkan
mudarat. Utilisme tampil sebagai sistem etika yang telah berkembang, bahkan juga
sebagai pendirian yang agak bersahaja mengenai hidup.Paham ini mengatakan bahwa
orang baik ialah orang yang membawa manfaat, dan yang dimaksudkannya ialah agar
setiap orang menjadikan dirinya membawa manfaat yang sebesar-besarnya. Tetapi
dalam kenyataannya sesuatu yang bermanfaat tidak pernah berdiri sendiri; sesuatu hal
senantiasa bermanfaat bagi sesuatu hal yang lain. Umpamanya, suatu obat bermanfaat
untuk memulihkan kesehatan, sebuah kitab bermanfaat untuk dibaca, sejumlah barang
tertentu bermanfaat bagi pertanian, dan sebagainya. Begitu pula kebalikannya, hal-hal
yang merugikan.
Dengan demikian suatu hal yang sama ditinjau dari satu segi dapat bermanfaat,
sedangkan ditinjau dari segi lain merugikan; suatu obat, misalnya, dapat bermanfaat
bagi orang yang sakit dan merugikan bagi orang yang sehat. Karena itu seseorang yang
mengatakan bahwa sesuatu hal bermanfaat, justru mempunyai suatu tujuan tertentu,
meskipun tidak dikatakannya dan mungkin ia tidak akan mengingat-ingatnya secara
sengaja.
c. Deontologi
Terdapat pandangan lain sistem etika lain yang tidak mengukur baik tidaknya
suatu perbuatan berdasarkan hasilnya, melainkan semata-mata berdasarkan maksud si
pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut. Kita bisa mengatakan juga bahwa sistem
ini tidak menyoroti tujuan yang dipilih bagi perbuatan atau keputusan kita, melainkan
semata-mata wajib tidaknya perbuatan dan keputusan kita. Teori yang dimaksudkan ini
biasanya disebut deontologi (kata Yunani deon berarti: apa yang hams dilakukan;
kewajiban).
Suatu maksim bersifat moral apabila dapat diuniversalisasikan (dijadikan
hukum umum), amoral atau jahat, apabila tidak dapat diuniversalisasikan. Hal itu
dirumuskan oleh Kant dalam apa yang disebutnya "imperatif kategoris". Prinsip
penguniversalisasian itu adalah unsur kedua dalam etika Kant yang sangat berpengaruh
terhadap etika selanjutnya.Kant mulai dengan menegaskan bahwa paham-paham moral
tidak mungkin diperoleh dari pengalaman empiris-indrawi. Paham-paham moral
bersifat apriori dan berdasarkan akal budi praktis, yaitu berdasarkan pengertian
mengenai baik dan buruk yang mendahului segala pengalaman.
2.3 Hubungan Etika dan Ilmu
Mukhtar Latif (2014), telah meletakkan berbagai prinsip dasar dalam hal
memahami tanggung jawab pengetahuan dan keilmuan. Istilah tanggung jawab, secara
etimologis menunjuk pada dua sikap dasar ilmu dan ilmuwan, yaitu; tanggung dan
jawab. Ilmu dan ilmuan, termasuk lembaga keilmuan, dalam hal ini, wajib menanggung
dan wajib menjawab setiap hal yang diakibatkan oleh ilmu itu sendiri maupun
permasalahan-permasalahan yang tidak disebabkan olehnya. Ilmu, ilmuwan, dan
lembaga keilmuan bukan hanya berdiri di depan tugas keilmuannya untuk mendorong
kemajuan ilmu, dalam percaturan keilmuan secara luas, tetapi juga harus berdiri di
belakang setiap akibat apa pun yang dibuat oleh ilmu, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Salah satu ciri pokok dari tanggung jawab keilmuan itu adalah sifat
keterbatasan. Tanggungjawab keilmuan memiliki sifat keterbatasan, dalam arti bahwa,
tanggung jawab itu sendiri tidak diasalkan atau diadakan sendiri oleh ilmu dan ilmuwan
sebagai manusia, tetapi merupakan pemberian kodrat. Sebagaimana manusia tidak
dapat menciptakan dirinya sendiri, tetapi menerimanya sebagai pemberian kodrat maka
demikian pula halnya ia tidak dapat menciptakan tanggung jawab. Manusia hanya
menerima dirinya dan tanggung jawabnya, serta menjalaninya sebagai sebuah
panggilan kodrati dan tunduk padanya.
Hubungan etika dan ilmu berarti juga penerapan ilmu pengetahuan dan
teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Tanggung jawab etis menyangkut kegiatan
maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ini berarti ilmuwan dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memerhatikan kodrat dan
martabat manusia, menjaga ekosistem, bertanggung jawab pada kepentingan umum,
dan generasi mendatang, serta bersifat universal karena pada hakikatnya ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh ekosistem
manusia bukan untuk menghancurkan ekosistem tersebut. Manusia disebut etis adalah
manusia yang secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam
rangka mewujudkan keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan orang lain,
antara rohani dengan jasmani, dan sebagai makhluk ciptaan-Nya. Dengan demikian,
etika dibutuhkan sebagai pertimbangan pemikiran yang kritis, yang dapat membedakan
antara apa yang sah dan yang tidak sah, membedakan apa yang benar dan apa yang
tidak benar.
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran moral
tidak berada di tingkat yang sama, karena:
1. Ilmu dan etika sebagai suatu pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan
dan menghentikan oerilaku penyimpangan dan kejahatan di kalangan masyarakat.
2. Ilmu dan etika diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral di lingkungan
masyarakat sekitar agar dapat menjadi cendekiawan yang memiliki moral dan
akhlak yang baik/mulia.
Contoh hubungan antara etika dan beberapa ilmu:
1. Etika dan jiwa ilmu (psikologi), antara etika dan ilmu jiwa terdapat hubungan yang
amat kuat. Ilmujiwa menyelidiki dan membicarakan kekuatan perasaan, paham,
mengenal, ingatan, kehendak, sedangkan etika sangat membutuhkan obyek kajian
ilmujiwa. Pada masa sekarang ini, terdapat cabang ilmu jiwa yang disebut' ilmu
jiwa masyarakat" yakni menyelidiki soal bahasa bagaimana pengaruhnya terhadap
perkembangan susunan masyarakat.
2. Etika dan ilmu kemasyarakatan (sosiologi), hubungan diantara kedua ilmu ini erat,
karena perbuatan manusia itulah yang menjadi topik kajiannya, disisi lain etika
sangat mendorong untuk mempelajari kehidupan masyarakat yang mana itu
menjadi pokok persoalan sosiologi.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa etika keilmuan adalah
ilmu yang mengkaji benar atau salah suatu objek. Dalam pengkajiannya, etika keilmuan
hams menerapkan cara berpikir yang mendalam, kritis, sistematis, logis, terbuka,
bertanggungjawab, dan tidak melanggar nilai-nilai moral serta akhlak. Sehingga
etika keilmuan menjadi pengontrol ilmuan dalam menyikapi ilmu pengetahuan.
2.4 Hubungan Etika dan Ilmu Pengetahuan
Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran yang mengatakan bagaimana
seharusnya hidup, tetapi itu adalah ajaran moral. Ilmu Pengetahuan dan etika sebagai
suatu pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku
penyimpangan dan kejahatan di kalangan masyarakat. Ilmu pengetahuan dan etika
diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral di lingkungan masayarakat
sekitar agar dapat menjadi ilmuwan yang memiliki moral dan akhlak yang baik dan
mulia.
Sebagai suatu obyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu
maupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dilakukan itu
salah atau benar, baik atau buruk. Dengan begitu dalam proses penilaiannya ilmu
pengetahuan sangat berguna dalam memberikan arah atau pedoman dan tujuan
masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia
tanpa merendahkan martabat seseorang.
Etika memberikan batasan maupun standar yang mengatur pergaulan manusia di
dalam kelompok sosialnya yang kemudian dirupakan ke dalam aturan tertulis yang
secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada
saat diperlukan dapat di fungsikan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan tertentu
terhadap segala macam tindakan yang secara umum dinilai menyimpang dari kode etik
yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Ilmu sebagai asas moral atau etika
mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan universal bagi umat manusia dalam
meningkatkan martabat kemanusiaannya.
Masalah moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad nanusia untuk menemukan
kebenaran. Sebab untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran diperlukan
keberanian. Sejarah kemanusiaan telah mencatat semangat para ilmuwan yang rela
mengorbankan nyawanya untuk mempertahankan apa yang mereka anggap benar.
Kemanusiaan tak pernah urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan
moral maka ilmuwan akan mudah melakukan pemaksaan intelektual. Penalaran secara
rasional yang telah membawa manusia mencapai harkat kemanusiaannya berganti
dengan proses rasionalisasi yang mendustakan kebenaran.
Maka inilah pentingnya etika dan moral dalam ilmu pengetahuan yang
menyangkut tanggung jawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk
dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam
penerapannya ilmu pengetahuan juga mempunyai akibat positif dan negatif bahkan
destruktif maka diperlukan nilai atau norma untuk mengendalikannya. Di sinilah etika
menjadi ketentuan mutlak yang akan menjadi pengendali bagi pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi untuk meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan
kebahagiaan manusia.

