Anda di halaman 1dari 14

Multilingual, Volume XV, No.

2, Desember 2016

PANTANGAN DAN LARANGAN MASYARAKAT DAYAK HALONG


DALAM LINGKUNGAN ADAT BERBASIS KEARIFAN LOKAL
PROHIBITION OF DAYAK HALONG SOCIETY
IN THEIR ENVIRONMENT BASE ON LOCAL WISDOM

Saefuddin
Balai Bahasa Kalimantan Selatan
Jalan Jenderal Ahmad Yani Km 32,2, Loktabat, Banjarbaru 70712 Kalimantan Selatan
Telepon (0511) 4772641
Pos-el: kangasef@yahoo.co.id

Abstract
Prohibition is one of local wisdom in traditional society. It has close relation with culture that happens in
the society. Some local people have various kind of prohibitions, it can be same or different one to another.
That variation is the characteristic of each place including prohibitions that live in the society, one of them
is Dayak Halong. They apply how to arrange their environment wisely base on local wisdom in the form of
prohibition. Everything that has relation with local wisdom is obeyed by all of them in the form of prohibition
customary law. Base on the explanation above the problem in this study is whether prohibitions are still live
in the tradition of Dayak Halong society as the form of local wisdom that happens in that society. This study
uses descriptive qualitative method. This study will get a description about various kind of prohibitions of
environment base on local wisdom in Dayak Halong tradition society.
Keywords: prohibitions, environment, local wisdom

Abstrak
Pantangan dan larangan merupakan bentuk kearifan lokal dalam suatu masyarakat tradisional. Pantangan dan
larangan erat kaitannya dengan adat istiadat yang berlangsung di dalam masyarakat. Sebagian besar masyarakat
di daerah memiliki pantangan dan larangan yang satu sama lainnya memiliki kesamaan dan perbedaan.
Keragamaan itu merupakan ciri daerah masing-masing, termasuk pantangan dan larangan yang terdapat dalam
masyarakat Dayak Halong. Mereka secara arif menerapkan penataan lingkungan berbasis kearifan lokal dalam
wujud pantangan dan larangan .Hal-hal yang melingkupi tatacara itu, mereka taati bersama dalam aturan adat
istiadat pantangan dan larangan.Berdasarkan uraian itu, masalah dalam penelitian ini apakah pantangan dan
larangan masih terdapat dalam masyarakat adat Dayak Halong sebagai masyarakat masih mempertahankan
adat istiadat berbasis kearifan lokal dalam wujud pantangan dan larangan.Metode yang digunakan dalam
penelitian ini ialah metode deskriptif-kualitatif. Penelitian ini akan memperoleh gambaran tentang pantangan
dan larangan dalam lingkungan yang berbasis kearifan lokal dalam masyarakat adat Dayak Halong.
Kata kunci: Pantangan dan larangan, lingkungan, kearifan lokal

PENDAHULUAN budi pekerti, ramah, santun,dan antarsuku satu


Setiap suku di Nusantara memiliki sama lainnya dapat saling menghargai. Namun,
identitas budaya yang khas dan berbeda-beda budaya yang sarat dengan nilai-nilai kearifan
antarsuku satu dengan suku lainnya. Selain lokal itu,kini perlahan-lahan mulai tergerus oleh
itu, budayadi masing-masing daerah menjadi masuknya budaya asing yang merasuki berbagai
identitas yang sesuai dengan kondisi sosial sendi kehidupan.
budaya masyarakatnya. Budaya daerah dalam Masuknya budaya asing yang belum
setiap suku sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal. tentu sesuai dengan kearifan budaya lokal ini
Kearifan lokal itudapat membentuk karakter dapat melemahkan, bahkan menghilangkan
masyarakat setempat yang identik pula dengan ciri-ciri identitas suatu masyarakat. Oleh karena

135
Multilingual, Volume XV, No. 2, Desember 2016

itu, upaya menjaga dan terus menghidupkan (pantangan dan larangan), tabu, dan pantangan
kembali kearifan lokal yang berwujud pantangan tersebut dapat dipahami bahwa pamali
dan larangan dalam adat istiadat masyarakat merupakan bentuk larangan yang paling halus
tradisional perlu dilakukan. Kokohnya nilai- dan sopan yang bermakna pantangan dan
nilai budaya yang berbasis kearifan lokal ini larangan dalam bahasa Banjar (termasuk yang
akan mampu menjadi filter terhadap serbuan dipahami oleh masyarakat Dayak Halong).
budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya Pantangan dan larangan,yaitu sesuatu yang tidak
masyarakat tradisional, walaupun boleh jadi boleh dilakukan karena bertentangan dengan
kearifan lokal itu dianggap oleh masyarakat lain kebiasaan atau adat istiadat di masyarakat
sudah ketinggalan zaman. setempat, tetapi tidak ada sanksi hukum yang
Perbedaan carang pandang itu merupakan sifatnya mengikat, baik hukum agama maupun
keragaman budaya Nusantara yang sekaligus negara.
menjadi ciri khas daerah masing-masing. Salah Pantangan dan larangan dalam tradisi
satu dari adat istiadat tersebut ialah pantangan dan masyarakat Dayak Halong mengandung nilai-
larangan yang berlaku pada masyarakat Dayak nilai yang berhubungan dengan keyakinan
Halong di Kabupaten Balangan. Pantangan atau kepercayaan adat istiadat mereka dan
dan larangan yang berlaku dalam suatu keyakinan terhadap ketuhanan atau alam
daerah merupakan salah satu dari bermacam- semesta Sang Pencipta. Durkheim dalam Daud
macam kekayaan khasanah kebudayaan yang (1997:6) menjelaskan bahwa religi harus ada
ada di Nusantara. Setiap masyarakat, sudah kenyataannya dalam masyarakat dan fenomena
pasti mempunyai suatu kearifan lokal untuk religius yang terdiri atas sistem kepercayaan
menjaga dan melestarikan lingkungannya. dan sistem upacara (beliefs and rituals) dalam
Dalam keper-cayaan masyarakat juga dikenal kehidupan sehari-hari. Sejalan dengan itu,
istilah tabu. Tabu pada dasarnya ialah larangan pantangan dan larangan perlu diuraikan dalam
atau yang dilarang. Selain itu,ada juga istilah rangka memperkenalkan kepada masyarakat
pantang (pantangan) yang juga berarti larangan luas sekaligus untuk membuktikan bahwa salah
sebagaimana halnya tabu (Hatmiati, 2016:10). satu budaya yang berlaku dalam masyarakat
Kedua istilah itu pada dasarnya memiliki Dayak Halong masih dipelihara dengan baik. Di
perbedaan. Tabu, pelanggarannya menyebabkan sisi lain boleh jadi di daerah-daerah lain, budaya
pelanggar terkena tulah (kewalat), sedangkan pantangan dan laranganitu, untuk saat sekarang
pada larangan atau pantangan pelanggar hanya sudah mulai ditinggalkan oleh sebagian besar
terkena sanksi fisik atau sanksi sosial (sanksi masyarakat, salah satu faktor penyebabnya
adat) (Hatmiati, 2016:10). ialahkarena faktor kemajuan zaman dan
Frazer (1955:405) membagi tabu menjadi kebebasan berfikir.
beberapa jenis, yaitu (1) tabu tindakan, (2) tabu Oleh karena itu, untuk mengetahui secara
orang, (3) tabu benda/hal, dan (4) tabu kata-kata. lebih terperinci, masalah dalam penelitian ini
Di samping itu, juga digolongkan tabu kata-kata apa saja pantangan dan larangan yang terdapat
menjadi (a) tabu nama orang tua, (b) tabu nama dalam masyarakat Dayak Halong dan apa makna
kerabat, (c) tabu nama orang yang meninggal, yang terkandung dalam pantangan dan larangan
(d) tabu nama orang dan binatang, (e) tabu masyarakat Dayak Halong yang berupa kearifan
nama Tuhan, dan (f) tabu kata-kata tertentu. lokal masyarakat tersebut. Dengan demikian,
Pantangan dan larangan mengacu kepada makna penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa
tabu atau pamali yang selama ini dipahami oleh saja pantangan dan larangan yang terdapat
kebanyakan masyarakat yang berarti pantangan dalam masyarakat Dayak Halong dan apa makna
dan larangan sering juga disebut tabu atau pamali yang terkandung dalam pantangan dan larangan
dalam konteks tertentu (Hatmiati, 2016:10). masyarakat Dayak Halong yang berupa kearifan
Berdasarkan berbagai pengertian lokal masyarakat tersebut.
yang berhubungan dengan pamali, larangan

