Anda di halaman 1dari 15

KEBEBASAN MEMELUK AGAMA LOKAL

ATAU AHMADIYAH
Paper ini dibuat untuk memenuhi mata kuliah Pendidikan dan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu
Erni Saharuddin
Nama Kelompok :
1. Izmi Widyastuti 1610201210
2. Ajeng OAT 1610201162
3. Widhiyarini P 1610201190
4. Nanda putri 1610201183
5. Eko 1610201223
6. Gestamia Dwi N 1610201182
7. Annisa R 1610201173
8. Novia Maharani 1610201166
9. Arum isranda N 1610201184
10. Hendri 1610201216
11. Candra 1610201224
12. Ratih Hernawati 1610201193
13. Anugrah M 1610201213

PROGAM PENDIDIKAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2016/2017
A. LATAR BELAKANG

Beberapa Literatur menyebutkan sejarah munculnya agama adalah dari adanya proses reform
dari kepercayaan dan keyakinan, beranjak sejenak melihat bagaimana primitive pada zaman
dahulu mengenal adanya kekuatan diatas kekuatan mereka yang lebih besar. Di lihat dari aspek
kekuatan, maka pada saat dulu pada zaman pra sejarah masyarakat primitive telah mengenal
adanya sebuah kekuatan yang mereka percayai adalah kekuatan dari intensitas tertinggi yaitu
sesuatu yang ada tapi tidak dapat di lihat tapi dapat diketahui, instinc ini disebut oleh  John
Locke adalah  reflection, dalam Al-Quran (ar-Rum: 30) disebutkan ada 3 sifat yang dibawa
manusia sejak lahir, yang pertama adalah ‘Aql sebuah sifat yang memiliki kekuatan untuk
mengenal Tuhan, kedua adalah Syahwat sifat mengenal nafsu dan keinginan, ketiga adalah
gadlab yang berarti sebuah kekuatan untuk memberitahu jika ada bahaya.

Agama adalah keyakinan dan kepercayaan, menarik diskusi antara sahabat dekat saya dengan
temannya yang mendiskusikan tentang keyakinan dan kepercayaan yang kemudian berevolusi
dalam wujud formalitas era modern tapi system dan prosedur tidak berubah, maka dapat
dikatakan bahwa kepercayaan dan keyakinan pada zaman dulu adalah wujud nyata agama pada
era modern. Agama menurut Eliade bukan hanya sebatas kepercayaan seseorang terhadap Tuhan,
Roh, Dewa, tapi juga sebuah pengalaman kudus, sebagai konsekwensinya berhubungan erat
dengan konsep ada, makna, dan kebenaran.

Perkembangan Agama modern seperti yang di kenal saat ini ada tiga agama besar yang hidup
dan bertahan di dunia, pertama Islam, Kristen dan Yahudi. Banyak juga agama lain tapi tidak
beroriantasi pada langit tapi pada kekuatan alam dan batin spiritualnya. Masuknya agama dalam
setiap lini kehidupan masyarakan tidak lepas dari sebuah keinginan untuk mengatur lebih jauh
tatanan hidup masyarakat. Pada tahun 326 M, sejak gereja Vatikan berdiri di Roma, seluruh
masyarakat seakan tunduk pada kekuatan gereja, kekuatan gereja juga dianggap sebagai dogma
dan doktrin tak terbantahkan. Bahkan kekuatan gereja adalah kekuatan Tuhan dianggap oleh
penganutnya, sehingga pada saat itu kerajaan Kristen dengan gampang member doktrin kepada
rakyatnya atas nama gereja,, dan gereja sendiri adalah rujukan politik dan tindakan penguasa
pada saat itu. Pada tahun 1633 Galileo Galilei seorang ilmuan yang menguatkan teori
heliocentris ( sebuah teori dimana bumi dan seluruh planet berputar mengelilingi pusat tata surya
matahari) karangan Nicolus Corpernicus dalam bukunya De Revolutionibus dijatuhi hukuman
seumur hidup oleh gereja yang merasa doktrinnya disalahkan oleh para Ilmuan bahkan
sebelumnya pada tanggal 17 Fabruari 1600 Giordano Bruno di jatuhi hukuman mati dengan cara
dibakar karena membela teori heliocentric. Dapat dilihat bagaimana peranan agama yang luar
biasa yang pada saat awal munculnya hanya merupakan proses yang disebut mitos kini menjadi
sebuah kekuatan yang besar dalam setiap aspek kehidupan masyarakat diseluruh dunia.
B. PEMBAHASAN

