Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

Kerajaan yang Bercorak Islam di Maluku

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Islam Indonesia

Disusun Oleh :
Kelompok 5

1. Fauziah Silaturrahmi (1811210026)


2. Nur Afifah (1811210029)
3. Serli Oktavia (1811210227)

Kelas : 5.L (C.6.1)

Dosen Pengampu :
Yuli Partiana, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah berkenan memberi
petunjuk dan kekuatan kepada penulis, sehingga makalah yang berjudul “Kerajaan yang
Bercorak Islam di Maluku” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini dikarenakan berkat dan
tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas dari bantuan Pembina penulis. Untuk itu,
dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Yuli Partiana, M.Pd yang telah memberikan bantuan bimbingan dan
arahan dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari, bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah
berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga dapat
terselesaikan dengan baik dan oleh karenanya, penulis dengan rendah hati dan tangan
terbuka untuk menerima masukan saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam belajar dan
hasilnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bengkulu, 26 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Awal Masuknya Islam di Maluku...............................................3
2.2 Kerajaan Bercorak Islam di Maluku........................................................4
1. Kerajaan Ternate.......................................................................................5
2. Kerajaan Tidore........................................................................................7
3. Kerajaan Bacan.........................................................................................8
4. Kerajaan Jailolo........................................................................................9
5. Kerajaan Tanah Hitu................................................................................10

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan...................................................................................................13
3.2 Saran ............................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dari Pulau Jawa Islam masuk ke Ternate dan pulau Sulawesi yaitu di Gowa-Tallo,
Bone, Wajo, Luwu dan Soppeng sekitar abad ke-15. Maluku mendapat pengaruh Islam
sekitar abad ke-15, tetapi jauh sebelumnya telah ramai dikunjungi pedagang-pedagang
dari Pulau Jawa, dan Malaka, sebab Malaka merupakan jalur pelayaran di wilayah timur
Indonesia dan sebagai jalur lalu lintas perdagangan yang sering disinggahi para
pedagang, dan pasti melewati pulau Buton dan pulau wawonii.[1]

Kepulauan Maluku adalah kepulauan yang terkenal akan kekayaan hasil bumi
yang melimpah. Kepulauan Maluku juga memiliki posisi yang strategis dalam
perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Pada abad ke-15 sampai ke-19 daerah
tersebut menjadi wilayah rebutan antara bangsa Spayol, Portugis, dan Belanda. Karena
status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan
kepulauan-kepulauan lainnya.

Cengkeh adalah salah satu rempah-rempah yang amat menarik hati sejak dari abad
ke tujuh. Maluku adalah tempat tumbuh sendirinya rempah-rempah yang berada di
hutan dan akhirnya ditanami oleh penduduk secara teratur. Di zaman dahulu kala
mereka masih menganut semacam agama syamman yang memuja roh nenek moyang.
Sepintas lalu kita akan menolak saja dongeng yang demikian. Tetapi jika kita berfikir
bahwasannya di dalam abad kesepuluh dan kesebelas itu sudah damai perniagaan
cengkeh ke Maluku itu oleh orang arab dan persia, tidaklah jauh kemungkinan bahwa
mereka telah datang kesana pada waktu itu.

Gerakan islamisasi dan perkembangannya, merupakan salah satu entitas penting


perkembangan sejarah dan peradabaan masyarakat di wilayah Kepulauan Maluku.
Dalam historiografi Islam di wilayah Kepulauan Maluku, eksistensi Islam yang paling
kuat dianggap berpusat di wilayah-wilayah empat kerajaan besar di wilayah Maluku
Utara. Propinsi Maluku, penting untuk ditelusuri kembali bagaimana proses penyebaran

1 []
Aswati M,” Masuk Dan Berkembangnya Agama Islam Di Kerajaan Konawe”, SELAMI IPS Edisi Nomor
34 Vol.1 Tahun XVI Desember 2011 ISSN 1410-2323, hal. 95-96.

1
dan pengaruh kekusaan Islam berlangsung, mengingat daerah ini dianggap sebagai
daerah perluasan kekuasaan dan penyebaran Islam.[2]

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah ini, yaitu :
1. Bagaimana sejarah awal masuknya Islam di Maluku ?
2. Kerajaan bercorak Islam apa saja yang ada di Maluku ?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan pada makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui sejarah awal masuknya Islam di Maluku ?
2. Untuk mengetahui kerajaan bercorak Islam yang ada di Maluku ?

2 []
Wuri Handoko, “ISLAMISASI DAN PERKEMBANGAN KERAJAAN HOAMOAL DI SERAM BAGIAN
BARAT (The Islamization and The Development of Hoamoal Kingdom of Western Seram)”, Kapata
Arkeologi Vol. 10 No. 2, November 2014, 99-112, hal. 100

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Awal Masuknya Islam di Maluku


Awal kedatangan Islam di Kepulauan Maluku termasuk Maluku Utara (Ternate,
Tidore, Jailolo dan Bacan) masih merupakan perdebatan akademis yang terus berlanjut
hingga saat ini. Perdebatan itu bukan saja karena landasan teoritis, proposisi dan
asumsi-asumsi yang berbeda dari para pakarsejarah, tetapi juga karena langkahnya
dokumen tertulis (arsip) yang bisa menjelaskan awal kedatangan agama tersebut. Selain
itu terdapat perbedaan persepsi tentang arti masuknya Islamitu sendiri. Misalnya ada
yang berpendapat bahwa Islam dapat dianggap telah masuk ke suatu daerah apabila
telah terdapat seorang atau beberapa orang asing yang beragama Islam di daerah
tersebut. Pendapat lain menyatakan, bahwa agama Islam baru dapat dikatakan telah
sampai kesuatu daerah, apabila telah ada seseorang atau beberapa orang lokal yang
menganut agama tersebut.

Pendapat lain lagi menyatakan apabila agama Islam telah melembaga dalam suatu
masyarakat disuatu daerah tertentu, barulah dapat dikatakan Islam telah masuk ke
daerah tersebut. Perbedaan pendapat itu sudah tentu berimplikasi pada perbedaan
kesimpulan tentang waktu kedatangan Islam di Maluku. Terlepas dari perbedaan
pendapat dengan segala konsekuensinya ternyata semua pakar sejarah sepakat, bahwa
kedatangan Islam di Maluku (termasuk Maluku Utara) melalui jalur perdagangan laut
dan dilakukan dengan cara-cara damai.[3]

Maluku menjadi begitu penting dalam jaringan perdagangan laut (dunia) karena
menghasilkan buah pala dan cengkih yang merupakan dua komuditi dagangan yang
sangat dibutukan ketika itu. Sedangkan proses pengislaman menurut Putuhena (1970)
dilakukan melalui dua jalur yakni jalur “atas” dan jalur “bawah”. Jalur atas yang
dimaksudkan adalah proses pengislaman melalui usaha dari para penguasa ketika itu.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan jalur bawah adalah prosespengislaman melalui
usaha perorangan atau melalui masyarakat pada umumnya. Sehubungan dengan
masuknya agama Islam di Maluku dan Maluku Utara melalui jalur perdagangan laut,
maka menurut penulis, hal itu harus dicari pada wilayah-wilayah yang menjadi Bandar
perniagaan pala dan cengkih ketika itu. Bandar-bandar itu adalah Ternate dengan
3[]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Cet. 22, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), hlm. 222.

3
cengkihnya dan Banda dengan buah palanya. Selain itu perlu dicari pula di daerah
jazirah Leihitu pulau Ambon yang merupakan pelabuhan transit baik ke utara (Ternate)
maupun ke Selatan (Banda).

Sebelum kedatangan bangsa Portugis (1512) dan Belanda (1602) para pedagang
dari Cina, India dan Arab telah berdagang di Maluku. Orang-orang Maluku terutama di
pusat-pusat perdagangan seperti; Banda, Hitu dan Ternate telah menggunakan huruf
arab (Arab-Melayu) dalam beberapa naskah tua, seperti Hikayat Tanah Hitu, Melayu)
dalam beberapa naskah tua, seperti hikayat Tanah Hitu, Kronik Bacan, Hikayat Ternate
dan Hikayat Tanah Lonthor (Banda) yang telah hilang. Ini semua mengindikasikan,
bahwa orang Maluku sebelum mengenal huruf latin yang dibawah oleh Portugis dan
Belanda, mereka telah mengenal dan menggunakan huruf Arab dalam berbagai surat
menyurat. Bahkan mereka telah menggunakan angka-angka Arab dalam berbagai
transaksi dagang.

Masuknya agama Islam di Maluku Utara menurut M.S. Putuhena mengemukakan


berdasarkan tradisi lisan setempat bahwa pada akhir abad ke-2 Hijriah (abad ke-8M)
telah tiba di Maluku Utara empat orang Syeh dari Irak (Persia). Kedatangan mereka
dikaitkan dengan pergolakan politik di Irak yang mengakibatkan golongan Syiah
dikejar-kejar oleh penguasa, baik bani Umaiyah maupun bani Abasiyah. Keempat orang
yang membawa fahamsyiah itu lalu pergi menyelamatkan diri menuju ke dunia Timur
dan akhirnya tiba di Maluku Utara. Mereka itu adalah Syeh Mansur yang mengajarkan
agama Islam di Ternate dan Halmahera Muka. Selanjutnya disebutkan bahwa setelah
meninggal Ia dikuburkan di puncak Gamala Ternate. Kemudian Syeh Yakub
mengajarkan agama Islam di Tidore dan Makian, dan setelah meninggal dikuburkan di
puncak Kie Besi (Gunung Besi) di pulau Tidore.

2.2 Kerajaan Bercorak Islam di Maluku


Islam masuk ke Maluku pada abad ke 15 sekitar tahun 1460, raja Ternate
memeluk agama islam yaitu Fongi Tidore. Namun, menurut Taufik dalam Yatim
berpendapat raja pertama yang muslim yaitu Zainal‘Abidin, pada masa itu perdagangan
muslim meningkat dan para pedagang ingin belajar tentang islam pada madrasah giri. Di
Giri, ia dikenal dengan raja cengkeh. Selain itu ia juga dikenal sebagai penyebar utama
Islam di Maluku.[4] Berita Portugis juga mengungkapkan hubungan antara Jawa dan
4[]
Ibid., hal, 216

4
Maluku. Menurut Pires dalam daliman raja-raja Maluku mulai masuk Islam sekitar
1460-1465, sedangkan menurut Antonio Galfao Islam masuk sekitar 1540-1545.[5]

Kedudukan raja Islam di Maluku semakin tinggi dan penting berkat perdagangan
rempah-rempah yang menyebabkan rasa semangat untuk memperluas wilayah
kekuasaannya dalam menguasai jalur perdagangan. Kerajaan-kerajaan yang berada di
Maluku meliputi:

1. Kerajaan Ternate
Didirikan oleh Baab Mashur Malamo pada 1257. Kerajaan Ternate memiliki
peran penting di kawasan timur Nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17.
Kerajaan Ternate menikmati kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan
rempah-rempah dan kekuatan militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang
mencakup wilayah Maluku, Sulawesi utara, timur dan tengah, bagian selatan
kepulauan Filipina hingga sejauh Kepulauan Marshall di Pasifik.

Raja Islam Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja
berikutnya adalah putranya, Zainal Abidin.6 Pada masa pemerintahannya, Zainal
Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau di sekitarnya, bahkan sampai
ke Filiphina Selatan. Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah
Islam diakui sebagai agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, dan
membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam dengan melibatkan para ulama.
Langkah-langkahnya ini kemudian diikuti kerajaan lain di Maluku secara total,
hampir tanpa perubahan. Ia juga mendirikan madrasah yang pertama di Ternate.

Sultan Zainal Abidin pernah memperdalam ajaran Islam dengan berguru pada
Sunan Giri di pulau Jawa. Di sana dia dikenal sebagai Sultan Bualawa (Sultan
Cengkih). Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M. Setelah mangkat,
pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun,
dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate
mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao,
seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan Timor. Bersamaan dengan itu, agama
Islam juga tersebar sangat luas.

5[]
Wuri Handoko, op. cit., hal. 101
6[]
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, hal. 214

5
Dalam catatan sejarah Raja-Raja Ternate, Sultan-Sultan Ternate yang
memegang peranan penting di dalam penyebara Islam dan menghadapi Portugis,
diantaranya:

1) Sultan Zainal Abidin


2) Sultan Sirullah
3) Sultan Khairun
4) Sultan Babullah[7]

Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga


pada abad ke-15 telah menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing
datang ke Ternate menjual barang perhiasan, pakaian, dan beras untuk ditukarkan
dengan rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan keuntungan besar bagi
perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup kuat.
Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-
harinya banyak menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan
Hairun dari Ternate dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian
dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an. Hasil kebudayaan yang
cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat
kapal, seperti kapal kora-kora.

Wilayah-wilayah persebaran dari kekuasaan Ternate di wilayah Maluku bagian


selatan, termasuk dalam hal ini adalah Kerajaan Hoamoal merupakan dampak dari
persaingan antara dua kerajaan pusat kekuasan Islam di Maluku Utara, yakni Ternate
dan Tidore. Perkembangan lanjut, Ternate dan Tidore bersaing memperoleh
legitimasi politik sebagai wilayah pusat kekuasaan Islam, sehingga masing-masing
kerajaan tersebut bersaing untuk melebarkan sayap kekuasaannya. Ternate
berekspansi ke wilayah Seram Barat yakni Jazirah Hoamoal, ke wilayah Pulau
Ambon, sementara Tidore berkespansi ke wilayah pesisir utara Pulau Seram,
Kepulauam Gorom dan Seram Laut di bagian timur Pulau Seram, bahkan mencapai
Kepulauan Raja Empat, Irian. Peranan Ternate dan Tidore sebagai bandar jalur sutera
dengan sendirinya terkait dengan ekspansi itu.[8]

7[]
Hamka, op. cit., hal. 119-220
8[]
Wuri Handoko, op. cit., hal. 102

6
Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan
Kerajaan Tidore yang dilakukan oleh bangsa asing (Portugis dan Spanyol) yang
bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah
Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan
Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan
lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-
rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang
teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

2. Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Kerajaan Tidore terkenal
dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil rempah-
rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa
yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.[9]

Kerajaan Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan


Nuku (1780-1805 M). Sultan Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk
bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris. Belanda kalah serta terusir
dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa kecuali
hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada.
Sejak saat itu, Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol,
Belanda maupun Inggris sehingga kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah
kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram, Makean Halmahera, Pulau Raja
Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal Abidin. Ia
juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan


sehari-harinya banyak menggunakan hukum Islam. Hal itu dapat dilihat pada saat
Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian
dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.

Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku.


Sebagai penghasil rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-

9[]
Hamka, op. cit., hal. 214-216

7
bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol,
dan Belanda.

Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan


Kerajaan Ternate yang dilakukan oleh bangsa asing (Spanyol dan Portugis) yang
bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-rempah tersebut. Setelah
Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan
Spanyol ke luar Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan
lama sebab VOC yang dibentuk Belanda untuk menguasai perdagangan rempah-
rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi dan tata kerja yang
teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

3. Kerajaan Bacan
Kedudukan awal Kerajaan Bacan bermula di Makian Timur, kemudian
dipindahkan ke Kasiruta lantaran ancaman gunung berapi Kie Besi. Kebanyakan
rakyat Bacan adalah orang Makian yang ikut dalam evakuasi bersama rajanya.
Diperkirakan, Kerajaan Bacan didirikan pada tahun 1322. Tidak jelas bagaimana
proses pembentukannya tetapi bisa ditaksir sama dengan kerajaan-kerajaan lainnya di
Maluku, yakni bermula dari pemukiman yang kemudian membesar dan tumbuh
menjadi kerajaan.

Raja pertama Bacan, menurut hikayat tersebut adalah Said Muhammad Bakir,
atau Said Husin, yang berkuasa di Gunung Makian dengan gelar Maharaja Yang
Bertahta Kerajaan Moloku Astana Bacan, Negeri Komala Besi Limau Dolik. Raja
pertama ini berkuasa selama 10 tahun, dan meninggal di Makian. Pada 1343, bertahta
di Kerajaan Bacan Kolano Sida Hasan. Dengan bekerja sama dengan Tidore, Sida
Hasan berhasil merebut kembali Pulau Makian dan beberapa desa di sekitar Pulau
Bacan dari tangan Raja Ternate, Tulu Malamo.

Pada zaman dahulu kala pulau Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan
menyatu dalam satu semenanjung, yang dinamakan Tanah Gapi. Kemudian
datanglah seorang saudagar sekaligus pendakwah dari Jazirah Arab yang bernama
Jafar Sadek ke Tanah Gapi. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521.

8
Masyarakat Bacan pada masa sebelum masuknya pengaruh Islam merupakan
sebuah Kolano, yang didasarkan ikatan genealogis dan teritorial. Setelah Islam
masuk sekitar tahun 1322, organisasi sosialnya mengambil bentuk Kesultanan dan
Agama Islam sebagai faktor pengikat. Di Maluku Utara ada empat Kolano dan
Kesultanan, di samping Bacan adalah Ternate, Tidore, dan Jailolo, yang kesemuanya
disebut Moloko Kie Raha.

4. Kerajaan Jailolo
Sebelum abad ke-17, ada satu kerajaan Islam, Kesultanan Jailolo, yang
berpusat di Pulau Halmahera, pulau terbesar di Maluku Utara. Menurut legenda yang
sempat dicatat sampai abad ke-14, kesultanan Jailolo merupakan kerajaan tertua di
Maluku Utara hingga pada akhir abad ke-17 tidak tercatat lagi secara administratif
karena dianeksasi oleh Kesultanan Ternate dengan bantuan VOC.[10]

Sejak saat itu, seluruh kawasan di utara dan selatan Pulau Halmahera tergabung
ke dalam wilayah kekuasaan Ternate. Sedangkan wilayah tengah Halmahera menjadi
bagian kekuasaan Tidore. Sistem pemerintahan yang dibangun di Halmahera
kemudian disesuaikan dengan kepentingan VOC. Membangun kantor perwakilan
untuk penyediaan tenagakerja murah dan bahan pangan. Salah satu metode yang
diterapkan adalah sistem upeti.

Setelah peristiwa aneksasi Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan Ternate, muncul


kembali upaya menghidupkan kembali Kesultanan Jailolo dari masyarakat
Halmahera Utara. Upaya itu dimulai pada dekade pertama abad ke-19. Sayangnya
hingga pertengahan abad ke-19, upaya itu tidak berkelanjutan

Islamisasi di Kesultanan Jailolo karena Jailolo saat itu merupakan Kerajaan


yang memperoleh pengaruh dari Kerajaan Ternate dan Kerajaan Tidore bahkan
beberapa sumber menjelaskan bahwa Raja Jailolo merupakan keturunan dari
Kerajaan Ternate dan Tidore.

Dalam sumber dikatakan bahwa Perang Jailolo yang mana saat itu Kerajaan
Jailolo ditaklukkan oleh Kerajaan Ternate sehingga Kerajaan Jailolo posisinya
merupakan Kerajaan taklukan Kerajaan Terajaan Ternate. Pada masa Pemerintahan

[]
10
A. Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: ombak,
2012), hlm. 210-211

9
Sultan Khairun (1540-1570) di Ternate, Kesultanan Jailolo pada saat itu dipimpin
oleh Sultan Katara Bumi yang berkedudukan di Jailolo utara. Tercatat dalam sejarah
bahwa Sultan Katara Bumi bersama Kesultanan Tidore berkuasa di masa laksamana
Spanyol, Villalobos (1542) menyerang portugis di ternate yang akhirnya berlanjut
menjadi perang Jailolo. Namun akibat dominasi pengaruh Portugis di Kesultanan
Ternate pada masa itu sangat kuat dan adanya dukungan kekuatan Spanyol pada
Kesultanan Tidore maka Kesultanan Ternate Berhasil menaklukkan Kesultanan
Jailolo pada masa perang jailolo, perang Jailolo tercatat dalam sejarah bertepatan
dengan masa Misionaris Jesuit yang terkenal di Maluku, yaitu Fransiskus Xaverius.
Pasca penaklukan Kesultanan Jailolo oleh Kesultanan Ternate, Portugis dan Spanyol
pada akhirnya telah menempatkan Kerajaan Jailolo di bawah Kekuasaan Kesultanan
Ternate.[11]

5. Kerajaan Tanah Hitu


Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang terletak di Pulau
Ambon, Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682 dengan raja
pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena Kerajaan ini didirikan
oleh Empat Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja.
Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan
memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping melahirkan intelektual
dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah
Imam Ridjali, Talukabessy, Kakiali dan lainnya yang tidak tertulis di dalam Sejarah
Maluku sekarang, yang beribu Kota Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum
kedatangan imprialisme barat ke wilayah Nusantara.

Kedatangan empat Perdana itu ke Tanah Hitu yaitu pndatang pertama adalah
Pattisilang Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari
Nunusaku ke Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis. Mereka mendiami
suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan negerinya bernama
Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur disebut juga Perdana
Totohatu atau Perdana Jaman Jadi. Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan Kiyai
Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara perempuannya bernama
Nyai Mas.

11[]
Ibid., hlm. 211-212.

10
Menurut silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai
Mas adalah anak dari : Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin
Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya
dari Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Rasulullah. Sedangkan Ibu mereka adalah
asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal di Kerajaan Tuban dan mereka
di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah satu pencatat kedatangan Empat
perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689), Imam Rijali (1646) dalam Hikayat
Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang datang bersema kelengkapan dan
hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya orang kuat atau orang perkasa dari
Tuban.

Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal


leluhurnya yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada
Abad ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah
Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa
dia ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat tinggal
untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah Ta’ala dia
singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu tepatnya di
HaitaHuseka’a (Labuhan Huseka’a). Disana mereka temukan Keramat atau Kuburan
dia, tempatnya diatas batu karang. Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera
(Kira-Kira 1 Km dari Negeri Hitu). Peristiwa kedatangan dia tidak ada yang
mencatat, hanya berdasarkan cerita turun-temurun.

Perdana Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di HaitaHuseka’a (Labuhan


Huseka’a) pada tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut
Hasamete artinya hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari. Mereka
tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu
Tuban/Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang
kira-kira lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya
di Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.Perdana
Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang
pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi nama
soa atau RumaTau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.

11
Kemudian datang lagi Jamilu dari Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada
Tahun 1465 pada waktu magrib dalam bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda
atau warna merah (warna bunga) sesuai dengan corak warna langit waktu magrib.
Mendirikan negerinya bernama Laten, kemudian nama negeri tersebut menjadi nama
marganya yaitu Lating. Jamilu disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi,
Nustapi artinya Pendamai, karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara
Perdana Tanah Hitu dengan Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau,
dia juga digelari Kapitan Hitu I.

Sebagai Pendatang terakhir adalah Pattiwane (nama gelaran) dari Tuban tiba di
Tanah Hitu sebelum tahun 1468 sementara yang tiba tahun 1468 adalah anaknya
yang bernama Kiyai Patty (gelaran)yang diutus ke Tuban untuk mempelajari dan
memastikan sistem pemerintahan disana yang akan menjadi dasar pemerintahan di
Kerajaan Tanah Hitu, Dia tiba pada waktu dhuhur (Waktu Salat) tengah hari dalam
bahasa Hitu kuno disebut Malakone artinya biru Tua sesuai corak warna langit pada
waktu siang (waktu salat), Dia Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri
tersebut menjadi marganya yaitu marga Ollong. Pattiwne disebut juga Perdana
Pattituban.

Awal mula pengaruh Islam adalah dengan kedatangan Empat Perdana tersebut,
Kerajaan Hitu akhirnya terbentuk atas musyawarah. Dilakukan dengan menentukan
salah satu raja dari salah satu perdanana yang ada. Dengan keputusan berdasarkan
kemufakatan masyarakat. Sejak itulah kerajaan berdiri dengan kerukunan dan
kejayaan dalam hal pertanian dan perdaganga. Sehingga Belanda begitu tertarik
untuk menguasai daerah ini. Keempat Perdana tersebut pula yang sampai darah
terakhir mencoba untuk mempertahankan tanah mereka dengan segala keasriannya.
Meski akhirnya terdesak dan mengaku kalah.

12
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa, awal kedatangan Islam di Kepulauan
Maluku termasuk Maluku Utara (Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan) masih merupakan
perdebatan akademis yang terus berlanjut hingga saat ini. Perdebatan itu bukan saja
karena landasan teoritis, proposisi dan asumsi-asumsi yang berbeda dari para pakar
sejarah, tetapi juga karena langkahnya dokumen tertulis (arsip) yang bisa menjelaskan
awal kedatangan agama tersebut.

Kedudukan raja Islam di Maluku semakin tinggi dan penting berkat perdagangan
rempah-rempah yang menyebabkan rasa semangat untuk memperluas wilayah
kekuasaannya dalam menguasai jalur perdagangan. Kerajaan-kerajaan yang berada di
Maluku meliputi, kerajaan Ternate, Tidore, Jailolo, Bacan, dan Tanah Hitu yang
dianggap sebagai pusat kekuasaan Islam, karena di wilayah inilah Islam pertama kali
berkembang.

1.2 Saran
Makalah ini masih banyak kekurangan. Pembaca diharapkan lebih banyak
membaca sumber tentang Kerajaan yang Bercorak Islam di Maluku, sehingga banyak
menambah ilmu dan wawasan. Kritik dan saran juga penulis harapkan dari pembaca,
agar penulis dapat memperbaiki makalah selanjutnya menjadi lebih baik lagi.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aswati M, “Masuk Dan Berkembangnya Agama Islam Di Kerajaan Konawe”, SELAMI IPS
Edisi Nomor 34 Vol.1 Tahun XVI Desember 2011 ISSN 1410-2323.

Daliman. A. 2012. Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia.


Yogyakarta: Ombak.

Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1976.

Wuri Handoko, “ISLAMISASI DAN PERKEMBANGAN KERAJAAN HOAMOAL DI SERAM


BAGIAN BARAT (The Islamization and The Development of Hoamoal Kingdom of
Western Seram)”, Kapata Arkeologi Vol. 10 No. 2, November 2014, 99-112.

Yatim, Badri. (2010). Sejarah Peradaban Islam. Cet. 22. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai