Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Luka Bakar


2.1.1 Definisi Luka Bakar
Luka bakar merupakan kerusakan pada kulit yang disebabkan oleh
berbagai sumber non-mekanik seperti zat kimia, listrik, panas, sinar
matahari atau radiasi nuklir (Murray & Hospenthal, 2008).
Luka bakar adalah sebuah trauma hasil dari terpapar zat kimia, api,
radiasi atau karena aliran listrik. Perpindahan energi dari sumber panas ke
tubuh manusia menimbulkan efek-efek secara fisiologis, bahkan pada
beberapa kasus mengakibatkan kerusakan pada jaringan secara
irreversible. Tingkat keparahan luka bakar bervariasi dari kehilangan
bagian kecil dari lapisan kulit paling luar sampai dengan yang parah
melibatkan seluruh sistem tubuh. Perawatan luka bakar juga bervariasi dari
mulai yang sederhana sampai dengan cara pendekatan invasive, multi
system dan inter disiplin pada lingkungan yang aseptik di sebuah unit luka
bakar (LeMone, Burke, & Bauldoff, 2016).

2.1.2 Klasifikasi Luka Bakar


Berdasarkan kedalaman luka bakar Menurut (Rahayuningsih, 2012)
1. Luka bakar derajat I (super facial partial-thickness)
Luka bakar derajat pertama adalah setiap luka bakar yang di
dalam proses penyembuhan tidak meninggalkan jaringan parut. Luka
bakar derajat pertama tampak sebagai suatu daerah yang berwarna
kemerahan, terdapat gelembung-gelembung yang ditutupi oleh daerah
putih, epidermis yang tidak mengandung pembuluh darah dan dibatasi
oleh kulit yang berwarna merah serta hiperemis.
Luka bakar derajat pertama ini hanya mengenai epidermis dan
biasanya sembuh dalam 5-7 hari, misalnya tersengat matahari. Luka

6
7

tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitifitas


setempat. Luka derajat pertama akan sembuh tanpa bekas.
2. Luka bakar derajat II (Deep Partial-Thickness)
Kerusakan yang terjadi pada epidermis dan sebagian dermis,
berupa reaksi inflamasi akut disertai proses eksudasi, melepuh dasar
luka berwarna merah atau pucat, terletak lebih tinggi di atas permukaan
kulit normal, nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi. Luka bakar
derajat II ada dua Menurut (Rahayuningsih, 2012) :
a. Derajat II dangkal (superficial)kerusakan yang mengenai bagian
superficial dari dermis, apendises kulit seperti folikel rambut,
kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh. Luka sembuh dalam
waktu 10-14 hari
b. Derajat II dalam (deep) Kerusakan hampir seluruh bagian dermis.
Apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian masih utuh. Penyembuhan terjadi lebih lama,
tergantung apendises kulit yang tersisa. Biasanya penyembuhan
terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
3. Luka bakar derajat III (Full Thickness)
Kerusakan meliputi seluruh ketebalan dermis dan lapisan yang
lebih dalam, apendises kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea rusak, tidak ada pelepuhan, kulit berwarna abu-abu
atau coklat, kering, letaknya lebih rendah dibandingkan kulit sekitar
karena koagulasi protein pada lapisan epidermis dan dermis, tidak
timbul rasa nyeri. Penyembuhan lama karena tidak ada proses
epitelisasi spontan (Rahayuningsih, 2012).
Berdasarkan kedalaman luka, luka bakar dapat diklasifikasikan
sebagai derajat 1 sampai IV yang uraiannya seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Derajat Luka Bakar
Klasifikasi Kedalaman Morfologi Melepuh Sensasi Waktu
luka bakar luka Penyembuhan
Derajat I Epidermis Merah tidak ada sangat 1 minggu
nyeri
Derajat II epidermis dan merah jambu, Melepuh Sangat 2-3 minggu
(superficial dermis basah, waktu nyeri
partial (superfisial dan pengisian
thickness) dalam) kapiler cepat
Derajat III Epidermis, Pucat, merah Mungkin Nyeri 3 minggu, skin
(deep partial seluruh dermis, menetap, melepuh berkurang graft, dan
thickness) hingga lemak waktu eksisi
subkutan pengisian
kaliper
kurang
Derajat IV Menembus kulit Kulit putih Tidak Tidak Eksisi dan skin
(full dan lemak atau coklat graft
thickness) subkutan,
mencapai otot
dan tulang

Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh


tubuh. Pada orang dewasa digunakan rumus “rule of nine” yaitu luas kepala
dan leher, dada, punggung, pinggang, dan bokong, ekstermitas atas kanan
atau kiri, paha kanan atau kiri, tungkai dan kaki kanan atau kiri masing-
masing mewakili luas 9%, dan sisanya telapak tangan dan genetalia
mewakili luas 1%. Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas
relatif kepala anak lebih besar. Dikenal rumus10 untuk bayi dan rumus 10-
15-20 untuk anak. Pada anak-anak, kepala dan leher mewakili luas 15%,
badan depan dan belakang masing-masing mewakili luas 20%, ekstremitas
atas masing-masing mewakili luas 10%, dan ekstremitas bawah masing-
masing mewakili luas 15% (Sjamsuhidajat, 2013)

2.1.3 Etiologi Luka Bakar


Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal menurut
(Moenadjat, 2009), diantaranya adalah:
1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas
(scald), jilatan api ke tubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan
akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam
panas, dan lain-lain)
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh
darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan
sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak,
baik kontak dengan sumber arus maupun grown.
4. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif
untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat
terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka
bakar radiasi.

2.1.4 Patofisiologi Luka Bakar


Pajanan panas yang menyentuh permukaan kulit mengakibatkan
kerusakan pembuluh darah kapiler kulit dan peningkatan permeabilitasnya.
Peningkatan permeabilitas ini mengakibatkan edema jaringan dan
pengurangan cairan intravaskular. Kerusakan kulit akibat luka bakar
menyebabkan kehilangan cairan terjadi akibat penguapan yang berlebihan di
derajat 1, penumpukan cairan pada bula di luka bakar derajat 2, dan
pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat 3. Bila luas luka bakar
kurang dari 20%, biasanya masih terkompensasi oleh keseimbangan cairan
tubuh, namun jika lebih dari 20% resiko syok hipovolemik akan muncul
dengan tanda-tanda seperti gelisah, pucat, dingin, nadi lemah dan cepat,
serta penurunan tekanan darah dan produksi urin. Kulit manusia dapat
mentoleransi suhu 44°C (111°F) relatif selama 6 jam sebelum mengalami
cedera termal (Prasetyo, Ibrahim, & Somantri, 2014).

2.1.5 Gambaran Klinis


Gambaran klinis luka bakar dapat di kelompokkan menjadi trauma
primer dan sekunder, dengan adanya kerusakan langsung yang disebabkan
oleh luka bakar dan morbiditas yang akan muncul mengikuti trauma awal.
Pada daerah sekitar luka, akan ditemukan warna kemerahan, bulla, edema,
nyeri atau perubahan sensasi. Efek sistemik yang ditemukan pada luka
bakar berat seperti syok hipovelemik, hipotermi, perubahan uji metabolik
dan darah (Price & Wilson, 2008).
Syok hipovolemik dapat terlihat pada pasien dengan luka bakar
lebih dari 25% LPTT. Hal tersebut disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas pembuluh darah yang berlangsung secara kontinyu setidaknya
dalam 36 jam pertama setelah trauma luka bakar. Berbagai protein termasuk
albumin keluar menuju ruang interstitial dengan menarik cairan, sehingga
menyebabkan edema dan dehidrasi. Selain itu, tubuh juga kehilangan cairan
melalui area luka, sehingga untuk mengkompensasinya, pembuluh darah
perifer dan visera berkonstriksi yang pada akhirnya akan menyebabkan
hipoperfusi. Pada fase awal, curah jantung menurun akibat melemahnya
kontraktilitasmiokardium, meningkatnya afterload dan berkurangnya
volume plasma. Tumour necrosis factor-a yang dilepaskan sebagai
penurunan kontraktilitasmiokardium.
Suhu tubuh akan menurun secara besar dengan luka bakar berat,
disebabkan akibat evaporasi cairan pada kulit karena suhu tinggi luka bakar
dan syok hipovolemik. Uji kimia darah menujukkan tingginya kalium
(akibat kerusakan pada sel) dan rendahnya kalsium (akibat
hipoalbuminemia). Setelah 48 jam setelah trauma luka, pasien dengan luka
bakar berat akan menjadi hipermetabolik (laju metabolik dapat meningkat
hingga 3 kali lipat). Suhu basal tubuh akan meningkat mencapai 38,5°C
akibat adanya respon inflamasi sistemik terhadap luka bakar. Respon imun
pasien juga akan menurun karena adanya down regulation pada reseptor
sehingga meningkatkan resiko infeksi dan juga hilangnya barier utama
pertahanan tubuh yaitu kulit (Price & Wilson, 2008).
Nyeri akibat luka bakar dapat berasal dari berbagai sumber yaitu
antara lain, sumber luka itu sendiri, jaringan sekitar, penggantian pembalut
luka ataupun donor kulit. Setelah terjadinya luka, respon inflamasiakan
memicu dikeluarkannya berbagai mediator seperti bradikinin dan histamin
yang mampu memberi sinyal rasa nyeri.
Hiperalgesia primer terjadi sebagai respon terhadap nyeri pada
lokasi luka, sedangkan hiperalgesia sekunder terjadi beberapa menit
kemudian yang diakibatkan adanya transmisi saraf dari kulit sekitarnya
yang tidak rusak. Pasien dengan luka bakar derajat I atau derajat II
superfisial biasanya akan berespon baik terhadap pengobatan dan sembuh
dalam waktu 2 minggu, luka bakar tersebut tampak berwarna merah muda
atau merah, nyeri dan memiliki suplai darah yang baik (Rahayuningsih,
2012).