136
Multilingual, Volume XV, No. 2, Saefuddin: Pantangan dan Larangan Masyarakat Dayak Halong Dalam
Desember 2016
Lingkungan Adat Berbasis Kearifan Lokal

KERANGKA TEORI laki-laki. Penanaman karakter melalui pantangan


Pantangan dan larangan merupakan satu dan larangan atau pamali ini sebenarnya dapat
tradisi yang hidup dalam masyarakat. Pantangan memperkaya penge-tahuan mereka tentang
dan larangan ini pada dasarnya mempunyai budaya dan kebiasaan-kebiasaan baik yang dapat
tujuan dan maksud tertentu terutama dalam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain
menyangkut upaya pemeliharaan keseimbangan, itu, penanaman nilai-nilai ini diharapkan mampu
kelestarian hidup, dan relasi sosial dengan alam memfilter budaya asing yang tidak sesuai dengan
(Ibrahim, 2012:12). Pantangan dan larangan kehidupan orang Banjar atau orang Dayak yang
yang hidup dalam masyarakat berhubungan erat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
dengan mitos-mitos yang berkembang dalam masyarakat Banjar.
masyarakat tersebut. Pantangandan larangan merupakan
Selain itu, masyarakat beranggapan bahwa manifestasi dari bentuk kearifan lokal budaya
pantangan dan larangan itu hanya dianggap masyarakat Banjar atau adat setempat masih
mitos atau takhayul belaka, tidak mengandung dapat dipandang memiliki nilai-nilai kearifan
nilai apapun. Misalnya, pamali bajalan sanja lokal yang layak untuk dilestarikan. Para
kaina kana pilanggur, pamali ini sudah dianggap pegiat kebudayaan dapat melakukan upaya
tidak memiliki makna lagi, mereka juga tidak menghidupkan dan menjaga pantangan dan
paham apa yang dimaksud dengan pilanggur. larangan dalam tradisi masyarakat adat Dayak
Saat ini bukan hal yang tabu lagi bagi generasi untuk melakukan berbagai upaya, seperti (a)
muda untuk keluar senja hari, meskipun di memperkenalkan dan memasukkan unsur
masjid dan musala, azan sudah dikumandangkan pantangan dan larangan yang masih relevan
(untuk konteks masyarakat Banjar termasuk dalam kehidupan masyarakat, tulisan-tulisan
pula masyarakat Dayak Halong). Oleh karena ilmiah yang dipublikasikan melalui media cetak
itu, penting bagi orang tua dan masyarakat untuk dan media internet, (b) media massa dapat
memperkenalkan kembali aturan-aturan lisan menyisipkan istilah-istilah pantangan secara
yang masih relevan dalam pembentukan karakter konsisten atau ajeg, dan (c) merancang sebuah
generasi muda ke arah yang lebih baik dalam hal tempat budaya yang sarat dengan kearifan lokal
ini menjaga dan melestarikan pantangan dan yang diyakini oleh orang Banjar. Selain itu,
larangan (tabu). kearifan lokal yang berkaitan dengan lingkungan
Masyarakat sebagai bagian dari orang hidup dapat menjadi alternatif dalam menjaga
tua, juga dapat melakukan penanaman nilai- lingkungan sebagai wujud pelestarian.
nilai dalam keluarga. Hal ini dilakukan dengan Pantangan dan larangan merupakan salah
(a) menyampaikan pantangan-pantangan satu dari kearifan lokal dalam sebuah masyarakat
dalam pamali disertai alasan-alasan yang bisa yang tidak tertulis. Pantangan dan larangan ini
diterima oleh akal pikiran sehingga mereka berisi berbagai larangan dan nasihat yang harus
(orang yang menjadi objek pamali) memahami patuhi oleh anggota masyarakat dalam kehidupan
mengapa ada pantangan tersebut dan apa sehari-hari. Pelarangan ini berkaitan erat dengan
kegunaannya, (b) sebagai pendidikan karakter hal-hal yang bersifat mistik dan diyakini dapat
dengan menyampaikan pamali atau pantangan terjadi pada siapa saja yang melanggar aturan
dan laranganyang berhubungan dengan agama, tersebut. Pantangan dan larangan merupakan
lingkungan, dan budaya yang mengandung khasanah kebudayaan yang memiliki keunikan
keseder-hanaan, perilaku dan tuturan yang santun, dan kekhasan tersendiri. Hal inilah yang
dan toleransi, serta sikap tolong menolong, dan membuat pantangan dan larangan di satu daerah
(c) bagi anggota keluarga yang sudah dewasa dengan daerah lain atau antara satu suku dengan
dapat pula diperkenalkan pantangan dan suku lain memiliki perbedaan atau keunikan
larangan atau pamali yang berhubungan dengan tersendiri. Satu di antara produk kebudayaan
usia mereka, baik kepada perempuan maupun pantangan dan larangan menjadi satu di antara

