Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Di antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas SDM-nya
yang sifatnya normatif dan potensial. Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan
normatif atau potensial umat Islam terjadi pada masa Abbasiyah, dimana ummat
Islam menjadi kelompok umat terdepan dan unggul di berbagai bidang; ilmu
pengetahuan dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan lain-lain. Saat ini umat
Islam menghadapi banyak tantangan, seperti mereka yang sibuk
mempermasalahkan pemecahan ketegangan antara masalah agama dengan dunia.
Dalam konteks ini, Islam berada dalam Garis Tengah, tidak mempertentangkan
antara keduanya. Islam tidak mengenal susunan hirearki dalam mengembangkan
umat, dan berhasil membentuk umat. Namun keinginan membentuk masyarakat
madani, lambat laun semakin kuat seperti yang telah ada pada keputusan MPR
1998, menjadikan masyarakat madani sebagai tujuan reformasi pembangunan,
meletekkan dasar-dasar kerangka dan agenda reformasi, pembangunan agama dan
sosial budaya dalam usaha mewujudkan civil society. Posisi umat Islam untuk
mengiringi terwujudnya civil society, kembali kepada SDM umat Islam itu
sendiri. Dalam percaturan global, baik dalam bidang politik, ekonomi, militer,
ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu menunjukkan peranannya yang
signifikan. Dalam kaitan ini, umat Islam khususnya di Indonesia perlu
mengembangkan keunggulan yang bersifat normatif dan potensial menjadi suatu
realitas. Untuk itu umat Islam harus mengikuti langkah-langkah dasar menuju
masyarakat amdani (Civil Society) yang dalam konteks Islam mempunyai lima
fondasi (the five foundation of good society) :
1. Tauhid, yakni kalimat laa ilaaha illallah sebagai kalimat tahrir (pembebasan)
dari penyembahan terhadap maskhluk menuju penyembahan Allah Swt.
AQIDAH ini penting sekali karena masayrakat yang pondasinya lemah, tidak
dapat berumur panjang.
2. Sistem nilai moral yang benar berdasarkan wahyu ilahu (Q.S.
Albaqarah/2/185) yang menyatakan bahwa Al-Qur’an itu sebagai petunjuk bagi
umat manusia (hudallinnas). Menolak sistem nilai yang dinamakan “Model
Situation”.
3. Amal sholeh yang didasari akidah serta nilai-nilai moral yang benar, sehingga
amal itu tidak hampa. Tujuan amal itu menjadi jelas arahnya. Setiap kerja dan
karya yang digelar dalam amal sholeh itu mempunyai tujuan yang tertentu
yaitu illahi robbil alamin.
4. Keadilan, merupakan perintah yang pertama dalam Al-Qur’an. “Innalllaha
ya’muru bil’adl wal ihsan.” Jadi kedilan itu harus ada keseimbangan yang
simetris. Semua orang mendapat apa yang menjadi haknya dan bagi semua
orang itu diminta apa yang menjadi kewajibannya
Dalam ajaran Islam ada dua dimensi utama hubungan yang harus dipelihara,
yaitu hubungan manusia dengan Allah, dan hubungan manusia dengan manusia
lain dalam masyarakat. Kedua hubungan itu harus berjalan serentak. Menurut
ajaran Islam, dengan melaksanakan kedua hubungan itu hidup manusia akan
sejahtera baik di dunia maupun di akhirat kelak. Untuk mencapai tujuan
kesejahteraan dimaksud, dalam Islam selain dari kewajiban zakat, masih
disyari'atkan untuk memberi sedekah, infaq, hibah, dan wakaf kepada pihak-pihak
yang memerlukan. Lembaga-lembaga tersebut dimaksudkan untuk menjembatani
dan memperdekat hubungan sesama manusia, terutama hubungan antara
kelompok yang kuat dengan yang lemah, antara yang kaya dengan yang miskin.
1. Manajemen Zakat
Kata zakat merupakan kata dasar atau mashdar yang berasal dari zaka, yazki,
taskyah, yang berarti bertambah (al-ziyadah), tumbuh dan berkembang, bersih dan
suci. Menurut istilah, sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk
diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat adalah rukun
Islam yang keempat. Menurut jumhur ulama, zakat ditetapkan pada tahun kedua
Hijriah. Namun menurut sebagian ulama, seperti al-Thabary ibadah ini telah
ditetapkan ketika Nabi saw masih berada di Mekah.
Zakat merupakan dasar prinsi untuk menegakkan struktur sosial Islam. Zakat
bukanlah derma atau sedekah biasa, ia adalah sedekah wajib. Dengan
terlaksananya lembaga zakat dengan baik dan benar diharapkan kesulitan dan
penderitaan fakir miskin dapat berkurang. Di samping itu dengan pengelolaan
zakat yang profesional, sebagian permasalahan yang terjadi dalam masyarakat
yang ada hubungannya dengan mustahiq juga dapat dipecahkan.
Zakat ada dua macam yaitu zakat mal (harta) dan zakat fitrah. Zakat mal adalah
sebagian dari harta kekayaan seseorang atau badan hukum yang wajib diberikan
kepada orang-orang tertentu setelah mencapai jumlah minimal tertentu dan
dimiliki selama jangka waktu tertentu pula. Sedangkan zakat fitrah adalah zakat
yang diwajibkan pada akhir puasa Ramadan. Hukumnya wajib atas setiap Muslim,
kecil atau dewasa, laki-laki atau perempuan, budak atau merdeka
Zakat adalah salah satu bentuk distribusi kekayaan di kalangan umat Islam
sendiri, dari golongan umat yang kaya kepada golongan umat yang miskin.
Hikmahnya adalah agar tidak terjadi jurang pemisahan antara golongan kaya dan
golongan miskin serta untuk menghindari penumpukan kekayaan pada golongan
kaya saja. Untuk melaksanakan lembaga zakat dengan baik dan sesuai dengan
fungsi dan tujuannya tentu harus ada aturan yang dilakukan dalam
pengelolaannya. Pengelolaan zakat yang berdasarkan pada prinsip yang baik dan
jelas akan lebih meningkatkan manfaat yang nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
Sehubungan dengan pengelolaan zakat yang kurang optimal, pada tanggal 23
september 1999 presiden RI, B.J. Habibie mengesahkan Undang-undang Nomor
38 Tahun 1999 tentang zakat. Untuk melaksanakan undang-undang tersebut,
Menteri Agama RI menetapkan keputusan Menteri Agama Republik Indonesia
nomor 581 tahun 1999.
2. Manajemen Wakaf
Kata 'wakaf' berasal dari bahasa Arab waqf, yang berarti 'menghentikan' atau
'menahan'. Artinya, seseorang menghentikan hak miliknya atas suatu harta dan
menahan diri dari penggunaannya dengan cara menyerahkan harta itu kepada
pengelola untuk digunakan bagi kepentingan umum. Barang yang diwakafkan
adalah barang yang bermanfaat dan tidak cepat habis karena dipakai, baik harta
yang tidak bergerak, seperti tanah, maupun harta bergerak seperti buku-buku.
Sebagai salah satu lembaga sosial Islam, wakaf erat kaitannya dengan sosial
ekonomi masyarakat. Walaupun wakaf merupakan lembaga Islam yang hukumnya
Sunnah, namun lembaga ini dapat berkembang dengan baik di beberapa negara
misalnya Mesir, Yordania, Saudi Arabia, Bangladesh, dan lain-lain. Hal ini
barangkali karena lembaga wakaf ini dikelola dengan manajemen yang baik
sehingga manfaatnya sangat dirasakan bagi pihak. pihak yang memerlukannya.
Di Indonesia sedikit sekali tanah wakaf yang dikelola secara produktif dalam
bentuk suatu usaha yang hasilnya dapat dimanfaatkan bagi pihak-pihak yang
memerlukan termasuk fakir miskin. Pemanfaatan tersebut dilihat dari segi sosial
khususnya untuk kepentingan keagamaan memang efektif, tetapi dampaknya
kurang berpengaruh positif dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Apabila
peruntukan wakaf hanya terbatas pada hal-hal di atas tanpa diimbangi dengan
wakaf yang dapat dikelola secara produktif, maka wakaf sebagai salah satu sarana
untuk mewujudkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat, tidak akan dapat
terealisasi secara optimal.