Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

SINDROM NEFFROTIK

Disusun Oleh :
SHOLIHIN ( NPM : 2011515076 )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MITRA INDONESIA
BANDAR LAMPUNG
2020 / 2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN
SINDROM NEFROTIK

A. DEFINISI
Sindrom Nefrotik adalah Status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan
kehilangan protein urinaris yang massif (Donna L. Wong, 2004).
Sindrom Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh injuri
glomerular yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria,
hipoproteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan
Rita Yuliani, 2001).
Sindrom nefrotik (SN) merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari
proteinuria massif (lebih dari 50 mg/kgBB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang
dari 2,5 gram/100 ml) yang disertai atau tidak disertai dengan edema dan
hiperkolesterolemia. (Rauf, 2002).

B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer, 2001 Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum
diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun, yaitu
suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
1.      Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal.
Resisten terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya
pasien meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2.      Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh: Malaria kuartana atau parasit lainnya, Penyakit
kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid,
Glumerulonefritis akut atau kronik, Trombosis vena renalis, Bahan
kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa,
Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis
membranoproliferatif hipokomplementemik.

2
3.      Sindrom nefrotik idiopatik
Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer. 
(Arif Mansjoer,2000 :488)

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi
dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung
bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital)
yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi penumpukan
cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura, daerah genitalia dan
ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan) pada kaki bagian atas,
penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang menyebabkan asites.
 Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang,
warna agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat
hemturia dan oliguri terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler
yang menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan
disekresinya hormon anti diuretik (ADH)
 Pucat
 Hematuri
 Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.
 Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan
keletihan umumnya terjadi.
 Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)
 Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
 Hipoalbuminemia < 30 gr/l
 Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia
 Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan
arteri
 Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
 klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.

3
D. PATOFISIOLOGI
Menurut Suriadi dan Rita yuliani, 2001 :217:
a. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat
pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi proteinuria.
Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan
menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan
intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan tersebut
menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga menurunkan
jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.
b. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi
dengan merangsang produksi renin – angiotensin dan peningkatan sekresi
anti diuretik hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian terjadi
retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan menyebabkan
edema.
c. Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin dan penurunan onkotik plasma
d. Adanya hiper lipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi
lipopprtein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein, dan lemak akan banyak dalam urin (lipiduria)
e. Menurunya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan
disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia, atau defesiensi
seng.

4
PATWAY

5
E. KOMPLIKASI
a. Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat
hipoalbuminemia.
b. Shock hipovolemik: terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml)
yang menyebabkan hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c. Trombosis vaskuler: mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi
peninggian fibrinogen plasma.
d. Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
e. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan
yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.
f. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di
dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.
g. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-
paru yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.
h. Perburukan pernafasan (berhubungan dengan retensi cairan)
i. Kerusakan kulit
j. Peritonitis (berhubungan dengan asites)
k. Hipovolemia
l. Komplikasi tromboemboli- terombosis vena renal, trombosis vena dan arteri
ekstremitas dan trombosis arteri serebral

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
1) Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor,
sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin,
porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan penyakit ginjal. Contoh
glomerulonefritis, pielonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk meningkatkan,
menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat. pH lebih besar dari 7
ditemukan pada infeksi saluran kencing, nekrosis tubular ginjal dan gagal ginjal
kronis (GGK). Protein urin meningkat (nilai normal negatif).
2) Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium
biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan
retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat.
Albumin. Kimia serum : protein total dan albumin menurun, kreatinin meningkat
atau normal, trigliserida meningkat dan gangguan gambaran lipid. Penurunan pada
kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin melalui urin,

6
perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis karena
kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14 tahun :
kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl).
Pemeriksaan urin dan darah untuk memastikan proteinuria, proteinemia,
hipoalbuminemia, dan hiperlipidemia.
b. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa. Biopsi dengan memasukkan
jarum kedalam ginjal : pemeriksaaan histology jaringan ginjal untuk menegakkan
diagnosis.
c.  Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum
electrophoresis).
a.       Uji urine
1)      Protein urin – meningkat
2)      Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
3)      Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
4)      Berat jenis urin – meningkat
b.      Uji darah
1)      Albumin serum – menurun
2)      Kolesterol serum – meningkat
3)      Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
4)      Laju endap darah (LED) – meningkat
5)      Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
c.       Uji diagnostic
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin
(Betz, Cecily L, 2002 : 335).

G. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan
pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga
dapat diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis
akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta
memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan. (Dengoes, 2000)
Tahap pengkajian adalah sebagai berikut:
Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan informasi tentang kekuatan dan kelemahan
klien dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik melalui keluarga,
orang terdekat, masyarakat, maupun rekam medic.
1.1 Identitas klien terdiri dari:
Nama klien, umur( lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6
th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan genetik
sejak lahir.), jenis kelamin(anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun terjadi
perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri

7
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini
dapat mempengaruhi kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada
masa ini juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya
juga dapat memicu terjadinya infeksi.), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa. Tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi, diagnose medis, dan segala
sumber informasi yang diperoleh.
1.2 Keluhan utama, yaitu alasan yang paling menonjol pada pasien dengan sindrom
nefrotik untuk datang ke rumah sakit yaitu Badan bengkak, muka sembab dan napsu
makan menurun
1.3 Riwayat kesehatan
A. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan menunjukkan badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu
makan menurun,konstipasi, diare, urine menurun.
B. Riwayat penyakit terdahulu
Edema masa neonatus, diabetes mellitus, malaria, riwayat GNA (glomerulonefritis
akut) dan GNK (glomerulonefritis kronik), terpapar bahan kimia.

C. Riwayat penyakit keluarga


Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan
terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah
kelahiran.
D. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Endemik malaria sering terjadi kasus NS

1.4 Riwayat Tumbuh Kembang


A. Pertumbuhan Fisik
1. Berat badan = kg
2. Tinggi badan = cm
B. Perkembangan Anak
1. Perkembangan psikoseksua: anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri
meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang
bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-
laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat
dengan ayah.
2. Perkembangan psikososial: anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa
bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika
usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak
peragu.

8
3. Perkembangan kognitif: masuk tahap pre operasional yaitu mulai
mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan
alat-alat sederhana.
4. Perkembangan fisik dan mental: melompat, menari, menggambar orang dengan
kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya,
menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna,
membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
5. Respon hospitalisasi: sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan,
keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang
tua, teman.

1.5 Riwayat Nutrisi.


Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status
gizinya adalah dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,
dengan interpretasi :< 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik).
1.6 Pola Kebiasaaan (Gordon)
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Menggambarkan riwayat status kesehatan pasien
b. Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, mual, muntah,nafsu makan menurun, berat badan meningkat akibat adanya
edema, nyeri daerah perut, malnutrisi berat.
c. Pola Eliminasi
Diare, Urine/24 jam 600-700 ml, hematuria, proteinuria, oliguri. Perubahan urin seperti
penurunan volume dan urin berbuih.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Kelelahan, malaise, gangguan tidur, Kesulitan tidur karena mungkin terdapat nyeri,
cemas akan hospitalisasi.
e. Pola Aktivitas-Latihan
Penurunan aktifitas, kelelahan berlebih, Edema pada area ektrimitas (sakrum, tumit,
dan tangan). Pembengkakan pergelangan kaki / tungkai.
f. Pola Hubungan dan Peran
Peran dalam keluarga menurun, hubungan wajar
g. Pola Kognitif-Perceptual
Disorientasi
h. Pola Konsep Diri-Persepsi Diri
Penurunan kepercayaan diri, perubahan kepribadian, putus asa
i. Mekanisme Koping
Cemas, maladaptif

9
1.7 Pemeriksaan Fisik
a. Status kesehatan umum
-Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
-Kesadaran: biasanya compos mentis
-TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
b. Pemeriksaan sistem tubuh
1. B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya hgangguan pola nafas dan jalan nafas walau secara
frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering
didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas yang merupakan respons
terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
2. B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari peningkatan beban
volume.
3. B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis
mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf
pusat.
4. B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine keruh dan berbuih
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan penurunan intake
nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
6. B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai
dari keletihan fisik secara umum.

c. Pengkajian Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik secara umum, terutama albumin.
Keadaaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.
1.      Uji Urin
a.       Protein urin – meningkat.
b.      Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria.
c.       Dipstik urin – positif untuk urin dan darah.
d.      Berat jenis urin – meningkat.
2.      Uji Darah
a.       Albumin serum – menurun.
b.      Kolesterol serum – meningkat.
c.       Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsentrasi).
d.      Laju endap darah (LED) – meningkat.
e.       Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.

10
2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder
terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus
2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan
kehilangan protein dan cairan, edema.
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan malnutrisi sekunder
terhadap kehilangan protein dan penurunan napsu makan.

3. Rencana Asuhan Keperawatan

N Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional


o Keperawatan Kriteria Hasil
1 Kelebihan volume Tujuan: Mandiri: 1.  Perlu untuk
cairan berhubungan Dalam 1x24 jam 1. Kaji masukan menentukan fungsi
dengan kehilangan diharapkan Pasien yang relatif ginjal, kebutuhan
protein sekunder tidak menunjukkan terhadap keluaran penggantian cairan
terhadap bukti-bukti secara akurat. dan penurunan resiko
peningkatan akumulasi cairan 2. Timbang berat kelebihan cairan.
permiabilitas (pasien badan setiap hari 2. Mengkaji retensi
glomerulus. mendapatkan (ataui lebih sering cairan
volume cairan yang jika 3. Untuk mengkaji
tepat), dengan: diindikasikan). ascites dan karena
3. Kaji perubahan merupakan sisi
Kriteria hasil: edema: ukur umum edema.
 Penurunan lingkar abdomen 4. Agar tidak
edema, ascites pada umbilicus mendapatkan lebih
 Kadar protein serta pantau dari jumlah yang
darah edema sekitar dibutuhkan
meningkat mata. 5. Untuk
 Output urine 4. Atur masukan mempertahankan
adekuat 600 – cairan dengan masukan yang
700 ml/hari cermat. diresepkan
 Tekanan darah 5.  Pantau infus intra 6. Untuk menurunkan
dan nadi dalam vena ekskresi proteinuria
batas normal. Kolaborasi: 7. Untuk memberikan
6. Berikan penghilangan
kortikosteroid sementara dari
sesuai ketentuan. edema.
7. Berikan diuretik
bila diinstruksikan.
2 Resiko tinggi Tujuan:Dalam 1. Pantau TTV 1. Untuk mendeteksi
kekurangan 1x24 jam Pengukuran TTV tanda-tanda fisik dari
volume cairan diharapkan pasien bertujuan untuk penurunan cairan
(intravaskuler) tidak kehilangan mendeteksi bukti fisik 2. Untuk mengetahui
cairan intravascular penipisan cairan
berhubungan tanda shock hipovelemik
atau syok 2. Kaji kualitas dan
dengan kehilangan 3. mempercepat tindakan
hipovolemik yang frekuensi nadi Tanda

11
protein dan cairan, ditunjukkan pasien syok hipovolemik perawatan
edema. minimum atau tidak adalah frekuensi nadi
ada, dengan: yang meningkat
Kriteria Hasil: 3. Laporkan adanya
bukti kehilangan penyimpangan dari
cairan intravaskuler normal Bila ada
atau syok penyimpangan maka
hipovolemik yang pengobatan dapat
ditunjukan anak segera dilakukan
minimum atau tidak
ada

3 Perubahan nutrisi Tujuan: Mandiri: 1. Monitoring asupan


kuruang dari Dalam 1x24 jam 1. Catat intake dan nutrisi bagi tubuh
kebutuhan diharapkan output makanan 2. Gangguan nuirisi
berhubungan kebutuhan pasien secara akurat dapat terjadi secara
dengan malnutrisi nutrisi akan 2. Kaji adanya perlahan. Diaresebag
sekunder terhadap terpenuhi, dengan: anoreksia, ai reaksi edema
kehilangan hipoproteinemia, intestinal
protein dan Kriteria Hasil: diare. 3. Mencegah status
penurunan napsu  Napsu makan 3. Pastikan anak nutrisi menjadi lebih
makan. baik mendapat makanan buruk.
 Tidak terjadi dengan diet yang 4.  membantu

hipoprtoeinemi cukup. pemenuhan nutrisi


a 4. Beri diet yang anak dan
 Porsi makan bergizi meningkatkan daya
yang 5. Batasi natrium tahan tubuh anak
dihidangkan selama edema dan 5. asupan natrium dapat
dihabiskan trerapi memperberat edema
 Edema dan kortikosteroid usus yang
ascites tidak 6. Beri lingkungan menyebabkan
ada. yang hilangnya nafsu
 BB meningkat menyenangkan, makan anak
bersih, dan rileks 6. agar anak lebih
pada saat makan mungkin untuk
7. Beri makanan makan
dalam porsi sedikit 7. untuk merangsang
pada awalnya nafsu makan anak
8. Beri makanan 8. untuk mendorong
spesial dan disukai agar anak mau
anak makan
9. Beri makanan 9. untuk menrangsang
dengan cara yang nafsu makan anak
menarik

12
DAFTAR PUSTAKA
Betz, Cecily L dan Sowden, Linda L. 2002.Keperawatan Pediatrik, Edisi 3,EGC : Jakarta

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. ECG: Jakarta.

Wong,L. Donna, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4, EGC : Jakarta

Nanda International.2009-2011.Diagnosa Keperawatan Definisi dan

Klasifikasi.Jakarta.EGC

13

Anda mungkin juga menyukai