137
Multilingual, Volume XV, No. 2, Desember 2016

unsur yang melekat dengan masyarakat. Hampir dengan masa lalu. Mitos yang dalam arti asli
di semua daerah atau suku memiliki pantangan sebagai kiasan dari zaman purba merupakan
dan larangan (Stepanus, 2016:20). cerita yang asal usulnya sudah dilupakan, tetapi
Sebagai satu di antara tradisi lisan dan ternyata pada zaman sekarang mitos dianggap
budaya yang lahir serta tumbuh subur di sebagai suatu cerita yang dianggap benar. Mitos
lingkungan masyarakat, membuat pantangan biasanya berisi wahyu tentang kenyataan yang
dan larangan tidak hanya sekadar menjadi bersifat supranatural, yang mempunyai realitas,
pantangan yang begitu saja, tetapi jauh dari seperti mitos kosmogami, adanya dewa dan
pada itu sesungguhnya pantangan dan larangan kekuatan yang gaib. Mitos bagi masyarakat
memiliki makna yang amat mendalam. Ancaman pendukungnya bukanlah sekadar cerita yang
seperti malapetaka, bencana atau kecelakaan menarik atau dianggap bersejarah, tetapi
tentu tidak lebih dari sebuah sarana atau strategi merupakan satu pernyataan dan kebenaran
untuk memperkuat larangan yang ada dalam yang tinggi, atau kenyataan yang utama yang
setiap pantangan dan larangan. Selain itu pula, memberikan pola dan landasan bagi kehidupan
ancaman yang terkesan menakut-nakuti ini juga dewasa ini (Harsojo, 1988:228).
berfungsi sebagai strategi komunikasi, sebab Seperti uraian diatas, mitos apakah
pada umumnya manusia lebih mudah dilarang itu kiasan atau bukan di masa lalu, tetapi
untuk tidak melakukan sesuatu jika ditakuti kenyataannya saat ini mitos masih dianggap
terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan tidak ada sebagai cerita yang diyakini kebenarannya,
satu pun orang yang ingin hidupnya celaka atau termasuk di dalamnya mengenai pantangan dan
kurang beruntung. larangan. Oleh karena diyakini kebenarannya,
Pantangan dan larangan merupakan suatu termasuk kebenaran adanya sanksi jika dilanggar,
kebiasaan masyarakat dalam hal menghindari maka mitos masih dijadikan sebagai pedoman
masalah dan memberikan nasihat kepada hidup manusia pada saat ini.
anaknya. Degan kata lain, pantangan dan larangan Definisi diungkapkan oleh Peursen
juga dapat diartikan sebagai suatu tradisi atau (1992:28), yakni mitos sebagai sebuah cerita
budaya lisan yang diungkapkan atau disampaikan yang memberikan pedoman dan arah tertentu
oleh orang tua terhadap anak-anaknya atau kepada sekelompok orang. Lebih lanjut, Peursen
terhadap sesama anggota masyarakat dengan menjelaskan bahwa mitos memberikan arah
maksud memberi peringatan, teguran, ajaran, kepada kelakuan manusiawi dan merupakan
dan nasihat.Ada sebagian masyarakat mema- pedoman untuk kebijaksanaan manusia. Melalui
haminya kepercayaan atau mitos. mitos, manusia dapat turut serta mengambil
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bagian dalam kejadian disekitarnya, dapat
(KBBI,2008:922), mitos ialah cerita suatu menanggapi daya-daya kekuatan disekitarnya.
bangsa tentang dewa dan pahlawan zaman Definisi ini mengandung arti bahwa didalam
dahulu, mengandung penafsiran tentang asal- mitos, keberadaan kekuatan lain/daya diluar
usul semesta alam, manusia, dan bangsa tersebut, manusia memang ada di alam/sekitar hidup
mengandung arti mendalam yang diungkapkan manusia.
secara gaib. Definisi ini selaras dengan kenyataan Menurut Bascom yang dikutip Danandjaya
yang ada dimana mitos yang berkembang lebih (1997:50), mite atau mitos ialah cerita prosa
banyak terkait dengan asal-usul alam semesta, rakyat yang dianggap benar-benar terjadi serta
manusia bahkan cikal bakal suatu kelompok/ dianggap suci oleh yang empunya cerita. Mite
suku bangsa tertentu seperti yang diuraikan ditokohkan oleh para dewa atau makhluk setengah
diatas. dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain, atau di
Mitos juga didefinisikan sebagai sistem dunia yang bukan seperti yang dikenal sekarang,
kepercayaan dari suatu kelompok manusia, yang dan terjadi pada masa lampau. Mitos merupakan
berdiri atas sebuah landasan yang menjelaskan kepercayaan berkenaan kejadian dewa-dewa
cerita-cerita yang suci yang berhubungan dan alam seluruhnya. Mitos juga merujuk

138
Multilingual, Volume XV, No. 2, Saefuddin: Pantangan dan Larangan Masyarakat Dayak Halong Dalam
Desember 2016
Lingkungan Adat Berbasis Kearifan Lokal

kepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan ialah dalam bentuk tuturan/ penceritaan kembali
yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai secara langsung kepada generasi selanjutnya
suatu peristiwa yang pernah terjadi pada masa bisa melalui cerita, peringatan/pantangan dan
dahulu. Ia dianggap sebagai suatu kepercayaan larangan atau tersirat dalam ritual tertentu.
dan kebenaran mutlak yang dijadikan sebagai Mitos bukan hanya berfungsi sebagai
rujukan, atau merupakan suatu dogma yang pedoman bagi masyarakat pendukungnya dalam
dianggap suci dan mempunyai konotasi upacara. bertindak tetapi mitos juga memiliki fungsi
Dari beberapa penjelasan itu, terdapat lain. Peursen (1992:20) menyatakan bahwa
beberapa unsur yang terkandung dalam terdapat 3 fungsi mitos yaitu; 1) menyadarkan
mitos yaitu 1) mitos merupakan cerita yang manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib,
terjadi dimasa lalu dan dianggap suci oleh 2) mitos tidak memberikan informasi kekuatan
yang memiliki cerita tersebut. 2) dalam mitos itu, tetapi membantu manusia agar ia bisa
terkandung kekuatan gaib, kekuatan lain menghayati daya itu sebagian kekuatan yang
diluar manusia, dunia supranatural atau dunia bisa memengaruhi dan menguasai alam dan
lain, 3) mitos merupakan sistem kepercayaan kehidupan. Dalam sebuah upacara, alam bersatu
sekelompok manusia yang dijadikan pedoman dengan alam atas/dunia gaib. Oleh karena itu,
bagi masyarakat pendukungnya, dan 4) mitos ada pemisahan antara dunia sakral/angker dan
mempunyai kebenaran tertinggi dan kepercayaan profan, 3) mitos memberikan jaminan masa kini,
mutlak yang dijadikan rujukan dalam kehidupan misalnya dongeng masa lalu yang diceritakan
dewasa ini. melalui tarian (Baal,1987:33). Peragaan ini
Dalam kehidupan manusia, eksistensi seolah-olah menghadirkan kembali suatu
mitos tergantung dari bagaimana masyarakat peristiwa yang pernah terjadi dengan demikian
pendukungnya memperlakukan mitos. Sebagai dijamin keberhasilan usaha serupa dewasa
representasi dari sistem kepercayaan, keyakinan ini. Sebagai contoh; pada musim tanam, siang
akan kebenaran mitos menjadi faktor utama. malam dinyanyikan atau didongengkan cerita
Seperti yang diungkapkan Gale (Belief system, yang bertalian dengan tema kesuburan untuk
in Workd of Sociology) yang dikutip oleh menjamin kesuburan, dan mitos memberikan
Liliweri (2014:14), sebuah sistem kepercayaan penge-tahuan tentang dunia bagi manusia.
dari kelompok tertentu selalu ditandai dengan Mitos juga bisa berfungsi sebagai pengatur
keyakinan yang diterima oleh individu dalam tingkah laku. Mitos bisa menjadi pembatas
kelompok itu. Tanpa adanya keyakinan, mitos tingkah laku/fungsi kontrol (anggota masyarakat
akan terancam keberadaannya. Senada dengan saling mengingatkan satu sama lain untuk
hal itu, Cassirer (1990:22) juga menyatakan bertindak sesuai dengan mitos yang berlaku).
bahwa dalam mitos merupakan imajinasi mitis Seperti yang diungkapkan oleh Laksono dkk
selalu melibatkan tindakan percaya. Tanpa (2000:34) yang menyatakan bahwa dalam
kepercayaan bahwa objeknya nyata, maka mitos kehidupan masyarakat tradisional keberadaan
kehilangan dasar-dasarnya. Keyakinan dan mitos berfungsi untuk mengukuhkan sesuatu
kepercayaan inilah yang tetap menjaga mitos yang bernilai sosial. Mitos merupakan kontrol
sebagai bagian dari kehidupan masyarakat. bagi aktivitas masyarakat. Rasa keberanian
Keyakinan individu dan keyakinan kolektif itu dan ketakutan seringkali dipengaruhi oleh
sendiri terwujud apabila ada regenerasi atau adanya mitos, maka berwujudlah pantangan dan
adanya upaya pewarisan mitos oleh masyarakat larangan. Dengan kata lain mitos tak ubahnya
pendukungnya. peraturan tak tertulis yang mengatur kehidupan
Regenerasi bisa dilakukan melalui tuturan/ masyarakat.
oral atau dalam bentuk suatu kegiatan. Menurut
Peursen, mitos dapat dituturkan dan dapat
juga diungkapkan dalam tari atau pementasan
wayang. Hal paling umum yang bisa ditemui

