Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

( Tina dan Mimpinya )

Hidup memang soal pilihan, tapi kita tidak pernah bisa untuk memilih akan lahir
pada rahim siapa, keluarga yang seperti apa, dan diberi nama siapa. Karena
hakikatnya bayi yang lahir adalah penerimaan. Menerima lingkungannya dan menjadi
warna baru untuk memperbaiki kekurangan yang ada.
Begitupun dengan Tina, perempuan dengan nama lengkap Tina Fatria ini lahir
dari rahim perempuan hebat bernama Fauziah dan seorang ayah yang tangguh yaitu
Sif Roni. Dia dibesarkan dengan penuh kasih sayang, meski terdapat kekurangan di
kanan dan kiri kehidupan.
Kedua orang tuanya berprofesi sebagai pedagang sayur dengan penghasilan
yang tidak dapat ditentukan setiap harinya.
Tina kecil, hidup dengan segala keterbatasan. Menjadi anak tengah dari empat
bersaudara membuatnya kuat untuk berbagi kasih sayang. Ia pandai menyesuaikan
diri dengan keadaan, dia tau kapan harus bersikap selayaknya seorang kakak kedua
yang tegar, mandiri, namun juga hangat di waktu yang bersamaan.
Namun, seperti manusia pada umumnya, tidak ada yang benar-benar sempurna
di bumi-Nya ini. Tina kecil memiliki satu kekurangan yang membuatnya harus ikhlas
diperlakukan istimewa oleh keluarganya.
Kondisi fisiknya yang tidak sekuat anak-anak lain membuat Tina harus keluar
masuk rumah sakit. Dengan umur yang relatif muda, Tina dipaksa untuk akrab
dengan aroma rumah sakit dan berjuang melawan sakit.
Sif Roni, ayah dari Tina menceritakan betapa sulitnya sang anak berjuang
melawan sakit. “Dulu dia ini kurus sekali, sampai saya nggak bisa apa-apa lagi.
Berobat dari sana ke sini sudah semua, dari dukun hingga dokter, tapi masih saja
belum ketemu obatnya.”
“Awal sakitnya karena dia jatuh dari tangga dengan kakak perempuannya. Saat
itu umurnya sekitar tiga tahun. Tapi, saya dan istri nggak tau karena kami berjualan
dan dia tinggal berdua. Kakaknya juga tidak bilang soal jatuh itu. Jadinya dia sakit-
sakitan terus.”
“Semua harta benda habis untuk pengobatan dia sampai saya pasrah, nggak
apa-apa habis harta yang penting dia sembuh. Dan, alhamdulillah dia sehat dan
sembuh seperti sekarang. Saya nggak menyangka sekali dan senang juga.”
Bukan tidak pernah Tina hampir menyerah dengan keadaan. Hanya saja, Tina
berusaha ikhlas menerima ketetapan Allah. Tina beruntung bisa menang dan tumbuh
hingga saat ini.
"Iya..., saya ini sedikit spesial dari kakak maupun adik yang lain. Karena dulu,
waktu kecil sering sakit-sakitan. Oleh karena itu, saya dulu ingin sekali mejadi
seorang dokter." Ungkap Tina
Motivasi akan penyakitnya sendiri dan cita-cita mulia yang ia tuai sejak dini,
membuat Tina menjatuhkan pilihan untuk menjadi seorang dokter. Namun seiring
berjalannya waktu, cita-cita itupun kian berlalu.
Tina, melalui masa putih abu-abunya dengan bersekolah di salah satu Sekolah
kejuruan yaitu SMK Bina Jaya Kota Palembang jurusan administrasi perkantoran,
meski bukan termasuk orang yang menonjol di kelasnya, ia dikenal sebagai pribadi
yang rajin juga penuh inovasi. Kreativitas yang tinggi dari seorang Tina memang
sedikit telah terlihat sejak ia duduk di bangku sekolah. Ia pernah mendapatkan
juara 2 dalam perlombaan kerajinan tangan saat acara 17-an.
Pada saat itu pula, Tina pernah bekerja di salah satu usaha karangan bunga. Ia
berusaha membantu keluarganya dengan bekerja paruh waktu.
