SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)
Pada Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara
Oleh:
BAYU SETIYAWAN
( 131230000005 )
2018
PERENCANAAN STRUKTUR BETON BERTULANG GEDUNG SAINS
DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA
Oleh:
Bayu Setiyawan
Nim.131230000005
ABSTRAK
Bayu Setiyawan
PERSEMBAHAN
Karya ini saya peresembahkan untuk:
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Faktor Empirik Fb dan Fs ................................................................... 18
Tabel 2.2 Nilai Faktor Empirik Untuk Tipe Tanah Yang Berbeda ...................... 18
Tabel 2.3 Penentuan Nilai N .............................................................................. 20
Tabel 2.4 Hubungan Antara N,Dr dan ɸ............................................................. 21
Tabel 2.5 Hubungan N dan Berat Isi .................................................................. 21
Tabel 2.6 Ketebalan Minimum Balok Nonpratekan dan Plat Satu Arah
Bila Lendutan Tidak Diperhitungkan ................................................. 40
Tabel 2.7 Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior........................................ 43
Tabel 4.1 Pembebanan lantai.............................................................................. 64
Tabel 4.2 Perencanaan balok.............................................................................. 65
Tabel 4.3 Resume Qs Untuk Tiang pancang..................................................... 102
Tabel 4.4 Efisiensi Tiang pancang.................................................................... 102
Tabel 4.5 Kapasitas Kelompok Tiang Pancang................................................. 103
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tiang Pancang Beton Precast concrete Pile ..................................... 13
Gambar 2.2 Tiang Pancang Precast Prestressed concrete Pile............................. 13
Gambar 2.3 Tiang Pancang Cast in Place Pile .................................................... 14
Gambar 2.4 Hubungan Antara Tegangan dan Regangan..................................... 22
Gambar 2.5 Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Baja Tulangan ............. 23
Gambar 2.6 Perlawanan InternalTerhadap Lenturan Tampang Bertulang ........... 24
Gambar 2.7 Analisis Balok ............................................................................... 25
Gambar 2.8 Kemungkinan Bentuk Distribusi Gempa ......................................... 25
Gambar 2.9 Hubungan Non-linear Tegangan dan Regangan .............................. 27
Gambar 2.10 Balok dan Keruntuhan Geser ........................................................ 28
Gambar 2.11 Analisis Balok Bertulang Rangkap................................................ 29
Gambar 2.12 Jenis-jenis Kolom ......................................................................... 32
Gambar 2.13 Perilaku Keruntuhan Kolom sengkang dan Spiral ......................... 32
Gambar 2.14 Hubungan Beban Aksial-Moment-Eksentrisitas ............................ 33
Gambar 2.15 Dindning Geser Mengelilingi Lift atau Tangga ............................. 44
Gambar 2.16 Dinding Geser Melintang Bangunan ............................................. 45
Gambar 2.17 Dinding Geser menerima Gaya Lateral ......................................... 46
Gambar 3.1 Diagram Alir Perencanaan .............................................................. 49
Gambar 4.1 Potongan SAP ............................................................................... 72
Gambar 4.2 Penampang Melintang Balok .......................................................... 81
Gambar 4.3 Potongan Kolom SAP..................................................................... 82
Gambar 4.4 Potongan Kolom Pojok SAP ........................................................... 87
Gambar 4.5 Tulangan tiang Pancang................................................................ 107
BAB I
PENDAHULUAN
1.Perencanaan pondasi.
2.Perencanaan kolom.
3.Perencanaan balok.
4.Perencanaan tangga.
5.Perencanaan plat.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB I
Berisi tentang uraian singkat dan latarbelakang dipilihnya perencanaan
gedung sains dan teknologi dengan konstruksi beton bertulang, kemudian
masalah dan tujuan serta batasan yang akan dibahas dalam penulisan tugas
akhir ini.
BAB II
Menjelaskan tentang berbagai sumber referensi penulis yang nantinya akan
dipilih metode atau aturan yang akan digunakan dalam proses perencanaan
gedung dengan konstruksi beton bertulang.
BAB III
Bab ini menjelaskan metodologi dan alur dalam proses perencanaan mulai
dari pengumpulan data dan kerangka kerja sampai hasil akhir laporan
menyertakan RAB dan gambar kerja.
BAB IV
Bab ini membahas analisis perhitungan mulai dari struktur atas dan struktur
bawah dan menjadi bab inti dalam penulisan sekripsi atau tugas akhir ini.
BAB V
Bab yang menjadi akhir dari penulisan skripsi atau tugas akhir ini yang di
dalamnya menjelaskan daftar referensi dan juga lampiran-lampiran seperti
gambar kerja dan lain-lain.
BAB II
STUDI PUSTAKA
a. U = 1,4 D
b. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R)
c. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5 (A atau R)
d. U = 0,9 D ± 1,6 W
e. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E atau U = 0,9 D ± 1,0 E;
Dimana:
1. Beban Mati (D)
2. Beban Hidup (L)
3. Beban Angin (W)
4. Beban Gempa (E)
2.5 Baja Tulangan
Baja berbentuk batang berpenampang bundar yang digunakan untuk
penulangan beton, yang diproduksi dari bahan baku billet dengan cara (hot
rolling) canai panas (SNI-07-2052-2002).
Ketentuan SK SNI-03-2487-2002 menetapkan nilai modulus
elastisitas beton, baja tulangan, dan tendon sebagai berikut :
1. Untuk nilai wc diantara 1500 kg/m3 dan 2500 kg/m3, nilai modulus
elastisitas beton Ec Dapat diambil sebesar (wc )1,5 0,043 √f’c (dalam
Mpa). Untuk beton normal diambil sebesar 4700 √f’c.
2. Modulus elastisitas untuk tulangan non-prategang Es boleh diambil
sebesar 200.000 MPa.
3. modulus elastisitas untuk beton prategang Es’ ditentukan melalui
pengujian atau dari data pabrik.
2.6 Pondasi
Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya,
terowongan, menara, dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai
pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah pondasi digunakan dalam teknik
sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan yang berfungsi
sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya
(upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya.
Untuk itu, pondasi bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin
kestabilan bangunan terhadap berat sendiri, beban – beban yang bekerja,
gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi dan lain – lain.
Setiap pondasi harus mampu mendukung beban sampai batas
keamanan yang telah ditentukan, termasuk mendukung beban maksimum
yang mungkin terjadi. Jenis pondasi yang sesuai dengan tanah pendukung
yang terletak pada kedalaman 10 meter di bawah permukaan tanah adalah
pondasi tiang.
2.6.1 Penyelidikan Tanah
Pada perencanaan pondasi terlebih dahulu perlu diketahui susunan
lapisan tanah yang sebenarnya pada suatu tempat dan juga hasil pengujian
laboratorium dari sampel tanah yang diambil dari berbagai kedalaman
lapisan tanah dan mungkin kalau ada perlu juga diketahui hasil pengamatan
lapangan yang dilakukan sewaktu pembangunan gedung - gedung atau
bangunan - bangunan lain yang didirikan dalam kondisi tanah yang serupa.
Penyelidikan tanah diperlukan untuk menentukan pilihan jenis
pondasi, daya dukungnya dan untuk menentukan metode konstruksi
yang efisien dan juga diperlukan untuk menentukan stratifikasi (pelapisan)
tanah dan karakteristik teknis tanah sehingga perancangan dan konstruksi
pondasi dapat dilakukan dengan ekonomis.
2.6.2 Kemampatan dan Konsolidasi Tanah
Tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar jika
dibandingkan dengan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Baja dan
beton itu adalah bahan yang tidak mempunyai air pori. Itulah sebabnya
volume pemampatan baja dan beton tidak mempunyai masalah. Sebaliknya
karena tanah mempunyai pori yang besar, maka pem bebanan biasa akan
mengakibatkan deformasi tanah yang besar. Hal ini tentu akan
mengakibatkan penurunan pondasi yang akan merusak konstruksi.
Berlainan dengan bahan-bahan konstruksi yang lain, karekteristik
tanah itu didominasi oleh karakteristik mekanisme seperti permeabilitas
tanah atau kekuatan geser yang berubah-ubah sesuai dengan pembebanan.
Mengingat kemampatan butir-butir tanah atau air itu secara teknis
sangat kecil sehingga dapat diabaikan, maka proses deformasi tanah akibat
beban luar dapat dipandang sebagai suatu gejala penyusutan pori.
Jika beban yang bekerja pada tanah itu kecil, maka deformasi itu
terjadi tanpa pergeseran pada titik-titik antara butir-butir tanah.
Deformasi pemampatan tanah yang terjadi memperlihatkan gejala yang
elastis, sehingga bila beban yang itu ditiadakan, tanah akan kembali pada
bentuk semula. Umumnya beban-beban yang bekerja mengakibatkan
pergeseran titik-titik sentuh antara butir-butir tanah, yang mengakibatkan
perubahan susunan butir-butir tanah sehingga terjadi deformasi
pemampatan, deformasi sedemikian disebut deformasi plastis, karena
bilamana tanah ditiadakan, tanah itu tidak akan kembali pada bentuk
semula.
Air dalam pori pada tanah yang jenuh air perlu dialirkan keluar
supaya penyusutan pori itu sesuai dengan deformasi atau sesuai dengan
perubahan struktur Mengingat permeabilitas tanah kohesif lebih kecil dari
permeabiltas tanah pasiran, maka pengaliran keluar air itu membutuhkan
waktu yang lama. Jadi untuk mencapai keadaan deformasi yang tetap
sesuai dengan beban yang bekerja, diperlukan suatu jangka waktu yang
lama. Gejala demikian disebut konsolidasi. Maka dengan adanya
pemadatan, berat isi dan kekuatan tanah akan meningkat.
2.6.3 Uji Sondir
Pengujian CPT atau sondir adalah pengujian dengan menggunakan
alat sondir yang ujungnya berbentuk kerucut dengan sudut 60º dan dengan
luasan ujung 1,54 in² (10 cm²). Alat ini digunakan dengan cara ditekan ke
dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 20 mm/detik, sementara
itu besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut penetrasi (qc ) juga terus
diukur.
Dilihat dari kapasitasnya, alat sondir dapat dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu sondir ringan (2 ton) dan sondir berat (10 ton). Sondir
ringan digunakan untuk mengukur tekanan konus sampai 150 kg/cm², atau
kedalam maksimal 30 m, dipakai untuk penyelidikan tanah yang terdiri dari
lapisan lempung, lanau dan pasir halus. Sondir berat dapat mengukur
tekanan konus 500 kg/cm² atau kedalaman maksimal 50 m, dipakai untuk
penyelidikan tanah di daerah yang terdiri dari lempung padat, lanau padat
dan pasir kasar.
Keuntungan utama dari penggunaan alat ini adalah tidak perlu
diadakan pemboran tanah untuk penyelidikan. Tetapi tidak seperti pada
pengujian SPT, dengan alat sondir sampel tanah tidak dapat diperoleh
untuk penyelidikan langsung ataupun untuk uji laboratorium. Tujuan dari
pengujian sondir ini adalah untuk mengetahui perlawanan penetrasi konus
dan hambatan lekat tanah yang merupakan indikator dari kekuatan tanahnya
dan juga dapat menentukan dalamnya berbagai lapisan tanah yang berbeda.
Dari alat penetrometer yang lazim dipakai, sebagian besar mempunyai
selubung geser (bikonus) yang dapat bergerak mengikuti kerucut penetrasi
tersebut. Jadi pembacaan harga perlawanan ujung konus dan harga
hambatan geser dari tanah dapat dibaca secara terpisah. Ada 2 tipe ujung
konus pada sondir mekanis yaitu:
1. Konus biasa, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan
biasanya digunakan pada tanah yang berbutir kasar, dimana besar
perlawanan lekatnya kecil.
2. Bikonus, yang diukur adalah perlawanan ujung konus dan hambatan
lekatnya dan biasanya digunakan pada tanah yang berbutir halus.
Hasil penyelidikan dengan alat sondir ini pada umumnya digambarkan
dalam bentuk grafik yang menyatakan hubungan antara kedalaman setiap
lapisan tanah dengan besarnya nilai sondir yaitu perlawanan penetrasi
konus atau perlawanan tanah terhadap ujung konus yang dinyatakan dalam
gaya persatuan luas. Hambatan lekat adalah perlawanan geser tanah
terhadap selubung bikonus yang dinyatakan dalam gaya persatuan
panjang. Dari hasil sondir diperoleh nilai jumlah perlawanan (JP) dan nilai
perlawanan konus (PK), sehingga hambatan lekat (HL) dapat dihitung
sebagai berikut :
Hambatan Lekat ( HL )
=( − ) ............................(2.1)
Jumlah Hambatan Lekat (JHL)
=∑ ............................(2.2)
dimana :
JP = Jumlah perlawanan, perlawanan ujung konus + selimut
(kg/cm²)
PK = Perlawanan penetrasi konus, qc (kg/cm²)
A = Interval pembacaan (setiap kedalaman 20 cm)
B = Faktor alat = luas konus/luas torak = 10 cm
I = Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
Data sondir tersebut digunakan untuk mengidentifikasikan dari profil
tanah terhadap kedalaman. Hasil akhir dari pengujian sondir ini dibuat
dengan menggambarkan variasi tahanan ujung (qc) dengan gesekan selimut
(fs) terhadap kedalamannya. Bila hasil sondir diperlukan untuk
mendapatkan daya dukung tiang, maka diperlukan harga kumulatif gesekan
(jumlah hambatan lekat), yaitu dengan menjumlahkan harga gesekan
selimut terhadap kedalaman, sehingga pada kedalaman yang ditinjau dapat
diperoleh gesekan total yang dapat digunakan untuk menghitung gesekan
pada kulit tiang.
2.6.4 Standart Penetration Test
Standard Penetration Test (SPT) sering digunakan untuk
mendapatkan daya dukung tanah secara langsung di lokasi. Metode SPT
merupakan percobaan dinamis yang dilakukan dalam suatu lubang bor
dengan memasukkan tabung sampel yang berdiameter dalam 35 mm
sedalam 450 mm dengan menggunakan massa pendorong (palu) seberat 63,
5 kg yang jatuh bebas dari ketinggian 760 mm. Banyaknya pukulan palu
tersebut untuk memasukkan tabung sampel sedalam 305 mm dinyatakan
sebagai nilai N.
Tujuan dari percobaan SPT ini adalah untuk menentukan kepadatan
relatif lapisan tanah dari pengambilan contoh tanah dengan tabung sehingga
diketahui jenis tanah dan ketebalan tiap-tiap lapisan kedalaman tanah dan
untuk memperoleh data yang kualitatif pada perlawanan penetrasi tanah
serta menetapkan kepadatan dari tanah yang tidak berkohesi yang biasa sulit
diambil sampelnya. Percobaan SPT ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Siapkan peralatan SPT yang dipergunakan seperti : mesin bor,
batang bor,split spoon sampler, hammer, dan lain – lain.
b. Letakkan dengan baik penyanggah tempat bergantungnya beban
penumbuk.
c. Lakukan pengeboran sampai kedalaman testing, lubang
dibersihkan dari kotoran hasil pengeboran dari tabung segera
dipasangkan pada bagian dasar lubang bor.
d. Berikan tanda pada batang peluncur setiap 15 cm, dengan total 45
cm.
e. Dengan pertolongan mesin bor, tumbuklah batang bor ini
dengan pukulan palu seberat 63,5 kg dan ketinggian jatuh 76
cm hingga kedalaman tersebut, dicatat jumlah pukulan untuk
memasukkan penetrasi setiap 15 cm (N value).
Contoh :
N1 = 10 pukulan/15 cm
N2 = 5 pukulan/15 cm
N3 = 8 pukulan/15 cm
Maka total jumlah pukulan adalah jumlah N2 dengan N3 adalah 5
+ 8 = 13 pukulan = nilai N. N1 tidak diperhitungkan karena
dianggap 15 cm pukulan pertama merupakan sisa kotoran
pengeboran yang tertinggal pada dasar lubang bor, sehingga
perlu dibersihkan untuk memperkecil efisiensi gangguan.
f. Hasil pengambilan contoh tanah dari tabung tersebut dibawa ke
permukaan dan dibuka. Gambarkan contoh jenis - jenis tanah
yang meliputi komposisi, struktur, konsistensi, warna dan
kemudian masukkan ke dalam botol tanpa dipadatkan atau
kedalaman plastik, lalu ke core box.
2.6.5 Tiang Pancang
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan
gaya orthogonal kesumbu tiang dengan jalan menyerap lenturan. Pondasi
tiang dibuat menjadi satu kesatuan yang monolit dengan menyatukan
pangkal tiang pancang yang terdapat dibawah konstruksi, dengan
tumpuan pondasi. (Sosrodarsono dan Nakazawa, 2000).
Pondasi tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan
tanah kuat terletak sangat dalam. Pondasi jenis ini dapat juga digunakan
untuk mendukung bangunan yang menahan gaya angkat keatas,
terutama pada bangunan-bangunan tingkat yang tinggi yang dipengaruhi
oleh gaya-gaya penggulingan akibat angin. Tiang-tiang juga digunakan
untuk mendukung bangunan dermaga (Hardiyatmo,2003).
2.6.5.1 Tiang Pancang Berdasarkan Bahan dan Karakteristik
a. Tiang pancang beton
c. Cast in Place
qca (base) = Perlawanan konus rata-rata 1,5D diatas ujung tiang, 1,5D
dibawah ujung tiang dan Fb adalah faktor empirik tergantung pada tipe
tanah.
( )
F= ...........................(2.5)
Dimana :
qc (side) = Perlawanan konus rata-rata pada masing lapisan
sepanjang tiang.
Fs = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Fb = Faktor empirik yang tergantung pada tipe tanah.
Faktor Fb dan Fs diberikan pada Tabel 2.1 dan nilai-nilai faktor empirik
αs diberikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Faktor emperik Fb dan Fs
Tipe Tiang Pancang Fb Fs
Tiang Bor 3,5 7,0
Tabel 2.2 Nilai faktor empirik untuk tipe tanah yang berbeda
Tipe Tanah As Tipe Tanah Αs Tipe Tanah Αs
(%) (%) (%)
Pasir 1,4 Pasir 2,2 Lempung 2,4
berlanau berpasir
Pasir 2,0 Pasir 2,8 Lempung 2,8
Kelanauan berlanau berpasir
dengan dengan
lempung lanau
Pasir 2,4 Lanau 3,0 Lemung 3,0
Kelanauan berlanau
dengan dengan
lempung pasir
Pasir 2,8 Lanau 3,0 Lempung 3,4
berlempung berlempung berlanau
dengan dengan pasir
lanau
Pasir 3,0 Lanau 3,4 Lempung 6,0
berlempung berlempung
Sumber: (Titi & Farsakh, 1999)
Pada umumnya nilai αs untuk pasir = 1,4 persen, nilai αs untuk
lanau = 3,0 persen dan nilai αs untuk lempung = 1,4 persen.
Untuk menghitung daya dukung tiang pancang berdasarkan
data hasil pengujian sondir dapat dilakukan dengan menggunakan metode
Meyerhoff.
Daya dukung ultimit pondasi tiang dinyatakan dengan rumus :
Qult = (qc x Ap)+(JHL x K) .......……………………….(2.6)
Dimana :
Qult = Kapasitas daya dukung tiang pancang tunggal.
Qc = Tahanan ujung sondir.
Ap = Luas penampang tiang.
JHL = Jumlah hambatan lekat.
K = Keliling tiang.
Daya dukung ijin pondasi dinyatakan dengan rumus :
Qijin= + ...................................................(2.7)
Dimana
Qijin = Kapasitas daya dukung ijin pondasi.
SNI 03-2847-2002
Gambar 2.6 Hubungan antara tegangan dan regangan dan diagram tekan
beton. Diambil dari SNI-03-2847-2002
5. Distrubusi tegangan beton persegi ekuivalen didefinisikan sebagai
berikut :
a. Tegangan beton sebesar 0,85 f’c harus diasumsikan terdistribusi secara
merata pada daerah tekan ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang
dan suatu garis lurus yang sejajar dengan sumbu netral sejarak a = β1c
dari serat dengan regangan tekan maksimum,
b. Jarak c dari serat dengan regangan maksimum ke sumbu netral harus
diukur dalam arah tegak lurus terhadap sumbu tersebut,
c. Faktor β1 harus diambil sebesar :
1) Jika f’c < 30 MPa ; β1 = 0,85 ..........................(2.11)
2) Jika 30 < f’c < 55 MPa; β1 = 0,85 – 0,0071 (f’c – 30) ..............(2.12)
3) Jika f’c > 55 MPa ; β1 = 0,65 ..........................(2.13)
6. Hubungan antara tegangan dan regangan baja tulangan (baik tarik
maupun tekan) mengikuti kurva bilinier seperti dijelaskan didalam
gambar 2.7
= 0.003 ......................................(2.14)
Tegangan tekan bervariasi mulai dari nol pada garis netral hingga
mencapai nilai maksimum pada suatu titik yang dekat dengan serat terluar
sisi tekan. Walaupun distribusi tegangan yang sebenarnya merupakan suatu
hal yang penting, beberapa bentuk asumsi dapat digunakan secara praktis
jika hasil perbandingan hasil analisa sesuai dengan hasil pengujian. Bentuk
yang umum digunakan adalah bentuk persegi, parabola, dan trapesium.
( )
a= ( . )
=( ) .
.........................(2.16)
.
Periksa regangan yang terjadi pada tulangan baja tekan dan baja tarik
dengan menggunakan diagram regangan.
− ′
= 0.003
= 0.003 .........................(2.18)
2.8 Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang fungsi utamanya
adalah meneruskan beban dari sistem lantai ke fondasi. Sebagai bagian dari
suatu kerangka bangunan dengan fungsi dan peran tersebut, kolom
menempati posisi penting di dalam sistem struktur bangunan. Kegagalan
kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain
yang berhubungan dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total
keseluruhan struktur bangunan. Pada umumnya kegagalan atau keruntuhan
komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas, bersifat
mendadak.
Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom
harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan
kekuatan lebih tinggi daripada untuk komponen struktur lainnya.
Selanjutnya, oleh karena penggunaan didalam praktek umumnya
kolom tidak hanya bertugas menahan beban aksial vertikal, defenisi
kolom diperluas dengan mencakup tugas menahan kombinasi beban
aksial dan momen lentur. Atau dengan kata lain, kolom harus
diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas
tertentu. Secara garis besar ada tiga jenis kolom bertulang, yaitu:
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini
merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan
pokok memanjang, yang pada jarak spesi tertentu diikat dengan
pengikat sengkang ke arah lateral. Sengkang tersebut berfungsi untuk
mengurangi bahaya pecah (spliting) beton yang dapat mempengaruhi
daktilitas kolom tersebut.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan
pengikat lateral, hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok
memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan keliling
membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Lilitan melingkar
atau spiral memberikan tekanan kekang (confine) di sekeliling
penampang.
3. Struktur kolom komposit merupakan komponen struktur tekan yang
diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau
pipa, dengan atau tanpa diberi tulangan pokok memanjang.
= .........................(2.24)
arah
Balok atau 1 1 1 1
pelat rusuk 16 18,5 21 8
satu arah
Sumber: SNI-03-2847-2002
dengan:
( . )
= ..............(2.31)
Dimensi penebalan panel setempat harus sesuai dengan hal-hal berikut ini:
Penebalan panel setempat disediakan pada kedua arah sejarak tidak
kurang daripada seperenam jarak pusat-ke-pusat tumpuan pada arah yang
ditinjau. Tebal penebalan panel setempat tidak boleh kurang daripada
seperempat tebal pelat diluar daerah penebalan panel setempat.
2.9.4 Analisi Plat Dua Arah
Sebagai alternatif, metode pendekatan berikut ini dapat digunakan
untuk menentukan momen lentur pada bagian lapangan maupun tumpuan
panel pelat dua arah dimana momen lentur dianggap bekerja pada dua
sumbu dengan lenturan terjadi pada dua arah yang saling tegak lurus
dengan perbandingan antara sisi panjang dan sisi pendek kurang dari 2
(dua). Cara pendekatan yang ditunjukkan pada Tabel 3-3 dapat
dipergunakan dengan syarat:
1) Beban yang bekerja berupa beban terbagi rata,
2) Perbedaan yang terbatas antara besarnya beban maksimum dan
minimum pada panel pelat memenuhi
WU min ≥ 0,4.WU max , ..........................(2.32)
4) Perbedaan yang terbatas antara beban maksimal pada panel
pelat yang berbeda-beda tipe memenuhi
WU max terkecil ≥ 0,8.WU max terbesar , ..........................(2.33)
4) Perbedaan yang terbatas pada panjang bentang, dimana bentang
terpendek lebih besar dari 0,8 bentang terpanjang.
2.10 Dinding Geser
Dinding geser (shear wall) didefinisikan sebagai komponen
struktur vertikal yang relatif sangat kaku. Dinding geser pada
umumnya hanya boleh mempunyai bukaan sekitar 5% agar tidak
mengurangi kekakuannya. Fungsi dinding geser berubah menjadi
dinding penahan beban (bearing wall), jika dinding geser menerima
beban tegak lurus dinding geser. Bangunan beton bertulang yang
tinggi sering didesain dengan dinding geser untuk menahan gempa.
Selama terjadinya gempa, dinding geser yang didesain dengan baik dapat
dipastikan akan meminimalkan kerusakan bagian non struktural bangunan
seperti jendela, pintu, langit-langit dan seterusnya (McCormac, 2003).
Dinding geser bisa digunakan untuk menahan gaya lateral saja maupun
sebagai dinding pendukung. Penempatan dinding geser dapat dilakukan
pada sisi luar bangunan atau pada pusat bangunan. Dinding geser yang
ditempatkan pada bagian dalam bangunan biasanya disebut dengan inti
struktural (structural core/corewall) yang biasa digunakan untuk
ruang lift dan tangga, seperti yang diperlihatkan pada Gambar
2.16. Penempatan dinding geser lainya pada arah melintang yang
diperlihatkan pada Gambar 2.17.
Mulai
Perencanaan
Program Aplikasi
SAP
Desain Struktur
Desain
Pondasi
Gambar Perencanaan
Selesai
h’ = ,
cos 28,07ͦ = 7,82 cm
Mlapangan = × × + ×( + )×
= × 270 × 2 + × ( 5040) × 2
= 98, 18 + 1260
= 1358,18 kgm = 13581800 Nmm
Mtumpuan = × × + ×( + )×
= × 270 × 2 + × ( 5040) × 2
= 67, 5 + 1260
= 1327,5 kgm = 13275000 Nmm
Vu = × × + ×( + )
= × 270 × 2 + × ( 5040 )
= 270 + 2520
= 2790 kg = 27900 N
Tulangan Tumpuan
Mu = - 1327,5 kgm = -1327,5 x 10 Nmm
, ×
= = 0,342 N/mm²
× ×
= ×∅× (1 − 0,588 × × )
× ′
= 34 > 25 mm ................ok !!
= ×∅× (1 − 0,588 × × )
× ′
0,350 = × 0,8 × 400 (1 − 0,588 × × )
= ½ x 0,0040 = 0,0023
As’ = ′× ×
= 0,0023 x 250 x 394
= 226,55 mm² ( 4 D 12 As = 452,16 mm² )
Maka tulangan yang digunakan 4 D 12( As = 452,16 mm²)
Cek jarak antar tepi tulangan
( × . )
S =
( ( ) ( ) × )
=
= 34 < 25 mm ................ok !!
Vu = ×
= ×
= 0,283 MPa
Vc = √ ′ . b. d = √25.250.394 = 82083,3 N
Vc = √ ′ . = 0,833 MPa
mm.
Diambil tulangan sengkang D 10 – 150
4.2.4 Penggantung Katrol
Penggantung katrol dipakai untuk penambat kereta dan mesin
lift pada saat bekerja. Penggantung katrol ini ditanam di tanam di pelat
pada asumsi tepat di tengah-tengah mesin dengtan gaya yang bekerja
sebesar 3000 kg. Agar aman maka dalam perhitungan diberi faktor
kejut sebesar 2. Jadi beban yang ditahan oleh penggantung = 3000 x 2
= 6000 Kg = 6000 N.
Perhitungan tulangan
Tulangan lapangan arah x
Mlx = 2.69916 Tm = 26,99 kNm = 26,99 x 10 Nmm
, ×
MR = Mn perlu = = ,
= 33,74 10 Nmm
, . ′
= × 1
, .
= × 0,85 = 0.145
= 0,75 = 0,108
M = = = 11,294
, ′ , .
Rn =
²
, ×
= = 3,589
²
. .
= 1− 1−
. , . ,
= ,
1− 1−
= 0,019
, ,
min = = = 0,0058
= 0,75 = 0,108
M = = = 11,294
, ′ , .
Rn = ²
, ×
= ²
= 1,926
. .
= 1− 1−
. , . ,
= 1− 1−
,
= 0,008
, ,
min = = = 0,0058
= 0,75 = 0,108
M = = = 11,294
, ′ , .
Rn =
²
, ×
= = 4,1
²
. .
= 1− 1−
. , . ,
= ,
1− 1−
= 0,021
, ,
min = = = 0,0058
= 0,75 = 0,108
M = = = 11,294
, ′ , .
Rn =
²
, ×
= = 3,672
²
. .
= 1− 1−
. , . ,
= ,
1− 1−
= 0,019
, ,
min = = = 0,0058
Tulangan pembagi
, . . , . .
Untuk fy = 240 : As = =
= 350 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 250 ( As terpasang = 392 mm² )
4.3 Pembebanan Gempa
4.3.1 Tinjauan Umum
Analisa pembebanan gempa yang digunakan adalah analisa
statik yaitu menggantikan beban gempa dengan gaya-gaya ekivalen
yang bertujuan menyederhanakan dan memudahkan perhitungan.
Perhitungan dilakukan dengan bantuan program SAP 2000
menggunakan metode analisa tiga dimensi.
Berdasarkan SNI-1726-2002 Standar Perencanaan Gempa
Untuk Bangunan Gedung, faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
beban gempa antara lain :
1) Faktor keutamaan struktur (I).
2) Faktor respon gempa (C) yang ditentukan yang berdasarkan zona
gempa dan jenis tanah.
3) Faktor wilayah gempa (Z).
4) Beban vertikal striktur atau massa dari beban sendiri dan beban
dari luar (Wt).
= 634933,1 kg
4.3.7 Distribusi Gaya Geser Horisontal Akibat Gempa Pada Gedung (F)
Pada arah sumbu X, lebar dari bangunan : B = 54 m, dan
tinggi dari bangunan : H = 22,8 m. Karena perbandingan tinggi dan
lebar bangunan : H/B = 22,8/54 = 0,422 < 3 maka seluruh beban
bangunan Vx didistribusikan menjadi beban-beban terpusat yang
bekerja disetiap lantai tingkat disepanjang tinggi bangunan dengan
rumus :
.
( )= Vx
∑ ( . )
Dimana
Wi = berat lantai tingkat ke-i
Zi = ketinggian lantai tingkat ke-i
Fi = gaya gempa yang bekerja pada tingkat ke-i dari bangunan.
Pada arah sumbu Y, lebar dari bangunan B = 23 m, dan tinggi
dari bangunan : H = 22,8 m. Karena perbandingan tinggi dan lebar
bangunan : H/B = 23/22,8 =1,008 < 3, maka seluruh beban gempa Vy
didistribusikan menjadi beban-beban terpusat yang bekerja disetiap
lantai disepanjang tinggi bangunan.
Tabel 4.1 Pembebanan Lantai Hasil Dari SAP 2000v11
Beban Hidup
1) Pembebanan A
Tebal pelat lantai yang akan direncanakan pada lantai ini adalah h
= 120 mm
Beban hidup (LL) = 250 kg/m²
Beban mati (DL)
Berat pelat per meter tebal : 0,12 x 2400 = 288 kg/m²
Berat plesteran (t= 2 cm) : 2 x 21 = 42 kg/m²
Berat keramik = 24 kg/m²
Total beban mati (DL) = 354 kg/m²
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
= 1,2 x 354 + 1,6 x 250
= 824,8 kg/m²
2) Pembebanan B
Tebal pelat lantai yang akan direncanakan pada lantai ini adalah h
= 120 mm
Beban hidup (LL) = 400 kg/m²
Beban mati (DL)
Berat pelat per meter tebal : 0,12 x 2400 = 288 kg/m²
Berat plesteran (t= 2 cm) : 2 x 21 = 42 kg/m²
Berat keramik = 24 kg/m²
Total beban mati (DL) = 354 kg/m²
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
= 1,2 x 354 + 1,6 x 400
= 1064,8 kg/m²
3) Pembenan pelat untuk ruang lift
Tebal pelat lantai yang akan direncanakan pada lantai ini adalah h
= 120 mm
Beban hidup (LL) = 250 kg/m²
Beban mati (DL)
Berat pelat per meter tebal : 0,12 x 2400 = 288 kg/m²
Berat plesteran (t= 2 cm) : 2 x 21 = 42 kg/m²
Total beban mati (DL) = 312 kg/m²
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
= 1,2 x 312 + 1,6 x 100
= 534,4 kg/m²
Direncanakan
Selimut beton ( p ) = 20 mm
Tinggi pelat ( h ) = 120 mm
Tulangan arah x dan y = ø 12 mm
F’c = 25 Mpa
Fy = 240 Mpa
Tinggi efektif untuk pelat lantai :
Dx = h – p – ½ ø tul (x) = 120 – 20 – 6 = 94 mm
Dy = h – p – ø tul (y) – ½ ø tul (x) = 120 – 20 – 12 – 6 = 82 mm
Perhitungan Tulangan
Tualangan lapangan arah x
Mlx = 6.78611Tm = 67,86 x 10 Nmm
, ×
MR = Mn perlu = = ,
= 84,825 10 Nmm
, . ′
= × 1
, .