139
Multilingual, Volume XV, No. 2, Desember 2016

METODE PENELITIAN permasalahan penelitian. Kesimpulan tersebut


Metode yang digunakan dalam penelitian diharapkan dapat melahirkan proposisi-proposisi
ini ialah metode deskriptif-kualitatif. Metode tentang perilaku yang terjadi pada masyarakat
ialah suatu prosedur untuk mencapai suatu tujuan yang menjadi objek penelitian.
yang telah ditetapkan (Semi, 1990:105). Metode
deskriptif ialah suatu metode untuk memperoleh PEMBAHASAN
informasi tentang kondisi yang ada pada suatu Pantangan dan larangan yang akan
penelitian dan melukiskan “apa yang ada itu” diuraikan dalam analisis ini mengenai
(Furchan, 1982: 44). pantangan dan larangan dalam ranah lingkungan
Metode kualitatif memberi ruang kepada masyarakat, yaitu 1) pantangan dan larangan yang
peneliti untuk terlibat langsung dengan objek berkaitan dengan bercocok tanam, 2) pantangan
yang diteliti sebagai pengamat dan pemberi dan larangan yang berkaitan dengan etika, 3)
interpretasi. Metode kualitatif mengutamakan pantangan dan larangan yang berkaitan dengan
kedalaman penghayatan terhadap interaksi kehamilan dan kelahiran, dan 4) pantangan dan
antara konsep-konsep yang sedang diteliti. larangan yang berkaitan dengan perjodohan dan
Dengan metode kualitatif ini kearifan lokal pernikahan. Pantangan dan larangan tersebut
mengenai pantangan dan larangan yang terdapat sebagai berikut.
dalam masyarakat Dayak Halong di Kabupaten
Balangan. Pantangan dan larangan yang berkaitan
Teknik yang dipakai dalam penelitian ialah dengan bercocok tanam
studi pustaka. Data yang telah dikumpulkan 1) Melakukan dua pekerjaan dalam waktu
terlebih dahulu dilakukan klasifikasi, verifikasi, yang bersamaan
interpretasi data, dianalisis sampai pada Pantangan dan larangan tidak boleh
pembahasan hingga diperoleh kesimpulan melakukan pekerjaan yang lain secara
atas jawaban-jawaban dari informan terhadap bersamaan waktunya dan di hari yang sama
pertanyaan yang berdasarkan pada pedoman pula dikenal dalam masyarakat adat Dayak
wawancara. Analisis mencakupi penafsiran Halong. Misalnya, setelah seseorang melakukan
semua data pantangan dan larangan yang dikum- kegiatan menebang pohon, lalu menyembelih
pulkan, mengatur hasil-hasil penelitian yang hewan, dan menangkap ikan. Pantangan ini
sedemikian rupa sehingga menjadi informasi terutama berlaku pada pohon yang ditebang
yang jelas tentang pantangan dan larangan dalam mengandung bahan yang mengakibatkan gatal-
masyarakat Dayak Halong Kabupaten Balangan gatal dan pohon berduri, seperti pahon randu,
di Kalimantan Selatan. pohon bambu, pohon tebu, dan pohon sejenis
Analisis data dalam penelitian kua- lainnya. Pekerjaan satu dengan pekerjaan
litatif berlangsung selama proses penelitian, lainnya dianggap berpola tidak sama, sehingga
karena setiap informasi yang akan dijadikan pekerjaan itu dipercaya dapat menyebabkan hal
materi penulisan harus melalui suatu proses yang kurang baik bagi kepercayaan masyarakat
pertimbangan dan di dalamnya mengandung adat Dayak Halong. Sekarang pantangan dan
aktivitas analisis. Analisis deskriptif itu akan larangan itu sudah mulai bergeser. Dengan alasan
menguraikan serta menghubungkan antara efektif dan efisien, masyarakat melaksanakan
hasil yang diperoleh dari data dan wawancara berbagai jenis pekerjaan secara bersamaan atau
mendalam dengan catatan lapangan. Antara apa mengerjakannya sekaligus dalam satu hari
yang dilihat dan apa yang didengar, diuraikan Konteks kearifan lokal yang dapat
secara cermat dalam kata-kata sehingga dapat dipahami dari pantangan dan larangan ini,
membangun konsep yang lebih bermakna, dalam ialah berkaitan dengan pekerjaan satu dengan
mengkaji permasalahan penelitian. Selanjut- pekerjaan lainnya yang berlainan jenis pekerjaan,
nya, membuat kesimpulan sebagai hasil analisis

140
Multilingual, Volume XV, No. 2, Saefuddin: Pantangan dan Larangan Masyarakat Dayak Halong Dalam
Desember 2016
Lingkungan Adat Berbasis Kearifan Lokal

sebaiknya tidak dilakukan secara bersamaan. pohon harus menggunakan beliung. Alat beliung
Konteks secara bersamaan ini mengandung tersebut digunakan oleh masyarakat Halong
makna pekerjaan dilakukan secara tumpang sampai saat ini. Penggunaan alat tersebut harus
tindih sehingga hasilnya tidak sempurna. juga disertai dengan permintaan izin dengan
Selain itu, pola pekerjaan seperti itu dianggap cara memohon kepada penunggu pohon dan
pekerjaan tidak normal (tidak berpola dan penunggu lahan di sekitar area ladang yang akan
sistematis) berdasarkan pola urutan pekerjaan. ditebang pohonnya. Setelah itu, barulah lahan
Sebaiknya, ketika melakukan pekerjaan, harus sebagai garapan baru sudah boleh dibuka dan
didahulukan satu per satu sesuai dengan urutan ditanami, seperti padi dan tanaman jenis lainnya.
dan keperluannya. Proses berikutnya, pada saat padi akan
berisi (sedang mengurai), padi harus diberi
2) Menancapkan pohon galam sebagai tanda sesajian dengan menggunakan batu arang,
untuk membuka lahan dupa, kemenyan. Saat itulah, lahan tersebut
Masyarakat adat Dayak Halong mengenal tidak boleh diganggu (dihayau) dan dilalui oleh
pantangan dan larangan pada saat membuka pembuka lahan. Karena menurut kepercayaan
lahan dan menancapkan pohon galam sebagai mereka, padi itu sedang berada dalam kondisi
pemberi tanda untuk membuka lahan. Sebagai mengisi padi. Setelah padi menguning, pada
awal mula membuka lahan diperlukan beberapa saat permulaan memanen, mereka hanya boleh
syarat yang wajib dipenuhi, tidak bisa langsung mengambil satu kandungan atau sekirai (tiga
saja dimulai. Apabila terburu-buru, belum tentu ikat) padi secara diketam sebagai pertanda panen
tempat itu akan menjadi lahan bercocok tanam akan segera dimulai. Setelah itu, pemilik ladang
yang sesuai. Salah satu langkah penentuan waktu harus mematuhi pantangan dalam memanen.
membuka lahan garapan bercocok tanam, yaitu Pantangan tersebut adalah selama tiga hari
harus terlebih dahulu didapat petunjuk melalui berturut-turut, tidak mengambil padi yang akan
mimpi (wangsit). Setelah petunjuk yang baik dipanen. Menurut kepercayaan masyarakat adat,
melalui mimpi itu didapat, barulah masyarakat pantangan itu bertujuan agar padi yang mereka
memulai menebas pohon-pohon yang berada di ambil itu tidak terkejut (kaget). Setelah tiga hari
ladang selama tiga hari. Kemudian, setelah tiga berikutnya, barulah padi itu boleh dipanen secara
hari lagi barulah dilakukan pekerjaan berikutnya, diketam, baik dilakukan secara perseorangan
karena dipercaya sudah mendapat izin dari si maupun secara berkelompok.
penunggu lahan (penunggu alam gaib) sesuai Konteks kearifan lokal yang dapat
dengan kepercayaan adat istiadat masyarakat dipahami, yaitu dalam memperlakukan alam
tersebut. seperti tanaman padi, sebaiknya diperlakukan
Konteks kearifan lokal yang dapat sama dengan cara memperlakukan manusia
dipahami, yaitu dalam melakukan sesuatu sebagai manusia (dalam arti memanusiakan
pekerjaan, masyarakat harus melakukan manusia) yang semestinya. Dalam
pertimbangan yang baik dan tidak terburu-buru, memperlakukan alam dan tumbuh-tumbuhan
sehingga hasil yang akan dicapai dapat sesuai diharapkan sama dengan cara seseorang
dengan harapan. memperlakukan manusia, lingkungan, dan lain-
lainnya di muka bumi ini.
3) Menggunakan alat pertanian yang sesuai
peruntukkannya 4) Mulai menugal saat ada kematian dan
Pantangan dan larangan saat melakukan menjual padi panen pertama
pekerjaan membuka lahan, seperti menebas Masyarakat Dayak Halong mematuhi
ilalang dan membersihkan lahan garapan pantangan dan larangan pada saat menugal
pertanian, sebaiknya harus menggunakan alat (memulai bercocok tanam) ketika di lingkungan
khusus. Alat untuk menebas ilalang tersebut sekitar terjadi musibah orang kematian. Pada
adalah misalnya parang dan alat untuk menebang suasana seperti itu, dilarang untuk pergi ke ladang.

141
Multilingual, Volume XV, No. 2, Desember 2016

Larangan ini berlaku mulai pada hari kematian


hingga keesokan harinya. Menurut kepercayaan 5) Bertanam pada saat ada tetangga yang
mereka, jika seseorang tetap melakukan bercocok meninggal baik sebelum dan sesudahnya
tanam dan tidak menghiraukan pantangan dan Masyarakat Dayak Halong mengenal
larangan itu, dipercaya akan terjadi sesuatu yang pantangan dan larangan berada di ladang
tidak diharapkan. Sesuatu itu adalah padi yang (bertanam) pada suasana orang kematian,
akan ditanam akan menjadi layu (mati atau tidak baik yang mengunjungi ke rumah duka atau
tumbuh subur) bahkan tidak berbuah hasil sama hanya mendengar saja dari orang lain. Waktu
sekali. Padi yang ditanam akan memutih tidak pantangan yaitu dari hari kematian sampai
berisi. keesokan harinya. Jika pantangan dan larangan
Kemudian, terdapat pula pantangan dan itu dilanggar, masyarakat adat percaya bahwa
larangan tidak menjual hasil panen padi yang padi dan tanaman itu akan rusak atau paling
baru pertama kali pada pembukaan lahan. tidak, tanaman menjadi tidak subur atau akan
Pelarangan itu disebabkan adanya kepercayaan gagal panen. Selain itu, dipercaya pula bahwa
bahwa penunggu lahan padi atau Dewi Sri yang orang yang sudah mati itu memberi tanda duka
menjagakan lahan garapan pertanian itu akan bagi yang hidup, termasuk kepada tanaman.
marah. Hasil panen pertama sebaiknya untuk Orang yang mati sudah kehilangan nyawa,
keperluan konsumsi sendiri saja, tidak dijual. dipercaya hal itu juga mengakibatkan tanaman
Hasil panen padi boleh dijual ketika pembukaan yang ditanam pada saat ada kematian. ikut
lahan berikutnya. menjadi layu atau rusak dan mati.
Kemudian, apabila padi hasil panen Konteks kearifan lokal yang dapat
terdahulu yang masih tersisa di rumah dari panen dipahami dari pantangan dan larangan ini, ialah
tempat lahan garapan yang berbeda, boleh dijual wujud terjaganya kekeluargaan dan tatacara
seluruh atau sebagiannya dengan harapan dapat bermasyarakat (kegotongroyongan) dalam
digantikan dengan padi yang baru untuk dimakan suatu kelompok masyarakat. Hal yang termasuk
hingga panen di masa mendatang. Ketentuan dalam menjaga kerukunan bermasyarakat, salah
lain, padi baru itu bisa dijual setelah satu tahun satunya ialah saling membantu, dalam keadaan
menunggu dari lahan garapan berikutnya. suka dan duka. Apabila ada tetangga mendapat
Apabila akan dimakan karena alasan padi yang duka seperti kematian, hendaknya diberikan
lama sudah habis, diperbolehkan tetapi dalam penghormatan terakhir kepada orang yang
jumlah yang sedikit. meninggal dan diberikan penghiburan kepada
Konteks kearifan lokal yang dapat keluarga yang ditinggalkan sebagai tanda rasa
dipahami dari pantangan dan larangan ini, hormat dan rasa kebersamaan. Alangkah tidak
yaitu menjaga keselarasan manusia, lingkungan eloknya apabila seseorang tetap sibuk dengan
masyarakat dengan alam di sekitarnya. Di pekerjaannya, sementara tetangga atau kerabat
samping itu, manusia harus menyiapkan masa mengalami kedukaan.
depan yang lebih baik (misalnya menjaga
lumbung padi agar tetap terisi), sehingga di Pantangan dan larangan yang berkaitan
hari-hari berikutnya di masa mendatang, kondisi dengan etika
pangan (hasil panen padi) dapat terjaga dengan 1) Dilarang makan saat matahari terbenam
baik. Masyarakat harus mengutamakan masa atau menjelang magrib
depan. Hal ini diartikan sebagai menyiapkan Pertama, masyarakat Dayak Halong
pangan untuk generasi atau anak cucu mendatang. mengenal pantangan dan larangan tidak boleh
Persiapan tersebut setidaknya harus dimulai dari makan saat matahari terbenam (menjelang
masa kini. magrib). Makan pada waktu tersebut harus
dihindari karena bertepatan dengan waktu
menjelang matahari terbenam atau waktu magrib.
Menurut masyarakat adat, bahwa makanan yang
142
Multilingual, Volume XV, No. 2, Saefuddin: Pantangan dan Larangan Masyarakat Dayak Halong Dalam
Desember 2016
Lingkungan Adat Berbasis Kearifan Lokal

mereka makan pada saat dan waktu yang kurang memberikan dampak dan hasil yang baik pula.
tepat, dipercaya akan berpengaruh terhadap hasil 2) Dilarang pergi ketika mendengar suara
panen yang diperoleh nanti. Hasil panen tersebut burung terlalu ramai
tidak akan tumbuh subur dan hasilnya tidak Masyarakat adat mengenal pantangan dan
dapat bertahan lama (gagal panen). larangan pergi ke luar rumah ketika mendengar
Pantangan kedua adalah pantangan dan suara burung terlalu ramai pada saat seseorang
larangan makan menjelang magrib, yaitu antara meninggalkan rumah. Ketika hal itu terjadi
pukul 5 sampai dengan pukul 7. Pada waktu sebaiknya kepergian itu ditunda. Keadaan itu
tersebut juga dipercaya sebagai waktu makan memberikan pertanda bahwa jika seseorang
makhluk, seperti; iblis, jin, dan setan serta melakukan perjalanan untuk pergi keluar rumah,
penunggu-penunggu alam jagat raya lainnya. dipercaya akan terjadi sesuatu yang tidak
Oleh karena itu, apabila manusia melakukan diketahui asal usul dan sumbernya. Suara burung
tatacara makan yang juga diikuti oleh mahluk- itu juga dipercaya memberikan pertanda bahwa
mahluk halus itu, dipercaya bahwa tanaman/padi suasana pada hari itu dianggap kurang baik. Oleh
yang mereka tanam di lahan garapan pertanian, karena itu, sebaik perjalanan ditunda terlebih
baik lahan garapan pertanian yang sudah ada dahulu dan dilakukan setelah ada pertanda
maupun lahan garapan pertanian yang akan yang baik berikutnya. Pelanggaran terhadap
dibuka nanti, akan didahului dimakan dan akan pantangan dan larangan tersebut akan berakibat
dihabisi oleh makhluk lain (iblis, setan, dan bahaya, misalnya terjadi kecelakaan, tertabrak,
jin). Selain dimakan oleh makhluk lain, hama dan sebagainya. Kepergian harus ditunda
tanaman lainnya akan datang sehingga padi ketika angin kencang berhembus tiba-tiba saat
menjadi tidak berisi atau hampa (puso,kosong). akan berangkat bepergian. Jika dilanggar maka
Di samping itu, kepercayaan masyarakat dipercaya akan berakibat bahaya pada saat itu,
adat untuk tidak makan di waktu senja misalnya kecelakaan yang tidak dapat diduga
dikarenakan para mahluk lain; seperti sosok sebelumnya.
iblis, setan, dan jin atau sosok yang sejenisnya Konteks kearifan lokal yang dapat
sedang bergentayangan keluar dari tempat dipahami dari pantangan dan larangan ini,
tinggalnya. Masyarakat adat percaya bahwa ialah mengandung makna bahwa dalam
ketika mahluk-mahluk itu bergentayangan, hidup hendaknya berhati-hati, termasuk
mereka akan mengganggu manusia yang sedang mengendalikan fenomena alam yang akan
makan di waktu senja. Gangguan makhluk halus terjadi di lingkungan sekitar. Fenomena tersebut
itu berwujud misalnya orang sedang makan tiba- seperti terjadi musibah banjir, angin topan, dan
tiba sakit perut, dan lain-lain. Makhluk sebangsa lain-lain. Untuk mencegah terjadinya hal-hal
jin atau iblis ikut serta makan seperti apa yang yang tidak diinginkan itu, sebaiknya lingkungan
dimakan oleh manusia, hanya saja tidak diketahui dijaga bersama-sama secara baik dan benar.
dan dilihat oleh manusia.
Konteks kearifan lokal yang dapat 3) Dilarang membunyikan suara gamelan di
dipahami dari pantangan dan larangan ini, ialah luar acara ritual
mengandung makna apabila kita melakukan Masyarakat adat mengenal pantangan dan
segala sesuatu hendaknya sesuai dengan larangan membunyikan gamelan bukan saat
situasi dan kondisi. Contoh pekerjaan tersebut yang tepat atau bukan waktunya. Pelanggaran
adalah dalam bercocok tanam hendaknya akan hal itu dipercaya akan berakibat kurang
memperhatikan siklus alam, mulai menentukan baik bagi penghuni rumah (pemilik gamelan).
hari (menghitung hari), menentukan untuk Gamelan hanya diperbolehkan dibunyikan pada
memilih bibit, menentukan waktu menanam, waktu-waktu tertentu dan harus melakukan ritual
dan lain-lain harus sesuai dengan rencana, terlebih dahulu, sesuai ketentuan adat, karena
sehingga pekerjaan yang akan dilaksanakan dipercaya di dalam gamelan ada penunggu atau
baik memulainya maupun sesudahnya dapat roh nenek moyang. Jika membunyikan tanpa

