Anda di halaman 1dari 108

DESKRIPSI POLA KOMUNIKASI ANTAR UMAT

BERAGAMA DI DESA PARON KECAMATAN NGASEM


KABUPATEN KEDIRI

SKRIPSI
Ditulis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:
AKHMAD BINTORO
NIM : 933502313

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


JURUSAN USHULUDDIN DAN ILMU SOSIAL
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) KEDIRI
2019
HALAMAN PERSETUJUAN

DESKRIPSI POLA KOMUNIKASI ANTAR UMAT BERAGAMA


DI DESA PARON KECAMATAN NGASEM KABUPATEN
KEDIRI

AKHMAD BINTORO
NIM. 9.335.023.13

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Diah Handayani M.Si Taufik Alamin, SS. M.Si


NIP. 19791216 200801 2 024 NIP. 19720725 200604 1 003
NOTA DINAS
Kediri, 15 Oktober 2019
Nomor :
Lampiran : 4 (empat) berkas
Hal : Bimbingan Skripsi

Kepada
Yth, Bapak Ketua Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Kediri
Di
Jl. Sunan Ampel 07 – Ngronggo Kediri

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Memenuhi permintaan Bapak Ketua untuk membimbing


penyusunan skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini:

Nama : AKHMAD BINTORO


NIM : 9335.023.13
Judul : Deskripsi Pola Komunikasi Antar Umat Beragama di Desa
Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri

Setelah diperbaiki materi dan susunannya, kami berpendapat


bahwa skripsi tersebut telah memenuhi syarat sebagai kelengkapan
ujian akhir Sarjana Strata Satu (S-1).
Bersama ini kami lampirkan berkas naskah skripsinya,
dengan harapan dapat segera diujikan dalam Sidang Munaqasah.
Demikian agar maklum dan atas kesediaan Bapak kami
ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Pembimbing I Pembimbing II

Diah Handayani, M.Si Taufik Alamin, SS. M.Si.


NIP. 19791216 200801 2 024 NIP. 19720725 200604 1 003
NOTA BIMBINGAN Kediri, 15 Oktober 2019

Nomor :
Lampiran : 4 (empat) berkas
Hal : Bimbingan Skripsi

Kepada
Yth, Rektor Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Kediri
Di
Jl. Sunan Ampel 07 – Ngronggo Kota Kediri

Assalaamu’alaikum. Wr. Wb.

Memenuhi permintaan Bapak Rektor untuk membimbing penyusunan skripsi


mahasiswa tersebut di bawahini:

Nama : AKHMAD BINTORO


NIM : 9335.023.13
Judul : Deskripsi Pola Komunikasi Antar Umat Beragama di Desa
Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri

Setelah diperbaiki materi dan susunannya, sesuai dengan petunjuk dan tuntunan
dalam siding munaqosyah yang diselenggarakan tahun 2019, kami berpendapat bahwa
skripsi tersebut telah memenuhi syarat untuk disahkan sebagai kelengkapan memperoleh
gelar Sarjana Strata Satu (S-1)

Demikian agar maklum dan atas kesediaan Bapak kami ucapkan terimakasih.

Pembimbing I Pembimbing II

Diah Handayani, M.Si TaufikAlamin, SS. M.Si


NIP. 19791216 200801 2 024 NIP. 19720725 200604 1 003

HALAMAN PENGESAHAN
DESKRIPSI POLA KOMUNIKASI ANTAR UMAT BERAGAMA DI DESA
PARON KECAMATAN NGASEM KABUPATEN KEDIRI

AKHMAD BINTORO
NIM. 9335.023.13

Telah Diujikan Di Depan Sidang Munaqosah Institut Agama Islam Negeri


(IAIN) Kediri Pada Tanggal 24 Oktober 2019

Tim Penguji,

1. Penguji Utama
Dr. Ropingi, M.Si (...........................................)
NIP. 19720626 199903 1002

2. Penguji I
Diah Handayani, M.Si (...........................................)
NIP. 19791216 200801 2 024

3. Penguji II
Taufik Alamin, SS. M.Si. (...........................................)
NIP. 19720725 200604 1 003

Kediri, .................
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Dakwah

Dr. Moh. Asror Yusuf, M.A


NIP. 19750613 200312 1 004

MOTTO
“MLAKUO SING APIK MASIO OGAK PINTER”

ABSTRAK
AKHMAD BINTORO, Dosen Pembimbing DIAH HANDAYANI, M.Si dan
TAUFIK ALAMIN, SS. M.Si Deskripsi Pola Komunikasi Antar Umat Beragama
di Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri, Komunikasi dan Penyiaran
Islam, Ushuluddin dan Ilmu Sosial, IAIN Kediri, 2019

Kata kunci: Pola Komunikasi, Antar Umat Beragama

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi


antar umat beragama di Desa Paron dengan menggunakan pendekatan
komunikasi antar budaya. Teori komunikasi antar budaya adalah pendekatan
untuk mengetahui bagaimana bentuk komunikasi yang melibatkan interaksi
antara orang-orang yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup
berbeda dalam suatu komunikasi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan teori
komunikasi antar budaya Larry A. Samovar. Samovar mengemukakan bahwa
komunikasi antar budaya terjadi ketika anggota dari suatu budaya tertentu
memberikan pesan kepada anggota dari budaya yang lain. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, focus group discussion
(FGD) meliputi pertanyaan dan dokumentasi, dilanjutkan dengan analisis data
menggunakan teori komunikasi antar budaya Larry A. Samovar.
Kesimpulannya, pola komunikasi masyarakat di Desa Paron
terbangun dari keterbukaan masyarakatnya walaupun berbeda agama
sehingga tercipta sikap toleransi. Tiap-tiap idividu maupun kelompok
memiliki ikatan yang kuat sebagai warga desa seperti sebuah keluarga yang
saling menjaga. Sehingga satu individu dengan individu yang lain akan
senantiasa menjaga hubungan agar tetap baik. Faktor yang menjadi
pendorong dari komunikasi antar umat beragama di Desa Paron adalah karena
tiap-tiap kelompok agama memiliki kesadaran yang tinggi dalam menjaga
desanya, mereka memiliki kesadaran yang tinggi untuk menjaga kedamaian
di desa. Meskipun memiliki perbedaan keyakinan, mereka tidak menjadikan
hal tersebut sebagai alasan untuk tidak menghargai kelompok agama lain.
Faktor yang menjadi penghambat pola komunikasi antar umat beragama di
Desa Paron adalah adanya perbedaan pendapat dalam menyikapi hal-hal
tertentu. Seperti misalnya perbedaan pilihan politik.

HALAMAN PERSEMBAHAN
Saya persembahkan skripsi ini untuk :

Ibu dan Bapak saya yang sangat saya hormati dan saya cintai.

Dosen Pembimbing yang baik hati dan selalu memberikan motivasi

Semua dosen IAIN Kediri

Dan untuk Sahabat-sahabat Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam dan lebih

khususnya mahasiswa-mahasiswi angkatan 2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi tepat pada waktunya, guna memenuhi sebagian

syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) dan salam semoga Allah limpahkan

kepada Nabi Muhammad SAW Sebagai pendidik agung dan rahmat bagi umat

seluruh alam.

Demikian juga atas keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-pengikutnya

yang setia. Dengan selesainya skripsi ini, ucapan terimakasih senantiasa penulis

sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya kepada

penulis, terutama kepada :

1. Ketua IAIN Kediri dan Ketua Jurusan Ushuluddin beserta Staff, atas segala

kebijaksanaan, perhatian dan dorongannya sehingga penulis dapat studi.

2. Ibu Diah Handayani, M.Si dan Bapak Taufik Alamin SS. M.Si selaku dosen

pembimbing yang disela-sela kesibukannya telah rela meluangkan waktu untuk

membimbing hingga terselesaikannya skripsi ini.

3. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis.

4. Dan semua pihak yang ikut dalam membantu menyelesaikan penyusunan

skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Atas segala jasa dan budinya, penulis tidak bisa memberikan balasan,

hanya doa semoga Allah yang akan memberikan balasan yang setimpal. Penulis

menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata kesempurnaan dan masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan koreksi, bimbingan,


pengarahan, kritik dan saran untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis memohon

taufiq dan hidayah-Nya semoga skripsi ini memberi manfaat bagi penulis maupun

para pembaca.

Kediri, 15 Oktober 2019

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN.............................................................................. ii
NOTA DINAS....................................................................................................... iii
NOTA BIMBINGAN............................................................................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... v
MOTTO................................................................................................................. iv
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN.................................................................................................
.........................................................................................................................viii
KATA PENGANTAR........................................................................................... x
DAFTAR ISI......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................
.........................................................................................................................xiii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian............................................................................................ 1
B. Fokus Penelitian................................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian.............................................................................................. 6
D. Kegunaan Penelitian......................................................................................... 7
E. Telaah Pustaka.................................................................................................. 7
F. Sistematika Penulisan........................................................................................ 10

BAB II : LANDASAN TEORI


A. Komunikasi Antar Budaya............................................................................... 11
1. Pengertian Komunikasi................................................................................ 11
2. Pengertian Budaya....................................................................................... 13
3. Pengertian Komunikasi Antar Budaya......................................................... 14
4. Proses Komunikasi Antar Budaya............................................................... 17
5. Komunikasi Sosial....................................................................................... 17
6. Pola Komunikasi.......................................................................................... 18
7. Faktor Pendukung Komunikasi Antar Budaya............................................ 20
8. Hambatan Komunikasi Antar Budaya......................................................... 22
B. Kerukunan Umat Beragama............................................................................. 23
1. Pengertian Kerukunan Umat Beragama....................................................... 23
2. Toleransi Menuju Kerukunan...................................................................... 25

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN


A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian.............................................................. 26
B. Kehadiran Peneliti............................................................................................. 26
C. Sumber Data..................................................................................................... 27
D. Metode Pengumpulan Data.............................................................................. 27
E. Pengecekan Keabsahan Data............................................................................ 31
F Analisis Data...................................................................................................... 32
G. Tahap-Tahap Penelitian.................................................................................... 33

BAB IV : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN


A. Paparan Data .................................................................................................... 34
1. Gambaran Umum Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri........ 34
a. Profil Desa Paron..................................................................................... 34
b. Kependudukan......................................................................................... 36
c. Agama dan Kepercayaan.......................................................................... 37
d. Mata Pecaharian....................................................................................... 38
e. Pendidikan................................................................................................ 40
2. Kondisi Sosial Desa Paron............................................................................ 42
B. Temuan Penelitian............................................................................................ 50
1. Pola Komunikasi Antar Umat Beragama di Desa Paron Kecamatan Ngasem
Kabupaten Kediri...........................................................................................
....................................................................................................................50
2. Faktor Pendorong Pola Komunikasi Antar Umat Beragama di Desa Paron
Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri........................................................ 50
3. Faktor Penghambat Pola Komunikasi Antar Umat Beragama di Desa Paron
Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri........................................................ 51

BAB V : PEMBAHASAN
A. Pola Komunikasi Antar Umat BerAgama di Desa Paron Kecamatan Ngasem
Kabupaten Kediri.............................................................................................. 52
B. Faktor Pendorong Pola Komunikasi Antar Umat BerAgama di Desa Paron
Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri............................................................. 55
C. Faktor penghambat Pola Komunikasi Antar Umat BerAgama di Desa Paron
Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri............................................................. 66

BAB VI : PEUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................................... 69
B. Saran................................................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 71
LAMPIRAN......................................................................................................... 73
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1 : Jumlah penduduk menurut jenis kelamin............................................... 37
Tabel 2 : Penganut Agama atau Kepercayan Masyarakat Desa Paron.................. 38
Tabel 3 : Tempat Ibadah........................................................................................ 38
Tabel 4 : Mata Pecaharian atau Profesi................................................................. 40
Tabel 5 : Tingkat Pendidikan Msyarakat Desa Paron........................................... 41
Tabel 6 : Struktur Pengurus Pemerintah Desa Paron............................................ 48
Tabel 7 : Struktur Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)........... 48
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1.1 : Denah/Peta Desa Paron................................................................. 36
Gambar 1.2 : Kegiatan soyo (menaikkan genteng rumah).................................. 50
BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang terdapat dalam lambang

Negara Indonesia, yakni Pancasila pada dasarnya merupakan pengakuan

bahwa negara Indonesia sebagai negara bangsa memiliki karakter

masyarakat bersifat majemuk, baik suku, adat istiadat, ras maupun agama

(SARA). Bangsa Indonesia sejak dahulu telah mengenal berbagai macam

agama dan budaya yang tumbuh serta hidup di tengah-tengah

masyarakatnya.

Dan sejak dahulu masyarakat Desa Paron yang berlatar belakang

agama yang beragam dapat hidup berdampingan secara rukun dan damai,

hal ini terjadi karena pola komunikasi nenek moyang di Desa Paron

mampu membangun basis kebudayaan yang berupa kearifan lokal yang

menjadi media komunikasi budaya yang efektif dalam kerangka

membangun keharmonisan hidup beragama pada khususnya dan

kebudayaan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu wajar jika

dikatakan bahwa keberagaman agama dan budaya di Indonesia menjadi

salah satu modal dasar dan kekuatan dalam mendukung pembangunan

nasional.1

1
Solihin Nasrudin, “Analisis Etika Kerukunan Umat Beragama (Studi Kasus Kabupaten
Nganjuk)”, Jurnal Lentera: Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi, Jurnal Lentera, Vol. 14,
No. 2 September 2016
Salah satu bukti nyata masyarakat di Desa Paron yang masih

mempertahankan tradisi budaya leluhur mereka adalah ketika para petani

panen, maka peternak sapi akan membantu mengupas hasil panen berupa

jagung yangmana keduanya saling menguntungkan, bagi petani mereka

tidak usah menyewa buruh lagi untuk membersihkan kulit jagung dan

sedangkan bagi peternak sapi mereka tidak perlu membeli makan untuk

sapi mereka, kulit jagung tersebut diberikan pada sapi mereka. Ketika

proses ini berlangsung mereka tidak memandang agama apapun baik

Islam, Kristen dan Hindu yang penting mereka bisa saling membantu dan

saling menguntungkan.

Kearifan yang ada pada masyarakat petani Desa Paron menjadi

sangat penting untuk dikaji, mengingat bahwa kearifan tradisi merupakan

sistem pengetahuan dan teknologi lokal di masyarakat masih

mempertimbangkan nilai-nilai adat, seperti bagaimana masyarakat

melakukan prinsip-prinsip melestarikan alam, manajemen, dan

memanfaatkan sumber daya alam, ekonomi, dan sosial. Desa Paron

Kecamatan Ngasem merupakan Desa yang terletak di Kabupaten Kediri

Jawa Timur, daerah yang masyarakatnya beranekaragam dalam aspek

agama. Paron merupakan daerah yang masyarakatnya disebut

multikultural yang selalu mengedepankan toleransi.

Masyarakat multikultural dipahami sebagai sebuah konsep tentang

masyarakat majemuk yang menghargai keragaman budaya dan agama

serta terjaganya keberagaman dalam masyarakat. Dalam kondisi ini


masyarakat dituntut untuk mewujudkan pola komunikasi yang

koeksistensi, yakni kesadaran hidup berdampingan secara damai dan

harmonis di tengah keberagaman.2

Pertumbuhan penduduk Desa Paron di bulan Oktober 2017

berjumlah 4.106 jiwa, terdiri dari laki-laki 2.096 jiwa, perempuan 2.010

jiwa. Sebagian besar adalah beragama Islam yang berjumlah 3.536 sisanya

Kristen 519 jiwa, Hindu 31 jiwa dan Katholik 20 jiwa. 3 Bagi umat

beragama, rumah ibadah merupakan hal penting dalam menjalankan ritual

keagamaan. Rumah ibadah tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk

menjalankan ibadah ritual semata, tetapi lebih dari itu rumah ibadah dapat

juga difungsikam sebagai tempat pendidikan dan kegiatan sosial

kemasyarakatan.

Di Desa Paron terdapat 12 rumah ibadah untuk penganut agama

Islam 2 (masjid) dan 10 (mushola), tempat ibadah ini juga difungsikan

sebagai tempat pengajian dan pada waktu lalu difungsikan sebagai tempat

belajar ilmu-ilmu agama sebelum ada gedung khusus. Sementara itu untuk

penganut agama Kristen terdapat 3 rumah ibadah (gereja) dan 1 rumah

ibadah penganut agama Hindu (pura) jumlah tempat ibadah di Desa Paron

keseluruhan 16 tempat ibadah.

Begitu juga dengan organisasi keagamaan di Desa Paron yang

semakin terlihat keberadaannya seperti Forum Kerukunan Umat Beragama

2
H.M Ridwan Lubis (ed.), Meretas Wawasan dan Praksis Kerukunan Umat Beragama di
Indonesia dalam Bingkai Masyarakat Multikultural, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, 2005), 2.
3
Kalkulasi penduduk Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri, Bulan Oktober 2017.
(FKUB) yang di bentuk sejak tahun 2016, yakni kumpulan tokoh-tokoh

setiap umat beragama dalam rangka membangun, memelihara dan

memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan di

Desa Paron. Jamaah yasinan putra dan putri yang menjadi rutinitas

kegiatan keagamaan di Desa Paron, khususnya untuk penganut agama

Islam untuk jamaah putra setiap hari kamis malam jumat dan yang putri

setiap hari minggu malam senin.

Jamaah barzanji dan diba’, rutin diadakan remaja putra dan putri

Desa Paron setiap sabtu malam minggu. Jamaah sholawat nariyah yang

menjadi rutinitas kaum ibu-ibu di Desa Paron setiap satu bulan sekali pada

hari minggu pahing dan Jamaah khotmul quran setiap minggu legi.

Setiap satu syuro, Desa paron mengadakan Bersih Desa/upacara

Adat yakni ritual yang diadakan di punden (makam) yang di ikuti semua

umat beragama yang ada di Desa Paron yang tujuanya mendekatkan diri

kepada sang pencipta, mempererat silaturahmi antar umat beragama dan

mengirim doa kepada leluhur yang dulu memperjuangkan Desa Paron.

Tingkepan upacara ini disebutjuga mitoni yang artinya tujuh,

upacara ini dilaksanakan saat usia kehamilan tujuh bulan dan pertama kali.

Dalam upacara ini disertai pecah kendi yang berisi air bunga, ibu yang

sedang hamil di doakan bertujuan untuk memohon kepada Tuhan Yang

Maha Esa agar selalu diberi rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan di

lahirkan selamat dan sehat.


Ritual ini pada dasarnya adalah tradisi di agama Hindu namun

seluruh masyarakat Desa Paron baik Hindu maupun nonHindu semua turut

berbondong-bondong berkumpul menjadi satu bersama-sama mendoakan

para leluhur di punden, baik nonHindu dating sebagai bentuk sikap

menghormati dan menghargai.

Dalam keberagaman keyakinan tersebut mereka saling menghargai

dan menghormati satu sama lain seperti tahlilan, mendoakan orang yang

sudah meninggal, mengundang warga, tidak memandang muslim maupun

non muslim yang tujuannya sama-sama medoakan orang yang meninggal,

tradisi ini masih berjalan sampai sekarang.

Selapan, upacara selapan ini dilakukan tepat saat sang bayi berusia

35 hari atau selapan. Upacara selapan ini menjadi tradisi masyarakat Desa

Paron yang merupakan bentuk rasa syukur atas berkat dan keselamatan

yang di berikan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada sang bayi juga ibunya.

Pada upacara ini, sang bayi akan dicukur rambutnya dan dipotong

kukunya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam hal persiapan bancakan

seperti tumpeng, sayur-sayuran, telur ayam yang direbus, bumbu urap,

buah-buahan, bubur putih dan merah serta kembang setaman. Setelah

dibacakan doa barulah hidangan tadi dimakan semua orang bersama-sama.

Walaupun Islam, Kristen dan Hindu memiliki penannggalan dan

tradisinya sendiri-sendiri namun tidak ada halangan bagi semua agama

untuk saling gotongroyong dalam menjalankan tradisi-tradisi tersebut.


Karena perbedaan tidak menjadi masalah di Desa Paron dan itu adalah

hasil dari pola komunikasi yang baik.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan konteks penelitian di atas maka penulis menyusun

fokus penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Pola Komunikasi Antar Umat Beragama Di Desa Paron

Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri?

2. Apa Faktor Pendorong Pola Komunikasi Antar Umat Beragama Di

Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri?

3. Apa Faktor Penghambat Pola Komunikasi Antar Umat Beragama Di

Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan antara lain untuk:

1. Mengetahui Pola Komunikasi Antar Umat Beragama Di Desa Paron

Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri.

2. Mengetahui Faktor Pendorong Pola Komunikasi Antar Umat

Beragama Di Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri

3. Mengetahui Faktor Penghambat Pola Komunikasi Antar Umat

Beragama Di Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri?


D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Secara Teoritis

Memperkaya kajian komunikasi khususnya studi tentang pola

komunikasi antar umat beragama yang menjadi dinamika kehidupan di

masyarakat multikultural seperti Indonesia.

2. Secara Praktis

Memberikan gambaran tentang perilaku komunikasi antar umat

beragama, baik verbal maupun nonverbal

E. Telaah Pustaka

1. Kerukunan Umat Beragama Di Indonesia (Belajar Keharmonisan Dan

Toleransi Umat Beragama Di Desa Cikakak, Kec. Wangon, Kab.

Banyumas)4

Jurnal oleh Rini Fidiyani, Fakultas Hukum Universitas Negeri

Semarang (UNNES). Tujuan penelitian ini adalah Penelitian ini

mengungkap mengenai kearifan lokal komunitas aboge yang ada di

Desa Cikakak, Kec. Wangon, Kab. Banyumas dalam menjaga

keharmonisan dan toleransi beragama. Metode penelitian yang

digunakan adalah kualitatif dengan metode pendekatan dari

4
Rini Fidiyani, “KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DI INDONESIA (Belajar Keharomonisan
dan Toleransi Umat Beragama Di Desa Cikakak, Kec. Wangon, Kab. Banyumas)”, Fakultas
Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES), Jurnal Dinamika Hukum Vol. 13 No. 3
September 2013
antropologi, etnografi dan hukum. Berdasar hasil penelitian, kearifan

lokal yang ada pada Komunitas Aboge juga tidak lepas dari nilai-nilai

kebudayaan Jawa, seperti saling menghargai (toleransi), menghargai

perbedaan, penghargaan dan penghormatan pada roh lelulur,

kebersamaan yang diwujudkan dalam kegiatan kerja bakti/gotong

royong, tulus ikhlas, cinta damai, tidak diskriminasi, terbuka terhadap

nilai-nilai dari luar dan konsisten.

Tidak ada perbedaan mencolok antara Islam Aboge dengan

Islam lainnya, hanya perhitungan penanggalan yang berbeda dan ini

menjadi simbol formal bagi mereka. Tidak ada pembinaan kerohanian

atau keagamaan dari instansi terkait. Instansi tersebut hanya memberi

perhatian terhadap desa tersebut yang berpotensi menjadi objek wisata.

Perlu ada langkah yang serius untuk melestarikan kearifan lokal

komunitas Islam Aboge agar tetap lestari.

2. Kerukunan Umat Beragama di Denpasar Bali5

Jurnal oleh Syamsudduha Saleh, Fakultas Ushuluddin Filsafat

dan Politik UIN Alauddin Makassar. Tujuan tulisan ini adalah untuk

melihat kehidupan beragama masyarakat multikultural di Denpasar,

bagaimana mereka hidup berdampingan dengan kehidupan harmonis,

dan bagaimana mereka mengalami gesekan-gesekan karena perbedaan

agama dan etnis. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif

dengan pendekatan interdisipliner, yaitu antropologi dan ilmu sosial.

5
Syamsudduha Saleh, “Kerukunan Umat Beragama Di Denpasar Bali”, Fakultas Ushuluddin,
Filsafat dan Politik UIN Alauddin Makassar, Jurnal AL-FIKR Vol. 17 No. 1 Tahun 2013
Hubungan antar umat beragama di Denpasar adalah kesadaran

masyarakat akan keberadaan sebagai masyarakat majemuk yang

memiliki persamaan (egaliter) dan perbeaan sebagai mahluk Tuhan

Yang Maha Esa. Kehidupan harmonis di Denpasar didasarkan oleh

adanya sikap saling menghormati dan saling menghargai atas

perbedaan agama masing-masing.

Perbedaan penelitian ini jika dibandingkan dengan penelitian

sebelumnya adalah tentang objek dan lokasi penelitian yang dipilih

peneliti. Di dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah

mengenai pola komunikasi antar umat beragama di desa Paron Kecamatan

Ngasem Kabupaten Kediri. Sedangkan persamaan dengan penelitian

sebelumya adalah toleransi umat beragama di Indonesia, yaitu

menggunakan analisis model Patton, wawancara mendalam.

F. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan, yaitu berupa konteks penelitian, fokus penelitian,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah pustaka, dan sitematika
penulisan.
BAB II : Landasan Teori, yaitu berupa pengertian komunikasi, pengertian
budaya, komunikasi antar budaya, proses komunikasi antar budaya,
komunikasi sosial dan pola komunikasi.
BAB III : Metode Penelitian, yaitu berupa pendekatan dan jenis penelitian,
kehadiran peneliti, sumber data, analisis data, pengecekan keabsahan data, dan
tahap-tahap penelitian.
BAB IV : Paparan Data dan Temuan Penelitian, yaitu tentang profil Desa
Paron dan pola komunikasi antar umat beragama di Desa Paron.
BAB V : Pembahasan, yaitu tentang deskripsi pola komunikasi antar umat
beragama di Desa Paron.
BAB VI : Penutup, berisi mengenai kesimpulan dan saran peneliti.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Komunikasi Antar Budaya

1. Pengertian Komunikasi

Hakikat dari komunikasi menurut Effendy adalah Proses

pernyataan manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan

seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat

penyalurnya

Sedangkan komunikasi Menurut Rogers dan Kincaid dalam

Cangara komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih

membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama

lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang

mendalam.

Menurut Harold Lasswell dalam Effendy komunikasi adalah

proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan

melalui media yang akan menimbulkan efek tertentu.

Komunikasi menurut David K. Berlo adalah Suatu yang

berkesinambungan dengan proses yang ada awal hingga akhir. Dalam

bahasa komunikasi penyataan seseorang dinamakan pesan (message),

orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator (communicator)

sedangkan orang yang menerima pernyataan diberi nama komunikan

(communicate). Berarti komunikasi adalah proses penyampaian pesan


dari komunikator kepada komunikan yang bertujuan untuk

menimbulkan efek tertentu pada komunikannya.

Dalam model komunikasi David K Berlo, unsur-unsur utama

komunikasi terdiri atas SCMR yakni Source (Sumber atau pengirim),

Message (Pesan atau informasi), Channel (Saluran dan Media) dan

receiver (Penerima). Disamping itu terdapat tiga unsur lain yaitu

feedback (Tanggapan Balik), Efek , dan Lingkungan.6

Lasswell mengemukakan suatu ungkapan yang sangat terkenal

dalam teori dan penelitian komunikasi. Ungkapan yang merupakan cara

sederhana untuk memahami proses komunikasi adalah dengan

menjawab pertanyaan sebagai berikut : siapa (who), berkata apa (says

what),melalui saluran apa (in which channel), kepada siapa (to whom),

dengan efek apa ? (with what effect ?)

Pertanyaan-pertanyaan Lasswell ini, meskipun sangat sederhana

atau terlalu menyederhanakan suatu fenomena komunikasi, namun

sangat membantu mengorganisasikan dan memberikan struktur pada

kajian terhadap konunikasi. Lasswell sendiri menggunakan pertanyaan-

pertanyaan tersebut untuk membedakan berbagai jenis penelitian

komunikasi.7

6
Onong Uchjana Effendy, Kamus Komunikasi, (Bandung : PT Mandar Maju, 1989), 33.
7
Bungin Burhan. Sosiologi Komunikasi (Jakarta : Kencana Prenada Media, 2007), 288-289.
2. Pengertian Budaya

Meurut Thwaites Budaya adalah praktik sosial yang melalui

makna diproduksi, disirkulsiksn, dan dipertukarkan. Pengertian ini dalam

tataran komunikasi baik komunikasi antarindividu maupun komunikasi

antarkelompok. Sehingga kelompok bukanlah ekspresi makna yang

berasal dari luar kelompok dan bukan menjadi nilai yang baku. Pada sifat

dasarnya tidak bisa kekal karena manusia, baik individu maupun anggota

kelompok, selalu dipengaruhi dengan aspek-aspek sosial, misalnya

pendidikan, politik, ekonomi dan sebagainya.

Menurut Yanto Subianto: kebudayaan adalah hasil karya, rasa dan

cipta manusia dalam masyarakat, karya adalah hasil usaha manusia

dalam bentuk yang terwujud dan kongkret dengan cara penggunaan

budaya seperti halnya teknologi yang termasuk kebudayaan kebendaan

“Material Culture”. Rasa meliputi jiwa manusia mewujudkan segala

kaidah-kaidah dan nilai-niai kemasyarakatan dalam arti yang luas,

didalamnya terdapat agama, idiologi, kesenian, dan lain-lain.

Adapun unsur-unsur tersebut merupakan ekspresi dari jiwa

manusia yang hidup sebagai anggota masyarakat, dan pembagian unsur

rasa itu termasuk kedalam kebudayaan “Immaterial Culture”.

Terakhir adalah unsur cipta merupakan berfikir orang-orang yang

hidup bermasyarakat dan salah satunya mengahsilkan filsafat serta ilmu

pengetahuan baik yang bersifat murni maupun terapan yang nantinya

diterapkan daam kehidupan bermasyarakat.8


8
Yanto Subianto S, Soal-jawab Sosiologi, (Bandung: Armico,1980),41.
Budaya menjadi praktik komunikasi antara manusia, misalnya

kita bisa mengetahui ekspresi seseorang dari foto yang dikirimkan

olehnya tanpa pernah sekalipun bertemu dengan orang tersebut. Namun,

dalam konteks budaya melalui perspektif semiotika ini, makna ekspresi

yang ditampilkan tentusaja sesuai praktik sosial yang secara umum

berlaku.9

3. Pengertian Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi Antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi bila

produsen pesan adalah anggota suatu budaya dan penerima pesanya

adalah anggota suatu budaya lainya.10 Komunikasi antarbudaya adalah

proses pembagian informasi, gagasan atau perasaan diantara mereka yang

berbeda latar belakang budayanya. Proses pembagian informasi itu

dilakukan secara lisan dan tertulis, juga melalui bahasa tubuh, gaya atau

tampilan pribadi, atau bantuan hal lain disekitarnya yang memperjelas

pesan.11

Pada dasarnya komunikasi antarbudaya adalah komunikasi biasa,

yang menjadi perbedaannya adalah orang-orang yang terlibat dalam

tersebut berbeda dalam hal latar belakang budayanya. Ada banyak

pengertian yang diberikan para ahli komunikasi dalam menjelaskan

komunikasi antarbudaya, diantaranya:

9
Rulli Nasrullah, Komunikasi Antar Budaya, (Jakarta: Kencana PT Prenada Media Group, 2012),
17
10
Deddy Mulyana, et. al, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-
orang Berbeda Budaya, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2005),20.
11
Alo Liliweri, Dasar-dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar 2013),9.
Menurut Larry A Samovar sebagaimana dikutip oleh Rini

Darmastuti memberi definisi tentang komunikasi antarbudaya sebagai

satu bentuk komunikasi yang melibatkan interaksi antara orang-orang

yang persepsi budaya dan sistem simbolnya cukup berbeda dalam suatu

komunikasi12. Dalam pandangan Samovar dan kawan-kawan ini,

komunikasi antar budaya terjadi ketika anggota dari dari suatu budaya

tertentu memberikan pesan kepada anggota dari budaya yang lain.

Komunikasi antarbudaya sering melibatkan perbedaan-perbedaan dan

etnis, namun komunikasi antarbudaya juga berlangsung ketika muncul

perbedaan-perbedaan yang mencolok tanpa harus disertai perbedaan-

perbedaan ras dan etnis.13

Menurut Aloliliweri, Andrea L. Rich Dab Dennis M Ogawa

sebagaimana dikutip oleh Armawati Arbi, komunikasi antarbudaya

adalah komunikasi antar orang-orang yang berbeda kebudayaannya.

Misalnya antara suku bangsa, etnik, ras dan kelas sosial.14

Menurut Deddy Mulyana, komunikasi antarbudaya (Inter Cultural

Communication) adalah proses pertukaran fikiran dan makna antar

orang-orang yang berbeda budayanya.15 Komunikasi Antar Budaya

memiliki tiga unsur sosio-budaya mempunyai pengaruh besar dan

12
Rini Darmastuti, Mindfullness dalam Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: Buku Litera
Yogyakarta, 2013), 63.
13
Ibid.
14
Armawati Arbi, Dakwah dan Komunikasi, ( Jakarta: UIN Press, 2003),182.
15
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003),
xi.
langsung atas makna-makna yang kita bangun dalam persepsi kita.

sebagai berikut:

a. Nilai

Nilai dalam suatu budaya menampakkan diri dalam prilaku

para anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut. Nilai ini

disebut nilai normatif .

b. Kepercayaan / Keyakinan

Dalam komunikasi antar budaya tidak ada hal yang benar atau

salah sejauh hal-hal tersebut berkaitan dengan kepercayaan. Bila

sesorang percaya bahwa suara angina dapat menuntun prilaku

seseorang kejalan yang benar, kita tidak dapat mengatakan bahwa

kepercayaan itu salah, kita harus dapat mengenal dan menghadapi

kepercayaan tersebut bila kita ingin melakukan komunikasi yang

sukses dan memuaskan.

c. Sikap

Kepercayaan dan nilai memberikan kontribusi pengembangan

da nisi sikap. Sikap itu dipelajari dari konteks budaya bagaimanapun

lingkungan kita, lingkungan itu akan turut membentuk sikap kita,

kesiapan kita untuk merespon dan akhirnya prilaku kita.16

4. Proses Komunikasi Antar Budaya

Komunikasi tidak bisa dipandang sekedar sebagai sebuah

kegiatan yang menghubungkan manusia dalam keadaan pasif, tetapi

16
Deddy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya, (Bandung: Widya PT Remaja Rosdakarya, 2011),
26.
komunikasi harus dipandang sebagai proses yang menghubungkan

manusia melalui sekumpulan tindakan yang terus menerus

diperbaharui. Jadi komunikasi itu selalu terjadi antara sekurang-

kurangnya dua orang peserta komunikasi atau mungkin lebih banyak

dari itu (kelompok, organisasi, publik dan massa) yang melibatkan

pertukaran tanda-tanda melalui; suara, seperti telepon atau radio; kata-

kata, seperti pada halaman buku dan surat kabar tecetak; atau suara dan

kata-kata, yaitu melalui televisi.17

5. Komunikasi Sosial

Komunikasi sosial, pengertian komunikasi ditinjau dari

pengertian komunikasi dalam pengertian secara umum. Komunikasi

sosial secara umum adalah setiap orang yang hidup dalam dan

masyarakat, sejak bangun tidur sampai tidur lagi, secara kodrati

senantiasa terlibat dalam komunikasi. Masyarakat paling sedikit terdiri

dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain dan

hubungannya menimbulkan Interaksi sosial.

Pengertian komunikasi sosial tidak hanya diartikan menurut

Astrid saja tetapi ada pengertian lain yang menyebutkan bahwa

komunikasi yang tidak semata-mata hanya terkait tentang media massa

dan teknologi tetapi lebih mengarah pola interaksi manusia dalam

masyarakat atau sebuah kelompok.

17
Ibid, 5
Menurut Muzafer Sherif komunikasi sosial adalah suatu

kesatuan sosial yang terdiri dua atau lebih individu yang telah

mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga

diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur, dan

norma-norma tertentu.18

6. Pola Komunikasi

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan

dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan cara

yang tepat. Sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Dimensi

pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola komunikasi yang

berorientasi pada konsep dan pola komunikasi yang berorientasi pada

sosial yang mempunyai hubungan yang berlainan.19

Menurut Effendy, Pola Komunikasi terdiri atas tiga macam

yaitu :

Pola Komunikasi satu arah adalah proses penyampaian pesan

dari Komunikator kepada Komunikan baik menggunakan media

maupun tanpa media, tampa ada umpan balik dari Komunikan

dalamhal ini Komunikan bertindak sebagai pendengar saja.20

a. Pola Komunikasi satu arah adalah proses penyampaian

pesan dari Komunikator kepada Komunikan baik

menggunakan media maupun tanpa media, tampa ada


18
Slamet Santoso, dinamika kelompok (Jakarta: bumi aksara, 2006), 36
19
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Rajawali Pers, 1987), 135.
20
Onong Uchjana Effendy, Kamus Komunikasi, (Bandung : PT Mandar Maju, 1989), 32.
umpan balik dari Komunikan dalamhal ini Komunikan

bertindak sebagai pendengar saja

b. Pola Komunikasi dua arah atau timbale balik (Two way

traffic aommunication) yaitu Komunikator dan Komunikan

menjadi saling tukar fungsi dalam menjalani fungsi mereka,

Komunikator pada tahap pertama menjadi komunikan dan

pada tahap berikutnya saling bergantian fungsi. Namun

pada hakekatnya yang memulai percakapan adalah

komunikator utama, komunikator utama mempunyai tujuan

tertentu melalui proses Komunikasi tersebut, Prosesnya

dialogis, serta umpan balik terjadi secara langsung.

c. Pola Komunikasi multi arah yaitu Proses komunikasi terjadi

dalam satu kelompok yang lebih banyak di mana

Komunikator dan Komunikan akan saling bertukar pikiran

secara dialogis.21

Pola menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan

sebagai bentuk (struktur) yang tetap. Komunikasi menurut Everret M.

Rogers yaitu Proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada

suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah

laku mereka.22

7. Faktor Pendukung Komunikasi Antar Budaya

21
Ibid., hal. 32
22
Badudu Js, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994),
a. Penguasaan Bahasa

Bahwa bahasa merupakan sarana dasar komunikasi. Baik

komunikator maupun audience (penerima informasi) harus

menguasai bahasa yang digunakan dalam suatu proses komunikasi

agar pesan yang disampaikan bias dimengerti dan mendapat respon

sesuai yang diharapkan.

Jika komunikator dengan audience tidak menguasai bahasa

yang sama, maka proses komunikasi akan menjadi lebih panjang

karena harus menggunakan media perantara yang bias

menghubungkan bahasa keduanya atau yang lebih dikenal sebagai

translator (penerjemah).

b. Sarana Komunikasi

Sarana yang dimaksud disini adalah suatu alat penunjang

dalam berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal.

Kemajuan teknologi telah menghadirkan berbagai macam sarana

komunikasi sehingga proses komunikasi menjadi lebih mudah.

Semenjak ditemukannya berbagai media komunikasi yang lebih baik

selain direct verbal (papyrus di Mesir serta kertas dari Cina), maka

komunikasi bisa disampaikan secara tidak langsung walau jarak

cukup jauh dengan tulisan atau surat. Semenjak penemuan sarana

komunikasi elektrik yang lebih canggih lagi (televisi, radio, pager,

telepon genggam dan internet) maka jangkauan komunikasi menjadi


sangat luas dan tentu saja hal ini sangat membantu dalam

penyebaran informasi. Dengan semakin baiknya koneksi internet

dewasa ini, maka komunikasi semakin lancar

c. Kemampuan Berpikir

Kemampuan berpikir (kecerdasan) pelaku komunikasi baik

komunikator maupun audience sangat mempengaruhi kelancaran

komunikasi. Jika intelektualitas si pemberi pesan lebih tinggi dari

pada penerima pesan, maka si pemberi pesan harus berusaha

menjelaskan.

Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir yang baik agar

proses komunikasi bisa menjadi lebih baik dan efektif serta mengena

pada tujuan yang diharapkan. Begitu juga dalam berkomunikasi

secara tidak langsung misalnya menulis artikel maupun buku, sangat

dibutuhkan kemampuan berpikir yang baik sehingga penulis bisa

menyampaikan pesannya dengan baik dan mudah dimengerti oleh

pembacanya. Demikian juga halnya dengan pembaca, kemampuan

berpikirnya harus luas sehingga tujuan penulis tercapai.

d. Lingkungan yang Baik

Lingkungan yang baik juga menjadi salah satu faktor

penunjang dalam berkomunikasi. Komunikasi yang dilakukan di

suatu lingkungan yang tenang bisa lebih dipahami dengan baik

dibandingkan dengan komunikasi yang dilakukan di tempat

bising/berisik. Komunikasi dilingkungan kampus perguruan tinggi


tentu saja berbeda dengan komunikasi yang dilakukan ditempat yang

penuh dengan keramaian yaitu dipasar, konser musical maupun

tempat keramaian yang lainnya.23

8. Hambatan Komunikasi Antarbudaya

Perbedaan bahasa merupakan kendala atau hambatan pertama

dalam proses komunikasi antarbudaya dari perbedaan makna dari setiap

simbol. Untuk mencapai sasaran sebagaimana yang telah diuraikan,

komunikasi antarbudaya sering mengalami berbagai hambatan. Adapun

hambatan-hambatan komunikasi antarbudaya yaitu sebagai berikut:

a. Faktor Psikologis

Kondisi psikologis memiliki kekuatan untuk memengaruhi secara

positif dan negatif terhadap berjalanya proses komunikasi. Dengan

mengetahui kondisi psikologis, seorang komunikatortahu kapan

dan bagaimana ia harus melakukan komunikasi dengan

komunikanya. Bila ia menemukan kondisi psikologis yang bias

menghambat komunikasi, ia akan memilih untuk menghindari atau

menunda komunikasi.24

b. Faktor Ekologis

Ekologi atau lingkungan berkaitan dengan kekuatan-kekuetan

eksternal yang memengaruhi peserta komunikasi. Lingkungan

sosial, seperti perbedaan tingkat sosial ekonomi, bias menimbulkan

23
Ahmad Sihabudin, Komunikasi Antarbudaya, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011), 106.
24
Shoelhi, Muhammad. Komunikasi Lintas Budaya dalam Dinamika Komunikasi Internasional.
(Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2015), 17.
dampak yang kurang menguntungkan dalam komunikasi

antarbudaya.25

c. Faktor Mekanis

Hambatan mekanis berkaitan dengan teknologi atau media yang

digunakan untuk berkomunikasi, seperti pertemuan-pertemuan,

festival, telekonverensi, perbincangan radio, dan chatting. Apabila

seseorang tidak memiliki pengalaman dalam menggunakanan

media teknologi tertentu untuk berkomunikasi ia cenderung

mengandalkan metode lama yang boleh jadi tidak memadai bagi

penerima pesan (komunikan).26

B. Kerukunan Umat Beragama

1. Pengertian Kerukunan Umat Beragama

Secara etimologis kata kerukunan berasal dari bahasa Arab, yaitu

“ruknun” yang berarti tiang, dasar, sila. Jamak dari ruknun ialah

“arkaan” yang berarti bangunan sederhana yang terdiri atas berbagai

unsur. Jadi, kerunan itu merupakan suatu kesatuan yang terdiri atas

berbagai unsur yang berlainan dan setiap unsur tersebut saling

menguatkan.27

Kerukunan umat beragama yaitu hubungan sesama umat

beragama yang dilandasi dengan toleransi, saling pengertian, saling

25
Ibid.
26
Ibid., 17-18.
27
H. Said Agil Husin Al Munawar, Fikih hubungan Antaragama ( Jakarta:Ciputat Press, 2003), 4
menghormati, saling menghargai dalam kesetaraan pengamalan ajaran

agamanya dan kerjasama dalam kehidupan masyarakat dan bernegara.

2. Toleransi Menuju Kerukunan

Dalam percakapan sehari-hari seolah tidak ada perbedaan antara

kerukunan dengan toleransi. Sebernarnya, antara kedua kata ini, terdapat

perbedaan, namun saling memerlukan. Kerukunan mempertemukan

unsurunsur yang berbeda, sedang toleransi merupakan sikap toleransi

dari kerukunan. Tanpa kerukunan, toleransi tidak pernah ada, sedangkan

toleransi tidak pernah tercermin bila kerukunan belum terwujud.

Istilah toleransi berasal dari bahasa inggris, “tolerance” berarti bersikap

memberiarkan, mengakui dan menghormati keyakinan orang lain tanpa

memerlukan persetujuan. Bahasa arab menerjemahkan dengan

“tasamuh” berarti saling mengijinkan, saling memudahkan.28 Jadi

toleransi mengandung konsensi. Artinya, pemberian yang hanya

didasarkan kepada kemurahan dan kebaikan hati dan bukan didasari

kepada hak.

Toleransi ststis adalah toleransi dingin tidak melahirkan kerjasama. Bila

pergaulan antara umat beragama hanya dalam bentuk stastis, maka

kerukunan antara umat beragama hanya dalam bentuk teoritis. Toleransi

dinamis adalah toleransi aktif melahirkan melahirkan kerjasama untuk

28
Said Agil Husaini Al-Munawar, Fikih Hubungan Antarr Agama, (Ciputat: Pt. Ciputata presa
2005), 1
tujuan bersama, sehingga kerukunan umat beragama bukan dalam

bentuk teoritis, tetapi sebagai refleksi dari kebersamaan umat beragama

sebagai satu bangsa.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian dan Lokasi Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif.

Peneliti ingin menggambarkan secara alami tentang variabel, gejala dan


keadaan dengan tidak menggunakan hipotesis. Penelitian ini bertujuan ingin

memberikan gambaran tentang bentuk-bentuk komunikasi antar umat

beragama di Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri secara

deskriptif. Melalui metode deskriptif akan mampu memaparkan fenomena

secara rinci serta menghadirkan analisis yang lebih mendalam yang tidak

mampu diungkap dengan metode kuantitatif.

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian kualitatif, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain

merupakan alat pengumpul data utama. Hal itu dilakukan karena, jika

memanfaatkan alat yang bukan manusia dan mempersiapkan dirinya

terlebih dahulu sebagai yang lazim digunakan dalam penelitian klasik,

maka sangat tidak mungkin untuk mengadakan penyesuaian terhadap

kenyatan-kenyatan yang ada di lapangan.29

C. Sumber Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data yang digunakan berdasarkan

data primer dan data skunder.30 Metode ini digunakan untuk mengumpulkan

data-data yang berkaitan dengan penelitian.

a. Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang secara khusus

menjadi objek penelitian. Adapun data primer yang digunakan dalam

29
Lexy J, Moleong, Metode Penelitian Kualitatif : Edisi Revisi (Bandung : PT. Remaja Rosda
Karya, 2012), 9.
30
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta 2003, Cet. Ke 6), 83.
penelitian ini adalah masyarakat di Desa Paron Kecamatan Ngasem

Kabupaten Kediri.

b. Data Skunder

Sumber data skunder adalah sumber data yang menjadi

pendukung data-data primer dalam melengkapi tema penelitian. Adapun

data skunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku,

ensiklopedia, jurnal serta literatur lain yang berkaitan dengan penelitian

ini.

D. Metode Pengumpulan Data

1. Observasi

Peneliti melakukan pengamatan terhadap deskripsi pola komunikasi

antar umat beragama di Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri.

Pengamatan ini meliputi cara berkomunikasi, cara berbicara, penggunaan

bahasa baik verbal maupun nonverbal. Observasi dilakukan oleh peneliti

dengan mengikuti berbagai kegiatan yang ada di Desa Paron, baik yang

sifatnya sosial kemasyarakatan maupun sosial keagamaan.

2. Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discussion (FGD) adalah wawancara kelompok dari

sejumlah dari sejumlah individu dengan status sosial yang relatif sama, yang

memfokuskan interaksi dalam kelompok berdasarkan pertanyaan-

pertanyaanyang di kemukakan oleh pendamping yang berperan sebagai


moderator dalam kelompok diskusi tersebut. Hasil wawancara dari metode

FGD adalah berupa suatu manuskrip dan diskusi kelompok tersebut. 31

Peserta FGD dalam suatu diskusi tidak lebih dari 10 orang dengan

status sosial atau tingkat jabatan (formal) yang relatif sama. Oleh karena itu

pemilihan partisipan atau peserta menjadi sangat selektif dan tergantung

dengan topik yang akan didiskusikan (dalam hal ini, topik diskusi adalah

yang relevan dengan Program Pengembangan Komunitas) dan

“keberhasilan” pelaksanaan sangat tergantung dari pada peranan

pendamping sebagai moderator FGD.

Secara keseluruhan FGD akan dilaksanakan mulai dari tingkat

kelompok, komunitas dan lokalitas. Oleh karena itu, tebal dan kedalaman

diskusi akan berbada di antara tingkatan tersebut.

Lama diskusi bergantung dari peranan moderator memimpin dan

menggali pertanyaan-pertanyaan sehingga timbulah diskusi di antara

partisipan. Apabila setiap partisipan mampu mengekspresikan pandangan,

gagasan dan argumenya rata-rata 30 menit, maka pelaksanaan FGD bisa

sampai 5 jam.

Langkah pertama pendamping perlu melakukan “pendekatan”

kepada partisipan di tingkat kelompok, komunitas atau, lokasitas untuk

menjelaskan latar belakang dan tujuan dilaksanakannya FGD. Rencana

tersebut juga harus menghasilkan rencana, waktu dan tempat pelaksanaan

FGD.

31
Fredian Tonny Nasdian, Pengembangan Masyarakat, 2014 (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Iindonesia), Hal. 119.
Langkah kedua baik menggunakan wewenang formal baik di tingkat

lokalitas maupun komunitas mengundang peserta atau partisipan FGD.

Langkah ketiga sebelum FGD dimulai, pendamping harus faham

struktur sosial ekonomi masyarakat dan dinamika komunitas di daerah

tersebut. Kemudian moderator perlu menjelaskan kepada partisipan bahwa

diskusi dengan metode ini diharapkan bisa memperoleh visi dan pandangan

“daerah” terhadap pengembangan komunitas di kawasannya.

Langkah keempat ketika FGD berlangsung, ada dua hal yamh perlu

dilakukan yaitu: (a) “merekam” seluruh jalannya dan pembicaraan dalam

diskusi (direkam di dalam casset); (b) “mensuplai” butir-butir pertanyaan

yang dikembangkan selama diskusi berlangsung kepada moderator agar

pembahasan semakin “tajam” dan jelas arahnya. Di samping itu pertanyaan

tersebut bisa dilemparkan langsung dalam diskusi tersebut.

Langkah kelima, ketika FGD berlangsung, moderator harus

memberikan kesempatan yang seimbang kepada seluruh partisipan untuk

mengekspresikan gagasan dan pandangan tentang pengembangan

komunittas. Dan yang paling penting moderator harus mampu

memunculkan “perdebatan” di antara partisipan.

Langkah keenam, hasil tertulis yang “direkam” dari FGD digunakan

sebagai dasar untuk mengembangkan butir-butir pertanyaan yang lebih

tajam dari pertanyaan umum yang telah dirumuskan sebelumnya.32

a. Wawancara

32
Ibid., 121
Wawancara mendalam dilakukan kepada organisai keagama di

Desa Paron dengan pertanyaan terbuka. FKUB menjadi sasaran objek

peneliti untuk melakukan wawancara kepada berbagai sumber yang

menjadi anggota, untuk menangkap fenomena komunikasi yang terjadi.

Peneliti melakukan wawancara dengan delapan informan yang sebagai

berikut: Suroto Afandi (Ketua FKUB), Asngari, Didit, Purnoto, Didik

dan Joko.

b. Dokumentasi

Dokumentasi disini adalah melakukan pengambilan gambar dan

video pada saat masyarakat dari berbagai kalangan agama berkumpul

dan membahas tentang kerukunan dan kesejahteraan umat.

E. Pengecekan Keabsahan Data

Penelitian ini menggunakan kriteria derajat kepercayaan (credibility)

dalam menetapkan keabsahan data. Derajad kepercayaan dimaksudkan

untuk mencapai tingkat kepercayaan penemuan dan menunjukkan derajat

kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti

pada kenyataan ganda yang sedang diteliti.33 Ada pun teknik pemeriksaan

yang digunakan adalah :

1. Ketekunan / Keajegan Penelitian

Ketekunan pengamatan yakni pengamatan yang terus menerus pada

realitas yang diteliti, guna menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam

33
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT Remaja Rosdakarya, 1993), 324
situasi yang relevan dengan permasalahan atau isu penelitian, serta

memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.34

2. Trianggulasi

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu Denzim

membedakan empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang

memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.35

Menurut Sugiyono triangulasi sumber berarti untuk mendapatkan

data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. 36 Jadi

peneliti melakukan wawamcara mendalam dengan teknik yang sama kepada

warga berbeda agama, untuk mendapatkan fakta. Selain itu peneliti juga

melakukan observasi yakni terlibat langsung di dalam karang taruna di desa

yang menjadi tempat penelitian. Supaya masing-masing cara dapat

menghasilkan data yang berbeda yang selanjutnya akan memberikan

pandangan yang lebih luas untuk memperoleh kebenaran penelitian.

F. Analisis Data

Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur uraian data.

Mengorganisasikannya kedalam pola, kategori, dan satu uraian dasar.37 Data

yang terkumpul dalam wawancara mendalam dan dokumen-dokumen

34
. Sugeng Puji Leksono, Metode Penelitian Komunikasi : Kualitatif (Malang : Intrans Publising,
2016), 141.
35
Moleong, Metode Penelitian., 330.
36
Sugiyono, Metode Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung : CV Alfabeta 2013). 330-331
37
Moleong, Metode Penelitian ., 103
diklasifikasikan kedalam kategori-kategori tertentu.38 Dalam analisis data

yang telah terkumpul kemudian dianalisis menggunakan teori komunikasi

antar budaya Larry A. Samovar. Samovar dalam teorinya mengatakan

bahwa ada tiga elemen utama yang membentuk persepsi budaya dan

berpengaruh besar atau langsung terhadap individu peserta komunikasi antar

budaya. Pertama adalah pandangan dunia (sistem kepercayaan atau agama,

nilai-nilai budaya dan perilaku), kedua ialah sistem simbol (verbal dan tidak

verbal), dan ketiga adalah organisasi sosial (keluarga dan institusi).39

G. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memiliki beberapa tahapan penelitian untuk

menyelesaikan masalah yang peneliti angkat, yaitu :

1. Mengikuti karangtaruna di Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten

Kediri untuk memperoleh informasi mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan Desa Paron.

2. Peneliti mencari dan mengumpulkan buku dan juga penelitian-penelitian

terdahulu yang membahas pola komunikasi antar umat beragama untuk

dijadikan bahan referensi.

3. Peneliti melakukan konsultasi dengan pembimbing peneliti, yakni Diah

Handayani, M.Si dan Taufik Alamin, SS., M.Si.

Rachmat Kriyatono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2007), 193.
38

Larry A. Samovar, R. E. dan Edwin R. McDaniel, Communication Between Culture 7E (Boston:


39

Wadsworth, 2010), 50
4. Peneliti menulis data-data yang diperoleh serta teori yang digunakan dalam

penelitian.

5. Peneliti menganalisis data dari paparan data dan temuan penelitian

menggunakan teori yang peneliti paparkan pada Bab II.

BAB IV

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Paparan Data

1. Gambaran Umum Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri

a. Profil Desa Paron

Desa Paron pada mulanya secara administrasi merupakan bagian

dari duapuluh tiga desa dari wilayah Kecamatan Gampengrejo sejarah


dengan berjalannya waktu Kecamatan Gampengrejo dipecah menjadi

dua, yaitu Kecamatan Gampengrejo dan Kecamatan Ngasem, dengan

adanya pemecahan administrasi itu Desa Paron masuk dalam wilayah

administrasi Kecamatan Ngasem.

Desa Paron mayoritas penduduknya mempunyai mata

pencaharian di sektor pertanian. Menurut sejarah yang berkembang di

masyarakat Desa Paron diberi nama Paron karena secara geografis saat

itu dibagi oleh sungai yang membentang di tengah-tengah Desa sehingga

wilayah desa seakan-akan terbelah menjadi dua bagian barat sungai dan

timur sungai.

Di barat sungai ada dua makam petilasan yaitu Setono Karanglo

yang konon makam dari Ki Ageng Karanglo yang diyakini warga

masyarakat sebagai salah satu pendiri Desa Paron dan beliau merupakan

prajurit Pangeran Diponegoro yang melakukan si’ar agama Islam di

wilayah Kediri, ditengah-tengah pelariannya pasca kekalahan perlawanan

Pangeran Diponegoro melawan Belanda sekitar abad XVII M dan beliau

mendirikan padepokan yang diberi nama Padepokan Karanglo.

Di barat sungai tersebut juga ada makam petilasan yang diberi

nama Setono Kembangan yang merupakan makam dari Eyang Putri

Retnosari yang memiliki kebiasaan menggelar Langen Beksan atau

Tayub yang hingga kini setiap pelaksanaan Bersih Desa pada bulan

Muhharam/Asyura tetap dilaksanakan ritual Tayuban/Langen Beksan di

lokasi Setono Kembangan yang dihadiri dan diikuti masyarakat dan


Kepala Desa serta Perangkat Desa yang Ritualnya didahului Slamatan

atau Kenduri yang dipimpin oleh Pinisepuh Adat, namun tradisi

slamatan/kenduri tidak dilaksanakan di Setono Kembangan saja namun

juga di Tiga makam Petilasan yaitu di awali dari Setono Karanglo

kemudian Petilasan Setono Kembangan dan khusus untuk makam Setono

Kembangan setelah Slamatan/Kenduri dilanjutkan dengan Ritual Langen

Beksan/Tayuban yang kemudian prosesi Slamatan/Kenduri dilanjutkan

kemakam Petilasan Setono Aru-aru yang lokasinya di timur sungai yang

konon disitu merupakan Makam dari Eyang Wongso Direjo, Eyang

Wongso Dikromo dan Eyang Wongso Taruno.

Warga Desa Paron meyakini akan mitos dari pemberian nama

Paron sehingga menyebabkan keberadaan kemajemukan agama yang

diyakini masyarakat yaitu Agama Islam, Kristen dan Hindu yang dulu

juga ada pemeluk Agama Buddha.40

b. Kependudukan

Desa Paron merupakan salah satu Desa yang berada dikecamatan

Ngasem Kabupaten Kediri dengan luas wilayah 176,13 Ha, yang semua

terbagi atas 21 Ha digunakan untuk pemukiman, 88,390 Ha digunakan

untuk pertanian, 66,74 Ha digunakan untuk sarana umum lainnya, di

kelurahan ini terdiri dari 8 Rw dan 23 Rt. Kelurahan ini berbatasan

dengan :

- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Bulupasar Kecamatan

Pagu
40
Peraturan desa paron no 06 tahun 2015, hal 8-9.
- Sebelah selatan : Berbatasan dengan Desa Gogorante

- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Katang

- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Sumberejo

1. Denah/Peta Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri

Gambar 1.1

Sumber Peratudan Desa Paron tahun 2014 - 2020

Perkembangan penduduk di Desa Paron cukup pesat sampai saat

ini Desa Paron dihuni oleh 1.341 Kepala Keluarga. Hal ini disebabkan

selain karena suasana yang cukup menyenangkan karena dengan adanya

keanekaragaman budaya, juga disebabkan karena lokasinya yang sangat

strategis dengan wilayah kota Kediri itu hanya berjarak sekitar 2 Km

saja. Selain itu lokasinya pula tidak jauh dengan letak wisata Simpang

Lima Gumul (SLG). Di sisi lain juga disebabkan oleh tersedianya

fasilitas sarana umum yang cukup memadai, baik fasilitas kesehatan,

pendidikan, peribadatan dan lain-lain. Pada umumnya penduduk Desa

Paron Kabupaten Kediri adalah Jawa, sehingga adat istiadat yang

mendominasi adalah Jawa. Untuk lebih jelasnyalihat tabel dibawah ini:

Tabel 1
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki 2.096 Orang

Perempuan 2.010 Orang

Jumlah 4.106 Orang

Sumber : Peraturan Desa Paron tahun 2014 – 2020 halaman 9

c. Agama dan Kepercayaan

Mayoritas penduduk Desa Paron adalah beragama Islam, ini

disebabkan karena orang-orang yang pada awalnya mendirikan Desa

Paron beragama Islam, dan kemudian disusul orang-orang yang beragam

Kristen dan Hindu. Namun karena masyarakat memiliki rasa saling

menghargai membuat masyarakat antar pemeluk agama yang satu dengan

yang lainnya dapat saling hidup berdampingan. Untuk lebih jelasnya lihat

tabel berikut:

Tabel 2

Penganut Agama/Kepercayaan Mayarakat Desa Paron

Agama Jumlah

Islam 3.536 Orang

Kristen 519 Orang

Katholik 20 Orang

Hindu 31 Orang

Sumber : Peraturan Desa Paron tahun 2014 – 2020 halaman 13


Masyarakat di Desa Paron sangat beragam sepertihalnya

keyakinan meskipun mayoritas orang muslim setiap kegiatan keagamaan

selalu berjalan dengan lancer seperti pembangunan greja masyarakat

berbondong-bondong membantu sebisanya, padal di situ bercampur baur

tidak tahu latar belakang keyakinan masing-masing.

Tabel 3

Tempat Ibadah

Tempat ibadah Jumlah

Masjid 2 buah

Mushola 11 buah

Gereja 3 buah

Pura 1 buah

Sumber : Peraturan Desa Paron tahun 2014 - 2020 halaman 9

d. Mata Pencaharian

Mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani,

pegawai swasta/Karyawan dan buruh tani. Hal ini disebabkan karena

banyaknya lahan pertanian dan lahan perkebuanan yang cukup luas.

Pada umumnya hasil pertanian maupun hasil perkebunan

diperuntukkan bagi hidup mereka sendiri. Walaupun begitu terkadang


mereka langsung menjual kepada para konsumen yang membutuhkan

dan bila hasil perkebunan serta pertanian mereka lebih dari cukup

biasanya mereka menjualnya kepada para tengkulak.

Tradisi sesepuh desa saling bermusyawarah dalam menentukan

hari baik untuk panen hasil bumi, agar hasil panen dapat melimpah ruah.

Serta tradisi menghormati dan mendo’akan arwah leluhur yang

diwujudkan dalam bentuk tasyakuran atau kenduri, yaitu perjamuan

makan untuk memperingati peristiwa, meminta berkah yang di lakukan

di area persawahan.

“kui perlu mas, ketbien wes dadi tradisine wong paron (itu perlu
karena sudah menjadi tradisi warga desa Paron)”41

Selain dibidang pertanian, perkebunan mata pencaharian

sebagaian masyarakat Desa Paron sebagai pengusaha rumahan, seperti

pengusaha tahu takwa, pengusaha ikan cupang dan pengusaha catering,

mengingat jumlah penduduk populasinya setiap tahun meningkat

terutama remaja yang barusaja lulus dari sekolah menengah maupaun

mahasiswa para pelaku usaha Desa Paron berusaha membuka lowongan

pekerjaan untuk semua kalangan dari berbagai umat beragama tidak

memandang suku ras ataupun golongan manapun. Yang mana pelaku

usaha ini memiliki tujuan mengurangi pengangguran yang ada di Desa

Paron.

Selain menjual hasil pertanian dan hasil ternak masyarakat Desa

Paron juga menggantungkan hidupnya dari hasil berdagang. Sisanya


41
Wawancara dengan Bapak Suyitno (anggota GAPOKTAN) tanggal 17 September 2019 pukul
09.00 wib
adalah petani, pegawai negeri, ABRI dan pensiunan. Untuk lebih

jelasnya lihat tabel berikut:

Mata Pencaharian/Profesi Jumlah

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 20 Orang

ABRI 10 Orang

Pegawai Swasta/Karyawan 896 Orang

Pertukangan 643 Orang

Buruh Tani 1.105 Orang

Pensiunan 501 Orang

Tabel 4

Mata Pencaharian/Profesi

Sumber : Peraturan Desa Paron tahun 2014 - 2020 halaman 11

e. Pendidikan

Masyarakat Desa Paron pada dasarnya merupakan masyarakat

yang sadar akan pendidikan baik formal maupun non formal. Di Desa

inipun sudah ada beberapa fasilitas pendidikan formal yaitu 3 buah

Taman Kanak-kanak 1 buah paud dan 2 buah Sekolah Dasar (SD).


Sebagian besar masyarakat Desa Paron yang apabila telah lulus

Sekolah Menengah Atas (SMA), biasanya tidak diteruskan ke tingkat

selanjutnya yaitu ketingkat Perguruan Tinggi, hal ini disebabkan rata-rata

mereka memiliki pandangan bahwa tanpa kuliah mereka tetap mampu

memperoleh pendapatan sendiri atau ikut bekerja diperusahaan tertentu.

Tabel 5

Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Paron

Tingkat Pendidikan Jumlah

Tamat Taman Kanak-kanak 557 Orang

Tamat Sekolah Dasar (SD) 1.365 Orang

Tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1.429 Orang

Tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) 1.415 Orang

Tamat Akademi/ D1-D3 230 Orang

Tamat Sarjana (S1-S3) 267 Orang

Sumber : Peraturan Desa Paron tahun 2014 - 2020 halaman 10

2. Kondisi Sosial Desa Paron

Desa Paron merupakan desa yang kental dengan bermacam-macam

budaya, dan agama. Masyarakatnya pun tidak sedikit. Namun Desa yang

plural tersebut mampuh menjadi tauladan bagi masyarakat lainnya.


Toleransi, kerukunan, solidaritas dijaga dengan baik dengan bentuk-

bentuk kerukunan yang bermacam-macam.

“Bentuk kerukunan masyarakat Paron itu dapat dilihat dari


kebersamaan antara masyarakat baik itu islam, hindu, Kristen, dan di
Paron tidak pernah ada konflik mengenai perbedaan agama, karena ketika
kita jagongan (kumpul-kumpul) tidak pernah menyinggung masalah
agama mas, paling ditanyakan tentang Sawahe piye? Kalau mas lewat di
desa Paron dan banyak orang jagongan di warung, pasti mas tidak bisa
membedakan mana itu yang orang islam, hindu atau kristen, karena semua
berkumpul jadi satu”.42

Paron sering menjadi desa percontohan, karena adanya perbedaan

agama yang terjadi disana, tetapi dengan perbedaan masyarakat Paron

tetap bisa hidup rukun tanpa konflik yang yang menyinggung agama.

Kekuatan desa Paron terletak pada para penduduknya yang

memiliki tingkat toleransi yang amat tinggi kepada penduduk lainnya dan

kepada sesama umat beragama yang berbeda tapi sama-sama tinggal di

desa Paron. Bapak Asngari (ketua sholawat berzanji)

“Kalau ada orang islam meninggal dan di slameti, orang hindu dan
Kristen juga diundang, saya juga ikut menghadiri undangan tahlilan,
namun saya dan orang-orang yang beda agama dan tidak ikut membaca
tahlilan, ‚Kami sebagai beragama lain yang mendoakan sesuai dengan
agama kami.”43

Menurut masyarakat Paron, dengan adanya perbedaan maka akan

semakin lengkap, seperti halnya menghadiri undangan tahlilan dari orang

Islam, maka orang yang agamanya lain juga ikut menghadiri undangan

tersebut Hanya saja masyarakat agama lain tidak ikut tahlilan karena ada

42
Wawancara dengan Bapak Didit Pendeta Gereja Kristen Jawi Wewtan (GKJW) tanggal 15
September 2019 pukul 16.00 wib
43
Wawancara dengan Bapak Asngari Ketua Sholawat Al barzanji tanggal 15 September 2019
pukul 18.00 wib
orang Islam yang bagian baca tahlilan. Hal itu dipenuhi karena sudah

tertanam rasa menghargai sesama manusia walaupun plural agama. Bagi

yang bukan agama Islam juga ikut mengadakan slametan, hal ini lebih

dimaksudkan atau dimaknai sebagai tindakan sosial dari pada tindakan

religious sebab mereka bukan umat Islam. Mereka memaknai untuk

merekatkan antar tetangga dan mengenai waktu, mereka selaraskan dengan

pilihan untuk Islam. Dalam acara tahlilan, anak yang beragama Kristen

ikut membantu orang tuanya dalam acara tahlilan tersebut. Bahkan dalam

satu atap terdiri dari tiga agamapun sudah tidak heran lagi.

Selain itu, ada selamatan menyambut bulan Ramadhon dan

selamatan sebelum hari raya umat Islam. Bagi yang bukan agama Islam

juga ikut mengadakan selamatan. Mereka memaknai untuk merekatkan

antar tetangga dan mengenai waktu mereka selaraskan dengan pilihan

umat Islam.

Selamatan untuk orang meninggal juga masih dilakukan sebagian

besar masyarakat Paron, dan mengundang para tetangga dan kerabat

termasuk mereka yang beragama Hindu dan Kristen. Bagi mereka

memenuhi undangan adalah sesuatu yang penting karena disitu terdapat

kontrol sosial yang ketat. Bagi mereka yang tidak dating harus pamitan

sebelum atau sesudahnya.

Sehingga ketika ada undangan dari orang Islam, orang-orang

beragama Hindu dan Kristen menghadirinya. Karena, bagi mereka

memenuhi undangan adalah sesuatu yang penting karena disitu terdapat


kontrol sosial yang kuat. Bagi mereka yang tidak datang pun mereka

berpamitan sebelum dan sesudahnya.

“Kalau orang Kristen ada natalan, orang Islam dan Hindu juga
akan di kasih jajanan perayaan natal mas, begitu juga sebaliknya kalau
orang islam mulutan, idul fitri, tahlilan dan orang Hindu merayakan nyepi,
maka saling memberi berkat, jajan mas, pokoke yo wes biasa mas
(pokoknya sudah biasa mas) terus kalau waktu puasa juga orang-orang
saya ingetkan mas! Biar makan atau minum didalam rumah, ia paling tidak
dijalan atau didepan rumah pokoknya tidak ngawur.”44

Interaksi sosial itu melahirkan budaya-budaya yang khas, budaya

asli yang dapat mempengaruhi interaksi multi agama yang terjadi.

Interaksi sosial yang demikian itu melahirkan interpretasi pada simbol-

simbol budaya berbeda dengan daerah lain. Suatu misal pada saat datang

kehajatan untuk menyumbang atau membantu para perempuan banyak

yang memakai kerudung (bukan jilbab) dan bapak-bapak banyak yang

memakai songkok atau kopyah, padahal agama mereka belum tentu Islam

sebagaimana pada masyarakat yang lain. Hal ini berarti kerudung dan

kopyah lebih berarti sebagai symbol budaya yang diinterpretasikan

menghormati pesta hajatan atau acara ngaturi‚

Rasa saling menghormati juga diwujudkan selama bulan suci

ramadhan oleh penganut agama yang lain. Umat Hindu yang biasa

beribadah pukul 19.00 WIB misalnya, terpaksa merubah jadwalnya

sebelum Maghrib. Karena pada pukul 19.00 WIB umat Islam sedang

menjalankan shalat tarawih

44
Wawancara dengan Bapak Choirul Masyarakat Paron tanggal 15 September 2019 pukul 19.00
wib
“Ketika bulan puasa tiba, maka orang-orang Hindu tak wanti-wanti

jangan makan di depan orang yang sedang puasa.”45

Dengan saling memberikan kesempatan pada umat beragama lain

untuk melakukan ibadah yang sesuai dengan aturan-aturan dengan agama

tersebut maka masyarakat akan merasa aman dan nyaman dalam

lingkungan sosial yang sama. Satu sama lain tidak pernah melarang dan

membatasi orang dalam hal ibadah.

Menghargai agama lain itu yang tetap akan selalu dipupuk oleh

masyarakat Paron. Selagi tidak mengganggu ketenangan masyarakat lain.

“Wujud toleransi juga dilihatkan seperti halnya tidak mengeraskan

suara ketika adzan dan khutbah jum’at dan juga memadamkan lampu

masjid atau gereja setiap sesudah beribadah.” Bapak Arif Wahyudi (ketua

NU)46

Kebiasaan lain dari masyarakat Paron adalah penyambutan bulan

Agustus yang dimeriahkan dengan banyak acara yang biasanya atas

inisiatif atau arahan pihak desa seperti pentas seni dan donor darah masal

yang dipelopori oleh kalangan muda atau karang taruna. Sebagai ciri khas

masyarakat yang plural agama maka seni yang dimainkan dalam pentas

senipun dimeriahkan masyarakat semua melalui kolaborasi dari tri-agama,

baik dari islam (bermain terbang/hadrah), Kristen bermain band dan Hindu

bermain gamelan yang dikolaborasikan dengan baik.

45
Wawancara dengan Bapak Nur Cholis Masyarakat Paron tanggal 22 September 2019 pukul
18.00 wib
46
Wawancara dengan Bapak Arif Wahyudi Ketua NU tanggal 22 September 2019 pukul 20.00
wib
Untuk mewujudkan persatuan, masyarakat tidak pernah

memandang dari segi agama, tidak pernah membandingkan agama apa dan

agama siapa yang paling baik.

Dalam pesta hajatan terdiri dari dua hari, hari yang pertama adalah

acara ‚ngaturi’ dimana dalam acara ini didatangi oleh seluruh warga RT

yang bersangkutan dan seluruh keluarga yang ada. Dalam acara ini juga

dihadiri oleh perangkat desa sebagai wakil dari pihak desa dan oleh tokoh

agama yang sesuai dengan agama yang punya sebagai pembaca doa.

Untuk hari kedua adalah maksud dari hajatan itu sendiri, bisa acara

nikahan, sunatan atau yang lainnya. Masyarakat yang datangpun dari

ketiga agama tersebut. Perbedaan agama terjadi bukan hanya pada antar

keluarga tetapi terjadi pula dalam kelurga itu sendiri, sehingga dalam

setiap acara salah satu agama pasti melibatkan aggota keluarga yang

berbeda agama. Baik bantuan berupa tenaga maupun biaya upacara

keagamaan yang akan berlangsung.

Meskipun di desa tersebut cukup beragam agamanya, ternyata

masyarakatnya cukup menyadari akan adanya keberagaman tersebut.

Masyarakat Paron sangat menjaga betul gaya komunikasi sesama warga,

saling menghargai, saling menghormati demi mewujudkan suasana

keakraban dan kerukunan ditengah-tengah komunitas yang beragam

tersebut. Karena menurut mereka bahwa memeluk agama merupakan hak

asasi dari masing-masing individu. Seperti yang di tegaskan oleh Ibu

Sriwinarsih
“Nganut agama kuwi yo wes dadi urusane dewe-dewe, ojo
dipeksone agamo nang wong liyo‛ (memeluk agama itu ya sudah menjadi
urusannya sendiri-sendiri,jangan memaksakan agama kepada orang
lain)”47

Sehingga dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa

menurut warga Paron tidak bisa seandainya di desa tersebut harus

disamakan pada satu agama saja dalam menganut agama.

Bahkan kelompok Islam, mereka tidak bertindak semena-mena

terhadap kelompok yang lebih minoritas (pemeluk Agama Kristen dan

pemeluk Agama Hindu), dan juga tidak membatasi keterlibatannya dalam

kegiatan-kegiatan desa, meski mereka merupakan kelompok yang paling

dominan. Hal ini bisa dilihat dari penjelasan Ibu Hindun yang menyatakan,

“Terus lek enek kumpulan kuwi yo podo gelem kumpul masio seng
ngundang bedo agomo‛ (terus kalau ada kumpulan juga pada mau
ngumpul meskipun yang mengundang itu beda agama).”48

Tabel 6

Struktur Pengurusn Pemerintah Desa Paron

47
Wawancara dengan Ibu Sri Winarsin PKK Paron tanggal 22 September 2019 pukul 15.00 wib
48
Wawancara dengan Ibu Hindun Masyarakat Paron tanggal 22 September 2019 pukul 15.30 wib
Jabatan Nama
Kepala Desa Parwoto S.Pd
Sekretaris Desa Estin Widyaningsih
Kasun 1 Danang Rudianto
Kasun 2 IlhaP Cahyo p
Kaur Keuangan Kacuk Mujiono
Kaur Kesejahteraan Solekan
Kaur Umum Hadi Suseno
Kaur Pembangunan Ahmad Toyib
Kaur Pemerintahan Widodo Jony P

Sumber : Peraturan Desa Paron tahun 2014 - 2020 halaman 16

Desa Paron memiliki keunikan dimana semua masyarakat hidup

berdampingan dengan sangat baik dalam menghadapi pluralism budaya

dan agama. Masing-masing dari mereka saling menjaga. Meskipun secara

jumlah agama mayoritas Islam dan agama yang paling sedikit Hindu dan

sisanya Kristen, tekanan atau ataupun perlakuan sewenang-wenang

tentang agama tidak pernah ada. Begitu pula tidak ada pengelompokan

tempat tinggal berdasarkan agama, mereka campur dan menyebar. Cara

berpakaian sehari-haripun masyarakat Islam, Hindu ataupun Kristen sama

saja, oraang Kristen juga memakai sarung, terkadang orang Hindu juga

menggunkan kopyah. Ketika masyarakat beragama Kristen merayakan

natal, masyarakat islam dan Hindupun membantu untuk menjaga di depan

greja agar keadaan tetap aman berjalan hingga selesainya ritual orang

Kristen.

Dari kerukunan dan solidaritas masyarakat Paron tercermin

persatuan yang kuat yang bisa berjalan di lingkungan yang pluralisme.

1. Dokumentasi kegiatan soyo (tasyakuran sebelum menaikkan genteng

rumah)
Gambar 1.2

Dalam kegiatan foto tersebut dilaksanakan pada hari Minggu 13

Oktober 2019 warga rt 05 desa Paron yang dihadiri masyarakat lingkungan

sekitar diundang untuk mendoakan agar rumah yang ditempati terhindar

dari bahaya maupun hal-hal yang tidak di inginkan, setelah selesai berdoa

masyarakat membatu semampunya menaikkan genteng rumah agar cepat

selesai, budaya ini sebenarnya kebiasaan nenek moyang yang turun

temurun sampai sekarang tetap dilestarikan.

2. Dokumentasi kegiatan FKUB berbagi ta’jil di bulan Ramadhan

Gambar 1.3
Dalam kegiatan foto tersebut dilaksanakan pada hari Rabu 29 Mei

2019 kegiatan membagikan ta’jil kepada masyarakat muslim Desa Paron

yang pada saat itu melaksanakan khataman Al-Quran di bulan Ramadhan,

para tokoh dari berbagai agama berkumpul bondong-bondong ikut

membagikan dan melaksanakan kegiatan buka bersama setelah acara

selesai. Dari sini kita bisa melihat komunikasi yang dijalin dan

keterbukaan saling menerima satu sama lain walau berbeda keyakinan dan

budaya. Kegiatan ini sudah ada sejak dibentuknya FKUB di Desa Paron.

3. Dokumentasi kegiatan gotong-royong membangun tempat

ibadah (Masjid)

Gambar 1.4
Dalam kegiatan foto tersebut dilaksanakan pada hari Minggu 20

Oktober 2019. Masyarakat menghadiri udangan ta’mir masjid Miftahul

Huda untuk melaksanakan kerjabakti merenovasi sarana peribadahan umat

muslim. Kegiatan ini bertujuan selain merenovasi fasilitas penunjang

peribadahan juga menjadi sarana mempererat tali silaturahmi antar umat

beragama.

Dari sini kita bisa melihat gotong royong sesama warga desa Paron

masih terjalin erat. Rasa simpati masyarakat sangat tinggi. Tidak

memandang agama maupun keyakinan.

B. Temuan Penelitian

1. Pola Komunikasi Antar Umat Beragama Di Desa Paron Kecamatan

Ngasem Kabupaten Kediri


a. Latar belakang yang berbeda-beda, warga masyarakat yang tinggal di

Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri dengan latar

belakang yang berbeda, kondisi sosial yang berbeda, dan keyakinan

yang berbeda-beda.

b. Penambahan dan pengurangan warga dalam setiap tahunnya, Oleh

karena itu dari dua hal tersebut perlunya untuk mengasah dan

mengembangkan pola komunikasi antar umat beragama yang ada di

Desa Paron.

2. Faktor Pendorong Pola Komunikasi Antar Umat Beragama Di Desa

Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri

a. Guyup rukun warga saat menagadakan kegiatan rutin yang ada di desa

b. Komunikasi yang baik antara umat beragama

c. Kerjasama dalam hal apapun

d. Saling menghoramti satu dengan yang lain.

3. Faktor Penghambat Pola Komunikasi Antar Umat Beragama di Desa

Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri

a. Faktor Ekologis Masyarakat Desa Paron

Lingkungan Desa Paron berada di dekat kawasan wisata Simpang Lima

Gumul. Hal itu menjadikan Desa Paron memiliki potensi yang besar

dalam menarik wisata. Namun tidak semua warganya dapat ikut

berpartisipasi dalam mengembangkan desa wisata, karena yang dapat

mengelola wisata hanya diberlakukan bagi warga yang memiliki tanah


yang strategis dan juga dekat dengan kawasan Simpang Lima Gumul.

Tentu saja hal itu mengakibatkan rasa kecemburuan sosial bagi warga

yang tidak dapat ikut andil dalam mengelola kawasan wisata.

b. Perbedaan psikologis, keyakinan dan kepentingan individu/kelompok.

Karena warga di Desa Paron terdiri dari beberapa agama dan

kepercayaan, biasanya terjadi perbedaan pendapat seperti tradisi

Punden, yaitu suatu tradisi orang Hindu, Kristen dan juga Kejawen di

Desa Paron yang suka menyiram dan juga minum-minuman keras

(mengandung alkohol) di sekitar makam, dan hal itu tidak disetujui

warga yang beragama Islam.


BAB V

PEMBAHASAN

A. Pola Komunikasi Antar Umat Beragama Di Desa Paron Kecamatan

Ngasem Kabupaten Kediri

Komunikasi adalah suatu kontruksi yang dibuat oleh manusia,

seperti tanah liat yang dapat dibentuk apa saja, atau air yang dapat

memenuhi wadah yang bagaimanapun bentuknya. Dalam strategi

membentuk pola pikir komunikasi antar umat beragama tentunya tidak

terlepas dari profil Desa Paron, profil desa tersebut begitu jelas bahwa

Desa Paron ingin membentuk pola komunikasi yang baik guna membentuk

kerukunan antar umat beragam yang ada di Desa Paron.

Pola komunikasi antar individu maupun kelompok seperti,

masyarakat Desa Paron berkumpul dalam kegiatan bersih desa, yang

dihadiri kepala desa tokoh masyarakat dan dari berbagai lembaga FKUB,

lembaga adat, karang taruna dan sebagainya yang ada di desa, dari sini kita

bisa melihat kepala desa sedang menyampaikan pesan kepada

masyarakatnya menyampaikan pesan memohon kepada Tuhan agar desa

Paron di lindungi dari mara bahaya dan semua masyarakat juga ikut

mendoakan nya tanpa menjawab dan langsung menerima pesan dari bapak

kepala desa
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh bapak Parwoto, selaku

kepala desa Paron ketika di wawancarai oleh peniliti mengatakan bahwa

pola komunikasi yang baik adalah:

“ cara berkomunikasi yang baik adalah ketika antara umat beragama


yang ada berlangsung dengan baik, antar pribadi seseorang yang sudah
kuat dan itu membuat dia melakukan sesuatu tanpa beban”.49

Kemudian pak Parwoto menambahkan terkait pola komunikasi

yang baik beliau menuturkan bahwa :

“ bentuk komunikasi yang baik adalah bagaimana kita bisa


berkomunikasi dengan peduduk sekitar, bagaimana kita saling bertegur
sapa dan menjalin hubungan yang baik dengan satu sama lain, jadi tidak
ada perbedaan”.50

Jadi kesimpulan dari paparan diatas bahwa pola komunikasi adalah

bagaimana kita bisa beromunikasi dengan baik satu sama lain, dimana

antar umat beragama saling berkomunikasi dan menjalin hubungan yang

baik antar umat beragama.

Terkait pembentukan pola komunikasi yang ada di Desa paron

sesuai dengan observasi peneliti pada tanggal 11-04-2019 bahwa

masyarakat yang ada di Desa paron dengan jumlah masyarakat yang cukup

banyak, dilihat dari jumlah pemeluk agama dan tempat ibadah yang ada di

Desa Paron sangat imbang dan saling menguntungkan satu sama lain. Hal

tersebut menunjukkan bahwa ada andil dan dukungan dari pemerintah

Desa Paron untuk membangun pola komunikasi yang baik.


49
Wawancara dengan Bapak Parwoto, S.Pd Kepala Desa Paron tanggal 22 September 2019 pukul
09.00 wib
50
Ibid
Ada beberapa hal mengapa pola komunikasi antar umat beragama

perlu dikembangkan ? Berikut pemaparan dari bapak parwoto :

“Pertama, dari jumlah penduduk yang ada di Desa paron cukup


banyak dan setiap tahunnya pasti ada penurunan dan peningkatan. Dalam
kurun aktu satu tahun tersebut juga ada pendatang atau penduduk baru
yang menempati wilayah di Desa Paron. Kemudian yang kedua mereka
berasal dari agama yang berbeda pula, di desa paron ada beberapa agama
yang berbeda, agama islam, agama kristen khatolik maupun protestan dan
ada agama hindu yang berdomisili di desa Paron. Kemudian yang ketiga
adalah mata pencaharian masyarakat yang ada di Desa paron juga
beragam. Dari perbedaan itu kami selaku pemerintah desa menginginkan
agar perbedaan itu tetap terjalin komunikasi yang baik dari segi apapun.
Meskipun masih ada beberapa komunitas yang masih individual dan
belum terbuka satu sama lain”.51

Pola komunikasi yang ada di Desa paron perlu ditingkatkan lagi,

karena ada beberapa kelompok masyarakat yang masih individual dalam

artian mereka seperti di asingkan dalam satu lingkungan tersebut. Oleh

karena itu diperlukan pengertian oleh pihak-pihak tertentu supaya terjalin

komunikasi yang baik antar umat beragama yang ada di Desa paron.

Terkait hal tersebut peneliti melakukan wawancara kepada masyarakat

yakni bapak Muryono, sepenting apakah komunikasi pada masyarakat di

Desa Paron ? Kemudian bapak Muryono menjawab

“sangat penting untuk menjalin hubungan yang baik”.52

Jadi masyarakat dalam berkomunikasi belum ada dorongan, namun

masih ada hal yang mendorong beberapa masyarakat untuk berkomunikasi

dengan baik.
51
Ibid
Wawancara dengan Bapak Muryono BPD Desa Paron tanggal 22 September 2019 pukul 10.00
52

wib
Pola komunikasi di Desa paron perlu dibentuk karena masih ada

beberapa warga masyarakat yang belum baik dalam berkomunikasi antar

masyarakat yang lain.

Jadi dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pola komunikasi

perlu :

1. Dibentuk, dalam artian membimbing dan mengajak masyarakat untuk

membiasakan berkomunikasi dengan inten. Tujuannya, jika

masyarakata tersebut melaksanakan setiapa hari akan terbiasa dan

dalam melaksankannya atas kesadarannya sendiri.

2. Dikembangkan, yaitu diperdalam lagi dan diperkenalkan lagi

mengenai komunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar dan juga

bagaimana cara berkomunikasi yang baik antar umat beragama. Peran

masyarakat juga sangat diperlukan yaitu dengan pemerintah desa

memberi pengertian secara tidak langsung, sering diajak berbincang-

bincang dan saling bertegur sapa saat bertemu.

B. Faktor Pendorong Pola Komunikasi Antar Umat Beragama Di Desa

Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri

Pembentukan pola komunikasi pada masyarakat sangat penting,

karena dengan memiliki komunikasi yang baik dengan masyarakat dapat


menjadikan diri yang utuh dan menjadi seseorang yang loyal dalam

melakuka suatu hal dimana atas kesadaran peserta didik itu sendiri.

Terkait hal ini peneliti mewawancarai Bapak Purwoto selaku

kepala desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri seperti apakah

bapak untuk mendorong pola komunikasi antar umat beragama yang ada

di desa Paron kecamatan Ngasem kabupaten Kediri. Beliau menuturkan :

“Seperti pada bulan muharam atau sasi suro warga desa Paron
berbondong bondong melaksanakan kegiatan bersih desa, ada berbagai
kegiatan yang diadakan dan masing-masing keyakinan memiliki cara
tersendiri, namun baiknya di desa Paron warganya itu guyup jadi saling
menghormati satu sama lain. Kegiatannya bervariatif ada yang
melaksanakan arak-arakan berkeliling desa, kemudian berhenti di titik
kumpul di sebuah sumber yang ada di desa Paron, disitu nanti ada
kegiatan semacam tayubpan semua tokoh masyarakat mulai dari tokoh
agama, tokoh pemuda dan ormas lainnya berkumpul menjadi satu di
Sumber teresebut, ada juga kirim doa kepada leluhur. Jadi ya begitulah
cara kita sebagai pemerintah desa untuk melestarikan sekaligus
menjadikan faktor pendukung untuk berbaur dengan warga yang
notabennya memiliki perbedaan keyakinan”.53

Berdasarkan penjelasan diatas, sesuai peneliti amati yaitu

pemerintah desa Paron khususnya pak Purwoto selaku kepala desa paron

memberikan kebiasaan terhadap warga desa Paron pada saat bulan

Muharram atau sasi suro, beliau mengadakan arak-arak an keliling desa

yang tujuannya adalah menyatukan dan memberikan dampak positif bagi

wargannya, tidak hanya di arak saja melainkan juga berkumpul di titik

kumpul yaitu di Sumber Kembangan yang merupakan icon Desa Paron,

di situ warga meliputi tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda

53
Wawancara dengan Bapak Parwoto, S.Pd Kepala Desa Paron tanggal 22 September 2019 pukul
09.30 wib
berkumpul menjadi satu tanpa membedakan keyakinan mereka. Bagi

agama islam mereka juga mengadakan doa bersama kepada leluhur.

Dari salah satu tokoh pemuda juga memberikan penjelasan sebelum

kegiatan tersebut dimulai, berikut penjelasan dari mas Zaky salah satu

tokoh pemuda, mas Zaky menjelaskan :

“Kegiatan seperti ini selalu dilakukan oleh masyarakat desa Paron,


ya tujuannya agar masyarakat tetp guyup dan saling menghormati antar
umat beragama, sekaligus bersih desa. Kegiatnnya sangat beragam
dimulai dari arak-arakan, ke sumber dulu lalu doa bersama, kurang lebih
seperti itu kegiatannya”.54
Senada dengan yang dipaparkan oleh salah satu tokoh pemuda

yang bernama Maria, Maria adalah tokoh pemuda yang mempunyai

keyakinan nasrani atau kristen, dia menjelaskan bahwa:;

“Kegiatan ini menjadi kegiatan rutin yang ada di Desa Paron, jadi
kegiatannya intinya adalah mendoakan arwah leluhur dan kita pasti
punya cara sendiri untuk mendoakan. Yang terpenting adalah niat dan
guyup rukun kita sebagai warga desa Paron tanpa membedakan
keyakinan masing-masing individu”.55
Pernyataan ini juga senada dengan salah satu perangkat desa yang

ada di desa Paron, bapak Toyib, bahwa di desa Paron memang seperti ini

jadi diadakan bersih desa ini merupakan kegaiatn turun temurun yang

diselenggarakan oleh masyarakat desa Paron tanpa memandang

keyakinan masing-masing individu, kegaiatannya berajalan dengan

lancar sesuai yang kami angan-angankan. Daari kegiatan ini dapat dilihat

kerukunan warga. Yang ikut acara itu tidak hanya umat muslim saja, ada

54
Wawancara dengan Mas Zaky, Karang Taruna Desa Paron tanggal 25 September 2019 pukul
20.00 wib
55
Wawancara dengan Mbak Maria Karang Taruna Desa Paron tanggal 25 September 2019 pukul
20.30 wib
yang Hindu, Kristen semua bekumpul untuk berpartisipasi. Berikut

penjelasan dari bapak Toyib selaku perangkat desa Paron :

Jadi seperti ini mas, kami disini selaku perangkat desa paron sangat
mengapresiasi kegiatan bersih desa ini. Karena apa, pada bersih desa ini
“sealin kita semua berdoa untuk leluhur kami, pada acara ini juga titik
berkumpulnya masyarakat dari berbagai keyakinan, jujur saya senang
melihat masyarakat desa Paron guyup, rukun, dan saling menghormati
satu sama lain seperti ini. Meskipun mereka berbeda keyakinan namun
tujuannya sama yaitu mendoakan. Hanya saja cara mereka yang berbeda.
Mungkin kalau melaksanakan doa bersama itu tetap menyesuaikan
jadwal ibadah mereka”.56
Kegiatan seperti itu dilakukan rutin setiap tahun oleh pemerintah

Desa Paron untuk mendorong komunikasi yang baik antar umat

beragama. Hal kecil itu dapat berdampak besar bagi warga masyarakat.

Jika sudah menjadi kebiasaan warga makan dalam penerapan kehidupan

sehari-hari mereka dapat berjalan dengan baik tanpa ada batasan untuk

saling berbaur dengan satu sama lain.

Perangkat desa itu selain menjadi figur yang diutamakan oleh

warga. Perangkat Desa juga sebagai penasehat, sebagi sesuatu yang perlu

di contoh oleh wargannya.Degan harapan, warga masyarakat mampu

terbentuk menjadi masyarakat yang berkualitas dalam hal bersikap

dengan warga masyarakat yang lain.

Desa Paron merupakan desa yang kental dengan bermacam-macam

budaya, dan agama. Masyarakatnya pun tidak sedikit. Namun Desa yang

plural tersebut mampuh menjadi tauladan bagi masyarakat lainnya.

Wawancara dengan Bapak Toyib Perangkat Desa Paron tanggal 22 September 2019 pukul 09.00
56

wib
Toleransi, kerukunan, solidaritas dijaga dengan baik dengan bentuk-

bentuk kerukunan yang bermacam-macam.

“Bentuk kerukunan masyarakat Paron itu dapat dilihat dari


kebersamaan antara masyarakat baik itu islam, hindu, Kristen, dan di
Paron tidak pernah ada konflik mengenai perbedaan agama, karena
ketika kita jagongan (kumpul-kumpul) tidak pernah menyinggung
masalah agama mas, paling ditanyakan tentang Sawahe piye? Kalau mas
lewat di desa Paron dan banyak orang jagongan di warung, pasti mas
tidak bisa membedakan mana itu yang orang Islam, hindu atau kristen,
karena semua berkumpul jadi satu”.

Paron sering menjadi desa percontohan, karena adanya perbedaan

agama yang terjadi disana, tetapi dengan perbedaan masyarakat Paron

tetap bisa hidup rukun tanpa konflik yang yang menyinggung agam

Kekuatan desa Paron terletak pada para penduduknya yang

memiliki tingkat toleransi yang amat tinggi kepada penduduk lainnya dan

kepada sesama umat beragama yang berbeda tapi sama-sama tinggal di

desa Paron.

“Kalau ada orang islam meninggal dan di slameti, orang hindu dan
Kristen juga diundang, saya juga ikut menghadiri undangan tahlilan,
namun saya dan orang-orang yang beda agama dan tidak ikut membaca
tahlilan, Kami sebagai beragama lain yang mendoakan sesuai dengan
agama kami.”

Menurut masyarakat Paron, dengan adanya perbedaan maka akan

semakin lengkap, seperti halnya menghadiri undangan tahlilan dari orang

Islam, maka orang yang agamanya lain juga ikut menghadiri undangan

tersebut Hanya saja masyarakat agama lain tidak ikut tahlilan karena ada

orang Islam yang bagian baca tahlilan. Hal itu dipenuhi karena sudah
tertanam rasa menghargai sesama manusia walaupun plural agama. Bagi

yang bukan agama Islam juga ikut mengadakan slametan, hal ini lebih

dimaksudkan atau dimaknai sebagai tindakan sosial dari pada tindakan

religious sebab mereka bukan umat Islam. Mereka memaknai untuk

merekatkan antar tetangga dan mengenai waktu, mereka selaraskan dengan

pilihan untuk Islam. Dalam acara tahlilan, anak yang beragama Kristen

ikut membantu orang tuanya dalam acara tahlilan tersebut. Bahkan dalam

satu atap terdiri dari tiga agamapun sudah tidak heran lagi.

Selain itu, ada selamatan menyambut bulan Ramadhon dan

selamatan sebelum hari raya umat Islam. Bagi yang bukan agama Islam

juga ikut mengadakan selamatan. Mereka memaknai untuk merekatkan

antar tetangga dan mengenai waktu mereka selaraskan dengan pilihan

umat Islam.

Selamatan untuk orang meninggal juga masih dilakukan sebagian

besar masyarakat Paron, dan mengundang para tetangga dan kerabat

termasuk mereka yang beragama Hindu dan Kristen. Bagi mereka

memenuhi undangan adalah sesuatu yang penting karena disitu terdapat

kontrol sosial yang ketat. Bagi mereka yang tidak dating harus pamitan

sebelum atau sesudahnya.

Sehingga ketika ada undangan dari orang Islam, orang-orang

beragama Hindu dan Kristen menghadirinya. Karena, bagi mereka

memenuhi undangan adalah sesuatu yang penting karena disitu terdapat


kontrol sosial yang kuat. Bagi mereka yang tidak datang pun mereka

berpamitan sebelum dan sesudahnya.

“Kalau orang Kristen ada natalan, orang Islam dan Hindu juga
akan di kasih jajanan perayaan natal mas, begitu juga sebaliknya kalau
orang islam mulutan, idul fitri, tahlilan dan orang Hindu merayakan nyepi,
maka saling memberi berkat, jajan mas, pokoke yo wes biasa mas
(pokoknya sudah biasa mas) terus kalau waktu puasa juga orang-orang
saya ingetkan mas! Biar makan atau minum didalam rumah, ia paling tidak
dijalan atau didepan rumah pokoknya tidak ngawur.”

Interaksi sosial itu melahirkan budaya-budaya yang khas, budaya

asli yang dapat mempengaruhi interaksi multi agama yang terjadi.

Interaksi sosial yang demikian itu melahirkan interpretasi pada simbol-

simbol budaya berbeda dengan daerah lain. Suatu misal pada saat datang

kehajatan untuk menyumbang atau membantu para perempuan banyak

yang memakai kerudung (bukan jilbab) dan bapak-bapak banyak yang

memakai songkok atau kopyah, padahal agama mereka belum tentu Islam

sebagaimana pada masyarakat yang lain. Hal ini berarti kerudung dan

kopyah lebih berarti sebagai symbol budaya yang diinterpretasikan

menghormati pesta hajatan atau acara ngaturi‚

Rasa saling menghormati juga diwujudkan selama bulan suci

ramadhan oleh penganut agama yang lain. Umat Hindu yang biasa

beribadah pukul 19.00 WIB misalnya, terpaksa merubah jadwalnya

sebelum Maghrib. Karena pada pukul 19.00 WIB umat Islam sedang

menjalankan shalat tarawih

“Ketika bulan puasa tiba, maka orang-orang Hindu tak wanti-wanti


jangan makan di depan orang yang sedang puasa.”
Dengan saling memberikan kesempatan pada umat beragama lain

untuk melakukan ibadah yang sesuai dengan aturan-aturan dengan agama

tersebut maka masyarakat akan merasa aman dan nyaman dalam

lingkungan sosial yang sama. Satu sama lain tidak pernah melarang dan

membatasi orang dalam hal ibadah.

Menghargai agama lain itu yang tetap akan selalu dipupuk oleh

masyarakat Paron. Selagi tidak mengganggu ketenangan masyarakat lain.

“Wujud toleransi juga dilihatkan seperti halnya tidak mengeraskan


suara ketika adzan dan khutbah jum’at dan juga memadamkan lampu
masjid atau gereja setiap sesudah beribadah.”

Kebiasaan lain dari masyarakat Paron adalah penyambutan bulan

Agustus yang dimeriahkan dengan banyak acara yang biasanya atas

inisiatif atau arahan pihak desa seperti pentas seni dan donor darah masal

yang dipelopori oleh kalangan muda atau karang taruna. Sebagai ciri khas

masyarakat yang plural agama maka seni yang dimainkan dalam pentas

senipun dimeriahkan masyarakat semua melalui kolaborasi dari tri-agama,

baik dari islam (bermain terbang/hadrah), Kristen bermain band dan Hindu

bermain gamelan yang dikolaborasikan dengan baik.

Untuk mewujudkan persatuan, masyarakat tidak pernah

memandang dari segi agama, tidak pernah membandingkan agama apa dan

agama siapa yang paling baik.

Dalam pesta hajatan terdiri dari dua hari, hari yang pertama adalah

acara ‚ngaturi’ dimana dalam acara ini didatangi oleh seluruh warga RT

yang bersangkutan dan seluruh keluarga yang ada. Dalam acara ini juga
dihadiri oleh perangkat desa sebagai wakil dari pihak desa dan oleh tokoh

agama yang sesuai dengan agama yang punya sebagai pembaca doa.

Untuk hari kedua adalah maksud dari hajatan itu sendiri, bisa acara

nikahan, sunatan atau yang lainnya. Masyarakat yang datangpun dari

ketiga agama tersebut. Perbedaan agama terjadi bukan hanya pada antar

keluarga tetapi terjadi pula dalam kelurga itu sendiri, sehingga dalam

setiap acara salah satu agama pasti melibatkan aggota keluarga yang

berbeda agama. Baik bantuan berupa tenaga maupun biaya upacara

keagamaan yang akan berlangsung.

Meskipun di desa tersebut cukup beragam agamanya, ternyata

masyarakatnya cukup menyadari akan adanya keberagaman tersebut.

Masyarakat Paron sangat menjaga betul gaya komunikasi sesama warga,

saling menghargai, saling menghormati demi mewujudkan suasana

keakraban dan kerukunan ditengah-tengah komunitas yang beragam

tersebut. Karena menurut mereka bahwa memeluk agama merupakan hak

asasi dari masing-masing individu. Seperti yang di tegaskan oleh Ibu

Sumiati:

“Nganut agama kuwi yo wes dadi urusane dewe-dewe, ojo


dipeksone agamo nang wong liyo‛ (memeluk agama itu ya sudah menjadi
urusannya sendiri-sendiri,jangan memaksakan agama kepada orang lain)”

Sehingga dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa

menurut warga Paron tidak bisa seandainya di desa tersebut harus

disamakan pada satu agama saja dalam menganut agama.


Bahkan kelompok Islam, mereka tidak bertindak semena-mena

terhadap kelompok yang lebih minoritas (pemeluk Agama Kristen dan

pemeluk Agama Hindu), dan juga tidak membatasi keterlibatannya dalam

kegiatan-kegiatan desa, meski mereka merupakan kelompok yang paling

dominan. Hal ini bisa dilihat dari penjelasan Ibu Sumiati yang menyatakan

“Terus lek enek kumpulan kuwi yo podo gelem kumpul masio seng
ngundang bedo agomo‛ (terus kalau ada kumpulan juga pada mau
ngumpul meskipun yang mengundang itu beda agama).”

Tabel 7

Struktur Pengurus Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB

Jabatan Nama
Ketua Suroto Afandi
Sekretaris Desa Didit
Bendahara Asngari
Sie Keagamaan Priyagung
Sie Humas Mat Qosim
Anggota Toiron Alwi
Anggota Joko wibowo
Anggota Triman
Anggota Seger

Sumber : Peraturan Desa Paron tahun 2014 - 2020 halaman 16

Di desa Paron juga ada FKUB (forum kerukunan umat beragama)

yang dibentuk sejak tahun 2016 yang di pelopori oleh tokoh-tokoh agama

desa Paron, tujuanya yakni menyatukan semua umat beragama di desa

Paron tanpa ada jarak atau pembatas bagi sesama warga yang berbeda

agama.

Kegiatan rutin yang dilakukan FKUB desa Paron, yaitu rapt

bulanan yang dilakukan setiap empat bulan sekali, membahas kegiatan

yang bersifat sosial untuk umat seperti, bagi sembako kepada janda/duda

yang sudah lansia di desa Paron, menjadi panitia bersih desa yang di

selenggarakan setahun sekalim dan berbagi ta’jil di mushola dan masjid

saat bulan ramadhan.

Desa Paron memiliki keunikan dimana semua masyarakat hidup

berdampingan dengan sangat baik dalam menghadapi pluralism budaya

dan agama. Masing-masing dari mereka saling menjaga. Meskipun secara

jumlah agama mayoritas Islam dan agama yang paling sedikit Hindu dan

sisanya Kristen, tekanan atau ataupun perlakuan sewenang-wenang

tentang agama tidak pernah ada. Begitu pula tidak ada pengelompokan

tempat tinggal berdasarkan agama, mereka campur dan menyebar. Cara


berpakaian sehari-haripun masyarakat Islam, Hindu ataupun Kristen sama

saja, oraang Kristen juga memakai sarung, terkadang orang Hindu juga

menggunkan kopyah. Ketika masyarakat beragama Kristen merayakan

natal, masyarakat islam dan Hindupun membantu untuk menjaga di depan

greja agar keadaan tetap aman berjalan hingga selesainya ritual orang

Kristen.

Dari kerukunan dan solidaritas masyarakat Paron tercermin

persatuan yang kuat yang bisa berjalan di lingkungan yang pluralisme.

C. Faktor Penghambat Pola Komunikasi Antar Umat Beragama Di Desa

Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri

Perpecahan merupakan suatu hal yang menimbulkan individu yang

baik-baik saja menjadi tidak nbaik, hubungan yang semula baik baik saja

menjadi tidak baik, persaudaraan yang baik-baik saja menjadi tidak baik.

Misalnya membuat kubu, menjadi provokator, dan membuat tim tersendiri.

Permasalahan tersebut yang menjadi kebiasaan dan tidak terlepas dari

keseharian warga.

Terkait perpecahan antar warga, perangkat desa sangat menjaga

setiap tindakan maupun perbuatan. Ada beberapa faktor penghambat pola

komunikasi yang ada di Desa Paron, berikut penuturan dari bapak Parwoto

selaku kepala Desa Paron:


“Mengenai penghambat dalam komunikasi itu adalah, kami disini
semua tidak sepenuhnya andil dalam memberikan motivasi dan dukungan,
saya tidak sepenuhnya hadir saat kegiatan-kegiatan teretentu, meskipun
tetap saya pantau namun masih tetap ada hal-hal seperti itu. Selain itu
banyak sebagian masyarakat yang belum paham dan belum sadar arti dari
kegiatan ini. Jadi ya pasti dan selalu ada yang menjadi provokator satu
dengan yang lain”.

Jadi perpecahan yang ada di tengah-tengah masyarakat sering kali

terjadi, karena masing-masing individu memiliki pola pikir yang berbeda –

beda, setiap warga juga memiliki karakter yang berba pula, dalam kondisi

seperti ini bagaimana pemerintah desa yang bersangkutan memberi arahan

secara tidak langsung tanpa menyakiti hati dari individu tersebut. Karena

jika tidak seperti itu maka hal ini yang menjadi penghambat komunikasi

antar umat beragama yang ada di Desa Paron.

Peneliti juga mendapatkan terkait perpecahan, dimana perpecahan

merupakan perilaku seseorang yang ingin mengadu domba yang ingin

melihat kondisi di sekitarnya menjadi tidak tentram. Jadi pemerintah desa

harus menjadi role mode atau teladan dalam kehidupan sehari-hari.

Mengingat banyak sebagian dari warga yang hanya ingin mengadu domba

agar tiap individu menjadi terpecah belah. Menurut Bapak Purwoto selaku

kepala desa paron, apakah faktor perpecahan yang ada di desa pareon?

Beliau menuturkan bahwa :

“Perpecahan dapat terjadi mungkin karena kondisi sosial yang ada


di desa Paron sendiri. Faktor lingkungan juga mempengaruhi terjadinya
perpecahan, dari jenis pekerjaannya pun juga berbeda oleh sebab itu
mereka kadang memiliki pendapat yang berbeda, yang bekerja sebagai
petani yang bekerja sebagai buruh, dan yang bekerja sebagai pegawai
berbeda-beda sudut pandangnya”.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa faktor lingkungan

mempengaruhi komunikasi yang ada di desa Paron, hal itu dapat dilihat

dari mata pencaharian masyarakat yang berbeda, maka pola pikirnya juga

berbeda-beda.

Terkait faktor penghambat pola komunikasi yang ada di Desa

Paron, peneliti juga mewawancarai tokoh masyarakat yang ada di Desa

Paron, Faktor penghambat apa yang terjadi di Desa Paron ini dalam hal

komunikasi, terkait hal tersebut tokoh masyarakat menjawab :

“Ya biasanya karena faktor pola pikir yang berbeda mas, kadang
ada yang mendukung kadang ada yang tidak, pokoknya kalau tidak ada
provokator yang memprovokatori ya tidak ada hambatan. Karena ada salah
satu warag atau sebagian warga yang menjadi provokator ya akhirnya
terjadi perpecahan itu”.

Dari penjelasan dari salah satu tokoh masyarakat memang

memberikan alasan yang cukup kuat, karena memang benar faktor

lingkungan sangat mempengaruhi pola pikir seseorang. Terjadinya

perpecahan memang sering terjadi akibat dari salah dalam menuturkan

kata, atau terprovokasi dengan tetangga atau lingkungan sekitar. Meskipun

sudah ada pemerintah desa yang susah payah membuat rukun wargannya,

namun tetap saja ada yang membuat onar.

Dari penjelasan dari salah tokoh masyarakat yang ada di Desa

Paron pemerintah desa sebenarnya sudah membuat kegiatan yang

sedemikian rupa untuk membuat wargannya guyup rukun dan menjalin

komunikasi yang baik antar umat beragam, namun tetap saja masih ada

sebagian warga masyarakat yang membuat perpecahan.


Dari pengamatan, terlihat sebagian warga yang tidak datang saat

ada kegiatan yang ada di desa, sesuai dengan peniliti amati di lingkungan

Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri ada sebagian warga

yang tidak mengikuti agenda kegiatan yang ada di desa Paron.

Jadi kesimpulan dari kutipan diatas faktor penghambat pola

komunikasi anatar umat beragama meruapakan hal yang wajar dialami

oleh setiap lingkungan, karena dari berbagai lingkungan terdapat pola pikir

masyarakat yang berbeda-beda.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah peneliti menganalisa tentang pola komunikasi antar umat

beragama di Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri, peneliti

dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Pola komunikasi masyarakat di desa Paron terbangun dari keterbukaan

masyarakatnya walaupun berbeda agama sehingga tercipta sikap toleransi.


Tiap-tiap idividu maupun kelompok memiliki ikatan yang kuat sebagai

warga desa seperti sebuah keluarga yang saling menjaga. Sehingga satu

individu dengan individu yang lain akan senantiasa menjaga hubungan

agar tetap baik dan harmonis meskipun memiliki perbedaan agama. Jadi

dengan adanya rasa saling keterbukaan satu sama lain, akan terjalin

komunikasi yang baik. Hal itu dapat dibuktikan melalui serangkaian

kegiatan-kegiatan desa seperti acara bersih desa, PHBN (Peringatan Hari

Besar Nasional), dan juga acara keagamaan yang berjalan aman, damai,

dan juga meriah.

2. Faktor yang menjadi pendorong dari komunikasi antar umat beragama di

Desa Paron adalah karena tiap-tiap kelompok agama memiliki kesadaran

yang tinggi dalam menjaga desanya, mereka memiliki kesadaran yang

tinggi untuk menjaga kedamaian di desa. Meskipun memiliki perbedaan

keyakinan, mereka tidak menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk

tidak menghargai kelompok agama lain. Karena mereka memiliki satu

tujuan yang sama yaitu menjadikan desa mereka sebagai desa yang rukun,

aman, dan damai.

3. Ada pun faktor yang menjadi penghambat pola komunikasi antar umat

beragama di Desa Paron adalah adanya perbedaan pendapat dalam

menyikapi hal-hal tertentu. Seperti misalnya perbedaan pilihan politik

dalam pemilihan calon kepala desa ataupun pejabat desa. Namun hal itu

juga terjadi hanya dalam waktu tertentu dan bukanlah hal yang setiap hari

terjadi.
B. Saran

Sebagai sebuah desa yang terletak di pusat Kabupaten Kediri, yang

tepatnya berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Kediri, Desa paron

sering dijadikan sebagai desa percontohan atau desa teladan bagi desa-desa

lain yang ada di Kabupaten Kediri. Apalagi, Desa Paron ditempati oleh

masyarakat yang memiliki beberapa agama yang berbeda, maka sudah

sepatutnya masyarakat Desa Paron harus bisa menjaga nilai-nilai toleransi

yang ada. Sehingga, Desa Paron bisa tampil sebagai desa yang layak diakui

sebagai desa ikon kerukuran umat beragama yang ada di Kabupaten Kediri.

LAMPIRAN

1. Transkrip Wawancara

Informan 1

Tanggal Wawancara : 17 September 2019

Tempat : Rumah bapak Suyitno

Idenditas Informan 1

Nama : Suyitno

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Anggota GAPOKTAN


Hasil Wawancara

Bagaimana pendapat bapak mengenai tradisi sesepuh desa saling

bermusyawarah dalam menentukan hari baik untuk panen hasil bumi?

Jawab :

Tradisi sesepuh desa saling bermusyawarah dalam menentukan hari baik

untuk panen hasil bumi ini memang perlu. Dari dulu sudah menjadi tradisi

warga Desa Paron.

Informan 2

Tanggal Wawancara : 15 September 2019

Tempat : Rumah Bapak Didit

Idendita Informan 2

Nama : Didit

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Pendeta Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW)

Hasil Wawancara

Bagaimana warga Desa Paron menjaga toleransi, kerukunan, solidaritas agar

terjalin hubungan baik antar warga ?


Jawab:

Bentuk kerukunan masyarakat Paron itu dapat dilihat dari kebersamaan antara

masyarakat baik itu Islam, Hindu, Kristen, dan Budha di Paron tidak pernah

ada konflik mengenai perbedaan agama, karena ketika kita jagongan (kumpul-

kumpul) tidak pernah menyinggung masalah agama mas, paling ditanyakan

tentang Sawahe piye? Kalau mas lewat di desa Paron dan banyak orang

jagongan di warung, pasti mas tidak bisa membedakan mana itu yang orang

Islam, Hindu atau Kristen, karena semua berkumpul jadi satu

Informan 3

Tanggal Wawancara : 15 September 2019

Tempat : Masjid Jami’ Al – Ishlah

Idenditas Informan 3

Nama : Asngari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Ketua Sholawat Al - Barzanji


Hasil Wawancara

Bagaimana pandangan anda tentang toleransi antar umat beragama di Desa Paron?

Jawab :

Kalau ada orang islam meninggal dan di slameti, orang Hindu dan Kristen juga

diundang, saya juga ikut menghadiri undangan tahlilan, namun saya dan orang-

orang yang beda agama tidak ikut membaca tahlilan, kami sebagai beragama lain

ya mendo’akan sesuai dengan agama kami.

Informan 4

Tanggal Wawancara : 15 September 2019

Tempat : Rumah Bapak Choirul

Idenditas Informan 4

Nama : Choirul

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Swasta

Hasil Wawancara
Bagaimana pandangan anda tentang warga yang berbeda agama saling

mengundang ketika ada hajatan ?

Jawab :

Kalau orang Kristen ada natalan, orang Islam dan Hindu juga akan di kasih

jajanan perayaan natal mas, begitu juga sebaliknya kalau orang islam mulutan,

idul fitri, tahlilan dan orang Hindu merayakan nyepi, maka saling memberi

berkat, jajan mas, pokoknya sudah biasa mas, terus kalau waktu puasa juga

orang-orang saya ingetkan mas! Biar makan atau minum didalam rumah, ia

paling tidak dijalan atau didepan rumah pokoknya tidak ngawur.

Informan 5

Tanggal Wawancara : 22 September 2019

Tempat : Rumah Bapak Nur Cholis

Idenditas Informan 5

Nama : Nur Cholis

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Pekerjaan : Penjahit

Hasil Wawancara
Bagaimana bentuk toleransi umat beragama pada saat bulan suci ramadhan?

Jawab :

Ketika bulan puasa tiba, maka orang-orang Hindu tak wanti-wanti jangan

makan di depan orang yang sedang puasa. Dengan saling memberikan

kesempatan pada umat beragama lain untuk melakukan ibadah yang sesuai

dengan aturan-aturan dengan agama tersebut maka masyarakat akan merasa

aman dan nyaman dalam lingkungan sosial yang sama. Satu sama lain tidak

pernah melarang dan membatasi orang dalam hal ibadah.

Informan 6

Tanggal Wawancara : 22 September 2019

Tempat : Rumah Bapak Arif Wahyudi

Idenditas Informan 6

Nama : Arif Wahyudi

Jenis Kelamin : Laki-laki


Pekerjaan : Swasta

Hasil Wawancara

Apa wujud toleransi antar umat beragama di Desa Paron?

Jawab :

Wujud toleransi juga dilihatkan seperti halnya tidak mengeraskan suara ketika

adzan dan khutbah jum’at dan juga memadamkan lampu masjid atau gereja setiap

sesudah beribadah.

Informan 7

Tanggal Wawancara : 22 September 2019

Tempat : Balai Desa Paron

Idenditas Informan 7

Nama : Sri Winarsih

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ketua PKK


Hasil Wawancara

Bagaimana hak asasi manusia dalam memeluk agama di Desa Paron?

Jawab :

Memeluk agama itu ya sudah menjadi urusannya sendiri – sendiri. Jangan

memaksakan agama kepada orang lain.

Informan 8

Tanggal Wawancara : 22 September 2019

Tempat : Masjid Jami’ Al – Ishlah

Idenditas Informan 8

Nama : Hindun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Swasta
Hasil Wawancara

Bagaimana warga Desa Paron yang beragama Islam untuk mengajak warga

non Islam dalam sebuah kegiatan?

Jawab :

Terus kalau ada kumpulan juga pada mau ngumpul meskipun yang

mengundang itu berbeda agama.

Informan 9

Tanggal Wawancara : 22 September 2019

Tempat : Balai Desa Paron

Idenditas Informan 9

Nama : Parwoto, S.Pd

Jenis Kelamin : Laki - laki

Pekerjaan : Kepala Desa Paron


Hasil Wawancara

1. Bagaimana pola komunikasi yang baik ?

Jawab :

Cara berkomunikasi yang baik adalah ketika antara umat beragama yang

ada berlangsung dengan baik, antar pribadi seseorang yang sudah kuat dan

itu membuat dia melakukan sesuatu tanpa beban. Bentuk komunikasi yang

baik adalah bagaimana kita bisa berkomunikasi dengan penduduk sekitar,

bagaimana kita saling bertegur sapa dan menjalin hubungan yang baik

dengan satu sama lain, jadi tidak ada perbedaan

2. Mengapa pola komunikasi antar umat beragama perlu dikembangkan ?

Pertama, dari jumlah penduduk yang ada di Desa paron cukup banyak dan

setiap tahunnya pasti ada penurunan dan peningkatan. Dalam kurun waktu

satu tahun tersebut juga ada pendatang atau penduduk baru yang

menempati wilayah di Desa Paron. Kemudian yang kedua mereka berasal

dari agama yang berbeda pula, di desa paron ada beberapa agama yang

berbeda, agama islam, agama kristen, khatolik maupun protestan dan ada

agama hindu yang berdomisili di desa Paron. Kemudian yang ketiga

adalah mata pencaharian masyarakat yang ada di Desa paron juga

beragam. Dari perbedaan itu kami selaku pemerintah desa menginginkan

agar perbedaan itu tetap terjalin komunikasi yang baik dari segi apapun.

Meskipun masih ada beberapa komunitas yang masih individual dan

belum terbuka satu sama lain


3. Bagaimana perangkat desa mendorong pola komunikasi antar umat

beragama yang ada di desa Paron ?

Seperti pada bulan muharam atau sasi suro warga desa Paron berbondong

– bondong melaksanakan kegiatan bersih desa, ada berbagai kegiatan yang

diadakan dan masing-masing keyakinan memiliki cara tersendiri, namun

baiknya di desa Paron warganya itu guyup jadi saling menghormati satu

sama lain. Kegiatannya berfariatif ada yang melaksanakan arak-arakan

berkeliling desa, kemudian berhenti di titik kumpul di sebuah sumber yang

ada di desa Paron, disitu nanti ada kegiatan semacam tayub an semua

tokoh masyarakat mulai dari tokoh agama, tokoh pemuda dan ormas

lainnya berkumpul menjadi satu di Sumber teresebut, ada juga kirim do’a

kepada leluhur. Jadi ya begitulah cara kita sebagai pemerintah desa untuk

melestarikan sekaligus menjadikan faktor pendukung untuk berbaur

dengan warga yang notabennya memiliki perbedaan keyakinan

Informan 10

Tanggal Wawancara : 25 September 2019

Tempat : Balai Desa Paron

Idenditas Informan 10

Nama : Zaky

Jenis Kelamin : Laki - laki

Pekerjaan : Pengurus Karang Taruna


Hasil Wawancara

Apa tujuan diadakannya kegiatan arak – arakan pada bulan muharram / suro di

Desa Paron?

Jawab :

Kegiatan seperti ini selalu dilakukan oleh masyarakat Desa Paron, ya

tujuannya agar masyarakat teta’p guyup dan saling menghormati antar umat

beragama, sekaligus bersih desa. Kegiatnnya sangat beragam dimulai dari

arak-arakan, ke sumber dulu lalu doa bersama, kurang lebih seperti itu

kegiatannya.

Informan 11

Tanggal Wawancara : 25 September 2019

Tempat : Balai Desa Paron

Idenditas Informan 11

Nama : Maria

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pengurus Karang Taruna


Hasil Wawancara

Apa tujuan diadakannya kegiatan arak – arakan pada bulan muharram / suro di

Desa Paron?

Jawab :

Kegiatan ini menjadi kegiatan rutin yang ada di Desa Paron, jadi kegiatan ini

intinya adalah mendoakan arwah leluhur dan kita pasti punya cara sendiri

untuk mendoakan. Yang terpenting adalah niat dan guyup rukun kita sebagai

warga desa Paron tanpa membedakan keyakinan masing-masing individu.

Informan 12

Tanggal Wawancara : 22 September 2019

Tempat : Balai Desa Paron

Idenditas Informan 11

Nama : Toyib

Jenis Kelamin : Laki - laki

Pekerjaan : Perangkat desa


Hasil Wawancara

Bagaimana pendapat bapak selaku perangkat Desa Paron dengan diadakannya

arak – arakan pada bulan muharam/ suro ?

Jawab :

Jadi seperti ini mas, kami disini selaku perangkat desa paron sangat

mengapresiasi kegiatan bersih desa ini. Karena apa, pada bersih desa ini selain

kita semua berdoa untuk leluhur kami, pada acara ini juga titik berkumpulnya

masyarakat dari berbagai keyakinan, jujur saya senang melihat masyarakat

desa Paron guyup, rukun, dan saling menghormati satu sama lain seperti ini.

Meskipun mereka berbeda keyakinan namun tujuannya sama yaitu

mendoakan. Hanya saja cara mereka yang berbeda. Mungkin kalau

melaksanakan doa bersama itu tetap menyesuaikan jadwal ibadah mereka.

1.DOKUMENTASI SARANA PERIBADAHAN MASYARAKAT PARON


2.DOKUMENTASI SARANA PERIBADAHAN MASYARAKAT PARON
3.DOKUMENTASI SARANA PERIBADAHAN MASYARAKAT PARON
4. DOKUMENTASI BERSIH DESA PARON 2019
5. DOKUMENTASI BERSIH DESA PARON 2019
6. DOKUMENTASI BERSIH DESA PARON 2019
BIODATA PENULIS
Akhmad Bintoro lahir di Kediri, Jawa Timur 12

Oktober 1995. Anak pertama dari pasangan Ayahanda

Matnasir dan Ibunda Binti Masruroh. Alamat lengkap

Desa Paron Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri.

Riwayat pendidikan formal penulis mengawali dari MI

Hidayatul Musthofa Paron lulus tahun 2007. MTSN

Pagu lulus tahun 2010, kemudian melanjutkan ke MA

Al-Huda lulus tahun 2013, kemudian penulis melanjutkan ke Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Kediri Jurusan Ushuluddin Prodi Komunikasi dan Penyiaran

Islam.

Anda mungkin juga menyukai