Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG


Di tengah krisis ekonomi yang berkepanjangan yang menimpa negara
Indonesia, khususnya umat Islam, banyak sekali orang-orang yang ingin
memperoleh keuntungan dengan jalan yang tidak halal, yaitu tidak sesuai dengan
peraturan-peraturan dalam Islam. Misalnya saja, masalah penimbunan barang
pokok telah banyak sekali terjadi karena ingin mempeoleh keutnngan yang lebih
untuk pribadinya sendiri, sedangkan orang-orang yang berada di kalangan bawah
menjadi rugi karenanya.
Oleh karena itu, banyak sekali penguasa yang mengeruk keutnungannya
dengan cara ihtikar (penimbunan) khususnya makanan pokok, jenis sekali ini
sangat menguntungkan mereka karena dengan menimbun barang poko tersebut.
Mereka memaksa masyarakat untuk membeli dengan harga 2 kali lipat, karena
barang yang ada di pasaran sudah habis dan para konsumen mau tidak mau harus
membelinya dari mereka. Oleh karenanya, ihtikar sangat dilarang oleh agama
Islam karena sangat merugikan orang-orang kecil dan hukumnya berdosa.

B.     RUMUSAN MASALAH


1.      Bagaimanakah hukum tengkulak dalam islam?
2.      Bagaimanakah hukum menimbun barang pokok dalam islam?

C.    TUJUAN PENELITIAN


1.      Untuk mengetahui hukum tengkulak dalam islam
2.      Untuk mengetahui hukum menimbun barang pokok dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN

A.    LARANGAN TERHADAP TENGKULAK


Tengkulak berarti pedagang perantara (yang membeli hasil bumi dan
sebagainya dari petani atau pemilik pertama); peraih: harga beli para tengkulak
umumnya lebih rendah daripada harga pasar.
1.      Hadis larangan tengkulak

ُ ‫ قُ ْل‬,‫ا ٍد‬55َ‫رُ‘ لِب‬5‫ض‬


‫ت ِال ْب ِن‬ َ ‫الَ تَلَقُّو ا الرُّ َّكا‬: ‫لم‬55‫ قَ َل رسول هللا صلّى هللا عليه وس‬:‫س قَ َل‬
ِ ‫ ا‬5‫ ْع َح‬5ِ‫ب َوالَ يَب‬ ٍ ‫ع َِن ا ْب ِن َعبَّا‬
ِ ‫ َوالَ يَبِ ْع َحا‬:ُ‫ َماقُوْ لُه‬:‫س‬
‫ الَيَ ُكنُ لَهُ ِس ْم َسارًا‬:‫قَ َل‬,‫ضرُ‘ ِلبَا ٍد‬ ٍ ‫َعبَّا‬
2.      Terjemahan hadis
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a, dia berkata: Rasulullah Saw
melarang penghadangan barang-barang perdagangan (untuk dimonopoli) sebelum
tiba dipasar, juga melarang orang kota memonopoli perdagangan terhadap orang
desa. Kata thawus: aku menanyakan kepada Ibnu Abbas, ‘apa maksud sabda
Rasulullah Saw,’orang kota terhadap orang desa? Ibnu Abbas menjawab,
‘maksudnya dilarang menjadi tengkulak yang memonopoli’1[1]
3.      Biografi Perawi
Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf al-
Quraisyi al hasyimi. Ia adalah putra paman Rasulullah yakni Abbas bin Abdul
Muthalib ibunya bernama Ummu Al-Fadhl Lubanah. Ia dilahirkan ketika bani
hasyim berada di Syi’ib, tiga tahun sebelum hijrah.2[2]
Ia pernah diangkat menjadi gubernur Basrah pada masa Utsman bin Affan
dan pada masa Ali, Ibnu Abbas mengangkat Abdullah bin al-harits sebagai
penggantinya. Dalam perjalanan hidupnya Ibnu abbas banyak berdialog dengan
Rasullah SAW sekalipun ia masih mud, saat ia berumur 13-15 tahun nabi SAW

1[1] Drs. Achmad Zaidun,Ringkasan Hadis Shahih Bukhari,(Jakarta,Pustaka


Amani,2002),hlm.517-518
2[2] Manna’Al-Qathan,Mabahist fi Ulumul Qur’an, terjemahan ,Ainur Rafiq El-Mazni,
Pengantar Studi Ilmu Ulum Al-Qur’an, Jakarta:Pustaka Al-Kautsar, th.2006,hlm.473
berpulang ke rahmatullah artinya semasa hidup nabi Saw ia masih sangat muda
sekali.3[3]
Meskipun demikian Ibnu Abbas adalah sosok sahabat yang memiliki ilmu
yang luas, ahli fiqih, dan imn tafsir, oleh karena itu beliau mendapat beberapa
gelar antaralain: Turjuman Al-Qur’an(penafsiran al-qur’an), Habrul Ummah(guru
umat), dan Rasi’ul Mufassirin(pemimpin para musaffir). Karena ketika Rasulullah
wafat, Ibnu Abbas belajar kepada para sahabat Rasul yang pertamatentang apa-
apa yang tidak dipelajarinya dari Rasulullah secara langsung. Beliau selalu
bertanya, maka setiap beliau mendengar seseorang yang mengetahui ilmu atau
menghafalkan hadis, segeralah ia menemuinya dan belajar kepadanya. Dan
otaknya yang cerdas dan merasa tdak puas itu mendorongnya untuk meneliti apa
yang didengarnya. Suatu saat beliau pernah bercerita mengenai dirinya , ‘jika aku
ingin mengetahui tentang suatu masalah , aku akan bertanya kepada 30 sahabat. 4
[4]
Julukan-julukan tersebut diatas sebagai wujud pengakuan umat atas
ilmunya yang melimpah-ruah. Ijtihadnya yang agung, dan ma’rifatnya terhadap
makna-makna yang terkandung di dalam al-qur’an al-karim disamping akhlaknya
yang ulia. Hingga ia pun banyak dijadikan sandaran oleh para sahabat dalam tafsir
maupun fatwa. Diantar shabat yang mengakui kemampuan dan juga bersandar
kepada Ibnu’ Abbas dalam bidang tafsir ini adalah ‘Umar bin Al-Khattab.
Ia meninggal di Thaif tahun 68 H. Jenazahnya dishalatkan oleh
Muhammad bin al-Hanafiyah. Pada saat pemakaman jenazahnya Muhammad bin
al-Hanafiyah berkata, “Tidak berpulang ulama umat ini untuk selama-lamanya.5
[5]
Dalam usia muda, Ibnu Abbas telah mendapatkan tempat yang istimewa
dikalangan para senior sahabat mengingat ilmu dan ketajaman pemahamanya