2.1.6 Fase Luka Bakar


1. Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada
fase ini, seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat
relatif life threatening. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme
bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya
dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih
dapat terjadi obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam
48-72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian
utama penderita pada fase akut
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi
yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara
paskan O dan tingkat kebutuhan respirasi sel dan jaringan) yang
bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan hiperdinamik yang
masih ditingkahi dengan problema instabilitas sirkulasi (Barbara, 2010).
2. Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi yang berlangsung sampai
21 hari. Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS) dan Multi-System Organ Dysfunction
Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak atau
perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah
yang bermula dari kerusakan jaringan akibat kontak dengan sumber
panas. Luka yang terjadi penyebab proses inflamasi dan infeksi, masalah
penutupan luka dengan titik perhatian pada luka terbuka atau tidak
dilapisi epitel luas dan atau pada struktur atau organ-organ fungsional
(Barbara, 2010).
3. Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung sekitar 8-12 bulan hingga
terjadinya maturasi parut akibat luka bakar dan pemulihan fungsi organ-
organ fungsional. Masalah yang muncul pada fase ini adalah penyulit
berupa parut yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas
dan kontraktur (Barbara, 2010).

2.1.7 Komplikasi Luka Bakar


Komplikasi luka bakar dapat berasal dari luka itu sendiri atau dari
ketidakmampuan tubuh saat proses penyembuhan luka (Notoatmodjo, 2010)
1. Infeksi luka bakar
Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung
utama dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis
menyebabkan tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti
bakteri dan jamur. Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung
dan kateter. Kateter urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius,
sedangkan tabung pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi
seperti pneumonia.
2. Terganggunya suplai darah atau sirkulasi
Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat
menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain
itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah
(blood clot) pada ekstremitas. Hal ini akibat lamanya waktu tirah baring
pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu mengganggu sirkulasi
darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang
kemudian akan membentuk sumbatan darah.
3. Komplikasi jangka panjang
Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan
psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks
terjadi secara berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka
bakar terjadi di area sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami
penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibarnya, pasien
memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan trauma
luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau post
traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan
gejala yang sering ditemukan pada penderita.