AGAMA DAN MASYARAKAT

1. Fungsi Agama dalam Masyarakat

Fungsi agama dalam masyarakat ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari,
yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian.Teori fungsional dalam melihat kebudayaan
pengertiannya adalah, bahwa kebudayaan itu berwujud suatu kompleks dari ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia-manusia yang berinteraksi, berhubungan, serta bergaul satu dengan yang lain, setiap
saat mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, bersifat kongkret terjadi di
sekeliling.
Fungsi agama dalam pengukuhan nilai-nilai, bersumber pada kerangka acuan
yang bersifat sakral, maka normanya pun dikukuhkan dengan sanksi-sanksi sakral. Dalam
setiap masyarakat sanksi sakral mempunyai kekuatan memaksa istimewa, karena ganjaran
dan hukumannya bersifat duniawi dan supramanusiawi dan ukhrowi.
Fungsi agama di bidang sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu
ikatan bersama, baik di antara anggota-anggota beberapa mayarakat maupun dalam
kewajiban-kewajiban sosial yang membantu mempersatukan mereka.
Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia tumbuh menjadi
dewasa, memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk
(mengarahkan) aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir
pengembangan kepribadiannya. Orang tua di mana pun tidak mengabaikan upaya
“moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup adalah
untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai
tujuan tersebut harus beribadat dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa
setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana,
menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang senonoh dan mengacau,
tidak minum-minuman keras, tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang, dan tidak berjudi.
Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
1. Dimensi Komitmen Agama

Masalah fungsionalisme agama dapat dinalisis lebih mudah pada komitmen agama, menurut
Roland Robertson (1984), diklasifikasikan berupa keyakinan, praktek, pengalaman,
pengetahuan, dan konsekuensi.

a. Dimensi keyakinan mengandung perkiraan atau harapan bahwa orang yang religius akan
menganut pandangan teologis tertentu, bahwa ia akan mengikuti kebenaran ajaran-ajaran
agama.

b. Praktek agama mencakup perbuatan-perbuatan memuja dan berbakti, yaitu perbuatan


untuk melaksanakan komitmen agama secara nyata. Ini menyangkut, pertama, ritual,
yaitu berkaitan dengan seperangkat upacara keagamaan, perbuatan religius formal, dan
perbuatan mulia. Kedua, berbakti tidak bersifat formal dan tidak bersifat publik serta
relatif spontan.

c. Dimensi pengalaman memperhitungkan fakta, bahwa semua agama mempunyai


perkiraan tertentu, yaitu orang yang benar-benar religius pada suatu waktu akan mencapai
pengetahuan yang langsung dan subjektif tentang realitas tertinggi, mampu berhubungan,
meskipun singkat, dengan suatu perantara yang supernatural.

d. Dimensi pengetahuan dikaitkan dengan perkiraan, bahwa orang-orang yang bersikap


religius akan memiliki informasi tentang ajaran-ajaran pokok keyakinan dan upacara
keagamaan, kitab suci, dan tradisi-tradisi keagamaan mereka.

e. Dimensi konsekuensi dari komitmen religius berbeda dengan tingkah laku perseorangan
dan pembentukan citra pribadinya.

2. Hubungan Agama dengan Masyarakat

Telah kita ketahui Indonesia memiliki banyak sekali budaya dan adat istiadat
yang juga berhubungan dengan masyarakat dan agama. Dari berbagai budaya yang ada di
Indonesia dapat dikaitkan hubungannya dengan agama dan masyarakat dalam
melestraikan budaya.Sebagai contoh budaya Ngaben yang merupakan upacara kematian
bagi umat hindu Bali yang sampai sekarang masih terjaga kelestariannya.Hal ini
membuktikan bahwa agama mempunyai hubungan yang erat dengan budaya sebagai
patokan utama dari masyarakat untuk selalu menjalankan perintah agama dan
melestarikan kebudayaannya.Selain itu masyarakat juga turut mempunyai andil yang
besar dalam melestarikan budaya, karena masyarakatlah yang menjalankan semua
perintah agama dan ikut menjaga budaya agar tetap terpelihara.
Selain itu ada juga hubungan lainnya,yaitu menjaga tatanan kehidupan.Maksudnya
hubungan agama dalam kehidupan jika dipadukan dengan budaya dan masyarakat akan
membentuk kehidupan yang harmonis,karena ketiganya mempunyai keterkaitan yang erat
satu sama lain. Sebagai contoh jika kita rajin beribadah dengan baik dan taat dengan
peraturan yang ada,hati dan pikiran kita pasti akan tenang dan dengan itu kita dapat
membuat keadaan menjadi lebih baik seperti memelihara dan menjaga budaya kita agar
tidak diakui oleh negara lain. Namun sekarang ini agamanya hanyalah sebagi symbol
seseorang saja. Dalam artian seseorang hanya memeluk agama, namun tidak menjalankan
segala perintah agama tersebut. Dan di Indonesia mulai banyak kepercayaan-kepercayaan
baru yang datang dan mulai mengajak/mendoktrin masyarakat Indonesia agar memeluk
agama tersebut. Dari banyaknya kepercayaan-kepercayaan baru yang ada di Indonesia,
diharapkan pemerintah mampu menanggulangi masalah tersebut agar masyarakat tidak
tersesaat di jalannya. Dan di harapkan masyarakat Indonesia dapat hidup harmonis,
tentram, dan damai antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya.

Tipe-Tipe Kaitan Agama dalam Masyarakat :

Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak
menggambarkan sebenarnya secra utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954) :

a. Masyarakat yang terbelakang dan nilai-nilai sakral.

Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyrakat menganut
agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat dan dalam
kelompok keagamaan adalah sama. Agama menyusup ke dalam kelompok aktivitas yang
lain. Sifat-sifatnya :
1. Agama memasukkan pengaruhnya yang sacral ke dalam system nilai masyarakat secra
mutlak.

2. Dalam keadaan lain selain keluarga relatif belum berkembang, agama jelas menjadi fokus
utama bagi pengintegrasian dan persatuan dari masyarakat secara keseluruhan.

b. Masyarakat praindustri yang sedang berkembang.

Keadaan masyarakatnya tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi
darpada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada system nilai dalam tiap
mayarakat ini, tetapi pada saat yang sama lingkungan yang sacral dan yang sekular itu
sedikit-banyaknya masih dapat dibedakan.

3. Pelembagaan Agama

Pelembagaan agama adalah suatu tempat atau lembaga untuk membimbing, membina dan
mengayomi suatu kaum yang menganut agama.

4. Pelembagaan Agama di Indonesia yang mengurusi agamanya

a. Islam : MUI

MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing,
membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia
berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 juli 1975 di
Jakarta, Indonesia.

b. Kristen

Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI). PGI (dulu disebut Dewan Gereja-gereja di


Indonesia – DGI) didirikan pada 25 Mei 1950 di Jakarta sebagai perwujudan dari
kerinduan umat Kristen di Indonesia untuk mempersatukan kembali Gereja sebagai
Tubuh Kristus yang terpecah-pecah. Karena itu, PGI menyatakan bahwa tujuan
pembentukannya adalah “mewujudkan Gereja Kristen Yang Esa di Indonesia.”

c. Katolik :

Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI). Konferensi Waligereja Indonesia (KWI atau
Kawali) adalah organisasi Gereja Katolik yang beranggotakan para Uskup di Indonesia
dan bertujuan menggalang persatuan dan kerja sama dalam tugas pastoral memimpin
umat Katolik Indonesia. Masing-masing Uskup adalah otonom dan KWI tidak berada di
atas maupun membawahi para Uskup dan KWI tidak mempunyai cabang di daerah.
Keuskupan bukanlah KWI daerah. Yang menjadi anggota KWI adalah para Uskup di
Indonesia yang masih aktif, tidak termasuk yang sudah pensiun. KWI bekerja melalui
komisi-komisi yang diketuai oleh Uskup-Uskup. Pada 2006 anggota KWI berjumlah 36
orang, sesuai dengan jumlah keuskupan di Indonesia (35 keuskupan) ditambah seorang
uskup dari Ambon (Ambon memiliki 2 uskup)

d. Hindu : persada

Parisada Hindu Dharma Indonesia ( Parisada ) ialah: Majelis tertinggi umat Hindu
Indonesia.

e. Budha : MBI

Majelis Buddhayana Indonesia adalah majelis umat Buddha di Indonesia. Majelis ini
didirikan oleh Bhante Ashin Jinarakkhita pada hari Asadha 2499 BE tanggal 4 Juli 1955
di Semarang, tepatnya di Wihara Buddha Gaya, Watugong, Ungaran, Jawa Tengah,
dengan nama Persaudaraan Upasaka-Upasika Indonesia (PUUI) dan diketuai oleh Maha
Upasaka Madhyantika S. Mangunkawatja.

f. Konghucu : MATAKIN

Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (disingkat MATAKIN) adalah sebuah


organisasi yang mengatur perkembangan agama Khonghucu di Indonesia. Organisasi ini
didirikan pada tahun 1955. Keberadaan umat beragama Khonghucu beserta lembaga-
lembaga keagamaannya di Nusantara atau Indonesia ini sudah ada sejak berabad-abad
yang lalu, bersamaan dengan kedatangan perantau atau pedagang-pedagang Tionghoa ke
tanah air kita ini. Mengingat sejak zaman Sam Kok yang berlangsung sekitar abad ke-3
Masehi, Agama Khonghucu telah menjadi salah satu di antara Tiga Agama Besar di
China waktu itu; lebih-lebih sejak zaman dinasti Han, atau tepatnya tahun 136 sebelum
Masehi telah dijadikan Agama Negara .

5. Konflik Yang Ada Dalam Agama

Dalam perjalannya sejarah, sejak kepercayaan animisme dan dinamisme sampai


monotheisme menjadi agama yang paling banyak dianut di muka bumi ini agama hampir
selalu menciptakan perpecahan. Sebagai contoh, dalam agama India, khususnya Hindu-
Budha, agama yang dibawa Sidharta Gautama ini merupakan rekasi dari ekses negative
yang di bawa oleh agama Hindu. Walaupun agama Budha disebarkan dengan damai
namun dapat dengan jelas terlihat bahwa masalah pembagian kasta dalam bingkai
caturvarna menjadi masalah utama. Pada awalnya memang pembagian kasta ini
merupakan spesialisasi pekerjaan, ada yang menjadi pemimpin agama, penguasa dan
prajurit, dan rakyat biasa. Namun, dalam perjalannya terjadi penghisapan terutama dari
pemimpin agama, prajurit, dan penguasa terhadap rakyat jelata. Implementasi yang salah
dari caturvarna inilah yang diprotes dengan halus oleh Budha yang pada awalnya tidak
menyebut diri mereka sebagai agama, tetapi berfungsi menebarkan cinta kasih terhadap
sesama mahluk hidup, bukan saja manusia, tetapi juga hewan, dan tumbuhan. Sebagai
reaksi dari meluasnya pengaruh Budha, Otoritas Hindu kemudian mengadakan
pembersihan terhadap pengaruh Budha ini. Namun demikian, karena ajaran Budha lebih
bersifat egaliter, usaha otoritas hindu ini menemui jalan buntu, bahkan agama Bundha
sendiri dapat berkembang jauh lebih pesat dari pada agama Hindu, dan mendapat banyak
pemeluk di Negara Tiongkok di kemudian hari. Selain itu unsur konflik yang terbesar
terjadi pula pada pengikut agama terbesar di dunia yaitu Abraham Religions, atau agama
yang diturungkan oleh Abraham, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam. Tulisan ini hanya
membatasi pada penggambaran konflik di antara ketiga agama tersebut, bukan pada
konflik intern dalam masing-masing agama tersebut. Inti dari agama-agama Abraham ini
adalah akan datang nabi terakhir yang akan menyelamatkan dunia ini. Hal yang menjadi
masalah utama adalah tidak ada kesepakatan diantara ketiga agama tersebut tentang siapa
nabi yang akan datang tersebut. Pihak Yahudi menyatakan belum datang nabi terakhir itu,
sedangkan pihak Nasrani mengatakan Nabi Isa (Yesus Kristus) adalah nabi terakhir, lalu
Islam mengklaim Nabi Muhhamad sebagai nabi terakhir. Keadaan ini kemudian semakin
diperparah ketika tidak ada pengakuan dari masing-masing agam yang masih bersaudara
tersebut. Ketika berbagai unsure non-theologis, khususnya politik, ekonomi, dan budaya,
menyusup ke dalam masalah ini, konflik memang tidak dapat dielakkan.
Berbagai konflik diantara agama-agama dipaparkan secara khusus:

 konflik antara Yahudi dan Nasrani.

Walaupun sumber konflik ini didasarkan atas kitab suci namun justru unsur dogmatis
agama ini sangat mendukung pengambaran konflik yang terjadi. Menurut versi
Yahudi, Nasrani adalah agama yang sesat karena menganggap Yesus sebagai mesias
(juru selamat). Dalam pandangan Yahudi sendiri Yesus adalah penista agama yang
paling berbahaya karena menganggap dirinya adalah anak Allah, sampai akhirnya
otoritas Yahudi sendiri menghukum mati Yesus dengan cara disalibkan, sebuah jenis
hukuman bagi penjahat kelas kakap pada waktu itu. Sedangkan menurut pandangan
Kristen, umat Yahudi adalah umat pilihan Allah yang justru menghianati Allah itu
sendiri. Untuk itu Yesus datang ke dunia demi menyelamatkan umat tersebut dari
murka Allah. Dalam beberapa kesempatan, misalnya, ketika Yesus mengamuk di bait
Allah karena dipakai sebagai tempat berjualan, atau dalam kasus lain yaitu penolakan
orang Israel terhadap ajaran Yesus.

 konflik Islam-Kristen.

Konflik ini pada awalnya diilhami oleh kepercayaan bahwa Islam memandang
Nasrani sebagai agama kafir karena mempercayai Yesus sebagai anak Allah, padahal
dalam ajaran Islam Nabi Isa (Yesus) merupakan nabi biasa yang pamornya kalah dari
nabi utama mereka Muhammad S.A.W. Konflik ini pada awalnya hanya pada tataran
kepercayaan saja, namun ketika unsur politis, ekonomi, dan budaya masuk, maka
konflik yang bermuara pada pecahnya Perang Salib selama beberapa abad
menegaskan rivalitas Islam-Kristen sampai sekarang. Konflik itu sendiri muncul
ketika Agama Kristen dan Islam mencapai puncak kejayaannya berusaha
menunjukkan dominasinya. Ketika itu Islam yang berusaha meluaskan pengaruhnya
ke Eropa, mendapat tantangan dari Nasrani yang terlebih dahulu ada dan telah
mapan. Puncak pertempuran itu sebenarnya terjadi ketika perebutan Kota Suci
Jerusalem yang akhirnya dimenangkan tentara salib. Sebagai balasan, Islam
kemudian berhasil merebut Konstatinopel yang merupakan poros dagang Eropa-Asia
pada saat itu.

 konflik antara Yahudi-Islam yang masih hangat dalam ingatan kita. Konflik ini
berawal dari kepercayaan orang Yahudi akan tanah yang dijanjikan Allah kepada
mereka yang dipercayai terletak di daerah Israel, termasuk Yerusalem, sekarang.
Pasca perbudakan Mesir, ketika orang Yahudi melakukan eksodus ke Mesir namun
kemudian malah diperbudak sampai akhirnya diselamatkan oleh Musa, orang Yahudi
kemudian kembali ke tanah mereka yang lama, yaitu Israel. Akan tetapi, pada saat itu
orang Arab telah bermukim di daerah itu. Didasarkan atas kepercayaan itu, kemudian
orang Yahudi mulai mengusir Orang Arab yang beragama Islam itu. Inilah
sebenarnya yang menjadi akar konflik Israel dan Palestina dalam rangka
memperebutkan Jerusalem. Konflik ini semakin panas ketika unsure politis mulai
masuk.
C. KESIMPULAN

Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama


yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial,
argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran
akan maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada
pengalaman agamanya para tasauf.

Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari
makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang
diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya,
dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman
keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat
seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
D. REFERENSI

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/mkdu_isd/
http://nurulhumaira44.blogspot.com/2011_01_01_archive.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Ulama_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Persekutuan_Gereja-gereja_di_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Konferensi_Waligereja_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Buddhayana_Indonesia
http://id.wikipedia.org/wiki/Majelis_Tinggi_Agama_Konghucu_Indonesia
http://taadeers.blogspot.com/2011/01/artikel-pelembagaan-agama.html
http://rafiqamalyah.blogspot.com/2011/01/hubungan-agama-dengan-masyarakat.html

https://tarmujimuji.wordpress.com/2012/01/10/masyarakat-agama/
SARAN / ARGUMENTASI

1. Karena Negara Indonesia memiliki HAM, ada hak asasi pribadi dan salah satu contohnya
yaitu hak kebebasan memilih, memeluk, dan menjalankan agama yang diyakini oleh tiap-
tiap manusia. Diatur dalam:
 Pasal 28 E ayat 1 yang berbunyi “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran warga Negara, memilih
tempat tinggal Negara dan meninggalkanya, serta berhak kembali”
 Pasal 28 E ayat 2 yang berisi “ setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan”
2. Aturan hukum tentang kebebasan beragama di dalam amandemen ke 4 UUD 1945 diatur
dalam BAB IX A tentang HAM. Pasal 29 ayat 2 “Negara menjamin kemerdekaan tiap-
tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agama dan kepercayaan itu”. MPR melalui keputusanya NO.VII/MPR/1998 tentang
piagam HAM pasal 13 juga menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut kepercayaan itu. Pasal 22 ayat 1 daru UU
No. 39/1999. Pasal 55 UU No 39/1999 mengatur hak setiap anak untuk beribadat
menurut agama/ kepercayaanya dalam asuhan orang tua/ bimbingan pihak lain.
3. Dalam agama islam sendiri sangat menghormati kebebasan dalam beragama dan
berkeyakinan. Allah dalam surah Al Baqarah (2) ayat 256 telah menegaskan bahwa
“tidak ada paksaan untuk memasuki agama islam”
4. Karena kita bineka tunggal ika, berbeda tapi tetap satu.
5. Toleranis dalam kehidupan beragama di lindungi oleh Negara Pancasila. Hal tercermin dari Butir-
butir pengamalan Pancasila, sila Ketuhanan Yang Maha Esa :
1.Percaya dan Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
2.Saling menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut-penganut
kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
3.Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
4.Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
5.Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut
hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Selain Pancasila, Negara juga mengatur kehidupan beragama dalam Undang-Undang Dasar 1945
Bab XI, Pasal 29 yang mengatur tentang Agama :
-Pasal 29 Ayat (1) menyatakan : “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ayat ini
menyatakan bahwa bangsa Indonesia berdasar atas kepercayaan dan keyakinan terhadap Tuhan.
-Pasal 29 Ayat (2) menyatakan : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan
itu”. Dalam ayat ini, negara memberi kebebasan kepada setiap warga negara Indonesia untuk
memeluk salah satu agama dan menjalankan ibadah menurut kepercayaan serta keyakinannya
tersebut.

Anda mungkin juga menyukai