3[3] Muhammad Husain ad-Dhahabi, 2005. Tafsir wa Al-Mufassirun. Juz 1. Kairo. Darul
Hadis. Hlm.61
4[4] Khalid, Muhammad Khalid, Man Around the Messenger, terj. M. Arfi Hatim: Para
Sahabat yang akrab Dalam Kehidupan Rasulullah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada ,
2000, hlm.581
5[5] Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Terj. Khoirul
Amru Harahap, Jakarta:Pustaka al-Kautsar, 2007,hlm.115
sebagai wujud dari doa Rsulullah Saw untuknya. Dalam sebuah riwaya
dijelaskan , nabi pertnah merangkulnya dan berdo’a, Ya Allah, ajarkanlah
kepadanya hikmah.6[6]
Manna al-Qathan juga menguraikan sebuah kisah Ibnu Abbas yang
mendapat do’a langsung dari Rasulullah, dia mengambil dari Mu’jam Al-Baghawi
dan lainya, dari Umar bin al-Khattab,”Beliau mendekati Ibnu Abbas dan berkata ,
sungguh saya telah melihat Rasululah Saw medoakanmu, lalu membelai
kepalamu, meludahi mulutmu, dan berdo’a ya Allah berilah dia pemahaman yang
hebat dalam urusan agama dan ajarkanlah kepadanya takwil.
Selain mendapat do’a khusus dari Rasulullah , Ibnu Abbas juga termasuk
salah satu diantara sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis Nabi. Urutan
sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis adalah , Abu Hurairah, Abdullah
bin Umar, Jabir, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik dan Aisyah. Tercatat 1660
hadis yang diriwayatkan dari Nabi.7[7]
Dimasa kanak-kanaknya, Ibnu Abbas memperoleh pendidikan di rumah
Nabi Saw . ia banyak menyertainya, memperoleh ilmu serta menyakskan berbagai
peristiwa turunya wahyu , setelah Nabi Saw wafat, ia melengkapi ilmunya dengan
bergaul dengan para sahabat besar, seperti Umar bin Khattab(561-644), Ali bin
Abi Thalib(603-661), Mu’adz bin Jabbal(20 SH/639 M), dan Abu Dzar al-
Ghiffari(w.32H). Dari mereka inilah ia memperoleh ia memperoleh pengetahuan
tentang aspek-aspek bahasa Arab. Karenanya, di dalam menjelaskan lafal Al-
Qur’an ia sering menyitir bait-bait sya’ir Arab. Karena beliau memiliki
pengertahuan yang mumpuni tentang seluk-beluk bahasa dan sastra Arab kuno.
Ia memiliki kemampuan yang tinggi dalam berijtihad, berani dalam
menjelaskan apa yang diyakininya benar, dan terbuka utuk menerima kritik dari
orang lain. Diantara sahabat yang banyak mengkritiknya adalah Abdullah bin
Umar (Ibnu Umar)
4.      Penjelasan Hadis
Diantara kebiasaan masyarakat Arab adalah berdaganag ke negeri
tetangga. Dari Mekkah mereka membawa barang-barang hasil produk Mekkah

6[6] Manna al-Qathan,hlm.474


7[7] Muhammad Sa’id Mursi,hlm.115
untuk dijual ke negeri lain kemudian pulangnya mereka membawa barang-barang
dari Negara lain yang sangat diperlukan oleh penduduk Mekah . bedanya para
pedagang tersebut berangkat bersama-sama alam suatu rombongan besar yang
disebut kafilah.8[8]
Sebenarnya para kafilah tersebut sudah terbiasa berhenti di pasar atau
ditempat berkumpulnya penduduk. Harga barang yang dibawa oleh rombongan
dalam kafilah ini tentu sahja murah karena mereka merupakan pedagang pertama.
Akan tetapi, penduduk seringkali tidak mendapatkan barang secara
langsung dari tangan kafilah kerena barang-barang tersebut telah di cegat lebih
dulu oleh para tengkulak atau makelar. Mereka memanfaatkan kesempatan
tersebut untuk mendapatkan keuntungan besar., dengan cara menjual barang yang
mereka beli dengan harga lebih tinggi kepada penduduk yang tidak dapat membeli
langsung dari kafilah.
Dengan demikian, kafilah pun tidak dapat lagi datang ke pasar atau
ketempat-tempat yang biasa dipakai untuk berjual beli dengan penduduk desa
karena barangnya habis atau penduduk desa sudah membeli barang dari para
tengkulak, dengan harga yang cukup tinggi. Keadaan tersebut sangat
memudharatkan, baik bagi para kafilah para penjual dipasar, maupun bagi para
penduduk. Oleh karena itu, perbuatan itu dilarang.9[9]
Sebenarnya hadis diatas mengandung dua larangan yaitu:
a.       Larangan mencegat para kafilah
Maksud para kafilah disini, baik sendirian ataupun dalam rombongan banyak.
Begitu juga, baik memakai kendaraan ataupun berjalan. Akan tetapi, biasanya
para kafilah itu datang dengan rombongan besar dan mengendarai unta.10[10]
b.      Tempat yang dilarang mencegat barang adalah diluar tempat menjual barang,
sebagaimana dinyatakan didalam lafal hadis lain.
8[8] Syafe’i Rachmat, Al-Hadits Aqidah,Akhlak,Sosial,Dan
Hukum(Bandung:PustakaSetia,2000)hlm.169
9[9] Syafe’i Rachmat, Al-Hadits Aqidah,Akhlak,Sosial,Dan
Hukum(Bandung:PustakaSetia,2000)hlm.170

10[10] Mudhour Ali Yunus, Terjemah misyakatul


mashaabih(Semarang:CV.Assyfa’,1993)hlm.394
5.      Hubungan Hadis dengan surah An-Nisa ayat 29-30
َ ‫اض ِم ْن ُك ْم َواَل تَ ْقتُلُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم إِ َّن هَّللا‬ َ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُكونَ تِ َج‬
ٍ ‫ارةًع َْن ت ََر‬
َ‫َكان‬
‫ك ُع ْد َوانًا َوظُ ْل ًما فَ َسوْ فَ نُصْ لِي ِه نَارًا َو َكانَ َذلِكَ َعلَى هَّللا ِ يَ ِسيرًا‬
َ ِ‫بِ ُك ْم َر ِحي ًما(*) َو َم ْن يَ ْف َعلْ َذل‬
a.       Artinya
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan
barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami
kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah. Qs.4:29-30
b.      Tafsir ayat
Ø ‫يااأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil,
Perkataan ‫( اَل تَأْ ُكلُوا‬jangan memakan) pada pangkal ayat ini mengandung arti ‫لااَتَأْ ُخ ُذوا‬
(jangan mengambil atau menggunakan). Dalam beberapa bahasa, bisa
menggunakan istilah makan pada berbagai bentuk penggunaan. Dalam bahasa
Indonesia dikenal istilah makan waktu, makan biaya, makan tenaga. Dalam
bahasa juga sering digunakan istilah ‫ أكل – يأكل‬dalam arti menggunakan. Pangkal
ayat melarang keras memakan atau mengambil harta orang lain dengan cara yang
َّ ‫ال َح َرام فِي‬55ِ‫( ب‬apa yang
bathil. Cara yang bathil adalah ‫ار والغَصب‬55‫ا َوالقِ َم‬55‫رْ ع كالرِّب‬55‫الش‬
dharamkan syari’ah seperti riba, judi, merampas atau mencuri).11[11]
Banyak sekali contoh transaksi yang dilarang oleh al-Qur`an dan hadits antara
lain:
a. Mengandung unsur riba
َ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا الَ تَأْ ُكلُوا ال ِّربَا أَضْ َعافًا ُم‬
َ‫ضا َعفَةً َواتَّقُوا هللاَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan. Qs.3:130

11[11] Al-Tafsir al-Munir, V h.30


b.Jual beli barang haram, dan judi
Allah SWT berfirman:
ِ َ‫صابُ َواأْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيط‬
َ‫ان فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُون‬ َ ‫يَاأَيُّهَا الَّ ِذينَ َءا َمنُوا إِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َم ْي ِس ُر َواأْل َ ْن‬
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khaar, berjudi, (berkorban untuk)
berhala, mengundi, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka
jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Qs.5:90
Dalam ayat ini tersirat bahwa khamr, judi, mengadu nasib persembahan berhala
itu haram, tanpa kecuali apakah memakan hasilnya, atau pun cara
mendapatkannya, bahkan yang menyediakan fasilitasnya.
c. Jual beli anjing, pedukunan dan fasilitas ma’siat
Dalam hadits ditandaskan:
‫ر‬5 ِ ‫لَّ َم نَهَى ع َْن ثَ َم ِن ْال َك ْل‬5‫ ِه َو َس‬5‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬5‫ص‬
ِ 5‫ب َو َم ْه‬ َ ِ ‫و َل هَّللا‬5‫ أَ َّن َر ُس‬: ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
ِ ‫ي َر‬
ِّ ‫ار‬
ِ ‫ص‬َ ‫عن أَبِي َم ْسعُو ٍد اأْل َ ْن‬
‫ْالبَ ِغ ِّي َوح ُْل َوا ِن ْال َكا ِه ِن *متفق عليه‬
Dari Abi Mas’id al-Anshari diterangkan bahwa Rasulullah SAW melarang
mencari penghasilan dari jual beli anjing, upah perzinahan dan honor
perdukunan.  Muttafaq alaih.
d. Yang merugikan orang lain
َ‫اس بِاإْل ِ ْث ِم َوأَ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬ ْ ْ
ِ َّ‫َواَل تَأ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل َوتُ ْدلُوا بِهَا إِلَى ْال ُح َّك ِام لِتَأ ُكلُوا فَ ِريقًا ِم ْن أَ ْم َوا ِل الن‬
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. Qs.2:188 
e. Jual beli barang yang haram dimakan
Ulama berbeda pendapat tentang hukum menjual belikan barang yang haram
dimakan seperti tulang/ kulit/ lemak/ bulu/ tanduk bangkai, karena ada hadits:
‫ ِه‬5‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬5‫ص‬ َ 5‫ ُم َرةَ أَلَ ْم يَ ْعلَ ْم أَ َّن َر ُس‬5‫ بَلَ َغ ُع َم َر أَ َّن َس ُم َرةَ بَا َع َخ ْمرًا فَقَا َل قَاتَ َل هَّللا ُ َس‬: ‫س قَا َل‬
َ ِ ‫ول هَّللا‬ ٍ ‫َع ِن ا ْب ِن َعبَّا‬
‫ت َعلَ ْي ِه ُم ال ُّشحُو ُم فَ َج َملُوهَا فَبَاعُوهَا *متفق عليه‬ ْ ‫َو َسلَّ َم قَا َل لَ َعنَ هَّللا ُ ْاليَهُو َد ُح ِّر َم‬
Ibnu Abbas menerangkan telah sampai berita pada Umar bahwa Samurah
menjual khamr. Umar berkata Allah memerangi Samurah. Apakah dia tidak tahu
bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah mengutuk orang yahudi karena telah
diharamkan atas mereka bangkai kemudian mereka merekayasa lemaknya, lalu
mereka jual belikan. Hr,. Muttafaq alaih.
Hadits ini mengandung arti bahwa barang yang haram dimakan dilarang dijual
belikan dan dilarang pula memakan hasilnya. Namun merekayasa lemak tersebut
mengandung arti untuk dimakan.
‫ َّر َم هَّللا ُ َعلَ ْي ِه ُم‬5‫و َد َح‬5ُ‫ َل هَّللا ُ ْاليَه‬5َ‫ال قَات‬5
َ َ‫لَّ َم ق‬5‫ ِه َو َس‬5ْ‫لَّى هَّللا ُ َعلَي‬5‫ص‬
َ ِ ‫و ِل هَّللا‬5‫ ع َْن َر ُس‬: ُ‫ه‬5‫ َي هَّللا ُ َع ْن‬5‫ض‬ِ ‫عن أَبِي ه َُر ْي َرةَ َر‬
‫ال ُّشحُو َم فَبَاعُوهَا َوأَ َكلُوا أَ ْث َمانَهَا‬
Dari Abi Hurairah, Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT mengutuk orang
yahudi tatkala Allah mengharamkan bangkai lalu mereka jual dan memakan hasil
penjualannya. Hr. Muttafaq alaih.
f. Muzabanah dan Muhafalah
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َِن ْال ُمزَ ابَنَ ِة َو ْال ُم َحاقَلَ ِة‬
َ ِ ‫ نَهَى َرسُو ُل هَّللا‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِّ ‫عن أَبِي َس ِعي ٍد ْال ُخ ْد ِر‬
ِ ‫ي َر‬
Diriwayatkan daripada Abu Said al-Khudri r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah
melarang muzabanah dan muhaqalah * Hr. Muslim.
Muzabanah ialah jual beli buah sebelum matang atau belum jelas ukuran dan
kualitasnya. Orang sunda menyebutnya jual kempalangan. Sedangkan Muhafalah
ialah menyewa kebun atau ladang dengan hasilnya. Kedua mu’amalah tersebut
mengandung unsur spekulasi mana yang paling diuntungkan. Dalam muzabanah
terdapat spekulasinya jika buahnya itu tumbuh dengan baik maka pembeli akan
untung. Jika ternyata kena hama atau busuk, maka penjual untung pembeli rugi.
Oleh karena itu lebih baik menunggu jelas hasilnya. Perhatikan hadits berikut:
َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَل تَ ْبتَاعُوا الثِّ َما َر َحتَّى يَ ْب ُد َو‬
‫صاَل ُحهَا‬ ِ ‫عن أَبِي هُ َري َْرةَ َر‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل‬
‫* متفق عليه‬
Dari Abi Hurairah. Rasulullah SAW bersabda: Janganlah kamu menjual buah
sebelum jelas kualitasnya. Hr. Muttafaq alaih no.893
Sedangkan dalam muhafalah, hasil yang bakal diperoleh oleh pemilik tanah tidak
jelas, karena tergantung pada musim atau subur dan tidaknya.
g. Menyembunyikan kecacatan barang yang dijual
ِ َ‫ال ْالبَيِّ َعا ِن بِ ْال ِخي‬
َ ‫ار َما لَ ْم يَتَفَ َّرقَا فَإ ِ ْن‬
‫ص َدقَا‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ ع َِن النَّبِ ِّي‬: ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
ِ ‫عن َح ِك ِيم ْب ِن ِح َز ٍام َر‬
‫ متفق عليه‬ ‫ق بَ َر َكةُ بَ ْي ِع ِه َما‬
َ ‫ُوركَ لَهُ َما فِي بَي ِْع ِه َما َوإِ ْن َك َذبَا َو َكتَ َما ُم ِح‬
ِ ‫َوبَيَّنَا ب‬
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam r.a katanya: Nabi S.a.w, bersabda: Penjual
dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum berpisah. Sekiranya
mereka jujur serta memberi penjelasan tentang barang yang dijual belikan,
mereka akan mendapat berkat dalam jual beli mereka. Sekiranya mereka menipu
dan merahasiakan apa-apa yang harus diterangkan akan terhapus keberkatannya
. Muttafaq alaih no. 888
h. Membeli barang dengan mencegat harga pasaran
Contohnya tengkulak yang memborong barang dari orang kampung yang tidak
mengetahui harga pasar, guna meraih keuntungan yang lebih besar. Cara
mu’amalat semacam ini akan mengacaukan harga yang merugikan masyarakat.
َ ‫ َوا‬5‫ َغ اأْل َ ْس‬5 ُ‫لَ ُع َحتَّى تَ ْبل‬5 ‫الس‬
‫ق‬ ِّ ‫لَّ َم نَهَى أَ ْن تُتَلَقَّى‬5 ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس‬ َ ‫ أَ َّن َرس‬: ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫عنُ ا ْب ِن ُع َم َر َر‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم نَهَى ع َِن التَّلَقِّي *متفق عليه‬ َ ‫َوهَ َذا لَ ْفظُ ا ْب ِن نُ َمي ٍْر و قَا َل اآْل َخ َرا ِن إِ َّن النَّبِ ِّي‬
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a katanya: Sesungguhnya Rasulullah s.a.w
melarang menahan barang dagangan sebelum tiba di pasaran. Ini adalah lafazh
dari Ibnu Numair. Sedangkan menurut perawi yang lain, sesungguhnya Nabi
s.a.w melarang pembelian barang dagangan sebelum dipasarkan *Muttafaq alaih
880
B.     LARANGAN MENIMBUN BARANG POKOK (IHTIKAR)
Ihtikar secara etimologi adalah perbuatan menimbun, pengumpulan
barang-barang atau tempat untuk menimbun. Sedangkan menurut Imam Fairuz
Abadi mengartikan ihtikar secara bahasa adalah mengumpulkan, menahan barang
dengan harapan untuk mendapatkan harga yang mahal.
Sedangkan ihtikar secara terminologis adalah menahan(menimbun)
barang-barang pokok manusia untuk dapat meraih keuntungan dengan menaikkan
harganya serta menunggu melonjaknya harga dipasaran.
Beberapa definisi penimbunan barang menurut beberapa pendapat yaitu:
a.       Imam Al-Ghazali ( mazhab syafi’ie) mendefinisikan ihtikar sebgai penyimpana
barang dagangan oleh penjual makanan untuk menuggu melonjaknya harga dan
penjualanya ketika harga melonjak.
b.      Ulama mazhab Maliki mendefinisikan ihtikar adalah penyimpanan barang oleh
produsen baik makanan, pakaian, dan segala barang yang berurusan dengan pasar.
c.       As-Sayyid Sabiq dalam fiqih As-Sunnah menyatakan ihtikar sebagai membeli
sesuatu barang dan menyimpanya agar barang tersebut berkurang di masyarakat
sehingga harganya meningkat sehingga manusia akan mendapatkan kesulitan
akibat kelangkaan dan mahalnya harga barang tersebut.12[12]

12[12] As-Sayyid Sabiq, fiqh as-Sunnah(Libanon: Dar al- fikr,1981),hlm. 162


d.      Adiwarman Karim mengatakan bahwa ihtikar adalah mengambil keuntungan
diatas keuntungan normal dengan cara menjual lebih sedikit barang utnuk harga
yang lebih tinggi, atau silsilah ekonominya disebut dengan monopoly’s rent.13[13]
1.      Hadis larangan ihtikar (menimbun barang pokok)
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَال َم ِن احْ تَ َك َر فَهُ َو خَ اِط ٌئ‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ َّ‫ع َْن َس ِعي ِد ْب ِن ْال ُم َسي‬
ِ ‫ب ع َْن َم ْع َم ِر ب ِْن َع ْب ِد هَّللا ِ ع َْن َرس‬
2.      Terjemahan Hadis
Dari Sa’id bin Musayyab ia meriwayatkan: bahwa Ma’mar, ia berkata,”Rasulullah
Saw bersabda,:”Barang siapa menimbun barang, maka ia berdosa”. (HR.
Muslim)14[14]
3.      Biografi perawi
Beliau adalah seorang imam besar, ulama kota Madinah, penghulu para
tabi'in. Beliau menikah dengan putri Abu Hurairah. Setelah itu jadilah ia orang
yang paling memahami hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
yang bersumber dari Abu Hurairah.
a)      Nasabnya
Beliau adalah Sa'id ibnul Musayyib bin Hazan bin Abi Wahb bin Amru
bin 'Aid bin Imran bin Makhzum bin Yaqzhah al-Qurasyi al-Makhzumiy, berkun-
yah Abu Muhammad.
b)      Pertumbuhannya
Lahir dua tahun setelah Umar bin Khattab dinobatkan sebagai Khalifah
kaum Muslimin, sementara Umar bin al-Khattab menjadi khalifah selama 10
tahun 4 bulan. Sebagian penulis sejarah menyebutnya lahir pada 4 tahun setelah
kekhalifahan Umar bin Khattab.
Beliau banyak belajar ilmu din dari para sahabat, seperti Umar ibnul
Khattab, Ali bin Abi Thalib, Sa'ad, Utsman bin Affan, Aisyah, Ummu Syuraik,
Abu Musa, Ibnu Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Abdullah bin Amru, al-
Musayyib bapaknya, Abu Sa'id, Shafwan bin Umayah, Mu’awiyah, Ummu
Salamah, Jabir, Zaid bin Tsabit, Suraqah bin Malik, Shuhaib dan yang lainnya.
Beliau juga meriwayatkan secara mursal hadits dari Abu Bakar, Bilal, Ubai bin
Ka'ab, Sa'ad bin Ubadah, Abu Darda, dan 'Itab bin Usaid.

13[13] Adiwarman Karim, ekonomi mikro islam (Jakarta:IIIT Indonesia, 2000), hlm. 154
14[14] Al Muslim, Shahhih Muslim, Juz II (Beirut: Dar Ihya’ Turats al-‘Araby),hlm.756
Di antara hadits beliau yang tergolong bersanad hadits ali (hadits yang
jumlah perawinya dari sahabat sampai penulis hadits sedikit) adalah hadits yang
diriwayatkan Imam Muslim, yaitu hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu,
bahwa Nabi bersabda, “Tiga perkara, barangsiapa  terdapat padanya maka dia
orang munafik, meskipun puasa, Sholat, dan menyangka dirinya muslim. Yaitu
orang yang apabila berkata berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan jika
dipercaya berkianat.”

Imam Ahmad bin Hanbal menuturkan, bahwa hadits mursal yang


diriwayatkan oleh Sa'id ibnul Musayyib adalah termasuk sahih.
Ali ibnul Madini menuturkan, “Tidaklah saya mengetahui orang yang paling luas
ilmunya dari Ibnul Musayyib, dan dia adalah orang yang paling mulia dikalangan
para tabi'in.”
Imam Malik menuturkan bahwa Sa'id Ibnul Musayyib berkata, “Apabila
aku tidak mengetahui suatu hadits, sementara di tempat lain ada yang
mengetahuinya, tentulah aku akan berjalan beberapa hari dan malam untuk
mencari satu hadits tersebut.”
Muhammad bin Hilal menuturkan bahwa dia melihat Said ibnul Musayyib
memakai imamah berwarna putih dengan mengenakan kopyah. Imamahnya
bergaris warna merah yang dipanjangkan ke belakang; tidak pernah melihat dia
memakai pakaian selain warna putih. Dalam riwayat lain disebutkan, beliau
memakai imamah berwarna hitam, memakai sarung dan 2 khuff (kaos kaki dari
kulit).
c)      Sebagai Mufti
Usamah bin Zaid menceritakan dari Nafi', dia menceritakan bahwa Ibnu
Umar memberikan komentar tatkala disebutkan tentang Sai'd ibnul Musayyib,
“Dia termasuk salah seorang mufti.”
Qatadah, Mak-hul, al-Zuhri dan yang lainnya berkata, “Tidaklah saya melihat
orang yang lebih alim dari Sa'id ibnul Musayyib.”
Qudamah bin Musa menuturkan, “Ibnul Musayyib berfatwa sementara banyak
sahabat yang masih hidup.”
Muhammad bin Yahya bin Hibban menuturkan, bahwa Sa'id ibnul Musayyib
adalah orang yang dikedepankan fatwanya pada zamannya, dijuluki sebagai
faqihul fuqaha' (faqihnya para ahli fikih).

Malik menuturkan bahwa Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidaklah


memutuskan suatu perkara hingga bertanya terlebih dahulu kepada Sa'id ibnul
Musayyib. Pernah Umar mengutus seseorang untuk bertanya tentang suatu
perkara, tetapi utusan tersebut justru mengundangnya; Sa'id ibnul Musayyib pun
datang menemui Umar, lantas Umar berkata, “Utusanku telah keliru, sebenarnya
aku mengutusnya untuk bertanya kepadamu di majelismu.”

Abu Bakar bin Dawud  menuturkan, bahwa putri Sa'id Ibnul Musayyib
dilamar oleh Abdul Malik untuk putranya al-Walid, akan tetapi Sa'id enggan
menerimanya,  hingga Said terus didesak bahkan dihukum dengan 100 cambukan
pada hari yang dingin, disiram dengan air dan dipakaikan jubah dari kulit.
Ali bin Zaid menceritakan dari Said ibnul Musayyib, bahwasanya Said bekata,
“Tidaklah setan berputus asa dari sesuatu perkara melainkan dia akan datang dari
arah kaum perempuan.” Kemudian Said berkata –waktu itu beliau telah berusia 84
tahun dan telah buta sebelah matanya– “Tidak ada sesuatu yang lebih aku
takutkan daripada kaum perempuan.”