2.1.8 Pertolongan Pertama dalam Penanganan Luka Bakar


Menurut (Rahayuningsih, 2012) bahwa penanganan pertama pada
luka bakar antara lain menjauhkan penderita dari sumber luka bakar,
memadamkan pakaian yang terbakar, menghilangkan zat kimia penyebab
luka bakar, menyiram dengan air sebanyak-banyaknya bila terkena zat
kimia. Dan mematikan listrik atau buang sumber listrik dengan
menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan arus
(nonconductive).
Berdasarkan (Fitriana, 2014) menyebutkan bahwa menghentikan
proses pembakaran yaitu jika menemukan penderita masih dalam keadaan
terbakar makan harus segera dilakukan pemadaman dengan cara menyiram
air dalam jumlah yang banyak apabila disebabkan bensin atau minyak.
Menggulingkan penderita pada tanah (drob and roll) atau menggunakan
selimut basah untuk memadamkan api. Walaupun api sudah mati, luka
bakar akan tetap mengalami proses perjalanan pembakaran, untuk
mengurangi proses ini luka dapat disiram atau direndam dengan air bersih
untuk pendinginan. Perlu diketahui bahwa proses pemadaman ini hanya
akan berlangsung selama 15 menit, sehingga apabila pertolongan datang
setelah 15 menit, usaha sia-sia dan akan menimbulkan hipotermi. Tidak
diperbolehkan sekali-kali mengompres luka bakar dengan kassa air es
karena dapat mengakibatkan kerusakan jaringan.
Persepsi masyarakat dalam melakukan tindakan penangan luka bakar
masih kurang tepat dengan pemberian bensin, menyiram air dan pemberian
odol. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Rembulan, 2014) yang menyatakan
bahwa prinsip penanganan luka bakar adalah prinsip pengelolaan penderita
trauma yaitu airway, breathing, circulation, dissability, and exposure,
resusitasi cairan, penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi,
mengurangi rasa sakit, mencegah trauma mekanik pada kulit yang vital dan
elemen di dalamnya, dan pembatasan pembentukan jaringan parut.
Perawatan luka sehari-hari meliputi membersihkan luka, debridemen, dan
pembalutan luka (Rahayuningsih, 2012).
Berdasarkan teori (Smeltzer & Bare, 2013) menyatakan bahwa
dalam melakukan perawatan luka bakar terdapat tiga macam yaitu
pembersihan luka, pemberian terapi antibiotik topikal dan balutan. Pertama,
membersihkan luka dapat dilakukan dengan tap water.

2.2 Pengalaman
2.2.1 Definisi
Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami,
dijalani maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja terjadi.
Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodik, yaitu memori
yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu
pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi
otobiografi. Pengalaman merupakan peristiwa yang tertangkap oleh panca
indera dan tersimpan dalam memori. Pengalaman dapat diperoleh atau
dirasakan sat peristiwa baru saja terjadi maupun sudah lama berlangsung.
Pengalaman yang terjadi dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan
dan menjadi pedoman serta pembelajaran manusia (Notoatmodjo S. , 2010).

2.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pengalaman


Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun
melihat satu objek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh : tingkat
pengetahuan dan pendidikan seseorang, pelaku atau faktor pada pihak yang
mempunyai pengalaman, faktor obyek atau target yang dipersepsikan dan
faktor situasi dimana pengalaman itu dilakukan. Umur, tingkat pendidikan,
latar belakang sosial ekonomi, budaya, lingkungan fisik, pekerjaan,
kepribadian dan pengalaman hidup setiap individu juga ikut menentukan
pengalaman (Notoatmodjo S., 2010)
Pengalaman setiap orang terhadap suatu obyek dapat berbeda-beda
karena pengalaman mempuyai sifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi
memorinya. Apapun yang memasuki indera dan diperhatikan akan disimpan
di dalam memorinya dan akan digunakan sebagai referensi untuk
menanggapi hal yang baru.

2.3 Konsep Peran


2.3.1 Definisi Peran
Peran merupakan aspek dinamis dari status (kedudukan). Apabila
seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai dengan status
yang dimilikinya, maka dapat dikatakan telah menjalankan peranannya.
Maka peranan yang merupakan bentuk tingkah laku yang diharapkan dari
orang yang memiliki kedudukan atau status (Hidayati, Sakti Kaloeti, &
Karyono, 2011)
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan
posisi sosial yang diberikan, yang dimaksudkan dengan posisi atau status
adalah posisi individu dalam masyarakat sebagai suami, istri, anak,
orangtua, dan sebagainya (Nurhidayah, 2008).