Sedari matahari terbit, Tina mulai mengarungi kehidupan yang mau tak mau
harus selalu dijalankan. Membagi waktu agar senantiasa tak mengganggu waktu
belajar, adalah tugas Tina setiap harinya. Pagi hingga menjelang petang, ia isi
dengan bersekolah dan membantu orang tuanya. Dan pada saat malam, bekerja lah
yang menjadi rutinitasnya.
Seperti yang dikatakan banyak orang, jika kita bekerja dengan hati yang
senang, maka tidak ada kata lelah yang akan kita bawa pulang.
Bekerja dalam bidang kreativitas, memang hal yang sangat disukai seorang
Tina. Dan dari hal tersebut juga lah, menjadi seorang pengusaha muda adalah cita-
cita yang digeluti Tina saat di masa SMK. Salah satu kegemarannya yaitu dalam
bidang memasak dan berkreasi, membuatnya berpikir ingin menjadi seorang
pengusaha di bidang kuliner ataupun sandang.
Dan akhirnya masa perpisahan bersama putih abu-abu tentu akan membuat
seseorang memilih jalan yang satu. Di saat bersamaan, seseorang harus menentukan
masa depannya akan dibawa kemana.
Seperti orang pada umumnya, rasa ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi tentu hadir dalam ruang imajinasi seorang Tina. Masa abu-abu yang
dilalui dengan penuh suka duka, membuatnya bersemangat untuk mengubah kondisi
keluarganya.
Tina pernah berkeinginan mengikuti test di salah satu Perguruan Tinggi, Kota
Palembang, meski akhirnya niat tersebut terpaksa harus dibatalkan karna kondisi
finansial yang belum bisa dihandalkan. Ia sengaja tak memberitahu orang tuanya
mengenai keinginan tersebut, karena ia berusaha mengerti banyak saudara yang
kebutuhannya harus dipenuhi.
Tidak berhenti sampai di sana, keterbatasan finansial tidak membuat Tina
berpangku tangan. Dengan ambisi di pundaknya, Ia berusaha sekuat tenaga untuk
bekerja. Pekerjaan apapun itu, ia berusaha kerjakan dengan hati yang penuh dan
menepis semua rasa malu. Yang penting untuknya adalah ia mendapatkan rezeki yang
halal dan bisa membantu perekonomian keluarga.
Semua hal Tina coba. Meski jatuh bangun dalam bekerja sudah jadi bumbunya,
ia berkali-kali beralih profesi. Mulai dari bekerja menjadi penjaga toko mainan anak,
membantu dalam bidang konveksi, bahkan menjadi pelayan di salah satu rumah
makan.
Hingga di tahun 2016, Tina melamar pada sebuah rumah makan yaitu Pindang
Yukris. Di rumah makan inilah Tina merasa memiliki keluarga kedua. Di rumah makan
ini juga, Tina bekerja di waktu yang paling lama. Karena di sana ia mempunyai bos
yang sangat baik dan teman-teman seprofesi yang tak kalah baiknya.
Mempunyai teman yang baik memang merupakan salah satu rezeki yang harus
kita syukuri. Karena dari mereka, terkadang banyak hal baik yang Allah coba
perantarai.
Setiap manusia memang selalu mempunyai kesempatan untuk menjadi perantara
bagi satu dengan yang lainnya. Perantara dalam pendidikan, pekerjaan atau semua
informasi yang berkaitan dengan kehidupan kedepan. Yang semua itu tentu saja
tidak terlepas dari kekuasaan Allah.
Dari sekedar bercerita tentang salah satu mimpi, berujung pada takdir Allah
yang Ridho-Nya turut menyertai.
Siapa yang menyangka, bahwa lembaran koran yang temannya baca. Bisa
membantu mewujudkan salah satu mimpi seorang Tina.
Mengikuti kursus menjahit adalah salah satu hal yang Tina dambakan.
Keikhlasan seorang Tina dalam mengarungi kehidupan, mendapatkan restu dari Allah
swt. Ia mendapatkan informasi mengenai pelatihan menjahit dari salah satu teman
yang tak sengaja membaca mengenai pelatihan menjahit dari YBM PLN di koran.