Ibnu Marhalah menceritakan bahwa Said ibnul Musayyib berkata,


“Janganlah kalian mengatakan 'mushaihih'  (mush-haf al-Quran yang mungil) dan
jangan pula 'musaijid' (masjid yang mungil/kecil); karena sesuatu yang menjadi
milik Allah itu adalah agung, mulia, dan bagus.
Yahya bin Said mendengar Said Ibnul Musayyib berkata, “Tidak ada
kebaikan bagi orang yang tidak mau mengumpulkan hartanya dengan cara yang
halal, lalu memberikan sebagian darinya sebagai hak hartanya dan menahan diri
dari meminta-minta kepada manusia.” Katanya lagi, “Barangsiapa merasa cukup
dengan Allah maka manusia akan membutuhkannya.”
Ibnu Harmalah menuturkan, bahwa Said Ibnul Musayyib mengeluhkan
tentang pandangan matanya. Kemudian teman-temannya menyarankan, “Kalaulah
Anda mau keluar ke daerah al-'Aqiq lalu melihat pemandangan yang hijau, hal itu
bisa meringankan penyakitmu!' Ibnul Musayyib menimpali, 'Lalu bagaimana
dengan waktu Sholat Isya' dan Sholat Shubuh!?'”
Dawud bin Abi Hindun menceritakan dari Said ibnul Musayyib, bahwasanya dia
senang memberikan nama pada anak-anaknya dengan nama-nama para nabi.
d)     Wafatnya
Abdurrahman bin Harmalah menuturkan, “Aku menjenguk Said Ibnul
Musayyib ketika sakitnya sedang parah, pada waktu itu beliau sedang
melaksanakan Sholat Zhuhur, lalu beliau Sholat dengan berisyarat, saya
mendengar beliau membaca  Wasy syamsi wa dhuhaha …."
Abdurrahman bin al-Harits al-Makhzumi menuturkan, “Said mengalami
sakit yang parah, lalu pada waktu itu datanglah Nafi' bin Jubair menjenguknya,
pada waktu itu Sa'id masih pingsan, lalu Nafi'berkata kepada kerabat atau
tetangganya yang hadir, hadapkan dia (ke arah kiblat), lalu mereka pun
menghadapkannya kearah kiblat, kemudian beliau siuman, lalu Said bertanya,
'Siapakah yang telah memerintahkan kalian menghadapkan aku ke arah kiblat?
Apakah Nafi'? Mereka menjawab, 'ya.' Lalu Sa'id berkata, 'Kalaulah aku bukan
berada di atas qiblah dan milah (yang lurus), demi Allah, tidak akan bermanfaat
penghadapan kalian (ke arah kiblat) dari tempat tidurku.'”
Yahya bin Sa'id menuturkan, tatkala Sa'id mengalami sakaratul maut, dia
masih meninggalkan uang beberapa dinar, lalu dia berdoa, “Ya Allah!
Sesungguhnya Engkau tahu bahwa tidaklah aku meninggalkan dinar-dinar ini
melainkan agar aku bisa menjaga keluargaku dan agamaku.”
Abdul Halim bin Abi Farwah menuturkan, “Saya menyaksikan hari
wafatnya Sa'id ibnul Musayyib yaitu pada tahun 94 Hijrah, sungguh saya melihat
kuburannya diperciki air, dan tahun itu dikenal dengan sebutan tahun fuqaha'
dikarenakan banyaknya orang-orang yang faqih yang meninggal pada tahun itu.”
4.      Penjelasan hadis
Menimbun yang diharamkan oleh Islam ialah, menumpuk kebutuhan-
kebutuhan pokok manusia, dan tidak menjualnya sambil menunggu sampai harga
barang di pasaran menjadi naik. Dengan disekapnya kebutuhan-kebutuhan pokok
itu, maka barang-barang tersebut hilang diperedaran, padahal rakyat sangat
membutuhkannya. Setelah situasi sudah sampai ketaraf ini, maka para penimbun
dan tengkulak-tengkulak akan menjual barang-barangnya dengan harga tinggi.
Tentu saja, akibat ulah mereka, maka beban yang harus dipikul oleh rakyat makin
bertambah.
Oleh karena itu, islam mengharamkan perbuatan ini, dan perdagangan
semacam ini tidak dihalalkan menurut pandangan islam.
Akibat dari menimbun,keseimbangan pemerataan akan kacau dalam tubuh
masyarakat, karena para tengkulak terus menyedot sebagian besar kekayaan
rakyat tanpa mengenal belas kasihan. Sebagai akibatnya maka harga barang-
barang dipasaran mengalami kenaikan drastis, dan keadaan pasaran menjadi
guncang karena tidak adanya stabilitas harga barang-barang. Yang menjadi
korban utama adalah kaum fakir miskin. Mereka tak dapat meraih kebutuhan-
kebutuhan pokoknya disebabkan kemampuan daya beli mereka yang terbatas. Hal
ini tidak akan bisa terjadi, seandainya tidak ada para tengkulak yang memborong
semua kebutuhan-kebutuhan pokok, dan mencegahnya dari peredaran.
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum ihtikar. Diantara
perebedaan hukum ihtikar tersebut adalah sebgai berikut.15[15]
a.       Menurut Ulama Maliki ihtikar hukumnya haram secara mutlak ( tidak
dikhususkan bahan makanan saja).
Menimbun yang diharamkan menurut para ulama fiqih bila memenuhi tiga
kriteria segai berikut:
·         Barang yang ditimbun melebihi kebutuhanya dan kebutuhan keluarga untuk
masa satu tahun penuh. Seorang boleh menyimpan barang untuk keperluan kurang
dari satu tahun sebagaimana pernah dilakukan Rasulullah SAW.
·         Menimbun untuk dijual, kemudian pada waktu harganya membumbung tinggi
dan kebutuhan rakyat sudah mendesak baru dijual sehingga terpaksa rakyat
membelinya dengan harga mahal.
·         Yang ditimbun adalah kebutuhan pokok rakyat seperti pangan, sandang, dan
lain-lain. Apabila bahan-bahan lainya ada ditangan banyak pedagang tetapi tidak
termasuk bahan pokok kebtuhan rakyat dan tidak merugikan rakyat maka itu tidak
termasuk menimbun.