2.5 Persoalan Etika Ilmu Pengetahuan


Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi selalu memerlukan pertimbangan-
pertimbangan dari dimensi etis dan hal ini tentu sangat berpengaruh pada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan. Tanggung jawab etis
ini menyangkut kegiatan atau penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.
Sehingga seorang ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi
harus selalu memperhatikan kodrat dan martabat manusia, ekosistem dan bertanggung
jawab terhadap kepentingan generasi yang akan datang dan kepentingan umum, karena
pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu bertujuan untuk pelayanan eksistensi
manusia dan bukan sebaliknya untuk menghancurkan eksistensi manusia itu sendiri.
Tanggung jawab ini juga termasuk berbagai hal yang menjadi sebab dan akibat
ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa lalu maupun masa yang akan datang. Jadi
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghambat atau
meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, karena ilmu
pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia.
Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan kedewasaan manusia
dalam arti yang sesungguhnya, yakni kedewasaan untuk menentukan mana yang layak
atau tidak layak, mana yang baik dan mana yang buruk.
Beberapa problem yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi
seperti dicontohkan oleh Amsal Bakhtiar (2010) pada perkembangan ilmu
bioteknologi, perkembangan yang dicapai sangat maju seperti rekayasa genetika yang
menghkhawatirkan banyak kalangan. Tidak saja para agamawan dan pemerhati hak-hak
asasi manusia tetapi para ahli bioteknologipun juga semakin khawatir karena jika
akibatnya tidak bisa dikendalikan maka akan terjadi bencana besar bagi kehidupan
manusia. Sebagai contoh adalah rekayasa genetika yang dahulunya bertujuan untuk
mengobati penyakit keturunan seperti diabetes, sekarang rekayasa tidak hanya
bertujuan untuk pengobatan tetapi untuk menciptakan manusia-manusia baru yang
sama sekali berbeda baik secara fisik maupun sifat-sifatnya. Dengan rekayasa tersebut
manusia tidak memiliki hak yang bebas lagi. Meskipun teori ini belum tentu terwujud
dalam waktu singkat tetapi telah menimbulkan persoalan dan kekhawatiran di kalangan
ahli etika dan para agamawan, apalagi jika jatuh pada penguasa yang lalim pasti
dampaknya akan sangat membahayakan karena bisa menghancurkan eksistensi
manusia. Maka disinilah diperlukan kedewasaan dari manusia itu sendiri untuk
menentukan mana yang baik dan buruk bagi kehidupannya.
Tugas terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan bantuan
agar manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri
manusia, tetapi juga merupakan hasil perkembangan dan kreatifitas manusia untuk
memperkokoh kedudukan serta martabat manusia baik dalam hubungan sebagai pribadi
dengan lingkungannya, maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap
Allah Swt.

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Pengembangan ilmu pengetahuan sebagai perwujudan aksiologi ilmu
mengharuskan visi etik yang tepat untuk diaplikasikan. Manusia dengan ilmu
pengetahuan akan mampu berbuat apa saja yang diinginkan, namun
pertimbangannya tidak hanya pada apa yang dapat diperbuat oleh manusia. Yang
lebih penting pada konteks ini adalah perlunya pertimbangan etik apa yang harus
dilakukan dengan tujuan kebaikan manusia. Sebenarnya mengupayakan rumusan
konsep etika dalam ilmu idealnya harus sampai pada rumusan normatif yang berupa
pedoman konkrit bagaimana tindakan manusia di bidang ilmu harus dilakukan. Jika
hanya rumusan berada pada dataran etika yang abstrak, akan terdapat kesulitan
ketika diterapkan terhadap masalah yang bersifat konkrit.
Sebagai suatu obyek etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh oleh
individu maupun masyarakat untuk menilai suatu tindakan yang akan dikerjakan.
Dimana etika memberikan penilaian. batasan dan arahan yang mengatur manusia
dalam kelompok sosial lainnya. Dalam proses penilaiannya etika memberikan arahan
agar ilmu pengetahuan berguna dalam memberikan arah atau pedoman dan tujuan
masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan umat manusia
tanpa merendahkan martabat seseorang.
Dalam penyelenggaraan ilmu pengetahuan menurut pendapat beberapa tokoh
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan bersifat bebas nilai artinya tuntutan terhadap
setiap kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Ilmu
pengetahuan tidak terpengaruh oleh faktor eksternal seperti faktor politis, idiologis,
agama dan budaya. Tetapi dalam penerapannya ilmu pengetahuan harus
mempertimbangkan segi kemaslahatannya bagi umat manusia.
Persoalan yang mendasar dalam etika keilmuan adalah bahwa penerapan ilmu
pengetahuan selalu memerlukan pertimbangan dari segi etis yang berpengaruh pada
pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Sehingga dalam
pengembangannya para ilmuwan harus memperhatikan dan menjaga martabat manusia
dan kelestarian lingkungan. juga diperlukan, kedewasaan yang sesungguhnya dari
manusia untuk menentukan mana yang baik dan buruk bagi kehidupannya.

2. Saran
Demikianlah makalah mengenai Etika Keilmuan yang dapat penulis susun.
Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tingkah laku atau perbuatan
manusia dalam hubungannya dengan baik buruk. Dalam makalah ini hanya sedikit
saran yang dapat penulis paparkan, yaitu: dengan belajar etika diharapkan kita
Mahasiswa khususnya dapat memahami tingkah laku apa yang baik menurut suatu
teori-teori tertentu, dan sikap yang baik tidak lepas dari kaidah etika.
DAFTAR PUSTAKA

A.P Cowie (ed.), Oxford Learner's Pocked Dictionary, Britania Raya: Oxford
University Press, 1987.

Franz Magnis Suseno, 13 Model Pendekatan Etika, Yogyakarta: Kanisius, 2006.

Frans Magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat


Moral,Yogyakarta: Kanisius, 1989.

H. De Vos, Pengantar Etika, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1987. K. Bertens, Etika, Jakarta:
Gramedia, 2007.

Mukhtar Latif, Orientasi Ke Arah Pemahaman Filsafat llmu, Jakarta: Kencana, 2014.

Rizal Mustansyir dan MisnalMunir, Filsafat llmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001.

Surajiyo, llmu Filsafat (Suatu Pengantar). Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Victoria Neufeld (ed.), Webster'sNew WorldDictionary, Third Edition, New York: Simon
& Schuster Macmillan Company, 1999.

William Lillie, an Introduction to Ethics, New York: Barnes Nable, 1957.

Anda mungkin juga menyukai