143
Multilingual, Volume XV, No. 2, Desember 2016

melakukan izin terlebih dahulu atau melakukan Pantangan dan larangan yang berkaitan
ritual, diyakini akan terjadi sesuatu atau dengan kehamilan dan kelahiran
malapetaka yang tidak dikehendaki. Oleh karena 1) Dilarang mabuk mayat (mabuk melahirkan)
itu, jika ingin membunyikan gamelan, diharuskan Masyarakat adat Dayak Halong mengenal
menyiapkan ritual adat seperti menyiapkan pantangan dan larangan terhadap para ibu
sesajen lengkap untuk dipersembahkan kepada setelah melahirkan (mabok mayat). Mabuk
roh leluhur penunggu gamelan. mayat mengandung makna bahwa seorang
Konteks kearifan lokal yang dapat perempuan yang kurang dapat merawat diri dan
dipahami dari pantangan dan larangan ini, menjaga kesehatan setelah melahirkan sehingga
ialah secara etika, apabila seseorang tinggal mengalami sakit. Menurut kepercayaan
di suatu tempat yang berdampingan dengan masyarakat adat mabok mayat dikenal juga
khalayak ramai, segala sesuatu tindakan dan sebagai orang mabuk melahirkan. Orang
perbuatan termasuk membunyikan gamelan, yang mengalami mabuk melahirkan ini dapat
hendak mempertimbangkan kepentingan mengakibatkan kematian. Mabok mayat ini
orang lain yang mendengarkannya. Boleh jadi, terjadi setelah usia kelahiran sudah mencapai
ada orang yang menyukai dan ada juga yang enam bulan sampai satu tahun dengan tanda-
tidak menyukai suara gamelan. Bagi orang tanda pada tubuh kekuningan. Ciri-ciri orang
yang tidak menyukainya, suara gamelan bisa mengalami kekuningan, misalnya kurus, mata
dianggap sebagai suara yang bising. Oleh karena kuning, dan sendi nadi timbul atau disebut juga
itu, dalam hidup bermasyarakat hendaknya dengan istilah kulit tali nyawa.
dipertimbangkan baik dan buruknya segala Konteks kearifan lokal yang dapat
sesuatu perbuatan dan tindakan yang dapat dipahami dari pantangan dan larangan ini,
mengakibatkan orang lain menjadi terganggu. mengandung makna bahwa menjaga kesehatan
begitu dianggap penting walaupun dalam
4) Dilarang makan di tempat orang berlalu kondisi serba kekurangan. Banyak contoh di
lalang masyarakat, terutama masyarakat menengah ke
Masyarakat adat Halong mengenal bawah yang mengabaikan kesehatan. Hal itu
pantangan di dalam rumah, misalnya tidak boleh menyebabkan tingginya angka kematian yang
makan di tempat orang lalu lalang (tempat orang sebagian besar terjadi pada masyarakat dengan
melangkah) atau daerah pembatas antara ke atas rata-rata golongan ekonominya menengah ke
dan ke bawah. Pantangan terjadi karena dipercaya bawah.
dapat menghalangi rezeki, terutama rezeki yang
tertolak bagi penghuni rumah. Di samping itu, 2) Dilarang membelah puntung menjelang
secara etika orang yang makan sambil lalu lalang, kelahiran
tidak duduk dengan tidak sopan, menggambarkan Masyarakat adat Halong mengenal
bahwa orang yang dimaksud tidak menghargai pantangan dan larangan membelah puntung api,
adat dan tatakrama kesantunan. Selain itu, ketika yaitu bagian ujung kayu yang sudah dimakan api
seseorang mendapat rezeki dari Yang Maha kemudian dibelah secara disengaja. Membelah
Kuasa, sebaiknya seseorang mengetahui tatacara puntung api yang sudah terbakar ini sangat
adat istiadat di suatu tempat. dilarang dalam masyarakat Dayak Halong. Hal
Konteks kearifan lokal yang dapat ini akan berakibat kesumbingan (mulut sumbing)
dipahami dari pantangan dan larangan ini, ialah pada anak yang dilahirkan.
jika seseorang ingin mendapatkan keberkahan Pantangan yang lain adalah mengambil
dalam hidup (mendapat rezeki yang baik dan daun jatuh dari tempat duduk. Ketika seseorang
berkah), hendaknya menikmatinya dengan berjalan dan mau istirahat, tiba-tiba ada daun
penuh syukur kepada Sang pemberi rezeki. jatuh di tempat duduk yang akan ditempati.
apabila hal demikian terjadi, sangat dilarang

144
Multilingual, Volume XV, No. 2, Saefuddin: Pantangan dan Larangan Masyarakat Dayak Halong Dalam
Desember 2016
Lingkungan Adat Berbasis Kearifan Lokal

dan pantang tempat duduk itu untuk diduduki. menangkap ikan. Selain itu, pada saat sang istri
Menurut kepercayaan masyarakat Dayak berobat secara tradisional pada seorang dukun
Halong makna dari jatuhnya daun jatuh tersebut, beranak, pasien dilarang makan ayam putih dan
ialah akan ada dahan yang akan jatuh atau pohon terong putih. Hal ini dipercaya akan menyebabkan
tumbang di sekitar tempat itu. Cara menghindari pasien terkena penyakit atau penyakit yang lama
musibah tersebut menghindar dari daerah itu akan kambuh (kumat). Pelanggaran terhadap
agar selamat. pantangan ini orang yang sedang sakit akan
Konteks kearifan lokal yang dapat mengalami susah sembuh (sampai tiga bulan
dipahami dari pantangan dan larangan ini, ialah atau lebih) tidak sembuh dalam waktu yang
adanya makna yang tersembunyi. Makna filosofi cukup lama, bahkan dipercaya akan membawa
antara membelah puntung kayu dengan bibir pada kematian. Jenis penyakit yang bisa dialami,
sumbing dan kayu jatuh dari dahannya tidak misalnya sakit kepala, perut, dan maag.
dapat dihubungkan secara langsung. Namun, Konteks kearifan lokal yang dapat
untuk kepercayaan Dayak Halong hal itu cukup dipahami dari pantangan dan larangan ini,
bermakna, seperti halnya dalam budaya (adat ialah proses kehamilan sang isteri memerlukan
istiadat) masyarakat Nusantara lainnya. Budaya perhatian sang suami, baik ketika sedang berada
nusantara lainnya, seperti pada budaya dan adat di rumah maupun ketika sedang berada di luar
istiadat Jawa banyak dan lebih sering memahami rumah. Selain itu, perlunya memperhatikan
hal yang dimaksud pantangan dan larangan itu makanan yang dikonsumsi harus mengandung
banyak berkaitan dengan benda bernyawa, gizi yang memadai, terutama untuk kesehatan
sedangkan pada masyarakat Dayak Halong jabang bayi yang ada dalam rahim si ibu. Selain
justru berkaitan dengan benda tak hidup (seperti itu pula, ketika isteri sedang hamil hendaknya
puntung kayu) dan hal yang berkaitan dengan pasangan suami istri selalu berkonsultasi
kayu-kayuan. Jadi hal itu muncul karena benda mengenai kesehatan sang ibu dan jabang bayi,
yang paling dekatlah dengan pola hidup mereka, baik itu berkonsultasi ke dokter maupun ke bidan
yaitu alam sekitar (pohon yang ada di hutan di yang ada di kampung.
sekitar mereka). Oleh karena itu, dapat dipahami,
hal yang paling dekatlah yang dijadikan simbol Pantangan dan larangan yang berkaitan
dan makna filosofi pantangan dan larangan oleh dengan perjodohan dan pernikahan
mereka yang kemudian diaplikasikan menjadi 1) Dilarang menjemur pakaian sampai larut
sebuah wujud kearifan lokal mereka. malam
Masyarakat adat Dayak Halong mengenal
3) Dilarang memasang paku menjelang pantangan dan larangan menjemur pakaian
kelahiran bagi anak perawan sampai malam (munculnya
Suami dan istri pantang untuk memasang bintang). Menurut kepercayaan masyarakat
paku pada saat isteri menjelang melahirkan. adat, anak perawan yang menjemur pakaian
Hal ini dipercaya akan jabang bayi yang akan sampai larut malam itu susah memperoleh
dilahirkan, sulit untuk keluar dari dalam rahim jodoh (pilanggur) atau jodohnya tergantung.
ibunya. Pilanggur dimaknai ketika orang menginginkan
Selain itu, suami mempunyai pantangan kita atau dengan orang yang dimaksud atau
dan larangan yaitu selama delapan hari delapan pelaku pelanggaran pilanggur akan sulit untuk
malam untuk tidak melakukan pekerjaan atau mendapatkan jodoh. Karena itu, para gadis
tidak boleh melakukan perjalanan (untuk keluar atau anak perawan dilarang untuk menjemur
rumah) pada saat sang istri akan mendekati pakaian miliknya atau pun keluarganya hingga
masa kelahiran. Pekerjaan itu misalnya malam hari. Pelanggaran atas pantangan ini
mengambil buah-buahan, menebang kayu dipercaya dapat menyebab-kan orang yang mau
yang menyebabkan gatal-gatal (seperti pohon dengan gadis tersebut, tidak ingin lagi untuk
bambu dan sejenisnya), menyembelih ayam, dan

145
Multilingual, Volume XV, No. 2, Desember 2016

mendekatinya. dipahami dari pantangan dan larangan ini,


Konteks kearifan lokal yang dapat ialah mengandung makna untuk berhati-hati
dipahami dari pantangan dan larangan ini, ialah dalam bergaul, termasuk memilih teman,
mengandung makna bahwa jangan memandang memilih pasangan hidup. Sudah banyak contoh
pekerjaan itu sesuatu pekerjaan yang sederhana perkawinan di bawah umur di masyarakat yang
(misalnya masalah menjemur pakaian). pada akhirnya kandas di tengah jalan. Salah
Pekerjaan ini sering dianggap pekerjaan sepele, pergaulan bukan saja merugikan diri sendiri,
tetapi jika ditinjau dari segi kesehatan menjemur melainkan merugikan orang lain, terutama
pakaian hingga larut malam, cuaca malam keluarga (ayah, ibu, kakak, dan adik) termasuk
banyak mendatangkan penyakit, termasuk kerabat dan tetangga di sekitarnya serta
bakteri-bakteri yang tidak terlihat hinggap ke lingkungan masyarakat adat. Mereka harus ikut
dalam pakaian, sedangkan pada cuaca siang, menanggung malu akibat pergaulan bebas.
yaitu saatnya matahari bersinar dan matahari
selalu mendatangkan kesehatan. Boleh jadi, PENUTUP
pemahaman inilah yang ingin diungkapkan Secara umum, masyarakat Dayak Halong
melalui wujud kearifan lokal. masih menjaga pantangan dan larangan yang
mereka pahami sebagai bagian dari kearifan
2) Dilarang melakukan pernikahan lokal yang berlaku pada masyarakat adat.
berabutan (nikah siri) Mereka mempercayai kearifan lokal berupa
Pantangan dan larangan anak gadis pantangan dan larangan itu sebagai warisan
tidak boleh melihat perkawinan berabutan secara turun-temurun itu akan memberikan
(nikah siri). Suatu pernikahan atau perkawinan ciri, pertama sebagai wujud masyarakat adat
seharusnya dilakukan di rumah orang tua si (masyarakat yang menjaga tradisi leluhur).
kedua mempelai khususnya di rumah perempuan Kedua masyarakat Dayak Halong menjaga
dan mengundang tamu. Pernikahan berabutan kemurnian adat leluhur yang merupakan bagian
ini dilakukan secara tertutup. Perkawinan dari mempertahankan nilai-nilai kebudayaan
berabutan ini tidak boleh dilihat oleh anak gadis leluhur yang dapat dipandang sebagai bagian
karena dikhawatirkan anak gadis itu mengalami kebudayaan Nusantara. Ketiga keberadaan
hal serupa. Perkawinan berabutan merupakan pantangan dan larangan dalam masyarakat
perkawinan yang tidak dikehendaki oleh kedua merupakan wujud adat istiadat yang mereka
belah pihak mempelai, terutama kedua orang warisi dari nenek moyang mereka yang ada
tua, baik pihak perempuan maupun pihak laki- sejak dahulu.
laki. Perkawinan ini terjadi karena sepasang Pantangan dan larangan pada masyarakat
laki-laki dan perempuan melakukan perbuatan Dayak Halong masih terjaga dan terpelihara
tercela atau melanggar adat susila dalam ruang dalam ranah lingkungan. Pertama, pantangan
lingkup sosial (masyarakat) yang menyebabkan dan larangan yang berkaitan dengan bercocok
perempuan hamil terlebih dahulu. Perkawinan tanam,seperti; melakukan dua pekerjaan dalam
semacam ini disebut perkawinan berabutan atau waktu yang bersamaan, menancapkan pohon
perkawinan yang tergesa-gesa dan mendesak. galam sebagai tanda untuk membuka lahan,
Perkawinan ini dilakukan bertujuan hanya untuk menggunakan alat pertanian yang sesuai
menyelamatkan martabat keluarga kedua belah dengan peruntukkannya, memulai bertanam dan
pihak. Oleh karena itu, para gadis yang belum menjual padi panen pertama, dan bertanam pada
mengenal terlalu jauh pergaulan muda dan saat ada tetangga yang meninggal baik sebelum
mudi dilarang untuk menghadiri perkawinan dan sesudahnya. Kedua, pantangan dan larangan
berabutan agar tidak meniru perbuatan yang yang berkaitan dengan etika, seperti; dilarang
dilakukan oleh teman sebayanya. makan menjelang makan saat atau menjelang
Konteks kearifan lokal yang dapat magrib, dilarang pergi ketika mendengar suara

146
Multilingual, Volume XV, No. 2, Saefuddin: Pantangan dan Larangan Masyarakat Dayak Halong Dalam
Desember 2016
Lingkungan Adat Berbasis Kearifan Lokal

burung terlalu ramai, dilarang membunyikan menjelang kelahiran, dan dilarang memasang
suara gamelan di luar acara ritual, dan dilarang paku menjelang kelahiran. Keempat, Pantangan
makan di tempat orang berlalu lalang. Ketiga, dan larangan yang berkaitan dengan perjodohan
pantangan dan larangan yang berkaitan dengan dan pernikahan, seperti; dilarang menjemur
kehamilan dan kelahiran, seperti; dilarang pakaian sampai larut malam dan dilarang
mabuk melahirkan, dilarang membelah puntung melakukan pernikahan berabutan (nikah siri).

DAFTAR PUSTAKA
Cassirer, Ernst. 1990. “Mitos dan Religi” dalam Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Esei Tentang
Manusia. Jakarta : PT Gramedia.
Daud, Alfani. 1997. Islam dan Masyarakat Banjar, Deskripsi dan Analisa Kebudayaan Banjar.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia : Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Grafiti.
Eliade, Mircea, 2011. ”Myth and Reality”, dalam A Reader in Classical Theory for teh Study of
Religions in Indonesia, Molume 3, ICRS-UGM: Yogyakarta.
Furchan, Arief. 1982. Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Frazer, S.J.G. 1955. The Golden Bough: A Study in Magic and Relegion. London: Macmillan.
Hatmiati. 2016. Pemali dalam Tradisi Lisan Masyarakat Banjar (disertasi tidak diterbitkan. PPS:
Universitas Negeri Malang.
Harsojo. 1988. Pengantar Antropologi. Jakarta. https://id.wikipedia.org/wiki/Pantang.
Ibrahim.2012. Pantang Larang Masyarakat Melayu Kabupaten Kapuas Hulu. Pontianak: Balai
Pelestarian Nilai Budaya, Kalimantan Barat.
Laksono, P.M. dkk. 2000. Perempuan di Hutan Mangrove: Kearifan Ekologis Masyarakat Papua.
Yogyakarta : Galang Press.
Liliweri, Alo. 2014. Pengantar Studi Kebudayaan. Bandung : Nusa Media.
Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Pusat Bahasa. Departemen
Pendidikan Nasional.
Van Baal, J. 1987. Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya. Jakarta : Gramedia.
Van Peursen, CA. 1992. Strategi Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius.
Semi, M. Atar.1990. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Angkasa.
Stepanus, Ahadi Sulissusiawan, Sesilia Seli. 2016. Pantang Larang Masyarakat Dayak Sungkung
Kecamatan Siding Kabupaten Bengkayang (Suatu Kajian Sosiolinguistik), dalam http jurnal.
untan. ac. idindex.phpjpdpbarticle view File59806063 di akses 9 Februari 2016.

147
Multilingual, Volume XV, No. 2, Desember 2016

148

Anda mungkin juga menyukai