Endang menjadi salah satu orang yang sangat berpengaruh dalam perjuangan
Tina mewujudkan salah satu mimpinya. Ia yang sudah menganggap Tina seperti
adiknya, tanpa berpikir panjang langsung memberitahu Tina saat membaca informasi
yang tertera.
"Ya saya tu nggak sengaja, ya, baca korannya. Karena memang di toko itu
langganan koran. Saya inget banget itu koran Sumeks, pas saya baca di lembarannya,
ada tentang kursus jahit gitu. Spontan saya langsung kebayang Tina." Ujar Endang
Seperti pepatah lama, bahwa rezeki tidak pernah tertukar. Lewat
ketidaksengajaan itu, Tina menemukan titik terang mimpinya. Dengan bantuan
Endang, Tina mempersiapkan diri dan pemberkasan dengan sebaik-baiknya.
Karena untuk Tina, ini adalah momen langkah yang harus benar-benar
dimanfaatkan. Karena kesempatan emas tidak akan datang kedua kali.
Setelah kabar baik, biasanya di sisi lain kabar buruk akan selalu mendampingi.
Ibarat baru diberi napas, Tina dipaksa untuk kembali berlari. Pelatihan ini
memanglah sesuatu yang sangat ditunggu oleh Tina, tapi, Ia juga tidak bisa naif
bahwa sekarang ada amanah berupa pekerjaan yang harus ia pertanggungjawabkan.
Keadaan ini membuat diri pribadi Tina dilema. Apa harus berhenti bekerja
dengan resiko roda perekonomian terhambat, atau melepas mimpi yang sudah di
depan mata.
Maha Baik Allah dengan segala firman-Nya. Bak tertimpa durian runtuh, Tina
kembali diberi kemudahan dalam melangkah. Beruntungnya ia karena mendapatkan
atasan sebaik bapak Hendra karena selain berhati tulus, beliau merupakan bos yang
pengertian.
Setelah nekat untuk tetap ikut, Tina berusaha untuk berdiskusi dengan
atasannya mengenai pekerjaan. Dan kembali Endang yang berusaha menemaninya.
Qodarullah, Maha Besar Allah yang membolak-balikkan hati manusia, Allah
lembutkan hati Bapak Hendra sehingga Tina tetap dapat bekerja sembari ikut
kursus.
Tina diberikan kelonggaran waktu masuk, sehingga di pagi hari ia tetap bisa
mengikuti kelas menjahit tersebut dan kembali bekerja seperti biasa saat siang
harinya.
"Sedikit terkejut ketika diizinkan untuk ikut pelatihan. Sampai heran, ada ya
manusia sebaik ini.
Tapi, Alhamdulillah, berkat diizinkannya itu saya bisa jadi seperti sekarang,"
tutur Tina.
Memang, hal-hal baik yang dibalut toleransi selalu berhasil membuat orang lain
bahagia. Maka dari itu, alangkah lebih baik jika kita senantiasa untuk menerapkan
nilai-nilai permakluman daripada perdebatan. Karena kita tidak pernah tahu,
pengertian kita yang mana yang dapat membantu orang lain dalam menata masa
depan.
Tentu saja, semua tidak semudah yang diterka. Banyak hal yang tidak sesuai
rencana. Mulai dari penghantaran berkas hingga wawancara yang ternyata berada di
tempat yang berbeda dari sebelumnya.
Beruntungnya, lagi-lagi Tina mempunyai teman seperti Endang sekaligus yang
sudah seperti kakaknya sendiri. Endang dengan semua kebaikannya yang siap
membantu dan Tina dengan semangatnya yang menggebu berusaha selalu untuk
melewati semua itu satu persatu.
Tina dengan semua optimisnya tidak pernah sekali pun berpikir untuk
menyerah. Ia selalu berupaya tak mengecewakan orang terdekat yang sudah rela
membantu. Meski berulang kali tak menemukan alamat yang di tuju, ia berusaha
untuk tetap melanjutkan mimpinya itu.
Meski ia juga harus menaiki kendaraan umum dan berjalan kaki karenanya,
tetapi Tina berusaha melaluinya dengan tabah. Karena semua ini, adalah bagian
proses yang sedang ia jalankan. Dan melanjutkannya, adalah hal yang harus ia
lakukan.
