Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMOFILIA

1. KONSEP DASAR PENYAKIT


1.1 Pengertian
Hemofilia adalah kelainan koagulasi darah bawaan yang paling sering dan serius
yang berhubungan dengan defisiensi faktor VIII, IX, atau XI. Biasanya hanya terdapat
pada anak laki-laki, terpaut kromosom X dan bersifat resesif (Mansjoer, 2000).
Sedangkan menurut Price (2003) hemofilia adalah gangguan koagulasi yang
bermanisfestasi sebagai episode perdarahan intermitten yang disebabkan oleh mutasi
gen faktor VII atau faktor IX.
Hemofilia ditandai dengan sulitnya darah untuk membeku secara normal. Pada
orang normal darah akan membeku dalam waktu 5-7 menit jika terjadi luka. Sedangkan
pada penderita hemofilia darah akan membeku antara 50 menit sampai 2 jam sehingga
dapat menyebabkan kehilangan banyak darah dan meninggal dunia. Penderita hemofilia
umumnya laki-laki dan jarang perempuan hemofilia yang mampu bertahan hidup.
Apabila dijumpai perempuan hemofilia, maka perempuan tersebut tidak menderita
hemofilia A tetapi hemofilia B atau C. Laki-laki hemofilia sangat sulit dijumpai pada
usia dewasa karena sebagian besar hanya bertahan sampai usia anak-anak (Suryo,
2008).
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kelainan faal koagulasi yang
bersifat herediter dan diturunkan secara X-linked recessive sehingga hanya
bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya menjadi karier atau pembawa
sifat penyakit ini. Dikenal tiga tipe hemofilia yaitu hemofilia A, B, dan C yang secara
klinis ketiganya tidak dapat dibedakan. Hemofilia terjadi oleh karena adanya defisiensi
atau gangguan fungsi salah satu factor pembekuan yaitu faktor VIII pada hemofilia A
serta kelainan faktor IX pada hemofilia B dan faktor XI pada hemofilia C. Hemofilia A
merupakan bentuk yang paling sering dijumpai (hemofilia A 80-85%, hemophilia B 15-
20%). Prevalensi hemofilia sebesar 5000-10.000 penduduk laki-laki yang lahir hidup.
(Yantie & Ariawati, 2012)
Jadi hemofilia adalah kelainan koagulasi darah yang disebabkan oleh tidak
adanya salah satu faktor pembekuan darah terutama pada faktor VIII, IX atau XI yang
hampir seluruhnya penyakit ini timbul pada laki-laki.
1.2 Epidemiologi
Pada 85% kasus, penyakit hemofilia disebabkan oleh kelainan atau defisiensi
faktor VIII, jenis hemofilia ini disebut hemofilia A atau hemofilia klasik. Kira-kira 1
diantara 10.000 pria di Amerika Serikat menderita hemofilia klasik. Pada 15% pasien
hemofilia lainnya kecenderungan pendarahan disebabkan oleh defisiensi faktor IX.
Kedua faktor tersebut diturunkan secara genetik melalui kromosom wanita (Guyton
dan Hall, 2008).
Angka kejadiannya 1:5.000 bayi laki-laki yang dilahirkan hidup, tanpa
dipengaruhi ras maupun kondisi sosioekonomi. Hemofilia tak mengenal ras,
perbedaan warna kulit ataupun suku bangsa. Mayoritas penderita hemofilia adalah
pria karena mereka hanya memiliki satu kromosom X. Sementara kaum wanita
umumnya hanya menjadi pembawa sifat (carrier). Seorang wanita akan benar-benar
mengalami hemofilia jika ayahnya seorang hemofilia dan ibunya pun pembawa sifat.
Akan tetapi kasus ini sangat jarang terjadi. Meskipun penyakit ini diturunkan, namun
ternyata sebanyak 30% tak diketahui penyebabnya.
Diperkirakan 350.000 penduduk dunia mengidap Hemofilia. Di Indonesia,
Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) memperkirakan terdapat sekitar
200.000 penderita, namun yang ada dalam catatan resmi HMHI hanya terdapat 891
penderita.