2.3.2 Definisi Ibu dan Peranannya


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan
Nasional, 2003), “Ibu” berarti wanita yang telah melahirkan seorang anak.
Wanita atau ibu adalah : pengurus generasi keluarga dan bangsa sehingga
keberadaan wanita yang sehat jasmani dan rohani serta sosial sangat
diperlukan (Suparyanto, 2011). Wanita atau ibu adalah makhluk bio-psiko-
sosial-cultural dan spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan
dasar yang bermacam-macam sesuai dengan tingkat perkembangannya
(Sofyan, 2006). Ibu adalah pendidikan pertama dan yang paling utama bagi
anak, karena ibu lah yang telah mengalirkan air susunya kedalam darah dan
daging anak. Ibu merupakan sosok yang paling berpengaruh pada
pendidikan, kesehatan, jiwa dan badan bagi seluruh anggota keluarga,
khususnya anak-anak.
Ibu berperan sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga
sehingga ibu harus menyadari untuk mengasuh anak secara baik dan sesuai
dengan tahapan perkembangan anak. Peran ibu sangat penting dalam
kehidupan buah hatinya di saat anaknya masih bayi hingga dewasa, bahkan
sampai anak yang sudah dilepas tanggung jawabnya atau menikah dengan
orang lain seorang ibu tetap berperan dalam kehidupan anaknya (Zulkifli,
2008).
Peranan ibu dalam keluarga adalah sebagai berikut : (a) Pemberi
aman dan sumber kasih sayang (b) Tempat mencurahkan isi hati (c)
Pengatur kehidupan rumah tangga (d) Pembimbing kehidupan rumah tangga
(e) Pendidik segi emosional (f) Penyimpan tradisi. Peran ibu di definisikan
sebagai kemampuan untuk mengasuh, dan menentukan nilai. Peran
pengasuh adalah peran dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan
perawatan anak agar kesehatannya terpelihara sehingga diharapkan mereka
menjadi anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Selain
itu peran pengasuh adalah peran dalam pemberian kasih sayang, perhatian,
rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan
mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
Menurut (Effendy, 2009) peran ibu meliputi :
1. Mengurus rumah tangga. Dalam hal ini di dalam keluarga ibu
sebagai pengurus rumah tangga. Kegiatan yang biasa ibu lakukan
seperti memasak, menyapu, mencuci, dll
2. Sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya dan sebagai salah satu
kelompok dari peranan sosial.
3. Karena secara khusus kebutuhan efektif dan sosial tidak dipenuhi
oleh ayah. Maka berkembang suatu hubungan persahabatan antara
ibu dan anak-anak. Ibu jauh lebih bersifat tradisional terhadap
pengasuh anak (misalnya dengan suatu penekanan yang lebih besar
pada kehormatan, kepatuhan, kebersihan dan disiplin).
4. Sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Di dalam
masyarakat ibu bersosialisasi dengan masyarakat sekitarnya dalam
rangka mewujudkan hubungan yang harmonis melalui acara
kegiatan-kegiatan seperti arisan, PKK dan pengajian.
5. Ibu Sebagai Pembimbing Anak
Peranan ibu menjadi pembimbing dan pendidik anak dari sejak lahir
sampai dewasa khususnya dalam hal beretika dan susila untuk
bertingkah laku yang baik.

2.3.3 Pengalaman Ibu dalam Merawat Anak


Ibu sebagai pengasuh anak dengan luka bakar rentan terhadap
kesehatan fisik, sosial maupun psikologi karena ibu sebagai orang tua
membutuhkan tenaga, waktu dan pengorbanan yang besar. Gejala emosional
seperti depresi, perasaan bersalah, marah dan kecemasan menjadi gangguan
psikologi orang tua. Orang tua menjadi orang yang paling stres keadaan dan
pengobatan pada anaknya , baik itu stres secara fisik, psikologis, sosial dan
ekonomi. Masalah yang dihadapi seorang ibu dapat di gambarkan secara
objektif misalnya kebutuhan keuangan, dan pekerjaan, sedangkan masalah
subjektif terkait pada reaksi psikologis adanya kekhawatiran tentang masa
depan anak yang sakit. Tantangan yang dihadapi dalam merawat anak
dengan luka bakar, ibu terkadang menghadapi beberapa tantangan berupa
kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi seperti, pemberi pelayanan
kesehatan, terkadang ibu mendapatkan pelayanan yang kurang memuaskan
dari pemberi pelayanan kesehatan (Rokhaidah & Herlina, 2018).