Akhirnya semua proses sudah Tina lalui. Beberapa perwakilan orang yang saat
itu masih bernama Lazis PLN mendatangi rumah Tina untuk melakukan survei atas
pelatihan ini. Meski di waktu tersebut, Tina sedang tidak di rumah, namun seperti
Tuhan yang langsung turun membantu agar semua tetap baik-baik saja apapun
kondisinya.
Dag dig dug akan pengumuman mengenai pelatihan tentu saja bermuara dalam
lubuk hati seorang Tina. Namun, seperti kata orang, bahwa usaha tidak akan pernah
mengkhianati hasil. Juga doa yang senantiasa menjadi penguat di kala diri merasa
begitu kecil, seakan sampai pada jawaban yang selama ini ditunggu-tunggu.
Tina dinyatakan lulus untuk mengikuti pelatihan tersebut dan itu artinya usaha
keras dari seorang Tina harus dilipatgandakan. Karena tanggung jawabnya saat ini
tak hanya soal kerja, tetapi ada amanah pelatihan yang melekat di pundaknya.
"Setelah lulus seleksi itu, ya saya ikut pelatihan sesuai jadwal. Dulu, latihannya
seminggu tiga kali dan kebetulan saya dapet kelas pagi," jelas Tina.
"Jam delapan saya berangkat, jam dua belas teng saya langsung pulang karena
jam dua belas itu saya sudah harus di toko untuk kerja." Lanjutnya.
Dengan waktu yang sangat singkat, Tina diminta untuk mengelolah waktu
dengan baik. Bukan tidak mungkin selama pelatihan ini absen Tina sangat
berantakan.
Di lain sisi, ia juga merasa tak enak hati, dengan teman-teman yang lain karena
harus bekerja dari pagi. Namun, Tina juga sangat menginginkan posisi ini.
Alasan utama Tina datang terlambat adalah kepulangannya yang harus
menunggu Bus Kota terlebih dahulu. Karena keterbatasannya yang tidak dapat
mengendarai motor, membuat tina harus naik transportasi umum setiap hari.
Konsentrasi yang harus terbagi, tak menjadi penghalang bagi Tina untuk selalu
berusaha belajar dengan sepenuh hati.
Tina memulai semuanya dari nol. Karena ia tak begitu mempunyai banyak
pengalaman dalam bidang menjahit. Namun Allah seakan selalu mengirimkan orang
luar biasa dalam hidup Tina.
Pertemuannya dengan Umi Hartati selaku pengajar yang begitu sabar dalam
pelatihan tersebut, membuat Tina mempelajari semuanya dengan leluasa.
"Selama pelatihan sebenarnya Tina ini anaknya biasa aja, nggak terlalu banyak
interaksi juga, karena ya, dia kalo sudah selesai kelas langsung buru-buru pulang."
Jelas Ummi ketika berbagi kisah tentang Tina.
"Tapi memang semangatnya tinggi, jadi setelah lulus saya tarik dia ke rumah
jahit ini untuk bantu-bantu." Tambahnya.
Meski penuh suka duka, 3 bulan masa pelatihan tak terasa sudah berada di
ujung perpisahan.
Setelah dari pelatihan tersebut, Tina dengan dibantu teman lainnya memilih
melanjutkan untuk membantu Umi Hartati dalam merintis rumah jahit yang bernama
Rumah Jahit Insan Mulia.
Dengan semua pencapaian ini, tak lantas membuat Tina berpuas diri. Yang
terjadi malah sebaliknya, ia semakin haus akan ilmu-ilmu di dunia jahit.
Dia ingin terjun lebih jauh dan menjadi seorang yang profesional. Bak gayung
bersambut, tawaran untuk melanjutkan mimpi diberikan oleh YBM PLN.
Tina ditawarkan untuk bersekolah di Rumah Gemilang Indonesia jurusan tata
busana selama enam bulan lamanya.
Rumah Gemilang Indonesia atau yang akrab dengan sebutan RGI ini adalah
salah satu dari banyak nya program luar biasa yang diselenggarakan oleh YBM PLN.