1.3 Etiologi
a) Faktor Genetik
Hemofilia atau penyakit gangguan pembekuan darah menurun dari generasi ke
generasi lewat wanita pembawa sifat (carrier) dalam keluarganya, yang bisa secara
langsung maupun tidak. Di dalam setiap sel tubuh manusia terdapat 23 pasang
kromosom dengan berbagai macam fungsi dan tugasnya. Kromosom ini menentukan
sifat atau ciri organisme, misalnya tinggi, penampilan, warna rambut, mata dan
sebagainya. Sementara, sel kelamin adalah sepasang kromosom di dalam inti sel yang
menentukan jenis kelamin makhluk tersebut. Seorang pria mempunyai satu kromosom
X dan satu kromosom Y, sedangkan wanita mempunyai dua kromosom X. Pada kasus
hemofilia, kecacatan terdapat pada kromosom X akibat tidak adanya protein faktor
VIII dan IX (dari keseluruhan 13 faktor), yang diperlukan bagi komponen dasar
pembeku darah (fibrin) (Price, 2003).
b) Faktor Epigenik
Hemofilia A disebabkan kekurangan faktor VIII dan hemofilia B disebabkan
kekurangan faktor IX. Kerusakan dari faktor VIII dimana tingkat sirkulasi yang
fungsional dari faktor VIII ini tereduksi. Aktivasi reduksi dapat menurunkan jumlah
protein faktor VIII, yang menimbulkan abnormalitas dari protein. Faktor VIII menjadi
kofaktor yang efektif untuk faktor IX yang aktif, faktor VIII aktif, faktor IX aktif,
fosfolipid dan juga kalsium bekerja sama untuk membentuk fungsional aktivasi faktor
X yang kompleks (”Xase”), sehingga hilangnya atau kekurangan kedua faktor ini
dapat mengakibatkan kehilangan atau berkurangnya aktivitas faktor X yang aktif
dimana berfungsi mengaktifkan protrombin menjadi trombin, sehingga jika trombin
mengalami penurunan pembekuan yang dibentuk mudah pecah dan tidak bertahan
mengakibatkan pendarahan yang berlebihan dan sulit dalam penyembuhan luka
(Price, 2003).

1.4 Patofisiologi
Dalam proses pembekuan darah terdapat dua jalur yang dilalui, yaitu jalur
ekstrinsik yang merupakan proses menstimulasi koagulasi dimulai dengan pelepasan
faktor III (faktor jaringan/tromboplastin) ke sirkulasi dari sel endothelial vascular
yang cedera dan jalur intrinsik dimulai dari aktivasi faktor koagulasi (faktor
XII/Hageman) dalam darah. Kedua jalur akan bergabung dan bekerja sama untuk
mengaktifkan faktor X yang disebut jalur akhir. Tetapi pada hemofilia, terjadi
ketidaksempurnaan pembekuan darah di jalur intrinsiknya. Disini trombosit
mengalami gangguan yaitu menghasilkan faktor VIII, yaitu Anti Hemofiliac Factor
(AHF). AHF terdiri dua komponen aktif, komponen besar dan komponen kecil.
Komponen kecil pada AHF yang penting untuk jalur pembekuan intrinsik, membantu
dalam poses aktivasi faktor X manjadi faktor X teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah
yang akan membentuk aktivator protrombin dengan bantuan faktor V dan fosfolipid
jaringan, di mana nantinya aktivator protrombin dengan bantuan ion kalsium yang
akan membantu proses pengubahan protrombin menjadi trombin. Trombin inilah yang
bekerja sebagai katalis kunci yang mengatur perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan
menyebabkan koagulasi.
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII, maka tidak akan terbentuk benang-benang
fibrin karena tidak akan terbentuknya faktor X teraktivasi yang membentuk aktivator
protrombin. Karena aktivator protrombin tidak terbentuk, sehingga trombin juga tidak
terbentuk. Inilah yang akan mengakibatkan tidak terbentuknya benang-benang fibrin
sehingga pembekuan darah sulit terjadi.

1.5 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan faktor pembekuan:
a. Hemofilia A; Juga disebut hemofilia klasik. Adalah penyakit resesif terkait
kromosom X yang terjadi akibat kesalahan pengkodean gen untuk faktor VIII
koagulasi.
b. Hemofilia B; Adalah penyakit terkait kromosom X yang disebabkan tidak adanya
faktor IX
c. Hemofilia C; Adalah penyakit autosomal yang disebabkan tidak adanya faktor XI

Klasifikasi hemofilia berdasarkan kadar konsentrasi faktor pembekuan:


a. Hemofilia berat terjadi apabila konsentrasi faktor VIII dan faktor IX plasma
kurang dari 1 %.
b. Hemofilia sedang jika konsentrasi plasma 1 % - 5 %.
c. Hemofilia ringan apabila konsentrasi plasma 5 % - 25 % dari kadar normal.

