Bab I Skripsi Andhi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini memberikan

pengaruh positif terhadap jasa pelayanan kesehatan. Banyaknya informasi

yang diterima masyarakat baik dari media cetak maupun elektronik, membuat

masyarakat lebih kritis terhadap pemberian pelayanan kesehatan. Masyarakat

menuntut tanggung jawab yang lebih besar dari pemberi pelayanan kesehatan

untuk berbagai pelayanan yang diberikan kepada mereka. Hal ini memberikan

dampak yaitu peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas (Ismar.A,

2002).

Keperawatan adalah suatu interaksi antara perawat dan pasien, perawat

dan profesional lain, serta perawat dan komunitas. Proses interaksi manusia

terjadi melalui komunikasi: verbal dan non verbal, tertulis dan tidak tertulis,

terencana dan tidak terencana. Agar perawat efektif dalam berinteraksi,

mereka harus memiliki keterampilan komunikasi yang baik. Mereka harus

menyadari kata- kata dan bahasa tubuh yang mereka sampaikan pada orang

lain. Ketika perawat mengemban peran kepemimpinan, mereka harus menjadi

efektif, baik dalam keterampilan komunikasi verbal maupun komunikasi

tertulis (Kathleen, 2007).

Komunikasi yang jelas dan tepat penting untuk memberikan asuhan

keperawatan yang efektif, dan ini adalah tantangan yang unik dalam bidang
2

perawatan kesehatan saat ini. Banyak tantangan dalam memberikan perawatan

untuk pasien, adanya diversitas budaya dan bahasa juga menjadi tantangan

dalam bekerja dengan kolega. Komunikasi yang jelas mengenai perawatan dan

mengenai informasi pasien sama pentingnya, baik dalam bentuk interaksi

verbal dengan rekan kerja, catatan tertulis, atau publikasi dalam jurnal

profesional. Ketika perawat berpraktek pada abad ke -21, mereka harus cakap

dalam berkomunikasi menggunakan tekhnologi, termasuk komunikasi telepon

seperti triase telepon dan memiliki keterampilan komunikasi komputer yang

efektif . Peran komunikasi dalam pelayanan kesehatan tidak dapat dipisahkan

dari setiap pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit, tetapi

kadangkala pasien merasakan komunikasi yang sedang berjalan tidak efektif

karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya.

Jika kesalahan penerimaan pesan terus berlanjut akan berakibat pada

ketidakpuasan baik dari pihak keluaga pasien maupun petugas kesehatan.

Kondisi ketidakpuasan tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu

pelayanan yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien yang pada

akhirnya pasien akan lari pada institusi pelayanan kesehatan lainnya. Oleh

karena itu, alangkah bijaksana dan tepat jika institusi pelayanan kesehatan

(Rumah Sakit) dapat meningkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu

bentuknya adalah dengan meningkatkan komunikasi yang baik dan efektif

melalui komunikasi terapeutik.

Komunikasi terapeutik antara perawat dan pasien dapat mengatasi

hambatan komunikasi dan memberikan kesempatan bagi perawat


3

menjembatani budaya dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat yang

menggunakan sumber yang tersedia dan memecahkan masalah saat terdapat

kesulitan komunikasi akan lebih bisa membantu pasien dan keluarga untuk

mengakses perawatan dan manfaat dari pelayanan asuhan keperawatan. Saat

perawat mampu berkomunikasi dengan baik dalam bentuk verbal dan tertulis,

kualitas manfaat publikasi profesional dan perawat dapat memberikan sumber

yang lebih baik terhadap profesi.

Proses interaktif antara pasien dan perawat yang membantu pasien

mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain,

menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat dirubah, dan mengatasi

hambatan psikologis yang menghalangi realisasi ini disebut komunikasi

terapeutik. Komunikasi terapeutik berbeda dari komunikasi sosial, yaitu pada

komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan atau arah yang spesifik untuk

komunikasi, oleh karena itu, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang

terencana. Komunikasi paling terapeutik berlangsung ketika pasien dan

perawat keduanya menunjukan sikap hormat dan individualitas dan harga diri

(Kathleen, 2007).

Perawat dituntut untuk melakukan komunikasi terapeutik dalam

melakukan tindakan keperawatan agar pasien atau keluarganya tahu tindakan

apa yang akan dilakukan pada pasien dengan cara bahwa perawat harus

memperkenalkan diri, menjelaskan tindakan yang akan dilakukan, membuat

kontrak waktu untuk melakukan tindakan keperawatan selanjutnya.

Kehadiran, atau sikap benar-benar ada untuk pasien, adalah bagian dari
4

komunikasi terapeutik. Perawat tidak boleh terlihat bingung: sebaliknya,

pasien harus merasa bahwa dia merupakan fokus utama perawat selama

interaksi. Agar perawat dapat berperan aktif dan terapeutik, perawat harus

menganalisa dirinya yang meliputi kesadaran diri, klarifikasi nilai, perasaan

dan mampu menjadi model yang bertangung jawab. Seluruh perilaku dan

pesan yang disampaikan perawat hendaknya bertujuan terapeutik untuk

pasien. Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk

evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan tekhnik dan keterampilan

yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah pasien.

Peran komunikasi terapeutik dalam pelayanan kesehatan tidak dapat

dipisahkan dari setiap pasien yang sedang menjalani perawatan di rumah

sakit, tetapi kadangkala pasien merasakan komunikasi yang sedang berjalan

tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang diterimanya.

Jika kesalahan penerimaan pesan terus berlanjut akan berakibat pada

ketidakpuasan baik dari pihak keluaga pasien maupun petugas kesehatan.

Kondisi ketidakpuasan tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu

pelayanan yang diberikan petugas kesehatan kepada pasien yang pada

akhirnya pasien akan lari pada institusi pelayanan kesehatan lainnya

(Nursalam, 2002).

Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien adalah

komunikasi, dalam hal ini juga termasuk perilaku, tutur kata, keacuhan,

keramahan petugas, serta kemudahan mendapatkan informasi dan komunikasi

menduduki peringkat yang tinggi dalam persepsi kepuasan pasien di Rumah


5

Sakit. Tidak jarang walaupun pasien/ keluarganya merasa outcome tak sesuai

dengan harapannya, pasien/keluarga merasa cukup puas karena dilayani

dengan sikap yang menghargai perasaan dan martabatnya (Suryawati dkk,

2006).

Komunikasi merupakan komponen yang penting dalam keperawatan

sehingga perawat perlu menjaga hubungan kerjasama yang baik dengan

pasien. Penelitian yang dilakukan oleh Mardini (2002) tentang Analisis

Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Rawat Inap Di RS. PolPus Raden Said

Sukanto Tahun 2002, didapatkan dari 119 kuesioner yang layak dianalisis

terungkap bahwa tingkat kepuasan responden di rawat inap Rumkit Polpus

Raden Said Sukanto selama mereka dirawat yaitu sebesar 37,7% (72 orang)

sedangkan yang tidak puas adalah 62,3% (119 orang) (Suryadi, 2008)

Kurangnya kemampuan komunikasi perawat dalam berinteraksi

dengan pasien ditunjukkan oleh beberapa penelitian terkait, diantaranya yaitu

penelitian yang dipublikasikan di Eropa dan sebuah penelitian yang dilakukan

di Jepang serta di Indonesia. Penelitian yang dipublikasikan di Eropa pada

tahun 2002 yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi

perawat dalam merawat pasien dengan kanker menunjukkan bahwa perawat

masih kurang bisa menerapkan komunikasi terapeutik terhadap pasien dengan

kanker, mereka masih menggunakan simpatinya karena orang dihadapi

sedang menjelang ajal (Harlianty 2009). Sedangkan penelitian di Jepang

menyatakan bahwa sebagian besar perawat menunjukkan keefektifan yang

rendah dalam kemampuan komunikasinya . Di Indonesia penelitian yang


6

dilakukan oleh Rochana (2005) tentang "Kemampuan Perawat Dalam

menerapkan Komunikasi Terapeutik Terhadap Anak di Bangsal Anak di

Rumah Sakit Pemerintah di Semarang" menunjukkan bahwa lebih dari 50%

responden mempunyai kemampuan yang rendah dalam menerapkan

komunikasi terapeutik terhadap anak.

Rumah Sakit Umum Daerah Pariaman dengan alamat Jln. M. Yamin,

SH. No. 5 Pariaman, yang bernaung di bawah Pemerintah Provinsi Sumatera

Barat termasuk kategori Rumah Sakit Tipe C. Pelayanan pada ruangan

Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan ujung tombak awal pelayanan di

rumah sakit tersebut, dengan motto “ Ramah menerima, cepat dan terampil

demi keselamatan pasien”. Untuk itu setiap tahunnya dilakukan evaluasi

mengenai mutu pelayanan.

Hasil laporan survey awal kenyamanan pasien di Instalasi Gawat

Darurat RSUD Pariaman pada tahun 2012 didapatkan hasil 80,3% ,berarti

masih ada sekitar 19,7% yang menyatakan kurang nyaman dikarenakan

komunikasi yang kurang dari perawat sehingga responden memberikan saran

dan kritikan dalam memberikan pelayanan untuk memberikan penjelasan

kepada pasien dengan ramah dan lebih banyak lagi memberikan informasi

dengan komunikasi yang baik dan sopan (Medikal Record RSUD Pariaman;

Kepuasan pasien, 2012).

Berdasarkan pra penelitian, fenomena yang terjadi di IGD RSUD

Pariaman adalah minimnya komunikasi antara perawat dengan pasien.

Perawat hanya berkominukasi saat pasien masuk dan saat menganamnesa


7

atau wawancara dengan pasien dan ketika menemani dokter melakukan

pemeriksaan, memasang infus, merawat luka, memberikan suntikan,

memberikan obat dan menunggu apabila ada panggilan dari pasien atau

keluarganya. Perawat seharusnya melakukan pelayanan yang lebih

komunikatif serta bersifat edukasi tentang kesehatan yang sangat diperlukan

untuk kesembuhan pasien, serta memberikan asuhan keperawatan,

penyuluhan kesehatan sebagai upaya preventif dan promotif yang tidak boleh

dikesampingkan, selain upaya kuratif dan rehabilitative yang diberikan oleh

tim medis. Pasien dan keluarganya selalu mengharapkan dan menanti

informasi yang berkaitan dengan masalah kesehatan serta perkembangan

kondisi yang dialami dengan komunikasi yang efektif, pelayanan yang ramah,

cepat dan profesional ( Komunikasi Dalam Keperawatan, Nasir, A 2009).

Komunikasi yang kurang baik dari perawat akan berdampak buruk

diantaranya yaitu bisa menimbulkan kesalah pahaman antara perawat dengan

pasien maupun keluarganya dan pasien tidak puas. Perawat sering

menggunakan pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban “ya” dan

“tidak”, komunikasi yang seperti itu membatasi klien untuk memperluas

percakapan atau menyatakan permasalahan mereka sendiri (Mundakir, 2006).

Kepuasan pasien terhadap komunikasi perawat merupakan tingkat perasaan

seseorang pasien setelah membandingkan komunikasi perawat yang dirasakan

dengan harapan yang diinginkan oleh pasien setalah menjalani rawat inap.

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan tidak terlepas dari

komunikasi perawat dengan pasien yang dapat mempengaruhi kepuasan


8

pasien. Suryani mengatakan jika pasien tersebut tidak puas, maka kinerja dari

perawat dapat terhambat, dikarenakan pasien dapat melakukan tindakan-

tindakan yang dapat menghambat kerja petugas kesehatan, pasien tidak mau

kembali ke instalasi karena ketidakpuasan tersebut dan juga pasien merasa

sia-sia telah mengeluarkan biaya demi kesembuhannya (Suryani, 2005).

RSUD Pariaman sebagai salah satu RS pemerintah yang telah

terakreditasi 12 pelayanan dan telah berubah menjadi satu Pola Pengelolaan

Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK BLUD) pada tanggal 30

November 2012 maka Rumah Sakit berusaha meningkatkan mutu pelayanan

rumah sakit, setiap bulan mengadakan evaluasi tentang kepuasan pasien

secara menyeluruh mulai dari pelayanan dokter, perawat, paramedis non

perawat, administrasi, fasilitas, lingkungan pelayanan, menu makanan, dan

keamanan melalui kuesioner yang dibagikan oleh bagian humas kemudian

dirangkum untuk disampaikan pada saat pertemuan manajemen dan direksi

rumah sakit. Khusus untuk pelayanan keperawatan dilakukan evaluasi tentang

kinerja perawat dan pelayanan yang diberikan oleh perawat kepada pasien

termasuk komunikasi terapeutik kepada pasien, salah satunya dengan

menanyakan langsung kepada pasien tentang komunikasi yang telah

diberikan oleh perawat dengan cara wawancara dan observasi.

Dari survey pendahuluan yang dilakukan peneliti tanggal 20 Januari

2013 di dapatkan informasi dari 10 pasien yang mendapatkan tindakan.

Tujuh orang mengatakan bahwa perawat belum menjelaskan secara terbuka

mengenai prosedur tindakan, misalnya dalam pemasangan infus dimana


9

pasien hanya diberi tahu akan di infus tanpa penjelasan kenapa harus di infus,

dan masih ada perawat yang cuek, dan tiga orang pasien mengatakan perawat

sudah menjelaskan tindakan yang akan dilakukan. Sebenarnya

pasien/keluarga ingin tahu informasi dari tindakan yang akan dilakukan oleh

perawat. Dari informasi diatas, peneliti melihat bahwa pelaksanaan penerapan

komunikasi teraupetik di RSUD Pariaman belum dilakukan dengan baik,

dimana komunikasi tersebut sebagai sarana penyampaian informasi ke pasien

dan keluarga dalam memberikan asuhan keperawatan. Dimana setiap pasien

memiliki kebutuhan yang berbeda- beda pula, untuk itu perawat harus bisa

memahami kebutuhan pasien tersebut, dan salah caranya dengan memberikan

informasi kepada pasien dan keluarga melalui komunikasi yang terapeutik

(RSUD Pariaman; 2012)

Berdasarkan kenyataan ini, perawat di IGD RSUD Pariaman harus

mampu berkomunikasi secara terapeutik pada pasien dengan tepat dan benar

pada saat akan melakukan setiap tindakan. Perawat seharusnya tidak hanya

melakukan pemeriksaan rutin dan biasa. Bagi pasien penjelasan singkat

tentang apa yang harus dijalani dalam pemeriksaan atau perawatan sebelum

prosedur yang sebenarnya sangat membantu mengurangi kecemasan pasien

dan menjadikan pasien lega serta pasien akan menaruh kepercayaan pada

perawat karena hal tersebut mungkin merupakan pengalaman yang

menakutkan yang memberikan dampak traumatis.


10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diambil sebuah

rumusan masalah yaitu: “Hubungan Penerapan Komunikasi Terapeutik

Terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Pariaman Tahun

2013”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan penerapan komunikasi terapeutik terhadap

kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUD Pariaman tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui penerapan komunikasi terapeutik oleh perawat di instalasi

gawat darurat RSUD Pariaman.

b. Mengetahui kepuasan pasien yang datang berobat di instalasi gawat

darurat RSUD Pariaman.

c. Mengetahui hubungan penerapan komunikasi terapeutik terhadap

kepuasan pasien di instalasi gawat darurat RSUD Pariaman.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi perawat

Sebagai bahan masukan bagi perawat untuk meningkatkan

kemampuan dalam menerapkan komunikasi terapeutik dalam tindakan


11

keperawatan sehingga terjalin komunikasi yang baik antara perawat

dengan pasien.

2. Bagi Bagian Pelayanan Keperawatan RSUD Pariaman

Sebagai masukan dalam upaya peningkatan kemampuan perawat

dalam menerapkan komunikasi terapeutik pada pasien yang dapat

menunjang asuhan keperawatan di RSUD Pariaman.

3. Bagi peneliti

Menambah pengetahuan bagi peneliti untuk dijadikan sebagai

bahan wacana kedepan sehingga mendapatkan evaluasi tentang penerapan

komunikasi terapeutik.

4. Bidang ilmu

Penelitian ini merupakan sebagai bahan masukan untuk

komunikasi keperawatan khususnya dalam bidang ilmu keperawatan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi karena keterbatasan waktu dan

sumber dana yang tersedia, penelitian ini dilakukan pada perawat yang

memberikan asuhan keperawatan di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD

Pariaman.

Anda mungkin juga menyukai