RGI juga merupakan kemitraan dengan Al-Azhar.
RGI sendiri merupakan pelatihan untuk menjuru pada bidang keahlian tertentu.
Seperti desain grafis, tataboga, dan termasuk di dalamnya tata busana yang
diinginkan oleh Tina.
Haru, senang dan tidak menyangka. Begitu kurang lebih yang Tina rasakan.
Entah doa-doanya yang mana dan dari mulut siapa yang terkabulkan. 2016 seperti
tahun mimpi untuk Tina.
"Waktu itu benar-benar nggak menyangka jika akan sejauh ini. Aku pikir cukup
dengan pelatihan tiga bulan saja, ternyata tidak." Ucap Tina dengan mata yang
penuh binar bahagia.
"Cuma memang saya nggak bisa langsung berangkat saat itu. Orang tua belum
memberikan izin untuk pergi jauh."
Namun sebagai anak, Tina menyadari bahwa Ridhollah fii ridhol walidain. Bahwa
ridho Allah terletak pada ridho orang tua. Karena dalam kehidupan Tina sendiri
menanamkan prinsip yang teguh, bahwa Ridho orang tua adalah yang nomor satu.
Meski beberapa bujukan telah melayang pada orang tua Tina. Namun pilihan
untuk melanjutkan mimpinya, belum mendapatkan restu dari orang tua.
Selain, karena letak RGI yang berada di luar kota, Tina pun memang belum
pernah berpisah jauh dari orang tua. Ditambah lagi ingatan orang tuanya akan
penyakit yang pernah diderita Tina saat belia.
Di satu sisi, Tina memang begitu menginginkan nya. Namun di sisi lain, tentu
saja ia tak bisa membantah perkataan orang tua. Karena setiap orang tua, pasti
menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
Dengan segala kerelaan hati, Tina akhirnya melepas mimpinya untuk terbang ke
ibu kota demi sebuah cita-cita.
Ada sedikit penyesalan dan ketidakrelaan, tentu saja. Tapi kembali, ada banyak
jalan menuju roma. Dan Tina kembali menemukan romanya lewat pekerjaan di sebuah
butik.
Di sana kemampuan Tina mulai berkembang pesat. Entah itu dari segi teknik
maupun non teknik.
Ada beberapa hal yang didapatkannya di butik dan tidak ditemukannya saat
pelatihan.
Salah satunya adalah pemahaman karakter costumer. Di butik, Tina yang
pendiam didesak untuk lebih percaya diri. Mulai belajar mengeskpresikan diri
melalui bahasa.
Tina juga menemukan banyak karakter manusia, mulai dari yang perfeksionis,
pendiam dan kepribadian unik lainnya.
Masa-masa ini dilalui Tina dengan senang hati. Meski ia belum bisa ke RGI.
Namun, ia bersyukur masih bisa berusaha mengasah skill yang dia punya. Tetap
bekerja sembari berkreasi, merintis rumah jahit bersama umi hartati dan bekerja
di butik yang ia sedang tekuni.
Namun, Allah memang tidak pernah tidur untuk doa hamba-Nya yang
bergadang.
Mimpi-mimpi Tina kembali dipeluk oleh Allah di tahun berikutnya. Tawaran yang
sama datang kembali dalam kehidupannya. Bahkan langsung mendarat dari bibir
manager amil lazis PLN saat itu yaitu mbak kiki.
Dengan adanya hal itu, Tina kembali berada pada posisi dilema tak menentu. Ia
tak mau menyia-nyiakan kesempatan emas untuk kedua kalinya, namun di sisi lain.
Pikiran akan restu orang tua terus menghantui Tina.
Tetapi, Allah memang selalu mempunyai rencana jitu bagi hamba-Nya yang mau
berusaha dan berdoa demi sesuatu.
Setelah menceritakan keadaan yang sebenarnya kepada Lazis PLN, mereka
yang melihat potensi dari Tina sangat menyayangkan bila kemampuan tina ini tidak
dilanjutkan.
Akhirnya, tim Lazis PLN saat itu langsung mendatangi rumah Tina untuk
membujuk orang tuanya.
"Waktu 2016 itu bener-bener nggak dikasih izin. Mereka belum terlalu yakin,
dan takut juga saya kenapa-napa, takut terlantar, hahaha."
"Sampai akhirnya di tahun berikutnya, di 2017 saya kembali ditawarkan. Saya
ceritalah sama pengurus YBM yang waktu itu masih namanya Lazis, ya. Bahwa saya
itu terhalang izin orang tua."
"Agak nggak nyangka juga yang turun langsung adalah ketua Lazis. Dan
alhamdulillah setelah diberi keyakinan, orang tua mengizinkan. Rasanya seneng
banget, mimpi yang dikira nggak akan pernah tercapai bisa terwujud juga."
Dengan niat lillah, Tina berusaha meyakinkan hati kedua orang tua dan semua
keluarga bahwa ia bisa. Akhirnya, untuk pertama kali Tina terbang ke Pulau jawa
melanjutkan mimpinya.
Betapa harunya ia saat pertama kali menginjakkan kaki di Rumah Gemilang
Indonesia. Beragam suku dan daerah, bergabung dalam satu wadah untuk
mewujudkan semua cita.
Sebagai pribadi yang introvert, tentu Tina mengalami banyak kesulitan untuk
beradaptasi. Bukan pada lingkungan tempat tinggal, tapi lebih kepada interaksi
dengan orang-orang baru.
Sifat yang pendiam, membuatnya sulit untuk menemukan teman akrab. Dia acap
kali disegani karena jarang berpendapat.
Kesulitan beradaptasi, ditambah lagi baru pertama kali jauh dari orang tua dan
sanak saudara membuat Tina ingin menyerah. Bukan sekali dua kali Tina merasakan
rindu dengan suasana rumah, apa lagi ketika momen kunjungan. Itu adalah titik nadir
seorang Tina akan kerinduannya terhadap keluarga.
Terpisah oleh pulau membuat keluarga Tina tak bisa mengunjunginya. Berbeda
dengan teman lainnya yang masih terletak pada pulau yang sama. Sehingga sesekali
keluarga mereka masih bisa berkunjung ke asrama.
Menjadi seorang perantau memang tak semudah yang dibayangkan. Namun
bersyukurnya, Tina selalu dikaruniai orang-orang baik yang tak segan menganggap
Tina seperti keluarganya sendiri. Meski berasal dari daerah yang berbeda, hangat
kekeluargaan sangat terasa di sana.
Sembari mewujudkan satu per satu mimpinya, Tina menemukan keluarga baru
di sana. Salah satunya Mia, sebagai orang terdekat sejak pertama kali ia
menginjakkan kaki di sana.
Suka duka mereka lewati bersama. Meski berbeda kelas, namun mereka
disatukan oleh kamar yang sama. Saling bercerita tentang hari maupun bidang yang
sedang dipelajari, tentu menjadi rutinitas mereka setiap hari.
Semua hal yang sedang kita jalani, memang tak selalu berjalan dengan
keinginan hati.
Di kelas tata busana, bukan tak pernah Tina merasa kesulitan untuk
mempelajari sesuatu. Bahkan, pengalaman dihukum oleh salah satu guru di sana,
pernah dirasakan oleh Tina.
"Waktu itu ketika pelajaran penting, mengenai desain pola baju gitu. Ibunya
bilang bakal datang telat karena ada urusan dan kami diminta untuk lanjutin tugas
yang kemarin."
"Karena aku dan anak-anak lain udah selesai ngerjain, jadinya kami bersantai.
Tidur-tiduranlah di kelas."
"Pas lagi santai, tiba-tiba ibunya masuk dan langsung kaget liat kami semuanya
beristirahat. Beliau sedikit ngambek dan nggak mau masuk kelas. Saat liat beliau
marah, rasanya saya bener-bener merasa bersalah sekali."
"Karena saya sadar, saya di sini itu buat nuntut ilmu yang bener bukan buat
males-malesan. Apa lagi sampai buat guru tersinggung. Saya beneran takut ilmunya
nggak berkah karena saya buat beliau sakit hati.
Belum lagi ada nama Lazis yang saya bawa, pasti mbak Kiki dan yang lain malu
sekali jika saya bermasalah di sini."
Sejak saat itu, semangat Tina semakin menggebu. Ia sangat menyadari, pergi
jauh-jauh ke sini untuk menuntut ilmu dan memperjuangkan harapan yang coba orang
lain titipkan melalui genggaman tangannya.
Alhamdulillah Berkat bujukan dan kesopanan Tina beserta lainnya untuk tulus
meminta maaf dan tidak mengulanginya. Akhirnya, ibu yang disangka akan marah
dengan waktu yang lama segera luluh hatinya. Alhasil, mereka kembali bisa
mengikuti kelas ibu tersebut.
Dengan adanya hal ini, menjadi salah satu pembelajaran berharga bagi Tina
bahwa ia tidak boleh menyepelekan sesuatu dan menyadari begitu berharganya
waktu serta ilmu.
Semua Tina kerjakan semaksimal yang ia bisa usahakan. Meski seringkali ia
merasa tak bisa dan begitu penat, namun ada satu hal yang membuatnya kembali
bersemangat.
Ustadz Ahmad Ahidin pernah memberi nasihat padanya yang selalu diingat Tina
ketika berada pada ujung kata menyerah. Ia dalam tenangnya berkata :
"Ketika kita down, sedang rindu-rindunya dengan rumah. Coba ingat kembali
sosok orang tua kita. Mereka telah bersusah payah untuk mencari nafkah,
memberikan kita kehidupan yang layak, dan mereka nggak pernah menyerah.
Maka dari itu, kita di sini hanya sebentar. Tujuan kita pun jelas untuk
menuntut ilmu, untuk memperbaiki nasib keluarga. Jadi, jangan pernah berpikir
untuk menyerah, berjuang terus. Ingat pengorbanan orang tua lebih besar."
Selain itu, motto hidup "Man Jadda Wajadda" juga sangat ditanamkan dalam-
dalam di lubuk hatinya.
Barang siapa yang bersungguh-sungguh dalam berusaha akan berhasil begitu
diyakininya. Oleh karena itu, kerja keras dan berusaha secara totalitas selalu
dilakukan oleh seorang Tina.
Berkat kerja kerasnya yang tak mengenal lelah itulah, ia mendapatkan hasil
yang memuaskan.
Setelah dari pelatihan tersebut, Tina seakan kembali mendapatkan segumpal
cahaya yang begitu menguatkan langkah dan bahagia tak terkira.
Bahkan ia tidak pernah bermimpi akan lulus sebagai peserta terbaik di program
tata busana yang ditekuninya selama ini. Yang ia tahu selama ini, ia hanya
menjalankan semuanya sepenuh hati. Perihal hasil, selalu ia serahkan sepenuhnya
pada sang Ilahi Rabbi.
"Waktu itu nggak kepikiran sama sekali untuk keluar sebagai siswa terbaik se-
angkatan. Karena saya merasa biasa aja, banyak yang lebih hebat dari saya."
"Sampai ada teman bilang "eh kak Tina, kak Tina masuk salah satu nominasi
loh." Bingung lah saya, nominasi apa. Ternyata nominasi Siswa Terbaik."
"Perasaan saat itu haru banget, bener-bener di luar ekspetasi. Seneng juga
bisa membawa nama YBM PLN yang waktu itu masih Lazis PLN untuk lebih dikenal."
Keluar menjadi siswa terbaik tak lantas membuat Tina lupa daratan. Tina
tetaplah Tina yang rendah hati, yang haus akan Ilmu Pengetahuan.
Sepulangnya dari Depok, Tina kembali mengembangkan diri dengan mengajar di
rumah jahit Insan Mulia dan mulai merintis usahanya sendiri, yang ia namai "Rumah
Jahit Tifa"
Semakin ke sini, Tina merasa semakin mencintai dunia jahit. Kegemarannya
dalam bekreasi dan berinovasi, tak hanya membuatnya berhenti hanya sebatas ini.
Ia kerap kali mengikuti berbagai event lomba busana.
Menang ataupun kalah itu tak masalah baginya. Yang terpenting adalah
bagaimana bisa selalu mengekspresikan diri melalui berbagai inovasi di dunia jahit
yang begitu ia sukai.

Anda mungkin juga menyukai