Anda di halaman 1dari 12

Makalah Sejarah Indonesia

Proses masuknya islam ke maluku

Disusun oleh:

Denok Ayudia Febriani

Fanny Wijaya

Fathia Siti Fatimah

Ghassani Nur Shabrina

Nada Kania Sari

Salman Alfarizi

Syahrul Aghniya

SMA Negeri 11 Garut


10 Mipa 6
Tahun Ajaran 2016/2017
Daftar isi
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatnya sehingga makalah

ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih

kepada Ibu Heny Yulianti M,S.Pd selaku guru pembimbing kami. Dalam makalah ini kami

membahas materi tentang “ Proses masuknya islam ke maluku”.

Suatu kebahagiaan buat kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik dan dapat

menambanh pengetahuan buat kami untuk mendalami sejarah bangsa indonesia yang tercinta

ini.

Di sisi lain kami juga berfikir keras untuk menyelesaikan makalah ini dengan senang

hati dan punuh dengan kesabaran kami kerjakan makalan ini dengan sebaik mungkin sesuai

dengan kemampuan kami bersama. Kami berharap dengan membuat makalah ini bisa

bermanfaat untuk teman-teman kami untuk membantu dalam proses belajarnya dan agar

dapat mengetahui proses masuknya islam di Maluku


Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat
wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia.
Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar
dan kepulauan-kepulauan lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini
sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja
ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi
representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya
cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan
sebagian kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang
memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun
yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam
dalam pemerintahannya.

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan dari bahan-bahan yang kami pakai dalam membuat makalah ini. Maka dapat
di tetapkan rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana proses masuknya Islam di Maluku?
2. Bagaimana cara pendekatan terhadap masyarakat Maluku dalam penyebaran Islam
pada waktu itu?
3. Bagaimana sejarah masuknya Iislam di Maluku Utara?

1.3 Tujuan penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis sejarah dan perkembangan islam
di Maluku mulai dari titik awal penyebaran hingga perkembangannya dalam proses
Islamisasi di Maluku dan sekitarnya, menjelaskan perkembangan Islam di kerajaan-
kerajaan khusunya kerajaan Islam di Maluku dan sekitarnya serta peninggalan-
peninggalan yang sangat melekat dikalangan masyarakat Maluku. Tujuan khususnya
Bab 2
Pembahasan
2.1Proses masuknya islam di Maluku
Maluku sebagai daerah kepulauan merupakan daerah yang subur terkenal sebagai
penghasil rempah terbesar. Untuk itu sebagai dampaknya banyak pedagang-
pedagang yang datang ke Maluku untuk membeli rempah-rempah tersebut. Di
antara pedagang-pedagang tersebut terdapat pedagang-pedagang yang sudah
memeluk Islam sehingga secara tidak langsung Islam masuk ke Maluku melalui
perdagangan dan selanjutnya Islam disebarkan oleh para mubaligh salah satunya
dari Jawa.
Islam Maluku sebagai suatu Fenomena Kultural
Bentuk dan motivasi masuknya Islam ke Maluku tidak bisa dibicarakan
lepas dari bentangan perjalanannya dari Malaka dan Jawa. Mengambil titik
berangkat dari situ, berarti kita diajak untuk melihat metode-metode dasar yang
dipakai para khalifah, yakni melalui tindakan ekonomi (perdagangan). Tetapi
kemudian bagaimana mereka berhasil mengadaptasi diri di dalam masyarakat, dan
membangun komunikasi dengan para pemimpin lokal di suatu wilayah (aspek
politik), serta juga menggunakan mekanisme-mekanisme kebudayaan sebagai cara
mengadaptasi diri secara efektif (aspek kebudayaan).
Setidaknya, dari sisi metode kebudayaan, setiap jejak yang ditinggalkan Islam di
satu daerah juga meninggalkan bukti bahwa Islam sangat intens berdialog dengan
kebudayaan masyarakat setempat. Contoh paling sederhana adalah ketika ada
peninggalan mesjid-mesjid yang khas Jawa, Banten, atau juga mesjid-mesjid yang
khas Maluku (seperti Mesjid Wapauwe di Hila). Titik berangkat itu yang
membuat pertemuan Islam dengan Kerajaan Ternate berlangsung tanpa masalah
yang berarti. Kerangka kebudayaan orang-orang Ternate malah dijadikan sebagai
batu loncatan dalam melebarkan ajaran-ajaran Islam sampai ke pelosok-pelosok.
Para ulama lokal, malah nekat bertandang ke Gresik dan Tuban untuk
memperdalam ilmu Islam, dan kembali menyebar Islam di negerinya itu.
Pendekatan yang sama pun digunakan ketika Islam mulai masuk ke Ambon,
melalui Hitu. Dialog yang intens dengan kebudayaan kembali terjadi di situ. Dan
itu merupakan bukti bahwa perdagangan atau aspek ekonomi hanya menjadi
instrumen yang mendorong Islam bergerak dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi
kebudayaan menjadi instrumen yang membangun rasa keislaman yang tinggi di
dalam hidup masyarakat.

a. Islam Maluku: Politik Damai


Ketika Islam masuk ke Indonesia kekuatan koloni Eropa belum bergerak, atau
dominasi perdagangan rempah-rempah masih dipegang oleh pedagang Cina dan
Arab. Ketika masuk ke Indonesia, Islam merajai jalur-jalur perdagangan yang
penting seperti: pesisir Sumatera di selat Malaka, semenanjung Malaya, pesisir
utara Jawa, Brunei, Sulu dan Maluku. Jalur perdagangan kayu cendana di Timor
dan Islam masih tetap menjadi wilayah non-Islam, dan kurang diminati pada
pedagang Islam.
Walau begitu, ketegangan di kerajaan-kerajaan lokal di Maluku, seperti di Ternate
tidak bisa diabaikan sebagai bagian dari fakta sejarah ketika Islam berjumpa
dengan masyarakat di sana. Tetapi satu hal yang menarik adalah Islam Maluku
yang terbentuk dari Ternate itu kemudian meluas ke pulau Ambon, dan terbentuk
suatu Pan-Islami, yang terus berkembang ke daerah Lease. Seiring dengan itu,
kerajaan Iha di Saparua menjadi simbol kekuatan Islam baru di Maluku Tengah,
selain Hitu.
Islamisasi Ternate, Hitu, Lease sebenarnya berlangsung secara wajar karena
kekuatan perdagangan Islam mulai terbentuk di kawasan itu. Paramitha
Abdoerachman mengatakan Hitu menjadi penting karena banyak pedagang
mendapat pasokan air tawar dari situ. Fakta ini pun sebenarnya sama dengan
ketika Banda menjadi bandar Islam yang cukup penting, karena pasokan ikan
yang enak kepada para pedagang.
Politik damai itu melahirkan simpati kelompok lokal yang semula memeluk
agama asli (agama suku) menjadi penganut Islam yang rajin. Bahkan hal itu pun
terlihat ketika negeri-negeri Hatuhaha Amarima kemudian menjadi pusat
kemashyuran Islam tertua di Lease. Untuk yang satu ini memang perlu penelitian
lebih mendalam, sebab Islam Hatuhaha Amarima memiliki tatanan ritus Islami
yang khas dan kontekstual, seperti ritus Puasa dan Haji.

b. Islam Maluku: Adaptasi Bahasa


Islam Maluku adalah suatu sintesa rampat mengenai bagaimana agama masuk
melalui cara membahasa orang setempat. Maka dari itu Islam di Maluku disebut
sebagai suatu gerakan agama yang khas.
Di Maluku kita akan menemui bagaimana orang-orang Islam Tulehu, Liang, Tial,
Hila, Latu, Kasieh, Lisabata, Pelauw, Ori, Kailolo, Iha, menggunakan bahasa ibu
mereka dalam komunikasi sesehari. Bahasa Arab menjadi bahasa agama yang
digunakan dalam upacara sakral agama, tetapi kesehariannya menggunakan
bahasa setempat. Fenomena ini tidak lagi ditemui pada negeri-negeri Kristen,
kecuali di Maluku Tenggara, tetapi juga sudah mulai ditinggalkan oleh generasi
mudanya.
Pada sisi ini, Islam Maluku adalah suatu hasil adaptasi kebudayaan yang sangat
penting. Dalam adaptasi itu bagaimana struktur bahasa setempat dijadikan sebagai
mekanisme penyebaran ajaran agama, dan ditempatkan sebagai unsur yang
penting.
Hal ini yang membuat corak kultural di dalam Islam begitu kuat, karena itu
agamanya menjadi gampang diterima dan dipandang sebagai agama yang
“membawa damai”. Unsur kedamaian yang dirasakan itu adalah ketika
masyarakat tetap berkomunikasi dengan bahasanya, sehingga mereka tidak merasa
teralienasi dari kelompok besar.
Memang dalam menentukan corak kultural kepada Islam Maluku kita perlu
mempertimbangkan kembali beberapa hal seperti, sejauhmana Islam Maluku itu
memanfaatkan ritus-ritus adat sebagai suatu bentuk kontekstualisasinya. Oleh
karena itu adaptasi Islam Maluku ke dalam bahasa setempat memperlihatkan suatu
corak beragama yang unik

c. Refleksi
Agama memiliki ruang guna yang efektif jika agama itu dimengerti sebagai
produk kebudayaan masyarakat setempat, dan akan semakin efektif jika dibangun
dalam fondasi-fondasi kontekstual, suatu usaha menjadikan dirinya bagian yang
co-inside dengan masyarakat pemeluknya.
“Islam Maluku” kiranya dipahami sebagai suatu produk kebudayaan yang pernah
dihasilkan dalam sejarah agama di Maluku. Ia memiliki kaitan yang kuat dengan
latar budaya masyarakat. Suatu hal yang perlu didekonstruksi untuk mere-
rekonstruksi suatu tipikal Islam yang relevan bagi orang Maluku. Tipikal
kekristenan yang inklusif dan kultural.
“Islam Maluku” dalam sisi tertentu memperlihatkan perlunya usaha translasi
ajaran Islam ke dalam kehidupan masyarakat Maluku. Sebuah usaha hermeneutis
yang sedapat-dapatnya mendorong pemahaman dan pengertian bersama mengenai
hakekat ketuhanan dan hakekat kemanusiaan orang-orang Maluku.
Ketuhanan yang universal. Oleh sebab itu identitas-identitas budaya mengenai
Tuhan dalam pandangan budaya orang Ambon, seperti konsep Upu [Maluku
Tengah], Oplastalah [Buru], atau Duad [Maluku Tenggara-Kei], Up Ler dan Ratu
[Tanimbar], adalah media kebudayaan yang bisa digunakan untuk
mengkomunikasikan Tuhan itu sendiri. Selama ini konsep theistik ini
disalahpahamkan. Kita menuduh realitas ketuhanan itu sebagai yang dimengerti
dalam konsep “Nenek Moyang”. Suatu sikap prejudice yang muncul sebagai
kenaifan dalam memahami totalitas worldview orang Maluku.

2.2 Proses masuknya islam di Maluku Utara


Masjid – masjid bersejarah di Indonesia Timur tidak lepas dari sejarah panjang
kerajaan – kerajaan Islam di Maluku Utara yang memegang peranan penting
dalam perdagangan dan penyebaran agama Islam pada abad 12 hingga abad 19.
Kerajaan – kerajaan Islam ini dikenal pula sebagai Moloku Kie Raha, yang artinya
empat raja – raja gunung diatas pulau. Yang terdiri dari Kesultanan Ternate,
Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo dan Kesultanan Bacan.
Sebelum memeluk Islam, keempatnya telah menjadi "kolano" (setingkat dengan
kerajaan) serta memiliki kedudukan dan peran tersendiri dalam perdagangan jarak
jauh. Kedatangan pengaruh Islam di Indonesia bagian Timur, khususnya Maluku,
berkaitan dengan jalur pelayaran, khususnya pelayaran niaga, dengan rempah-
rempah sebagai kata kuncinya. Inilah titik di mana pada akhirnya beberapa aspek
juga berpengaruh di kawasan ini: sosial, budaya, agama, bahasa, ekonomi, bahkan
politik dan militer. Terang saja karena para pedagang pada waktu itu berasal dari
berbagai bangsa.
Sejak berubah dari "kolano" menjadi kesultanan pada sekitar abad 17, keempatnya
secara politis berusaha mengembangkan pengaruhnya ke berbagai tempat,
khususnya ke arah timur dan selatan. Tidore, antara lain dapat memasukkan pantai
barat Papua ke dalam wilayahnya. Ternate berhasil meluaskan pengaruh dan
wilayahnya hingga sebagian Sulawesi, sebagian Papua, Ambon, Lease, Seram,
Buru, dan Banda. Sementara itu, Bacan "gagal" meluaskan pengaruhnya, namun
tetap eksis sebagai kesultanan yang mandiri. Lain halnya dengan Jailolo yang
bergabung dengan Ternate dan Tidore.
Akibat dinamika politik dan militer dalam perluasan wilayah tersebut, berbuntut
pada retaknya "moloku kie raha." Berbagai perang antara mereka sering terjadi,
termasuk perang dagang. Hal ini diperparah oleh pengaruh Barat, khususnya
Belanda, dengan segala sistem ekonomi dan militernya. Silih berganti Belanda
memihak, dan silih berganti mendapat berbagai keuntungan dari pihak yang
"dibelanya," baik secara politik maupun ekonomi.
Kesultanan Ternate merupakan kerajaan Islam yang menerapkan demokrasi
terpimpin. Kepala negara tetap seorang Sultan, namun dalam pemerintahan,
dipimpin oleh Jogugu, diistilahkan sebagai Perdana Menteri. Seorang Putra
Mahkota tidak harus merupakan putra sulung Sultan. Berdasarkan kecakapan,
kapasitas, dan gaya kepemimpinan, maka diantara putra – putra Sultan Ternate
diseleksi oleh Jogugu dan Tuan Guru (penasehat spiritual Sultan yang bertindak
pula sebagai Imam Besar Masjid Raya Sultan Ternate) untuk menjadi Putra
Mahkota.
Kesultanan Ternate mengurusi perkara agama yang ditangani oleh Jou Kalim dan
para stafnya, yang disebut juga sebagai Bobato Akhirat. Sedangkan perkara
budaya ditangani oleh Kimalaha dan para stafnya, yang disebut juga sebagai
Bobato Dunia.

2.3 Kerajaan Ternate


A. Latar Belakang Lahirnya Kerajaan Ternate
Pulau Gapi (kini Ternate) berdiri pada abad ke-13 yang beribu kota di Sampalu,
penduduk Ternate awal merupakan warga eksodus dari Halmahera. Awalnya di
Ternate terdapat 4 kampung yang masing-masing dikepalai oleh seorang momole
(kepala marga), merekalah yang pertama-tama mengadakan hubungan dengan
para pedagang yang datang dari segala penjuru mencari rempah -rempah.
Penduduk Ternate semakin heterogen dengan bermukimnya pedagang Arab, Jawa,
Melayu dan Tionghoa. Oleh karena aktivitas perdagangan yang semakin ramai
ditambah ancaman yang sering datang dari para perompak maka atas prakarsa
momole Guna pemimpin Tobona diadakan musyawarah untuk membentuk suatu
organisasi yang lebih kuat dan mengangkat seorang pemimpin tunggal sebagai
raja.
Tahun 1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai
Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Kerajaan
Gapi berpusat di kampung Ternate, yang dalam perkembangan selanjutnya
semakin besar dan ramai sehingga oleh penduduk disebut juga sebagai “Gam
Lamo” atau kampung besar (belakangan orang menyebut Gam Lamo dengan
Gamalama). Semakin besar dan populernya Kota Ternate, sehingga kemudian
orang lebih suka mengatakan kerajaan Ternate daripada kerajaan Gapi. Di bawah
pimpinan beberapa generasi penguasa berikutnya, Ternate berkembang dari
sebuah kerajaan yang hanya berwilayahkan sebuah pulau kecil menjadi kerajaan
yang berpengaruh dan terbesar di bagian timur Indonesia khususnya Maluku.

B. Proses Masuknya Islam di Kerajaan Ternate


Sejak dulu pedagang-pedagang dari Indonesia Barat khususnya dan Jawa banyak
yang datang berdagang di Maluku. Mereka membawa barang-barang kebutuhan
rakyat, seperti: beras.gula merah, garam, dan textil. Sebaliknya pedagang-
pedagang itu membeli rempah-rempah untuk diperdagangkan ke bandar- bandar
di sekitar Selat Malaka. Sambil berdagang mereka juga menyebar atau
mengsiarkan agama Islam di Maluku. Setelah disana banyak penganut agama
Islam, banyak pemuda yang dikirimkan ke Jawa Timur untuk memperdalam
menyempurnakan ilmu agamanya.
Adapun raja Ternate yang pertama-tama menganut agama Islam ialah Sultan
Marhum (1465 - 1486). Sejak itu Ternate menjadi pusat Islam di Maluku. Pada
akhir abad-16 agama Islam tersiar hingga Mindanao (Philipina Selatan), karena
Mindanao menjadi daerah kekuasaan Ternate.
Kerajaan Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan
Baabullah. Pada saat itu wilayah kerajaan Ternate sampai ke daerah Filipina
bagian selatan bersamaan pula dengan penyebaran agama Islam. Oleh karena
kebesaransnya, Sultan Baabullah mencapa sebutan “Yang dipertuan” di 72 pulau.

C. Pengaruh Islam Pada Masa Kerajaan Ternate


Kolano Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja yang pertama
yang diletahui memeluk islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana.
Pengganti Kolano Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin 1486-1500).
Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah meninggalkan gelar
kolano dan menggantinya dengan sultan, islam diakui sebagai agama resmi
kerajaan, syariat islam diberlakukan dan membentuk lembaga kerajaan sesuai
hukum islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian
diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga
mendirikan madrasah pertama di Ternate. Sultan Zainal Abidin pernah
memperdalam ajaran islam dengan berguru kepada Sunan Giri di Pulau Jawa.
Disana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan Cengkih)
D. Persaingan Ternate-Tidore
Telah berabad-abad lamanya antara Ternate dan Tidore terjadi persaingan—
pertentangan. Baik Ternate maupun Tidore selalu berusaha untuk menguasai
sendiri seluruh hasil rempah- rempah. Hal itu menyebabkan timbulnya 2
persekutuan yang memecah persatuan rakyat Maluku.
Kedua persekutuan itu ialah:
1) Persekutuan lima (Uli-lima) dipimpin oleh Ternate
2) Persekutuan sembilan (Uli-Siwa) dipimpin oleh Tidore
E. Hubungan Ternate Dengan Orang Portugis
Orang Portugis pertama kali datang di Maluku pada tanun 1512. Mereka disambut
dengan baik oleh Ternate maupun Tidore. Selanjutnya baik Ternate maupun
Tidore, saling berusaha untuk menarik orang Portugis ke pihaknya. Keduanya
menawarkan kepada Portugis untuk mendirikan pangkalan tetap di sana serta
menjadi pembeli tunggal cengkeh.
Tawaran Ternate dan Tidore itu mempunyai 2 tujuan:
1) Agar Portugis menjadi langganan tetap hingga mensatangkan keuntungan
yang besar
2) Agar Portugis menjadi sekutu yang setia guna menghadapi lawan atau
saingannya
Portugis akhirnya memilih bersekutu atau bersahabat dengan Ternate. Sebagai
realisasi dan persekutuan itu, pada tahun 1 521 Portugis mendirikan benteng Santo
Paolo di Ternate. Dengan benteng Santo Paolo sebagai basis kekuatannya, setapak
demi setapak Portugis hendak menguasai seluruh Maluku. Sultan Ternate, yaitu
Hairun dengan putranya Baabullah dipaksa untuk mengakui kekuasaan raja
Portugal (1564).

F. Persaingan Potrtugis-Spanyol di Maluku


Sultan Tidore yang merasã diabaikan oleh Portugis kemudian bersahabat dengan
Spanyol (tahun 1526). Persaingan dan pertentangan antara Ternate- Portugis di
satu pihak dengan Tidore Spanyol di lain pihak mengeruhkan suasana Maluku.
Masing-masing pihak selalu mencari keuntungan sendiri-sendiri. Berhubung
dengan kehadiran Spanyol di Maluku, raja Portugal mengajukan protes keras.
karena dianggap melanggar perjanjian Tordesillas tahun 1494. Untuk melerai
persengketaan antara Portugal — Spanyol mengenai soal Maluku lalu diadakan
perjanjian di Saragosa pada tahun 1 529.
Perjanjian tersebut antara lain :
“Menentukan: Maluku diserahkan kepada Portugal, sedang Spanyol memperoleh
Filipina”
Sungguh suatu perbuatan yang sombong, mereka menganggap dunia ini
seluruhnya sebagal milik mereka sendiri.

G. Rakyat Ternate Memgusir Orang Ternate


Sultan Hairun yang dengari paksa disuruh mengakui kekuasaan raja Portugal tidak
pernah menghiraukan soal itu. Beliau tetap menjalankan politik pemerintahan atas
kemauannya sendiri. Oleh sebab itulah kerjasama Ternate — Portugis makin lama
makin memburuk. Hubungan yang tidak serasi lebih dirusakkan oleh sikap atau
perbuatan gubernur dan orang-orang Portugis yang loba-tamak karena ingin lekas
kaya. Ketika gubernur De Mesquita hendak merampas hak Sultan atas keuntungan
dalam perdagangan cengkeh, Sultan mempertahankannya mati-matian.
Pertempuran yang hampir pecah dapat dielakkan. Persahabatan akan diadakan
kembali. Kemudian upacara perdamaian diadakan. Hairun bersumpah atas Al
Qur’an Sedang De Mesquita bersumpah atas kitab Injil. Akan tetapi ketika Hairun
berkunjung ka benteng Portugis, dengan tiba-tiba ía dibunuh (1570).
Peristiwa pembunuhan Hairun menggemparkan seluruh Ternate. Dibawah
pimpinan Sultannya yang baru, yaitu Baabullah (1 570—1 583) rakyat Ternate
bangkit melawan orang Portugis. Bahkan Sultan Tidore juga membantu
Baabullah. Akhirnya orang-orang Portugis dapat ditundukkàn. Orang Portugis
yang menyerah diperlakukan dengan baik oleh rakyat Ternate. Setelah tahun 1575
kekuasaan Portugis di Ternate dan Maluku Utara berakhir. Selanjutnya Portugis
memindahkan pusat kegiatannya ke Ambon hingga tahun 1605. Pada tahun 1 605
itu Portugis diusir dari Ambon oleh VOC.

H. Masa kebesaran dan keruntuhan Ternate


Di bawah pemerintah Sultan Baabullah, Ternate mengalami kebesarannya. Selain
Baabullah berhasil mengenyahkan kekuasaan orang Portugis dan Maluku Utara,
Baabullah berhasil pula meluaskan kekuasaannya hingga Mindanao di sebelah
Utara dan Hitu (Ambon) di sebelah selatan. Kekuasaan Ternate meliputi 72 pulau
besar dan kecil. Sedangkan usaha Ternate untuk menguasai Tidore mengalami
kegagalan. Demikian pula usahanya untuk mengusir Portugis dari Ambon.
Sepeninggal Baabullah pada tahun 1583, takhta jatuh ketangan putranya: Sahid
Barkat. Lambat laun kebesaran Ternate mulai suram, karena menghadapi tekanan
yang berat dari Spanyol di sebelah utara dan VOC di sebelah selatan. Kemudian
setelah Spanyol memusatkan seluruh perhatiannya ke Pilipina, VOC dengan
leluasa menanamkan pengaruhnya di Maluku. Sultan Ternate dan Tidore
mengakui kekuasaan VOC hingga bukan lagi sebagai suatu negara yang bebas dan
merdeka (pertengahan abad 17).

2.4Kerajaan Tidore

Anda mungkin juga menyukai