= × 0,85 = 0.145
= 0,75 = 0,108
M = , ′
= , .
= 11,294
Rn =
²
, ×
= ²
= 9,4
. .
= 1− 1−
. , . ,
= 1− 1−
,
= 0,046
, ,
min = = = 0,0058
= 0,75 = 0,108
M = = = 11,294
, ′ , .
Rn =
²
, ×
= = 9,2
²
. .
= 1− 1−
, ,
= ,
1− 1−
= 0,044
, ,
min = = = 0,0058
= 0,75 = 0,108
M = = = 11,294
, ′ , .
Rn =
²
, ×
= = 7,4
²
. .
= 1− 1−
, ,
= ,
1− 1−
= 0,035
, ,
min = = = 0,0058
= 0,75 = 0,108
M = , ′
= , .
= 11,294
Rn = ²
×
= = 9,2
²
. .
= 1− 1−
, ,
= 1− 1−
,
= 0,044
, ,
min = = = 0,0058
Tulangan pembagi
, . . , . .
Untuk fy = 240 : As = =
= 350 mm²
Dipakai tulangan Ø10 – 200 ( As terpasang = 392,5 mm² )
A0 = d
= 0,85 540,5
= 206,741
Cb =
. ,
=
= 324
Amx = 0,75 cb
= 0,75 x 324
= 243
Cmx = 0,85 x f’c x Amax x b
= 0,85 x 20 x 243 x 300
= 1239300
Mn max = Cmx (d-( ) x 0,8
= 3,9
M = , ′
= , .
= 18,82
, . ′
= × 1
, .
= × 0,85
= 0,0513 x 0,51
= 0,026
, ,
min = = = 0,0035
, ,
= 1− 1−
,
= 0,0106
min< < maka yang akan digunakan adalah = 0,0106
Aslx = . . . 10 = 0,0106. 0,3. 0.5405. 10 = 1718,79 mm²
Dipakai tulangan 8D19 ( As terpasang = 2267,08 mm² )
Cek terhadap jarak antar tepi terluar tulangan
( × . )
S =
( ( ) ( ) × )
=
= 11,17 mm < 25 mm
Tulangan dibuat dua lapis ( lapis pertama 5 buah dan lapisan kedua 2
buah ) dengan jarak antar tulangan lapis pertama adalah 41,3 mm
S =
A0 = d
= 0,85 540,5
= 206,741
Cb =
. ,
=
= 324
Amx = 0,75 cb
= 0,75 x 324
= 243
Cmx = 0,85 x f’c x Amax x b
= 0,85 x 25 x 243 x 300
= 1239300
Mn max = Cmx (d-(Amx/2) x 0,8
= 1239300 x 419 x 0,8
= 415413360 N/mm
= 415, 41 kN/m
Menentukan rasio tulangan
Rn = ø. . ²
,
= , . . , ²
= 2,43
M = , ′
= , .
= 18,82
, . ′
= × 1
, .
= × 0,85
= 0,0513 x 0,51
= 0,026
, ,
min = = = 0,0035
, ,
= ,
1− 1−
= 0,0068
min< < maka yang akan digunakan adalah = 0,0068
Aslx = . . . 10 = 0,007. 0,3. 0.5405. 10 = 1102,03 mm²
Dipakai tulangan 4D19 ( As terpasang = 1134 mm² )
Cek terhadap jarak antar tepi terluar tulangan
( × . )
S =
( ( ) ( ) × )
=
= 41,3 mm > 25 mm .........memenuhi syarat minimum
Cek lebar retak
S =
= 71,15 mm
)± , ,
=
± , .
=
±√ .
=
± ,
=
= 52,6 mm
Cek apakah tulangan desak leleh
.
a≥ 1.
,
a ≥ 0,85. = 151,73 mm
= 65,75 mm
C > d’ => 65,75 > 59,5
Garis netral berada diatas tulangan bawah, berarti tulangan
tersebut berada di daerah tekan ( tidak semua tulangan tarik, ada
tulangan tekannya juga ).
= 290,4 Mpa
Cs = A’s x f’s = 850 x 290,4 = 246,84 KN
Cc = 0,85 f’c x a x b = 0,85 x 25 x 52,6 x 300 = 335,4 KN
Mn = Cc − + Cs(d – d’)
,
= 335,4 (540,5 – )+ 246,84(540,5-59,5)
= 172462,68 + 118730,04
= 291192,72 KNmm = 291,2 KNm
Vu = +
Dimana
Wu = 1,2 DL + 1,6 LL
Mn = momen kapasitas balok
= 44.87 mm
C =
,
= ,
= 52,79 mm
C < d’ => 52,79 < 59,5
= -76,28 Mpa
Cs = A’s x f’s = 850 x -76,28 = -64,84 KN
Cc = 0,85 f’c x a x b = 0,85 x 25 x 44,87 x 300 = 286,05 KN
= 148192,5 – 36690,7
= 117237 kNmm = 117,2 KNm
Mnl = Mn
= 291,2 KNm
Wu = 1,2 (19,8) + 1,6 (9)
= 38,16 KN/m
Vu = +
, , , .
Vu = +
= 182,55 KN
Vn =
,
,
= ,
= 243,4 KN
Vs = Vn - Vc
Kemampuan beton menahan geser (Vc) :
Vc = x ′ xbxd
= 135,13 KN
Vs = Vn – Vc
= 243,4 KN - 135,13 KN
= 108,27 KN
ФVc = 0,75 x 108,27
= 81,2 KN
Vu > ФVc, maka diperlukan tulangan geser
Kontrol dimensi
Vs ≤ x ′ xbxd
= 196 mm
Jarak tulangan geser maksimum :
Smax = d/2 = 270,25 mm bila (Vs = 108,27) < x ′ xbxd
= 270,25 kN
Smax = d/4 = 135,13 mm bila (Vs = 108,27) > x ′ xbxd
= 270,25 KN
Jadi dipasang sengkang ø10 jarak 100 mm = ø10-100
= 182,53 KN
Vs = Vn - Vc
Kemampuan beton menahan geser (Vc) :
Vc = x ′ xbxd
= 135,13 KN
Vs = Vn – Vc
= 182,53 KN - 135,13 kN
= 47,4 KN
øVc = 0,75 x 47,4
= 35,55 KN
Vu > øVc, maka diperlukan tulangan geser
Kontrol dimensi
Vs ≤ x ′ xbxd
Vs =
S =
,
=
,
= 196 mm
Jarak tulangan geser maksimum :
Smax = d/2 = 270,25 mm bila (Vs = 108,27) < x ′ xbxd
= 270,25 KN
Smax = d/4 = 135,13 mm bila (Vs = 108,27) > x ′ xbxd
= 270,25 KN
Jadi dipasang sengkang ø10 jarak 100 mm = ø10-100
Tulangan Memanjang Torsi diasumsikan sama dengan tulangan
tumpuan pada balok maka digunakan tulangan 4D19 = (As = 1134
mm²)
D = h – d’
= 550 – 59,5 = 490,5
Kekakuan kolom dan balok
Dimensi kolom yang ditinjau 550 mm x 550 mm
Tinggi kolom (Lk) = 3800 mm
Ec = 4700 ′
Ec = 4700 √25
= 23500 N/mm²
Ig = x 550 x 550³ = 7,6 x 10
= 0,98
,
EI kolom =
,
,
= ,
= 36080,80 kNm²
,
EI kolom =
,
,
=
,
= 36080,80 KNm²
Peninjauan EI kolom ujung bawah = tidak ada kolom (terjepit
penuh)
Balok B1, dengan dimensi 300x600 mm, panjang (Lb)
=6000mm
Ig = x 300 x 600³ = 5,4 x 10
,
EI balok =
,
,
= ,
= 25636,36 KNm²
Peninjauan EI balok ujung bawah = tidak ada balok (terjepit
penuh)
,
,
= ,
= 2,22
Ψ (ujung bawah) = 0 (terjepit penuh)
Dari nomogram struktur tanpa pengaku SNI-03-2847-2002
diperoleh K = 1,2
Penentuan faktor pembesaran moment
Pada struktur portal bergoyang pengaruh kelangsingan dapat
diabaikan apabila,
≤ 34-12
,
34-12 = 34-12 ,
= 20,56
,
,
= 27,64 > 20,56 maka pengaruh kelangsingan
diperhitungkan.
Komponen struktur tekan direncanakan menggunakan beban
aksial terfaktor Pu dan momen yang diperbesar Mc.
²
Pc = ( )²
² ,
= ( , , )²
= 17108,26 KN
Õs Ms = ∑
, ∑
,
= ,
,
= 282,81 KNm
Tulangan kolom
Nilai Pu dan Mu terfaktor
Pn = 3316,56/0,65 = 5102,4
Mu = 282,81/0,8 = 353,51
et min = 15 + 0,03 h
= 15 + 0,03 . 550
= 31,5 mm
et =
,
= ,
x
, .
, × √
= 0,75 1 + .550.490,5
.
, , ×
= 0,75 0,3 √25 550.490,5 1+
= 303496,875 √1 + 3,3
= 628,24 KN
Diambil nilai terkecil Vc = 298,924 KN
Karena Vu < Vc penampang tidak memerlukan tulangan geser, maka
digunakan luas tulangan geser minimum:
. .
Av min = ≥ Av
√ . .
Av min = ≥ Av
= 785 mm²
= 0,98
,
EI kolom =
,
,
= ,
= 36080,80 KNm²
,
EI kolom =
,
,
= ,
= 36080,80 KNm²
Peninjauan EI kolom ujung bawah = tidak ada kolom (terjepit
penuh)
Balok B1, dengan dimensi 300x600 mm, panjang (Lb) =
6000mm
Ig = x 300 x 600³ = 5,4 x 10
,
EI balok =
,
,
= ,
= 25636,36 KNm²
Peninjauan EI balok ujung bawah = tidak ada balok (terjepit
penuh)
,
,
= ,
= 2,22
Ψ (ujung bawah) = 0 (terjepit penuh)
Dari nomogram struktur tanpa pengaku SNI-03-2847-2002
diperoleh K = 1,2
Penentuan faktor pembesaran moment
Pada struktur portal bergoyang pengaruh kelangsingan dapat
diabaikan apabila,
≤ 34-12
,
34-12 = 34-12 ,
= 20,69
,
,
= 27,64 > 20,69 maka pengaruh kelangsingan
diperhitungkan.
Komponen struktur tekan direncanakan menggunakan beban
aksial terfaktor Pu dan momen yang diperbesar Mc.
²
Pc = ( )²
² ,
= ( , , )²
= 17108,26 KN
Õs Ms = ∑
, ∑
,
= ,
,
= 123 KNm
Tulangan kolom
Nilai Pu dan Mu terfaktor
,
Pn = ,
= 1700,86
Mu = = 153,75
,
et min = 15 + 0,03 h
= 15 + 0,03 . 550
= 31,5 mm
et =
= ,
, .
x
, × √
= 0,75 1 + .
.550.490,5
, , ×
= 0,75 0,3 √25 550.490,5 1+
= 303496,875 √1 + 3,3
= 628,24 KN
Diambil nilai terkecil Vc = 298,924
Karena Vu < Vc penampang tidak memerlukan tulangan geser, maka
digunakan luas tulangan geser minimum:
. .
Av min = ≥ Av
√ . .
Av min = ≥ Av
= × 3,14 × 10² x
= 785 mm²
4.7 Pertemuan Balok Dan Kolom
4.7.1 Pertemuan Balok Dan Kolom Dalam
= 496,5 mm
Tulangan tekan
Tulangan As’ terpasang = 2 D 19 ( As = 567 mm² )
Jumlah baris tulangan terpasang = 1
d’ = p + Ø +½ D = 40 + 10 + ½ 19 = 59,5 mm
Perhitungan Kapasitas Balok
As terpasang = 2267,08 mm²
As’ terpasang = 567 mm²
Ratio =
= .
= 0,25
Pada contoh perhitungan balok B1 didapatkan momen kapasitas balok
B1 sebagai berikut :
Mn = 291,2 KNm
Mu = 0.8 x Mn
= 0,8 x 291,2
= 232,96 KNm
1. Perhitungan Gaya-gaya Dalam
Mn,ka = Mn, ki = 232,96 KNm
Mkap,bka = Mkap, bki = 291,2 KNm
, , ,
Vkolom =
(
,
=
( )
, ( , , )
=
, ( )
=
= 118,013 KN
aka = aki = 52,6 mm
dka = dki = 540,5 mm
Zka = Zki = dka – ½ aka
= 540,5 – ½ 52,6
= 514,2 mm
Cka = Tka = Cki = Tki
, , , . ³
=
,
= 396421,63 N
Vjv = Cki + Tka – V kolom = 396421,63 + 396421,63 – 118013
= 674830,26 N
Vjv = x Vjh
Vjv = x Vjh
= x 674830,26
= 705504,36 N
2. Kontrol Tegangan Horisontal Minimal
= 705504,36 - 324683,33
= 380821,03 N
,
Ash = =
= 1586,75 mm²
Digunakan sengkang ganda Ø 10 mm = 157 mm²
,
Jumlah lapis sengkang = = 10 lapis
∅
Vcv = x 0,6 +
,
= ,
x 0,6 +
= 176447,66 x 0,79
= 139393,65
Vsv = Vjh – Vcv
= 705504,36 - 139393,65
= 566110,71 N
Asv =
,
=
= 2358,79 mm²
Maka digunakan sengkang ganda Ø10 mm = 157 mm²
,
Jumlah lapis sngkang ∅
= = 15 lapis
= 496,5 mm
Tulangan tekan
Tulangan As’ terpasang = 2 D 19 ( As = 567 mm² )
Jumlah baris tulangan terpasang = 1
d’ = p + Ø +1/2 D = 40 + 10 + ½ 19 = 59,5 mm
Perhitungan Kapasitas Balok
As terpasang = 2267,08 mm²
As’ terpasang = 567 mm²
Ratio =
=
.
= 0,25
Pada contoh perhitungan balok B1 didapatkan momen kapasitas balok
B1 sebagai berikut :
Mn = 291,2 KNm
Mu = 0.8 x Mn
= 0,8 x 291,2
= 232,96
5. Perhitungan Gaya-gaya Dalam
Mn,ka = Mn, ki = 232,96 KNm
Mkap,bka = Mkap, bki = 291,2 KNm
, , ,
Vkolom =
(
, ( , )
=
= 124,387 kN
aka = 52,6 mm
dka = 540,5 mm
Zka = dka – ½ aka
= 540,5 – ½ 52,6
= 514,2 mm
Cka = Tka
, , , . ³
= ,
= 396421,63 N
Vjh = Cki + Tka – V kolom = 0 + 396421,63 – 124387
= 272034,63 N
Vjv = x Vjh
Vjv = x Vjh
= x 272034,63
= 284399,84 N
6. Kontrol Tegangan Horisontal Minimal
= ²
= 1184,99 mm²
Digunakan sengkang ganda Ø 10 mm = 157 mm²
,
Jumlah lapis sengkang = = 8 lapis
∅
8. Penulangan Geser Vertikal
Vcv = x 0,6 +
,
= x 0,6 +
,
= 71128,13 x 0,61
= 43388,16
Vsv = Vjh – Vcv
= 284399,84 - 43388,16
= 241011,68 N
Asv =
,
=
= 1004,22 mm²
Maka digunakan sengkang ganda Ø10 mm = 157 mm²
,
Jumlah lapis sngkang ∅
= = 7 lapis
.
= = = 0,84
һͪ
Dimana :
Sg = penurunan kelompok tiang
S = penurunan pondasi tiang tunggal = 1cm
Bg = lebar kelompok tiang = (m-1).s + D = (4-1).0,9 +0,3 = 3 m = 300
cm
D = diameter tiang = 30 cm
Maka penurunan tiang kelompok adalah ;
= =1 = 3,16
,
( , ) ( , )
= = = 0,0675
Sehingga
, .
0,0675 = 0,209
=
.( ) , ( , )
= = = 100
Gambar 4.5 Tulangan Tiang Pnacang
Rn =
. ²
,
=
. ²
= 221,38
M = = = 18,82
, ′ , .
, . ′
= × 1
, .
= × 0,85
= 0,0513 x 0,51
= 0,026
, ,
min = = = 0,0035
, ,
= 1− 1−
,
= 0,0047
maka yang akan digunakan adalah min = 0,0035
Aslx = . . . = 0,0035. 1000. 892 = 3122 mm²
Dipakai tulangan D16 - 100 ( As terpasang = 3215 mm² )
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan perencanaan dengan mengacu pada beberapa literatur terutama
SNI 03-3847-2002 maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
Dimensi yang digunakan pada perencanaan ini adalah untuk tebal
pelat sebesar 12 cm, ukuran balok yaitu 300 x 600 mm, sedangkan
kolom yang direncanakan untuk K1 terdapat pada lantai 1 sampai 3
dengan dimensi 550 x 550 mm dan K2 pada lantai 4 sampai 6
berdimensi 500 x 500 mm.
Tangga memiliki jumlah anak tangga sebanyak 29 buah dengan
lebar bordes 1,5 meter dengan tebal bordes adalah 12 cm
Pada perencanaan balok lift didapat untuk tulangan tumpuan
menggunakan tulangan 4D12 dan tulangan lapangan menggunakan
4D12.
Sedangkan untuk sengkang pada balok lift menggunakan D10-150
Untuk pelat penumpu pada lift perencanaan pada daerah lapangan
arah x adalah D10-100 dan tulangan tumpuan arah x D10-100,
untuk tulangan lapangan arah y menggunakan tulangan D10-100
sedangkan tulangan tumpuan arah x menggunakan tulangan D10-
250.
Pada perhitungan pelat bangunan didapat pada daerah lapangan
arah x menggunakan D10-100 dan pada daerah lapangan arah y
juga menggunakan tulangan D10-100, begitu pula pada daerah
lapangan dan tumpuan arah x menggunakan D10-100, sedangkan
untuk tulangan pembagi menggunakan tulangan D10-200.
Pada perhitungan penulangan balok didapat hasil untuk daerah
tumpuan menggunakan tulangan 8D19 sedangkan untuk daerah
lapangan menggunakan 4D19 dan juga tulangan torsi yang
diperoleh adalah 4D19
Untuk perencanaan sengkang pada seperempat bentang
menggunakan sengkang D10-100 dan pada setengah bentang
menggunakan tulangan D10-100.
Perencanaan kolom yang didapat pada hasil perhitungan adalah
untuk balok utama ditengah menggunakan tulangan 16D19
sedangkan untuk kolom pojok 14D19.
Untuk tulangan geser atau sengkang yang digunakan pada kolom
utama menggunakan sengkang D10-100 begitu pula pada kolom
pojok menggunakan sengkang D10-100.
Pada perencanaan pondasi tiang pancang didapatlah untuk jumlah
masing-masing kolom ditopang oleh 5 tiang pancang sedalam 6
meter dengan diameter tiang pancang adalah 30 x 30 cm dengan
hasil perencanaan untuk jumlah tulangan yang dipakai oleh tiang
pancang adalah 12D19.
Sedangkan untuk perencanaan pilecap nya menggunakan tulangan
16-100.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dari tugas akhir ini, saran yang dapat dianjurkan penulis
adalah sebagai berikut:
Perlu meninjau variasi bentuk gedung agar mempermudah dalam
perhitungan terutama ketika menggunakan program SAP.
Bentuk gedung sangat mempengaruhi perhitungan dalam program
SAP, jadi penting menentukan bentuk gedung sehingga dalam
perencanaan gempa mudah menentukan apakah menggunakan
statik ekivalen atau menggunakan respon spektrum.
Menggunakan program SAP dapat mempermudah perencanaan
sehingga sangat efektif dalam mendesain bangunan.
Desain gempa perlu dimasukan agar mengurangi resiko yang besar
pada saat pelaksanaan nanti.
DAFTAR PUSTAKA