15[15] Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam,(Op. Cit ),hlm. 157
b.      Mazhab Hanaf i secara umum berpendapat, ihtikr hukumnya makruh tahrim.
Makruh tahrim ialah istilah hukum haram dari kalangan usul fiqih Mazhab Hanafi
yang didasarkan pada dalil zhanni(bersifat relatif). Dalam persoalan ihtikar,
menurut mazhab ini, larangan secara tegas hanya muncul dari hadis-hadis yang
bersifat ahad(hadis yang diriwayatkan satu, dua, tiga, orang dan tidak sampai pada
tingkat mutawatir).
Ulama Mazhab Hanafi tidak secara tegas mengatakan haram dalam
menetapkan hukum ihtikar karena dalam masalah ini terdapat dua dalil yang
bertentangan , yaitu berdasarkan hak milik yang dimiliki pedagang, mereka bebas
melakukan jual beli sesuai dengan kehendaknya dan adanya larangan berbuat
mudharat kepada orang lain dalam bentuk apapun.
c.       Menurut Ulama Syafi’ie ihtikar hukumnya haram, berdasarkan hadis nabi Saw
dan ayat al-qur’an yang melarang ihtikar.
d.      Ulama Mazhab Hanbali juga mengatakan ihtikar diharam syari’at karena
membawa mudharat yang besar terhadap masyarakat dan negara. Karena nabi
Saw telah melarang melakukan ihtikar terhadap kebutuhan manusia.
Adapun barang barang yang haram ditimbun antara lain terjadi perbedaan
pendapat yaitu:
·         KeLompok yang pertama mendefinisikan ihtikar sebagai penimbunan yang
hanya terbatas pada bahan makanan pokok atau primer saja.
·         Kelompok yang kedua mendefinisikan ihtikar yaitu menimbun segala barang-
barang keperluan manusia baik primer maupun sekunder.
Kelompok yang mendefinisak ihtikar terbartas pada makanan pokok antara
lain Imam Al-Ghazali, sebagian Mazhab Hanbali, diaman beliau berpendapat
bahwa yang dimaksud al-ihtikar ahanyalah terbatas pada bahan makanan pokok
saja sedangkan selain bahan makanan pokok seperti obat-obatan , jamu-jamuan,
dan sebagainya tidak termasuk objek larangan karena yang dilarang dalam nash
hanyalah dalam bentuk makanan saja. Menurut beliau ihtikar adalah menyangkut
kebebasan pemilik barang untuk menjualnya. Maka laragan itu harus terbatas pada
apa yang ditunjuk oleh nash.
Sedangkan kelompok ulama yang mendefinisakan ihtikar secra luas dan
umum diantaranya adalah Imam Abu Yusuf ( ahli fiqih mazhab Hanfi). Mazhab
Maliki berpendapat bahwa larangan ihtikar tidak hanya terbatas pada makanan,
pakaian dan hewan, tetapi meliputi seluruh produk yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Menurutnya, yang menjadi illat (motivasi hukum) dalam larangan
melakukan ihtikar tersebut adalah kemudharatan yang menimpa orang banyak.
Oleh karena itu kemudharatan yang menimpaorang banyak tidak hanya terbatas
pada makanan, pakaian dan hewan, tetapi mencakup seluruh produk yang
dibutuhkan masayarakat.16[16]
5.      Hubungan hadis dengan ayat Al-Qur’an
a.       Qs. Al-Hasyr ayat 7
‫يل َك ْي اَل‬ ِ ‫ا ِك‬5 ‫ا َم ٰى َو ْال َم َس‬55َ‫رْ بَ ٰى َو ْاليَت‬55ُ‫ُول َولِ ِذي ْالق‬
َّ ‫ين َوا ْب ِن‬
ِ ِ‫ب‬5 ‫الس‬ ِ ‫َما أَفَا َء هَّللا ُ َعلَ ٰى َرسُولِ ِه ِم ْن أَ ْه ِل ْالقُ َر ٰى فَلِلَّ ِه َولِل َّرس‬
ِ ‫يَ ُكونَ دُولَةً بَ ْينَ اأْل َ ْغنِيَا ِء ِم ْن ُك ْم ۚ َو َما آتَا ُك ُم ال َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَا ُك ْم َع ْنهُ فَا ْنتَهُوا ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ إِ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari
harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah,
untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya
saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan
apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”
b.      QS Al-Maidah ayat 2
َ‫ون‬55‫ َرا َم يَ ْبتَ ُغ‬5‫ي َواَل ْالقَاَل ئِ َد َواَل آ ِّمينَ ْالبَيْتَ ْال َح‬
َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تُ ِحلُّوا َش َعائِ َر هَّللا ِ َواَل ال َّش ْه َر ْال َح َرا َم َواَل ْالهَ ْد‬
‫ َر ِام أَ ْن‬5‫ ِج ِد ْال َح‬5 ‫ص ُّدو ُك ْم َع ِن ْال َم ْس‬
َ ‫فَضْ اًل ِم ْن َربِّ ِه ْم َو ِرضْ َوانًا ۚ َوإِ َذا َحلَ ْلتُ ْم فَاصْ طَادُوا ۚ َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشنَآنُ قَوْ ٍم أَ ْن‬
ِ ‫تَ ْعتَدُوا ۘ َوتَ َعا َونُوا َعلَى ْالبِ ِّر َوالتَّ ْق َو ٰى ۖ َواَل تَ َعا َونُوا َعلَى اإْل ِ ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ إِ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah,


dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari
kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan
ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu)

16[16] Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta:PT. Ikhtiar Baru, 1996),
hlm.655
kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada
Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”
c.       QS Al-Hajj ayat 78
َ 5ُ‫ َرا ِهي َم ۚ ه‬5‫ج ۚ ِملَّةَ أَبِي ُك ْم إِ ْب‬
‫ َّما ُك ُم‬5‫و َس‬5 َّ ‫َو َجا ِهدُوا فِي هَّللا ِ َح‬
ٍ ‫ َر‬5‫دِّي ِن ِم ْن َح‬5‫ق ِجهَا ِد ِه ۚ هُ َو اجْ تَبَا ُك ْم َو َما َج َع َل َعلَ ْي ُك ْم فِي ال‬
َّ ‫أَقِي ُموا‬55َ‫اس ۚ ف‬
‫وا‬55ُ‫اَل ةَ َوآت‬5‫الص‬ ِ َّ‫هَدَا َء َعلَى الن‬5‫وا ُش‬55ُ‫ ِهيدًا َعلَ ْي ُك ْم َوتَ ُكون‬5‫و ُل َش‬5‫َّس‬ ُ ‫ْال ُم ْسلِ ِمينَ ِم ْن قَ ْب ُل َوفِي ٰهَ َذا لِيَ ُكونَ الر‬
ِ َّ‫ص ُموا بِاهَّلل ِ هُ َو َموْ اَل ُك ْم ۖ فَنِ ْع َم ْال َموْ لَ ٰى َونِ ْع َم الن‬
‫صي ُر‬ ِ َ‫ال َّز َكاةَ َوا ْعت‬

“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia
telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam
agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah
menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam
(Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu
semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang,
tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah
Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong.”
d.      QS Al-Maidah ayat 6

‫ ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُك ْم‬5‫وس‬


ِ ‫حُوا بِ ُر ُء‬5‫ق َوا ْم َس‬5 ِ 5ِ‫ ِديَ ُك ْم إِلَى ْال َم َراف‬5‫صاَل ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوأَ ْي‬ َّ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا قُ ْمتُ ْم إِلَى ال‬
‫تُ ُم‬5‫ط أَوْ اَل َم ْس‬5 ِ 5ِ‫ ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائ‬5‫ض ٰى أَوْ َعلَ ٰى َسفَ ٍر أَوْ َجا َء أَ َح‬ َ ْ‫إِلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن ۚ َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا ۚ َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
ٍ ‫طيِّبًا فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِدي ُك ْم ِم ْنهُ ۚ َما ي ُِري ُد هَّللا ُ لِيَجْ َع َل َعلَ ْي ُك ْم ِم ْن َح َر‬
‫ج‬ َ ‫ص ِعيدًا‬
َ ‫النِّ َسا َء فَلَ ْم تَ ِجدُوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬
َ‫َو ٰلَ ِك ْن ي ُِري ُد لِيُطَهِّ َر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهُ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُون‬

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat
buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air,
maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia
hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya
kamu bersyukur.”

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Tengkulak berarti pedagang perantara (yang membeli hasil bumi dan
sebagainya dari petani atau pemilik pertama); peraih: harga beli para tengkulak
umumnya lebih rendah daripada harga pasar.
Sumber hukum larangan terhadap tegkulak terdapat pada al-qur’an surah
an-nisa ayat 29-30 dan hadis yang Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.ayang
merupakan anak paman Rasullah Saw, dia berkata: Rasulullah Saw melarang
penghadangan barang-barang perdagangan (untuk dimonopoli) sebelum tiba
dipasar, juga melarang orang kota memonopoli perdagangan terhadap orang desa.
Kata thawus: aku menanyakan kepada Ibnu Abbas, ‘apa maksud sabda Rasulullah
Saw,’orang kota terhadap orang desa? Ibnu Abbas menjawab, ‘maksudnya
dilarang menjadi tengkulak yang memonopoli.hadis ini mengandung dua arti yaitu
dilarang mencegat para kafilh dan tempat yang dilarang mencegat barang adalah
diluar tempat menjual barang.
Ihtikar secara etimologi adalah perbuatan menimbun, pengumpulan
barang-barang atau tempat untuk menimbun. Sedangkan menurut Imam Fairuz
Abadi mengartikan ihtikar secara bahasa adalah mengumpulkan, menahan barang
dengan harapan untuk mendapatkan harga yang mahal.
Sedangkan ihtikar secara terminologis adalah menahan(menimbun)
barang-barang pokok manusia untuk dapat meraih keuntungan dengan menaikkan
harganya serta menunggu melonjaknya harga dipasaran.
Larangan terhadap ihtikar ini terdapat dalam Al-Qu’an surah Qs. Al-
Hasyr ayat 7, QS Al-Maidah ayat 2, QS Al-Hajj ayat 78, QS Al-Maidah ayat 6
dan hadis yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Musayyab yang merupakan seorang
imam besar, ulama kota Madinah, penghulu para tabi'in. Dia berkata bahwa
Ma’mar, ia berkata,”Rasulullah Saw bersabda,:”Barang siapa menimbun barang,
maka ia berdosa”
Menimbun yang diharamkan oleh Islam ialah, menumpuk kebutuhan-
kebutuhan pokok manusia, dan tidak menjualnya sambil menunggu sampai harga
barang di pasaran menjadi naik.

B.     SARAN
Alhamdulillah makalah ini telah selesai kami buat, namun makalah ini
mungkin masih memilki banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran dari
saudara-saudara sangat kami butuhkan untuk melengkapi makalah ini.
Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi saudara-saudara
untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA
Drs. Achmad Zaidun. 2002.Ringkasan Hadis Shahih Bukhari.Jakarta:Pustaka
Amani
Manna’Al-Qathan,Mabahist fi Ulumul Qur’an, terjemahan ,Ainur Rafiq El-
Mazni. 2006
Pengantar Studi Ilmu Ulum Al-Qur’an.Jakarta:Pustaka Al-Kautsar
Husain ad-Dhahabi, Muhammad.2005. Tafsir wa Al-Mufassirun. Juz 1. Kairo:
Darul Hadis
Khalid, Muhammad Khalid, Man Around the Messenger, terj. M. Arfi
Hatim.2000.Para
Sahabat yang akrab Dalam Kehidupan Rasulullah. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Sa’id Mursi ,Muhammad. Terj. Khoirul Amru Harahap. 2007. Tokoh-tokoh Besar
Islam
Sepanjang Sejarah. Jakarta:Pustaka al-Kautsar
Rachmat,Syafe’i. 2000. Al-Hadits Aqidah,Akhlak,Sosial,Dan
Hukum.Bandung:Pustaka Setia
Ali Yunus, Mudhour. 1993.Terjemah misyakatul mashaabi.
(Semarang:CV.Assyfa’
Sabiq, As-Sayyid. 1981. fiqh as-Sunnah.Libanon: Dar al- fikr
Karim, Adiwarman. 2000. ekonomi mikro islam.Jakarta:IIIT Indonesia
Aziz Dahlan ,Abdul. 1996.Ensiklopedia Hukum Islam.Jakarta:PT. Ikhtiar Baru

Anda mungkin juga menyukai