1.6 Manifestasi Klinis


Karena faktor VIII tidak melewati plasenta, kecenderungan perdarahan dapat
terjadi dalam periode neonatal. Kelainan diketahui bila pasien mengalami perdarahan
setelah mendapat tindakan sirkumsisi. Setelah pasien memasuki usia anak-anak aktif,
sering terjadi memar atau hematoma yang hebat sekalipun trauma yang mendahuluinya
ringan. Laserasi kecil, seperti luka di lidah atau bibir, dapat berdarah sampai berjam-
jam atau berhari-hari. Gejala khasnya adalah perdarahan sendi (hemartrosis) yang nyeri
dan menimbulkan keterbatasan gerak, dapat timbul spontan maupun akibat trauma
ringan, manifestasi yang sering terjadi adalah:
 Hematom pada jaringan lunak
 Hemartosis dan kontraktur sendi
 Hematuria
 Perdarahan serebral
 Terjadinya perdarahan dapat menyebabkan takikardi, takipnea, dan hipotensi
Pendarahan berulang ke dalam sendi menyebabkan degenarasi kartilago artikularis
disertai gejala-gejala artritis. Perdarahan retroperitoneal dan intrakranial merupakan
keadaan yang mengancam jiwa. Derajat perdarahan berkaitan dengan banyaknnya
aktivitas dan beratnya cedera. Perdarahan dapat terjadi segera atau berjam-jam setelah
cedera. Perdarahan karena pembedahan sering terjadi pada semua pasien hemofilia dan
segala prosedur pembedahan yang diantisipasi memerlukan penggantian faktor secara
agresif sewaktu praoperasi dan pasca operasi sebanyak lebih dari 50% tingkat aktivitas.
Perdarahan ringan seperti pada awal perdarahan otot atau sendi, tingkat aktivitas
dapat cukup dipertahankan sebanyak 20% hingga 50% untuk beberapa hari, sedangkan
perdarahan berat seperti perdarahan intracranial atau pembedahan sebaiknya dicapai
tingkat aktivitas 100% dan dipertahankan minimal selama dua minggu (Price, 2005).
1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Lab. darah
Hemofilia A :
 Defisiensi faktor VIII.
 PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang.
 PT (Protrombin Time/waktu protombin) memanjang
 TGT (Thromboplastin Generation Test/diferential APTT dengan plasma)
abnormal/memanjang
 Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal
Hemofilia B :
 Defisiensi faktor IX.
 PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang.
 PT (Prothrombin Time/waktu protombin) dan waktu perdarahan normal.
 TGT (Thromboplastin Generation Test/diferential APTT dengan serum)
abnormal/memanjang.
Hemofilia C
 Defisiensi faktor XI.
 PTT memanjang.
 Perdarahan dan waktu protrombin normal.

1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis yang dilakukan pada klien ini adalah sebagai berikut:
 Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami perdarahan
aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi dan pembedahan.
 Penggantian faktor VIII. Faktor VIII mungkin dari konsentrat plasma beku yang
didonasi dari ayah anak yang terkena atau mungkin dihasilkan dari teknik antibodi
monoklonal. Ekstrak plasma faktor VIII dari donor multipel tidak lagi digunakan
karena resiko penyebaran infeksi virus seperti HIV, Hepatitis B, dan hepatitis C
(Corwin, 2009).
 Pengobatan hemofilia menganjurkan pemberian infus profilaktik yang dimulai pada
usia 1 hingga 2 tahun pada anak-anak yang mengalami defisiensi berat untuk
mencegah penyakit sendi kronis.
 Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM. Aspirin adalah obat antikoagulan
selain itu pemberian obat melalui suntikan memperbesar resiko perdarahan.
 Perawatan terhadap pasien dengan hemofilia harus selalu waspada jangan sampai
pasien terjatuh/terbentur, atau bila selesai menyuntik dan mengambil darah bekas
jarum harus ditekan lebih lama. Jika tidak segera berhenti dipasang pembalut
penekan atau ditindih dengan eskap. Jika terpaksa memasang kateter urine atau pipa
lambung harus hati-hati sekali. Perhatikan sesudah beberapa saat apakah terlihat
perdarahan (Ngastiyah; 2005).

Terapi Suportif yang Diberikan Pada Klien dengan Hemofilia


Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor antihemofilia yang
kurang. Namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
 Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
 Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar aktivitas faktor
pembekuan sekitar 30-50%.
 Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan pertama
seperti rest, ice, compression, elevation (RICE) pada lokasi perdarahan.
 Kortikosteroid; pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk menghilangkan
proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah serangan akut hemartrosis.
Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari selama 5-7 hari dapat mencegah
terjadinya gejala sisa berupa kaku sendi (artrosis) yang menggangu aktivitas harian
serta menurunkan kualitas hidup pasien hemofilia.
 Analgetika; Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis dengan nyeri
hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak mengganggu agregasi trombosit
(harus dihindari pemakaian aspirin dan antikoagulan).

Terapi Pengganti Faktor pembekuan


 Pemberian faktor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk menghindari
kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemofilia dapat melakukan aktivitas
normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan faktor antihemofilia
(AHF) yang cukup banyak dengan biaya yang tinggi.
 Terapi pengganti faktor pembekuan pada kasus hemofilia dilakukan dengan
memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun komponen darah
yang mengandung cukup banyak faktor-faktor pembekuan tersebut. Pemberian
biasanya dilakukan dalam beberapa hari sampai luka atau pembengkakan membaik,
serta khususnya selama fisioterapi.

Health Education
 Orang tua pasien perlu dijelaskan bahawa anaknya menderita penyakit darah sukar
membeku, jika sampai terluka atau terbentur/terjatuh dapat terjadi perdarahan di
dalam tubuh. Oleh karena itu orang tua diharapkan agar waspada terhadap anaknnya.
 Bila anak sudah sekolah sebaiknya gurunya juga diberitahu bahawa anak itu
menderita hemofilia. Bila perlu diberikan label seperti gelang sehingga bila anak
tersebut mengalami perdarahan segera mendapat pertolongan.
 Selama masa awal kehidupan, tempat tidur dan mainan harus diberi bantalan, anak
harus diamati seksama selama belajar berjalan (Ngastiyah; 2005).

1.9 Diagnosis Banding Hemofilia


Untuk membedakan hemofilia A dari hemofilia B atau menentukan faktor mana
yang kurang dapat dilakukan pemeriksaan TGT (thromboplastin generation test) atau
dengan diferensial APTT. Namun dengan tes ini tidak dapat ditentukan aktivitas
masing - masing faktor. Untuk mengetahui aktivitas F VIII dan IX perlu dilakukan
assay F VIII dan IX. Pada hemofilia A aktivitas F VIII rendah sedang pada hemofilia B
aktivitas F IX rendah.
Selain harus dibedakan dari hemofilia B, hemofilia A juga perlu dibedakan dari
penyakit von Willebrand, Karena pada penyakit ini juga dapat ditemukan aktivitas F
VIII yang rendah. Penyakit von Willebrand disebabkan oleh defisiensi atau gangguan
fungsi faktor von Willebrand. Jika faktor von Willebrand kurang maka F VIII juga akan
berkurang, karena tidak ada yang melindunginya dari degradasi proteolitik. Di samping
itu defisiensi faktor von Willebrand juga akan menyebabkan masa perdarahan
memanjang karena proses adhesi trombosit terganggu. Pada penyakit von Willebrand
hasil pemerikasaan laboratorium menunjukkan pemanjangan masa perdarahan, APTT
bisa normal atau memanjang dan aktivitas F VIII bisa normal atau rendah. Di samping
itu akan ditemukan kadar serta fungsi faktor von Willebrand yang rendah. Sebaliknya
pada hemofilia A akan dijumpai masa perdarahan normal, kadar dan fungsi faktor von
Willebrand juga normal.

