Kelompok 5
Kelompok 5
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Dosen Pengampu :
Yuli Partiana, M.Pd
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah berkenan memberi
petunjuk dan kekuatan kepada penulis, sehingga makalah yang berjudul “Kerajaan yang
Bercorak Islam di Maluku” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini dikarenakan berkat dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan Pembina penulis. Untuk itu,
dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Yuli Partiana, M.Pd yang telah memberikan bantuan bimbingan dan
arahan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari, bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga dapat
terselesaikan dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan tangan
terbuka untuk menerima masukan saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam belajar dan
hasilnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Awal Masuknya Islam di Maluku...............................................3
2.2 Kerajaan Bercorak Islam di Maluku........................................................4
1. Kerajaan Ternate.......................................................................................5
2. Kerajaan Tidore........................................................................................7
3. Kerajaan Bacan.........................................................................................8
4. Kerajaan Jailolo........................................................................................9
5. Kerajaan Tanah Hitu................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kepulauan Maluku adalah kepulauan yang terkenal akan kekayaan hasil bumi
yang melimpah. Kepulauan Maluku juga memiliki posisi yang strategis dalam
perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Pada abad ke-15 sampai ke-19 daerah
tersebut menjadi wilayah rebutan antara bangsa Spayol, Portugis, dan Belanda. Karena
status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan
kepulauan-kepulauan lainnya.
Cengkeh adalah salah satu rempah-rempah yang amat menarik hati sejak dari abad
ke tujuh. Maluku adalah tempat tumbuh sendirinya rempah-rempah yang berada di
hutan dan akhirnya ditanami oleh penduduk secara teratur. Di zaman dahulu kala
mereka masih menganut semacam agama syamman yang memuja roh nenek moyang.
Sepintas lalu kita akan menolak saja dongeng yang demikian. Tetapi jika kita berfikir
bahwasannya di dalam abad kesepuluh dan kesebelas itu sudah damai perniagaan
cengkeh ke Maluku itu oleh orang arab dan persia, tidaklah jauh kemungkinan bahwa
mereka telah datang kesana pada waktu itu.
1 []
Aswati M,” Masuk Dan Berkembangnya Agama Islam Di Kerajaan Konawe”, SELAMI IPS Edisi Nomor
34 Vol.1 Tahun XVI Desember 2011 ISSN 1410-2323, hal. 95-96.
1
dan pengaruh kekusaan Islam berlangsung, mengingat daerah ini dianggap sebagai
daerah perluasan kekuasaan dan penyebaran Islam.[2]
2 []
Wuri Handoko, “ISLAMISASI DAN PERKEMBANGAN KERAJAAN HOAMOAL DI SERAM BAGIAN
BARAT (The Islamization and The Development of Hoamoal Kingdom of Western Seram)”, Kapata
Arkeologi Vol. 10 No. 2, November 2014, 99-112, hal. 100
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pendapat lain lagi menyatakan apabila agama Islam telah melembaga dalam suatu
masyarakat disuatu daerah tertentu, barulah dapat dikatakan Islam telah masuk ke
daerah tersebut. Perbedaan pendapat itu sudah tentu berimplikasi pada perbedaan
kesimpulan tentang waktu kedatangan Islam di Maluku. Terlepas dari perbedaan
pendapat dengan segala konsekuensinya ternyata semua pakar sejarah sepakat, bahwa
kedatangan Islam di Maluku (termasuk Maluku Utara) melalui jalur perdagangan laut
dan dilakukan dengan cara-cara damai.[3]
Maluku menjadi begitu penting dalam jaringan perdagangan laut (dunia) karena
menghasilkan buah pala dan cengkih yang merupakan dua komuditi dagangan yang
sangat dibutukan ketika itu. Sedangkan proses pengislaman menurut Putuhena (1970)
dilakukan melalui dua jalur yakni jalur “atas” dan jalur “bawah”. Jalur atas yang
dimaksudkan adalah proses pengislaman melalui usaha dari para penguasa ketika itu.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan jalur bawah adalah prosespengislaman melalui
usaha perorangan atau melalui masyarakat pada umumnya. Sehubungan dengan
masuknya agama Islam di Maluku dan Maluku Utara melalui jalur perdagangan laut,
maka menurut penulis, hal itu harus dicari pada wilayah-wilayah yang menjadi Bandar
perniagaan pala dan cengkih ketika itu. Bandar-bandar itu adalah Ternate dengan
3[]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 22, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 222.
3
cengkihnya dan Banda dengan buah palanya. Selain itu perlu dicari pula di daerah
jazirah Leihitu pulau Ambon yang merupakan pelabuhan transit baik ke utara (Ternate)
maupun ke Selatan (Banda).
Sebelum kedatangan bangsa Portugis (1512) dan Belanda (1602) para pedagang
dari Cina, India dan Arab telah berdagang di Maluku. Orang-orang Maluku terutama di
pusat-pusat perdagangan seperti; Banda, Hitu dan Ternate telah menggunakan huruf
arab (Arab-Melayu) dalam beberapa naskah tua, seperti Hikayat Tanah Hitu, Melayu)
dalam beberapa naskah tua, seperti hikayat Tanah Hitu, Kronik Bacan, Hikayat Ternate
dan Hikayat Tanah Lonthor (Banda) yang telah hilang. Ini semua mengindikasikan,
bahwa orang Maluku sebelum mengenal huruf latin yang dibawah oleh Portugis dan
Belanda, mereka telah mengenal dan menggunakan huruf Arab dalam berbagai surat
menyurat. Bahkan mereka telah menggunakan angka-angka Arab dalam berbagai
transaksi dagang.
4
Maluku. Menurut Pires dalam daliman raja-raja Maluku mulai masuk Islam sekitar
1460-1465, sedangkan menurut Antonio Galfao Islam masuk sekitar 1540-1545.[5]
Kedudukan raja Islam di Maluku semakin tinggi dan penting berkat perdagangan
rempah-rempah yang menyebabkan rasa semangat untuk memperluas wilayah
kekuasaannya dalam menguasai jalur perdagangan. Kerajaan-kerajaan yang berada di
Maluku meliputi:
1. Kerajaan Ternate
Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kerajaan Ternate memiliki
peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17.
Kerajaan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan
rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang
mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan
kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.
Raja Islam Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja
berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin.6 Pada masa pemerintahannya, Zainal
Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai
ke Filiphina Selatan. Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah
Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan
membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama.
Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total,
hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate.
Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada
Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan
Cengkih). Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat,
pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun,
dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate
mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao,
seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama
Islam juga tersebar sangat luas.
5[]
Wuri Handoko, op. cit., hal. 101
6[]
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hal. 214
5
Dalam catatan sejarah Raja-Raja Ternate, Sultan-Sultan Ternate yang
memegang peranan penting di dalam penyebara Islam dan menghadapi Portugis,
diantaranya:
7[]
Hamka, op. cit., hal. 119-220
8[]
Wuri Handoko, op. cit., hal. 102
6
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan
Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing (Portugis dan Spanyol) yang
bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah
Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan
Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan
lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-
rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang
teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
2. Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Kerajaan Tidore terkenal
dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-
rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa
yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.[9]
9[]
Hamka, op. cit., hal. 214-216
7
bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol,
dan Belanda.
3. Kerajaan Bacan
Kedudukan awal Kerajaan Bacan bermula di Makian Timur, kemudian
dipindahkan ke Kasiruta lantaran ancaman gunung berapi Kie Besi. Kebanyakan
rakyat Bacan adalah orang Makian yang ikut dalam evakuasi bersama rajanya.
Diperkirakan, Kerajaan Bacan didirikan pada tahun 1322. Tidak jelas bagaimana
proses pembentukannya tetapi bisa ditaksir sama dengan kerajaan-kerajaan lainnya di
Maluku, yakni bermula dari pemukiman yang kemudian membesar dan tumbuh
menjadi kerajaan.
Raja pertama Bacan, menurut hikayat tersebut adalah Said Muhammad Bakir,
atau Said Husin, yang berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja Yang
Bertahta Kerajaan Moloku Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Raja
pertama ini berkuasa selama 10 tahun, dan meninggal di Makian. Pada 1343, bertahta
di Kerajaan Bacan Kolano Sida Hasan. Dengan bekerja sama dengan Tidore, Sida
Hasan berhasil merebut kembali Pulau Makian dan beberapa desa di sekitar Pulau
Bacan dari tangan Raja Ternate, Tulu Malamo.
Pada zaman dahulu kala pulau Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan
menyatu dalam satu semenanjung, yang dinamakan Tanah Gapi. Kemudian
datanglah seorang saudagar sekaligus pendakwah dari Jazirah Arab yang bernama
Jafar Sadek ke Tanah Gapi. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521.
8
Masyarakat Bacan pada masa sebelum masuknya pengaruh Islam merupakan
sebuah Kolano, yang didasarkan ikatan genealogis dan teritorial. Setelah Islam
masuk sekitar tahun 1322, organisasi sosialnya mengambil bentuk Kesultanan dan
Agama Islam sebagai faktor pengikat. Di Maluku Utara ada empat Kolano dan
Kesultanan, di samping Bacan adalah Ternate, Tidore, dan Jailolo, yang kesemuanya
disebut Moloko Kie Raha.
4. Kerajaan Jailolo
Sebelum abad ke-17, ada satu kerajaan Islam, Kesultanan Jailolo, yang
berpusat di Pulau Halmahera, pulau terbesar di Maluku Utara. Menurut legenda yang
sempat dicatat sampai abad ke-14, kesultanan Jailolo merupakan kerajaan tertua di
Maluku Utara hingga pada akhir abad ke-17 tidak tercatat lagi secara administratif
karena dianeksasi oleh Kesultanan Ternate dengan bantuan VOC.[10]
Sejak saat itu, seluruh kawasan di utara dan selatan Pulau Halmahera tergabung
ke dalam wilayah kekuasaan Ternate. Sedangkan wilayah tengah Halmahera menjadi
bagian kekuasaan Tidore. Sistem pemerintahan yang dibangun di Halmahera
kemudian disesuaikan dengan kepentingan VOC. Membangun kantor perwakilan
untuk penyediaan tenagakerja murah dan bahan pangan. Salah satu metode yang
diterapkan adalah sistem upeti.
Dalam sumber dikatakan bahwa Perang Jailolo yang mana saat itu Kerajaan
Jailolo ditaklukkan oleh Kerajaan Ternate sehingga Kerajaan Jailolo posisinya
merupakan Kerajaan taklukan Kerajaan Terajaan Ternate. Pada masa Pemerintahan
[]
10
A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: ombak,
2012), hlm. 210-211
9
Sultan Khairun (1540-1570) di Ternate, Kesultanan Jailolo pada saat itu dipimpin
oleh Sultan Katara Bumi yang berkedudukan di Jailolo utara. Tercatat dalam sejarah
bahwa Sultan Katara Bumi bersama Kesultanan Tidore berkuasa di masa laksamana
Spanyol, Villalobos (1542) menyerang portugis di ternate yang akhirnya berlanjut
menjadi perang Jailolo. Namun akibat dominasi pengaruh Portugis di Kesultanan
Ternate pada masa itu sangat kuat dan adanya dukungan kekuatan Spanyol pada
Kesultanan Tidore maka Kesultanan Ternate Berhasil menaklukkan Kesultanan
Jailolo pada masa perang jailolo, perang Jailolo tercatat dalam sejarah bertepatan
dengan masa Misionaris Jesuit yang terkenal di Maluku, yaitu Fransiskus Xaverius.
Pasca penaklukan Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan Ternate, Portugis dan Spanyol
pada akhirnya telah menempatkan Kerajaan Jailolo di bawah Kekuasaan Kesultanan
Ternate.[11]
Kedatangan empat Perdana itu ke Tanah Hitu yaitu pndatang pertama adalah
Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari
Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis. Mereka mendiami
suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama
Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana
Totohatu atau Perdana Jaman Jadi. Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai
Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara perempuannya bernama
Nyai Mas.
11[]
Ibid., hlm. 211-212.
10
Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai
Mas adalah anak dari : Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin
Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya
dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Sedangkan Ibu mereka adalah
asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka
di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat
perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat
Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan
hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari
Tuban.
11
Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada
Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda
atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib.
Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama
marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi,
Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara
Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau,
dia juga digelari Kapitan Hitu I.
Sebagai Pendatang terakhir adalah Pattiwane (nama gelaran) dari Tuban tiba di
Tanah Hitu sebelum tahun 1468 sementara yang tiba tahun 1468 adalah anaknya
yang bernama Kiyai Patty (gelaran)yang diutus ke Tuban untuk mempelajari dan
memastikan sistem pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di
Kerajaan Tanah Hitu, Dia tiba pada waktu dhuhur (Waktu Salat) tengah hari dalam
bahasa Hitu kuno disebut Malakone artinya biru Tua sesuai corak warna langit pada
waktu siang (waktu salat), Dia Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri
tersebut menjadi marganya yaitu marga Ollong. Pattiwne disebut juga Perdana
Pattituban.
Awal mula pengaruh Islam adalah dengan kedatangan Empat Perdana tersebut,
Kerajaan Hitu akhirnya terbentuk atas musyawarah. Dilakukan dengan menentukan
salah satu raja dari salah satu perdanana yang ada. Dengan keputusan berdasarkan
kemufakatan masyarakat. Sejak itulah kerajaan berdiri dengan kerukunan dan
kejayaan dalam hal pertanian dan perdaganga. Sehingga Belanda begitu tertarik
untuk menguasai daerah ini. Keempat Perdana tersebut pula yang sampai darah
terakhir mencoba untuk mempertahankan tanah mereka dengan segala keasriannya.
Meski akhirnya terdesak dan mengaku kalah.
12
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa, awal kedatangan Islam di Kepulauan
Maluku termasuk Maluku Utara (Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan) masih merupakan
perdebatan akademis yang terus berlanjut hingga saat ini. Perdebatan itu bukan saja
karena landasan teoritis, proposisi dan asumsi-asumsi yang berbeda dari para pakar
sejarah, tetapi juga karena langkahnya dokumen tertulis (arsip) yang bisa menjelaskan
awal kedatangan agama tersebut.
Kedudukan raja Islam di Maluku semakin tinggi dan penting berkat perdagangan
rempah-rempah yang menyebabkan rasa semangat untuk memperluas wilayah
kekuasaannya dalam menguasai jalur perdagangan. Kerajaan-kerajaan yang berada di
Maluku meliputi, kerajaan Ternate, Tidore, Jailolo, Bacan, dan Tanah Hitu yang
dianggap sebagai pusat kekuasaan Islam, karena di wilayah inilah Islam pertama kali
berkembang.
1.2 Saran
Makalah ini masih banyak kekurangan. Pembaca diharapkan lebih banyak
membaca sumber tentang Kerajaan yang Bercorak Islam di Maluku, sehingga banyak
menambah ilmu dan wawasan. Kritik dan saran juga penulis harapkan dari pembaca,
agar penulis dapat memperbaiki makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Aswati M, “Masuk Dan Berkembangnya Agama Islam Di Kerajaan Konawe”, SELAMI IPS
Edisi Nomor 34 Vol.1 Tahun XVI Desember 2011 ISSN 1410-2323.
Yatim, Badri. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Cet. 22. Jakarta: Raja Grafindo Persada.