2.3.4 Ketidakberdayaan Ibu dalam Penanganan Luka Bakar


Berdasarkan (Tupattinaja, 2012) mengatakan bahwa ketidak-
mampuan seseorang dalam menghadapi perubahan yang demikian cepat dan
dirasakan semakin bertambah berat dapat menimbulkan perasaan cemas
karena ketidakmampuan atau ketidakberdayaan untuk apa-apa selain
mengikuti saja alur keputusan yang ada berupaya melewati hari demi hari
sebagaimana adanya. Kecemasan adalah suatu keadaan yang membuat
seseorang tidak nyaman, khawatir, gelisah, takut, dan tidak tentram disertai
berbagai keluhan fisik, cemas berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti
dan tidak berdaya (Kurniawati, 2012). Faktor yang dapat menyebabkan
kecemasan misalnya masalah ekonomi, keluarga, pekerjaan, kondisi
kesehatan, pendidikan dan lain-lain (Amir, 2009).

2.3.5 Upaya Mencari Pelayanan Kesehatan


Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi
dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin
secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan, pelayanan juga dapat
diartikan sebagai usaha melayani kebutuhan orang lain (Hasyim, 2010).
Tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas bukan merupakan
hal baru. Masyarakat mengharap dalam mengurus kepentingan mereka pada
unit-unit pelayanan publik terutama pelayanan kesehatan di rawat inap akan
memperoleh pelayanan yang mudah, sederhana, lancar, cepat, tidak berbelit-
belit, ramah, manusiawi, kejelasan prosedur pelayanan, biaya yang masuk
akal, kenyamanan dan keterbukaan (Rahayuningsih, 2012).
Berdasarkan ungkapan partisipan yang dipersepsikan dengan di
bawa ke Rumah Sakit sesuai dengan teori Anjaryani (2009) bahwa Rumah
Sakit adalah bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang bersifat
komprehensif, mencangkup aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif, serta sebagai pusat rujukan kesehatan masyarakat.
Ketidakpuasan pasien diartikan sama dengan keluhan terhadap rumah sakit,
berikut pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya (dokter,
perawat, apoteker, psikolog dan lainnya) dan struktur sistem perawatan
kesehatan (biaya, sistem asuransi, kemampuan dan prasarana pusat
kesehatan dan lain-lain).

2.3.6 Keterbatasan Sarana dan Prasarana dalam Menangani Luka Bakar


Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat mencapai
maksud atau tujuan, alat dan media. Prasarana adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses (usaha,
pembangunan, proyek, dan sebagainya) sebagai contoh jalan dan angkutan
merupakan penting bagi pembangunan suatu daerah (KBBI, 2016).
Pelayanan kesehatan yaitu sarana yang menyediakan bentuk pelayanan yang
sifatnya lebih luas daripada bidang klinik, bersifat preventif, promotif, dan
rehabilitative (KBBI, 2016). Pelayanan kesehatan masyarakat adalah
pelayanan yang bersifat publik (Public goods) dengan tujuan utama
memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan
kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan,
pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi,
peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa
masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes,
2015).
Minimnya sarana dan prasarana yang di ungkapkan partisipan seperti
masalah untuk mencapai pelayanan kesehatan sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Tumuwe, Tilaar dan Maramis (2014) mengatakan bahwa
hambatan lainnya dalam mencapai target indikator standar pelayanan
minimal puskesmas ondong adalah masalah transportasi, cuaca, dan
kurangnya prasaran seperti puskesmas keliling, serta sember daya manusia
yang berkompetensi mengemudikan puskesmas keliling dan tingkat evaluasi
di puskesmas masih rendah . Menurut Hanlon dalam (Nara, 2014)
mengatakan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh
tersedianya sumber daya, pendapatan keluarga, jarak tempat tinggal dari
pusat kesehatan, persepsi sehat dari penerima dan pemberi pelayanan. Hal
ini berarti dengan meningkatnya kunjungan puskesmas disebabkan adanya
kesadaran individu dan masyarakat itu sendiri untuk mencapai serta
mendapatkan pelayanan kesehatan dan fasilitas kesehatan yang pemerintah
siapkan.

Anda mungkin juga menyukai