SINDROM NEFFROTIK
Disusun Oleh :
SHOLIHIN ( NPM : 2011515076 )
1
LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM NEFROTIK
A. DEFINISI
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan
Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari
proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang
dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).
B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum
diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu
suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya
pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh: Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit
kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid,
Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan
kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa,
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.
2
3. Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.
(Arif Mansjoer,2000 :488)
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi
dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung
bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital)
yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan
cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah genitalia dan
ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas,
penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang,
warna agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat
hemturia dan oliguri terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler
yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan
disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
Pucat
Hematuri
Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi.
Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
Hipoalbuminemia < 30 gr/l
Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan
arteri
Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
3
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217:
a. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan
intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi
anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi
retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan
edema.
c. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin dan penurunan onkotik plasma
d. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
e. Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi
seng.
4
PATWAY
5
E. KOMPLIKASI
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
b. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml)
yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler: mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
e. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan
yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
f. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di
dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
g. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-
paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
h. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
i. Kerusakan kulit
j. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
k. Hipovolemia
l. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri
ekstremitas dan trombosis arteri serebral
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan,
menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7
ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal
kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan
retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat.
Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat
atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan gambaran lipid. Penurunan pada
kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin,
6
perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena
kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :
kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl).
Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,
hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan
jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan
diagnosis.
c. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).
a. Uji urine
1) Protein urin – meningkat
2) Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
3) Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
4) Berat jenis urin – meningkat
b. Uji darah
1) Albumin serum – menurun
2) Kolesterol serum – meningkat
3) Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
4) Laju endap darah (LED) – meningkat
5) Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
c. Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin
(Betz, Cecily L, 2002 : 335).
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan
pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga
dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis
akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta
memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan. (Dengoes, 2000)
Tahap pengkajian adalah sebagai berikut:
Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan informasi tentang kekuatan dan kelemahan
klien dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik melalui keluarga,
orang terdekat, masyarakat, maupun rekam medic.
1.1 Identitas klien terdiri dari:
Nama klien, umur( lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6
th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik
sejak lahir.), jenis kelamin(anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi
perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri
7
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini
dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada
masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya
juga dapat memicu terjadinya infeksi.), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa. Tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi, diagnose medis, dan segala
sumber informasi yang diperoleh.
1.2 Keluhan utama, yaitu alasan yang paling menonjol pada pasien dengan sindrom
nefrotik untuk datang ke rumah sakit yaitu Badan bengkak, muka sembab dan napsu
makan menurun
1.3 Riwayat kesehatan
A. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu
makan menurun,konstipasi, diare, urine menurun.
B. Riwayat penyakit terdahulu
Edema masa neonatus, diabetes mellitus, malaria, riwayat GNA (glomerulonefritis
akut) dan GNK (glomerulonefritis kronik), terpapar bahan kimia.
8
3. Perkembangan kognitif: masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan
alat-alat sederhana.
4. Perkembangan fisik dan mental: melompat, menari, menggambar orang dengan
kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya,
menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna,
membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
5. Respon hospitalisasi: sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,
keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang
tua, teman.
9
1.7 Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
-Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
-Kesadaran: biasanya compos mentis
-TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
b. Pemeriksaan sistem tubuh
1. B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara
frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering
didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
2. B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban
volume.
3. B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf
pusat.
4. B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine keruh dan berbuih
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
6. B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai
dari keletihan fisik secara umum.
c. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum, terutama albumin.
Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
1. Uji Urin
a. Protein urin – meningkat.
b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria.
c. Dipstik urin – positif untuk urin dan darah.
d. Berat jenis urin – meningkat.
2. Uji Darah
a. Albumin serum – menurun.
b. Kolesterol serum – meningkat.
c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsentrasi).
d. Laju endap darah (LED) – meningkat.
e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
10
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus
2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan
kehilangan protein dan cairan, edema.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder
terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.
11
protein dan cairan, ditunjukkan pasien syok hipovolemik perawatan
edema. minimum atau tidak adalah frekuensi nadi
ada, dengan: yang meningkat
Kriteria Hasil: 3. Laporkan adanya
bukti kehilangan penyimpangan dari
cairan intravaskuler normal Bila ada
atau syok penyimpangan maka
hipovolemik yang pengobatan dapat
ditunjukan anak segera dilakukan
minimum atau tidak
ada
12
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta
Klasifikasi.Jakarta.EGC
13