1.10 Komplikasi
Komplikasi terpenting yang timbul pada hemofilia A dan B diantaranya :
 Pendarahan dengan menurunnya perfusi.
 Dapat terjadi perdarahan intrakranium.
 Timbulnya inhibitor.
Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh melihat konsentrat faktor
VIII dan faktor IX sebagai benda asing dan menghancurkannya.
 Kerusakan sendi
Dapat terjadi sebagai akibat dari perdarahan yang terus berulang di dalam dan
sekitar rongga sendi.
 Penyakit infeksi yang ditularkan oleh darah
Misalnya penyakit HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui
konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 PENGKAJIAN
a. Pengkajian Data Dasar
1) Tanyakan kepada keluarga mengenai riwayat keluarga dengan kelainan
perdarahan.
2) Tanyakan kepada keluarga tentang perdarahan yang tidak seperti biasanya,
manifestasi hemofilia meliputi perdarahan lambat dan menetap setelah terpotong
atau trauma kecil, perdarahan spontan dan petekie tidak terjadi pada hemofilia.
Penyakit didiagnosis awal pada bayi baru lahir, bila perdarahan lama menetap
terjadi setelah sirkumsisi.
3) Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan perdarahan selama periode eksaserbasi:
 Pembentukan hematoma (subkutan atau intramuskular).
 Neuropati perifer karena kompresi saraf perifer dan hemoragi intramuskular.
 Hemoragi intracranial: sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan pada
tingkat kesadaran, peningkatan TD dan penurunan frekuensi nadi, serta
ketidaksamaan pupil.
 Hematrosis/perdarahan pada sendi.
 Hematuria.
 Epitaksis.
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN (Berdasarkan Prioritas)
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kerusakan
muskulosekeletal ditandai dengan napas pendek dan dispnea.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan melaporkan
nyeri secara verbal gerakan untuk melindungi area yang sakit.
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan keterbatasan
ROM, keterbatasan motorik.
5) Kelelahan berhubungan dengan anemia ditandai dengan lelah, kurang energi atau
tidak mampu mempertahankan aktivitas fisik sesuai tingkat biasanya, dan
peningkatan kebutuhan istirahat.
6) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen ditandai dengan perubahan karakteristik kulit, warna kulit pucat, dan
kelemahan.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan
gelisah, resah, pergerakan tidak bermakna (jalan menyeret).
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber
informasi ditandi dengan mengungkapkan adanya masalah dan perilaku
berlebihan.
1. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 PK Perdarahan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Bleeding Precautions
keperawatan selama 1x24 jam, 1. Kaji pasien untuk menemukan 1. Untuk mengetahui
diharapkan komplikasi bukti-bukti perdarahan atau tingkat keparahan perdarahan pada
perdarahan dapat diminimalkan hemoragi klien sehingga dapat menentukan
dengan kriteria hasil: intervensi selanjutnya
NOC Label: Blood Coagulation 2. Pantau hasil lab b/d perdarahan 2. Banyak komponen darah yang
 Nilai Ht dan Hb berada dalam menurun pada hasil lab dapat
batas normal. membantu menentukan intervensi
 Klien tidak mengalami selanjutnya
episode perdarahan. 3. Lindungi pasien terhadap cedera 3. Efek cedera terutama pada cedera
 Tanda-tanda vital berada dan terjatuh tajam umumnya dapat
dalam batas normal (TD: 100- mengakibatkan perdarahan
120 mmHg; Nadi: 60- 4. Siapkan pasien secara fisik dan 4. Keadaan fisik dan psikologis yang
100x/menit; RR : 14-25 psikologis untuk menjalani bentuk baik akan mendukung terapi yang
x/menit; Suhu : 36 - 370C ± terapi lain jika diperlukan diberikan pada klien sehingga
0,50C) 5. Kolaborasi pemberian transfusi mampu memberikan hasil yang
faktor VIII, IX sesuai indikasi maksimal
5. Meningkatkan faktor koagulasi
sehingga menurunkan perdarahan
2 Ketidakefektifan bersihan Setelah diberikan tindakan NIC Label: Airway Management
jalan napas berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam, 1. Kaji/awasi frekuensi pernapasan, 1. Perubahan seperti dispnea,
dengan kerusakan diharapkan bersihan jalan nafas kedalaman, irama. Perhatikan penggunaan otot-otot bantu dapat
muskulosekeletal ditandai menjadi efektif dengan kriteria laporan dispnea/atau penggunaan mengindikasikan berlanjutnya
dengan napas pendek dan hasil : otot bantu. keterlibatan/pengaruh pernapasan
dispnea. NOC Label: Respiratory yang membutukan upaya intervensi.
Status: Airway Patency 2. Tempatkan pasien pada posisi 2. Memaksimalkan ekspansi paru,
3 RR dalam batas normal (14- nyaman, biasanya dengan kepala di menurunkan kerja pernapasan dan
25 x/menit) tempatkan pada posisi tinggi atau menurunkan resiko aspirasi.
 Napas tidak pendek. duduk tegak ke depan.
 Tidak adanya dispnea. 3. Anjurkan/bantu dengan teknik 3. Membantu meningkatkan difusi gas
napas dalam atau pernapasan bibir/ dan ekspansi jalan napas kecil,
pernapasan diafragmatik abdomen memberikan pasien beberapa control
bila diindikasikan. terhadap pernapasan.
4. Kaji respon pernapasan terhadap 4. Penurunan oksigen seluler,
aktivitas. Perhatikan keluhan menurunkan toleransi aktivitas.
dispnea/lapar udara dan Istirahat menurunkan kebutuhan
peningkatan kelelahan. Jadwalkan oksigen dan mencegah kelelahan
periode istirahat antara aktivitas. serta dipsnea.
5. Berikan lingkungan yang tenang. 5. Meningkatkan relaksasi,
penyimpanan energi dan menurunkan
kebutuhan oksigen.
6. Berikan tambahan oksigen 6. Memaksimalkan ketersediaan untuk
kebutuhan sirkulasi.
7. Awasi pemeriksaan laboratorium, 7. Mengukur keadekuatan fungsi
misalnya GDA, oksimetri. pernapasan dan keefektifan terapi.
8. Berikan analgesik dan tranquilizer 8. Menurunkan responfisiologis
sesuai indikasi terhadap nyeri/ansietas menurunkan
kebutuhan oksigen dan membatasi
pengaruh terhadap pernapasan
3 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan tindakan NIC Label: Pain Management
agen cedera kimia ditandai keperawatan selama 3x24 jam 1. Tentukan riwayat nyeri, misalnya: 1. Informasi memberikan data dasar
dengan melaporkan nyeri diharapkan klien dapat lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan untuk mengevaluasi kebutuhan atau
secara verbal gerakan mengontrol nyerinya dengan intensitas (skala 0-10) dan tindakan keefektifan intervensi. Catatan:
untuk melindungi area kriteria hasil : penghilangan yang digunakan. pengalaman nyeri adalah individual
yang sakit. NOC Label: Pain Control yang digabungkan dengan baik
 Melaporkan nyeri terkontrol respon fisik dan emosional.
 Klien menunjukkan perilaku 2.  Dorong penggunaan keterampilan 2. Memungkinkan pasien untuk
penanganan nyeri. manajemen nyeri (misalnya: teknik berpartisipasi secara aktif dan

 Klien tampak rileks dan relaksasi, visualisasi, bimbingan meningkatkan rasa kontrol.

mampu tidur/istirahat dengan imajinasi), tertawa, musik, dan


tepat. sentuhan terapeutik.
3. Kelola pemberian analgesik sesuai 3. Saat perubahan penyakit atau
indikasi pengobatan terjadi, penilaian dosis
  dan pemberian akan diperlukan.
Catatan: adiksi atau ketergantungan
pada obat.
4 Kelelahan berhubungan Setelah dilakukan tindakan NIC Label: Energy Management
dengan anemia ditandai keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji pola tidur dan catat perubahan 1. Berbagai factor dapat meningkatkan
dengan lelah, kurang diharapkan kelelahan pasien dalam prose berpikir/perilaku. kelelahan, termasuk kurang tidur,
energi atau tidak mampu dapat diatasi, dengan kriteria penyakit SSP, tekanan emosi dan efek
mempertahankan aktivitas hasil: samping obat-obatan/kemoterapi
fisik sesuai tingkat NOC Label: Activity Tolerance 2. Rencanakan perawatan untuk 2. Periode yang sering sangat
biasanya, dan peningkatan  Pasien tidak merasa lelah menyediakan fase istirahat. Atur dibutuhkan dalam memperbaiki/
kebutuhan istirahat.  Pasien mampu beraktivitas aktivitas pada waktu pasien sangat menghemat energi. Perencanaan akan
secara normal seperti biasanya berenergi. Ikutsertakan membuat pasien menjadi aktif pada
 Kebutuhan istirahat normal pasien/orang terdekat pada saat waktu dimana tingkat energy lebih
penyusunan rencana. tinggi, sehingga dapat memperbaiki
perasaan sehat dan kontrol diri.
3. Bantu memenuhi kebutuhan 3. Rasa lemas dapat membuat AKS
perawatan pribadi, pertahankan hampir tidak mungkin bagi pasien
tempat tidur dalam posisi rendah untuk menyelesaikannya. Melindungi
dan tempat lalu lalang bebas dari pasien dari cedera selama melakukan
perabotan; bantu dengan ambulansi. aktivitas.
4. Pantau respon psikologis terhadap 4. Toleransi bervariasi tergantung pada
aktivitas, misalnya perubahan TD, status proses penyakit, status nutrisi,
frekuensi pernapasan atau jantung. keseimbangan cairan, dan jumlah/tipe
penyakit di mana pasien menjadi
subjeknya.
5. Dorong masukan nutrisi. 5. Pemasukan/penggunaan nutrisi
adekuat sangat penting bagi
kebutuhan energy untuk aktivitas.
6. Kolaborasi pemberian O2 tambahan 6. Adanya anemia/hipoksemia
sesuai petunjuk. mengurangi persediaan O2 untuk
ambilan seluler dan menunjang
kelelahan.
7. Rujuk pada terapi fisik/okupasi 7. Latihan setiap hari terprogram dan
aktivitas yang membantu pasien
mempertahankan/meningkatkan
kekuatan dan tonus otot,
meningkatkan rasa sejahtera.
5 Perfusi jaringan perifer Setelah diberikan asuhan NIC Label: Circulatory Precautions
tidak efektif berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam 1. Awasi tanda-tanda vital, pengisian 1. Memberikan informasi tentang
dengan kerusakan diharapkan perfusi jaringan kapiler, wama kulit, membran derajat/keadekuatan perfusi jaringan
transportasi oksigen perifer adekuat dengan criteria mukosa, dasar kuku. dan membantu menentukan
ditandai dengan perubahan hasil : kebutuhan intervensi
karakteristik kulit, warna NOC Label: Circulation Status 2. Catat keluhan rasa dingin, 2. Vasokontriksi (ke organ vital)
kulit pucat, dan  Tanda vital stabil pertahankan suhu lingkungan dan menurunkan sirkulasi perifer.
 Membran mukosa warna tubuh hangat sesuai indikasi. Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa
kelemahan. merah muda hangat harus seimbang dengan
 Pengisian kapiler baik kebutuhan untuk menghindari panas
 Haluaran urin adekuat berlebihan pencetus vasodilatasi

 Status mental normal (penurunan perfusi organ)


3. Awasi pemeriksaan laboratorium 3. Mengidentifikasi defisiensi dan
misalnya Hb/Ht dan jumlah SDM kebutuhan pengobatan/respons
dan GDA. terhadap terapi
4. Kelola pemberian darah 4. Meningkatkan jumlah sel pembawa
lengkap/packed, produk darah oksigen; memperbaiki defisiensi
sesuai indikasi. Awasi ketat untuk untuk menurunkan resiko
komplikasi transfusi. pendarahan
6 Ansietas Setelah diberikan tindakan NIC Label: Anxiety Reduction
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam 1. Catat adanya, kegelisahan, 1. Mengetahui derajat kecemasan
dengan perubahan diharapkan klien tidak mengalami menolak, dan/ atau menyangkal klien
status kesehatan ansietas dengan kriteria hasil : (afek tak tepat atau menolak
ditandai dengan NOC Label: Anxiety Level mengikuti program medis)
gelisah, resah,  Klien mengatakan ansietasnya 2. Bina hubungan saling percaya 2. Dapat mengurangi kecemasan klien
pergerakan tidak berkurang 3. Dorong pasien/orang terdekat 3. Berbagi informasi membentuk
bermakna (jalan  Klien mengatakan mampu untuk mengkomunikasikan dukungan/kenyamanan dan dapat
menyeret) mengontrol ansietas dengan seseorang, berbagi menghilangkan ketegangan
 Klien tidak terlihat gelisah dan pertanyaan dan masalah. terhadap kekhawatiran yang tidak
resah diekspresikan
 Tidak adanya pergerakan ridak 4. Berikan privasi untuk pasien dan 4. Memungkinkan waktu untuk
bermakna (jalan tidak orang terdekat mengekspresikan perasan,
menyeret) menghilangkan cemas dan prilaku
adaptif
5. Kelola pemberian obat-obatan 5. Meningkatkan relaksasi/istirahat
anticemas/hipnotik sesuai dan menurunkan rasa cemas
indikasi, contoh: diazepam
(valium), flurazepam (dalmane),
lorazepam (ativan)
7 Kurang pengetahuan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Teaching: Disease
berhubungan dengan tidak keperawatan selama 1x24 jam Process
familiar dengan sumber diiharapkan pengetahuan 1. Kaji ulang proses penyakit dan 1. Memberikan pengetahuan dasar
informasi ditandai dengan mengenai penyakit bertambah kebutuhan pengobatan dimana pasien dapat membuat pilihan
mengungkapkan adanya dengan kriteria hasil: berdasarkan informasi.
masalah dan perilaku NOC Label: Communication 2. Upaya pencegahan pendarahan. 2. Mencegah terjadinya perdarahan.
berlebihan Receptive Pasien dan keluarga diberi
 Pasien dan keluarga pasien informasi mengenai risiko
mengatakan masalah terkait perdarahan dan usaha pengaman
informasi dapat diatasi yang perlu. Mereka dianjurkan
 Pasien dan keluarga tidak untuk mengubah lingkungan
berperilaku berlebihan rumah sedemikian rupa sehingga
dapat mencegah trauma fisik
seperti dnegan memberi bantalan
pada sudut-sudut meja. Rintangan
yang dapat menyebabkan jatuh
harus dihilangkan. Menggosik gigi
dengan sikat yang lembut untuk
menjaga kebersihan.Mengeluarkan
ingus dengan kuat, mengejan,
batuk harus dihindarkan. Bila perlu
berikan pencahar. 3. Latihan penguatan tungkai sangat
3. Anjurkan melakukan aktivitas perlu untuk rehabilitasi setelah
fisik, tetapi dengan keamanan yang hematrosis akut.
baik. Olahraga tanpa kontak
seperti berenang, hiking, dan golf
merupakan aktivitas yang dapat
diterima, sementara olahraga
dengan kontak harus dihindari. 4. Aspirin merupakan antikoagulan
4. Anjurkan pasien menghindari yang dapat menyebabkan darah sulit
obat-obatan yang mengandung untuk membeku.
aspirin.
4. EVALUASI
No. Dx Evaluasi
1  Nilai Ht dan Hb berada dalam batas normal.
 Klien tidak mengalami episode perdarahan.
 Tanda-tanda vital berada dalam batas normal (TD: 100-120 mmHg; Nadi: 60-
100x/menit; RR: 14-25 x/menit; Suhu : 36 - 370C ± 0,50C)
2 4 RR dalam batas normal (14-25 x/menit)
 Napas tidak pendek.
 Tidak adanya dispnea.
3  Melaporkan nyeri terkontrol
 Klien menunjukkan perilaku penanganan nyeri.
 Klien tampak rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
4  Pasien tidak merasa lelah
 Pasien mampu beraktivitas secara normal seperti biasanya
 Kebutuhan istirahat normal
5  Tanda vital stabil
 Membran mukosa warna merah muda
 Pengisian kapiler baik
 Haluaran urin adekuat
 Status mental normal
6  Klien mengatakan ansietasnya berkurang
 Klien mengatakan mampu mengontrol ansietas
 Klien tidak terlihat gelisah dan resah
 Tidak adanya pergerakan ridak bermakna (jalan tidak menyeret)
7  Pasien dan keluarga pasien mengatakan masalah terkait informasi dapat diatasi
 Pasien dan keluarga tidak berperilaku berlebihan

DAFTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2008. Buku Saku Patofisiologi, Ed. 3. Jakarta: EGC.
Dochterman, Joanne M., Gloria N. Bulecheck. 2004. Nursing Interventions Classifications
(NIC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
Doenges, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed.3. Jakarta: EGC.
Dorland. 1994. Kamus Kedokteran Dorland. Ed.26. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Hoffbrand, dkk. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Ed4. Jakarta: EGC.
Juall, Lynda. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Carpenito – Moyet. Jakarta: EGC.
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Ed3. Jakarta: Media Aesculapius.
Moorhed, Sue, Marion Jhonson, Meridean L. Mass, dan Elizabeth Swanson. 2008. Nursing
Outcomes Classifications (NOC) Fourth Edition. Missouri: Mosby Elsevier.
NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A. 2003. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed4. Jakarta:
EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Suryo. 1986. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai